Persepsi Dan Pengalaman Perempuan Karo Yang Ditinggal Mati Suami Terhadap Harta Warisan (Studi kasus masyarakat Karo di Desa Penen Kec.Biru-biru)

(1)

Nama : Siska Ferianita. Sembiring Nim : 020901051

Judul : Persepsi dan pengalaman wanita Karo yang ditinggal mati suami terhadap harta warisan

( Studi kasus masyarakat Karo di Desa Penen kec.Biru-biru )

Daftar interview guide untuk :

A. Informan kunci

Wanita Karo yang ditinggal mati suami I. Profil informan:

Nama :

Umur :

Tempat/tanggal lahir : Tempat tinggal :

Pekerjaan :

Agama :

Pendidikan terakhir :

Status :

1. Sudah berapa lamakah usia pernikahan Ibu?

__________________________________________________________________ 2. Sudah berapa lamakah Ibu menjanda?

__________________________________________________________________ 3. Ibu menikah, sebagai istri yang ke berapa?

__________________________________________________________________ 4. Berapa jumlah anak laki-laki dan perempuan Ibu?


(2)

5. Apakah anak Ibu sudah ada yang menikah?

__________________________________________________________________ 6. Bagaimanakah perlakuan keluarga mendiang suami terhadap Ibu dan anak-anak?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 7. Bagaimanakah cara Ibu untuk bertahan hidup sehari-hari?

__________________________________________________________________ 8. Apakah Ibu berencana untuk menikah lagi?

__________________________________________________________________

II. Persepsi janda terhadap warisan dan kondisinya

1. Apakah yang Ibu ketahui tentang hak waris janda secara adat Karo?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 2. Apa pendapat Ibu terhadap hal tersebut?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 3. Menurut pandangan Ibu bagaimanakah seharusnya seorang janda diperlakukan di

dalam adat Karo?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 4. Apakah Ibu sudah mendapat warisan dari mendiang suami?

__________________________________________________________________ 5. Dalam bentuk apa sajakah itu (rumah, barang perhiasan, tanah, uang, dsbgnya)?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________


(3)

6. Bagaimanakah proses pembagian warisannya?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 7. Siapa saja yang ikut bertanggung jawab terhadap pembagian warisan tersebut?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 8. Bagaimana peran rakut si telu dalam pembagian harta tersebut?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 9. Siapa saja yang menjadi hak waris dari warisan tersebut?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 10. Apakah Ibu setuju dengan pembagian warisan yang Ibu terima, apa alasannya?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 11. Apakah Ibu setuju jikalau janda dan anak perempuan mendapatkan warisan?

Bagaimana pendapat Ibu?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 12. Apakah Ibu merasa diperhatikan oleh keluarga mendiang suami?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________


(4)

13. Berapa jumlah bagian pada anak perempuan yang adil menurut anda dalam

pembagian harta warisan? __________________________________________________________________

14. Apakah anda tahu Mahkamah Agung No. 100 K/Sip/1967, tanggal 14 juni 1968

tentang janda dinyatakan sebagai ahli waris? __________________________________________________________________

__________________________________________________________________ 15. Apakah ada perubahan dalam pembagian harta warisan?

__________________________________________________________________ 16. Bagaimana perubahan dalam pembagian warisan tersebut?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 17. Mengapa terjadi pergeseran atau perubahan dalam pembagian warisan?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 18. Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadi perubahan pembagian tersebut?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 19. Apa-apa saja yang berubah dalam pembagian harta warisan?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 20. Dengan adanya perubahan dalam pembagian warisan ini, apakah tidak

berpengaruh pada sistem persudaraan dan sistem adat-budaya Karo? Bagaimana? __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________


(5)

III. Issue gender dalam warisan menurut persepsi wanita Karo

1. Apakah Ibu pernah mendengar kata gender, atau isu gender? __________________________________________________________________ 2. Apakah Ibu pernah mengalami marginalisasi (kemiskinan ekonomi akibat

gender)?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 3. Apakah stereotype (pelabelan) masyarakat Karo kepada seorang janda?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 4. Apakah seorang janda dalam masyarakat Karo, mengalami subordinasi di dalam

adatnya? Coba jelaskan fenomena yang ada. __________________________________________________________________

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 5. Adakah seorang janda dalam masyarakat Karo tersebut mengalami kekerasan

dalam rumahtangga, yang dilakukan oleh orang terdekat, baik itu dari keluarga

mendiang suami? __________________________________________________________________

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 6. Adakah seorang janda dalam masyarakat Karo tersebut mengalami beban ganda

(burden)?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________


(6)

Nama : Siska Ferianita. Sembiring Nim : 020901051

Judul : Persepsi dan pengalaman wanita Karo yang ditinggal mati suami terhadap harta warisan

(Studi kasus masyarakat Karo di Desa Penen kec.Biru-biru)

Profil informan:

Nama :

Umur :

Tempat/tanggal lahir : Tempat tinggal :

Pekerjaan :

Agama :

Pendidikan terakhir :

Status :

Daftar interview guide untuk :

B. Informan biasa

Masyarakat Karo yang tinggal di Desa Penen

1. Apakah yang anda ketahui tentang hak waris janda secara adat Karo?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 2. Apa pendapat anda terhadap hal tersebut?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________


(7)

3. Menurut pandangan anda bagaimanakah seharusnya seorang janda diperlakukan di dalam adat Karo?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 4. Apakah anda tahu keputusan Mahkamah Agung No. 100 K/Sip/1967, tanggal 14

juni 1968 tentang janda dinyatakan sebagai ahli waris?

__________________________________________________________________ _________________________________________________________________ 5. Bagaimana pendapat anda terhadap hal tersebut?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 6. Apakah ada perbedaan pembagian warisan sebelum adanya keputusan Mahkamah

Agung No. 100 K/Sip/1967, tanggal 14 juni 1968 tentang janda dinyatakan sebagai ahli waris?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 7. Mengapa terjadi perubahan dalam pembagian warisan?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 8. Apakah ada perubahan dalam pembagian harta warisan?

__________________________________________________________________ 9. Bagaimana perubahan dalam pembagian warisan tersebut?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________


(8)

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 10. Mengapa terjadi pergeseran atau perubahan dalam pembagian warisan?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 11. Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadi perubahan pembagian tersebut?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 12. Apa-apa saja yang berubah dalam pembagian harta warisan?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 13. Dengan adanya perubahan dalam pembagian warisan ini, apakah tidak

berpengaruh pada sistem persudaraan dan sistem adat-budaya Karo? Bagaimana? __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________


(9)

III. Issue gender dalam warisan menurust persepsi wanita Karo

1. Apakah anda pernah mendengar kata gender, atau isu gender? __________________________________________________________________ 2. Apakah wanita karo yang ditinggal mati suami (janda) pernah mengalami

marginalisasi (kemiskinan ekonomi akibat gender)? __________________________________________________________________

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 3. Apakah stereotype (pelabelan) masyarakat Karo kepada seorang janda?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 4. Apakah seorang janda dalam masyarakat Karo, mengalami subordinasi di dalam

adatnya, coba jelaskan fenomena yang ada. __________________________________________________________________

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 5. Adakah janda Karo tersebut mengalami kekerasan dalam rumahtangga, yang

dilakukan oleh orang terdekat, baik itu dari keluarga mendiang suami? __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ 6. Adakah janda wanita Karo tersebut mengalami beban ganda (burden)?

__________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________


(10)

No Nama informan Mengalami burden ya/tidak

Beban kerja yang dialami

1. M.Br Barus Ya - pergi ke ladang

untuk mengurus cokelat

- mengurus pekerjaan rumah tangga, memasak, membersihkan rumah.

- Mengurus anak-anak

2. K.Br.Ginting Ya - pergi ke ladang

cokelat

- mengurus rumah tangga

- mengurus anak-anak - mengurus suami

yang semasa hidup sering sakit-sakitan 3. R.Br Tarigan Ya - pergi ke ladang

cokelat

- mengurus anak-anak - mengurus pekerjaan

rumah tangga 4. Ru.Br Tarigan Ya - pergi ke ladang

- mengurus rumah tangga

5. M Br.Tarigan Ya - pergi ke ladang

- mengurus pekerjaan rumah tangga

6. M.Br Keliat Ya - pergi ke ladang

- mengurus pekerjaan rumah tangga 7. P.Br Barus Tidak - 8. Rk.Br Barus Tidak -

9. D.I Br Sitepu Ya - pergi ke ladang - mengurus pekerjaan

rumah tangga 10. Rk.Br Tarigan Tidak - Table pengalaman informan terhadap burden atau beban kerja


(11)

Table pengalaman informan terhadap subordinasi No Nama informan Mengalami

subordinasi ya/tidak

Subordinasi yang dialami

1. M Br Barus Ya - Anak laki-laki mendapat warisan lebih banyak dari anak perempuan

- Anak laki-laki punya kuasa untuk membagi warisan, sedangkan anak perempuan tidak

2. K.Br Ginting Ya Kalau ada runggu di acara adat atau pesta, lebih di dengarkan pendapat dari laki-laki, daripada pendapat perempuan.

3. R.Br Tarigan Ya Warisan dibagi oleh saudara yang laki-laki, sehingga informan tidak mendapatkan warisan.

4. Ru Br.tarigan Ya Sewaktu diadakan runggu dalam acara adat, yang diharap untuk berkumpul adalah yang laki-laki saja.

5. M Br.Tarigan Ya - Harta warisan yang

membagikan adalah saudara laki-laki.

- Dalam pesta adat, yang ikut runggu adalah laki-laki. -

6. M Br.Keliat Ya Warisan diberikan lebih banyak kepada yang saudara laki-laki.

7. P Br.Barus Ya -

8. R.Br Barus Ya Jikalau dalam keluarga dan adat ada masalah, pendapat laki-laki lah yang lebih di dengarkan.


(12)

9. D.I Br.Sitepu Ya Anak laki-laki lebih tinggi derajatnya dari anak perempuan. keluarga dirasakan belum lengkap kalau belum ada anak laki-laki. 10 Rk Br.Tarigan Ya Di dalam adat Karo, anak laki-laki

saja yang mendapatkan warisan dan dalam adapt Karo juga, laki-laki yang mengambil keputusan.


(13)

Table pengalan informan terhadap marginalisasi

No Mengalami

marginalisasi ya/tidak

Alasan informan

1. M Br Barus Tidak karena saya mendapat warisan dari suami.

2. K.Br Ginting Tidak Karena semasa hidup dengan suami, saya yang memegang uang dalam rumah tangga, sesuai dengan kesepakatan suami istri, dan sebagai janda saya juga mendapatkan warisan. 3. R.Br Tarigan Ya Semasa hidup, saya memang diberikan

nafkaf oleh suami, tetapi saya tidak mendapatkan warisan, saya sebagai anak, dan ketika saya menjadi janda. 4. Ru Br.tarigan Tidak Karena dalam rumah tangga, saya

dipercaya untuk memegang uang dalam rumah tangga, dan saya juga mendapatkan warisan.

5. M Br.Tarigan Tidak Karena saya dapat uang belanja sewaktu suami masih hidup, dan saya juga mendapat warisan.

6. M Br.Keliat Tidak Meskipun saya tidak mendapat warisan sebagai anak, tetapi hal tersebut dikarenakan warisan dari orangtua saya tidak banyak.

7. P Br.Barus Tidak Karena saya mendapatkan warisan dari suami saya.

8. R.Br Barus Tidak Karena sebagai janda, saya mendapatkan warisan.

9. D.I Br.Sitepu Tidak Karena suami beri uang belanja kepada saya selagi masih hidup, dan sebagai istri saya juga mendapat warisan.

