Peran Orang Tua Dalam Membatasi Tayangan Televisi Bagi Anak di Perguruan TK Permata Bangsa Binjai Barat (Studi Kasus Terhadap Wacana Di Hapusnya Beberapa Tayangan Kartun Di Indonesia)

(1)

Universitas Sumatera Utara

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perspektif/Paradigma Kajian

Perspektif dalam bidang keilmuan sering juga disebut paradigma (paradigm), kadang-kadang disebut pula mazhab pemikiran (school of thought) atau teori. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton, paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya. Paradigma menunjukkan pada mereka apa yang penting, absah, dan masuk akal. Paradigma juga bersifat normatif, menunjukkan kepada praktisinya apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan ekstensial atau epistimologis yang panjang. Akan tetapi, menurut Patton, aspek paradigma inilah yang sekaligus merupakan kekuatan dan kelemahannya. Kekuatannya adalah hal itu memungkinkan tindakan kelemahannya adalah bahwa alasan untuk melakukan tindakan tersebut tersembunyi dalam asumsi-asumsi paradigma yang dipersoalkan (Mulyana, 2011 : 8-9)

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dimana pada dasarnya landasan teoritis dari penelitian kualitatif itu bertumpu secara mendasar pada fenomenologi. Pada penelitian kualitatif teori dibatasi pada pengertian: suatu pernyataan sistematis yang berkaitan dengan seperangkat proposisi yang berasal dari data dan diuji secara empiris. Dalam uraian tentang teori tersebut, Bognan dan Biken menggunakan istilah paradigma. Paradigma diartikan sebagai kumpulan longgar tentang asumsi secara logis dianut bersama konsep, atau preposisi yang mengarahkan cara berfikir dan cara penelitian (Moleong, 2010 : 14).

Paradigma penelitian kualitatif adalah pendekatan dengan sistematis dan subjektif dalam menjelaskan pengalaman hidup berdasarkan kenyataan lapangan (empiris). Pendekatan kualitatif terus berkembang di bidang sains dan pendidikan. Paradigma konstruktivis adalah paradigma yang dipengaruhi oleh perspektif interaksi simbolis dan perspektif struktural fungsional. Perspektif interaksi simbolis ini mengatakan bahwa manusia secara aktif dan kreatif mengembangkan respons terhadap stimulus dalam dunia kognitifnya. Asumsi


(2)

Universitas Sumatera Utara dasar dalam pendekatan konstruktivis ini adalah realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, namun tidak juga, turun karena campur tangan Tuhan. Tapi sebaliknya, ia dibentuk dan dikonstruksi. Dengan demikian, realitas yang sama bisa ditanggapi, dimaknai dan dikonstruksi secara berbeda-beda oleh semua orang. Karena, setiap orang mempunyai pengalaman, prefrensi, pendidikan tertentu dan lingkungan pergaulan atau sosial tertentu, dimana kesemua itu suatu saat akan digunakan untuk menafsirkan realitas sosial yang ada disekelilingnya dengan konstruksinya masing-masing.

Pendekatan ini secara tidak langsung lebih terfokus pada sebuah scope khusus. Dalam artian hanya melihat bagaimana bahasa dan simbol diproduksi dan direproduksi dihasilkan lewat berbagai hubungan yang terbatas antara sumber dan narasumber yang menyertai proses hubungan tersebut. Dalam bahasa sederhananya hanya menyetuh level mikro (konsepsi diri sumber) dan level meso (lingkungan dimana sumber itu berada) dan tidak menyetuh hingga level makro (sistem politik, budaya, ekonomi dan lain-lain).

Dalam proses sosial, individu manusia dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya. Realitas sosial itu memiliki makna manakala realitas sosial tersebut dikonstruksikan dan dimaknakan secara subjektif oleh individu lain, sehingga memantapkan realitas itu secara objektif.

2.2 Kajian Pustaka 2.2.1 Komunikasi

Secara etimologis, komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berakar dari perkataan latin “communis”, yang artinya ‘sama’, communico, communication, atau communicare yang berarti membuat sama (to make common), yang dimaksud dengan sama adalah sama makna atau sama arti (Mulyana, 2005 : 41). Jadi komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan. Dikatakan juga bahwa komunikasi adalah proses berbagi makna melalui perilaku verbal dan nonverbal. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama.


(3)

Universitas Sumatera Utara Melalui komunikasi orang berusaha mendefenisikan sesuatu, termasuk istilah “komunikasi” itu sendiri. Sampai saat ini terdapat ratusan defenisi komunikasi yang bersumber dari banyak ahli yang berasal dari beragam disiplin ilmu.

Komunikasi merupakan dasar interaksi antar manusia. Kesepakatan atau kesepahaman dibangun melalui sesuatu yang berusaha bisa dipahami bersama hingga interaksi dapat berjalan dengan baik.

Secara sederhana, kegiatan komunikasi dipahami sebagai kegiatan menyampaikan dan penerimaan pesan dari pihak satu ke pihak yang lain dengan tujuan mencapai kesamaan atas ide yang dipertukarkan (Fajar, 2008 : 30).

Komunikasi dapat diartikan sebagai proses pemindahan gagasan atau informasi seseorang kepada orang lain. Selain dalam bentuk kata-kata, proses pemindahan gagasan seseorang dari orang lain juga dapat terjadi dalam bentuk ekspresi wajah, intonasi dan sebagainya. Melalui komunikasi, kita dapat mempelajari, membangun dan merubah pendapat, sikap, serta perilaku orang lain. Kita dapat berkomunikasi dengan individu, kelompok maupun publik. Komunikasi merupakan hal yang paling wajar dalam pola tindakan manusia tetapi juga paling komplit dan rumit. Bagaimana tidak, komunikasi sudah berlangsung semenjak manusia lahir, dilakukan secara wajar dan leluasa seperti halnya bernafas, namun ketika seseorang harus membujuk, membuat tulisan, mengemukakan pikiran dan menginginkan orang lain.

