Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Tahapan Kemoterapi Pada Penderita Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) Anak di RSUPH Adam Malik pada tahun 2009-2014

(1)

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Helen Susanti

NIM : 110100075

Tempat, Tanggal Lahir : Medan, 7 Oktober 1993 Pekerjaan : Mahasiswa

Agama : Buddha

Alamat : Jalan Galang No. 11A, Medan, Sumatera Utara Nomor Telepon : 081397956789

Riwayat Pendidikan : TK Swasta Methodist – 3 (1997 – 1999) SD Swasta Methodist – 3 (1999 – 2005) SMP Swasta Methodist – 3 (2005 – 2008) SMA Swasta Methodist – 3 (2008 – 2011) Universitas Sumatera Utara (2011 – sekarang) Riwayat Organisasi : Anggota KMB FK USU (2011 – 2012)


(2)

Lampiran 2 Data induk

No Nama Jenis Kelamin Usia Terdiagnosa

1 MF L 10

2 RI L 10

3 NP P 7

4 CH P 7

5 AM L 8

6 FS P 15

7 AF L 1

8 AP L 12

9 MTS L 7

10 DEH L 6

11 IF P 17

12 SN P 5

13 DI L 5

14 MFf L 7

15 MAS L 3

16 MTA P 4

17 RS P 12

18 AFf L 7

19 SN L 7

20 DKK L 4

21 MR L 3

22 AR L 2

23 EL P 7

24 NHH P 14

25 SA P 10

26 MRA L 9

27 AK L 5

28 SZ P 4

29 RR L 12

30 NFR L 6

31 AIW L 9

32 JA P 12

33 NU P 3


(3)

No Klasifikasi FAB Induksi

BB(kg) TB(cm) IMT Status Gizi

1 L1 11 93 12,71 Gizi Kurang

2 L1 25 125 16 Gizi Baik

3 L2 18 115 13,61 Gizi Baik

4 L1 30 136 16,21 Gizi Baik

5 L1 25 118 17,95 Gizi Lebih

6 L1 35,5 144 17,11 Gizi Baik

7 L1 10 77 16,86 Gizi Baik

8 L1 42 135 23,04 Gizi Lebih

9 L1 25 118 17,95 Gizi Lebih

10 L1 18 112 14,34 Gizi Baik

11 L1 46 159 18,19 Gizi Baik

12 L1 16 105 14,51 Gizi Baik

13 L1 10 103 9,42 Gizi Kurang

14 L1 16 107 13,97 Gizi Baik

15 L1 10 94 11,31 Gizi Kurang

16 L1 15 100 15 Gizi Baik

17 L1 40 137 21,31 Gizi Baik

18 L1 20 113 15,66 Gizi Baik

19 L1 20 109 16,83 Gizi Baik

20 L1 19 108 16,28 Gizi Baik

21 L1 15 94 16,97 Gizi Baik

22 L1 13,5 81 20,57 Obesitas

23 L1 18 114 13,85 Gizi Baik

24 L1 35 146 16,41 Gizi Baik

25 L1 17,5 108 15,00 Gizi Baik

26 L1 32 130 18,93 Gizi Lebih

27 L1 15,5 103 14,61 Gizi Baik

28 L1 12,5 94 14,14 Gizi Baik

29 L1 34 153 14,52 Gizi Kurang

30 L1 20,5 115 15,50 Gizi Baik

31 L1 13 94 14,71 Gizi Baik

32 L2 16 89 20,19 Gizi Baik

33 L1 17 83 24,67 Obesitas


(4)

No Konsolidasi Main

BB(kg) TB(cm) IMT Status Gizi BB(kg) TB(cm) IMT Status Gizi

1 12 95 13,29 Gizi Kurang 13,5 93 15,60 Gizi Baik

2 26 128 15,86 Gizi Baik 28 141 14,08

Gizi Kurang

3 21 115 15,87 Gizi Baik 20 116 14,86 Gizi Baik

4 30 136 16,21 Gizi Baik 31 131 18,06 Gizi Lebih

5 24 118 17,23 Gizi Baik 28 120 19,44 Gizi Lebih

6 39 141 19,61 Gizi Baik 50 145 23,45 Gizi Baik

7 11,5 85 15,91 Gizi Baik 11,5 76 19,90 Gizi Lebih

8 46 148 21,00 Gizi Lebih 52 142 25,78 Obesitas

9 26 118 18,67 Gizi Lebih 28,5 125 18,24 Gizi Lebih

10 22,5 118 16,15 Gizi Baik 27 124 17,55 Gizi Baik

11 52 158,5 20,69 Gizi Baik 54 159 21,35 Gizi Baik

12 17 105 15,41 Gizi Baik 17 105 15,41 Gizi Baik

13 13 105 11,79 Gizi Kurang 16 107 13,97 Gizi Baik

14 18,5 104 17,10 Gizi Baik 17 108 14,57 Gizi Baik

15 12 89 15,14 Gizi Baik 12 89 15,14 Gizi Baik

16 15 101 14,70 Gizi Baik 16 104 14,79 Gizi Baik

17 38 127 23,56 Gizi Lebih 50 142 24,79 Gizi Lebih

18 20 115 15,12 Gizi Baik 20 115 15,12 Gizi Baik

19 20 109 16,83 Gizi Baik 22 110 18,18 Gizi Baik

20 20 112 15,94 Gizi Baik 37 122 24,85 Obesitas

21 15,5 94 17,54 Gizi Lebih 27 118 19,39 Obesitas

22 10 83 14,51 Gizi Baik 13 87 17,17 Gizi Baik

23 22 116 16,34 Gizi Baik 24 117 17,53 Gizi Lebih

24 35 143 17,11 Gizi Baik 38 148 17,34 Gizi Baik

25 16 104 14,79 Gizi Baik 25 112 19,92 Gizi Baik

26 38 131 22,14 Gizi Lebih 38,5 136 20,81 Gizi Lebih

27 16 114 12,31 Gizi Kurang 16 111 12,98 Gizi Baik

28 15 95 16,62 Gizi Baik 14 97 14,87 Gizi Baik

29 39 148 17,80 Gizi Baik 43 152 18,61 Gizi Baik

30 19 112 15,14 Gizi Baik 24 116 17,83 Gizi Lebih

31 13 97 13,81 Gizi Kurang 15 103 14,13

Gizi Kurang

32 12 88 15,49 Gizi Baik 15 91 18,11 Gizi Baik

33 11 92 12,99 Gizi Kurang 14 99 14,28 Gizi Baik


(5)

Lampiran 3 Hasil Output SPSS

Kelompok Usia

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid 1-5 tahun 11 32.4 32.4 32.4 6-10 tahun 14 41.2 41.2 73.5 11-15 tahun 7 20.6 20.6 94.1 >15 tahun 2 5.9 5.9 100.0 Total 34 100.0 100.0

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid L 20 58.8 58.8 58.8

P 14 41.2 41.2 100.0

Total 34 100.0 100.0

Tahun Diagnosa

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 12 35.3 35.3 35.3

2009 2 5.9 5.9 41.2

2010 5 14.7 14.7 55.9

2011 5 14.7 14.7 70.6

2012 4 11.8 11.8 82.4

2013 5 14.7 14.7 97.1

2014 1 2.9 2.9 100.0

Total 34 100.0 100.0

Klasifikasi FAB

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid L1 32 94.1 94.1 94.1

L2 2 5.9 5.9 100.0


(6)

Tahap kemo

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Induksi 34 33.3 33.3 33.3 Konsolidasi 34 33.3 33.3 66.7

Main 34 33.3 33.3 100.0

Total 102 100.0 100.0

Berat badan Mean Tahap kemo Induksi 21.50

Konsolidasi 22.59 Main 25.91

Tinggi badan Mean Tahap kemo Induksi 112.97

Konsolidasi 113.75 Main 116.88

Usia Mean Tahap kemo Induksi 8

Konsolidasi 7

Main 7

IMT Mean Tahap kemo Induksi 16.18

Konsolidasi 16.49 Main 17.91


(7)

Tahap kemo * IMT kurva Crosstabulation

IMT kurva

Total Underweight Normal Overweight Obesitas

Tahap kemo Induksi Count 5 23 4 2 34 % within Tahap kemo 14.7% 67.6% 11.8% 5.9% 100.0% Konsolidasi Count 5 24 5 0 34 % within Tahap kemo 14.7% 70.6% 14.7% .0% 100.0%

Main Count 2 21 7 4 34

% within Tahap kemo 5.9% 61.8% 20.6% 11.8% 100.0%

Total Count 12 68 16 6 102

% within Tahap kemo 11.8% 66.7% 15.7% 5.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Point Probability Pearson Chi-Square 6.581a 6 .361 .370

Likelihood Ratio 8.303 6 .217 .287 Fisher's Exact Test 6.460 .366 Linear-by-Linear

Association

3.001b 1 .083 .100 .050 .016

N of Valid Cases 102

a. 6 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.00. b. The standardized statistic is 1.732.


(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Alcazar, Alejandra M., Nunez-Enriquez, Juan C., Garcia-Ruiz, Carlos A., Gutierrez, Arturo F., dan Mejia-Arangure, Juan M. 2013. Alterations of Nutritional Status in Childhood Acute Leukemia. Dalam: Mejia-Arangure, Juan M. (ed.), Clinical Epidemiology of Acute Lymphoblastic Leukemia –

From the Molecules to the Clinic. Rijeka: InTech, 277-296.

American Cancer Society. 2013. Leukemia – Acute Lymphocytic. Atlanta: American Cancer Society.

American Cancer Society. 2012. Nutrition for Children With Cancer. Atlanta: American Cancer Society.

American Cancer Society. 2013. Understanding Chemotherapy: A Guide for

Patients and Families. Atlanta: American Cancer Society.

AZ, Zalina, Shahar, Suzana, A Jamal, A. R., dan Aini MY, Noor. 2009. Assessing the Nutritional Status of Children with Leukemia from Hospitals in Kuala Lumpur. Mal J Nutr, 15(1): 45-51.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Riskesdas 2013 Dalam

Angka. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Bauer, Jacqueline, Jurgens, Heribert, dan C. Fruhwald, Michael. 2011. Important Aspects of Nutrition in Children with Cancer. Adv. Nutr, 2: 67-77.

Bratanic, Nina, et al. 2006. Final Height and Body Mass Index after treatment for Childhood Acute Lymphoblastic Leukemia. Zdrav Vestn, 75: 145-150. Centers for Disease Control and Prevention. 2011. About BMI for Children and

Teens. Atlanta: CDC.

Co-Reyes, Erica, Li, Rhea, Huh, Winston, dan Chandra, Joya. 2012. Malnutrition and Obesity in Pediatric Oncology Patients : Causes, Consequences, and Interventions. Pediatr Blood Cancer, 59(7): 1160-1167.