10 Rk Br.Tarigan Tidak Karena semasa hidup, suami beri uang juga dan saya juga mendapat warisan.


(14)

Table persepsi informan terhadap harta warisan No Nama

informan Jumlah anak laki-laki dan perempuan Anak perempuan mendapat warisan setuju/tidak setuju

Jumlah warisan yang dibagi

Proses pembagian

warisan

1. M.Br Barus 3 laki-laki 2perempuan

setuju Lebih banyak untuk anak laki-laki

Hasil rapat keluarga, yang akan diputuskan oleh anak laki-laki

2. K.Br.Ginting 4 laki-laki 1 perempuan

Setuju Sama banyak dengan anak perempuan

Melalui rapat keluarga

3. R.Br Tarigan 1 perempuan Setuju Laki-laki mendapat lebih banyak

Keputusan dari anak laki-laki 4. Ru.Br Tarigan 4 laki-laki

2 perempuan

Setuju Akan dibagikan 2:1 untuk anak laki-laki lebih besar

Melalui rapat keluarga

5. M Br.Tarigan 1 laki-laki 3 perempuan

Setuju -Rumah untuk anak laki-laki, -tanah seluas 1,5ha untuk anak lakilaki, -tanah seluas 0,5ha untuk anak perempuan, dibagi lagi

Melalui rapat keluarga

6. M.Br Keliat 3 perempuan Setuju Sama banyaknya Melalui rapat keluarga

7. P.Br Barus - setuju Sama banyaknya Melalui rapat keluarga

8. Rk.Br Barus 3 laki-laki setuju Sama banyaknya Melalui rapat keluarga

9. D.I Br Sitepu 1 laki-laki 3 perempuan

setuju Lebih besar untuk anak laki-laki

Hasil keputusan anak laki-laki 10. Rk.Br Tarigan 2 laki-laki

2 perempuan

setuju 1 rumah untuk anak laki-laki yang paling muda, ladang untuk anak laki-laki tertua, ladang yang lain untuk anak perempuan dibagi dua

Melalui rapat keluarga


(15)

Table pengalaman informan terhadap hak waris janda No Nama informan Mendapat

warisan ya/tidak

Bentuk warisan Proses pembagian

1. M.Br Barus Ya Tanah Melalui rapat

rakut sitelu

2. K.Br.Ginting Ya - sawah

- tanah - ladang

Hanya hasil musyawarah keluarga, karena sebelum meninggal, sudah dibicarakan masalah warisan.

3. R.Br Tarigan Tidak - Tidak

berdasarkan hasil rapat, karena keluarga suami tidak memeperhatikan lagi.

4. Ru.Br Tarigan Ya - sawah

- ladang - rumah - uang

Tanpa ada rapat keluarga, tetapi secara otomatis berpindah ke tangan istri.

5. M Br.Tarigan Ya - uang

- tanah

Hasil rapat keluarga suami dan keluarga istri. 6. M.Br Keliat Ya Uang Rp.600.000 Hasil rapat dari

keluarga suami dan keluarga istri.

7. P.Br Barus Ya - sawah

- ladang

Hasil rapat keluarga suami dan keluarga istri.

8. Rk.Br Barus Ya - uang

- ladang

Hasil rapat keluarga suami dan keluarga istri.


(16)

9. D.I Br Sitepu Ya - rumah

- ladang cokelat

Hasil rapat keluarga suami dan keluarga istri.

10. Rk.Br Tarigan Ya - uang

- tanah

Hasil rapat keluarga suami dan keluarga istri.


(17)

Table pengalaman informan terhadap perilaku kekerasan dalam rumah tangga No Nama informan Mengalami

KDRT ya/tidak

Bentuk kekerasan yang dialami

1. M.Br Barus Ya - dipukul suami

- dijambak suami

- disakiti hatinya karena suami masih mau pacaran lagi

2. K.Br.Ginting Tidak -

3. R.Br Tarigan Tidak -

4. Ru.Br Tarigan Tidak -

5. M Br.Tarigan Ya - dikasari suami dengan

perkataan apabila bertengkar - dipukul suami

6. M.Br Keliat Tidak -

7. P.Br Barus Tidak -

8. Rk.Br Barus Tidak -

9. D.I Br Sitepu Tidak -

10. Rk.Br Tarigan Ya - dikasari suami dengan

perkataan apabila bertengkar - dipukul suami

No Nama informan

marginalisasi stereotype subordinat KDRT burden

1. M.Br Barus - - Ya Ya Ya

2. K.Br.Ginting - - Ya - Ya

3. R.Br Tarigan Ya - Ya - Ya

4. Ru.Br Tarigan - - Ya - Ya

5. M Br.Tarigan - - Ya Ya Ya

6. M.Br Keliat - - Ya - Ya

7. P.Br Barus - - Ya - -

8. Rk.Br Barus - - Ya - -

9. D.I Br Sitepu - - Ya - Ya


(18)

DAFTAR PUSTAKA

Anasse Malo & Sri Trianingsih MA. Metode Penelitian Masyarakat, Pusat Antar Universitas Ilmu Ilmu Sosial Universitas Indonesia

A.Nunuk P.Murniati Getar Gender (Perempuan Dalam Perspektif Agama, Budaya dan Keluarga), Indonesiatera, Magelang 2004.

Bangun, Teridah. Adat, dan upacara perkawinan Masyarakat Batak Karo, Kesain Blanc, Jakarta, 1986.

Bhasin Kamla, Memahami Gender, Teplok Press, Jakarta, Desember 2001.

Darwin Muhadjir Tukiran, Menggugat Budaya Patriarki, Pusat Penelitian Kependudukan UGM, Yogyakarta, 2001.

Daulay Harmona, Perempuan Dalam Kemelut Gender, USU Press, Medan 2007.

DR.Fakih Mansour, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2004.

Etnovisi, Jurnal Antropologi Sosial Budaya Edisi 01,tahun I,Juni 2005 ISSN: 0216- 843x

Etnovisi, Jurnal Antropologi Sosial Budaya, Vol 01, No.2, Oktober 2005 ISSN : 0216-843x

Fakih Mansour, Gender dan Pembangunan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2002. Fakih Mansour, Runtuhnya Teori Pembagunan dan Globalisasi, Pustaka Pelajar,

Yogyakarta 2002.

Gandhi Mahatma, Kaum Perempuan dan Ketidakadilan Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2002.

Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, , PT Citra Aditya Bakti, Bandung 1955. Hadikusuma, Hukum Waris Adat, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993.

Immanuel, Imanta, Kedudukan perempuan Batak Karo dalam memperoleh harta warisan setelah penetapan keputusan MA No.179/K/Sip 1961, Skripsi, Unpublised Sarjana FISIP Universitas Sumatera Utara, Medan, 1999.


(19)

Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial, Vol II No.3, Maret 2003 ISSN 1412-6451. Limbong Yulianus,Ssn, Orat Tutur Karo, Ulih Saber, Medan 1995.

Marhijanto,Bambang,Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Populer, Penerbit Bintang Timur Surabaya, 1995.

Moleong,Lexy J.Dr, metode Penelitian Kualitatif, Penerbit PT Remaja Rosdakarya, Bandung,1994.

Ollenburger C.Jane dan Helen A.Mooro, Sosiologi wanita, Rineka cipta, 1996, Jakarta..

Putro,Beruahma, Sejarah Karo dari Zaman ke zaman, Penerbit Ulih Saber, Medan. Sunarto, Kamanto, Pengantar Sosiologi, edisi kedua, Universitas Indonesia,

Jakarta, 2000.

Tobing.L.Roida, Pergeseran Kedudukan Wanita dalam Pemberian Harta Warisan, Skripsi Unpublised, Universitas Sumatera Utara Medan,1996.

William, J. Goode, Sosiologi Keluarga, Bumiaksara, Jakarta, 1981. WWW.TanahKaro.com diakses tanggal 20 mei 2007, pukul 21.04 Wib.


(20)

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin.2000. Sosiologi Suatu Pengenalan Awal. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Chaer, Abdul. !994. Linguistik secara Umum. Jakarta : Rineka Cipta.

________.2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta : Rieneka Cipta.

Cohen Abner,1985.Pengantar Kepermasalahan Etnisi ras,dalam abstraksi tulisan konflik dan persesuaian antar etnis,Pelly(ed).Jakarta.

Depdikbud.1984 buku bimbingan dan konseling,direktorat pendidikan dan kebudayaan Shadily, Hassan. 1993. Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia. Jakarta : Bina Aksara Koenjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta,

Mansyurdin,1994. Sosiologi Suatu pengenalan Awal.Kelompok. Studi Hukum dan Masyarakat. Fakultas Hukum USU.

Maleong,Lexy.2002. Metode penelitian kualitatif.Bandung:PT Remaja

Mar’rat .1981.Sikap Manusia Pembela serta pengukurannya. Bandung;Ghalie Indonesia Muljana, Slamet. 1955. Asal Bangsa Dan Bahasa Nusantara. Jakarta : Arikha Media

Cipta.

Nasution, 1982. Metode Research. Jemmars, Bandung

Naim, Mochtar. 1984. Merantau Pola Migrasi Suku MinangKabau. Jakarta : UGM Press. Sibarani, Robert. 2004. Antropologilinguistik. Medan : Poda.

Slametmuljana.1995.Asal Bangsa dan Bahasa Nusantara.Jakarta. Arikha media Cipta. Suharso.1997.Migrasi dan Urbanisasi. dalam Bunga Rampai Masalah Kependudukan.

Suhardi (ed). Jakarta Mutiara.

Soekanto Soerjono, 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.

Soekanto, Soerjono, 1999. Kamus Sosiologi. Jakarta : Rajawali Pers.


(21)

Internet;

Walton, Ernest 2007.sejarah batak. http:// parapat O, tripod.com/sejaraah.html

Purba, Mansen.2005. Perdiha-dihaon Pakon Partuturon.

http;// Mansen Purba.com/2005?10/ Paediha-dihaon-partuturan html.

Sihombing, Elbert. 2005, nilai budaya habatakon http://01.blogspot.com// batak toba.html.

http/www.karoweb.co.id/page 131

Lumbangaol, jonathan, Hotman. 2008. Dalihan Natolu dan Budaya kerja


(22)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian menyangkut cara pola tehnik yang digunakan dalam mengadakan penelitian, sehingga sampai pada tujuan dan sasaran penelitian yang dilakukan. Metode penelitian yang dipakai adalah model analisa deskriptif. Hal ini dimaksudkan untuk dapat memahami permasalahan atau yang diteliti sehingga diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih mendalam tentang gejala-gejala dan fenomena yang diteliti dan diharapkan diperoleh data sesuai dengan yang diperlukan.

3.1. Lokasi Penelitian

Adapun yang menjadi lokasi penelitian ini adalah Desa Penen, Kecamatan Biru-biru, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara. Yang menjadi alasan pemilihan lokasi ini adalah :

- Peneliti melihat bahwa di daerah ini ada hal-hal yang tidak biasa dialami oleh masyarakat banyak tentang hak waris wanita yang ditinggal mati suaminya.

- Peneliti merasa dapat memasuki Suku Karo yang menetap di daerah tersebut karena satu etnis dengan informan sehingga diharapkan peneliti dapat memperoleh informasi yang sesuai dengan permasalahan penelitian.


(23)

Untuk mencapai hasil yang diinginkan dalam sebuah metode penelitian maka diperlukan suatu metode penelitian yang dapat menjawab permasalahan yang akan diteliti. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Esensi studi kasus, adalah mencoba menjelaskan tentang masyarakat Karo khususnya pembagian warisan terhadap wanita yang ditinggal mati suaminya. Dengan itu studi kasus adalah menyelidiki fenomena dalam konteks kehidupan, bermasyarakat dengan melihat fenomena dan konteks kultur yang ada dengan ditopang oleh beberapa sumber yang bermanfaat terhadap penelitian ini.