Dalam mendefinisikan atau menafsirkan komunikasi juga terjadi kesulitan. Kesulitan ini muncul karena konsep komunikasi itu sendiri adalah sesuatu yang abstrak dan mempunyai berbagai makna. Kesulitan lainnya karena makna komunikasi yang digunakan sehari-hari berbeda dengan oenggunaan komunikasi yang dimaksud oleh para ahli komunikasi untuk kepentingan keilmuwan (Amir Purba, dkk 2010 : 28-29).

Beberapa definisi komunikasi menurut para ahli adalah sebagai berikut: a. Everett M Rogers menyatakan komunikasi adalah proses suatu ide

dialihkan dari satu sumber kepada satu atau banyak penerima dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.


(4)

Universitas Sumatera Utara b. Raymond Ross menyatakan komunikasi adalah proses menyortir,

memilih, dan pengiriman simbol-simbol sedemikian rupa agar membantu penerima pesan membangkitkan respons/ makna dari pemikiran yang serupa dengan yang dimaksudkan ole c. Carl I. Hovland menyatakan komunikasi adalah suatu proses yang

memungkinkan seseorang menyampaikan rangsangan (biasanya dengan menggunakan lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain.

d. William J.Seller mengatakan bahwa komunikasi adalah proses dimana simbol verbal dan nonverbal dikirimkan, diterima dan diberi arti. Melalui komunikasi, sikap dan perasaan seseorang atau sekelom dapat dipahami oleh pihak lain. Akan tetapi, komunikasi hanya akan efektif apabila pesan yang disampaikan dapat ditafsirkan sama oleh penerima pesan tersebut.

Walaupun komunikasi sudah dipelajari sejak lama dan termasuk “barang antik”, topik ini menjadi penting khususnya pada abad 20 karena pertumbuhan komunikasi digambarkan sebagai “penemuan yang revolusioner”, hal ini dikarenakan peningkatan teknologi komunikasi yang pesat seperti radio. Televisi, telepon, satelit dan jaringan komputer seiring dengan industrialisasi bidang usaha yang besar dan politik yang mendunia. Komunikasi dalam tingkat akademi mungkin telah memiliki departemen sendiri dimana komunikasi dibagi-bagi menjadi komunikasi masa, komunikasi bagi pembawa acara, humas dan lainnya, namun subyeknya akan tetap. Pekerjaan dalam komunikasi mencerminkan keberagaman komunikasi itu sendir

2.2.2 Komunikasi Massa

Komunikasi massa merupakan salah satu proses komunikasi yang berlangsung pada peringkat masyarakat luas, yang idetifikasinya ditentukan oleh ciri khas institusionalnya (gabungan antara tujuan, organisasi, dan kegiatan sebenarnya). Konsep komunikasi massa pertama kali diciptakan pada tahun 1920-an atau 1930-1920-an untuk diterapk1920-an pada kemungkin1920-an baru untuk komunikasi publik yang muncul dari pers massa, radio, dan film. Media-media ini


(5)

Universitas Sumatera Utara memperbesar khalayak potensial melampaui minoritas yang melek huruf. Menurut Elizabeth - Noelle Neuman, pada dasarnya komunikasi massa adalah kegiatan komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media massa. Melalui komunikasi massa seseorang dapat mengetahui berbagai macam informasi. Maka, tidak heran apabila masyarakat sekarang sangat tergantung pada komunikasi massa untuk mengetahui kondisi ataupun berita yang sedang berlangsung karena sifat manusia yang selalu haus akan informasi.

Fungsi Komunikasi Massa Bagi Masyarakat menurut Dominick (2002): 1) Pengawasan (Surveillance): Fungsi pengawasan dibagi menjadi 2 yaitu :

warning or beware surveillance yaitu ketika terjadi ancaman seperti bencana alam, dll maka media akan melakukan fungsi peringatan kepada masyarakat. Dan instrumental surveillance adalah penyampaian atau penyebaran informasi yang memiliki kegunaan untuk membantu khalayak dalam kehidupan sehari-hari.

2) Penafsiran (Interpretation): Media massa memberikan penafsiran terhadap kejadian-kejadian penting dengan tujuan mengajak khalyak luas untuk memperluas wawasan.

3) Pertalian (Linkage): Media massa dapat menyatukan anggota masyarakat sehingga membentuk suatu pertalian berdasarkan kesamaan kepantingan dan minat.

4) Penyebaran Nilai-Nilai (Transmission of Values): Disebut juga dengan sosialisasi (sosialization) yaitu cara seseorang mengadopsi perilaku dan nilai kelompok. Media massa berperan dalam menyebarkan nilai-nilai kepada masyarakat. Melalui nilai-nilai tersebut perilaku dan kepribadian seseorang dapat berubah seperti yang disampaikan oleh media.

5) Hiburan (Entertainment)

Baik media cetak maupun elektronik, sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Secara teknis, terdapat empat tanda pokok dari komunikasi massa, yaitu bersifat tidak langsung, satu arah, terbuka, dan mempunyai publik yang secara geografis tersebar (Rakhmat, 2005 : 188 - 189).


(6)

Universitas Sumatera Utara Menurut Tan dan Wright, komunikasi massa adalah bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh (terpencar), sangat heterogen dan menimbulkan efek tertentu.

