Analisis Ungkapan Metaforis dalam Kolom Essai Taratarot pada Situs Berita Medanbagus.Com (Kajian Semantik) Chapter III V
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian bahasa dapat dilakukan di lapangan atau di perpustakaan
melalui
kajian
pustaka.
Keduanya
dianggap
sebagai
lokasi
penelitian
(Djajasudarman, 1993:3). Di lapangan akan melibatkan hubungan peneliti dengan
penutur bahasa yang diteliti, sedangkan di perpustakaan melibatkan hubungan
peneliti dengan buku-buku sebagai sumber data. Penelitian ini dilakukan di
perpustakaan dan tempat khusus peneliti, yakni untuk membaca dan menyimak
ungkapan-ungkapan metaforis yang terdapat dalam empat belas esai yang menjadi
objek penelitian. Penelitian tentang analisis ungkapan metaforis dalam kolom esai
Taratarot pada situs berita medanbagus.com ini dilakukan selama dua bulan
untuk meneliti dan menganalisis data yang diperlukan oleh peneliti.
3.2 Sumber Data
Adapun sumber data dari penelitian ini diperoleh dari esai dalam kolom
Taratarot di situs media medanbagus.com yang ditulis oleh Ahmad Arief Tarigan
S.Sn, M.Si, sebagai penulis kolom Taratarot.
Adapun esai yang dipilih dalam penelitian ini sebanyak empat belas esai,
yaitu:
1. Absurditas Kami Tidak Takut (Selasa, 19 Januari 2016)
Universitas Sumatera Utara
2. Amuk (amock) (Senin, 13 April 2015)
3. Anak Muda Bunuh Diri(?) (Minggu, 31 Mei 2015)
4. Bak Pohon (Hendak) Dicabut Akarnya (Kamis, 2 Juli 2015)
5. Batu Akik Bijaksana (Jumat, 20 Februari 2015)
6. Bawah Sadar dan Demokrasi Ilusif (Sabtu, 14 Maret 2015)
7. Begal, Main Hakim Sendiri dan Ketertekanan Jiwa (Selasa, 3
Maret 2015)
8. Corat-Coret Lulus Sekolah (Selasa, 28 April 2015)
9. Kabar Burung Kakek Sarung (Sabtu, 21 Maret 2015)
10. Kemerdekaan Imajinasi (Sabtu, 16 Mei 2015)
11. Manusia Fiktif dalam Dunia Fiksi (Sabtu, 17 Oktober 2015)
12. Penerimaan Diri (Senin, 30 Maret 2015)
13. Sebagian Kecil di Cermin itu Bernama Ijazah Palsu (Senin, 8 Juni
2015)
14. Semak belukar Pikiran (Selasa, 17 Maret 2015)
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah
metode simak. Metode ini dinamakan demikian karena dalam metode ini
digunakan penyimakan terhadap penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993:133).
Universitas Sumatera Utara
Peneliti melakukan penyimakan secara cermat, terarah, dan teliti terhadap
sumber data. Jadi, terdapat aspek penyeleksian dalam pengambilan data dari
sumber data. Teknik yang digunakan adalah teknik simak bebas libat cakap dan
teknik catat (Sudaryanto, 1993:134-135).
Teknik simak bebas libat cakap (SBLC), adalahpeneliti sebagai pemerhati
dengan penuh minat, tekun memperhatikan calon data yang terbentuk dan muncul
dari peristiwa kebahasaan yang ada di luar dirinya (Sudaryanto, 1993:136).
Setelah dilakukan teknik SBLC secara cermat dan teliti, dilakukan teknik
catat, yaitu pencatatan pada kartu data yang segera dilanjutkan dengan
pengklasifikasian data. Pencatatan dilakukan langsung ketika teknik pertama
selesai digunakan dengan alat tulis tertentu.
Peneliti menggunakan metode simak serta teknik simak bebas libat cakap
(SLBC) karena sumber data penelitian ini berupa essai atau teks tertulis dalam
media online. Menurut peneliti, teknik dan metode tersebut adalah yang paling
mudah dan paling tepat untuk digunakan dalam penelitian ini.
3.4 Teknik Analisis Data
Secara teknis dalam menganalisis data, yang dipakai ialah model interaktif
sebagaimana yang ditawarkan Haberman dan Miles (dalam Endraswara,
2006:215), yakni melalui tiga proses. Proses pertama adalah reduksi data (data
reduction), kedua, penerapan data (data display), dan yang ketiga, simpulan
melalui pelukisan serta verifikasi data yang telah ditemukan. Analisis data bersifat
terbuka (open-ended), maksudnya analisis bersifat longgar, tidak kaku dan tidak
Universitas Sumatera Utara
statis. Analisis dapat berupa perbaikan atau pengembangan, sejalan dengan data
yang masuk.
Berikut adalah beberapa contoh ungkapan metaforis yang terdapat dalam
kolom esai Taratarot pada situs berita medanbagus.com
(01) “Tujuan hidup, cita-cita bahkan sekedar mimpi dan fantasi seperti semak
belukar yang tumbuh di dalam kepala, semuanya fiktif”. (Manusia fiksi dalam
dunia fiktif)
Metafora dengan menggunakan kata ‘tumbuh’ pada (01) dapat dipandang
sebagai metafora yang mengisyaratkan keburukan. Dalam hubungan ini, metafora
(01) mengungkapkan maksud penuturnya yang melihat bagaimana seseorang
mengalami kekacauan dan kebingungan dalam pikirannya, sehingga tidak dapat
membedakan mana itu mimpi, fantasi, cita-cita dan tujuan hidup.
(02) “Peristiwa ini lantas bertransformasi diri ke beragam bentuk wacana dan
menyebar cepat ke banyak tempat” (Absurditas kami tidak takut).
Dalam kalimat (02) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai wadah,
di mana kata “menyebar” dalam (02) sebagai aktivitas, merespon sebuah kejadian
yang berubah dengan sangat cepat kedalam banyak bentuk wacana yang beredar
dan banyak dibicaraka oleh masyarakat sebagai isi (substance).
(03) “Sebagaimana virus wacana yang menginfeksi dan saling menularkan dari
satu orang ke orang lain, satu kelompok ke kelompok masyarakat lain”
(Absurditas kami tidak takut).
Universitas Sumatera Utara
Dalam kalimat (03) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai wadah,
di mana kata “sebagaimana” dalam (03) merupakan keadaan, mengacu pada
keadaan semakin luasnya penyebaran sebuah wacana dengan cepatnya dari satu
tempat ketempat lainnya seperti penyakit menular.
(04) “Seperti seorang ayah yang mengidamkan anak lelakinya jadi seorang polisi”
(Manusia fiksi dalam dunia fiktif).
Dalam kalimat (04) terdapat metafora ontologikal suasana batin sebagai
wadah, di mana kata “mengidamkan” dalam (04) sebagai suasana batin, melihat
bagaimana inginnya seorang ayah untuk membuat anak lelakinya menjadi seorang
polisi sebagai isi (substance).
(05) “Pembangunan sumber daya manusia itu lebih utama” (Kemerdekaan
imajinasi).
Pada kalimat 05 manusia diposisikan sebagai sebuah bidang bangunan
yang dapat dibangun atau yang kita sebut gedung. Hal itu didukung oleh kata
“pembangunan” yang biasanya identik dengan kata gedung atau bangunan.
Kalimat tersebut dapat dimasukkan dalam kategori metafora structural, yaitu
manusia digambarkan sebagai bangunan atau gedung.
Dalam metafora dan inferensi kita dapat mengambil sebuah kesimpulan
dari sebuah metafora. Sebagai contohnya dalam kalimat 05 kita dapat
menginferensikan pembangunan sumber daya manusia sebagai hal yang harus
diutamakan sebagai inferensi dari kalimat 05.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Analisis Metafora Konseptual Ungkapan Metaforis Esai Dalam Kolom
Taratarot di Situs Berita Medanbagus.Com
Penelitian
menganalisisnya.
ini
menggunakan
Terdapat
sejumlah
teori
metafora
penjenisan
dalam
konseptual
kajian
dalam
metafora
konseptual, seperti metafora orientasional, metafora ontologikal, metafora
struktural serta metafora dan inferensi. Data yang telah didapat berikutnya akan
dianalasis dan dibagi berdasarkan jenis metaforanya.
4.1.1 Analisis Metafora Orientasional
Metafora orientasional ada juga yang mengindentikkannya dengan
metafora spasial yang menggambarkan ruang ataupun jarak. Yang termasuk
ke dalam kelompok ini adalah metafora dengan orientasi NAIK-TURUN,
yang masing-masing dimaknai sebagai ‘kemaslahatan, keberuntungan,
kebaikan’ apabila NAIK atau mengarah ke atas, dan ‘kemudaratan, kerugian,
keburukan’ apabila TURUN atau mengarah ke bawah.
Dalam 14 esai sebagai sumber data terdapat 16 ungkapan metaforis
yang menurut peneliti merupakan metafora ontologikal, dan berikut adalah
analisis data yang telah ditemukan.
(01) Manusia dari belahan ‘bumi yang maju’ itu banyak belajar dari
kita (yang sering dicap) terbelakang ini (Amuk (Amock)).
Metafora dengan menggunakan kata “maju” pada (01) dapat
dipandang sebagai metafora yang mengisyaratkan kebaikan. Dalam
Universitas Sumatera Utara
hubungan ini, metafora (01) mengungkapkan maksud penuturnya yang
melihat bahwa kita negara yang sering dikatakan ketinggalan ini,
ternyata tidak seperti yang sering dikatakan. Buktinya banyak bangsa
asing dari negara yang jauh lebih maju dari kita masih banyak belajar
dari kita.
(02) Pikiran jadi beku karena tunduk pada emosi(Amuk (Amock)).
Metafora dengan menggunakan kata “tunduk” pada (02)
dapat dipandang sebagai metafora yang mengisyaratkan keburukan.
Dalam hubungan ini, metafora (02) mengungkapkan maksud
penuturnya yang melihat ketika kita dikuasai oleh emosi maka kita
tidak dapat berpikir dengan jernih, tidak bisa mempertimbangkan baik
buruknya, dan bertindak sesukanya mengikuti emosi kita.
(03) Karir akademik mereka terdongkrak (Amuk (Amock)).
Metafora degan menggunakan kata “terdongkrak” pada
(03) dapat dipandang sebagai metafora yang mengisyaratkan kebaikan.
Dalam hubungan ini, metafora (03) mengungkapkan maksud
penuturnya yang melihat adanya perkembangan mereka dalam bidang
akademik kearah yang lebih baik.
(04) Bilamana lulus ujian, akan ada kenaikan kelas, naik kelas
kehidupan (Anak Muda Bunuh Diri(?)).