Dores, Graca M., Devesa, Susan S., Curtis, Rochelle E., Linet, Martha S., dan Morton, Lindsay M. 2011. Acute leukemia incidence and patient survival among children and adults in the United States, 2001-2007. Blood.


(16)

European Environment And Health Information System. 2009. Incidence of

Childhood Leukaemia. Europe : WHO.

Gamal, Abdul-Hamid. 2011. Classification of Acute Leukemia. Dalam: Antica, Prof. Mariastefania (ed.), Acute Leukemia - The Scientist's Perspective and

Challenge. Rijeka: InTech.

Howard, Martin R., dan Hamilton, Peter J. 2008. Haematology An Illustrated

Colour Text. Edisi III. USA: Saunders Elsevier, 42-43.

Lughetti, Lorenzo, Bruzzi, Patrizia, Predieri, Barbara, dan Paolucci, Paolo. 2012. Obesity in patients with acute lymphoblastic leukemia in childhood. Italian

Journal of Pediatrics, 38: 1-11.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Profil Kesehatan Indonesia

2012. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Panduan Memperingati Hari

Kanker Sedunia di Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan

RI.

Malihi, Z., Kandiah, M., Chan, Y. M., Hosseinzadeh, M., Sohanaki Azad, M., dan Zarif Yeganeh, M. 2013. Nutritional status and quality of life in patients with acute leukaemia prior to and after induction chemotherapy in three hospitals in Tehran, Iran: a prospective study. J Hum Nutr Diet, 26(Suppl. 1): 123-131.

Permono, Bambang dan Ugrasena, IDG. 2010. Leukemia akut. Dalam: Permono, B., Sutaryo, Ugrasena, IDG., Widiastuti, E., dan Abdulsalam, M. (ed.),

Buku Ajar Hematologi – Onkologi Anak. Cetakan Ketiga. Jakarta: IDAI,

236-247.

Pui, C.H., Robison, Leslie, dan Look, Thomas, 2008. Acute Lymphoblastic Leukemia. Lancet, 371 : 1030-1043.

Rini, A.T., Aisyi, Mururul, Sari, Yuni, dan Edi S.T. 2010. Karakteristik Leukemia Limfoblastik Akut pada Anak di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” 2000-2008. Indonesian Journal of Cancer, 4(4): 137-140.


(17)

Roganovic, Jelena. 2013. Acute Lymphoblastic Leukemia in Children. Dalam : Guenova, Margarita & Balatzenko, Gueorgiu (ed.), Leukemia. Rijeka: InTech, 39-51.

Sastroasmoro, Sudigdo, dan Ismael, Sofyan. 2013. Dasar-dasar Metodologi

Penelitian Klinis. Edisi IV. Jakarta: Sagung Seto, 130-140, 334-339.

Tan, S. Y., Poh, B. K., Nadrah, M. H., Jannah, N. A., Rahman, J., & Ismail, N. 2013. Nutritional status and dietary intake of children with acute leukaemia during induction or consolidation chemotherapy. J Hum Nutr Diet, 26: 23-33.

Tisdale, MJ. 2009. Mechanisms of Cancer Cachexia. Physiol Rev. 89: 381-410. Tubergen, David G., dan Bleyer, Archie, 2007. The Leukemias. Dalam :

Kliegman, Robert M., Behrman, Richard E., Jenson, Hal B., and Stanton, Bonita F. (ed.), Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi XVIII. USA: Saunders Elsevier.

Vardiman, James W., et al.. 2009. The 2008 revision of the World Health Organization (WHO) classification of myeloid neoplasms and acute leukemia: rationale and important changes. Blood, 114(5): 937-951.

Widiaskara, I.M., Permono, Bambang, Ugrasena, IDG., dan Ratwita, Mia. 2010. Luaran Pengobatan Fase Induksi Pasien Leukemia Limfoblastik Akut pada Anak di Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo Surabaya. Sari Pediatri, 12(2): 128-134.


(18)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang bagaimana hubungan antara indeks massa tubuh dengan tahapan kemoterapi.

3.2. Definisi Operasional 3.2.1 Tahapan Kemoterapi

• Definisi operasional : tahapan pengobatan yang dijalani oleh pasien meliputi semua tahapan yaitu tahapan induksi, konsolidasi, dan rumatan

• Alat ukur : data rekam medis RSUPH Adam Malik Medan • Skala ukur : nominal

Tahapan Kemoterapi Proporsi LLA

Jenis LLA (FAB)

Induksi Konsolidasi

Rumatan

Indeks Massa Tubuh


(19)

3.2.2. Indeks Massa Tubuh

• Definisi operasional : angka yang didapatkan melalui perhitungan berat badan dan tinggi badan sebagai indikator status nutrisi pasien. • Cara ukur : plot ke kurva WHO dan CDC

• Alat ukur : data dalam rekam medis RSUPH Adam Malik Medan • Hasil ukur :

< 5th persentil : Gizi Kurang 5th persentil - < 85th persentil : Gizi Baik 85th persentil - < 95th persentil : Gizi Lebih >= 95th persentil : Obesitas

• Skala pengukuran : Skala numerik (rasio) yang dikonversikan menjadi skala kategori (ordinal)

3.3. Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah “ada hubungan antara indeks massa tubuh dengan tahapan kemoterapi”.


(20)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1.Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik retrospektif untuk menilai hubungan antara tahapan kemoterapi dengan indeks massa tubuh pasien anak. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah

cross-sectional, dimana data akan diambil dari rekam medik.

4.2.Waktu dan penelitian

Penelitian ini direncanakan akan dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan. Pemilihan tempat dikarenakan RSUP Haji Adam Malik merupakan pusat pelayanan kesehatan rujukan di Sumatera Utara dan jumlah sampel yang diinginkan diharapkan dapat terpenuhi. Waktu penelitian direncanakan dari bulan Juli sampai Oktober 2014.

4.3.Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi

Populasi yang menjadi target dalam penelitian ini adalah pasien anak penderita Leukemia Limfoblastik Akut yang menjalani tahapan kemoterapi dan yang menjadi populasi terjangkau adalah pasien anak penderita Leukemia Limfoblastik Akut yang tercantum dalam data rekam medis di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2009-2014.

4.3.2. Sampel

Pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah total

sampling dimana semua pasien yang terdapat dalam data digunakan sebagai

sampel dan subjek penelitian memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Yang merupakan kriteria inklusi, yaitu :


(21)

2. Menjalani pengobatan/penatalaksanaan kemoterapi sampai ke tahapan akhir.

Yang merupakan kriteria eksklusi, yaitu : 1. Data dalam rekam medis tidak tercatat lengkap.

2. Menjalani pengobatan/penatalaksanaan kemoterapi tidak selesai. 4.4.Metode Pengumpulan Data

Pada tahapan awal, peneliti akan mengajukan izin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, kemudian permohonan izin akan dikirimkan ke pihak RSUP Haji Adam Malik Medan. Setelah izin dikeluarkan, peneliti akan melaksanakan pengumpulan data.

Teknik pengumpulan data adalah melalui pengumpulan data dari rekam medis pasien anak penderita LLA yang memenuhi kriteria. Alat pengumpulan data adalah berupa data sekunder.

4.5.Pengolahan dan Analisa Data

Setelah semua data terkumpul, maka peneliti melakukan analisa data melalui pengolahan data dengan menggunakan teknik komputerisasi.

Pengolahan dan analisa data statistik dengan menggunakan analisis bivariant untuk mengetahui hubungan antara tahapan kemoterapi dengan indeks massa tubuh.


(22)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1.Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan pengambilan data dari rekam medis di RSUPH Adam Malik Medan. RSUPH Adam Malik Medan merupakan rumah sakit kelas tipe A sesuai SK Menkes No.335/Menkes/SK/VII/1990 dan sebagai rumah sakit pendidikan sesuai SK Menkes No.502/Menkes/SK/IX/1991. Visinya adalah sebagai pusat unggulan pelayanan kesehatan dan pendidikan serta merupakan pusat rujukan kesehatan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, D.I. Aceh, Sumatera Barat, dan Riau. Lokasinya dibangun di atas tanah seluas ±10 ha dan terletak di Jalan Bunga Lau No.17, Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara. 5.1.2. Karakteristik Sampel

Data yang dikumpulkan dari rekam medis adalah sebanyak 148 sampel, kemudian dieksklusi sebanyak 114 sampel karena tidak memenuhi kriteria inklusi. 35 sampel loss di tahapan induksi, 38 sampel loss di tahapan konsolidasi, dan 6 sampel loss di tahapan rumatan. Sebanyak 26 sampel mempunyai data yang tidak lengkap dan 9 sampel meninggal. Jadi, jumlah sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 34 subjek yang memenuhi kriteria inklusi. Berdasarkan data yang dikumpulkan tersebut dapat dibuat karakteristik sebagai berikut :


(23)

Gambar 3 : Bagan sampel

148 sampel

Kriteria inklusi : 34 sampel

Kriteria eksklusi : 114 sampel

Tahapan Induksi : 35 sampel Tahapan konsolidasi : 38 sampel

Tahapan rumatan : 6 sampel Data tidak lengkap : 26 sampel


(24)

Tabel 5.1. Karakteristik Sampel

Karakteristik Frekuensi

(n = 34)

Persentase (%)

Usia diagnosis (tahun) ≤ 1 - ≤ 5

> 5 - ≤ 10 > 10 - ≤15 >15 Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Tahun Diagnosa 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Tidak diketahui Klasifikasi FAB L1 L2

IMT berdasarkan tahapan kemoterapi Tahapan Induksi Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih Obesitas Tahapan Konsolidasi Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih Obesitas Tahapan Rumatan Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih Obesitas 11 14 7 2 20 14 2 5 5 4 5 1 12 32 2 5 23 4 2 5 24 5 0 2 21 7 4 32,4 41,2 20,6 5,9 58,8 41,2 5,9 14,7 14,7 11,8 14,7 2,9 35,3 94,1 5,9 14,7 67,6 11,8 5,9 14,7 70,6 14,7 0 5,9 61,8 20,6 11,8


(25)

Berdasarkan karakteristik usia diagnosis, kelompok usia 5-10 tahun terbanyak (41,2%). Umur penderita LLA anak terendah adalah 1 tahun dan umur penderita LLA anak tertinggi adalah 16 tahun.

Berdasarkan karakteristik jenis kelamin, sebanyak 58,8% adalah jenis kelamin laki-laki, sedangkan 41,2% adalah jenis kelamin perempuan. Nilai ratio perbandingan jenis kelamin laki-laki dengan perempuan adalah 1,4 : 1.

Berdasarkan karakteristik tahun diagnosa, didapatkan bahwa pada tahun 2010, 2011, dan 2013 sebanyak 5 kasus ditegakkan diagnosa LLA. Tahun 2009 didapatkan sebanyak 2 kasus, 2014 sebanyak 4 kasus, dan 2014 sebanyak 1 kasus. Sedangkan terdapat 12 kasus yang tanggal diagnosa tidak diketahui karena tidak tertulis di dalam data rekam medis.