Sedangkan Bittner menjelaskan pengertian komunikasi massa sebagai pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang. Definisi yang lebih mudah dimengerti dikemukakan oleh Jalaludin Rakhmat, yang mengartikan komunikasi massa sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah besar khalayak yang tersebar, heterogen dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat

Media massa merujuk pada hasil produk teknologi modern sebagai saluran dalam komunikasi massa. Menurut Michael W. Gamble (Nurudin, 2004 : 7), sesuatu bisa didefenisikan sebagai komunikasi massa jika mencakup :

a. Komunikatornya mengandalkan peralatan modern sebagai media penyampai pesan

b. Komunikatornya menyebarkan pesan-pesannya dengan maksud untuk mencoba berbagi pengertian dengan jutaan orang yang tidak saling kenal atau mengetahui satu sama lain, bahkan pengirim dan penerima tidak saling mengenal satu sama lain

c. Pesan dapat diterima oleh banyak orang, sehingga disebut bersifat publik d. Sebagai sumber, komunikator massa biasanya organisasi formal seperti

jaringan, ikatan, atau perkumpulan

e. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper, artinya pesan-pesan yang disebarkan atau dipancarkan dikontrol oleh sejumlah individu dalam lembaga tersebut sebelum disiarkan lewat media massa

f. Umpan balik sifatnya tertunda (delayed).

Proses merupakan suatu peristiwa yang berlangsung secara kontinyu. Komunikasi massa memerlukan media sebagai penghubung maka, proses komunikasi massa tersebut terdapat pada penggunaan media sebagai alat berkomunikasi. Media memberikan informasi, menghibur, menyenangkan,


(7)

Universitas Sumatera Utara bahkan menyebalkan. Selain itu, media dapat mengatur emosi kita dam menantang kecerdasan kita. Komunikasi adalah proses pembuatan makna yang sama antara media massa dengan audiensnya.

Dalam komunikasi masa, media massa menjadi otoritas tunggal yang menyeleksi, memproduksi pesan, dan menyampaikannya pada khalayak. Dalam komunikasi massa, komunikasi yang merujuk kepada media massa ini memiliki ciri-ciri tersendiri berikut:

a. Menggunakan media masa dengan organisasi (lembaga media) yang jelas. b. Komunikator memiliki keahlian tertentu

c. Pesan searah dan umum, serta melalui proses produksi dan terencana d. Khalayak yang dituju heterogen dan anonim

e. Kegiatan media masa teratur dan berkesinambungan f. Ada pengaruh yang dikehendaki

g. Dalam konteks sosial terjadi saling memengaruhi antar masyarakat serta sebaliknya.

h. Hubungan antara komunikator (biasanya media massa) dan komunikan (pemirsanya) tidak bersifat pribadi.

Sebagaimana diketahui komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa, jadi membahas komunikasi massa tidak akan lepas dari media massa sebagai media utama dalam proses komunikasi massa itu sendiri, dan dalam hal ini penelitian difokuskan pada media televisi.

2.2.2.1. Televisi

Kata “televisi” merupakan gabungan dari kata tele (jauh) dari bahasa Yunani dan visio (penglihatan) dari bahasa Latin. Sehingga televisi dapat diartikan sebagai telekomunikasi yang dapat dilihat dari jarak jauh. Penemuan televisi disejajarkan dengan penemuan roda, karena penemuan ini mampu mengubah peradaban dunia.

Televisi merupakan media komunikasi yang menyediakan berbagai informasi yang update, dan menyebarkannya kepada khalayak umum. Dalam


(8)

Universitas Sumatera Utara (Baksin, 2006 : 16) mendefinisikan bahwa: “Televisi merupakan hasil produk teknologi tinggi (hi-tech) yang menyampaikan isi pesan dalam bentuk audiovisual gerak.

Isi pesan audiovisual gerak memiliki kekuatan yang sangat tinggi untuk mempengaruhi mental, pola pikir, dan tindak individu”. Televisi mampu mengantar suatu pesan lebih banyak dan lebih cepat dibandingkan melalui media massa lainnya (Shirley, 2010 : 202).

Siaran televisi merupakan gabungan dari segi verbal, visual, teknologial, dan dimensi dramatikal. Verbal, berhubungan dengan kata-kata yang disusun secara singkat, padat, efektif. Visual lebih banyak menekankan pada bahasa gambar yang tajam, jelas, hidup, memikat. Teknologikal, berkaitan dengan daya jangkau siaran, kualitas suara, kualitas suara dan gambar yang dihasilkan serta diterima oleh pesawat televisi penerima di rumah-rumah. Dramatikal berarti bersinggungan dengan aspek serta nilai dramatikal yang dihasilkan oleh rangkaian gambar yang dihasilkan secara simultan.

Televisi juga bisa berperang sebagai tabung percobaan untuk belajar dirumah. Tetapi untuk mewujudkannya, kita harus mengamati dari dekat apa yang bisa ia lakukan dan apa yang tidak (Milton Chen, 1994 : 15).

Stasiun televisi menawarkan beragam tayangan bagi anak, namun terkadang kandungan yang ditonjolkan bukan milik anak-anak lagi. Hanya segelintir tayangan yang memang berusaha menjadikan anak sebagai prioritas, sedang yang lain mengajak anak untuk mendalami suatu niansa hidup yang kurang memiliki substansi yang benar-benar dibutuhkan. Penciptaan program acara seringnya didasarkan pada menguntungkan tidaknya program acara tersebut di mata para pemroduksinya. Argumentasinya masih berkisar mahalnya biaya produksi dan target pasar yang berdasarkan riset terpercaya memang menginginkan tayangan seperti itu.

Orang tua kerap menjadikan televisi sebagai pengasuh pengganti diri mereka di rumah. Anak yang masih cukup sederhana pola pikirnya menjadikan televisi sebagai sebuah media dengan begitu banyak kegunaan, sehingga hampir tidak ada penolakan terhadap anjuran untuk menyaksikan televisi dari orang tua mereka.


