Hubungan Rasio Neutrofil : Limfosit dengan Diagnosa Apendisitis Akut di RSUPH. Adam Malik pada Tahun 2014

5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Anatomi Apendiks
Apendiks vermiformis adalah organ sempit, berbentuk tabung yang

mempunyai otot dan mengandung banyak jaringan limfoid di dalam dindingnya.
Apendiks melekat pada permukaan postereomedial caecum, sekitar 1 inci (2,5cm)
dibawah juncture ileocaecalis. Apendiks vermiformis diliputi seluruhnya oleh
peritoneum,

yang

melekat

pada


mesenterium

intestinum

tenue

oleh

messenteriumnya sendiri yang pendek disebut mesoapendiks. Mesoapendiks
berisi arteria dan vena appendicularis dan nervus.

Gambar 2.1 Retrocaecal Apendiks

Apendiks vermiformis terletak di fosa illiaca dextra, dan dalam
hubunganya dengan dinding anterior abdomen, pangkalnya terletak sepertiga ke
atas di garis yang menghubungkan spina illiaca anterior superior dan umbilicus
(titik Mcburney). Di dalam abdomen, dasar apendiks vermiformis mudah

Universitas Sumatera Utara


6

ditemukan dengan mencari taenia coli caecum dan mengikutinya

sampai

apendiks vermiformis, dimana taenia ini bersatu membentuk tunica muscularis
longitudinalis yang lengkap( Richard Snell, 2013)
Apendiks

vermiformis

mendapat

pendarahan

melalui

arteria


appendicularis yang merupakan cabang dari arteria caecalis, sedangkan vena
mengalirkan darahnya ke vena caecalis posterior. Aliran linfe mengalirkan cairan
limfe mesoapendiks dan akhirnya bermuara ke nodi mesenterici superiors.
Apendiks disarafi oleh saraf simpatik dan nervus vagus dari plexus
mesentricus superior. Serabut saraf aferen yang menghantarkan rasa nyeri visceral
dari apendiks berjalan bersama saraf simpatik dan masuk ke medulla spinalis
setinggi vertebra thoracica X. (Snell, 2012)

2.2

Histologi Apendiks
Morfologi dari appendiks mirip dengan kolon, kecuali ada beberapa

modifikasi. Dalam membandingkan mukosa appendiks dengan kolon, epitelnya
mengandung banyak sel goblet, lamina propia dibawahnya mengandung kelenjar
intestinal (kriptus Lieberkuhn), dan terdapat Muskularis Mukosa. Kelenjar
intestinal di appendiks kurang berkembang dan lebih pendek, dan sering
berjauhan letaknya dibandingkan di kolon. Jaringan limfoid difus di dalam lamina
propia sangat banyak dan sering terlihat di submukosa.
Nodulus limfoid dengan pusat germinal banyak ditemukan dan sangat

khas bagi appendiks. Nodulus ini berasal dari lamina propia dan meluas dari epitel
permukaan hingga submukosa.
Submukosa memiliki banyak pembuluh darah. Muskularis eksterna terdiri
atas lapisan sirkular dalam dan longitudinal luar. Ganglion parasimpatis pleksus
mienterikus terletak di antara lapisan otot polos sirkular dalam dan longitudinalis
luar muskularis eksterna. Lapisan terluar appendiks adalah serosa dengan sel
adipose. (diFiore)

Universitas Sumatera Utara

7

Gambar 2.2 Normal Apendiks

2.3

Fisiologi Apendiks
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal

dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran

lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue
(GALT) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah
Imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung
terhadap infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta
mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun,
pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah
jaringan sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan
seluruh tubuh.

Universitas Sumatera Utara

8

2.4

Apendistis Akut

Gambar 2.3 Apendisitis Akut. Infiltrat Inflamasi akut
yang berat menyebar melalui ketebalan dari dinding

apendiks, menghancurkan mukosa, tempat dimana pulau
kecil (M) berada, dan otot polos. Inflamasi menyebar ke
serosa.

2.4.1. Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan
sebagai factor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan factor pencetus
di samping hyperplasia jaringan limf, fekalit*, tumor apendiks, dan cacing ascaris
dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang dapat diduga
menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.
histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi
akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatkannya pertumbuhan kuman flora kolon biasa.
Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.

Universitas Sumatera Utara

9


Obstruksi dari lumen adalah faktor etiologi dominan pada apendisitis akut.
Fecalit adalah penyebab yang paling sering dari obstruksi apendiks. Penyebab
yang lebih jarang adalah hypertrophy dari jaringan limfoid, inspissated barium
from previous x-ray studies, tumor, sayur – sayuran dan biji buah – buahan, dan
parasit usus. Frekuensi dari obstruksi meningkat dengan keparahan dari proses
inflamasi. Fecalith ditemukan 40% dari kasus apendisitis akut sederhana, pada
65% kasus apendisitis gangrenosa tanpa ruptura dan sekitar 90% oada kasus
apendisitis gangrenosa dengan ruptur.( Schwartz)

2.4.2. Epidemiologi
Puncak insidensi dari apendisitis akut adalah pada dasawarsa kedua dan
ketiga hidup. Sangat jarang terjadi pada umur eksrim . Pria dan wanita sama –
sama terkena, kecuali diantara masa pubertasa dan umur 25 tahun, dimana pria
lebih dominan dengan perbandingan 3:2. Perforasi pada penyakit ini lebih umum
terjadi pada bayi dan lansia, yang dimana periode kematian merupakan yang
paling tinggi. Rasio kematian menurun di Eropa dan di Amerika Serikat dari 8.1
per 100 ribu populasi pada 1941 menjadi 8) dapat memprediksi apendisitis akut yang
parah sama baiknya dengan pemeriksaan imaging seperti computed topography
dan netic resonance imaging. (Ischizuka, et al)


Universitas Sumatera Utara