Berdasarkan klasifikasi FAB, klasifikasi morfologi LLA-L1 adalah jumlah terbanyak yaitu 32 subjek (94,1%). Sedangkan klasifikasi morfologi LLA-L2 sebanyak 2 subjek (5,9%).

Berdasarkan indeks massta tubuh, pada tahapan induksi, didapatkan 14,7% mempunyai status gizi kurang, 67,6% gizi baik, 11,8% gizi lebih, dan 5,9% obesitas. Pada tahapan konsolidasi, 14,7% gizi kurang, 70,6% gizi baik, 14,7% gizi lebih, dan 0% obesitas. Pada tahapan rumatan, 5,9% gizi kurang, 61,8% gizi baik, 20,6% gizi lebih, dan 11,8% obesitas.

5.1.3. Hasil Analisa Data

Tabel 5.2. Distribusi Silang Tahapan Kemoterapi dengan Indeks Massa Tubuh Tahapan

Kemoterapi

Indeks Massa Tubuh (IMT)

Total Gizi

Kurang Gizi Baik

Gizi

Lebih Obesitas

Nilai p Induksi 5 (14,7%) 23 (67,6%) 4 (11,8%) 2 (5,9%) 34

Konsolidasi 5 (14,7%) 24 (70,6%) 5 (14,7%) 0 (0%) 34 0,366 Rumatan 2 (5,9%) 21 (61,8%) 7 (20,6%) 4 (11,8%) 34

Data pada tabel 5.3 diuji dengan uji Fisher (Uji kai-kuadrat tidak dapat digunakan oleh karena terdapat sel yang hasilnya < 5) yang kemudian diperoleh nilai p


(26)

sebesar 0,366. Dari hasil yang tertera, dengan nilai p yang lebih besar dari 0,05 berarti H0 diterima, yakni tidak terdapat hubungan antara tahapan kemoterapi dengan indeks massa tubuh.

5.2.Pembahasan

Puncak usia terdiagnosis untuk LLA pada penelitian ini adalah usia 5-10 tahun. Hal ini sedikit berbeda dengan literatur yang menyatakan bahwa puncak usia kejadian adalah pada usia 2-5 tahun (Roganovic, 2013), bisa disebabkan oleh pengelompokkan usia dengan rentang yang berbeda sehingga hasilnya menjadi berbeda. Kemungkinan puncak usia merupakan pengaruh faktor-faktor lingkungan di negara industri yang belum di ketahui (Permono dan Ugrasena, 2010).

Observasi pada puncak usia kejadian pada usia 2-5 tahun dan asosiasi antara industrialisasi dan lingkungan modern dengan peningkatan prevalensi kasus mengarah kepada hipotesis paralel mengenai teori infeksi. Hipotesis menyatakan bahwa anak-anak yang pada saat perkembangan fetus sudah terjadi mutasi dan tinggal di lingkungan yang tinggi higienitasnya akan menyebabkan intensitas terpapar patogen rendah. Sehingga, ketika pada saat anak mencapai usia dini, terjadi keterlambatan terpapar pada patogen (Pui, 2008). Hal ini akan mengarah kepada perkembangan leukemia pada anak usia 2-5 tahun.

Rasio penderita leukemia limfoblastik akut berdasarkan jenis kelamin (laki-laki : perempuan) yaitu 1,4 : 1. Hal ini sesuai dengan rasio perbandingan laki-laki : perempuan = 1,15 : 1 (Permono dan Ugrasena, 2010). Banyak literatur menyatakan insidens berdasarkan jenis kelamin, laki-laki lebih banyak dibanding perempuan dan ini berkaitan dengan faktor prognostik pasien.

Menurut Dores (2011), insidens laki-laki lebih banyak dari perempuan dikarenakan adanya mutasi ataupun delesi pada X-linked tumor suppressor gene terutama pada leukemia sel T. Namun hal ini belum bisa dipastikan karena dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan karakteristik genetik dan hormonal, paparan lingkungan, dan tingkat paparan terhadap perbedaan insidens berdasarkan jenis kelamin pada leukemia akut.


(27)

Klasifikasi morfologi berdasarakan FAB pada LLA terbagi atas 3 tipe, yaitu tipe L1, L2, L3 dimana pada penelitian didapatkan presentasenya 94,1%, 5,9%, dan 0%. Hal ini sejalan dengan literatur yang menyatakan bahwa L1 merupakan tipe yang paling sering ditemukan pada anak-anak usia dibawah 15 tahun dan tipe L2 adalah tipe yang kebanyakan ditemukan pada pasien berusia diatas 15 tahun (Gamal, 2011). Sekitar 85% anak-anak dengan LLA mempunyai morfologi tipe L1, 14% L2, dan 1% L3. (Roganovic, 2013). Klasifikasi ini berkaitan erat dengan faktor prognostik anak.

Dari tabel 5.2, didapatkan bahwa pada tahapan induksi, didapatkan 14,7% mempunyai status gizi kurang, 67,6% gizi baik, 11,8% gizi lebih, dan 5,9% obesitas. Pada tahapan konsolidasi, 14,7% gizi kurang, 70,6% gizi baik, 14,7% gizi lebih, dan 0% obesitas. Pada tahapan rumatan, 5,9% gizi kurang, 61,8% gizi baik, 20,6% gizi lebih, dan 11,8% obesitas.

Secara prevalensi, status gizi lebih dan obesitas semakin meningkat di tiap tahapan. Untuk gizi lebih meningkat dari 11,8% menjadi 20,6% dan untuk obesitas meningkat dari 5,9% menjadi 11,8%. Sedangkan status gizi buruk semakin menurun. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bratanic

et al. (2006) dimana terjadi peningkatan prevalensi obesitas pada penderita LLA

anak dari 12,7% menjadi 53,2% pada akhir pengobatan.

Hasil analisa data didapatkan nilai p > 0,05 sehingga H0 diterima yang artinya tidak ada hubungan antara tahapan kemoterapi dengan indeks massa tubuh berbeda dengan hipotesis pada awalnya. Dari penelitian yang dilakukan oleh Zalina (2009) yang meneliti hal yang sama, menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada status gizi sampel anak dengan leukemia pada tahapan pengobatan yang berbeda.

Prevalensi malnutrisi lebih banyak ditemukan pada awal diagnosa dan berkurang seiring dengan kemoterapi yang dilakukan. Hal ini dapat terjadi karena pasien anak menjalani kemoterapi dengan protokol yang sudah dirancangkan dengan baik sehingga pengobatan anak dengan kanker menjadi lebih baik. Perubahan ini dapat mengurangi kondisi malnutrisi pada anak (Zalina, 2009).


(28)

Pada penelitian S.Y.Tan et al. (2013), dinyatakan bahwa perbedaan rerata antara sampel dengan kontrol tidak begitu signifikan. Namun berdasarkan prevalensi, penelitian ini menyatakan bahwa prevalensi gizi lebih dan obesitas pada sampel (24,5%) lebih tinggi dibandingkan kontrol (13,2%). Hal ini dikarenakan pada tahapan awal kemoterapi akumulasi obat kortikosteroid masih lebih sedikit dibandingkan dengan pasien pada tahapan konsolidasi dan rumatan.

Kortikosteroid dapat menyebabkan obesitas melalui beberapa jalur: mempengaruhi nafsu makan/asupan energi, gangguan oksidasi substrat, dan perubahan pada pengeluaran energi. Kortikosteroid dapat mengakibatkan peningkatkan penyimpanan lemak dalam tubuh dan resistensi terhadap leptin (Lughetti, 2012).

Selain itu, terdapat banyak faktor yang menyebabkan tidak ditemukan adanya hubungan antara tahapan kemoterapi dengan IMT. Faktor pertama adalah faktor bias yang disebabkan oleh jumlah sampel yang sedikit. Dari 144 sampel (tahun 2009-2014) yang memenuhi kriteria inklusi hanya 34 sampel. Menurut Sudigdo (2013), perbedaan hasil klinis yang kecil dapat bermakna secara statistika apabila jumlah subjeknya sangat banyak. Sebaliknya perbedaan klinis amat mencolok dapat tidak bermakna secara statistika apabila subjeknya terlalu sedikit.

Faktor kedua adalah hasil berat badan dan tinggi badan didapatkan dari rekam medis dan tidak dilakukan pengukuran langsung terhadap pasien. Sehingga validitasnya tidak begitu terjamin. Faktor lainnya adalah adanya variabel-variabel lain yang juga mempengaruhi status gizi selain tahapan kemoterapi. Seperti asupan energi dan nutrisi, aktifitas fisik, infeksi, dan lain-lain yang tidak diukur di dalam penelitian ini. Ketika asupan gizi pasien bagus dan aktifitas fisiknya bagus, maka status gizi pasien akan lebih bagus dan seimbang.

Pengukuran yang digunakan juga bermacam-macam selain IMT dalam menentukan status gizi seorang anak. Pengukuran lingkar lengan atas merupakan indikator malnutrisi yang lebih sensitif dibanding IMT pada anak penderita kanker. Selain itu, bisa juga dilakukan pengukuran lipatan kulit trisep (Triceps

skinfolds) namun masih banyak institusi yang belum menggunakan pengukuran


(29)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Tidak terdapat hubungan antara tahapan kemoterapi dengan indeks massa tubuh pada penderita LLA anak di RSUPH Adam Malik Medan pada tahun 2009-2014.

2. Dari keseluruhan data, didapatkan bahwa jumlah penderita LLA adalah sebanyak 148 subjek pada tahun 2009-2014.

3. Proporsi jenis LLA berdasarkan FAB didapatkan bahwa jenis L1 sebanyak 94,1% sedangkan jenis L2 sebanyak 5,9%.

4. Dari penelitian, didapatkan bahwa pengobatan kemoterapi yang dijalani oleh pasien terdiri dari 3 tahapan, yaitu tahapan induksi, tahapan konsolidasi, dan tahapan rumatan.

5. Status gizi berdasarkan IMT penderita LLA anak dengan presentasi paling tinggi adalah gizi baik di setiap tahapannya. Namun, status gizi lebih dan obesitas meningkat di tahapan rumatan.

6.2. Saran

1. Peneliti berharap pada penelitian selanjutnya dapat dipertimbangkan untuk menggunakan jumlah sampel yang lebih banyak.