(9)

Universitas Sumatera Utara Namun, disadari atau tidak televisi mengandung banyak nilai-nilai yang seyogyanya membutuhkan proses penyortiran, dan di lain pihak proses penguatan. Dengan demikian para orang tua adalah pihak yang paling berkompeten dalam menyortir atau menguatkan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap jenis tayangan terfavorit anak tersebut, misalnya sinetron anak, kartun, atau program acara khusus anak lainnya yang biasa ditonton ana

2.2.2.2. Tayangan Kartun di Indonesia

Kartun adalah sebuah gambar yang bersifat reprensentasi atau simbolik, mengandung unsur sindiran, lelucon, atau humor. Kartun biasanya muncul dalam publikasi secara periodik, yang terkadang mengangkat kebiasaan hidup masyarakat, peristiwa olahraga, atau mengenai kepribadian seseorang. Kartun merupakan salah satu tayangan televisi yang menjadi konsumsi anak dibawah umur, anak yang masih duduk di Taman Kanak-Kanak (TK).

Kartun dapat berisikan lelucon, humor, gambaran kehidupan sehari-hari, hingga nilai-nilai moral yang terkandung di dalamnya. Misalnya, kegiatan tolong-menolong, saling menghargai, dan lain lain.

Kartun di Indonesia dapat berupa kartun lokal, seperti Kabayan Lip Lap, Catatan si Dian, Keluarga Somat, Adit Sopo Jarwo dan sebagainya yang ditayangkan di beberapa stasiun televisi swasta Indonesia. Namun pada saat ini, tayangan kartun di televisi lebih banyak berasal dari luar Indonesia yaitu seperti Spongebob Squarepants, Crayon Sinchan, Doraemon, Tom & Jerry, Upin & Ipin dan lain-lain. Kartun yang berasal dari luar Indonesia tersebut justru menjadi kartun yang dipilih anak-anak untuk di tonton daripada menonton kartun Indonesia disamping lebih banyaknya ditayangkan kartun luar Indonesia dari pada kartun dari negara sendiri karena alasan seperti gambarnya kurang menarik, ceritanya kurang menarik, dll

Meskipun tayangan kartun hanyalah gambar yang bersifat representasi atau simbolik dan berisikan lelucon, humor, dll, tayangan kartun juga dianggap tidak ramah anak. Hal tersebut diutarakan pada pelatihan media literasi di Batam pada beberapa bulan lalu. Kartun-kartun yang ditayangkan memuat adegan anak-anak yang melemparkan pisau kepada temannya dan menancap persis mengenai


(10)

Universitas Sumatera Utara samping perut. Mereka pun menghimbau saat menonton televisi anak-anak harus tetap ditemani, karena film kartun tidak selalu identik atau aman untuk anak-anak.

Beberapa bulan lalu, sejuml mengenai langkah KPI yang memberikan teguran kepada tayangan kartun Tom & Jerry dan Spongebob Squarepants. Seperti yang dilansir beberapa media online dalam negeri, KPI memberikan teguran terhadap beberapa tayangan kartun karena dinilai mengandung konten kekerasan, tidak mendidik, dan berbahaya bagi khalayak terutama anak-anak.

Di tengah maraknya pemberitaan mengenai KPI di berbagai laman berita online dalam negeri, beberapa media online Internasional pun turut memberitakan hal yang serupa. Media asal Jepan langkah yang diambil regulator Indonesia ini. Tidak hanya Asahi Shimbun, laman berit seputar kartun di Jepang juga tak luput memberitakan mengenai Crayon Shinchan. Pemberitaan terus bergulir hingga dilansir oleh laman berita asal Amerika, yakni mengenai polemik penayangan Crayon Shinchan yang menurut komisioner KPI, Ibu Agatha Lily dianggap sebagai tayangan yang berbahaya untuk ditonton oleh anak-anak karena memuat berbagai unsur pornografi asosiatif.

Penayangan kartun di Indonesia bukanlah hal yang baru berjalan. Sudah banyak berbagai judul kartun yang tayang di stasiun TV Indonesia. Hari minggu pun tak luput dibanjiri oleh berbagai tayangan kartun oleh beberapa stasiun TV Indonesia.

Beberapa kartun sempat populer di kalangan khalayak Indonesia saat seri tersebut ditayangkan oleh stasiun TV swasta. Namun menjelang era pertengahan 2000-an, penayangan beberapa kartun mulai mengalami pengurangan. Porsi tayangan kartun di stasiun TV mulai berkurang. Berbagai tayangan program kartun pun hanya ramai pada hari Minggu saja


(11)

Universitas Sumatera Utara

2.2.3 Literasi Media (Media Literacy)

Literasi Media adalah satu perspektif yang aktif kita gunakan untuk membuka diri kepada media untuk menafsirkan makna pesan yang dihadapi, membangun perspektif kita dari struktur pengetahuan.

Kajian literasi media terkini menunjukkan adanya perkembangan media seperti video, komputer, dan internet. Literasi media di Indonesia lebih dikenal dengan istilah melek media. James Potter dalam bukunya yang berjudul “Media Literacy” mengatakan bahwa literasi media adalah sebuah perspekif yang digunakan secara aktif ketika individu mengakses media dengan tujuan untuk memaknai pesan yang disampaikan oleh media. Literasi media merupakan sebuah pemahaman akan sumber-sumber dan teknologi komunikasi, kode-kode yang digunakan, pesan-pesan yang dihasilkan serta seleksi, interpretasi dan dampak dari pesan-pesan tersebut.

Banyak dari kita yang secara langsung menyalahkan tayangan televisi yang tidak pantas atau menyebutkan serta mengeluhkan dampak bahaya yang dimilikinya, kita jarang mempertanyakan peranan kita sendiri dalam proses komunikasi massa. Kita melupakannya, karena kita berpartisipasi dalam komunikasi massa secara alamiah, hampir tanpa usaha yang “sadar”.

