Persepsi Dan Pengan Perempuan Karo Yang Ditinggal Mati Suami Terhadap Harta Warisan (Studi kasus masyarakat Karo di Desa Penen Kec.Biru-biru)
Abstrak
Dalam hal kebudayaan, masyarakat Karo masih memegang teguh adat istiadatnya
meskipun mereka bertempat tinggal di perantauan. Mereka tetap menunjukkan eksistensi
mereka sebagai orang Karo, salah satunya yaitu dengan menempatkan merga sesudah
nama diri. Hubungan kekerabatan pada masyarakat Karo berdasarkan merga, namun dua
hal penting yang mempengaruhi hubungan kekeluargaan itu, yaitu kelahiran dan
perkawinan. Kedua hubungan tersebut akan menimbulkan hubungan darah, karena
hubungan darah itulah dapat diketahui jauh dekatnya hubungan kekerabatan dalam
masyarakat itu sendiri.
Masyarakat karo menganut sistem patrilinial. Yaitu dengan menempatkan
keturunan mengikuti garis keturunan dari laki-laki. Hal ini menyebabkan adanya
ketimpangan antara derajat perempuan dan laki-laki dimana laki-laki dianggap lebih
berkuasa dan lebih berharga daripada perempuan. Akhirnya wanita di dominasi oleh lakilaki.
Mengenai warisan, kebudayaan masyarakat Karo menempatkan laki-laki
sebagai pewaris utama, sedangkan anak perempuan tidak dianggap berhak untuk
mendapatkan warisan. Janda wanita Karo sendiri, tidak dianggap sebagai ahli waris,
tetapi mendapat hak untuk menikmati warisan dari suaminya.
Yang menjadi rumusan masalah penelitian ini adalah :
Bagaimana persepsi dan pengalaman wanita Karo yang ditinggal mati suaminya dalam
pembagian warisan, adat istiadat Karo di Desa Penen Biru-biru. Bagaimana persepsi
tokoh masyarakat, tokoh adat dan masyarakat formal terhadap wanita Karo yang
ditinggal mati suaminya dalam pembagian warisan di Desa Penen Biru-biru.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa banyak ketimpangan yang dialami
informan jika kita meninjau dari kaca mata gender, informan seluruhnya mengalami
subordinasi, sebagian kecil mengalami marginalisasi secara ekonomi dari segi pembagian
harta warisan, tetapi sebagian besar mengalami marginalisasi dari segi pendidikan.
Sebagian kecil mengalami kekerasan dalam rumah tangga, dengan anggapan informan
bahwa pertengkaran dan berujung kekerasan fisik maupun non fisik adalah hal biasa
dalam bahtera rumah tangga. Sebagian besar informan mengalami burden, tetapi tidak
satupun informan mendapatkan stereotype yang negatif dari lingkungan sosialnya. Hasil
tersebut tidak lain merupakan buah dari sistem patriarki, sehingga menempatkan
perempuan berada di posisi yang dirugikan.
Kurangnya kesadaran informan terhadap bias gender disebabkan karena sebagian
besar informan bahkan tidak pernah mendengar kata gender, sehingga mereka tidak
menyadari kerugian yang telah mereka alami. Mereka hanya menjalankan kewajibannya
sebagai anak, ibu dan sebagai janda yang akan memberikan hak kepada anak laki-lakinya
untuk memutuskan perkara harta warisan dalam rapat keluarga. Tentu saja semua ini
dilakukannya tidak lain dari hasil sosialisasi yang ia dapatkan dari lingkungan sekitarnya
dan dari aturan adat yang mendukungnya.
viii
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal kebudayaan, masyarakat Karo masih memegang teguh adat istiadatnya
meskipun mereka bertempat tinggal di perantauan. Mereka tetap menunjukkan eksistensi
mereka sebagai orang Karo, salah satunya yaitu dengan menempatkan merga sesudah
nama diri. Hubungan kekerabatan pada masyarakat Karo berdasarkan merga, namun dua
hal penting yang mempengaruhi hubungan kekeluargaan itu, yaitu kelahiran dan
perkawinan. Kedua hubungan tersebut akan menimbulkan hubungan darah, karena
hubungan darah itulah dapat diketahui jauh dekatnya hubungan kekerabatan dalam
masyarakat itu sendiri.
Masyarakat karo menganut sistem patrilinial. Yaitu dengan menempatkan
keturunan mengikuti garis keturunan dari laki-laki. Hal ini menyebabkan adanya
ketimpangan antara derajat perempuan dan laki-laki dimana laki-laki dianggap lebih
berkuasa dan lebih berharga daripada perempuan. Akhirnya wanita di dominasi oleh lakilaki.
Mengenai warisan, kebudayaan masyarakat Karo menempatkan laki-laki
sebagai pewaris utama, sedangkan anak perempuan tidak dianggap berhak untuk
mendapatkan warisan. Janda wanita Karo sendiri, tidak dianggap sebagai ahli waris,
tetapi mendapat hak untuk menikmati warisan dari suaminya.
Yang menjadi rumusan masalah penelitian ini adalah :
Bagaimana persepsi dan pengalaman wanita Karo yang ditinggal mati suaminya dalam
pembagian warisan, adat istiadat Karo di Desa Penen Biru-biru. Bagaimana persepsi
tokoh masyarakat, tokoh adat dan masyarakat formal terhadap wanita Karo yang
ditinggal mati suaminya dalam pembagian warisan di Desa Penen Biru-biru.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa banyak ketimpangan yang dialami
informan jika kita meninjau dari kaca mata gender, informan seluruhnya mengalami
subordinasi, sebagian kecil mengalami marginalisasi secara ekonomi dari segi pembagian
harta warisan, tetapi sebagian besar mengalami marginalisasi dari segi pendidikan.
Sebagian kecil mengalami kekerasan dalam rumah tangga, dengan anggapan informan
bahwa pertengkaran dan berujung kekerasan fisik maupun non fisik adalah hal biasa
dalam bahtera rumah tangga. Sebagian besar informan mengalami burden, tetapi tidak
satupun informan mendapatkan stereotype yang negatif dari lingkungan sosialnya. Hasil
tersebut tidak lain merupakan buah dari sistem patriarki, sehingga menempatkan
perempuan berada di posisi yang dirugikan.
Kurangnya kesadaran informan terhadap bias gender disebabkan karena sebagian
besar informan bahkan tidak pernah mendengar kata gender, sehingga mereka tidak
menyadari kerugian yang telah mereka alami. Mereka hanya menjalankan kewajibannya
sebagai anak, ibu dan sebagai janda yang akan memberikan hak kepada anak laki-lakinya
untuk memutuskan perkara harta warisan dalam rapat keluarga. Tentu saja semua ini
dilakukannya tidak lain dari hasil sosialisasi yang ia dapatkan dari lingkungan sekitarnya
dan dari aturan adat yang mendukungnya.
viii
Universitas Sumatera Utara