ANALISIS HUBUNGAN WARGA NEGARA DENGAN NE

ANALISIS HUBUNGAN WARGA NEGARA DENGAN NEGARA
dalam Kasus
“ Penangkapan AKBP IEP dalam Dugaan Kasus Sindikat Narkoba”

Disusun Guna Memenuhi Tugas Pendidikan Kewarganegaraan
Oleh :
Yanti Eka Sari Putri
F1I014041
HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
TAHUN AJARAN 2014/2015

I.

Latar Belakang
Maraknya kasus narkoba yang terjadi dewasa ini menjadikan Indonesia
sebagai salah satu negara paling konsumtif terhadap narkoba. Menurut data
dari BNN sekitar 4,2 juta orang Indonesia menggunakan narkoba dalam
usia produktif. Selain menjadi negara pengonsumsi narkoba, Indonesia
juga menjadi negara penghasil ganja kwalitas terbaik di dunia. Peredaran

Narkoba di Indonesia sudah merambah ke berbagai kalangan tanpa
memandang usia, jabatan, hingga status sosial. Dari perkampungan kumuh
hingga gedung DPR tidak luput dari eksistensinya. Keberadaan Narkoba
yang sedemikan rupa di fasilitasi dengan lemahnya hukum yang ada di
Indonesia. Peredarannya sudah mengakar dan menjadi sebuah sistem
dengan backing yang sangat kuat. Dari mulai petinggi pemerintahan hingga
pejabat kepolisian. Kasus terbaru yang terjadi di Lembaga Kepolisian kita
adalah tertangkapnya dua aparat Polri berpangkat AKBP dan Bripka yang
kedapatan membawa sabu-sabu seberat 6 Kg. Keduanya tertangkap di
Kuching, Serawak Malaysia pada hari Jumat, 29 Agustus 2014. AKBP IEP
dan Bripka H ditangkap sebagai pengembangan penangkapan tersangka
kasus Narkoba di Kuala Lumpur International Airport. Tersangka mengaku
akan mengirimkan Narkoba ke Kuching, Sarawak Malaysia. Setelah
diminta untuk menunjukan tempat transaksi, Polisi Narkotik Di-Raja
Malaysia menangkap 3 orang yang ada di tempat kejadian. Dua
diantaranya adalah AKBP IEP dan Brigadir Kepala H. Selang beberapa
jam dari penangkapan kedua aparat tersebut, Kapolda Kalbar, Brigjen Arief

Sulistyanto mendapat telepon dari Liaison Officer Polri di Kuching,
Kompol Taufik Nurisya. Beliau mengabarkan tentang penangkapan dua

anak buah Kapolda Kalbar terkait dugaan sindikat Narkoba. Kemudian
Kapolda meneruskan kabar tersebut kepada Kapolri Jendral Sutarman.
Keesokan harinya, Sabtu 30 Agustus 2014, Kapolda Kalbar Brigjen Arief
Sulistyanto menugaskan tim ke Kuching dipimpin Wakapolda Kalbar, Dir
Narktiotika, dan Kapolsek Entikong. Tim bertemu Deputi Komisioner Polis
Diraja Malaysia, Datuk Wira Muhammad Sabtu Bin Usman di Kuching,
Ketua Polis IPK Sarawak Malaysia, didampinggi Super Intenden Lukas,
Kepala Narkotik Ibu Pejabat Kontingen Sarawak Malyasia. Pertemuan
tersebut memastikan penangkapan AKPB IEP dan Bripka H. Keduanya
dalam proses pemeriksaan pihak Cawangan Narkotik Polis IPD Kuching,
Sarawak. Kasus tersebut sangat mencoreng nama kepolisian Indonesia di
mata Internasional, terlebih lagi citra polisi di masyarakat yang semakin
buruk. Sebagai anggota kepolisian setiap anggota terikat oleh aturan yang
berlaku di lembaga kepolisian tersebut selain itu, setiap aparat kepolisian
juga menjadi bagian dari masyarakat sehingga mereka juga terikat
perarturan yang berlaku di masyarakat. Selain terancam diberhentikan dari
jabatannya di Kepolisian AKBP IEP dan MP Harahap juga dikenakan
ancaman hukuman mati di Malaysia yang merujuk pada Akta Dadah
Berbahaya 1952 Pasal 39B. Semua warga negara terikat dengan aturan
aturan yang berlaku dinegaranya, peraturan tersebut bersifat memaksa.