Media literacy diartikan sebagai the ability to access, analyze, evaluate and

create messages across a variety of contexts. Media literasi adalah kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan pesan melalui konteks yang beragam. Konsep ini diterapkan pada beragam gagasan yang berupaya untuk menjelaskan bagaimana media menyampaikan pesan-pesan mereka, dan mengapa demikian. Tidak semua isi media massa bermanfaat bagi khalayak. Banyak di antaranya yang tidak mendidik dan hanya mengedepankan kepentingan pemilik atau pengelola media untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya.

Literasi media bermaksud membekali khalayak dengan kemampuan untuk memilah dan menilai isi media massa secara kritis, sehingga khalayak diharapkan hanya memanfaatkan isi media sesuai dengan kepentingannya (Baran, 2009 : 26-27). Literasi media juga dapat diterjemahkan sebagai kecakapan bermedia, yaitu


(12)

Universitas Sumatera Utara sebuah kesadaran dan kecakapan komprehensif untuk menempatkan diri individu dan masyarakat di depan media sebagai pelaku aktif. Dengan adanya kecakapan bermedia, seseorang diharapkan mampu untuk menyeleksi media dan isinya untuk dikonsumsi. Art Silverblatt menyebutkan tujuh elemen dasar yang menjadi karakteristik dari literasi media, kemudian Stanley J. Baran menambahinya menjadi delapan.

Karakteristik tersebut adalah (Baran, 2009 : 27-31):

1. Kemampuan dalam berpikir kritis yang memungkinkan para konsumen media massa mengembangkan penilaian independen tentang konten media. Berpikir secara kritis tentang konten yang kita konsumsi adalah esensi utama dari media literasi. Mengapa kita menonton apa yang kita tonton, membaca apa yang kita baca, dan mendengarkan apa yang kita dengar

2. Pemahaman tentang proses komunikasi massa. Jika kita mengetahui komponen dari proses komunikasi massa dan bagaimana komponen tersebut berkaitan satu sama lain, kita dapat membuat perkiraan tentang bagaimana mereka “melayani” kita

3. Tanggap akan dampak media bagi individu maupun masyarakat. Media massa. mengubah dunia dan orang-orang di dalamnya. Jika kita mengabaikan dampak media bagi kehidupan kita, kita lebih berisiko terperangkap dan terbawa arus perubahan tersebut ketimbang mengontrol atau memimpinnya

4. Strategi dalam analisis dan diskusi pesan-pesan media. Untuk mengonsumsi pesan media secara peka, kita membutuhkan fondasi, sebagai pemikiran dan refleksi awal. Jika kita menafsirkan makna, kita harus memiliki alat yang memadai untuk mencapainya

5. Pemahaman isi media sebagai naskah yang menyediakan wawasan ke dalam budaya dan kehidupan kita. Kita mengenali segala yang berkaitan dengan budaya melalui komunikasi. Bagi budaya modern seperti saat ini, pesan-pesan media semakin mendominasi kegiatan komunikasi, membentuk pemahaman dan wawasan tentang budaya kita


(13)

Universitas Sumatera Utara 6. Kemampuan untuk menikmati, memahami, dan mengapresiasi isi media.

Media literasi bukan berarti hidup sebagai seorang pembeci media atau selalu curiga terhadap dampak bahayanya dan terjadinya degradasi budaya 7. Pengembangan tentang keterampilan produksi yang efektif dan sesuai.

Literasi tradisional mengasumsikan bahwa mereka yang dapat membaca pasti bisa menulis. Media literasi juga mengasumsikan demikian. Pemahaman kita tentang literasi (di setiap jenisnya) kemudian menyebut tidak hanya untuk pemahaman yang efektif dan efisien tetapi juga untuk penggunaannya yang efektif dan efisien. Karena itu, individu yang cakap mengonsumsi media sepatutnya mengembangkan kemampuan menghasilkan yang memungkinkan mereka menghasilkan pesan-pesan media yang bermanfaat

8. Pemahaman etis dan kewajiban moral bagi para praktisi media. Kita harus memahami peraturan resmi maupun tidak resmi pada pengoperasian media. Dengan kata lain, kita harus tahu secara respektif, kewajiban etis dan keabsahannya.

Pentingnya menjadi individu yang memahami dan melek akan media adalah dengan mengetahui elemen-elemen dasar yang diperlukan tersebut, dan dalam literasi media juga harus memiliki beberapa keahlian khusus yaitu:

a. Kemampuan dan kemauan untuk berusaha memahami konten, memperhatikan, dan menyaring gangguan

b. Pemahaman dan penghargaan bagi kekuatan pesan media. Media massa telah ada selama lebih dari satu setengah abad

c. Kemampuan untuk membedakan kondisi emosi dari reaksi beralasan ketika menanggapi konten dan untuk bertindak secara sesuai

d. Meningkatkan tingginya ekspekstasi terhadap konten media

e. Pengetahuan tentang kumpulan genre dan kemampuan untuk mengenali ketika mereka dipadukan

f. Kemampuan untuk berpikir secara kritis tentang pesan-pesan media, tidak masalah bagaimana terpercayanya sumber mereka.

Jika tingkat literasi media yang dimiliki para orang tua memadai dalam arti kualitasnya, maka akan lebih efektif peranan yang dapat dilakukannya dalam


(14)

Universitas Sumatera Utara meningkatkan pemahaman anak-anak mereka terhadap tayangan yang sering, jarang, atau tidak sengaja ditontonnya (Baran, 2004 : 57-59).

Fokus utama literasi media adalah evaluasi kritis terhadap pesan. Media literacy merupakan sebuah pemahaman akan sumber-sumber dan teknologi komunikasi, kode-kode yang digunakan, pesan-pesan yang dihasilkan serta seleksi, interpretasi dan dampak dari pesan-pesan tersebut. Literasi media terdiri dari struktur pengetahuan dan keterampilan (skills). Struktur pengetahuan, yaitu seperangkat informasi yang terorganisasi dalam memori seseorang dan terbentuk secara sistematis dalam waktu yang lama. Dengan struktur pengetahuan yang berkembang, kita bisa memahami seluruh rentang isu media, dan bisa memahami mengapa media selalu bersikap seperti itu. Sedangkan keterampilan (skill), ada tujuh keterampilan dalam konteks literasi media, yaitu : keahlian untuk menganalisis, mengevaluasi, memilah, menginduksi, mendeduksi, mensintesis dan mengabstraksis pesan- pesan media (Buckingham, 2005 : 3-5).