Hasil pengamatan dituangkan dalam sebuah catatan lapangan yang nantinya merupakan sumber data. Studi kasus adalah tipe penelitian yang penelaahannya terhadap suatu kasus dilakukan secara mendalam, mendetail, dan konphrehensif (Faisal, 1995; 22).

3.3. Unit Analisa Data

Adapun yang menjadi unit analisa data dalam penelitian ini adalah masyarakat Karo di Desa Penen. Informan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yakni informan kunci dan informan biasa. Dimana yang menjadi informan kunci adalah : Wanita Karo yang ditinggal mati suami (janda).

Sedangkan yang menjadi informan biasa terdiri dari 1. Pemuka (pengetua) adat Karo. 2. Kepala Desa Penen Biru-biru

3. Masyarakat Karo yang sudah berkeluarga yang tinggal di Desa Penen selama minimal 10 tahun.


(24)

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah : 1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber data pertama yang diperoleh di lokasi penelitian atau objek penelitian. Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data primer adalah dengan cara :

- Observasi langsung adalah pengamatan yang dilakukan secara langsung pada objek yang diobservasi, dalam arti bahwa pangamatan tidak menggunakan “media-media transparan” (Burngin, Burhan 2001 : 143). Yang dimaksud dalam hal ini bahwa peneliti secara langsung melihat atau mengamati apa yang terjadi pada objek penelitian.

- Wawancara mendalam (depth interview) yaitu dengan menggunakan daftar pertanyaan (interview guide) kepada informan yang telah ditentukan. Wawancara mendalam, yaitu peneliti melakukan komunikasi secara langsung dengan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan kepada informan.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber data kedua atau sumber-sumber dari data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, dan


(25)

untuk tahap yang mendukung data penelitian ini. Data sekunder diperoleh dengan cara studi kepustakaan, peneliti mendapat suatu landasan teori yang kuat untuk mendukung panulisan ini dari berbagai literature seperti buku-buku serta dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.5. Teknik Analisa Data

Analisa data adalah proses pengorganisasian dan mengurutkan data ke dalam pola kategori dan satuan uraian, sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dianalisa selanjutnya (Maleong, 1993: 103). Analisa data ditandai dengan pengolahan dan penafsiran data yang diperoleh dari setiap informasi baik secara pengamatan, wawancara ataupun catatan-catatan lapangan, dipelajari dan ditelaah kemudian tahap selanjutnya adalah mereduksi data yaitu melalui pembuatan abstraksi yang merupakan usaha membuat rangkuman inti. Langkah selanjutnya adalah mengadakan pemeriksaan keabsahan data, setelah itu dilanjutkan dengan pengolahan atau analisa dan penulisan laporan hasil penelitian.

3.6 Jadwal Penelitian

Tabel 1.


(26)

Kegiatan Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 Pra Penelitian:

- Penyusunan Proposal

- Perbaikan Proposal X

Persiapan:

- Pengurusan Izin X

- Persiapan Instrumen Penelitian X

Penelitian:

- Observasi X X X X X X

- Wawancara X X X X X

Pasca Penelitian:

- Analisis Data X X X

- Penyusunan Laporan X X X

3.7. Keterbatasan penelitian

Keterbatasan dalam penelitian disebabkan oleh terbatasnya kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh peneliti untuk melakukan kegiatan penelitian


(27)

ilmiah. Yang menjadi keterbatasan peneliti semasa melaksanakan penelitian, yaitu salah satunya masalah bahasa. Karena informan adalah mayoritas sudah lanjut usia, jadi mereka tidak begitu mengerti bahasa Indonesia. Sehingga peneliti harus berkomunikasi dengan menggunakan Bahasa Daerah, yaitu bahasa Karo. Untuk mempermudah, peneliti juga membawa seorang ibu yang memang tinggal di Desa Penen untuk lebih mudah bersosialisasi. Keterbatasan peneliti juga dialami ketika mengajukan pertanyaan kepada informan, sering ditemukan mereka sulit memberikan jawaban, sehingga peneliti harus memberikan contoh jawaban yang sudah dijawab informan lain, kemudian mereka berfikir untuk memilih jawaban yang sama.

Sewaktu bertamu ke rumah informan, hal yang pertama kali dibicarakan adalah ertutur (mencaritahu silsilah keluarga yang dapat ditelusuri dari marga seseorang, kampung halaman dan kerabat yang ada sehingga diketahui bagaimana sistem kekerabatannya). Beruntung peneliti membawa seorang teman yang dahulu keluarga besar orangtuanya tinggal di Desa Penen ini, meskipun sekarang mereka sudah menetap di Medan. Sehingga ketika bertamu, dapat terjalin komunikasi yang lebih baik.

Keterbatasan peneliti yang lain adalah masalah waktu yang tepat untuk melakukan wawancara dengan informan. Dikarenakan informan berprofesi sebagai petani, dan kebanyakan petani cokelat, informan tidak bisa dijumpai sesuka hati. Informan dapat diwawancarai pada pagi dan siang hari karena pada pagi hari mereka mengurus rumah tangga, kemudian pergi ke ladang untuk mengupas dan mengambil biji cokelat. Siang harinya mereka kembali ke rumah


(28)

untuk menjemur cokelat dan ada sebagian yang menjual cokelat yang sudah kering.

Pada malam hari, sebagian masyarakat pada malam tertentu melakukan kegiatan ibadah, dan hanya pada malam hari adalah waktu mereka untuk bersantai sejenak sebelum tidur. Ditambah lagi cuaca di Desa Penen ketika dilakukan penelitian adalah musim hujan. Pada malam hari sering hujan deras, sehingga PLN setempat mengadakan pemadaman listrik sehingga tidak memungkinkan peneliti untuk melakukan wawancara ke rumah informan.

Namun meskipun terdapat berbagai keterbatasan, peneliti tetap berusaha semaksimal mungkin dalam mengumpulkan informasi dari informan, serta informasi yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan validitasnya.


(29)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN 4.1 Deskripsi Daerah Penelitian

4.1.1 Sejarah Desa Penen

Sebelum Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia Desa Penen didirikan oleh beberapa rumah tangga yang dipimpin oleh seorang kepala kampung. Dulunya penduduk desa ini mayoritas bermerga Barus.

Nama Penen sebenarnya berasal dari sebuah pohon kayu yang tumbuh rindang di loods Pekan Penen, kemudian oleh kepala kampung pada saat itu pohon kayu yang rindang tersebut dinamai Penen. Mulai dari proses itulah kemudian kampung tersebut dinamakan Desa Penen.

Pada tahun 1945, oleh kepala kampung pohon tersebut ditebang untuk pembangunan Loods Pekan Penen yang akan dijadikan sebgai tempat proses berbagai transaksi bagi masyarakat Desa Penen, dan setelah ditebang maka hingga saat ini pohon kayu tersebut sudah tidak ada lagi di daerah tersebut dan dari situlah hingga sekarang desa tersebut disebut Desa Penen.

Pada tahun 1990 Desa Penen mendapat penggabungan desa yitu Desa Kuta Tinggi dan desa yang digabung tersebut sekarang menjadi salah satu dari empat dusun yang ada di Desa Penen. Adapun keempat dusun tersebut adalah Dusun Penen, Air Panans, Kuta tinggi dan Namonggang.


(30)

4.1.2 Keadaan Fisik Letak dan Luas

Desa Penen adalah salah satu Desa dari tujuh belas (17) desa yang berada di Kecamatan Biru-biru. Desa ini terdiri dari empat Dusun yang terdiri dari Dusun Penen, Dusun Kuta Tinggi, Dusun Air Panas dan Dusun Namonggang. Daerah Desa Penen ini luasnya sekitar 400 Ha, dari total luas keseluruhan Kecamatan Biru-biru Kabupaten Deli Serdang.

Adapun jarak pemerintahan Desa Penen dengan :

a. Pusat pemerintahan Kecamatan berjarak sekitar 12 km. b. Ibu kota Kabupaten berjarak sekitar 63 km.

c. Ibu Kota profinsi berjarak 45 km.

Desa Penen secara Administratif memiliki batas-batas sebagai berikut ; - Sebelah utara berbatasan dengan Dusun Kuala Sabah Desa Kuala Dekah. - Sebelah selatan berbatasan dengan Dusun Pamah dan Desa Penungkiren - Sebelah barat berbatasan dengan Desa Mardinding Hulu dan Dusun Laja. - Sebelah timur berbatasan dengan Dusun Saulat Rakyat dan Desa Peria-ria.


(31)

4.1.3 Keadaan Non Fisik 4.1.3.1.Jumlah Penduduk

Di Desa Penen ini sebenarnya terdapat empat Dusun yakni, Dusun Penen, Dusun Kuta Tinggi, Dusun Air Panas dan Dusun Namonggang. Namun seiring dengan perguliran waktu menyebabkan lambat laun penduduk yang dahulunya berada di empat dusun tadi kini terpusat hanya di dua dusun yaitu dusun Penen dan Air Panas. Menurut data dari buku Monografi Desa Penen Tahun 2005, maka jumlah penduduk Desa Penen adalah sebanyak 902 jiwa, yang terdiri dari 250 rumah tangga.

4.1.3.2. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin.

Berdasarkan buku Monografi Desa Penen tahun 2005 dan juga informasi dari sekretaris desa serta buku kecamatan Biru-biru dalam angka dari 902 jiwa jumlah penduduk Desa Penen terdiri dari 431 jiwa adalah laki-laki dan 471 jiwa adalah perempuan.

4.1.3.3. Komposisi Penduduk Menurut Umur.

Untuk mengetahui tingkat perkembangan dan potensi suatu daerah dapat dilihat dari komposisi penduduknya menurut kelompok umur, karena memang berdasarkan komposisi penduduknya menurut kelompok umur kita dapat melihat dengan jelas jumlah usia penduduk yang tergolong produktif dan non produktif. Usia 16-59 tahun adalah usia yang tergolong masuk ke dalam usia yang produktif, karena memang pada usia seperti inilah manusia memiliki kemampuan yang maksimal, rasa tanggung jawab yang lebih dan kekuatan fisik yang siap.


(32)

Sedangkan usia 0-15 tahun masih dalam kategori non produktif sama dengan usia 60 tahun ke atas. Adapun penggolongan penduduk menurut umur di Desa Penen dapat dilihat pada matriks berikut ini :

Tabel 2.

Komposisi penduduk menurut umur

no kelompok umur jumlah jiwa persentase (%)

1 0-4 tahun 60 6,66

2 5-6 tahun 85 9,42

3 7-15 tahun 217 28,94

4 16-21 tahun 333 34,48

5 22-45 tahun 138 12,86

6 46-59 tahun 42 4,65

7 > 60 tahun 27 2,99

jumlah 902 100

Sumber : Data Monografi Desa penen,2005.

4.1.3.4. Komposisi Penduduk Menurut Agama.

Dilihat dari segi agama maka di Desa Penen terdapat penduduk yang memeluk jenis agama yang berbeda, namun dalam kesehariannya, perilaku umat beragama yang rukun dan saling menghormati sangat jelas kelihatan. Adapun jenis agama yang dipeluk oleh penduduk Desa Penen dapat di lihat pada matriks berikut.

Tabel 03.


(33)

No Agama Jumlah (Jiwa) Persentase %

1 Islam 35 3,88

2 Protestan 363 40,42

3 Katholik 504 55,88

Jumlah 902 100

Sumber : Data Monografi Desa Penen Tahun 2005

Dari matriks di atas menunjukkan bahwasanya penduduk Desa Penen mayoritas adalah beragama Kristen yang terdiri dari Katholik sebanyak 55,88% dan protestan sebanyak 40,24% yang apabila kita nominalkan maka jumlah penduduk Desa Penen yang beragama Kristen sebanyak 96,02% atau 867 jiwa. Sangat mayoritas disbanding dengan penduduk yang beragama Islam yang hanya berjumlah 3,88% atau 35 jiwa.