Metafora dengan menggunakan kata “naik” pada (04) dapat
dipandang sebagai metafora yang mengisyaratkan kemaslahatan.
Dalam hubungan ini, metafora (04) mengungkapkan maksud
Universitas Sumatera Utara
penuturnya yang melihat adanya perkembangan dalam diri seseorang
ketika orang tersebut berhasil melewati ujian kehidupan yang
dialaminya. Dia akan mendapatkan sebuah pembelajaran yang akan
membimbing dirinya menjadi lebih baik lagi.
(05) Bahkan di hari-H (rabu 1 Juli 2015) pun pemerintah kota
Medan sendiri terkesan menciutkan hari jadi kotanya (Bak Pohon
(Hendak) Dicabut Akarnya).
Metafora dengan menggunakan kata “menciutkan” pada
(05) dapat dipandang sebagai metafora yang mengisyaratkan
keburukan. Dalam hubungan ini, metafora (05) mengungkapkan
maksud penuturnya yang melihat bahwa kota Medan sebagai salah
satu kota besar yang terdapat di Indonesia, pemerintah kotanya seakan
abai terhadap hari jadi kotanya. Biasanya hari jadi kota disambut
dengan acara festival yang sangat meriah di kota-kota lainnya, tetapi
tidak terjadi di kota Medan.
(06) Bukan masakan saja yang tidak jadi, si pemasak juga bisa
melepuh bermandi minyak panas (Bawah sadar dan Demokrasi Ilusif).
Metafora dengan menggunakan kata “bermandi” pada (06)
dapat dipandang sebagai metafora yang mengisyaratkan kesialan.
Dalam hubungan ini, metafora (06) mengungkapkan maksud
penuturnya yang melihat seseorang terkena minyak panas, atau
tertumpah minyak panas. Penutur melihat hal itu sebagai sebuah
kesialan yang dapat merugikan bagi seseorang.
Universitas Sumatera Utara
(07)
Di
sisi
lain,
masyarakat
bawah
kebanyakan
butuh
‘pelampiasan’ (Begal, Main Hakim Sendiri, dan Ketertekanan Jiwa).
Metafora dengan menggunakan kata “bawah” pada (07)
dapat dipandang sebagai metafora yang mengisayaratkan keburukan.
Dalam hubungan ini metafora (07) mengungkapkan maksud
penuturnya yang melihat masyarakat denga ekonomi menengah
kebawah atau masyarakat bawah, yang memiliki kelas rendah selalu
saja mencari pelampiasan yang berhujung pada maraknya aksi main
hakim sendiri oleh masyarakat kelas bawah.
(08) Tekanan hidup terasa semakin menyesak diri (Begal, Main
Hakim Sendiri, dan Ketertekanan Jiwa).
Metafora dengan menggunakan kata “tekanan” pada (08)
dapat dipandang sebagai metafora yang mengisyaratkan keburukan.
Dalam hubungan ini, metafora (08) mengungkapkan maksud
penuturnya yang melihat bahwa masyarakat mendapati begitu banyak
masalah dalam kehidupan, mulai dari politik, ekonomi serta hukum
yang tidak berpihak, semakin membuat masyarakat mendapatkan
tekanan yang begitu banyak dalam kehidupan.
(09) Corat-coret adalah peristiwa yang menggambarkan minimnya
nuansa perenungan reflektif (Corat-Coret Lulus Sekolah).
Metafora dengan menggunakan kata “minimnya” pada (09)
dapat dipandang sebagai metafora yang mengisyaratkan keburukan.
Dalam hubungan ini, metafora (09) mengungkapkan maksud
penuturnya yang melihat peristiwa corat-coret merupakan peristiwa
Universitas Sumatera Utara
yang kurang akan perenungan, hanya luapan emosi sesaat yang
menggambarkan kegembiraan, dan mengarah pada hal yang tidak
jelas.
Akibat
kurangnya
kesadaran
untuk
memikirkan
atau
merenungkan manfaat melakukan corat-coret tersebut.
(10) Namun, pada kenyataanya ia ‘tidak dilupakan’ tetapi ‘ditekan’
ke alam bawah sadar (Penerimaan Diri).
Metafora dengan menggunakan kata “ditekan” pada (10)
dapat dipandang sebagai metafora yang mengungkapkan keburukan.
Dalam hubungan ini, metafora (10) mengungkapkan maksud
penuturnya yang melihat bahwa kita selalu saja mencoba melupakan
kejadian buruk di masa lalu yang menimpa kita, dan mencoba
menghilangkannya dengan cara membuatnya masuk jauh secara paksa
ke alam bawah sadar kita. Yang nantinya peristiwa atau kenangan
buruk itu jugaakan muncul, karena sebenarnya tidak pernah hilang,
melainkan hanya kita sembunyikan jauh di alam bawah sadar kita.
(11) Hal ini karena alam sadar begitu ‘tak jujur’ pada faktor
penyebabnya, yaitu trauma-trauma yang terendap di bawah sadar
(Penerimaan Diri).
Metafora dengan menggunakan kata “terendap” pada (11)
dapat dianggap sebagai metafora yang mengungkapkan keburukan.
Dalam hubungan ini, metafora (11) mengungkapkan maksud
penuturnya yang melihat bahwa kita tidak pernah dapat melupakan
kejadian buruk di masa lalu yang membuat kita trauma, yang tertanam
di dalam bawah sadar kita. Belum lagi ketidak jujuran kita terhadap
Universitas Sumatera Utara
diri sendiri, yang sebenarnya banyak mengalami trauma yang tidak
bisa dilupakan di dalam pikiran kita.
(12) Menganggap titel akademik bisa menaikkan status sosial kita?
(Sebagian Kecil di Cermin itu Bernama Ijazah Palsu).
Metafora dengan menggunakan kata “menaikkan” pada
(12) dapat dianggap sebagai metafora yang mengisyaratkan kebaikan.
Dalam hubungan ini, metafora (12) mengungkapkan maksud
penuturnya yang melihat bagaimana masyarakat kita yang sekarang ini
menganggap sesorang yang memiliki titel akademik, akan membuat
status sosial seseorang dapat berubah.
(13) Candu bebatuan meningkat terutama saat semarak pilpres
2014 lalu (Batu Akik Bijak Sana).
Metafora dengan menggunakan kata “meningkat” pada
(13) dapat dipandang sebagai metafora yang mengisyaratkan
keburukan. Dalam hubungan ini, metafora (13) mengungkapkan
maksud penuturnya yang melihat bertambahnya para penikmat batu
akik, dan bertambahnya permintaan terhadap bebatuan alam ini. Disatu
sisi, roda perekonomian terbantu dengan penjualan bebatuan alam,
tetapi lebih banyak dampak buruknya terhadap lingkungan yang rusak,
karena pengambilan bebatuan alam ini secara berlebihan akibat candu
terhadap batu akik yang lagi meningkat. Dalam (13) terdapat metafora
ontologikal yang dikotominya mengacu pada hal sebaliknya, dimana
NAIK mengisyaratkan ‘kesialan, kemudaratan, keburukan’ dan
TURUN mengisyaratkan ‘kemaslahatan, keberuntungan, kebaikan.
Universitas Sumatera Utara
(14) Demokrasi semestinya membumi (Bawah Sadar dan
Demokrasi Ilusif).
Metafora dengan menggunakan kata “membumi” pada (14)
dapat dianggap sebagai metafora yang mengungkapkan kebaikan.
Dalam hubungan ini, metafora (14) mengungkapkan maksud
penuturnya yang melihat bahwa demokrasi itu sesuatu yang nyata,
sesuatu yang dapat dirasakan kebaikannya oleh semua orang, bukan
hanya menguntungkan satu pihak atau beberapa pihak, melainkan
dapat menguntungkan terhadap semua pihak. Sama seperti bumi yang
memberikan dampak yang baik bagi semua orang yang hidup di
dalamnya.
Dalam
(14)
terdapat
metafora
ontologikal
yang
dikotominya mengacu pada hal sebaliknya.
(15) Tidak melayang mengawang-ngawang (Bawah Sadar dan
Demokrasi Ilusif).
Metafora dengan menggunakan kata “melayang” pada (15)
dapat dianggap sebagai metafora yang mengungkapkan keburukan.
Dalam hubungan ini, metafora (15) mengungkapkan maksud
penuturnya
yang
melihat
sifat
demokrasi
yang
terjadi
tidaksesuaidengan tujuan demokrasi diciptakan, dimana demokrasi
hanya menguntungkan beberapa pihak. Melihat demokrasi sebagai hal
yang tidak jelas, sangat sulit untuk diartikan dan diterapkan dengan
adil. Dalam (15) terdapat metafora ontologikal yang dikotominya
mengarah pada hal sebaliknya.
Universitas Sumatera Utara
(16) Menjamurnya ijazah palsu tak terlepas dari tingginya minat
dan permintaan terhadapnya (Sebagian Kecil di Cermin itu Bernama
Ijazah Palsu).
Metafora dengan menggunakan kata “tingginya” pada (16)
dapat dianggap sebagai metafora yang mengungkapkan keburukan.
Dalam hubungan ini, metafora (16) mengungkapkan maksud
penuturnya yang melihat bagaimana masyarakat menganggap ijazah
adalah sesuatu yang sangat berharga, bukan proses belajar yang dilalui
serta ilmu yang didapatkan dalam proses mendapatkan ijazah tersebut.
Akan tetapi kertas yang bernama ijazah itu jauh lebih penting. Hal ini
membuat permintaan terhadap ijazah palsu sangat tinggi peminatnya.
Dalam (16) terdapat metafora ontologikal yang dikotominya mengacu
pada hal sebaliknya.
4.1.2 Analisis Metafora Ontologikal
Lakoff dan Johnson 1980 (dalam Hasibuan, 2005:3), menjelaskan skema
metafora ontologikal seperti hubungan antara isi (substances) dan wadah
(container). Dalam hubungan ini, menurut Lakoff dan Johnson, wadah yang
dimaksud dapat berupa bidang visual, aktivitas, dan keadaan. Dalam esai
yang digunakan sebagai sumber data, ditemukan metafora ontologikal
suasana pikiran sebagai wadah.
Berikut ini adalah analisis metafora ontologikal bidang visual, suasana
pikiran sebagai wadah:
Universitas Sumatera Utara
(17) Paska peristiwa pikiran kita melayang entah kemana-mana (Absurditas
Kami Tidak Takut).
Dalam kalimat (17) terdapat metafora ontologikal suasana pikiran sebagai
wadah, dimana kata “melayang” dalam (17) sebagai suasana pikiran, melihat
tidak fokusnya menanggapi suatu peristiwa yang tengah terjadi sebagai isi
(substance).
(18) Pikiran sebagai garda depan mesti dibiarkan terbuka agar perasaan
mendapat asupan gizi yang sehat (Amuk (Amock)).