2.3 Model Teoretik

Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai dapat mengantar penelitian pada rumusan hipotesis (Nawawi, 1995:33).

Konsep pemikiran yang dalam istilah istilah mengekspresikan sebuah ide abstrak yang dibentuk dengan menggeneralisasikan objek atau hubungan fakta-fakta yang diperoleh dari pengamatan. Bungin mengartikan konsep sebagai generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu yang dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama. Sedangkan Kerlinger menyebut konsep sebagai abstraksi yang dibentuk dengan menggeneralisasikan hal-hal khusus (Kriyantono, 2008 : 17).

Kerangka pemikiran adalah hasil pemikiran yang rasional dalam menguraikan rumusan hipotesis, yang sebenarnya merupakan jawaban sementara dari masalah yang diuji kebenarannya. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel.


(15)

Universitas Sumatera Utara Operasionalisasi konsep yang diukur dalam penelitian ini adalah peran orang tua dan media literasi yang dapat diperoleh dari sebagai berikut (Marhaeni, 2009 : 84):

a. Suatu Keterbukaan, yaitu suatu keadaan di mana orang tua mengetahui informasi tentang hal-hal yang disukai maupun tidak disukai oleh si anak melalui proses komunikasi yang dilakukannya, termasuk tayangan terfavorit atau yang sama sekali tidak disukai, terlepas dari nilai yang tekandung dalam tayangan tersebut.

b. Empati, yang merupakan suatu keadaan di mana orang tua mampu memposisikan dirinya sama seperti apa yang sedang dirasakan oleh anaknya, termasuk di dalamnya tentang pemahaman terhadap kebutuhan yang seharusnya atau tidak seharusnya dipenuhi.

c. Dukungan, yaitu suatu keadaan di mana orang tua mendorong anak menuju ke arah yang lebih positif, dalam berbagai hal, termasuk di dalamnya tentang tayangan-tayangan yang baik bagi perkembangannya. d. Rasa positif yang berarti kemampuan orang tua dalam menyalurkan

pemahamannya tentang suatu tayangan secara positif sehingga membangkitkan tanggapan yang juga positif dari anak.

e. Kesamaan, yaitu suatu keadaan di mana orang tua dan anak memiliki pandangan sama tentang suatu hal, dalam hal ini orang tua memiliki peranan dalam menyamakan pandangan tersebut.

Berdasarkan komunikasi yang efektif yang telah dipaparkan, sejumlah langkah konkret untuk mencegah dan mengatasi berbagai kemungkinan dampak yang tidak diinginkan akibat konsumsi media berlebih yang dilakukan oleh anak. Langkah-langkah yang dimaksud dapat ditempuh melalui penataan kebijakan mengenai anak dan televisi, pengisian program televisi dengan acara-acara yang dapat dipertanggung jawabkan kemanfaatannya bagi pertumbuhan anak yang sehat secara fisik dan mental.

Selain itu harus ada pembekalan bagi anak dengan keterampilan menonton televisi secara benar, yang belakangan ini dapat dimulai dengan membekali para orang tua agar mereka dapat membimbing anaknya menjadi penonton televisi yang kritis, selektif, dan memahami isi pesan dengan tepat


(16)

Universitas Sumatera Utara


(1)

Universitas Sumatera Utara

2.2.3 Literasi Media (Media Literacy)

Literasi Media adalah satu perspektif yang aktif kita gunakan untuk membuka diri kepada media untuk menafsirkan makna pesan yang dihadapi, membangun perspektif kita dari struktur pengetahuan.

Kajian literasi media terkini menunjukkan adanya perkembangan media seperti video, komputer, dan internet. Literasi media di Indonesia lebih dikenal dengan istilah melek media. James Potter dalam bukunya yang berjudul “Media Literacy” mengatakan bahwa literasi media adalah sebuah perspekif yang digunakan secara aktif ketika individu mengakses media dengan tujuan untuk memaknai pesan yang disampaikan oleh media. Literasi media merupakan sebuah pemahaman akan sumber-sumber dan teknologi komunikasi, kode-kode yang digunakan, pesan-pesan yang dihasilkan serta seleksi, interpretasi dan dampak dari pesan-pesan tersebut.

Banyak dari kita yang secara langsung menyalahkan tayangan televisi yang tidak pantas atau menyebutkan serta mengeluhkan dampak bahaya yang dimilikinya, kita jarang mempertanyakan peranan kita sendiri dalam proses komunikasi massa. Kita melupakannya, karena kita berpartisipasi dalam komunikasi massa secara alamiah, hampir tanpa usaha yang “sadar”.

Media literacy diartikan sebagai the ability to access, analyze, evaluate and

create messages across a variety of contexts. Media literasi adalah kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan pesan melalui konteks yang beragam. Konsep ini diterapkan pada beragam gagasan yang berupaya untuk menjelaskan bagaimana media menyampaikan pesan-pesan mereka, dan mengapa demikian. Tidak semua isi media massa bermanfaat bagi khalayak. Banyak di antaranya yang tidak mendidik dan hanya mengedepankan kepentingan pemilik atau pengelola media untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya.