2. Peneliti berharap penelitian ini dapat dijadikan pemicu dalam melakukan penelitian selanjutnya dengan menggunakan variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi status gizi pada pasien LLA. 3. Peneliti berharap dapat digunakannya lebih banyak variabel dalam


(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Leukemia Limfoblastik Akut

Leukemia Limfoblastik Akut adalah salah satu jenis keganasan yang terjadi pada sel darah dimana terjadi proliferasi berlebihan dari sel darah putih. Pada LLA, terjadi proliferasi dari sel prekursor limfoid dimana 80% kasus berasal dari sel limfosit B dan sisanya dari sel limfosit T. Keganasan ini bisa terjadi pada stase manapun pada saat proses diferensiasi sel leukosit (Howard dan Hamilton, 2008).

LLA merupakan kasus keganasan yang paling sering ditemukan pada anak usia 2-5 tahun (Permono dan Ugrasena, 2010) dan akan terus meningkat seiring berkembangnya usia. Pada kasus LLA anak, tingkat kesembuhan dengan pengobatan kemoterapi sangat besar hampir mencapai 80% sedangkan pada orang dewasa lebih rendah tingkat kesembuhannya karena banyaknya pengobatan yang mengalami multi-drug resistance (MDR) (Howard dan Hamilton, 2008).

2.1.1. Etiologi LLA

Penyebab dari terjadinya LLA masih belum diketahui, namun ada penelitian terbaru yang menyatakan bahwa adanya peranan infeksi virus dan atau bakteri (Permono dan Ugrasena, 2010). Ada beberapa faktor-faktor yang membantu meningkatkan angka kejadian LLA seperti faktor lingkungan, faktor genetik (Tabel 1), dan faktor paparan terhadap radiasi pada saat sedang dalam kandungan maupun pada saat kanak-kanak. Selain itu, infeksi virus Epstein-Barr serta sel limfosit B juga berperan terhadap kejadian LLA pada negara berkembang (Tubergen dan Bleyer, 2007).


(31)

Tabel 2.1-Faktor predisposisi dari Leukemia Limfoblastik Akut (Tubergen dan Bleyer, 2007)

Faktor Genetika Faktor Lingkungan Sindrom Down Sindrom Fanconi Sindrom Bloom Diamond-Blackfan anemia Sindrom Schwachman Sindrom Klinefelter Sindrom Turner

Neurofibromatosis tipe 1 Ataxia-telangiectasia

Severe combined immune deficiency Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria Sindrom Li-Fraumeni Radiasi Obat-obat Alkylating agents Nitrosourea Epipodophyllotoxin Benzene exposure Advanced maternal age

2.1.2. Klasifikasi LLA

Klasifikasi dari LLA terbagi atas beberapa jenis, yaitu klasifikasi berdasarkan morfologik, berdasarkan genetika, dan immunofenotip.

1. Klasifikasi French-American-British (FAB)

Klasifikasi dari LLA yang digunakan oleh dunia adalah klasifikasi morfologik menurut FAB (French-American-British) yang berdasarkan atas karakteristik dari sel blas (ukuran sel, rasio sitoplasma-inti, ukuran dari inti sel, dan warna sel).

• LLA-L1

Pada tipe ini, sel blas berukuran kecil dengan sitoplasma yang sempit, nukleolus tidak jelas terlihat, dan kromatin homogen. L1 merupakan jenis leukemia limfoblastik akut yang sering terjadi pada anak-anak, sekitar 70% kasus dengan 74% nya terjadi pada anak-anak usia di bawah 15 tahun (Gamal, 2011).


(32)

L2 terdiri dari sel blas berukuran lebih besar, ukuran inti tidak beraturan, kromatin lebih kasar dengan satu atau lebih anak inti, dan membran nukleolus yang irregular serta sitoplasma yang berbeda warna. Sekitar 27% kasus LLA, didapati morfologik tipe L2 dan lebih sering terjadi pada pasien usia di atas 15 tahun (Gamal, 2011).

• LLA-L3

L3 terdiri dari sel blas berukuran besar, ukurannya homogen, ukuran inti bulat atau oval dengan kromatin berbercak, anak inti banyak ditemukan, sitoplasma yang sangat basofilik disertai dengan vakuolisasi. Pada tipe ini, terjadi mitosis yang cepat sebagai pertanda dari adanya tahapan aktifitas dari makrofag (Gambar 1) (Gamal, 2011).


(33)

Gambar 1 : (A)L1 limfoblas (B)L2 limfoblas (C)L3 limfoblas (Howard dan Hamilton, 2008)

2. Klasifikasi World Health Organization (WHO)

Kelainan klon kromosom sekarang juga dapat diidentifikasi pada sebagian kasus dengan menghitung jumlah kromosom per sel leukemia dan hasil perhitungannya dapat digunakan sebagai penentu baik buruknya prognosis penyakit leukemia. Selain itu juga dilihat translokasi dari genetika sel itu sendiri. Pembagian dari klasifikasi berdasarkan genetika yang dipakai adalah yang diluncurkan oleh WHO (Tabel 2).


(34)

Tabel 2.2-Klasifikasi LLA berdasarkan WHO (Vadirman, 2009) Klasifikasi WHO

Leukemia limfoblastik/limfoma prekursor sel B

Leukemia limfoblastik/limfoma prekursor sel B, tidak spesifik

Leukemia limfoblastik/limfoma prekursor sel B, dengan kelainan genetik

Leukemia limfoblastik/limfoma prekursor sel B, dengan translokasi t(9;22)(q34; q11.2); BCR-ABL1

Leukemia limfoblastik/limfoma prekursor sel B, dengan translokasi t(v; 11q23); MLL rearranged

Leukemia limfoblastik/limfoma prekursor sel B, dengan translokasi t(12;21)(p13; q22); TEL-AML1 (ETV6-RUNX1)

Leukemia limfoblastik/limfoma prekursor sel B, dengan hiperdiploid (>50 kromosom/sel)

Leukemia limfoblastik/limfoma prekursor sel B, dengan hipodiploid (<45 kromosom/sel)

Leukemia limfoblastik/limfoma prekursor sel T

3. Klasifikasi Imunofenotip

Klasifikasi berdasarkan imunofenotip dapat mengklasifikasikan leukemia sesuai dengan tahap-tahap maturasi normal yang dikenal. Klasifikasi ini membagi LLA ke dalam prekursor sel-B atau sel-T. Prekursor sel B termasuk CD 19, CD 22, CD 34, dan CD 79. Sedangkan prekursor sel T membawa imunofenotip CD 2, CD 3, CD 4, CD 5, CD 7, atau CD 8 (Gamal, 2011).

2.1.3. Patofisiologi LLA

Leukemia Limfoblastik Akut terjadi dikarenakan oleh adanya perubahan abnormal pada progenitor sel limfosit B dan T. Pada LLA, kebanyakan kasus disebabkan oleh adanya abnormalitas dari sel limfosit B. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya LLA seperti faktor genetika, imunologi, lingkungan,


(35)

dan obat-obatan. LLA terjadi karena pada sel progenitornya mengalami abnormalitas (Gambar 2) (Roganovic, 2013).

Gambar 2 : Asal sel dan evolusi dari sel kanker (Roganovic, 2013)

Faktor genetika mempunyai peranan paling penting dalam proses terjadinya LLA. Pada beberapa penelitian menyatakan bahwa terjadi gangguan pada gen ARID5B dan IKZF yang ternyata berperan dalam regulasi transkripsi dan diferensiasi sel limfosit B. Selain peranan genetik, faktor lingkungan seperti radiasi dan beberapa bahan kimia, infeksi, serta imunodefisiensi juga berpengaruh. Paparan terhadap radiasi meningkatkan angka kejadian LLA karena menyebabkan adanya gangguan terhadap sel-sel darah yang berada di sumsum tulang. Peranan infeksi terhadap kejadian LLA masih dalam proses pengembangan oleh karena adanya tumpang tindih antara usia anak-anak terkena infeksi dengan insidens puncak dari LLA (Roganovic, 2013).

Anak-anak dengan penyakit imunodefisiensi yang diobati dengan obat-obatan yang bersifat imunosupresif mempunyai resiko tinggi untuk mengalami keganasan terutama limfoma. LLA bisa saja muncul tetapi jarang. Adanya perkembangan sel kanker pada pasien immunocompromised berhubungan dengan infeksi (Roganovic, 2013).


(36)

2.1.4. Gejala Klinis LLA

Gejala klinis yang dialami oleh pasien LLA biasanya bervariasi. Adanya akumulasi dari sel limfoblas abnormal yang berlebihan pada sumsum tulang menyebabkan supresi pada sel darah normal sehingga tanda-tanda klinisnya akan menunjukkan kondisi dari sumsum tulang, seperti anemia (pucat, lemah, takikardi, dispnoe, dan terkadang gagal jantung kongestif), trombositopenia ( peteki, purpura, perdarahan dari membran mukosa, mudah lebam), dan neutropenia (demam, infeksi, ulserasi dari membran mukosa). Selain itu, anoreksia dan nyeri punggung atau sendi juga merupakan salah satu tanda klinis LLA (Roganovic, 2013).

Pada pemeriksaan fisik, didapati adanya pembesaran dari kelenjar getah bening (limfadenopati), pembesaran limpa (splenomegali), dan pembesaran hati (hepatomegali). Pada pasien dengan LLA prekursor sel-T dapat ditemukan adanya dispnoe dan pembesaran vena kava karena adanya supresi dari kelenjar getah bening di mediastinum yang mengalami pembesaran. Sekitar 5% kasus akan melibatkan sistem saraf pusat dan dapat ditemukan adanya peningkatan tekanan intrakranial (sakit kepala, muntah, papil edema) atau paralisis saraf kranialis (terutama VI dan VII) (Roganovic, 2013).

2.1.5. Diagnosis LLA

Ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk menegakkan dan memastikan diagnosis dari LLA, yaitu :

1. Pemeriksaan darah lengkap dan darah tepi

Gejala klinis dan pemeriksaan darah lengkap digunakan untuk menegakkan diagnosis dari LLA. Pada pemeriksaan darah lengkap, dimana akan didapatkan adanya peningkatan sel darah putih/white blood

cell (WBC) mencapai > 10.000/mm3 sedangkan pada 20% kasus peningkatan mencapai > 50.000/mm3. Selain itu, akan ditemukan neutropenia, anemia (Hb < 10 mg/dL) normokromik dan normositik disertai rendahnya retikulosit, trombositopenia (hitung platelet <


(37)

100.000/mm3), dan pada pemeriksaan darah tepi ditemukan adanya sel blas.

2. Aspirasi sumsum tulang belakang

Untuk memastikan diagnosis dari LLA, harus dilakukan aspirasi sumsum tulang belakang. Aspirasi sumsum tulang juga dapat membantu kita mengklasifikasikan LLA. Pasien disuspek menderita leukemia bila didapatkan lebih dari 5% blas pada sumsum tulang, tetapi minimum 25% sel blas diperlukan untuk memenuhi standar kriteria sebelum diagnosis ditegakkan. Biasanya akan dijumpai sel leukemia yang homogen dan hiperseluler dari sumsum tulang.

3. Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSF)

Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien anak asimptomatik untuk mendeteksi leukemia dengan cara pemeriksaan sitologi CSF yang akan menunjukkan pleositosis dan adanya sel blas.

4. Pemeriksaan penunjang lainnya, seperti cytochemistry, imunofenotip, sitogenetik, dan lain-lain (Roganovic, 2013).

2.1.6. Faktor prognostik LLA

Respon pasien terhadap pengobatan berbeda-beda. Ada yang tingkat kesembuhannya lebih tinggi, sedangkan ada yang tingkat kesembuhannya lebih rendah sehingga pengobatan yang dijalani lebih lama. Perbedaan yang mempengaruhi respon terhadap pengobatan disebut sebagai faktor prognostik. Berdasarkan faktor prognostik, pasien dapat digolongkan ke kelompok resiko biasa dan resiko tinggi.

Faktor prognostik LLA menurut Bambang Permono dan IDG Ugrasena dalam IDAI 2010, yaitu :

1. Usia

Pasien anak yang berusia dibawah 18 bulan atau diatas 10 tahun mempunyai prognosis lebih buruk dibandingkan pasien anak yang berusia diantara itu. Pasien bayi yang berusia dibawah 6 bulan pada saat ditegakkan diagnosis, mempunyai prognosis paling buruk.


(38)

2. Jumlah leukosit

Jumlah leukosit awal pada saat penengakan diagnosis LLA sangat bermakna tinggi sebagai suatu faktor prognostik. Ditemukan adanya hubungan antara hitung jumlah leukosit dengan outcome pasien LLA pada anak, yaitu pada pasien dengan jumlah leukosit > 50.000/mm3 akan mempunyai prognosis yang buruk.

3. Jenis kelamin

Beberapa penelitian menyatakan bahwa anak perempuan cenderung mempunyai prognosis yang lebih baik dibandingkan anak laki-laki. Hal ini dikarenakan anak laki-laki mempunyai kecenderungan untuk terjadi relaps testis, insidensi leukemia sel-T yang tinggi, hiperleukositosis, dan organomegali serta massa pada mediastinum.

4. Imunofenotipe

Imunofenotipe juga berperan dalam menentukan faktor prognostik pasien LLA. Leukemia sel-B (L3) dengan antibodi “kappa” dan “lambda” pada permukaannya diketahui mempunyai prognosis buruk tetapi dengan pengobatan yang spesifik, prognosisnya membaik. Sel-T leukemia juga mempunyai prognosis yang buruk dan digolongkan sebagai kelompok resiko tinggi.

5. Respon terhadap terapi

Respon pasien terhadap terapi dapat kita ukur dari jumlah sel blas yang ditemukan pada pemeriksaan darah tepi seminggu setelah dimulai terapi prednison. Prognosis dikatakan buruk apabila pada fase induksi hari ke-7 atau 14 masih ditemukan adanya sel blas pada sumsum tulang.

6. Kelainan jumlah kromosom

LLA hiperdiploid (>50 kromosom/sel) mempunyai prognosis yang baik, sedangkan LLA hipodiploid (< 45 kromosom/sel) mempunyai prognosis yang buruk. Adanya translokasi t(9;22) atau t(4;11) pada bayi berhubungan dengan prognosis buruk.


(39)

2.1.7. Penatalaksanaan LLA

Penatalaksanaan dari leukemia terbagi atas kuratif dan suportif. Penatalaksanaan suportif hanya berupa terapi penyakit lain yang menyertai leukemia beserta komplikasinya, seperti tranfusi darah, pemberian antibiotik, pemberian nutrisi yang baik, dan aspek psikososial (Permono dan Ugrasena, 2010).

Penatalaksaan kuratif, seperti kemoterapi, bertujuan untuk menyembuhkan leukemia. Di Indonesia sendiri sudah ada 2 jenis protokol pengobatan yang umumnya digunakan, yaitu protokol Nasional (Jakarta) dan protokol WK-ALL 2010. Selain dengan kemoterapi, terapi transplantasi sumsum tulang juga memberikan kesempatan untuk sembuh terutama pada pasien yang terdiagnosis leukemia sel-T (Permono dan Ugrasena, 2010).

• Tahapan Kemoterapi

Pengobatan LLA yang umumnya dilakukan adalah kemoterapi. Kemoterapi bertujuan untuk menyembuhkan leukemia dan proses pengobatannya terdiri dari beberapa tahapan-tahapan, yaitu fase induksi-remisi, intensifikasi awal, konsolidasi/terapi profilaksis susunan saraf pusat, intensifikasi akhir (terbagi atas fase re-induksi dan re-konsolidasi), dan maintenance/rumatan.

Terapi Induksi. Tujuan utama dari pengobatan kemoterapi adalah untuk mencapai remisi komplit dan menggembalikan fungsi hematopoesis yang normal. Terapi induksi meningkatkan angka remisi hingga mencapai 98%. Terapi ini berlangsung sekitar 3-6 minggu dengan menggunakan 3-4 obat, yaitu glukokortikoid (prednison/deksametason), vinkristin, L-asparaginase dan atau antrasiklin. Sekitar 2% kasus pasien anak LLA yang menjalani terapi induksi mengalami kegagalan (Roganovic, 2013).

Intensifikasi awal. Target pengobatan adalah anak-anak yang sudah mencapai remisi dan fungsi hematopoesis-nya kembali normal. Tujuan dari tahapan intensifikasi adalah untuk eradikasi sel leukemia yang tersisa dan meningkatkan angka kesembuhan (Roganovic, 2013).


(40)

Konsolidasi/Terapi Profilaksis SSP. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk melanjutkan peningkatan kualitas remisi di sumsum tulang dan sebagai profilaksis susunan saraf pusat. Profilaksis SSP dilakukan mengacu pada fakta bahwa SSP merupakan pusat dari sel leukemia dan dilindungi oleh sawar darah otak sehingga obat tidak bisa menembusnya (Roganovic, 2013).

Intensifikasi Akhir. Penambahan dari tahap intensifikasi akhir ini setelah terapi induksi ataupun konsolidasi ternyata meningkatkan prognosis pasien anak dengan LLA. Tahap ini merupakan tahap pengulangan dari tahap induksi dan intensifikasi awal dan untuk menghindari terjadinya resistensi obat maka dilakukan pergantian obat (Roganovic, 2013).

Terapi rumatan. Setelah pengobatan dengan dosis tinggi dijalankan selama 6 sampai 12 bulan, obat sitotoksis dosis rendah digunakan untuk mencegah terjadinya kondisi relaps. Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengurangi sel leukemia sisa yang tidak terdeteksi. Terapi rumatan dilaksanakan selama 2 atau 3 tahun setelah diagnosis atau setelah tercapainya kondisi remisi morfologik. Keberhasilan ini dipantau dengan melihat hitung leukosit (2.000-3.000/mm3) (Roganovic, 2013).

Pasien dinyatakan remisi komplit apabila tidak ada keluhan dan bebas gejala klinis leukemia. Selain itu, pada aspirasi sumsum tulang didapatkan jumlah sel blas <5% dari sel berinti, hemoglobin >12gr/dL tanpa transfusi, jumlah leukosit > 3.000/uL dengan hitung jenis leukosit normal, jumlah granulosit > 2.000/uL, jumlah trombosit > 100.000/uL, dan pemeriksaan cairan serebrospinal normal (Permono dan Urgasena, 2010).

• Efek Samping Kemoterapi

Kemoterapi membunuh sel-sel kanker yang aktifitas mitosisnya cepat dan terapi ini tidak bisa membedakan yang mana sel kanker yang mana sel normal karena ada sel normal yang aktifitas mitosisnya cepat. Kerusakan


(41)

pada sel yang normal disebut sebagai efek samping. Efek samping yang paling sering dikeluhkan adalah sebagai berikut :

- Anemia

- Alopecia

- Lebam, perdarahan dan infeksi

- Mual dan muntah

- Perubahan selera makan

- Konstipasi

- Diare

- Masalah kesehatan mulut, gusi, dan tenggorokan

- Gangguan otot dan saraf

- Gangguan pada kulit dan kuku

- Gangguan ginjal, vesika urinaria, dan urine

- Weight gain (ACS, 2013).

2.2. Status nutrisi pada kanker anak

Nutrisi merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan pada pasien anak penderita kanker. Baik penyakit maupun pengobatan akan mempengaruhi selera makan, toleransi terhadap makanan, dan kemampuan dari tubuh untuk mengolah nutrien. Nutrisi yang bagus mempunyai banyak manfaat, seperti menurunkan resiko infeksi pada saat pengobatan, menjaga pertumbuhan anak, memberikan kualitas hidup yang bagus, dan lain-lain (ACS, 2013).

Anak-anak dengan kanker membutuhkan banyak nutrisi, seperti : 1. Protein

Tubuh membutuhkan protein untuk tumbuh; memperbaiki jaringan yang rusak; dan untuk menjaga kulit, sel darah, sistem imun, serta sel epitel saluran cerna tetap bagus. Apabila anak tidak mendapatkan asupan protein yang cukup, tubuh akan memecah otot sebagai sumber energi. Hal ini akan meningkatkan resiko infeksi dan memperpanjang proses penyembuhan dari penyakit. Anak-anak yang menjalani kemoterapi, radiasi, dan operasi


(42)

akan membutuhkan asupan protein lebih untuk memperbaiki jaringan yang rusak dan mencegah infeksi (ACS, 2013).

2. Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber utama energi bagi tubuh untuk berfungsi secara normal. Kalori yang dibutuhkan oleh anak-anak bergantung pada usia, berat badan, serta aktifitas fisik mereka dan jumlah kalori mereka akan lebih besar daripada orang dewasa. Anak-anak dengan kanker membutuhkan kalori sekitar 20-90% lebih banyak daripada anak-anak yang tidak menderita kanker (ACS, 2013).

3. Lemak

Lemak memiliki peranan penting dalam nutrisi pada anak karena lemak merupakan sumber kalori paling besar untuk tubuh. Tubuh akan memecah lemak untuk digunakan sebagai energi, melindungi jaringan tubuh, dan melarutkan vitamin untuk diserap ke dalam aliran darah (ACS, 2013). 4. Air

Sel dalam tubuh membutuhkan air untuk berfungsi. Salah satu efek samping dari kemoterapi adalah mual dan muntah, jika gejala ini berkepanjangan akan menyebabkan anak mengalami dehidrasi sehingga keseimbangan cairan dalam tubuh akan terganggu (ACS, 2013).