II.

Rumusan Makalah
1. Mengapa tindakan korupsi bisa terjadi?
2. Bagaimana cara mengatasi tindak korupsi tersebut?

III.

Pembahasan
Korupsi adalah suatu tindak pidana yang merugikan banyak pihak.
Penyebab adanya tindakan korupsi sebenarnya bervariasi dan beraneka
ragam. Akan tetapi, secara umum dapatlah dirumuskan, sesuai dengan
pengertian korupsi diatas yaitu bertujuan untuk mendapatkan keuntungan
pribadi atau orang lain secara tidak sah.
Mengutip teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne atau sering disebut
GONE Theory, bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi
meliputi :



Greeds (keserakahan): berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang
secara potensial ada di dalam diri setiap orang.



Opportunities (kesempatan): berkaitan dengan keadaan organisasi atau
instansi atau masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga terbuka
kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan.



Needs (kebutuhan): berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh
individu-individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.



Exposures (pengungkapan): berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi
yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan
melakukan kecurangan.
Faktor-faktor Greeds dan Needs berkaitan dengan individu pelaku (actor)

korupsi, yaitu individu atau kelompok baik dalam organisasi maupun di
luar organisasi yang melakukan korupsi yang merugikan pihak korban.
Sedangkan faktor-faktor Opportunities dan Exposures berkaitan dengan
korban perbuatan korupsi (victim) yaitu organisasi, instansi, masyarakat
yang kepentingannya dirugikan.
Menurut Arya Maheka, Faktor-Faktor yang menyebabkan terjadinya
Korupsi adalah :

1. Penegakan hukum tidak konsisten : penegakan huku hanya sebagai mekeup politik, bersifat sementara dan sellalu berubah tiap pergantian
pemerintahan.
2. Penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang karena takut dianggap bodoh
bila tidak menggunakan kesempatan.
3. Langkanya lingkungan yang antikorup : sistem dan pedoman antikorupsi
hanya dilakukan sebatas formalitas.
4. Rendahnya pndapatan penyelenggaraan negara. Pedapatan yang diperoleh
harus mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara negara, mampu

mendorong penyelenggara negara untuk berprestasi dan memberikan
pelayanan terbaik bagi masyarakat.
5. Kemiskinan, keserakahan : masyarakat kurang mampu melakukan korupsi

karena kesulitan ekonomi. Sedangkan mereka yang berkecukupan
melakukan korupsi karena serakah, tidak pernah puas dan menghalalkan
segala cara untuk mendapatkan keuntungan.
6. Budaya member upeti, imbalan jasa dan hadiah.
7. Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi :
saat tertangkap bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau
setidaknya diringankan hukumannya. Rumus: Keuntungan korupsi >
kerugian bila tertangkap.
8. Budaya permisif/serba membolehkan; tidakmau tahu : menganggap biasa
bila ada korupsi, karena sering terjadi. Tidak perduli orang lain, asal
kepentingannya sendiri terlindungi.
9. Gagalnya pendidikan agama dan etika : ada benarnya pendapat Franz
Magnis Suseno bahwa agama telah gagal menjadi pembendung moral
bangsa dalam mencegah korupsi karena perilaku masyarakat yang
memeluk agama itu sendiri. Pemeluk agama menganggap agama hanya
berkutat pada masalah bagaimana cara beribadah saja. Sehingga agama
nyaris tidak berfungsi dalam memainkan peran sosial. Menurut Franz,

sebenarnya agama bisa memainkan peran yang besar dibandingkan insttusi
lainnya. Karena adanya ikatan emosional antara agama dan pemeluk agama