Literasi media bermaksud membekali khalayak dengan kemampuan untuk memilah dan menilai isi media massa secara kritis, sehingga khalayak diharapkan hanya memanfaatkan isi media sesuai dengan kepentingannya (Baran, 2009 : 26-27). Literasi media juga dapat diterjemahkan sebagai kecakapan bermedia, yaitu


(2)

Universitas Sumatera Utara sebuah kesadaran dan kecakapan komprehensif untuk menempatkan diri individu dan masyarakat di depan media sebagai pelaku aktif. Dengan adanya kecakapan bermedia, seseorang diharapkan mampu untuk menyeleksi media dan isinya untuk dikonsumsi. Art Silverblatt menyebutkan tujuh elemen dasar yang menjadi karakteristik dari literasi media, kemudian Stanley J. Baran menambahinya menjadi delapan.

Karakteristik tersebut adalah (Baran, 2009 : 27-31):

1. Kemampuan dalam berpikir kritis yang memungkinkan para konsumen media massa mengembangkan penilaian independen tentang konten media. Berpikir secara kritis tentang konten yang kita konsumsi adalah esensi utama dari media literasi. Mengapa kita menonton apa yang kita tonton, membaca apa yang kita baca, dan mendengarkan apa yang kita dengar

2. Pemahaman tentang proses komunikasi massa. Jika kita mengetahui komponen dari proses komunikasi massa dan bagaimana komponen tersebut berkaitan satu sama lain, kita dapat membuat perkiraan tentang bagaimana mereka “melayani” kita

3. Tanggap akan dampak media bagi individu maupun masyarakat. Media massa. mengubah dunia dan orang-orang di dalamnya. Jika kita mengabaikan dampak media bagi kehidupan kita, kita lebih berisiko terperangkap dan terbawa arus perubahan tersebut ketimbang mengontrol atau memimpinnya

4. Strategi dalam analisis dan diskusi pesan-pesan media. Untuk mengonsumsi pesan media secara peka, kita membutuhkan fondasi, sebagai pemikiran dan refleksi awal. Jika kita menafsirkan makna, kita harus memiliki alat yang memadai untuk mencapainya

5. Pemahaman isi media sebagai naskah yang menyediakan wawasan ke dalam budaya dan kehidupan kita. Kita mengenali segala yang berkaitan dengan budaya melalui komunikasi. Bagi budaya modern seperti saat ini, pesan-pesan media semakin mendominasi kegiatan komunikasi, membentuk pemahaman dan wawasan tentang budaya kita


(3)

Universitas Sumatera Utara 6. Kemampuan untuk menikmati, memahami, dan mengapresiasi isi media.

Media literasi bukan berarti hidup sebagai seorang pembeci media atau selalu curiga terhadap dampak bahayanya dan terjadinya degradasi budaya 7. Pengembangan tentang keterampilan produksi yang efektif dan sesuai.

Literasi tradisional mengasumsikan bahwa mereka yang dapat membaca pasti bisa menulis. Media literasi juga mengasumsikan demikian. Pemahaman kita tentang literasi (di setiap jenisnya) kemudian menyebut tidak hanya untuk pemahaman yang efektif dan efisien tetapi juga untuk penggunaannya yang efektif dan efisien. Karena itu, individu yang cakap mengonsumsi media sepatutnya mengembangkan kemampuan menghasilkan yang memungkinkan mereka menghasilkan pesan-pesan media yang bermanfaat

8. Pemahaman etis dan kewajiban moral bagi para praktisi media. Kita harus memahami peraturan resmi maupun tidak resmi pada pengoperasian media. Dengan kata lain, kita harus tahu secara respektif, kewajiban etis dan keabsahannya.

Pentingnya menjadi individu yang memahami dan melek akan media adalah dengan mengetahui elemen-elemen dasar yang diperlukan tersebut, dan dalam literasi media juga harus memiliki beberapa keahlian khusus yaitu:

a. Kemampuan dan kemauan untuk berusaha memahami konten, memperhatikan, dan menyaring gangguan

b. Pemahaman dan penghargaan bagi kekuatan pesan media. Media massa telah ada selama lebih dari satu setengah abad

c. Kemampuan untuk membedakan kondisi emosi dari reaksi beralasan ketika menanggapi konten dan untuk bertindak secara sesuai

d. Meningkatkan tingginya ekspekstasi terhadap konten media

e. Pengetahuan tentang kumpulan genre dan kemampuan untuk mengenali ketika mereka dipadukan

f. Kemampuan untuk berpikir secara kritis tentang pesan-pesan media, tidak masalah bagaimana terpercayanya sumber mereka.

Jika tingkat literasi media yang dimiliki para orang tua memadai dalam arti kualitasnya, maka akan lebih efektif peranan yang dapat dilakukannya dalam


(4)

Universitas Sumatera Utara meningkatkan pemahaman anak-anak mereka terhadap tayangan yang sering, jarang, atau tidak sengaja ditontonnya (Baran, 2004 : 57-59).

Fokus utama literasi media adalah evaluasi kritis terhadap pesan. Media literacy merupakan sebuah pemahaman akan sumber-sumber dan teknologi komunikasi, kode-kode yang digunakan, pesan-pesan yang dihasilkan serta seleksi, interpretasi dan dampak dari pesan-pesan tersebut. Literasi media terdiri dari struktur pengetahuan dan keterampilan (skills). Struktur pengetahuan, yaitu seperangkat informasi yang terorganisasi dalam memori seseorang dan terbentuk secara sistematis dalam waktu yang lama. Dengan struktur pengetahuan yang berkembang, kita bisa memahami seluruh rentang isu media, dan bisa memahami mengapa media selalu bersikap seperti itu. Sedangkan keterampilan (skill), ada tujuh keterampilan dalam konteks literasi media, yaitu : keahlian untuk menganalisis, mengevaluasi, memilah, menginduksi, mendeduksi, mensintesis dan mengabstraksis pesan- pesan media (Buckingham, 2005 : 3-5).

2.3 Model Teoretik

Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai dapat mengantar penelitian pada rumusan hipotesis (Nawawi, 1995:33).