Dalam kalimat (18) terdapat metafora ontologikal suasana pikiran sebagai
wadah, dimana kata “terbuka” dalam (18) sebagai suasana pikiran, bahwa
pikiran harus lebih diutamakan ketimbang perasaan sebagai isi (substance).
(19) Anak muda yang (telah) membunuh dirinya itu, mengalami kebuntuan
pikiran (Anak Muda Bunuh Diri(?)).
Dalam kalimat (19) terdapat metafora ontologikal suasana pikiran sebagai
wadah, dimana kata “kebuntuan” dalam (19) sebagai suasana pikiran,
bagaimana orang yang bunuh diri, tidak dapat menemukan jalan keluar dari
permasalahan yang tengah dihadapi olehnya sebagai isi (substance).
(20) Dari jauh hari pun tak ada tanda-tanda persiapan (Bak Pohon (Hendak)
Dicabut Akarnya).
Dalam kalimat (20) terdapat metafora ontologikal bidang visual sebagai
wadah, dimana kata “jauh” dalam (20) sebagai bidang visual, melihat tidak
adanya tanda-tanda persiapan acara sebagai isi (substance).
Universitas Sumatera Utara
(21) Suasananya penuh luapan kegembiraan (Corat-Coret Lulus Sekolah).
Dalam kalimat (21) terdapat metafora ontologikal bidang visual sebagai
wadah, dimana kata “suasana” dalam (21) sebagai bidang visual,
adanyakegembiraan yang sangat besar pada peristiwa tersebut sebagai isi
(substance).
(22) Luap gempita kegembiraan mengisyaratkan ada emosi yang tertahan
selama ini (Corat-Coret Lulus Sekolah).
Dalam kalimat (22) terdapat metafora ontologikal bidang visual sebagai
wadah, dimana kata “mengisyaratkan” dalam (22) sebagai bidang visual,
dimana
terlihat
pelepasan
emosi
yang
tertahan
dengan
terjadinya
kegembiraan yang sangat luar biasa sebagai isi (substance).
(23) Tak jarang kita terbawa oleh arus pikiran yang liar itu (Semak Belukar
Pikiran).
Dalam kalimat (23) terdapat metafora ontologikal suasana pikiran sebagai
wadah, dimana kata “arus”dalam (23) sebagai suasana pikiran, bahwa pikiran
memiliki alurnya sendiri yang terkadang tidak bisa kita kendalikan sebagai isi
(substance).
Berikut ini adalah analisis metafora ontologikal, aktivitas sebagai
wadah:
(24) Bukan pula yang mudah disetir kekuasan (Anak Muda Bunuh Diri (?)).
Universitas Sumatera Utara
Dalam kalimat (24) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai
wadah, di mana kata “disetir” dalam (24) merupakan aktivitas, yang mengacu
pada dikendalikannya pikiran seseorang sebagai isi (substance).
(25) Begitu digdaya untuk melebur kediriannya (Anak Muda Bunuh
Diri(?)).
Dalam kalimat (25) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai
wadah, di mana kata “melebur” dalam (25) merupakan aktivitas, mengacu
pada penghancuran jati diri seseorang sebagai isi (substance).
(26)Semua itu tak terlepas dari fondasi awal yang menjadi akar kota ini
(Bak Pohon (Hendak) Dicabut Akarnya).
Dalam kalimat (26) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai
wadah, di mana kata “menjadi” dalam (26) merupakan aktivitas, mengacu
pada awal bagaimana terbentuknya dasar kota sebagai isi (substance).
(27) Hiruk pikuk konstestasi Pilpres menyita banyak energi sosial (Batu
Akik Bijak Sana).
Dalam kalimat (27) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai
wadah, di mana kata “menyita” dalam (27) sebagai aktivitas, merespon
banyaknya waktu dan perhatian masyarakat yang dihabiskan sebagai isi
(substance).
(28) Candu batu punya makna tersendiri, selain juga turut bantu putar roda
perekonomian (Batu Akik Bijak Sana).
Universitas Sumatera Utara
Dalam kalimat (28) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai
wadah, di mana kata “putar” dalam (28) sebagai aktivitas, merespon pada
pergerakan perekonomian disebabkan maraknya penjualan batu akik sebagai
isi (substance).
(29)Bisa kontrol dan tidak unjuk hasrat liar bawah sadar di ruang publik
(Bawah Sadar dan Demokrasi Ilusif).
Dalam kalimat (29) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai
wadah, di mana kata “Unjuk” dalam (29) merupakan aktivitas, mengacu pada
pengendalian untuk tidak memperlihatkan sesuatu yang tidak pantas di depan
umum sebagai isi (substance).
(30) Belum mampu kendalikan insting buas bawah sadar (Bawah Sadar dan
Demokrasi Ilusif).
Dalam kalimat (30) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai
wadah, di mana kata “kendalikan” dalam (30) merupakan aktivitas, mengacu
pada tidak mampu mengendalikan emosi dan sebagainya, yang mengarah
pada hal negatif sebagai isi (substance).
(31)Seperti sebotol minuman bersoda yang terlepas tutupnya (Corat-Coret
Lulus Sekolah).
Dalam kalimat (31) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai
wadah, di mana kata “terlepas” dalam (31) merupakan aktivitas, mengacu
pada pelepasan emosi secara tidak terkendali sebagai sebuah isi (substance)
Universitas Sumatera Utara
(32) Lalu, seperti burung, terbang bebas ke mana suka (Kabar Burung
Kakek Sarung).
Dalam kalimat (32) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai
wadah, di mana kata “terbang” dalam (32) sebagai aktivitas, merespon
kejadian penyebaran isu secara acak kemana saja sebagai isi (substance).
(33) Seperti wabah, ‘Kakek Sarung’ menular dari mulut ke mulut (Kabar
Burung Kakek Sarung).
Dalam kalimat (33) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai
wadah, di mana kata “menular” dalam (33) sebagai aktivitas, merespon
kejadian penyebaran cerita kakek sarung yang terlihat seperti penyakit
menular sebagai isi (substance).
(34) Imajinasi menghasilkan gambaran mental (Kemerdekaan imajinasi).
Dalam kalimat (34) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai
wadah,di mana kata “menghasilkan” dalam (34) sebagai aktivitas, merespon
peristiwa terbentuknya mental seseorang sebagai isi (substance).
(35) Menurutnya, film yang dibuat malah menciutkan imajinasi yang ada
dalam novel (Kemerdekaan Imajinasi).
Dalam kalimat (35) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai
wadah, di mana kata “menciutkan” dalam (35) sebagai aktivitas, merespon
peristiwa terbatasinya imajinasi dari sebuah novel setelah dibuat menjadi film
sebagai isi (substance).
Universitas Sumatera Utara
(36) Wacana ijazah palsu menjalar ke berbagai daerah (Sebagian Kecil di
Cermin itu Bernama Ijazah Palsu).
Dalam kalimat (36) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai
wadah, di mana kata “menjalar”dalam (36) sebagai aktivitas, merespon
kejadian penyebaran wacana ijazah palsu sebagai isi (substance).
(37) Ia suka kembara dan melompat kemana-mana (Semak Belukar
Pikiran).
Dalam kalimat (37) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai
wadah, di mana kata “kembara”dalam (37) sebagai aktivitas, merespon
bagaimana pikiran seseorang memang suka bergerak bebas kemana-mana
sebagai isi (substance).
Berikut ini adalah analisis metafora ontologikal keadaan sebagai
wadah:
(38)Seakan terlihat gagap bekerja secara sistemik merespon peristiwa
pengeboman (Absurditas Kami Tidak Takut).
Dalam kalimat (24) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai
wadah, di mana kata “gagap” dalam (24) sebagai keadaan, merespon kejadian
pengeboman sebagai isi (substance).
(39) Memori kerusuhan ‘98’ masih membekas (Amuk (Amock)).
Universitas Sumatera Utara
Dalam kalimat (39) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai
wadah, di mana kata “membekas”dalam (39) merupakan keadaan, mengacu
pada trauma yang membekas pada pikiran sebagai isi (substance).
(40) Walau ada aspek keseimbangan lingkungan hidup yang perlu
diperhitakan (Batu Akik Bijak Sana).
Dalam kalimat (40) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai
wadah, di mana kata “keseimbangan”dalam (40) merupakan keadaan,
mengacu pada pengendalian pengambilan batu akik untuk menjaga
lingkungan sebagai isi (substance).
(41)Di tengah perang urat syaraf antar pendukung kandidiat (Batu Akik
Bijak Sana).
Dalam kalimat (41) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai
wadah, di mana kata “perang” dalam (41) sebagai keadaan, merespon
perselisihan pendapat yang terjadi antara dua kubuh pendukung kandidat
calon presiden sebagai isi (substance).
(42) Bukan sambil mabuk atau sedang ‘lupa diri’ (Bawah Sadar dan
Demokrasi Ilusif).
Dalam kalimat (42) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai
wadah, di mana kata “sambil” dalam (42) merupakan keadaan, mengacu pada
pengerjaan dua hal sekaligus secara bersamaan sebagai isi (substance).
Universitas Sumatera Utara
(43) Tanpa kendali diri pasti akan mengalami gesekan dengan hidup orang
kebanyakan (Begal, Main Hakim Sendiri, dan Ketertekanan Jiwa).
Dalam kalimat (43) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai
wadah, di mana kata “gesekan” dalam (43) merupakan keadaan, mengacu
pada terganggunya kehidupan orang lain akibat ulah kita yang tidak
terkendali sebagai isi (substance).
(44) Menurutku, masyarakat kita sedang mengalami tekanan jiwa yang
lumayan hebat (Begal, Main Hakim Sendiri, dan Ketertekanan Jiwa).
Dalam kalimat (44) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai
wadah, di mana kata “tekanan” dalam (44) merupakan keadaan, mengacu
pada masyarakat yang tengah mengalami tekanan terhadap jiwanya yang
lumayan hebat sebagai isi (substance).
(45) Begal dan main hakim sendiri tidak berada di ruang hampa (Begal,
Main Hakim Sendiri, dan Ketertekanan Jiwa).
Dalam kalimat (45) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai
wadah, di mana kata “berada” dalam (45) merupakan keadaan, mengacu pada
begal dan main hakim sendiri merupakaan keadaan yang terjadi pada realitas
masyarakat kita sehari-hari sebagai isi (substance).
(46) Tidak gampang diombang-ambingkan informasi samar (Kabar Burung
Kakek Sarung).
Dalam kalimat (46) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai
wadah,
di
mana
kata
“diomabang-ambingkan”
dalam
(46)
Universitas Sumatera Utara
merupakankeadaan,mengacu pada suasana pikiran yang tidak mudah goyang
dengan informasi yang belum jelas kebenarannya sebagai isi (substance).