Penduduk Desa Penen menjalankan aktivitas keagamaanya di rumah ibadat yang dibangun oleh pihak yayasan keagamaan dan masyarakat sendiri. Adapun sarana rumah peribadatan yang ada di Desa Penen yang dijadikan oleh masyarakat sebagai tempat penyembahan kepada Yang Maha Kuasa hanyalah gereja sebanyak empat buah. Adapun keempat tersebut adalah gereja GSRI, GKPI, Rohol Kudus, dan GBKP. Berbeda pula dengan penduduk Desa Penen yang beragama Islam tidak memiliki sarana peribadatannya sehingga penduduk melangsungkan prosesi keagamaannya di rumah masing-masing

4.1.3.5. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Mata pencaharian adalah jenis pekerjaan yang sedang atau pernah dilakukan seseorang yang mencirikan pekerjaan yang dilaksanakan dalam tujuan untuk memenuhi kelangsungan hidup. Ditinjau dari segi mata pencaharian, penduduk Desa Penen pada


(34)

umumnya bekerja di sawah sebagai petani dan mengusahakan ladang, selain itu juga ada yang bekerja sebagai wiraswasta/dagang, pegawai negeri dan peternak serta mengumpulkan batu yang akan diolah menjadi pupuk.

Sesuai dengan penggunaan lahan yang telah disebut di atas kita dapat melihat sekitar 90% lahan yang terdapat di Desa Penen diperuntukkan di sektor pertanian dan perkebunan, inilah signifikansi dari penggunaan lahan di desa terhadap mata pencaharian penduduk Desa Penen.

Tabel 4. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian

No Mata Pencaharian Jumlah Persentae %

1. Karyawan

a. PNS 13 2,53

b. ABERUI -

-c.Swasta 9 1,75

2. Wiraswasta/Pedagang 10 1,75

3. Petani 400 77,98

4. Pertukangan 8 1,55

5. Buruh Tani 58 11,30

6. Pensiunan 15 2,92

Jumlah 513 100

Sumber : Data Monografi Desa Penen Tahun 2005

Dari matriks 04 di atas terlihat bahwa jenis mata pencaharian yang mayoritas digeluti oleh penduduk Desa Penen adalah bertani yakni sebanyak 400 jiwa atau 77,98% dari 513 penduduk yang tergolong ke dalam kategori usia produktif. Ini sesuai dengan kondisi dan penggunaan lahan yang ada di desa. Kemudian sebanyak 58 jiwa atau 11,30% bermatapencaharian sebagai buruh tani. Karyawan, baik itu yang


(35)

PNS ataupun swasta sebanyak 22 jiwa atau 4,28% penduduk Desa Penen menggelutinya diikuti dengan adanya penduduk yang bekerja sebagai pedagang sebanyak 10 jiwa.

4.2. Interpretasi Data Penelitian 4.2.1. Profil Informan

4.2.1.1. Informan Kunci


(36)

Ibu M.Beru Barus, lahir di Nagri Suah pada tanggal 13 Desember 1936, saat ini tinggal bersama seorang anak lelaki bungsunya yang sudah berkeluarga, dengan 3 orang cucunya. Selain bertani, keluarga ini juga membuka sebuah warung kedai kopi di depan rumahnya. Meskipun sudah tua, ibu 72 tahun ini masih tetap pergi ke ladang cokelatnya untuk mengambil buahnya, kemudian mengambil bijinya dan menjemur cokelat, namun Ibu M.Beru Barus sudah tidak sekuat dulu lagi, jadi tidak terlalu sering pergi ke ladang, karena kondisi fisiknya, yang sudah renta.

Setelah tamat Sekolah Rakyat, ibu ini menikah 56 tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 1951, karena Ibu M.Beru Barus tidak dapat lagi mengingat waktu yang lebih spesifik. Sewaktu berumur 16 tahun ia menikahi suaminya yang masih berumur 12 tahun (empat tahun lebih muda), karena dijodohkan. Ibu M.Beru Barus menikah sebagai istri pertama dan satu-satunya, dan mempunyai 9 orang anak, tetapi 4 orang meninggal, jadi yang masih hidup dan sudah menikah semua ada 3 orang anak laki-laki, 2 orang anak perempuan.

Ibu M.Beru Barus bercerita, delapan tahun pertama pernikahannya diwarnai dengan pertengkaran yang sangat sering, bahkan kekerasan pun dialami Ibu ini dari suaminya, seperti dipukul dan dijambak rambutnya. Dikatakan Ibu M.Beru Barus bahwa suaminya dahulu masih suka pacaran dengan wanita lain, ketika istri susah mencari makan justru si suami yang sibuk jalan-jalan, layaknya seperti masih lajang saja. Sehingga membuat Ibu ini berfikir untuk bercerai saja. Tapi sampai suaminya meninggal, perceraian tersebut tidak pernah terjadi.

Suami Ibu M.Beru Barus meninggal tahun 2001 karena sakit. Sampai saat ini masih terjalin hubungan yang baik dengan keluarga mendiang suami. Dituturkan Ibu


(37)

ini bahwa ketika Ibu sakit, keluarga suami masih mengunjungi, dan kalau ada pesta keluarga suami masih ingat untuk mengundang.

Informan II

Ibu K Beru. Ginting, usia 69 tahun, menikah pada tahun 1959 di usia 21 tahun. Di usianya yang 69 ibu ini masih terlihat cantik, kulitnya putih bersih, dan rambut ikalnya yang terikat rapi. Sepertinya ibu K.Beru Ginting ini tidak mengunyah tembakau di kegiatan sehari-harinya, karena giginya putih bersih. Ibu ini tinggal di rumah yang sangat layak huni, dengan lantai rumah yang dikeramik, dinding yang dicat putih. Di bagian depan rumah ibu ini terdapat satu tempat tidur, yang dialasi kain sprei putih bersih, yang agak terhalang karena tertutup tirai putih. Dan diseberang tempat tidur ini ada sebuah meja kantor dan kursi di belakangnya. Ruang tersebut adalah ruang periksa pasien.

Usia pernikahanya sudah 41 tahun namun tahun 2000 yang lalu, Ibu kelahiran laja 7 juli 1938 sudah menjadi janda. Ibu dengan pendidikan terakhir Sekolah Rakyat ini juga menikah sebagai istri satu-satunya dari mendiang suami, yang dikaruniai empat anak laki-laki dan 1 anak perempuan, semua anaknya sudah menikah. Ibu yang masih punya hubungan baik dengan keluarga mendiang suaminya ini, sekarang tinggal bersama anak perempuan bungsunya yang sudah berkeluarga, yang berprofesi sebagai seorang bidan desa, dan membuka praktek di rumahnya sendiri, yang sekaligus digunakan sebagai tempat tinggal. Namun ketika kami berkunjung, anak Ibu K.Beru Ginting sedang tidak berada di rumah. Yang kami temui adalah anak perempuan dari saudara mendiang suaminya, yang sengaja dimintakan untuk tinggal bersama ibu ini, agar dapat membantu


(38)

kegiatan sehari-harinya. Ibu sendiri untuk bertahan hidup sehari-harinya pergi ke ladang untuk mengambil cokelat. Dan tidak ada rencana untuk menikah lagi.

Profil Informan III

Pagi itu di Dusun I Desa Penen kami mendatangi sebuah rumah yang sangat sederhana dengan rumah yang terbuat dari papan, dan beratapkan seng. Rumah yang tidak begitu tinggi atapnya memberi kesan rumah tersebut sangat kecil, dan tua. Ketika kami menginjakkan kaki pada semen rumah kecil itu,di ruang tamu banyak terlihat goni yang ditebar dan buah cokelat yang sedang dijemur, juga kita bisa melihat tempat tidur tua tanpa kasur, hanya beralaskan tikar pandan.

Ketika peneliti berkunjung, Ibu R Beru.Tarigan sedang membaca Alkitab Berbahasa Karo. Awalny Ibu R Beru.Tarigan agak terkejut, namun akhirnya ibu yang menemani peneliti, menjelaskan dalam bahasa Karo, bahwa peneliti sedang mengerjakan tugas untuk sekolah dan membutuhkan kerjasama dari para janda Karo yang ada di Desa Penen, sambil menginformasikan bahwa sudah ada juga beberapa janda yang telah diwawancara sebelumnya.

Dengan suara yang sangat lembut sekali, Ibu kelahiran Nagri Suah 25 september 1947 menjawab setiap, pertanyaan, dan Ibu agak mengerti Bahasa Indonesia, meskipun beberapa kali peneliti harus mengulang pertanyaan dan membutuhkan ibu yang menemani peneliti untuk menterjemahkannya dalam bahasa Karo.

Ibu menikah pada tahun 1984 di Jakarta. Di usia ke 39 Ibu menikah sebagai isteri yang Ke-empat dari lima istri yang dimiliki mendiang suami. Ibu sendiri hanya merasakan indahnya berumahtangga selama satu tahun, karena mendiang suami


(39)

meninggal di tahun berikutnya, yaitu 1985, ketika usia anak perempuannya baru berusia dua bulan.

Dengan keinginan berbagi, Ibu berusia 60 tahun ini bercerita bahwa dahulu, mendiang suaminya menggunakan pelet untuk menggaet Ibu. Pada akhirnya juga, mendiang suaminya dipelet oleh perempuan lain, kemudian menikah dan meninggal karena sakit.

Kini Ibu tamatan Sekolah Menengah Pertama (SMP) ini hidup dengan menempati rumah yang dipinjamkan oleh saudara laki-lakinya yang lebih tua (abangnya) dan ia bertahan hidup sehari-hari dengan mengerjakan milik abangnya, dengan perjanjian sebagian hasil diberikan kepada abangnya itu.

Ibu memiliki satu anak perempuan, Nina. Sekarang berkerja sambil kuliah di Palembang, tinggal bersama bapak tengahnya. Hingga sekarang dia tidak kenal bapaknya. Hanya melalui foto saja. Hingga saat ini, keluarga mendiang suami pun tidak pernah mengenal Nina, apalagi melihat Nina. Mereka tidak memperhatikan keluarga kami. Keluarga mendiang suami tidak pernah datang menjenguk atau mengundang. Sehingga tali kekeluargaan terputus begitu saja, sehingga membuat Ibu tidak pernah mau berharap banyak dari keluarga mendiang suaminya.

Profil Informan IV

Peneliti berkunjung pada malam hari, sekitar pukul 20.15. beruntung,karena malam itu tidak turun hujan, seperti malam sebelumnya. Ibu yang menemani peneliti memilih berkunjung pada malam hari, karena memang pada saat itulah seluruh warga baru ada di rumah. Sedangkan pada pagi-sore hari, warga bekerja di mereka


(40)

masing-masing. Nama-nama Ibu yang akan menjadi informan sudah ada pada peneliti yang diperoleh dari Kepala Desa, dengan bantuan sebagian warga Penen, peneliti bertanya dan mencaritahu dimana tempat tinggal Ibu yang dimaksud.

Tinggal di rumah yang sangat baik kondisinya, dan rumah yang ditempati sudah permanen. Ketika berkunjung, Ibu Ru Beru.Tarigan sudah akan tidur. Raut wajah yang kelelahan terlihat pada wajah Ibu kelahiran Penen, 1945 yang duduk di tikar bersama kami. Kesulitan dialami peneliti,karena Ibu usia 62 tahun ini sulit mengerti Bahasa Indonesia, sehingga pertanyaan harus diterjemahkan ke dalam bahasa Karo, dibantu oleh teman peneliti.