Konsep pemikiran yang dalam istilah istilah mengekspresikan sebuah ide abstrak yang dibentuk dengan menggeneralisasikan objek atau hubungan fakta-fakta yang diperoleh dari pengamatan. Bungin mengartikan konsep sebagai generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu yang dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama. Sedangkan Kerlinger menyebut konsep sebagai abstraksi yang dibentuk dengan menggeneralisasikan hal-hal khusus (Kriyantono, 2008 : 17).

Kerangka pemikiran adalah hasil pemikiran yang rasional dalam menguraikan rumusan hipotesis, yang sebenarnya merupakan jawaban sementara dari masalah yang diuji kebenarannya. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel.


(5)

Universitas Sumatera Utara Operasionalisasi konsep yang diukur dalam penelitian ini adalah peran orang tua dan media literasi yang dapat diperoleh dari sebagai berikut (Marhaeni, 2009 : 84):

a. Suatu Keterbukaan, yaitu suatu keadaan di mana orang tua mengetahui informasi tentang hal-hal yang disukai maupun tidak disukai oleh si anak melalui proses komunikasi yang dilakukannya, termasuk tayangan terfavorit atau yang sama sekali tidak disukai, terlepas dari nilai yang tekandung dalam tayangan tersebut.

b. Empati, yang merupakan suatu keadaan di mana orang tua mampu memposisikan dirinya sama seperti apa yang sedang dirasakan oleh anaknya, termasuk di dalamnya tentang pemahaman terhadap kebutuhan yang seharusnya atau tidak seharusnya dipenuhi.

c. Dukungan, yaitu suatu keadaan di mana orang tua mendorong anak menuju ke arah yang lebih positif, dalam berbagai hal, termasuk di dalamnya tentang tayangan-tayangan yang baik bagi perkembangannya. d. Rasa positif yang berarti kemampuan orang tua dalam menyalurkan

pemahamannya tentang suatu tayangan secara positif sehingga membangkitkan tanggapan yang juga positif dari anak.

e. Kesamaan, yaitu suatu keadaan di mana orang tua dan anak memiliki pandangan sama tentang suatu hal, dalam hal ini orang tua memiliki peranan dalam menyamakan pandangan tersebut.

Berdasarkan komunikasi yang efektif yang telah dipaparkan, sejumlah langkah konkret untuk mencegah dan mengatasi berbagai kemungkinan dampak yang tidak diinginkan akibat konsumsi media berlebih yang dilakukan oleh anak. Langkah-langkah yang dimaksud dapat ditempuh melalui penataan kebijakan mengenai anak dan televisi, pengisian program televisi dengan acara-acara yang dapat dipertanggung jawabkan kemanfaatannya bagi pertumbuhan anak yang sehat secara fisik dan mental.

Selain itu harus ada pembekalan bagi anak dengan keterampilan menonton televisi secara benar, yang belakangan ini dapat dimulai dengan membekali para orang tua agar mereka dapat membimbing anaknya menjadi penonton televisi yang kritis, selektif, dan memahami isi pesan dengan tepat


(6)

Universitas Sumatera Utara


Dokumen yang terkait

Peran Orang Tua Dalam Membatasi Tayangan Televisi Bagi Anak di Perguruan TK Permata Bangsa Binjai Barat (Studi Kasus Terhadap Wacana Di Hapusnya Beberapa Tayangan Kartun Di Indonesia)

0 72 124

Peran Orang Tua Dalam Membatasi Tayangan Televisi Bagi Anak di Perguruan TK Permata Bangsa Binjai Barat (Studi Kasus Terhadap Wacana Di Hapusnya Beberapa Tayangan Kartun Di Indonesia)

1 22 124

Peran Orang Tua Dalam Membatasi Tayangan Televisi Bagi Anak di Perguruan TK Permata Bangsa Binjai Barat (Studi Kasus Terhadap Wacana Di Hapusnya Beberapa Tayangan Kartun Di Indonesia)

0 0 16

Peran Orang Tua Dalam Membatasi Tayangan Televisi Bagi Anak di Perguruan TK Permata Bangsa Binjai Barat (Studi Kasus Terhadap Wacana Di Hapusnya Beberapa Tayangan Kartun Di Indonesia)

0 0 2

Peran Orang Tua Dalam Membatasi Tayangan Televisi Bagi Anak di Perguruan TK Permata Bangsa Binjai Barat (Studi Kasus Terhadap Wacana Di Hapusnya Beberapa Tayangan Kartun Di Indonesia)

0 0 6

Peran Orang Tua Dalam Membatasi Tayangan Televisi Bagi Anak di Perguruan TK Permata Bangsa Binjai Barat (Studi Kasus Terhadap Wacana Di Hapusnya Beberapa Tayangan Kartun Di Indonesia)

0 0 2

Peran Orang Tua Dalam Membatasi Tayangan Televisi Bagi Anak di Perguruan TK Permata Bangsa Binjai Barat (Studi Kasus Terhadap Wacana Di Hapusnya Beberapa Tayangan Kartun Di Indonesia)

0 0 20

PERAN ORANG TUA DALAM MEMBATASI TAYANGAN TELEVISI BAGI ANAK DI PERGURUAN TK PERMATA BANGSA BINJAI BARAT (Studi Kasus terhadap Wacana di Hapusnya Beberapa Tayangan Kartun di Indonesia)

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah - Peran Orang Tua Dalam Membatasi Tayangan Televisi Bagi Anak di Perguruan TK Permata Bangsa Binjai Barat (Studi Kasus Terhadap Wacana Di Hapusnya Beberapa Tayangan Kartun Di Indonesia)

0 0 6

PERAN ORANG TUA DALAM MEMBATASI TAYANGAN TELEVISI BAGI ANAK DI PERGURUAN TK PERMATA BANGSA BINJAI BARAT (Studi Kasus terhadap Wacana di Hapusnya Beberapa Tayangan Kartun di Indonesia)

0 0 16