(47) Otak kita pun semakin tak terlatih berpikir jangka panjang
(Kemerdekaan Imajinasi).
Dalam kalimat (47) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai
wadah, di mana kata “semakin” dalam (47) merupakan keadaan, mengacu
pada kondisi pikiran kita yang mengalami keadaan penurunan dalam
mempersiapkan sesuatu dalam jangka panjang sebagai isi (substance).
(48) Kalaulah dulu para pendiri bangsa ini rendah kadar imajinasinya
(Kemerdekaan Imajinasi).
Dalam kalimat (48) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai
wadah, di mana kata “dulu” dalam (48) merupakan keadaan, mengacu pada
kondisi para pemikir dan para pendiri bangsa yang memiliki kadar imjinasi
yang tinggi sebagai isi (substance).
(49) Memandang setiap perjalanan hidup yang telah dilalui sebagai
pelajaran (Penerimaan Diri).
Dalam kalimat (49) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai
wadah, di mana kata “telah” dalam (49) merupakan keadaan, mengacu pada
hal yang telah kita lewati dalam kehidupan,dan seharusmya kita mengambil
pelajaran didalamnya sebagai isi (substance).
(50) Biar kini tindak lanjut Pak Menteri kian mengambang (Sebagian Kecil
di Cermin itu Bernama Ijazah Palsu).
Universitas Sumatera Utara
Dalam kalimat (50) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai
wadah,di mana kata “mengambang” dalam (50) merupakan keadaan,
mengacu pada ketidak jelasan hal yang dilakukan oleh pak menteri sebagai isi
(substance).
(51) Eksistensi pikiran bisa diilustrasikan seperti berada di tengah semak
belukar (Semak Belukar Pikiran).
Dalam kalimat (51) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai
wadah, di mana kata “berada” dalam (51) merupakan keadaan,mengacu pada
bentuk atau keadaan pikiran, yang digambarkan seperti semak belukar
sebagai isi (substance).
(52)Tinggal digiring kemana kekuasaan itu mau menggiringnya (Semak
Belukar Pikiran).
Dalam kalimat (52) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai
wadah, di mana kata “digiring” dalam (52) sebagai keadaan, merespon
peristiwa seringnya kekuasan mengarahkan pikiran kita yang telah dikuasai
ke arah yang diinginkan sebagai isi (substance).
4.1.3 Metafora Struktural
Pada metafora struktural terdapat kemiripan atau kesamaan sistem,
dengan demikian dapat diidentifikasikan bahwa pada metafora struktural
ditemukan kemiripan struktur atau sistem. Siregar (dalam Hasibuan, 2005:5)
Universitas Sumatera Utara
memberikancontoh MANUSIA sebagai HEWAN, sebagai metafora
struktural.
Dalam 14 esai sebagai sumber data, penulis menemukan 4 data
sebagai metafora struktural, berikut adalah analisis datanya.
(53) Manusia membabibuta (Amuk (Amock)).
Dalam kalimat (53) manusia dikonseptualisasikan sebagai babi.
Sebagai mana dapat dilihat seekor babi yang memiliki sifat mudah marah,
suka mengamuk, dan menyerang apapun disekitarnya. Maka dalam kalimat
(53), manusia dikonseptualisasikan sebagai babi, yaitu manusia yang
memiliki sifat liar seperti seekor babi yang suka mengamuk dan menyerang
secara tidak teratur.
(54) Konon kabarnya lagi (lagi), si kakek sedang mengamalkan ilmu
hitam (Kabar Burung Kakek Sarung).
Dalam kalimat (54) ilmu dikonseptualisasikan sebagai warna hitam.
Seperti sifat warna hitam yang banyak dianggap buruk, berbahaya dan
merusak. Maka dalam kalimat (54), ilmu hitam dikonseptualisasikan
sebagai sesuatu yang berbahaya, buruk, dan dapat merusak.
(55) Ini adalah borok yang mesti disembuhkan segera apabila bangsa
ini berniat maju (Sebagian Kecil di Cermin itu Bernama Ijazah Palsu).
Dalam kalimat (55) peristiwa dikonseptualisasikan sebagai luka
borok. Seperti sifat luka borok yang bernanah, bau, dan meninggalkan
bekas. Maka dalam kalimat (55) peristiwa dikonseptualisasikan sebagai luka
Universitas Sumatera Utara
borok, yaitu luka yang susah untuk disembuhkan karena bernanah, bau dan
meninggalkan bekas.
(56) Pikiran juga punya akar (Semak belukar pikiran).
Dalam kalimat (56) pikiran dipresepsikan sebagai akar dari
tumbuhan. Seperti akar tumbuhan yang memiliki sifat untuk menumbuhkan
tanaman, tempat penyimpanan makanan tumbuhan, membuat tumbuhan
tetap tegak berdiri dan pengambil bahan makanan untuk tumbuhan. Maka
dalam kalimat (56) pikiran dikonseptualisasikan sebagai akar tumbuhan
karena pikiran memiliki sifat dari akar tumbuhan.
4.1.4 Metafora dan Inferensi
Inferensiialah kesimpulan yang dapat digambarkan dari satu
kalimat atau ujaran (Kridalaksana 1987).Jadi, metafora dan inferensi dapat
disebutkan sebagai ungkapan, yang merupakan kesimpulan dari objek lain
terhadap sesuatu yang lain, dengan maksud yang sama. Berikut adalah
analisis dari metafora dan inferensi.
(57) ‘Orang atas’ mulutnya berbusa-busa (Amuk (Amock)).
Inferensi yang dapat diambil dari kalimat (57) adalah, para petinggi
negara yang sibuk berdebat tidak jelas.
(58) Dahaga akan Pengetahuan (Anak Muda Bunuh Diri(?)).
Universitas Sumatera Utara
Inferensi yang dapat diambil dari kalimat (58) adalah, rasa selalu
kekurangan akan pengetahuam yang didapatkan.
(59) Semuanya beraroma sepi dan abai (Bak Pohon (Hendak)
Dicabut Akarnya).
Inferensi yang dapat diambil dari kalimat (59) adalah, semuanya
terlihat seperti biasa saja dan terlihat terlupakan.
(60) Yang tak jarang menampilkan hasrat liar purbawi (Batu Akik
Bijaksana).
Inferensi yang dapat diambil dari kalimat (60) adalah, terkadang
secara tidak sadar kita mengeluarkan keinginan liar kita seperti manusia
purba.
(61) Baik kabar burung kakek sarung atau kabar burung dari burung
lain (Kabar Burung Kakek Sarung).
Inferensi yang dapat diambil dari kalimat (61) adalah, kabar atau
berita yang tidak jelas tentang kakek sarung, atau kabar-kabar lainnya yang
tidak jelas.
(62) Kita makin seperti anak kecil yang terus ‘disuapin’ televise
(Kemerdekaan Imajinasi).
Inferensi yang dapat diambil dari kalimat (62) adalah, kita yang
semakin tidak mandiri dan bergantung terhadap televisi.
Universitas Sumatera Utara
(63) Lesu dan merasa kehidupan begitu miskin untuk dirayakan
(Manusia Fiksi Dalam Dunia Fiktif).
Inferensi yang dapat diambil dalam kalimat (63) adalah, tidak
memiliki gairah untuk hidup, dan sepertinya kehidupan begitu berat untuk
dijalani.
(64) Sisi gelap manusia (Penerimaan Diri).
Inferensi yang dapat diambil dalam kalimat (64) adalah,
pengalaman atau peristiwa buruk yang telah dilalui oleh seseorang.
(65) Ketimbang bermain bola pimpong ijazah palsu (Sebagian Kecil
di Cermin itu Bernama Ijazah Palsu).
Inferensi yang dapat diambil dalam kalimat (65) adalah, dari pada
memainkan isu ijazah palsu yang itu-itu saja.
Universitas Sumatera Utara
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Dalam esai yang ditulis oleh Ahmad Arief Tarigan, S.Sn. M.Si, terdapat
ungkapan-ungkapan metaforis yang digunakan dalam tulisannya. Berdasarkan
teori metafora yang dikemukakan oleh Lakoff dan Johnson, yang dipakai sebagai
teori dalam menganalisis data, serta teknik analisis data dalam penelitian ini,
peneliti menemukan banyak pengungkapan metaforis dalam esai yang ditulis oleh
Ahmad Arief Tarigan, S.Sn. M.Si. Peneliti menemukan pengungkapan metaforis
dengan mempresepsikan manusia sebagai binatang, tumbuhan, dan benda. Peneliti
juga menemukan pengungkapan metaforis dengan mempresepsikan sebuah
kejadian sebagai keadaan, aktivitas, penglihatan dan juga suasana pikiran dalam
pengungkapannya.
Dalam penerapan teori metafora konseptual yang dikenalkan oleh Lakoff
dan Johnson yang membagi metafora konseptual menjadi empat jenis, yaitu
metafora orientasional, metafora ontologikal, metafora struktural serta metafora
dan inferensi. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan ke empat jenis metafora
konseptual di dalam 14 esai yang ditulis oleh Ahmad Arief Tarigan, S.Sn, M,Si,
sebagai sumber data penelitian ini. Pertama, makna metafora orientasional yang
dikotominya mengacu pada Naik – Turun, Naik menggambarkan kemaslahatan,
kebaikan dan keberuntungan sedangkan turun menggambarkan kemudaratan,
kerugian, dan keburukan didukung 12 data. Tetapi dalam 14 esai yang dipakai
Universitas Sumatera Utara
sebagai sumber data juga terdapat makna metafora orientasional yang
dikotominya menunjukkan hal sebaliknya didukung dalam empat data. Kedua,
makna metafora ontologikal sebanyak 36 data, terbagi dalam: a).makna metafora
ontologikal bidang visual, suasana pikiransebagai wadah didukung sebanyak tujuh
data. b). makna metafora ontologikal aktivitas sebagai wadah didukung sebanyak
14 data. c). Makna metafora ontologikal keadaan sebagai wadah didukung
sebanyak 15 data. Ketiga, makna metafora struktural yang didukung sebanyak
empat data. Serta yang terakhir yaitu makna metafora dan inferensi didukung
sebanyak Sembilan data.
5.2 Saran
Peneliti berharap agar peneliti-peneliti lain melakukan penelitian sejenis
dalam esai/tulisan lain. Kajian ini hanya membahas metafora konseptual yang
terbagi menjadi empat jenis oleh Lakoff dan Johnson yang dapat ditemukan oleh
peneliti. Menurut peneliti masih terdapat pembagian lain lagi selain dari ke empat
jenis yang peneliti temukan. Jika ada diharapkan untuk peneliti selanjutnya agar
memasukkannya untuk memperkaya penelitiannya.