Ibu Ru. Beru.Tarigan menikah di usia 20 tahun, tepatnya pada tahun 1965 dan menjadi janda pada tahun 2000. Ibu Ru. Beru.Tarigan menikah sebagai istri pertama dan satu-satunya. Ibu Ru. Beru.Tarigan pada saat ini tinggal bersama anak laki-lakinya yang paling bungsu, sudah menikah dan dikaruniai satu orang puteri.

Ibu Ru. Beru.Tarigan berpendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) ini sendiri mempunyai empat orang anak laki-laki dan dua orang anak perempuan. Semua anaknya sudah berumah tangga.

Hingga saat ini masih terjalin hubungan yang baik dengan keluarga mendiang suami. Meskipun sudah tua, Ibu Ru. Beru.Tarigan masih tetap pergi ke sawah yang ditanaminya padi, untuk bertahan hidup sehari-hari.

Profil Informan V

Hari Minggu pagi sekitar pukul 08.10 peneliti sudah ada di rumah Ibu M Beru.Tarigan ketika berkunjung. Informan mengatakan bahwa ia sudah menunggu kami


(41)

berkunjung sedari tadi. Karena tadi malam ketika peneliti berkunjung, ibu M.Beru Tarigan tidak berada di rumah karena mengikuti kegitan ibadah, sehingga kami terpaksa datang kembali pagi ini sesuai dengan perjanjian yang sudah disepakati bersama ,semalam. Ibu M.Beru Tarigan ini sangat periang, sesekali ia sengaja bercanda dan membuat kami yang berkunjung tertawa, dan semakin merasa akrab dengan ibu ini. Tinggal di rumah yang sangat sederhana, dengan lantai yang hanya disemen, dan dinding rumahnya yang di cat putih, Ibu kelahiran Bekuah, 1936 ini menerima kedatangan kami dengan sangat ramah dan menawarkan kami untuk minum.

Pada saat ini Ibu 71 tahun ini tinggal bersama seorang anak perempuannya yang juga sudah menjanda juga, beserta ketiga cucunya. Ketiga cucunya laki-laki, dan ada yang kembar. Si kembar baru saja Tamat SMA, sedangkan seorang lagi masih bersekolah. Sembari bercerita, ibu ini juga berpesan agar peneliti menolong cucunya tersebut dalam mencari pekerjaan, dengan memberi informasi yang diketahui peneliti. Karena ia sangat prihatin melihat cucunya yang sehari-harinya hanya ke ladang. Jikalau cucunya pergi ke kota untuk mencari pekerjaan, ibu ini mengaku tidak begitu punya uang untuk biaya kehidupan sehari-harinya nanti disana.

52 tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 1955. Ibu berpendidikan Sekolah Rakyat (SR) ini menikah diusianya yang ke-19 tahun. Ibu M Beru.Tarigan menpunyai seorang anak laki-laki dan tiga orang anak perempuan, dan semuanya sudah berumahtangga. Tahun 1988 suami Ibu ini meninggal dunia karena sakit. Ibu M Beru.Tarigan merupakan istri pertama dan satu-satunya. Selama 19 tahun menjanda, Ibu ini masih merasakan hubungan yang baik yang terjalin dari keluarga mendiang suaminya. Karena apabila ada pesta adat, mereka masih mengundang Ibu M Beru.Tarigan dan anak-anaknya untuk


(42)

datang. Apabila keluarga dari informan ada yang sakit pun, keluarga dari mendiang suami juga datang membesuk. Untuk bertahan hidup sehari-harinya, Ibu M Beru.Tarigan pergi ke ladang untuk membantu anak-anaknya yang juga bekerja di ladang. Meskipun Ibu mengaku tidak sanggup lagi untuk bekerja berat, namun Ibu ini tidak betah apabila hanya diam-diam saja di rumah.

Profil Informan VI

Ketika kami sedang berkunjung ke rumah ibu M.Beru Tarigan, ibu M Beru.Keliat kebetulan datang dan akhirnya ikut bercerita dengan kami. Ketika peneliti bertanya apakah ia juga mau menjadi informan, ibu M Beru.Keliat menjawab kalau ia setuju. Selesai bercakap-cakap dengan ibu M.Beru Tarigan, kami permisi dan mengunjungi rumah Ibu M Beru.Keliat yang bersedia menjadi informan ini.

Terlihat rumah yang dikunjungi peneliti adalah sebuah rumah yang sudah lama. Dengan lantai semen, dan beratap seng, rumah tersebut terasa sepi ditambah lagi Ibu M Beru.Keliat tidak meletakkan perabot yang cukup banyak di ruangan 4x3 tersebut. Ibu ini merupakan tetangga sebelah dan satu dinding dengan ibu M.Beru.Tarigan. model rumah mereka pun sama, dengan mempersilahkan duduk di tikar, Ibu berusia 70 tahun ini menyambut kami dengan baik sambil mengikat rambutnya yang panjang.

Ibu menikah pada tahun 1958. Dari perkawinannya Ibu berpendidikan Sekolah Rakyat (SR) ini dikaruniai tiga orang anak perempuan. ketika kami berkunjung, Ibu ini baru selesai mandi dan ketika bertemu, ia sedang bersisir di kaca yang digantungnya di dekat pintu rumahnya. Ia menikah sebagai satu-satunya istri dari mendiang suaminya, dan sudah menjanda selama 11 tahun, tepatnya mendiang suami meninggal pada tahun


(43)

1996. seluruh anak Ibu M Beru.Keliat sudah menikah, dan hingga saat ini masih terjalin hubungan yang baik dengan keluarga mendiang suami. Ibu kelahiran Bekuah, 20 mei, 1938 ini yang tidak berencana untuk menikah lagi ini, bertahan hidup sehari harinya dengan bertani cokelat. Informan pada saat ini hidup sendiri tanpa ditemani anak-anaknya, pekerjaan rumah memasak, membersihkan rumah ia kerjakan sendiri, sehari-harinya dan ke ladang sendiri juga ia lakukan.

Profil Informan VII

Hari Minggu pagi, peneliti mendatangi sebuah rumah yang berdiri di pinggir jalan Desa Penen. Rumah yang lebih tinngi tanahnya dari rumah yang ada di sekitarnya. Dulu rumah ini pernah dijadikan sebagai warung kopi, tapi sekarang sudah tidak lagi. Di sebuah bangku panjang di teras rumah ini, terlihat seorang wanita dengan rambutnya yang sudah memutih, memakai kaos putih dan sarung yang tidak terlihat baru lagi, sedang duduk sendiri sambil melihat-lihat ke arah jalan raya di di depannya. Ia adalah ibu P.Beru Barus. Ketika bertemu dengan peneliti, dia sudah bersiap-siap dan menunggu kedatangan kami, karena ibu yang membantu peneliti sudah menceritakan tentang keperluan peneliti untuk mencari data.

Pada tahun 1960, di usianya yang ke 18 Ibu P Beru.Barus menikah dan hingga sekarang tidak memiliki seorang anak pun. Menikah sebagai istri pertama dan satu-satunya hingga kematian mendiang suami pada tahun 1991, Ibu berusia 63 tahun ini tidak


(44)

ada rencana untuk menikah lagi. Hingga saat ini hubungan Ibu P Beru.Barus dengan keluarga mendiang suami masih terjalin dengan baik. Dengan alasan meskipun Ia sudah menjanda, tetapi masih tetap menjadi tanggungjawab keluarga suami. Ibu P Beru.Barus dalam kesehariannya bertahan hidup dengan bertani cokelat.

Ibu P.Beru Barus semasa hidupnya tidak menganut agama apapun. Ia masih menganut kepercayaan lama, yang masih percaya kepada roh nenek moyang. Namun peneliti merasa kurang pantas untuk bertanya lebih jauh tentang hal tersebut. Ibu P.Beru Barus pada saat ini tinggal bersama anak perempuan dari saudara laki-laki dari mendiang suaminya, yang memang dimintakan untuk tinggal bersamanya, untuk membantu kegiatan ibu ini sehari-harinya. Dia sudah dianggap sebagai anaknya sendiri oleh ibu P.Beru Barus, dan punya dua orang cucu perempuan yang keduanya masih balita. Kelak, anak perempuan dari saudara laki-laki mendiang suaminya inilah yang akan mendapatkan semua warisan ibu P.Beru Barus apabila ia meninggal nantinya.

Informan VIII

Menjelang siang hari di Desa penen, kami sudah dua kali bolak-balik berkunjung ke rumah ini, tetapi kami belum bertemu dengan orang yang kami cari. Tadi pagi juga kami sudah berkunjung ke rumah ini, bertemu dengan ibu M.Beru Tarigan. Di rumah ini ada dua orang informan, ibu M.Beru Tarigan dan anaknya ibu Rk.Beru Barus. Tetapi tadi pagi ibu Rk.Beru Barus sedang pergi ke Gereja dan diinformasikan oleh ibu M.Beru Tarigan, anak perempuannya hari ini akan pulang lebih lama dari biasanya, karena di Gereja sedang diadakan bazaar makanan untuk pengumpulan danan untuk keperluan Gereja.


(45)

Kunjungan terakhir yang kami lakukan, kami bertemu dengan informan yang dimaksud. Ibu Rk.Beru Barus sedang makan siang. Ibu ini bertubuh agak besar, kulit sawo matang, dan ketika bertemu, ibu ini memakai celana ponggol dan baju kaos hitam, tanpa lengan. Ibu ini juga sama ramahnya dengan ibunya, sambil menawarkan untuk makan bersama, ibu ini juga meminta maaf sudah membuat kami bolak-balik kerumah ini mencarinya.

Ibu Rk.Beru Barus merupakan informan termuda. Ibu ini aktiv dalam pelayanan di gerejanya. Ibu Rk. Beru.Barus merupakan salah satu anak perempun dari M. Beru.Tarigan, dan tinggal bersama ketiga anak laki-lakinya dan ibunya sendiri. Pada tahun 1986 Ibu Rk. Beru.Barus menikah dan menjadi janda pada tahun 2001. menikah sebagai satu-satunya istri hingga pada saat ini Ibu berusia 43 tahun ini menjawab tidak menutup kemungkinan di hari depan nanti untuk menikah lagi. Anak Ibu kelahiran Penen, 18 feBeruuari 1967, belum ada yang menikah yang paling tua, si kembar baru tamat SMA, sedangkan adiknya masih duduk di bangku SMP kelas III. Perlakuan keluarga mendiang suami dikatakan baik oleh Ibu, karena keluarga masih ingat untuk mengundang jikalau ada acara pesta adat.

Informan IX

Rumah yang kami kunjungi ini, tidak begitu besar bangunannya. Dijadikan sekaligus sebagai kegiatan ekonomi, di bagian depan rumah ini dijadikan sebagai warung yang menyediakan kebutuhan pokok sehari-hari. Pemiliknya warung kecil ini adalah Ibu DI.Beru Sitepu. Ketika kami temui, ia sedang menunggu pembeli di warungnya, sambil menonton televisi yang berada di ruang tengahnya. Televisi yang berukuran 14”inci dan


(46)

sudah tidak berwarna lagi. Ibu ini juga menyambut kami dengan ramah, serta mempersilahkan kami duduk di tikar, ruang tengahnya.

Ibu DI Beru. Sitepu menikah tahun 1983 dan menetap di Medan, tahun 1998 pindah ke Desa Penen dan suami meninggal pada tahun 2003. Menikah sebagai satu-satunya isteri, Ibu 47 tahun ini dikaruniai tiga anak perempuan dan satu anak laki-laki yang paling kecil berumur 7 tahun yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar dan yang paling tua perempuan sudah menikah. Ibu kelahiran Penen, 20 feBeruuari 1960 ini pada saat ini tinggal bersama ketiga anaknya yang belum menikah.