5. Vitamin dan mineral

Tubuh membutuhkan sedikit vitamin dan mineral untuk tumbuh kembang dan berfungsi secara normal serta membantu tubuh untuk menggunakan energi yang didapat dari makanan. Vitamin D dan kalsium sangat penting untuk pertumbuhan tulang. Pada anak normal, asupan kedua zat ini tidak cukup sehingga pada anak penderita kanker disarankan untuk memperbanyak asupan vitamin D dan kalsium karena obat-obat kemoterapi dapat menurunkan kadar kedua zat dalam tubuh (ACS, 2013). Malnutrisi adalah suatu kondisi dimana terjadi defisiensi dari nutrisi-nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh sehingga tubuh tidak dapat berfungsi secara normal. Malnutrisi pada anak yang menderita kanker disebabkan oleh beberapa


(43)

hal. Sekitar 50-60% anak yang menderita kanker mengalami malnutrisi yang dipengaruhi oleh jenis keganasan dan negara tempat tinggal, baik negara berkembang ataupun negara maju (Alcazar, 2013).

Menurut penelitian Underzo et al. (1996) dan Reilly J, et al. (1999) dalam Alcazar A. M., et al (2013), prevalensi malnutrisi pada pasien yang didiagnosis menderita LLA sekitar 7% untuk negara berkembang, dan pada penelitian yang lainnya menunjukkan angka sekitar 21-23%. Prevalensi anak-anak yang mengalami obesitas setelah selesai pengobatan adalah sekitar 20-34%. Nutrisi menjadi salah satu faktor yang penting dalam menentukan prognosis dan harapan hidup dari pasien LLA.

Pada pasien LLA yang mengalami malnutrisi pada saat ditegakkan diagnosis, ditemukan bahwa kemoterapi lebih berbahaya dan tidak begitu efektif dibandingkan dengan pasien LLA yang mempunyai nutrisi adekuat. Toksisitas hematologi adalah penyebab paling sering dari komplikasi yang terjadi, seperti meningkatkanya resiko infeksi, perdarahan, dan relapse yang disebabkan oleh neutropenia, trombositopenia, dan pengobatan yang dihentikan (Alcazar, 2013). 2.2.1. Patogenesis kanker cachexia dan obesitas

Ada beberapa mekanisme yang menyebabkan kondisi malnutrisi terjadi pada pasien kanker seperti interaksi antara energi dan substrat metabolisme, komponen hormonal dan inflamasi, serta pergantian dari kompartmen metabolik. Hal ini akan mengakibatkan aktivitas metabolik yang dipercepat, oksidasi dari substrat energi, dan hilangnya protein tubuh.

Mekanisme kanker cachexia

Cachexia adalah suatu kondisi dimana terjadi pengurangan

jaringan otot dan lemak tubuh yang berlangsung terus menerus dan bersifat progresif. Pada kanker cachexia, terjadi kehilangan lemak dan otot yang berbeda dengan orang yang puasa berkepanjangan ataupun kelaparan. Hal ini disebabkan oleh adanya peranan sitokin seperti IL-1α,


(44)

IL-1β, dan IL-6 yang dihasilkan oleh jaringan tumor, sel stroma, sistem imun selain itu juga disebabkan TNF- α, dan INF-γ (Bauer, 2011).

Sitokin-sitokin tersebut akan mempengaruhi asupan makanan dan penggunaan energi sehingga menyebabkan gejala klinis dari cachexia. Sitokin akan dibawa melewati blood-brain barier dan berinteraksi dengan sel endotel yang berada di permukaan lumen otak yang menyebabkan suatu substansi dikeluarkan dan mempengaruhi selera makan (Bauer, 2011).

Reseptor TNF- α dan IL-1 ditemukan berada di daerah hipotalamus, yang berperan dalam pengaturan nafsu makan. Semua sitokin ini akan menyebabkan terjadinya anoreksia. Selain itu, prostaglandin juga berperan sebagai mediator penekan nafsu makan (Tisdale, 2009).

Selain itu, hal-hal seperti meningkatnya jumlah nutrisi yang dibutuhkan oleh pasien kanker, gangguan penyerapan nutrient disebabkan adanya gangguan saluran pencernaan oleh karena efek samping pengobatan, gangguan metabolik dan hormonal, nyeri yang tidak terkontrol, dan gangguan pada pengecapan akan memicu penurunan asupan energi sehingga resiko terjadinya cachexia lebih tinggi (Bauer, Jacqueline, 2011).

• Mekanisme obesitas

Obesitas atau overweight merupakan hal yang perlu diperhatikan sebagai akibat dari pengobatan kanker jangka panjang. Mekanisme pasti dari terjadinya obesitas belum dapat dijelaskan secara pasti, namun ada beberapa hipotesis yang menjelaskan adanya akumulasi berlebihan dari lemak tubuh sehingga menyebabkan IMT yang berlebihan (Alcazar, 2013).

Terapi kortikosteroid selain digunakan untuk pengobatan LLA, juga dapat meningkatkan sintesis leptin. Setelah leptin dihasilkan dan masuk ke dalam aliran darah, leptin akan mencapai sistem saraf pusat dan berikatan dengan reseptornya yang terdapat di hipotalamus. Aktivasi dari


(45)

reseptor akan menurunkan produksi dari neuropeptida Y dan peptida lainnya. Selain itu, leptin juga akan mengaktivasi sistem saraf simpatis sehingga aktifitas metabolik dan konsumsi energi meningkat. Leptin mengurangi sekresi insulin sehingga penyimpanan glukosa sebagai sumber energi akan berkurang (Alcazar, 2013).

Ketika terjadi insensitifitas terhadap leptin, akan mengakibatkan gangguan regulasi berat badan dan metabolisme. Sehingga akan menyebabkan adanya gangguan secara intrasel dan mengakibatkan modifikasi metabolik yang mengarah pada peningkatan IMT (Alcazar, 2013).

2.2.2. Tahapan Kemoterapi dan nutrisi pasien LLA

Status nutrisi pada pasien LLA merupakan salah satu hal penting yang harus diperhatikan karena dapat mempengaruhi prognosis dan harapan hidup dari pasien tersebut. Malnutrisi lebih sering ditemukan pada saat anak menjalani tahapan kemoterapi terutama tahapan induksi. Faktor-faktor seperti obat(steroid), makanan, dan aktifitas fisik mempengaruhi status nutrisi dan dimanifestasikan sebagai gangguan pertumbuhan, berat badan bertambah ataupun berat badan menurun (Tan, 2013).

Penurunan berat badan yang berlebihan pada pasien LLA merupakan efek samping dari terapi kanker. Anoreksia, muntah, ataupun malabsorpsi akan mengurangi absorpsi dari nutrien yang dikonsumsi. Sedangkan pada pasien yang mengalami peningkatan berat badan dan obesitas, dikaitkan dengan penggunaan steroid yang berkepanjangan pada saat terapi sehingga selera makan pasien akan meningkat dan asupan energi meningkat (Tan,2013).

2.2.3. Indeks Massa Tubuh Anak

Menurut CDC (2011), Indeks Massa Tubuh adalah angka yang didapatkan melalui perhitungan berat badan dan tinggi badan anak. IMT merupakan salah satu indikator yang menunjukkan lemak dalam tubuh pada anak-anak maupun remaja. Perhitungan IMT tidak memakan biaya dan merupakan metode yang mudah untuk digunakan sebagai screening awal untuk masalah berat badan.


(46)

Untuk anak-anak, IMT spesifik terhadap usia dan jenis kelamin, sehingga sering disebut BMI-for-age.

Setelah dilakukan perhitungan IMT, hasilnya akan di-plot-kan ke dalam kurva WHO maupun CDC sesuai dengan usia mereka untuk mendapatkan hasil persentil. Persentil merupakan indikator yang sudah umum digunakan untuk melihat pertumbuhan anak-anak dan hasilnya membantu mengklasifikasikan anak-anak sesuai dengan berat badan mereka.

Interpretasi hasil : • Kurva WHO (2014) :

Z – score :

< -3SD : Gizi buruk / Kurus sekali < -2SD s/d -3SD : Gizi kurang / Kurus -2SD s/d +2SD : Gizi baik / Normal > +2SD : Gizi lebih / Gemuk Persentil :

< 5th persentil : Underweight

5th persentil - < 85th persentil : Normal (Gizi Baik) 85th persentil - < 95th persentil : Overweight

>= 95th persentil : Obesitas • Kurva CDC (2011) :

< 5th persentil : Underweight

5th persentil - < 85th persentil : Normal (Gizi Baik) 85th persentil - < 95th persentil : Overweight


(47)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Leukemia merupakan suatu penyakit keganasan sel darah dimana terjadi proliferasi berlebihan dari sel darah putih yang berasal dari sumsum tulang, dengan ditemukan adanya sel-sel abnormal pada pemeriksaan darah tepi. Pada leukemia, terdapat gangguan dalam hal produksi dari leukosit. Gangguan ini menyebabkan jumlah leukosit yang dihasilkan sumsum tulang menjadi berlebihan dan fungsi dari leukosit ini menjadi abnormal (Permono dan Ugrasena, 2010).

Leukemia akut merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada anak-anak. Di dunia, anak-anak yang terdiagnosis mengidap leukemia akut sebesar 30-40% dari semua jenis keganasan. Insidens rata-rata leukemia adalah 4-4,5 kasus/tahun/100.000 anak dibawah 15 tahun (Permono dan Ugrasena, 2010).

American Cancer Society memprediksikan angka kejadian Leukemia

Limfoblastik Akut (LLA) di Amerika Serikat mencapai 6.020 kasus (kasus anak-anak dan dewasa) dan angka kematiannya mencapai 1.440 kasus pada tahun 2014 (ACS, 2013). Di Eropa tercatat bahwa angka kejadian LLA pada anak-anak usia 0 – 14 tahun mencapai sekitar 80% dan insiden rata-rata anak-anak yang menderita leukemia sekitar 0,7% (ENHIS, 2009).

Menurut Riskesdas (2007) dalam panduan yang diluncurkan Kementrian Kesehatan RI (2013), prevalensi kanker di Indonesia mencapai 4,3 per 1.000 penduduk dan kanker menduduki peringkat ketujuh penyebab kematian. Sedangkan Sistem Registrasi Kanker di Indonesia (Srikandi) tahun 2005-2007 dalam Kemenkes (2013) mencatat angka kejadian kanker pada anak (0-17 tahun) adalah 9 per 100.000 anak-anak dengan prevalensi leukemia (kanker tertinggi pada anak) adalah 2,8 per 100.000 anak-anak.

Data yang tercatat pada Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa prevalensi leukemia tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi Utara sebanyak 0,11% sedangkan di Sumatera Utara sebanyak 0,01%. Dalam penelitian Widiaskara (Sari Pediatri


(48)

,2010), tercatat bahwa leukemia akut menduduki peringkat pertama penyebab keganasan pada anak dari tahun 1991-2000 di Rumah Sakit Umum Dr.Soetomo Surabaya sejumlah 524 kasus / 59% dari seluruh keganasan. Dari 524 kasus, didapatkan bahwa 430 diantaranya didiagnosis mengidap leukemia akut jenis limfoblastik atau LLA. Sedangkan di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”, setiap tahunnya angka kejadian LLA meningkat sebanyak 8 kasus (Rini, 2010).