Universitas Sumatera Utara
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian bahasa dapat dilakukan di lapangan atau di perpustakaan
melalui
kajian
pustaka.
Keduanya
dianggap
sebagai
lokasi
penelitian
(Djajasudarman, 1993:3). Di lapangan akan melibatkan hubungan peneliti dengan
penutur bahasa yang diteliti, sedangkan di perpustakaan melibatkan hubungan
peneliti dengan buku-buku sebagai sumber data. Penelitian ini dilakukan di
perpustakaan dan tempat khusus peneliti, yakni untuk membaca dan menyimak
ungkapan-ungkapan metaforis yang terdapat dalam empat belas esai yang menjadi
objek penelitian. Penelitian tentang analisis ungkapan metaforis dalam kolom esai
Taratarot pada situs berita medanbagus.com ini dilakukan selama dua bulan
untuk meneliti dan menganalisis data yang diperlukan oleh peneliti.
3.2 Sumber Data
Adapun sumber data dari penelitian ini diperoleh dari esai dalam kolom
Taratarot di situs media medanbagus.com yang ditulis oleh Ahmad Arief Tarigan
S.Sn, M.Si, sebagai penulis kolom Taratarot.
Adapun esai yang dipilih dalam penelitian ini sebanyak empat belas esai,
yaitu:
1. Absurditas Kami Tidak Takut (Selasa, 19 Januari 2016)
Universitas Sumatera Utara
2. Amuk (amock) (Senin, 13 April 2015)
3. Anak Muda Bunuh Diri(?) (Minggu, 31 Mei 2015)
4. Bak Pohon (Hendak) Dicabut Akarnya (Kamis, 2 Juli 2015)
5. Batu Akik Bijaksana (Jumat, 20 Februari 2015)
6. Bawah Sadar dan Demokrasi Ilusif (Sabtu, 14 Maret 2015)
7. Begal, Main Hakim Sendiri dan Ketertekanan Jiwa (Selasa, 3
Maret 2015)
8. Corat-Coret Lulus Sekolah (Selasa, 28 April 2015)
9. Kabar Burung Kakek Sarung (Sabtu, 21 Maret 2015)
10. Kemerdekaan Imajinasi (Sabtu, 16 Mei 2015)
11. Manusia Fiktif dalam Dunia Fiksi (Sabtu, 17 Oktober 2015)
12. Penerimaan Diri (Senin, 30 Maret 2015)
13. Sebagian Kecil di Cermin itu Bernama Ijazah Palsu (Senin, 8 Juni
2015)
14. Semak belukar Pikiran (Selasa, 17 Maret 2015)
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah
metode simak. Metode ini dinamakan demikian karena dalam metode ini
digunakan penyimakan terhadap penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993:133).
Universitas Sumatera Utara
Peneliti melakukan penyimakan secara cermat, terarah, dan teliti terhadap
sumber data. Jadi, terdapat aspek penyeleksian dalam pengambilan data dari
sumber data. Teknik yang digunakan adalah teknik simak bebas libat cakap dan
teknik catat (Sudaryanto, 1993:134-135).
Teknik simak bebas libat cakap (SBLC), adalahpeneliti sebagai pemerhati
dengan penuh minat, tekun memperhatikan calon data yang terbentuk dan muncul
dari peristiwa kebahasaan yang ada di luar dirinya (Sudaryanto, 1993:136).
Setelah dilakukan teknik SBLC secara cermat dan teliti, dilakukan teknik
catat, yaitu pencatatan pada kartu data yang segera dilanjutkan dengan
pengklasifikasian data. Pencatatan dilakukan langsung ketika teknik pertama
selesai digunakan dengan alat tulis tertentu.
Peneliti menggunakan metode simak serta teknik simak bebas libat cakap
(SLBC) karena sumber data penelitian ini berupa essai atau teks tertulis dalam
media online. Menurut peneliti, teknik dan metode tersebut adalah yang paling
mudah dan paling tepat untuk digunakan dalam penelitian ini.
3.4 Teknik Analisis Data
Secara teknis dalam menganalisis data, yang dipakai ialah model interaktif
sebagaimana yang ditawarkan Haberman dan Miles (dalam Endraswara,
2006:215), yakni melalui tiga proses. Proses pertama adalah reduksi data (data
reduction), kedua, penerapan data (data display), dan yang ketiga, simpulan
melalui pelukisan serta verifikasi data yang telah ditemukan. Analisis data bersifat
terbuka (open-ended), maksudnya analisis bersifat longgar, tidak kaku dan tidak
Universitas Sumatera Utara
statis. Analisis dapat berupa perbaikan atau pengembangan, sejalan dengan data
yang masuk.
Berikut adalah beberapa contoh ungkapan metaforis yang terdapat dalam
kolom esai Taratarot pada situs berita medanbagus.com
(01) “Tujuan hidup, cita-cita bahkan sekedar mimpi dan fantasi seperti semak
belukar yang tumbuh di dalam kepala, semuanya fiktif”. (Manusia fiksi dalam
dunia fiktif)
Metafora dengan menggunakan kata ‘tumbuh’ pada (01) dapat dipandang
sebagai metafora yang mengisyaratkan keburukan. Dalam hubungan ini, metafora
(01) mengungkapkan maksud penuturnya yang melihat bagaimana seseorang
mengalami kekacauan dan kebingungan dalam pikirannya, sehingga tidak dapat
membedakan mana itu mimpi, fantasi, cita-cita dan tujuan hidup.
(02) “Peristiwa ini lantas bertransformasi diri ke beragam bentuk wacana dan
menyebar cepat ke banyak tempat” (Absurditas kami tidak takut).
Dalam kalimat (02) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai wadah,
di mana kata “menyebar” dalam (02) sebagai aktivitas, merespon sebuah kejadian
yang berubah dengan sangat cepat kedalam banyak bentuk wacana yang beredar
dan banyak dibicaraka oleh masyarakat sebagai isi (substance).
(03) “Sebagaimana virus wacana yang menginfeksi dan saling menularkan dari
satu orang ke orang lain, satu kelompok ke kelompok masyarakat lain”
(Absurditas kami tidak takut).
Universitas Sumatera Utara
Dalam kalimat (03) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai wadah,
di mana kata “sebagaimana” dalam (03) merupakan keadaan, mengacu pada
keadaan semakin luasnya penyebaran sebuah wacana dengan cepatnya dari satu
tempat ketempat lainnya seperti penyakit menular.
(04) “Seperti seorang ayah yang mengidamkan anak lelakinya jadi seorang polisi”
(Manusia fiksi dalam dunia fiktif).
Dalam kalimat (04) terdapat metafora ontologikal suasana batin sebagai
wadah, di mana kata “mengidamkan” dalam (04) sebagai suasana batin, melihat
bagaimana inginnya seorang ayah untuk membuat anak lelakinya menjadi seorang
polisi sebagai isi (substance).
(05) “Pembangunan sumber daya manusia itu lebih utama” (Kemerdekaan
imajinasi).
Pada kalimat 05 manusia diposisikan sebagai sebuah bidang bangunan
yang dapat dibangun atau yang kita sebut gedung. Hal itu didukung oleh kata
“pembangunan” yang biasanya identik dengan kata gedung atau bangunan.
Kalimat tersebut dapat dimasukkan dalam kategori metafora structural, yaitu
manusia digambarkan sebagai bangunan atau gedung.
Dalam metafora dan inferensi kita dapat mengambil sebuah kesimpulan
dari sebuah metafora. Sebagai contohnya dalam kalimat 05 kita dapat
menginferensikan pembangunan sumber daya manusia sebagai hal yang harus
diutamakan sebagai inferensi dari kalimat 05.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Analisis Metafora Konseptual Ungkapan Metaforis Esai Dalam Kolom
Taratarot di Situs Berita Medanbagus.Com
Penelitian
menganalisisnya.
ini
menggunakan
Terdapat
sejumlah
teori
metafora
penjenisan
dalam
konseptual
kajian
dalam
metafora
konseptual, seperti metafora orientasional, metafora ontologikal, metafora
struktural serta metafora dan inferensi. Data yang telah didapat berikutnya akan
dianalasis dan dibagi berdasarkan jenis metaforanya.
4.1.1 Analisis Metafora Orientasional
Metafora orientasional ada juga yang mengindentikkannya dengan
metafora spasial yang menggambarkan ruang ataupun jarak. Yang termasuk
ke dalam kelompok ini adalah metafora dengan orientasi NAIK-TURUN,
yang masing-masing dimaknai sebagai ‘kemaslahatan, keberuntungan,
kebaikan’ apabila NAIK atau mengarah ke atas, dan ‘kemudaratan, kerugian,
keburukan’ apabila TURUN atau mengarah ke bawah.
Dalam 14 esai sebagai sumber data terdapat 16 ungkapan metaforis
yang menurut peneliti merupakan metafora ontologikal, dan berikut adalah
analisis data yang telah ditemukan.
(01) Manusia dari belahan ‘bumi yang maju’ itu banyak belajar dari
kita (yang sering dicap) terbelakang ini (Amuk (Amock)).
Metafora dengan menggunakan kata “maju” pada (01) dapat
dipandang sebagai metafora yang mengisyaratkan kebaikan. Dalam
Universitas Sumatera Utara
hubungan ini, metafora (01) mengungkapkan maksud penuturnya yang
melihat bahwa kita negara yang sering dikatakan ketinggalan ini,
ternyata tidak seperti yang sering dikatakan. Buktinya banyak bangsa
asing dari negara yang jauh lebih maju dari kita masih banyak belajar
dari kita.
(02) Pikiran jadi beku karena tunduk pada emosi(Amuk (Amock)).
Metafora dengan menggunakan kata “tunduk” pada (02)
dapat dipandang sebagai metafora yang mengisyaratkan keburukan.
Dalam hubungan ini, metafora (02) mengungkapkan maksud
penuturnya yang melihat ketika kita dikuasai oleh emosi maka kita
tidak dapat berpikir dengan jernih, tidak bisa mempertimbangkan baik
buruknya, dan bertindak sesukanya mengikuti emosi kita.
(03) Karir akademik mereka terdongkrak (Amuk (Amock)).
Metafora degan menggunakan kata “terdongkrak” pada
(03) dapat dipandang sebagai metafora yang mengisyaratkan kebaikan.
Dalam hubungan ini, metafora (03) mengungkapkan maksud
penuturnya yang melihat adanya perkembangan mereka dalam bidang
akademik kearah yang lebih baik.
(04) Bilamana lulus ujian, akan ada kenaikan kelas, naik kelas
kehidupan (Anak Muda Bunuh Diri(?)).
Metafora dengan menggunakan kata “naik” pada (04) dapat
dipandang sebagai metafora yang mengisyaratkan kemaslahatan.