Ketika berkunjung, kami tidak melihat seorangpun dari anaknya. Sesekali sambil meminta maaf, ibu ini permisi untuk melayani pembeli yang hendak membeli kebutuhannya. Ibu DI Beru.Sitepu sedang sendirian di rumah karena anaknya sedang pergi. Tetapi biasanya dua anak perempuannya membantu menjaga warung bergantian, sehingga ibu ini bisa pergi ke ladang juga.

Diakui oleh ibu DI Beru.Sitepu, hubungan dengan keluarga mendiang suami masih terjalin baik, karena sewaktu mengadakan pesta anaknya pada tahun 2005 yang lalu, semua keluarga mendiang suami diundang, dan datang semua. Ibu DI Beru.sitepu bertahan hidup sehari-hari dengan berladang dan membuka warung di rumah yang dijaga oleh anak kedua perempuannya yang baru tamat SMA. Ibu DI Beru. sitepu di hari ke depannya masih membuka diri seandainya masih diizinkan menikah apabila menemukan jodoh yang dianggap baik untuk memenuhi kriteria seorang bapak untuk anak-anaknya.


(47)

Kami berjalan dari belakang rumah-rumah yang terletak di Dusun Satu Desa Penen. Jalanan tidak terlihat begitu jelas, karena hari sudah gelap. Dan kami harus hati-hati berjalan, karena tadi sore hujan turun deras menyebabkan banyak genangan air. Letak rumah-rumah di Desa Penen ini tidak begitu beraturan. Semula peneliti tidak menyangka jikalau di belakang rumah-rumah yang di pinggir jalan yang tidak begitu lebar, ada banyak rumah juga yang bahkan arah depan dan arah belakang rumah-rumah di tempat ini tidak lah searah.

Kami sudah mendapatkan nama-nama informan, dan dengan bantuan masyarakat juga yang kami tanya, mereka menginformasikan letak rumah informan yang kami cari. Ketika sampai, terlihat rumah yang masih terbuka pintunya, dan di dalam ada dua orang ibu yang sedang bercerita, duduk dialasi tikar. Hampir sama dengan informan yang lainnya, rumah ibu ini juga tidak begitu besar kira-kira berukuran 5x10 meter. Karena kami dapat melihat pintu dapur, lalu pintu keluar yang ada di belakang. Rumah yang sederhana dengan dua kamar, dinding cat putih, lantai yang terbuat dari semen, dan tidak begitu banyak perabotan. Hanya ada sebuah lemari, sebuah televisi 21”inci dan beberapa foto keluarga yang digantung di dinding.

Namanya Ibu Rk Beru.Tarigan. Menikah di tahun 1976 di Desa Penen, dan suami meninggal pada tahun 1981, karena sakit. Menikah sebagai satu-satunya istri, Ibu Rk Beru.Tarigan dikaruniai dua anak laki-laki dan dua anak perempuan. anak laki-laki tertua dan anak perempuan tertua sudah menikah. Sambil mempersilahkan kami minum the manis panas yang disediakan oleh anak perempuannya, ia bercerita saat ini Ibu lulusan SMA ini tinggal bersama anak laki-laki tertua yang menikah dan dua orang anaknya yang belum menikah. Hingga saat ini Ibu Rk Beru.Tarigan menyatakan masih mempunyai


(48)

hubungan yang baik dengan keluarga mendiang suami. Dan tidak berencana untuk menikah lagi.

4.2.1.2. Informan Biasa

Informan I

Bpk.JW Sitepu bertempat tinggal di Dusun I Desa Penen bersama isteri dan seorang anaknya yang baru saja lahir, dan ibunya yang sudah menjadi janda, yang merupakan salah satu informan kunci dalam penelitian ini. Sehari-harinya Bpk.JW Sitepu bekerja sebagai petani cokelat, bersama dengan istrinya.

Informan II

Ibu N.Beru Ginting, seorang ibu rumah tangga yang pada saat ini tinggal di Dusun I Desa Penen, dengan suaminya, yang dikaruniai tiga orang putri dan seorang putera. Pendidikan terakhir Ibu N.Beru Ginting, yaitu lulusan SMA. Sehari-harinya ia bekerja sebagai petani bersama suaminya.

Informan III

Ibu.C Beru.tarigan, usia 50 tahun, tinggal di Dusun I Desa Penen, pendidikan terakhir adalah Sekolah Menengah Atas. Menikah dan dikarunia dua orang putra dan dua orang putri. Tinggal dengan seorang suami dan seorang anak laki-lakinya yang belum menikah,


(49)

sehari-harinya Ibu.C Beru.tarigan dan suaminya bekerja sebagai pedagang, mereka berjualan di depan rumah yang dijadikan tempat usaha untuk berdagang.

4.2.2. Persepsi Dan Pengalaman Informan Terhadap Hak Waris Janda 4.2.2.1. Informan Kunci

Informan I

Mengenai harta warisan, keluarga ini mempunyai keputusan, bahwa sebelum meninggal sudah dibicarakan dengan anak beru tentang pembagian harta warisan. Dan dalam rapat musyawarah keluarga tersebut juga ditanyakan apakah mereka setuju dengan pembagian harta warisan tersebut.

Ibu M.Beru Barus berpendapat bahwa janda pada dasarnya secara adat karo bukan merupakan ahli waris, tetapi bisa ikut menikmati warisan yang ditinggalkan mendiang suaminya, sebelum Ibu ini meninggal, kemudian diwariskan pada anak-anaknya. Dan Ibu M.Beru Barus juga berpandangan memang seharusnya seorang janda, dapat menikmati warisan.

Dari mendiang suaminya, Ibu M.Beru Barus mendapatkan warisan dalam bentuk sawah (warisan dari mertua), dan rumah (harta suami-isteri). Dimana warisan tersebut juga merupakan hasil proses dari rapat keluarga, dan dengan anak beru. Yang ikut bertanggung jawab terhadap pembahagian tersebut adalah anak beru senina (gamet)1,

- 1 Gamet : perantara istri mendiang untuk menyampaikan maksud hati kepada keluarga mendiang suami, yang diwakilkan kepada saudara terdekat, dan tidak harus saudara kandung sendiri.


(50)

keluarga, dan anak beru. Peran dari rakut si telu yaitu, mereka harus diberitahu (dipanggil) untuk mendengarkan dahulu pembicaraan dari gamet sebagai perpanjangan mulut dari isteri mendiang. setelah mendengar permintaan istri mendiang, rakut si telu akan memikirkan apakah harta itu pantas diberikan kepada yang meminta, kemudian mereka juga akan melihat langsung harta warisan yang dimaksud. Rakut si telu (senina, anak beru, kalimbubu) juga berperan sebagai penengah apabila terjadi perselisihan dalam pembagian warisan.

Harta warisan berupa rumah dan sawah yang ada pada Ibu M.Beru Barus hingga saat ini belum dibagikan, karena masih dipercayakan kepada Ibu M.Beru Barus dan setelah Ibu ini meninggal baru akan dibagi kepada anak-anaknya. Namun sawah ini sekarang di kerjakan (digarap) oleh anak laki-laki bungsunya.

Ibu M.Beru Barus sangat setuju dengan hasil keputusan terhadap harta warisan tersebut dan ia juga setuju apabila anak perempuan mendapatkan warisan. Namun apabila Ibu M.Beru Barus meninggal kelak, beliau akan memeberikan kuasa kepada anak laki-lakinya untuk membagikan harta warisan tersebut (tergantung dari rasa keadilan yang dari anak laki-laki terserah apakah mau membagi secara adil, atau tidak sama sekali.red).

Ibu M.Beru Barus juga tidak pernah tahu tentang keputusan Mahkamah Agung tentang kesamaan hak anak laki-laki dan perempuan terhadap warisan. Ia menganggap bahwa memang ada terjadi perubahan dalam hal pembagian warisan yaitu, dari perubahan jenis harta yang diberikan. Dikatakannya kalau dulu yang mau dibagikan ke anak perempuan adalah emas, tapi sekarang tanah, rumah, atau uang pun sudah diberikan kepada anak perempuan, tergantung harta warisan yang ada yang akan dibagikan menurut


(51)

ia juga perubahan ini terjadi karena pertimbangan kelangsungan hidup, dengan alasan bahwa tidak ada orangtua yang ingin melihat hidup anaknya susah.

Informan II

Yang diketahui Ibu K Beru. Ginting tentang hak waris seorang janda adalah, ia bukan menjadi seorang ahli waris secara adat, tetapi dapat menikmati harta dari mendiang suaminya. Tetapi warisan dari mendiang suami Ibu ini sendiri sudah dibagikan kepada anak-anaknya, meskipun Ibu K Beru. Ginting belum meninggal dunia. Dan ia sendiri, setuju akan hal tersebut.

Mengenai perlakuan adat terhadap janda, yang diharapkan oleh Ibu, K Beru. Ginting agar janda tetap dihargai ditengah adat, selaku wanita yang tidak punya suami lagi.

Ibu K Beru. Ginting ini dapat dikatakan beruntung, karena mendiang suaminya merupakan anak satu-satunya laki-laki dari keluarganya, sehingga seluruh harta dari keluarga suami, diberikan semuanya. Dan ketika suaminya meninggal, warisan tersebut tentunya berpindah menjadi kuasa istri. Warisan tersebut berupa sawah (tanah basah.red), rumah (tanah kering.red), dikarenakan suami Ibu K Beru. Ginting merupakan satu-satunya anak laki-laki di keluarganya, sehingga menjadi ahli waris yang mendapat warisan paling banyak.

Proses pembagian harta itu sendiri, tidak mengundang rakut si telu karena tidak ada permasalahan dalam pembagiannya hanya keluarga saja yang bagi. Dan pembagian harta tersebut diketahui oleh dua saudari perempuan dari suami Ibu ini. Jadi yang bertanggung jawab terhadap pembagian warisan itu adalah keluarga.


(52)

Yang mendapat warisan dari keluarga mendiang suami adalah mendiang suami dan saudara perempuannya. Tetapi mendiang suami mendapat harta yang lebih banyak dari saudaranya. Ibu K Beru. Ginting sendiri setuju dengan warisan yang diperolehnya. Ia juga berpendapat setuju jikalau anak perempuan juga mendapatkan warisan dengan alasan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama anak juga, jadi jangan ada perbedaan. Meskipun sudah menjadi janda, sampai saat ini Ibu K Beru.Ginting masih merasa diperhatikan oleh keluarga mendiang suaminya. Dengan alasan jikalau ada pesta masih diundang keluarga dari mendiang suami.

Pembagian warisan terhadap anak laki-laki dan perempuan. Ia menyatakan ia akan memberikannya secara adil, dalam artian jumlah yang sama banyaknya. Dan ia juga tahu tentang keputusan Mahkamah Agung mengenai pembagian warisan kesamaan hak antara laki-laki dan perempuan.

Perubahan yang terjadi dalam warisan menurut Ibu K Beru. Ginting dimana anak perempuan sudah mendapatkan warisan dan menurutnya perubahan ini terjadi karena adanya pengaruh gereja (agama.red) dimana diajarkan untuk memiliki kasih, sehingga mau berbagi warisan. Ditambah lagi karena adanya kesadaran sendiri.

Apa-apa saja yang berubah dalam pembahian warisan? Ibu K Beru. Ginting menjawab bahwa dulu anak perempuan tidak dapat warisan, sekarang sudah dapat. Namun terhadap Ia sendiri, seperti pengakuannya bahwa ia tidak mendapatkan warisan dari orangtuanya sendiri. Ia hanya dua orang bersaudara. Ia dan seorang saudara lakinya. Dimana warisan orangtua Ibu K Beru. Ginting diberikan kepada saudara laki-laki tertuanya semua. Ia tidak mendapat warisan, dan Ia sendiri tidak menuntut hal tersebut, meskipun sebenarnya ia tidak setuju.