Dalam pengobatan leukemia, terdapat dua jenis penanganan yaitu suportif dan kuratif. Penanganan suportif adalah penanganan yang mengobati penyakit penyerta leukemia dan komplikasinya, sedangkan penanganan kuratif adalah penanganan yang bertujuan menyembuhkan leukemia yaitu kemoterapi. Kemoterapi terbagi ada tiga tahapan, yaitu tahapan induksi, konsolidasi, dan rumatan (Permono dan Ugrasena, 2010). Dari banyak penelitian menunjukkan bahwa pengobatan dengan cara kemoterapi telah berhasil menaikkan angka kesembuhan pada penderita leukemia tetapi sama seperti pengobatan lainnya yang memiliki efek samping begitu pula dengan kemoterapi. Banyak efek samping yang dimiliki oleh kemoterapi dimana salah satunya yaitu berupa adanya gangguan gizi.

Status gizi pada anak-anak dapat dihitung melalui beberapa indikator antropometri seperti BB/U, TB/U, dan BB/TB. Indikator BB/U menjelaskan masalah gizi secara umum, indikator TB/U menjelaskan masalah gizi yang bersifat kronis, sedangkan indikator BB/TB dan IMT menjelaskan masalah gizi yang bersifat akut (Kementrian Kesehatan RI, 2013). Status gizi sendiri dapat dijadikan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi prognosis suatu penyakit nantinya.

Hasil penelitian Malihi (2013), menunjukkan bahwa anak-anak cenderung mengalami status gizi buruk pada tahapan awal kemoterapi/fase induksi. Studi yang sama juga membuktikan bahwa angka tahapan kemoterapi menyebabkan adanya gangguan gizi cukup signifikan. Suatu penelitian cross-sectional di Malaysia menunjukkan bahwa anak-anak yang mendapatkan kemoterapi cenderung mengalami obesitas/status gizi lebih pada akhir pengobatan (Tan, 2013). Sedangkan suatu penelitian di Malaysia juga malah menunjukkan bahwa


(49)

tidak ada perbedaan status gizi yang berarti pada pasien yang menjalani tahapan kemoterapi (Zalina, 2009).

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dan hasil pengamatan sementara bahwa ada hubungan antara tahapan kemoterapi dan status gizi, maka penulis merasa tertarik untuk meneliti hubungan tahapan kemoterapi terhadap status gizi (IMT) pasien anak-anak penderita LLA.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat hubungan indeks massa tubuh (IMT) dengan tahapan kemoterapi pada penderita LLA anak di RSUPH Adam Malik Medan pada tahun 2009-2014?”

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan indeks massa tubuh (IMT) dengan tahapan kemoterapi pada penderita LLA anak di RSUPH Adam Malik Medan pada tahun 2009-2014.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui jumlah penderita LLA anak di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2009-2014

2. Mengetahui proporsi jenis LLA berdasarkan FAB di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2009-2014

3. Mengetahui tahapan kemoterapi yang dijalani pasien anak-anak penderita LLA di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2009-2014 4. Mengetahui status gizi berdasarkan IMT penderita LLA anak di


(50)

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, diantaranya : 1. Memberi informasi tentang hubungan tahapan kemoterapi terhadap

status gizi.

2. Menjadikan dasar bagi tenaga medis di RSUP Haji Adam Malik untuk meningkatkan status nutrisi dan quality of life pasien LLA yang sedang menjalankan kemoterapi.

3. Memberi informasi kepada orang tua tentang status gizi anak setelah mengikuti pengobatan kemoterapi.

4. Menambah pengetahuan peneliti tentang penyakit Leukemia Limfoblastik Akut.

5. Menambah pengetahuan peneliti tentang tahapan kemoterapi dan efek sampingnya.


(51)

ABSTRAK

Latar Belakang : Tahapan kemoterapi merupakan pengobatan yang harus dijalani oleh penderita LLA anak dan memiliki efek samping yang salah satunya adalah gangguan gizi. Status gizi sendiri mempengaruhi laju pertumbuhan anak dan Indeks Massa Tubuh merupakan salah satu indikator antropometri yang menjelaskan masalah gizi akut.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan indeks massa tubuh dengan tahapan kemoterapi pada penderita LLA anak.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain studi

cross-sectional yang dilaksanakan dari Juli hingga Oktober 2014 dengan pengambilan data

dari rekam medik penderita LLA anak di RSUP Haji Adam Malik Medan. Pengambilan data menggunakan metode total sampling. Data yang diperoleh kemudian dianalisa dengan menggunakan uji Fisher.

Hasil : Jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi adalah 34 sampel dengan masing-masing menjalani setiap tahapan kemoterapi. Pada tahapan induksi, didapatkan 14,7% mempunyai status gizi kurang, 67,6% gizi baik, 11,8% gizi lebih, dan 5,9% obesitas. Pada tahapan konsolidasi, 14,7% gizi kurang, 70,6% gizi baik, 14,7% gizi lebih, dan 0% obesitas. Pada tahapan rumatan, 5,9% gizi kurang, 61,8% gizi baik, 20,6% gizi lebih, dan 11,8% obesitas. Dari data ini lalu dianalisa hubungan tahapan kemoterapi dengan IMT. Dari hasil uji Fisher, diperoleh p value sebesar 0,366 (>0,05).

Kesimpulan : Tidak terdapat hubungan antara tahapan kemoterapi dengan indeks massa tubuh.


(52)

ABSTRACT

Background : Chemotherapy is a treatment that must be endured by children with ALL and have side effects, one of which is a nutritional alteration. Nutritional status affects children’s growth spurt and body mass index is one of the anthropometric indicators that indicate acute malnutrition.

Objective : This study aims to determine whether there was a relationship between body mass index and chemotherapy in children patients with ALL.

Methods : This research was an analytical study with cross-sectional design conducted from July to October 2014 by collecting data from medical records of children patient with ALL in Haji Adam Malik General Hospital Medan. Retrieval of data was using total sampling method. The data obtained were analyzed by using Fisher-Test.

Results : The samples that meet the inclusion criteria were 34 samples with each undergo every phases of chemotherapy. In induction phase, 14,7% were underweight, 67,6% normoweight, 11,8% overweight, and 5,9% obesity. In consolidation phase, 14,7% underweight, 70,6% normoweight, 14,7% overweight, and 0% obesity. In maintainance phase, 5,9% underweight, 61,8% normoweight, 20,6% overweight, and 11,8% obesity. From the result of Fisher test, p value of 0,366 was obtained (>0,05). Conclusion : There wasn’t a co-relation between chemotherapy and body mass index.


(53)

TAHAPAN KEMOTERAPI PADA PENDERITA

LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT (LLA) ANAK DI

RSUPH ADAM MALIK PADA TAHUN 2009-2014

Oleh :

HELEN SUSANTI

110100075

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(54)

LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT (LLA) ANAK DI

RSUPH ADAM MALIK PADA TAHUN 2009-2014

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh :

HELEN SUSANTI

110100075

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(55)

LEMBAR PENGESAHAN

Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Tahapan Kemoterapi Pada Penderita Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) Anak di RSUPH Adam Malik pada tahun 2009-2014

NAMA : HELEN SUSANTI NIM : 110100075

Dosen Pembimbing Dosen Penguji I

(Prof. dr. Bidasari Lubis, Sp. A(K)) (dr. Surjit Singh, Sp. F) NIP. 19530315 197912 2 001 NIP. 19510203 198903 1 001

Dosen Penguji II

(dr. T. Helvi Mardiani, M.Kes) NIP. 19720107 200112 2 002

Medan, 9 Januari 2014 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH) NIP. 19540220 198011 1 001


(56)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat pada waktunya. Karya tulis ilmiah ini disusun sebagai rangkaian tugas akhir untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini, penulis menerima banyak bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. dr. Bidasari Lubis, Sp. A(K), selaku dosen pembimbing yang telah memberi banyak arahan, bimbingan, dan masukan kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

3. dr. Surjit Singh, Sp.F dan dr. T.Helvi Mardiani, M.Kes sebagai dosen penguji yang telah memberi masukan dan saran-saran yang sangat berarti dalam membuat karya tulis ilmiah ini lebih baik.

4. dr. Beby Syofiani Hasibuan, Sp. A, selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberi banyak arahan dan bimbingan kepada penulis selama perkuliahan hingga penyelesaian studi.

5. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas bimbingan selama proses penyelesaian karya tulis ilmiah. 6. Staf bagian Instalasi Rekam Medis dan dokter bagian Poli Anak divisi

Hematologi-Onkologi RSUP H. Adam Malik Medan yang telah membantu di dalam proses pengumpulan data.

7. Keluarga penulis yang telah membesarkan dengan penuh kasih sayang serta senantiasa membantu, mendoakan, dan memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan karya tulis dan pendidikan.


(57)

8. Rekan satu dosen pembimbing saya, Stephanie dan Juniarto, yang telah membantu di dalam proses penelitian.

9. Rekan-rekan mahasiswa FK USU stambuk 2011 seperti Ida, Vera, Aily, Vina, dll yang tidak mungkin disebutkan satu per satu yang telah memberi saran, kritik, dukungan materi, dan moril yang baik dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah dan pendidikan.

Selama penyusunan dan penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan dan memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan tanggapan dari berbagai pihak agar penulis dapat memperbaiki kesalahan dan kekurangan tersebut pada masa yang akan datang.

Akhir kata, semoga karya tulis ilmiah ini memiliki manfaat dan nilai bagi kita semua dan di masa yang akan datang sekiranya dapat menjadi rujukan untuk penulisan selanjutnya yang lebih baik lagi.

Medan, 9 Januari 2014 Penulis

Helen Susanti (110100075)


(58)

ABSTRAK

Latar Belakang : Tahapan kemoterapi merupakan pengobatan yang harus dijalani oleh penderita LLA anak dan memiliki efek samping yang salah satunya adalah gangguan gizi. Status gizi sendiri mempengaruhi laju pertumbuhan anak dan Indeks Massa Tubuh merupakan salah satu indikator antropometri yang menjelaskan masalah gizi akut.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan indeks massa tubuh dengan tahapan kemoterapi pada penderita LLA anak.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain studi

cross-sectional yang dilaksanakan dari Juli hingga Oktober 2014 dengan pengambilan data

dari rekam medik penderita LLA anak di RSUP Haji Adam Malik Medan. Pengambilan data menggunakan metode total sampling. Data yang diperoleh kemudian dianalisa dengan menggunakan uji Fisher.