Dalam hubungan ini, metafora (04) mengungkapkan maksud
Universitas Sumatera Utara
penuturnya yang melihat adanya perkembangan dalam diri seseorang
ketika orang tersebut berhasil melewati ujian kehidupan yang
dialaminya. Dia akan mendapatkan sebuah pembelajaran yang akan
membimbing dirinya menjadi lebih baik lagi.
(05) Bahkan di hari-H (rabu 1 Juli 2015) pun pemerintah kota
Medan sendiri terkesan menciutkan hari jadi kotanya (Bak Pohon
(Hendak) Dicabut Akarnya).
Metafora dengan menggunakan kata “menciutkan” pada
(05) dapat dipandang sebagai metafora yang mengisyaratkan
keburukan. Dalam hubungan ini, metafora (05) mengungkapkan
maksud penuturnya yang melihat bahwa kota Medan sebagai salah
satu kota besar yang terdapat di Indonesia, pemerintah kotanya seakan
abai terhadap hari jadi kotanya. Biasanya hari jadi kota disambut
dengan acara festival yang sangat meriah di kota-kota lainnya, tetapi
tidak terjadi di kota Medan.
(06) Bukan masakan saja yang tidak jadi, si pemasak juga bisa
melepuh bermandi minyak panas (Bawah sadar dan Demokrasi Ilusif).
Metafora dengan menggunakan kata “bermandi” pada (06)
dapat dipandang sebagai metafora yang mengisyaratkan kesialan.
Dalam hubungan ini, metafora (06) mengungkapkan maksud
penuturnya yang melihat seseorang terkena minyak panas, atau
tertumpah minyak panas. Penutur melihat hal itu sebagai sebuah
kesialan yang dapat merugikan bagi seseorang.
Universitas Sumatera Utara
(07)
Di
sisi
lain,
masyarakat
bawah
kebanyakan
butuh
‘pelampiasan’ (Begal, Main Hakim Sendiri, dan Ketertekanan Jiwa).
Metafora dengan menggunakan kata “bawah” pada (07)
dapat dipandang sebagai metafora yang mengisayaratkan keburukan.
Dalam hubungan ini metafora (07) mengungkapkan maksud
penuturnya yang melihat masyarakat denga ekonomi menengah
kebawah atau masyarakat bawah, yang memiliki kelas rendah selalu
saja mencari pelampiasan yang berhujung pada maraknya aksi main
hakim sendiri oleh masyarakat kelas bawah.
(08) Tekanan hidup terasa semakin menyesak diri (Begal, Main
Hakim Sendiri, dan Ketertekanan Jiwa).
Metafora dengan menggunakan kata “tekanan” pada (08)
dapat dipandang sebagai metafora yang mengisyaratkan keburukan.
Dalam hubungan ini, metafora (08) mengungkapkan maksud
penuturnya yang melihat bahwa masyarakat mendapati begitu banyak
masalah dalam kehidupan, mulai dari politik, ekonomi serta hukum
yang tidak berpihak, semakin membuat masyarakat mendapatkan
tekanan yang begitu banyak dalam kehidupan.
(09) Corat-coret adalah peristiwa yang menggambarkan minimnya
nuansa perenungan reflektif (Corat-Coret Lulus Sekolah).
Metafora dengan menggunakan kata “minimnya” pada (09)
dapat dipandang sebagai metafora yang mengisyaratkan keburukan.
Dalam hubungan ini, metafora (09) mengungkapkan maksud
penuturnya yang melihat peristiwa corat-coret merupakan peristiwa
Universitas Sumatera Utara
yang kurang akan perenungan, hanya luapan emosi sesaat yang
menggambarkan kegembiraan, dan mengarah pada hal yang tidak
jelas.
Akibat
kurangnya
kesadaran
untuk
memikirkan
atau
merenungkan manfaat melakukan corat-coret tersebut.
(10) Namun, pada kenyataanya ia ‘tidak dilupakan’ tetapi ‘ditekan’
ke alam bawah sadar (Penerimaan Diri).
Metafora dengan menggunakan kata “ditekan” pada (10)
dapat dipandang sebagai metafora yang mengungkapkan keburukan.
Dalam hubungan ini, metafora (10) mengungkapkan maksud
penuturnya yang melihat bahwa kita selalu saja mencoba melupakan
kejadian buruk di masa lalu yang menimpa kita, dan mencoba
menghilangkannya dengan cara membuatnya masuk jauh secara paksa
ke alam bawah sadar kita. Yang nantinya peristiwa atau kenangan
buruk itu jugaakan muncul, karena sebenarnya tidak pernah hilang,
melainkan hanya kita sembunyikan jauh di alam bawah sadar kita.
(11) Hal ini karena alam sadar begitu ‘tak jujur’ pada faktor
penyebabnya, yaitu trauma-trauma yang terendap di bawah sadar
(Penerimaan Diri).
Metafora dengan menggunakan kata “terendap” pada (11)
dapat dianggap sebagai metafora yang mengungkapkan keburukan.
Dalam hubungan ini, metafora (11) mengungkapkan maksud
penuturnya yang melihat bahwa kita tidak pernah dapat melupakan
kejadian buruk di masa lalu yang membuat kita trauma, yang tertanam
di dalam bawah sadar kita. Belum lagi ketidak jujuran kita terhadap
Universitas Sumatera Utara
diri sendiri, yang sebenarnya banyak mengalami trauma yang tidak
bisa dilupakan di dalam pikiran kita.
(12) Menganggap titel akademik bisa menaikkan status sosial kita?
(Sebagian Kecil di Cermin itu Bernama Ijazah Palsu).
Metafora dengan menggunakan kata “menaikkan” pada
(12) dapat dianggap sebagai metafora yang mengisyaratkan kebaikan.
Dalam hubungan ini, metafora (12) mengungkapkan maksud
penuturnya yang melihat bagaimana masyarakat kita yang sekarang ini
menganggap sesorang yang memiliki titel akademik, akan membuat
status sosial seseorang dapat berubah.
(13) Candu bebatuan meningkat terutama saat semarak pilpres
2014 lalu (Batu Akik Bijak Sana).
Metafora dengan menggunakan kata “meningkat” pada
(13) dapat dipandang sebagai metafora yang mengisyaratkan
keburukan. Dalam hubungan ini, metafora (13) mengungkapkan
maksud penuturnya yang melihat bertambahnya para penikmat batu
akik, dan bertambahnya permintaan terhadap bebatuan alam ini. Disatu
sisi, roda perekonomian terbantu dengan penjualan bebatuan alam,
tetapi lebih banyak dampak buruknya terhadap lingkungan yang rusak,
karena pengambilan bebatuan alam ini secara berlebihan akibat candu
terhadap batu akik yang lagi meningkat. Dalam (13) terdapat metafora
ontologikal yang dikotominya mengacu pada hal sebaliknya, dimana
NAIK mengisyaratkan ‘kesialan, kemudaratan, keburukan’ dan
TURUN mengisyaratkan ‘kemaslahatan, keberuntungan, kebaikan.
Universitas Sumatera Utara
(14) Demokrasi semestinya membumi (Bawah Sadar dan
Demokrasi Ilusif).
Metafora dengan menggunakan kata “membumi” pada (14)
dapat dianggap sebagai metafora yang mengungkapkan kebaikan.
Dalam hubungan ini, metafora (14) mengungkapkan maksud
penuturnya yang melihat bahwa demokrasi itu sesuatu yang nyata,
sesuatu yang dapat dirasakan kebaikannya oleh semua orang, bukan
hanya menguntungkan satu pihak atau beberapa pihak, melainkan
dapat menguntungkan terhadap semua pihak. Sama seperti bumi yang
memberikan dampak yang baik bagi semua orang yang hidup di
dalamnya.
Dalam
(14)
terdapat
metafora
ontologikal
yang
dikotominya mengacu pada hal sebaliknya.
(15) Tidak melayang mengawang-ngawang (Bawah Sadar dan
Demokrasi Ilusif).
Metafora dengan menggunakan kata “melayang” pada (15)
dapat dianggap sebagai metafora yang mengungkapkan keburukan.
Dalam hubungan ini, metafora (15) mengungkapkan maksud
penuturnya
yang
melihat
sifat
demokrasi
yang
terjadi
tidaksesuaidengan tujuan demokrasi diciptakan, dimana demokrasi
hanya menguntungkan beberapa pihak. Melihat demokrasi sebagai hal
yang tidak jelas, sangat sulit untuk diartikan dan diterapkan dengan
adil. Dalam (15) terdapat metafora ontologikal yang dikotominya
mengarah pada hal sebaliknya.
Universitas Sumatera Utara
(16) Menjamurnya ijazah palsu tak terlepas dari tingginya minat
dan permintaan terhadapnya (Sebagian Kecil di Cermin itu Bernama
Ijazah Palsu).
Metafora dengan menggunakan kata “tingginya” pada (16)
dapat dianggap sebagai metafora yang mengungkapkan keburukan.
Dalam hubungan ini, metafora (16) mengungkapkan maksud
penuturnya yang melihat bagaimana masyarakat menganggap ijazah
adalah sesuatu yang sangat berharga, bukan proses belajar yang dilalui
serta ilmu yang didapatkan dalam proses mendapatkan ijazah tersebut.
Akan tetapi kertas yang bernama ijazah itu jauh lebih penting. Hal ini
membuat permintaan terhadap ijazah palsu sangat tinggi peminatnya.
Dalam (16) terdapat metafora ontologikal yang dikotominya mengacu
pada hal sebaliknya.
4.1.2 Analisis Metafora Ontologikal
Lakoff dan Johnson 1980 (dalam Hasibuan, 2005:3), menjelaskan skema
metafora ontologikal seperti hubungan antara isi (substances) dan wadah
(container). Dalam hubungan ini, menurut Lakoff dan Johnson, wadah yang
dimaksud dapat berupa bidang visual, aktivitas, dan keadaan. Dalam esai
yang digunakan sebagai sumber data, ditemukan metafora ontologikal
suasana pikiran sebagai wadah.
Berikut ini adalah analisis metafora ontologikal bidang visual, suasana
pikiran sebagai wadah:
Universitas Sumatera Utara
(17) Paska peristiwa pikiran kita melayang entah kemana-mana (Absurditas
Kami Tidak Takut).
Dalam kalimat (17) terdapat metafora ontologikal suasana pikiran sebagai
wadah, dimana kata “melayang” dalam (17) sebagai suasana pikiran, melihat
tidak fokusnya menanggapi suatu peristiwa yang tengah terjadi sebagai isi
(substance).
(18) Pikiran sebagai garda depan mesti dibiarkan terbuka agar perasaan
mendapat asupan gizi yang sehat (Amuk (Amock)).