(53)

Informan III

Ibu R.Beru.Tarigan bertahan hidup sehari-hari.dengan bertani cokelat. Hidup dengan ekonomi seadanya, Ibu R.Beru.Tarigan juga tidak mendapatkan warisan sama sekali dari mendiang suaminya. Begitu juga dengan warisan dari kedua orangtuanya.

Yang diketahuinya tentang hak waris janda Karo, Ibu R.Beru.Tarigan menjawab warisan dari suami diberikan kepada istri, yang kemudian akan dibagikan kepada anak-anak. Tetapi hal tersebut tidak terjadi pada Ibu R.Beru.Tarigan, karena Ia tidak mendapatkan warisan. Meskipun tidak setuju dengan hal tersebut, namun Ia tidak menuntut, dikarenakan harta orangtuanya juga tidak banyak.

Setelah menjadi janda, Ibu R.Beru.Tarigan sudah tidak punya kedua orangtua lagi, dan keluarga dari mendiang suaminya memang tidak pernah memperdulikannya, sedangkan hidupnya masih membutuhkan bantuan, jadi Ibu R.Beru.Tarigan kembali ke keluarganya sendiri, yaitu kepada sudara laki-lakinya yang paling tua.

Hasil musyawarah, memutuskan bahwa Ibu R.Beru.Tarigan tidak mendapatkan warisan dari orangtuanya. Dan yang bertanggungjawab terhadap pembagian harta tersebut adalah anak beru, kalimbubu, dan senina. Karena ketika musyawarah, terjadi perselisihan, saudara laki-laki dari Ibu R.Beru.Tarigan tidak mau berbagi warisan dengannya, sehingga membutuhkan rakut si telu sebagai penengah. Jadi yang menjadi ahli waris dari warisan tersebut hanyalah saudara laki-laki Ibu R.Beru.Tarigan. Sedangkan Ia hanya diberikan uang tunai sebanyak Rp.1juta.


(54)

Meskipun Ia tidak setuju dengan hasil pembagian warisan tersebut, karena menurutnya seharusnya anak laki-laki dan perempuan tidak ada bedanya. Dalam pemikiran Ibu R.Beru.Tarigan , bahwa anak perempuan pun seharusnya mendapatkan warisan dari orangtua, hal itu demi kelangsungan hidup, tambahnya. Meskipun jumlah yang didapat perempuan lebih sedikit dari anak laki-laki, dan jumlah untuk anak perempuan ditentukan oleh anak laki-laki itu sendiri.

Ibu R.Beru.Tarigan sudah pernah mendengar hasil keputusan Mahkamah Agung tentang persamaan hak waris, dan menurutnya memang ada perubahan yang terjadi dalam hal warisan. Meskipun dari keberadaan Ibu R.Beru.Tarigan hal itu sendiri tidak terjadi. Faktor perubahan itu menurutnya dikarenakan adanya perjuangn wanita untuk menuntut kesamaan haknya dan adanya pengaruh dari agama. Perubahan yang dimaksudkan Ibu R.Beru.Tarigan yaitu, kalau dahulu anak perempuan tidak mendapatkan warisan, sekarang sudah dapat warisan.

Informan IV

Warisan dari mendiang suami, dapat dinikmati oleh istri dan terserah apakah warisan tersebut mau langsung dibagi atau tidak kepada anak-anak. Itulah yang diketahui Ibu Ru.Beru.Tarigan tentang warisan janda secara adat dan ia setuju dengan aturan tersebut. Ibu Ru.Beru.Tarigan sendiri juga mempunyai pandangan, bagaimana seharusnya seorang janda diperlakukan dalam adat, yaitu ingin lebih dihargai. Karena seluruh anak Ibu Ru.Beru.Tarigan sudah menikah, salah satu penghargaan yang diberikan kepada


(55)

janda, yaitu i usei.2 Sering juga disebut dengan istilah mereken tudung3. Namun pesta adat atau acara adat ini tidak menjadi suatu keharusan pada masyarakat Karo, hanya bagi mereka yang mampu saja. Tapi hanya boleh dilaksanakan ketika semua anak di dalam sebuah keluarga sudah menikah.

Ibu Ru.Beru.Tarigan mendapatkan harta warisan dari mendiang suaminya, berupa sawah, rumah, dan uang. Mengenai jumlah bagian yang adil tentang warisan terhadap anak laki-laki dan anak perempuan, Ibu Ru.Beru.Tarigan menjawab 2:1 (laki-laki lebih banyak dari perempuan). dengan pertimbangan apabila nanti anak perempuan sudah menikah akan mendapat warisan dari suaminya juga.s

Ibu Ru.Beru.Tarigan tidak pernah mendengar keputusan MA tentang kesamaan hak waris laki-laki dan perempuan, namun ia mengatakan bahwa memang ada terjadi perubahan dalam masalah warisan. Walaupun perubahan tersebut tidak secara Negara, tetapi secara adat, katanya. Dengan perubahan, kalau dulu perempuan tidak mendapat warisan, sekarang sudah dapat. Menurut Ibu Ru.Beru.Tarigan beragama Protestan ini sjuga, perubahan yang terjadi tersebut dikarenakan masalah perubahan dari agama, dan lebih mengutamakan keadilan.

Informan V

Secara adat, Ibu M Beru.Tarigan tahu bahwa warisan dari suami, sebelum dibagikan kelak kepada anak-anak, dapat dinikmati oleh isteri. Demikian halnya yang

2

I usei (sebuah pesta yang dibuat oleh anak-anak yang sudah menikah, untuk ibu mereka yang sudah janda. Dimana akan dibuat pesta besar di jambur, dan banyak sanak famili yang datang kemudian dalam acara tersebut akan diberikan tudung kepada ibunda tercinta)2


(56)

dialami Ibu M Beru.Tarigan, meskipun Ia menyatakan bahwa Ia hanya mendapatkan sedikit warisan dari suaminya, berupa uang dan tanah. Proses pembagian harta tersebut pun hanya dihadiri oleh keluarga saja. Jadi yang bertanggung jawab terhadap harta warisan tersebut hanyalah Ibu M Beru.Tarigan beserta anak-anaknya. Sedangkan peran rakut si telu dalam musyawarah keluarga terhadap pembagian warisan tersebut, tidak ada.

Hingga pada saat ini yang menjadi hak waris dari warisan mendiang sumi Ibu M Beru.Tarigan, hanya Ia sendiri, dan Ia setuju dengan warisan yang di dapatkannya. Jikalau warisan nanti kelak dibagikan kepada anaknya, Ia juga akan memberikan warisan tersebut kepada anak perempuannya, dengan alasan bahwa ia menganggap sama saja anak laki-laki dan perempuan dan semua adalah anak kandungnya sendiri dengan rasa sayang yang sama. Dengan bagian, rumah akan diberikan Ibu M Beru.Tarigan kepada anaknya yang laki-laki, kemudian tanah seluas 2 ha akan dibagi lagi, 1,5 ha menjadi hak milik anak laki-laki, dan sisanya 0,5 ha akan dibagikan kepada anak yang perempuan. terlihat jelas meskipun anak perempuan dapat warisan, namun tetap lebih sedikit dari anak yang laki-laki.

Meskipun Ibu M Beru.Tarigan belum pernah mendengar keputusan MA tentang persamaan hak waris laki-laki dan perempuan, Ia merasa memang ada perubahan yang terjadi dalam hak waris, yaitu anak perempuan sudah mendapatkan warisan pada saat ini meskipun jumlahnya lebih sedikit. Ibu beragama Kristen Katolik ini menambahkan bahwa perubahan ini terjadi karena adanya pengaruh agama yang menumbuhkan kasih untuk membagikan warisan kepada anak perempuan. dan hal ini tidak mempengaruhi sistem persaudaraan dan sistem adat budaya Karo.


(57)

Informan VI

Ketika ditanya apa yang Ibu ketahui tentang hak waris janda secara adat Karo? Ibu menjawab bahwa harta akan diberikan kepada istri, kemudian setelah meninggal akan dibagikan kepada anak, atau tergantung dari kesepakatan keluarga, apakah sudah ditentukan bagian-bagiannya. Ibu setuju dengan hal tersebut dengan alasan karena mereka adalah suami-istri, sudah selayaknya istri juga dapat menikmati harta warisan tersebut.

Ibu mendapat warisan dari mendiang suami berupa uang Rp.600.000. pembagian warisan tersebut hanya dihadiri keluarga istri dan keluarga mendiang suami. Sehingga yang bertanggung jawab terhadap warisan tersebut hanyalah keluarga, tanpa adanya peran dari rakut si telu. Ibu, sebagai pewaris satu-satunya setuju dengan pembagian warisan tersebut dengan alasan bahwa memang tidak ada lagi harta lain yang mau dibagi. Mengenai anak perempuan memperoleh warisan, Ibu juga sangat setuju. Dalam arti setiap anak akan mendapatkan bagian yang sama banyak.

Meskipun Ibu tidak begitu merasakan adanya perubahan dalam pembagian warisan, dan tidak pernah mendengar tentang keputusan MA, namun Ibu penganut agama Kristen Protestan ini beranggapan bahwa memang ada perubahan yang terjadi mengenai pembagian warisan, yaitu dengan mengakui hak anak perempuan untuk mendapatkan warisan.


(58)

Yang diketahui Ibu kelahiran Penen, 1942 ini bahwa harta warisan akan diberikan kepada istri apabila, suaminya meninggal. Ibu P Beru.Barus setuju dengan aturan tersebut, dan hal ini dialami oleh Ibu P Beru.Barus sendiri. Dari mendiang suaminya, Ia mendapatkan warisan berupa sawah dan ladang. Sedangkan pada saat ini Ia tinggal di sebuah rumah yang menjadi peninggalan dari harta warisan orangtuanya sendiri.

Ketika kedua mertua Ibu P Beru.Barus meninggal, sebagian warisan diberikan kepada suaminya sendiri, selaku anak. Dan ketika mendiang suaminya meninggal, otomatis harta akan berpindah kepada Ibu P Beru.Barus sendiri, dan hal tersebut merupakan hasil keputusan dari musyawarah keluarga mendiang suami. Dikarenakan Ibu P Beru.Barus berpisah karena ditinggal mati suaminya, Ia masih dikatakan keluarga, sampai jikalau Ia sendiri akan mengatakan ingin menikah lagi.

Yang bertanggungjawab atas warisan tersebut hanyalah keluarga mendiang suami dan Ibu P Beru.Barus sendiri. Dan Ia setuju dengan pembagian warisan tersebut karena Ia menganggap bahwa sebenarnya warisan tersebut adalah milik dari keluarga suami. Dengan membela haknya sebagai perempuan, Ibu berpendidikan Sekolah Rakyat (SR) ini juga setuju dengan diputuskannya anak perempuan sebagai hak waris. Bahkan untuk mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya, Ibu P Beru.Barus mengatakan, hal tersebut bukan hanya menjadi hak kaum laki-laki saja.

Ibu P Beru.Barus belum tahu tentang keputusan MA, namun perubahan yang dijawab olehnya tentang hak waris adalah, dengan mengakui wanita sebagai hak waris. Faktor yang menyebabkan perubahan dikatakan Ibu P Beru.Barus adalah faktor pendidikan .Pada saat ini juga Ibu penganut agama Pemena ( masih menganut kepercayaan pertama nenek moyang, yang belum mengenal Tuhan) tinggal bersama


(59)

anak perempuan dari abang iparnya, yang sudah berkeluarga dan mempunyai anak. Kepadanya lah kelak, harta warisan akan diberikan, karena ibu inilah yang merawat Ibu, dan Ibu sendiri sudah menganggapnya sebagai anak.