Hasil : Jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi adalah 34 sampel dengan masing-masing menjalani setiap tahapan kemoterapi. Pada tahapan induksi, didapatkan 14,7% mempunyai status gizi kurang, 67,6% gizi baik, 11,8% gizi lebih, dan 5,9% obesitas. Pada tahapan konsolidasi, 14,7% gizi kurang, 70,6% gizi baik, 14,7% gizi lebih, dan 0% obesitas. Pada tahapan rumatan, 5,9% gizi kurang, 61,8% gizi baik, 20,6% gizi lebih, dan 11,8% obesitas. Dari data ini lalu dianalisa hubungan tahapan kemoterapi dengan IMT. Dari hasil uji Fisher, diperoleh p value sebesar 0,366 (>0,05).

Kesimpulan : Tidak terdapat hubungan antara tahapan kemoterapi dengan indeks massa tubuh.


(59)

ABSTRACT

Background : Chemotherapy is a treatment that must be endured by children with ALL and have side effects, one of which is a nutritional alteration. Nutritional status affects children’s growth spurt and body mass index is one of the anthropometric indicators that indicate acute malnutrition.

Objective : This study aims to determine whether there was a relationship between body mass index and chemotherapy in children patients with ALL.

Methods : This research was an analytical study with cross-sectional design conducted from July to October 2014 by collecting data from medical records of children patient with ALL in Haji Adam Malik General Hospital Medan. Retrieval of data was using total sampling method. The data obtained were analyzed by using Fisher-Test.

Results : The samples that meet the inclusion criteria were 34 samples with each undergo every phases of chemotherapy. In induction phase, 14,7% were underweight, 67,6% normoweight, 11,8% overweight, and 5,9% obesity. In consolidation phase, 14,7% underweight, 70,6% normoweight, 14,7% overweight, and 0% obesity. In maintainance phase, 5,9% underweight, 61,8% normoweight, 20,6% overweight, and 11,8% obesity. From the result of Fisher test, p value of 0,366 was obtained (>0,05). Conclusion : There wasn’t a co-relation between chemotherapy and body mass index.


(60)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN………. iii

KATA PENGANTAR………. iv

ABSTRAK……… vi

ABSTRACT……….. vii

DAFTAR ISI……….viii

DAFTAR TABEL……….... .x

DAFTAR GAMBAR……… xi

DAFTAR LAMPIRAN……… xii

BAB 1 PENDAHULUAN………... 1

1.1.Latar Belakang………... 1

1.2.Rumusan Masalah………... 3

1.3.Tujuan Penelitian………... 3

1.4.Manfaat Penelitian……….…… 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………... 5

2.1 Leukemia Limfoblastik Akut………... 5

2.1.1. Etiologi LLA………... 5

2.1.2. Klasifikasi LLA……….. 6

2.1.3. Patofisiologi LLA………... 9

2.1.4. Gejala Klinis LLA……….. 11

2.1.5. Diagnosis LLA………... 11

2.1.6. Faktor Prognostik LLA……….. 12

2.1.7. Penatalaksanaan LLA………. 14

2.2. Status nutrisi pada kanker anak……… 16

2.2.1. Patogenesis kanker cachexia dan obesitas………. 18


(61)

2.2.3. Indeks Massa Tubuh anak……….. 20

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL……… 22

3.1. Kerangka Konsep Penelitian……… 22

3.2. Definisi Operasional………. 22

3.3. Hipotesis………... 23

BAB 4 METODE PENELITIAN………. 24

4.1. Jenis Penelitian………. 24

4.2. Waktu dan Penelitian……… 24

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian………... 24

4.4. Metode Pengumpulan Data……….. 25

4.5. Pengolahan dan Analisa Data……….. 25

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………... 26

5.1. Hasil Penelitian………. 26

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian……… 26

5.1.2. Karakteristik Sampel……….. 26

5.2. Pembahasan……….. 30

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN………. 33

6.1. Kesimpulan………... 33

6.2. Saran………. 33

DAFTAR PUSTAKA……… 34 LAMPIRAN


(62)

Daftar Tabel

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1 Faktor Predisposisi dari Leukemia Limfoblastik 6

Akut (LLA)

Tabel 2.2 Klasifikasi LLA berdasarkan WHO 9

Tabel 5.1. Karakteristik Sampel 28

Tabel 5.2. Distribusi Silang Tahapan Kemoterapi dengan 29 Indeks Massa Tubuh


(63)

Daftar Gambar

Nomor Judul Gambar Halaman

1 Gambaran sel blas pada LLA 8

2 Asal sel dan evolusi dari sel kanker 10


(64)

Daftar Lampiran

LAMPIRAN 1 Daftar Riwayat Hidup LAMPIRAN 2 Data Induk

LAMPIRAN 3 Hasil Output SPSS LAMPIRAN 4 Ethical Clearance

LAMPIRAN 5 Surat Izin Penelitian

LAMPIRAN 6 Kurva WHO untuk Anak Perempuan LAMPIRAN 7 Kurva WHO untuk Anak Laki-laki LAMPIRAN 8 Kurva CDC untuk Anak Perempuan LAMPIRAN 9 Kurva CDC untuk Anak Laki-laki


(1)

vii

ABSTRACT

Background : Chemotherapy is a treatment that must be endured by children with ALL and have side effects, one of which is a nutritional alteration. Nutritional status affects children’s growth spurt and body mass index is one of the anthropometric indicators that indicate acute malnutrition.

Objective : This study aims to determine whether there was a relationship between body mass index and chemotherapy in children patients with ALL.

Methods : This research was an analytical study with cross-sectional design conducted from July to October 2014 by collecting data from medical records of children patient with ALL in Haji Adam Malik General Hospital Medan. Retrieval of data was using total sampling method. The data obtained were analyzed by using Fisher-Test.

Results : The samples that meet the inclusion criteria were 34 samples with each undergo every phases of chemotherapy. In induction phase, 14,7% were underweight, 67,6% normoweight, 11,8% overweight, and 5,9% obesity. In consolidation phase, 14,7% underweight, 70,6% normoweight, 14,7% overweight, and 0% obesity. In maintainance phase, 5,9% underweight, 61,8% normoweight, 20,6% overweight, and 11,8% obesity. From the result of Fisher test, p value of 0,366 was obtained (>0,05). Conclusion : There wasn’t a co-relation between chemotherapy and body mass index.


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN………. iii

KATA PENGANTAR………. iv

ABSTRAK……… vi

ABSTRACT……….. vii

DAFTAR ISI……….viii

DAFTAR TABEL……….... .x

DAFTAR GAMBAR……… xi

DAFTAR LAMPIRAN……… xii

BAB 1 PENDAHULUAN………... 1

1.1.Latar Belakang………... 1

1.2.Rumusan Masalah………... 3

1.3.Tujuan Penelitian………... 3

1.4.Manfaat Penelitian……….…… 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………... 5

2.1 Leukemia Limfoblastik Akut………... 5

2.1.1. Etiologi LLA………... 5

2.1.2. Klasifikasi LLA……….. 6

2.1.3. Patofisiologi LLA………... 9

2.1.4. Gejala Klinis LLA……….. 11

2.1.5. Diagnosis LLA………... 11

2.1.6. Faktor Prognostik LLA……….. 12

2.1.7. Penatalaksanaan LLA………. 14

2.2. Status nutrisi pada kanker anak……… 16

2.2.1. Patogenesis kanker cachexia dan obesitas………. 18

2.2.2. Tahapan kemoterapi dan nutrisi pasien LLA………. 20


(3)

ix

2.2.3. Indeks Massa Tubuh anak……….. 20

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL……… 22

3.1. Kerangka Konsep Penelitian……… 22

3.2. Definisi Operasional………. 22

3.3. Hipotesis………... 23

BAB 4 METODE PENELITIAN………. 24

4.1. Jenis Penelitian………. 24

4.2. Waktu dan Penelitian……… 24

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian………... 24

4.4. Metode Pengumpulan Data……….. 25

4.5. Pengolahan dan Analisa Data……….. 25

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………... 26

5.1. Hasil Penelitian………. 26

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian……… 26

5.1.2. Karakteristik Sampel……….. 26

5.2. Pembahasan……….. 30

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN………. 33

6.1. Kesimpulan………... 33

6.2. Saran………. 33

DAFTAR PUSTAKA……… 34 LAMPIRAN


(4)

Daftar Tabel

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1 Faktor Predisposisi dari Leukemia Limfoblastik 6 Akut (LLA)

Tabel 2.2 Klasifikasi LLA berdasarkan WHO 9 Tabel 5.1. Karakteristik Sampel 28 Tabel 5.2. Distribusi Silang Tahapan Kemoterapi dengan 29 Indeks Massa Tubuh


(5)

xi

Daftar Gambar

Nomor Judul Gambar Halaman

1 Gambaran sel blas pada LLA 8

2 Asal sel dan evolusi dari sel kanker 10


(6)

Daftar Lampiran

LAMPIRAN 1 Daftar Riwayat Hidup LAMPIRAN 2 Data Induk

LAMPIRAN 3 Hasil Output SPSS LAMPIRAN 4 Ethical Clearance LAMPIRAN 5 Surat Izin Penelitian

LAMPIRAN 6 Kurva WHO untuk Anak Perempuan LAMPIRAN 7 Kurva WHO untuk Anak Laki-laki LAMPIRAN 8 Kurva CDC untuk Anak Perempuan LAMPIRAN 9 Kurva CDC untuk Anak Laki-laki


Dokumen yang terkait

Gambaran Indeks Massa Tubuh dengan Lamanya Hipertensi pada Penderita Hipertensi yang Berobat Jalan di RSUP H. Adam Malik Medan

1 67 52

Hubungan Status Hematologi sebagai Faktor Prognostik dengan Masa Remisi Pada Pasien Anak Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) di RSUP. H. Adam Malik dari Tahun 2009-2014

2 53 69

Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Prevalensi Angular Cheilitis Pada Anak Panti Asuhan SOS Childrens Village Dan Panti Asuhan Al-Jamiatul Wasliyah Medan

10 92 44

Angka Kejadian Mukositis Oral pada Anak Menderita Leukemia Limfoblastik Akut yang Menjalani Kemoterapi di RSUP Haji Adam Malik Medan

4 70 42

Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Tahapan Kemoterapi Pada Penderita Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) Anak di RSUPH Adam Malik pada tahun 2009-2014

0 0 12

Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Tahapan Kemoterapi Pada Penderita Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) Anak di RSUPH Adam Malik pada tahun 2009-2014

0 0 2

Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Tahapan Kemoterapi Pada Penderita Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) Anak di RSUPH Adam Malik pada tahun 2009-2014

0 0 4

Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Tahapan Kemoterapi Pada Penderita Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) Anak di RSUPH Adam Malik pada tahun 2009-2014

0 0 17

Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Tahapan Kemoterapi Pada Penderita Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) Anak di RSUPH Adam Malik pada tahun 2009-2014

0 3 3

Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Tahapan Kemoterapi Pada Penderita Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) Anak di RSUPH Adam Malik pada tahun 2009-2014

0 0 14