Dalam kalimat (18) terdapat metafora ontologikal suasana pikiran sebagai
wadah, dimana kata “terbuka” dalam (18) sebagai suasana pikiran, bahwa
pikiran harus lebih diutamakan ketimbang perasaan sebagai isi (substance).
(19) Anak muda yang (telah) membunuh dirinya itu, mengalami kebuntuan
pikiran (Anak Muda Bunuh Diri(?)).
Dalam kalimat (19) terdapat metafora ontologikal suasana pikiran sebagai
wadah, dimana kata “kebuntuan” dalam (19) sebagai suasana pikiran,
bagaimana orang yang bunuh diri, tidak dapat menemukan jalan keluar dari
permasalahan yang tengah dihadapi olehnya sebagai isi (substance).
(20) Dari jauh hari pun tak ada tanda-tanda persiapan (Bak Pohon (Hendak)
Dicabut Akarnya).
Dalam kalimat (20) terdapat metafora ontologikal bidang visual sebagai
wadah, dimana kata “jauh” dalam (20) sebagai bidang visual, melihat tidak
adanya tanda-tanda persiapan acara sebagai isi (substance).
Universitas Sumatera Utara
(21) Suasananya penuh luapan kegembiraan (Corat-Coret Lulus Sekolah).
Dalam kalimat (21) terdapat metafora ontologikal bidang visual sebagai
wadah, dimana kata “suasana” dalam (21) sebagai bidang visual,
adanyakegembiraan yang sangat besar pada peristiwa tersebut sebagai isi
(substance).
(22) Luap gempita kegembiraan mengisyaratkan ada emosi yang tertahan
selama ini (Corat-Coret Lulus Sekolah).
Dalam kalimat (22) terdapat metafora ontologikal bidang visual sebagai
wadah, dimana kata “mengisyaratkan” dalam (22) sebagai bidang visual,
dimana
terlihat
pelepasan
emosi
yang
tertahan
dengan
terjadinya
kegembiraan yang sangat luar biasa sebagai isi (substance).
(23) Tak jarang kita terbawa oleh arus pikiran yang liar itu (Semak Belukar
Pikiran).
Dalam kalimat (23) terdapat metafora ontologikal suasana pikiran sebagai
wadah, dimana kata “arus”dalam (23) sebagai suasana pikiran, bahwa pikiran
memiliki alurnya sendiri yang terkadang tidak bisa kita kendalikan sebagai isi
(substance).
Berikut ini adalah analisis metafora ontologikal, aktivitas sebagai
wadah:
(24) Bukan pula yang mudah disetir kekuasan (Anak Muda Bunuh Diri (?)).
Universitas Sumatera Utara
Dalam kalimat (24) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai
wadah, di mana kata “disetir” dalam (24) merupakan aktivitas, yang mengacu
pada dikendalikannya pikiran seseorang sebagai isi (substance).
(25) Begitu digdaya untuk melebur kediriannya (Anak Muda Bunuh
Diri(?)).
Dalam kalimat (25) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai
wadah, di mana kata “melebur” dalam (25) merupakan aktivitas, mengacu
pada penghancuran jati diri seseorang sebagai isi (substance).
(26)Semua itu tak terlepas dari fondasi awal yang menjadi akar kota ini
(Bak Pohon (Hendak) Dicabut Akarnya).
Dalam kalimat (26) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai
wadah, di mana kata “menjadi” dalam (26) merupakan aktivitas, mengacu
pada awal bagaimana terbentuknya dasar kota sebagai isi (substance).
(27) Hiruk pikuk konstestasi Pilpres menyita banyak energi sosial (Batu
Akik Bijak Sana).
Dalam kalimat (27) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai
wadah, di mana kata “menyita” dalam (27) sebagai aktivitas, merespon
banyaknya waktu dan perhatian masyarakat yang dihabiskan sebagai isi
(substance).
(28) Candu batu punya makna tersendiri, selain juga turut bantu putar roda
perekonomian (Batu Akik Bijak Sana).
Universitas Sumatera Utara
Dalam kalimat (28) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai
wadah, di mana kata “putar” dalam (28) sebagai aktivitas, merespon pada
pergerakan perekonomian disebabkan maraknya penjualan batu akik sebagai
isi (substance).
(29)Bisa kontrol dan tidak unjuk hasrat liar bawah sadar di ruang publik
(Bawah Sadar dan Demokrasi Ilusif).
Dalam kalimat (29) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai
wadah, di mana kata “Unjuk” dalam (29) merupakan aktivitas, mengacu pada
pengendalian untuk tidak memperlihatkan sesuatu yang tidak pantas di depan
umum sebagai isi (substance).
(30) Belum mampu kendalikan insting buas bawah sadar (Bawah Sadar dan
Demokrasi Ilusif).
Dalam kalimat (30) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai
wadah, di mana kata “kendalikan” dalam (30) merupakan aktivitas, mengacu
pada tidak mampu mengendalikan emosi dan sebagainya, yang mengarah
pada hal negatif sebagai isi (substance).
(31)Seperti sebotol minuman bersoda yang terlepas tutupnya (Corat-Coret
Lulus Sekolah).
Dalam kalimat (31) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai
wadah, di mana kata “terlepas” dalam (31) merupakan aktivitas, mengacu
pada pelepasan emosi secara tidak terkendali sebagai sebuah isi (substance)
Universitas Sumatera Utara
(32) Lalu, seperti burung, terbang bebas ke mana suka (Kabar Burung
Kakek Sarung).
Dalam kalimat (32) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai
wadah, di mana kata “terbang” dalam (32) sebagai aktivitas, merespon
kejadian penyebaran isu secara acak kemana saja sebagai isi (substance).
(33) Seperti wabah, ‘Kakek Sarung’ menular dari mulut ke mulut (Kabar
Burung Kakek Sarung).
Dalam kalimat (33) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai
wadah, di mana kata “menular” dalam (33) sebagai aktivitas, merespon
kejadian penyebaran cerita kakek sarung yang terlihat seperti penyakit
menular sebagai isi (substance).
(34) Imajinasi menghasilkan gambaran mental (Kemerdekaan imajinasi).
Dalam kalimat (34) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai
wadah,di mana kata “menghasilkan” dalam (34) sebagai aktivitas, merespon
peristiwa terbentuknya mental seseorang sebagai isi (substance).
(35) Menurutnya, film yang dibuat malah menciutkan imajinasi yang ada
dalam novel (Kemerdekaan Imajinasi).
Dalam kalimat (35) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai
wadah, di mana kata “menciutkan” dalam (35) sebagai aktivitas, merespon
peristiwa terbatasinya imajinasi dari sebuah novel setelah dibuat menjadi film
sebagai isi (substance).
Universitas Sumatera Utara
(36) Wacana ijazah palsu menjalar ke berbagai daerah (Sebagian Kecil di
Cermin itu Bernama Ijazah Palsu).
Dalam kalimat (36) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai
wadah, di mana kata “menjalar”dalam (36) sebagai aktivitas, merespon
kejadian penyebaran wacana ijazah palsu sebagai isi (substance).
(37) Ia suka kembara dan melompat kemana-mana (Semak Belukar
Pikiran).
Dalam kalimat (37) terdapat metafora ontologikal aktivitas sebagai
wadah, di mana kata “kembara”dalam (37) sebagai aktivitas, merespon
bagaimana pikiran seseorang memang suka bergerak bebas kemana-mana
sebagai isi (substance).
Berikut ini adalah analisis metafora ontologikal keadaan sebagai
wadah:
(38)Seakan terlihat gagap bekerja secara sistemik merespon peristiwa
pengeboman (Absurditas Kami Tidak Takut).
Dalam kalimat (24) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai
wadah, di mana kata “gagap” dalam (24) sebagai keadaan, merespon kejadian
pengeboman sebagai isi (substance).
(39) Memori kerusuhan ‘98’ masih membekas (Amuk (Amock)).
Universitas Sumatera Utara
Dalam kalimat (39) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai
wadah, di mana kata “membekas”dalam (39) merupakan keadaan, mengacu
pada trauma yang membekas pada pikiran sebagai isi (substance).
(40) Walau ada aspek keseimbangan lingkungan hidup yang perlu
diperhitakan (Batu Akik Bijak Sana).
Dalam kalimat (40) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai
wadah, di mana kata “keseimbangan”dalam (40) merupakan keadaan,
mengacu pada pengendalian pengambilan batu akik untuk menjaga
lingkungan sebagai isi (substance).
(41)Di tengah perang urat syaraf antar pendukung kandidiat (Batu Akik
Bijak Sana).
Dalam kalimat (41) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai
wadah, di mana kata “perang” dalam (41) sebagai keadaan, merespon
perselisihan pendapat yang terjadi antara dua kubuh pendukung kandidat
calon presiden sebagai isi (substance).
(42) Bukan sambil mabuk atau sedang ‘lupa diri’ (Bawah Sadar dan
Demokrasi Ilusif).
Dalam kalimat (42) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai
wadah, di mana kata “sambil” dalam (42) merupakan keadaan, mengacu pada
pengerjaan dua hal sekaligus secara bersamaan sebagai isi (substance).
Universitas Sumatera Utara
(43) Tanpa kendali diri pasti akan mengalami gesekan dengan hidup orang
kebanyakan (Begal, Main Hakim Sendiri, dan Ketertekanan Jiwa).
Dalam kalimat (43) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai
wadah, di mana kata “gesekan” dalam (43) merupakan keadaan, mengacu
pada terganggunya kehidupan orang lain akibat ulah kita yang tidak
terkendali sebagai isi (substance).
(44) Menurutku, masyarakat kita sedang mengalami tekanan jiwa yang
lumayan hebat (Begal, Main Hakim Sendiri, dan Ketertekanan Jiwa).
Dalam kalimat (44) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai
wadah, di mana kata “tekanan” dalam (44) merupakan keadaan, mengacu
pada masyarakat yang tengah mengalami tekanan terhadap jiwanya yang
lumayan hebat sebagai isi (substance).
(45) Begal dan main hakim sendiri tidak berada di ruang hampa (Begal,
Main Hakim Sendiri, dan Ketertekanan Jiwa).
Dalam kalimat (45) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai
wadah, di mana kata “berada” dalam (45) merupakan keadaan, mengacu pada
begal dan main hakim sendiri merupakaan keadaan yang terjadi pada realitas
masyarakat kita sehari-hari sebagai isi (substance).
(46) Tidak gampang diombang-ambingkan informasi samar (Kabar Burung
Kakek Sarung).
Dalam kalimat (46) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai
wadah,
di
mana
kata
“diomabang-ambingkan”
dalam
(46)
Universitas Sumatera Utara
merupakankeadaan,mengacu pada suasana pikiran yang tidak mudah goyang
dengan informasi yang belum jelas kebenarannya sebagai isi (substance).