Informan VIII

Ibu Rk.Beru Barus berpendidikan lulus SMA, mendapatkan warisan dari mendiang suami berupa uang. Masih ada yang belum diberikan yaitu ladang, yang masih dikelola abang dari mendiang suami Ibu ini sendiri. Karena belum ada yang meminta ladang tersebut. Yang berhak untuk meminta nantinya, anak laki-laki dari Ibu. Sisa harta tersebut akan menjadi kewajiban abang tua dari mendiang suami Ibu untuk membaginya. Dikatakan Ibu Rk. Beru.Barus juga bahwa rakut si telu akan berperan pada proses pembagiannya nanti, sebagai penengah meskipun tidak ada masalah dalam pembagiannya.

Yang menjadi hak waris dari warisan tersebut adalah ketiga anak laki-lakinya, tetapi warisan tersebut akan dipegang oleh Ibu Rk. Beru.Barus sendiri sampai dirasa anak laki-lakinya sudah boleh menerima warisan tersebut. Dan Ibu Rk.Beru.Barus setuju dengan warisan tersebut.

Tanpa membedakan anak laki-laki dan perempuan, Ibu lulusan SMA ini juga setuju untuk menjadikan anak perempuan turut serta sebagai pewaris. Dengan artian warisan dalam jumlah yang sama besar bagiannya. Dikatakan Ibu Rk. Beru.Barus juga dengan anak perempuan mendapatkan bagian yang sama, hal tersebut merupakan suatu perubahan dimana dahulu perempuan hanya mendapat 1/5 bagian dari anak laki-laki. Apabila ada tiga orang anak perempuan, 1/5 bagian tersebut akan dibagi tiga untuk anak


(1)

10. Terima kasih juga buat Keluarga Surbakti, buat Bibi, Bapak, Ka’Ina dan keluarga semuanya, buat dukungan yang memberi semangat hingga skripsi ini dapat selesai. Buat ‘mama dan mami tengah’ terima kasih untuk bantuannya.

11. Terima Kasihku untuk Bi’Tengah (Lina), Bi’Uda (Sabarita) untuk semangat yang memberi kekuatan untuk terus mau berusaha dalam penyelesaian skripsi ini.

12. Rekan-rekan Sosiologi ’02, Juni, Ziza, Ade (terima kasih untuk persahabatan kita selama ini), Roy, Horhosana, Riko, B’Jordan (makasi buat semua perhatian dan kebaikan kalian selama ini), dan Mona, Witha, Intan, Eka, Dea, Citra, Deddy (maju terus yah…), Bornok, Ana Aritonang, Masly, dan buat semua teman-teman yang lebih dulu telah menyelesaikan kuliahnya.

13. Special buat B’Henryco yang ‘ndut, makasi banyak buat cerewetnya, buat marah-marahnya (kalo aku lagi malas), buat pinjaman komputernya, buat masukannya, waktu, tenaga, dan semua perhatian serta kebaikan yang buat aku tetap semangat berusaha menyelesaikan skripsi ini. Makasi buat “Benk, Ka’Herlin, d’Clovers, rekan pelayananku di Sola Gratia (Rumah Doa) makasi buat doanya, anak-anak ‘PSC, semua orang yang sempat tanyain skripsiku ‘hehe tandanya kalian semua masih perhatian padaku.

14. Akhirnya, kepada seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu terima kasih atas bantuannya. Tuhan memberkati.

Medan, Mei 2008


(2)

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR………i

DAFTAR ISI………..……… iv

DAFTAR TABEL DAN MATRIKS……...………..….v

ABSTRAKSI………viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah………..……..……1

1.2. Perumusan Masalah………..……….…9

1.3. Tujuan Penelitian……….…….…10

1.4. Manfaat Penelitian……….……...10

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Perempuan Karo Dalam Perspektif Gender……….……12

2.2. Analisis Gender………15

2.3. Akses Terhadap Kekayaan………..……….…17

2.4. Kerangka Konsep………..…19

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Peneliti.………21


(3)

3.3. Unit Analisa Data………22

3.4. Teknik Pengumpulan Data………..…………23

3.5. Teknik Analisa Data………..………..…………24

3.6. Jadwal Penelitian……….………..…………..25

3.7. Keterbatasan Penelitian………..………..………...…26

BAB IV DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN 4.1 Deskripsi Daerah Penelitian……….………..…27

4.1.1. Sejarah Desa Penen………..………..…27

4.1.2. Keadaan Fisik……….…….…28

4.1.3. Keadaan Non Fisik……….……….…29

4.1.3.1. Jumlah Penduduk……….……29

4.1.3.2. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin…….29

4.1.3.3. Komposisi Penduduk Menurut Umur..………29

4.1.3.4. Komposisi Penduduk Menurut Agama………30

4.1.3.5. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian………..…...…32

4.2. Interpretasi Data Penelitian………...…34

4.2.1. Profil Informan……….………..…34

4.2.1.1. Informan Kunci………..………...34

4.2.1.2. Informan Biasa………47

4.2.2. Persepsi Dan Pengalaman Informan Terhadap Hak Waris Janda………....49


(4)

4.2.2.2. Informan biasa……….………...…64

4.2.3. Pemahaman Informan Terhadap Issue Gender……….…….…...68

4.2.4. Kondisi Ketidakadilan Gender Yang Dialami Informan………...…76

4.2.4.1. Gender Dan Marginalisasi Perempuan………..…..…...76

4.2.4.2. Gender Dan Subordinasi……….80

4.2.4.3. Gender Dan Stereotype………...85

4.2.4.4. Gender Dan Kekerasan……….…..87

4.2.4.5. Gender Dan Beban Kerja………89

4.2.5. Patriarki Dalam Kebudayaan Masyarakat Karo………94

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan………..100

5.2. Saran……….…103

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(5)

DAFTAR MATRIKS

Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian………..……..25

Tabel 2. Komposisi Penduduk Menurut Umur……….30

Tabel 3. Komposisi Penduduk Desa Penen Menurut Agama………...31

Tabel 4. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian……….32

Matriks 5. Pengalaman Informan Terhadap Hak Waris Janda………63

Matriks 6. Persepsi Informan Terhadap Harta Warisan………..66

Matriks 7. Pengalaman Informan Terhadap Marginalisasi……….76

Matriks 8. Pengalaman Informan Terhadap Subordinasi………82

Matriks 9. Pengalaman Informan Terhadap Kekerasan Dalam Rumah Tangga…87 Matriks 10. Pengalaman Informan Terhadap Burden atau Beban Kerja………….90


(6)

Abstrak

Dalam hal kebudayaan, masyarakat Karo masih memegang teguh adat istiadatnya meskipun mereka bertempat tinggal di perantauan. Mereka tetap menunjukkan eksistensi mereka sebagai orang Karo, salah satunya yaitu dengan menempatkan merga sesudah nama diri. Hubungan kekerabatan pada masyarakat Karo berdasarkan merga, namun dua hal penting yang mempengaruhi hubungan kekeluargaan itu, yaitu kelahiran dan perkawinan. Kedua hubungan tersebut akan menimbulkan hubungan darah, karena hubungan darah itulah dapat diketahui jauh dekatnya hubungan kekerabatan dalam masyarakat itu sendiri.

Masyarakat karo menganut sistem patrilinial. Yaitu dengan menempatkan keturunan mengikuti garis keturunan dari laki-laki. Hal ini menyebabkan adanya ketimpangan antara derajat perempuan dan laki-laki dimana laki-laki dianggap lebih berkuasa dan lebih berharga daripada perempuan. Akhirnya wanita di dominasi oleh laki-laki.

Mengenai warisan, kebudayaan masyarakat Karo menempatkan laki-laki sebagai pewaris utama, sedangkan anak perempuan tidak dianggap berhak untuk mendapatkan warisan. Janda wanita Karo sendiri, tidak dianggap sebagai ahli waris, tetapi mendapat hak untuk menikmati warisan dari suaminya.

Yang menjadi rumusan masalah penelitian ini adalah :

Bagaimana persepsi dan pengalaman wanita Karo yang ditinggal mati suaminya dalam pembagian warisan, adat istiadat Karo di Desa Penen Biru-biru. Bagaimana persepsi tokoh masyarakat, tokoh adat dan masyarakat formal terhadap wanita Karo yang ditinggal mati suaminya dalam pembagian warisan di Desa Penen Biru-biru.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa banyak ketimpangan yang dialami informan jika kita meninjau dari kaca mata gender, informan seluruhnya mengalami subordinasi, sebagian kecil mengalami marginalisasi secara ekonomi dari segi pembagian harta warisan, tetapi sebagian besar mengalami marginalisasi dari segi pendidikan. Sebagian kecil mengalami kekerasan dalam rumah tangga, dengan anggapan informan bahwa pertengkaran dan berujung kekerasan fisik maupun non fisik adalah hal biasa dalam bahtera rumah tangga. Sebagian besar informan mengalami burden, tetapi tidak satupun informan mendapatkan stereotype yang negatif dari lingkungan sosialnya. Hasil tersebut tidak lain merupakan buah dari sistem patriarki, sehingga menempatkan perempuan berada di posisi yang dirugikan.

Kurangnya kesadaran informan terhadap bias gender disebabkan karena sebagian besar informan bahkan tidak pernah mendengar kata gender, sehingga mereka tidak menyadari kerugian yang telah mereka alami. Mereka hanya menjalankan kewajibannya sebagai anak, ibu dan sebagai janda yang akan memberikan hak kepada anak laki-lakinya untuk memutuskan perkara harta warisan dalam rapat keluarga. Tentu saja semua ini dilakukannya tidak lain dari hasil sosialisasi yang ia dapatkan dari lingkungan sekitarnya dan dari aturan adat yang mendukungnya.


Dokumen yang terkait

Persepsi Masyarakat Suku Batak Toba Dan Batak Karo Dalam Konteks Komunikasi Antarbudaya (Studi Kasus Masyarakat Suku Batak Toba di Desa Unjur Dan Masyarakat Batak Karo di Desa Surbakti Terhadap Suku Batak Toba Dalam Mempersepsi Nilai-Nilai Perkawinan Ant

1 91 173

Kedudukan Perempuan Karo Dalam Memperoleh Harta Warisan (Studi Kasus Di Kota Medan)

5 62 133

Persepsi Dan Pengalaman Perempuan Karo Yang Ditinggal Mati Suami Terhadap Harta Warisan (Studi kasus masyarakat Karo di Desa Penen Kec.Biru-biru)

0 74 132

PENGARUH HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAGIAN HARTA WARISAN PADA MASYARAKAT MUSLIM KARO (STUDI KASUS DESA SEI SEMAYANG KECAMATAN SUNGGAL).

0 1 22

Persepsi Dan Pengan Perempuan Karo Yang Ditinggal Mati Suami Terhadap Harta Warisan (Studi kasus masyarakat Karo di Desa Penen Kec.Biru-biru)

0 0 12

Persepsi Dan Pengan Perempuan Karo Yang Ditinggal Mati Suami Terhadap Harta Warisan (Studi kasus masyarakat Karo di Desa Penen Kec.Biru-biru)

0 0 1

Persepsi Dan Pengan Perempuan Karo Yang Ditinggal Mati Suami Terhadap Harta Warisan (Studi kasus masyarakat Karo di Desa Penen Kec.Biru-biru)

0 0 10

Persepsi Dan Pengan Perempuan Karo Yang Ditinggal Mati Suami Terhadap Harta Warisan (Studi kasus masyarakat Karo di Desa Penen Kec.Biru-biru)

0 0 9

Persepsi Dan Pengan Perempuan Karo Yang Ditinggal Mati Suami Terhadap Harta Warisan (Studi kasus masyarakat Karo di Desa Penen Kec.Biru-biru)

0 0 4

Persepsi Dan Pengan Perempuan Karo Yang Ditinggal Mati Suami Terhadap Harta Warisan (Studi kasus masyarakat Karo di Desa Penen Kec.Biru-biru)

0 0 17