(47) Otak kita pun semakin tak terlatih berpikir jangka panjang
(Kemerdekaan Imajinasi).
Dalam kalimat (47) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai
wadah, di mana kata “semakin” dalam (47) merupakan keadaan, mengacu
pada kondisi pikiran kita yang mengalami keadaan penurunan dalam
mempersiapkan sesuatu dalam jangka panjang sebagai isi (substance).
(48) Kalaulah dulu para pendiri bangsa ini rendah kadar imajinasinya
(Kemerdekaan Imajinasi).
Dalam kalimat (48) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai
wadah, di mana kata “dulu” dalam (48) merupakan keadaan, mengacu pada
kondisi para pemikir dan para pendiri bangsa yang memiliki kadar imjinasi
yang tinggi sebagai isi (substance).
(49) Memandang setiap perjalanan hidup yang telah dilalui sebagai
pelajaran (Penerimaan Diri).
Dalam kalimat (49) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai
wadah, di mana kata “telah” dalam (49) merupakan keadaan, mengacu pada
hal yang telah kita lewati dalam kehidupan,dan seharusmya kita mengambil
pelajaran didalamnya sebagai isi (substance).
(50) Biar kini tindak lanjut Pak Menteri kian mengambang (Sebagian Kecil
di Cermin itu Bernama Ijazah Palsu).
Universitas Sumatera Utara
Dalam kalimat (50) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai
wadah,di mana kata “mengambang” dalam (50) merupakan keadaan,
mengacu pada ketidak jelasan hal yang dilakukan oleh pak menteri sebagai isi
(substance).
(51) Eksistensi pikiran bisa diilustrasikan seperti berada di tengah semak
belukar (Semak Belukar Pikiran).
Dalam kalimat (51) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai
wadah, di mana kata “berada” dalam (51) merupakan keadaan,mengacu pada
bentuk atau keadaan pikiran, yang digambarkan seperti semak belukar
sebagai isi (substance).
(52)Tinggal digiring kemana kekuasaan itu mau menggiringnya (Semak
Belukar Pikiran).
Dalam kalimat (52) terdapat metafora ontologikal keadaan sebagai
wadah, di mana kata “digiring” dalam (52) sebagai keadaan, merespon
peristiwa seringnya kekuasan mengarahkan pikiran kita yang telah dikuasai
ke arah yang diinginkan sebagai isi (substance).
4.1.3 Metafora Struktural
Pada metafora struktural terdapat kemiripan atau kesamaan sistem,
dengan demikian dapat diidentifikasikan bahwa pada metafora struktural
ditemukan kemiripan struktur atau sistem. Siregar (dalam Hasibuan, 2005:5)
Universitas Sumatera Utara
memberikancontoh MANUSIA sebagai HEWAN, sebagai metafora
struktural.
Dalam 14 esai sebagai sumber data, penulis menemukan 4 data
sebagai metafora struktural, berikut adalah analisis datanya.
(53) Manusia membabibuta (Amuk (Amock)).
Dalam kalimat (53) manusia dikonseptualisasikan sebagai babi.
Sebagai mana dapat dilihat seekor babi yang memiliki sifat mudah marah,
suka mengamuk, dan menyerang apapun disekitarnya. Maka dalam kalimat
(53), manusia dikonseptualisasikan sebagai babi, yaitu manusia yang
memiliki sifat liar seperti seekor babi yang suka mengamuk dan menyerang
secara tidak teratur.
(54) Konon kabarnya lagi (lagi), si kakek sedang mengamalkan ilmu
hitam (Kabar Burung Kakek Sarung).
Dalam kalimat (54) ilmu dikonseptualisasikan sebagai warna hitam.
Seperti sifat warna hitam yang banyak dianggap buruk, berbahaya dan
merusak. Maka dalam kalimat (54), ilmu hitam dikonseptualisasikan
sebagai sesuatu yang berbahaya, buruk, dan dapat merusak.
(55) Ini adalah borok yang mesti disembuhkan segera apabila bangsa
ini berniat maju (Sebagian Kecil di Cermin itu Bernama Ijazah Palsu).
Dalam kalimat (55) peristiwa dikonseptualisasikan sebagai luka
borok. Seperti sifat luka borok yang bernanah, bau, dan meninggalkan
bekas. Maka dalam kalimat (55) peristiwa dikonseptualisasikan sebagai luka
Universitas Sumatera Utara
borok, yaitu luka yang susah untuk disembuhkan karena bernanah, bau dan
meninggalkan bekas.
(56) Pikiran juga punya akar (Semak belukar pikiran).
Dalam kalimat (56) pikiran dipresepsikan sebagai akar dari
tumbuhan. Seperti akar tumbuhan yang memiliki sifat untuk menumbuhkan
tanaman, tempat penyimpanan makanan tumbuhan, membuat tumbuhan
tetap tegak berdiri dan pengambil bahan makanan untuk tumbuhan. Maka
dalam kalimat (56) pikiran dikonseptualisasikan sebagai akar tumbuhan
karena pikiran memiliki sifat dari akar tumbuhan.
4.1.4 Metafora dan Inferensi
Inferensiialah kesimpulan yang dapat digambarkan dari satu
kalimat atau ujaran (Kridalaksana 1987).Jadi, metafora dan inferensi dapat
disebutkan sebagai ungkapan, yang merupakan kesimpulan dari objek lain
terhadap sesuatu yang lain, dengan maksud yang sama. Berikut adalah
analisis dari metafora dan inferensi.
(57) ‘Orang atas’ mulutnya berbusa-busa (Amuk (Amock)).
Inferensi yang dapat diambil dari kalimat (57) adalah, para petinggi
negara yang sibuk berdebat tidak jelas.
(58) Dahaga akan Pengetahuan (Anak Muda Bunuh Diri(?)).
Universitas Sumatera Utara
Inferensi yang dapat diambil dari kalimat (58) adalah, rasa selalu
kekurangan akan pengetahuam yang didapatkan.
(59) Semuanya beraroma sepi dan abai (Bak Pohon (Hendak)
Dicabut Akarnya).
Inferensi yang dapat diambil dari kalimat (59) adalah, semuanya
terlihat seperti biasa saja dan terlihat terlupakan.
(60) Yang tak jarang menampilkan hasrat liar purbawi (Batu Akik
Bijaksana).
Inferensi yang dapat diambil dari kalimat (60) adalah, terkadang
secara tidak sadar kita mengeluarkan keinginan liar kita seperti manusia
purba.
(61) Baik kabar burung kakek sarung atau kabar burung dari burung
lain (Kabar Burung Kakek Sarung).
Inferensi yang dapat diambil dari kalimat (61) adalah, kabar atau
berita yang tidak jelas tentang kakek sarung, atau kabar-kabar lainnya yang
tidak jelas.
(62) Kita makin seperti anak kecil yang terus ‘disuapin’ televise
(Kemerdekaan Imajinasi).
Inferensi yang dapat diambil dari kalimat (62) adalah, kita yang
semakin tidak mandiri dan bergantung terhadap televisi.
Universitas Sumatera Utara
(63) Lesu dan merasa kehidupan begitu miskin untuk dirayakan
(Manusia Fiksi Dalam Dunia Fiktif).
Inferensi yang dapat diambil dalam kalimat (63) adalah, tidak
memiliki gairah untuk hidup, dan sepertinya kehidupan begitu berat untuk
dijalani.
(64) Sisi gelap manusia (Penerimaan Diri).
Inferensi yang dapat diambil dalam kalimat (64) adalah,
pengalaman atau peristiwa buruk yang telah dilalui oleh seseorang.
(65) Ketimbang bermain bola pimpong ijazah palsu (Sebagian Kecil
di Cermin itu Bernama Ijazah Palsu).
Inferensi yang dapat diambil dalam kalimat (65) adalah, dari pada
memainkan isu ijazah palsu yang itu-itu saja.
Universitas Sumatera Utara
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Dalam esai yang ditulis oleh Ahmad Arief Tarigan, S.Sn. M.Si, terdapat
ungkapan-ungkapan metaforis yang digunakan dalam tulisannya. Berdasarkan
teori metafora yang dikemukakan oleh Lakoff dan Johnson, yang dipakai sebagai
teori dalam menganalisis data, serta teknik analisis data dalam penelitian ini,
peneliti menemukan banyak pengungkapan metaforis dalam esai yang ditulis oleh
Ahmad Arief Tarigan, S.Sn. M.Si. Peneliti menemukan pengungkapan metaforis
dengan mempresepsikan manusia sebagai binatang, tumbuhan, dan benda. Peneliti
juga menemukan pengungkapan metaforis dengan mempresepsikan sebuah
kejadian sebagai keadaan, aktivitas, penglihatan dan juga suasana pikiran dalam
pengungkapannya.
Dalam penerapan teori metafora konseptual yang dikenalkan oleh Lakoff
dan Johnson yang membagi metafora konseptual menjadi empat jenis, yaitu
metafora orientasional, metafora ontologikal, metafora struktural serta metafora
dan inferensi. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan ke empat jenis metafora
konseptual di dalam 14 esai yang ditulis oleh Ahmad Arief Tarigan, S.Sn, M,Si,
sebagai sumber data penelitian ini. Pertama, makna metafora orientasional yang
dikotominya mengacu pada Naik – Turun, Naik menggambarkan kemaslahatan,
kebaikan dan keberuntungan sedangkan turun menggambarkan kemudaratan,
kerugian, dan keburukan didukung 12 data. Tetapi dalam 14 esai yang dipakai
Universitas Sumatera Utara
sebagai sumber data juga terdapat makna metafora orientasional yang
dikotominya menunjukkan hal sebaliknya didukung dalam empat data. Kedua,
makna metafora ontologikal sebanyak 36 data, terbagi dalam: a).makna metafora
ontologikal bidang visual, suasana pikiransebagai wadah didukung sebanyak tujuh
data. b). makna metafora ontologikal aktivitas sebagai wadah didukung sebanyak
14 data. c). Makna metafora ontologikal keadaan sebagai wadah didukung
sebanyak 15 data. Ketiga, makna metafora struktural yang didukung sebanyak
empat data. Serta yang terakhir yaitu makna metafora dan inferensi didukung
sebanyak Sembilan data.
5.2 Saran
Peneliti berharap agar peneliti-peneliti lain melakukan penelitian sejenis
dalam esai/tulisan lain. Kajian ini hanya membahas metafora konseptual yang
terbagi menjadi empat jenis oleh Lakoff dan Johnson yang dapat ditemukan oleh
peneliti. Menurut peneliti masih terdapat pembagian lain lagi selain dari ke empat
jenis yang peneliti temukan. Jika ada diharapkan untuk peneliti selanjutnya agar
memasukkannya untuk memperkaya penelitiannya.
Universitas Sumatera Utara