tersebut jadi agama bisa menyadarkan umatnya bahwa korupsi dapat
memberikan dampak yang sangat buruk baik bagi dirinya maupun orang
lain.
Lalu bagaimana cara mengatasi munculnya tindak korupsi saat ini?
Pemberantasan korupsi sesungguhnya dapat berjalan makasimal apabila
ada kerjasama antara pemerintah dan masyarakat. Berikut adalah cara
mengatasi dan mencegah tindak pidana korupsi ditinjau dari dari segi
pemerintah :
Di dalam Perpres Nomor 55 Tahun 2012 menyatakan bahwa strategi
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK) memiliki visi jangka
panjang dan menengah. Visi periode jangka panjang (2012-2025) adalah:
“terwujudnya kehidupan bangsa yang bersih dari korupsi dengan didukung
nilai budaya yang berintegritas”. Adapun untuk jangka menengah (20122014) bervisi “terwujudnya tata kepemerintahan yang bersih dari korupsi
dengan didukung kapasitas pencegahan dan penindakan serta nilai budaya
yang berintegritas”. Visi jangka panjang dan menengah itu akan
diwujudkan di segenap ranah, baik di pemerintahan dalam arti luas,
masyarakat sipil, hingga dunia usaha.

Untuk mencapai visi tersebut, maka dirancang 6 strategi yaitu:


1. Pencegahan.
Korupsi masih terjadi secara masif dan sistematis. Praktiknya bisa
berlangsung dimanapun, di lembaga negara, lembaga privat, hingga di
kehidupan sehari-hari. Melihat kondisi seperti itu, maka pencegahan
menjadi layak didudukkan sebagai strategi perdananya. Melalui strategi
pencegahan,

diharapkan

muncul

langkah

berkesinambungan

yang

berkontribusi bagi perbaikan ke depan. Strategi ini merupakan jawaban atas
pendekatan yang lebih terfokus pada pendekatan represif. Paradigma
dengan pendekatan represif yang berkembang karena diyakini dapat

memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana korupsi (tipikor).
Sayangnya, pendekatan represif ini masih belum mampu mengurangi
perilaku dan praktik koruptif secara sistematis-massif. Keberhasilan
strategi pencegahan diukur berdasarkan peningkatan nilai Indeks
Pencegahan Korupsi, yang hitungannya diperoleh dari dua sub indikator
yaitu Control of Corruption Index dan peringkat kemudahan berusaha (ease
of doing business) yang dikeluarkan oleh World Bank. Semakin tinggi
angka indeks yang diperoleh, maka diyakini strategi pencegahan korupsi
berjalan semakin baik.
2. Penegakan Hukum

Masih banyak kasus korupsi yang belum tuntas, padahal animo dan
ekspektasi masyarakat sudah tersedot sedemikian rupa hingga menantinanti adanya penyelesaian secara adil dan transparan. Penegakan hukum
yang inkonsisten terhadap hukum positif dan prosesnya tidak transparan,
pada akhirnya, berpengaruh pada tingkat kepercayaan (trust) masyarakat
terhadap hukum dan aparaturnya. Dalam tingkat kepercayaan yang lemah,
masyarakat tergiring ke arah opini bahwa hukum tidak lagi dipercayai
sebagai wadah penyelesaian konflik. Masyarakat cenderung menyelesaikan
konflik dan permasalahan mereka melalui caranya sendiri yang, celakanya,
acap berseberangan dengan hukum. Belum lagi jika ada pihak-pihak lain

yang memanfaatkan inkonsistensi penegakan hukum demi kepentingannya
sendiri, keadaaan bisa makin runyam. Absennya kepercayaan di tengahtengah masyarakat, tak ayal, menumbuhkan rasa tidak puas dan tidak adil
terhadap lembaga hukum beserta aparaturnya. Pada suatu tempo, manakala
ada upaya-upaya perbaikan dalam rangka penegakan hukum di Indonesia,
maka hal seperti ini akan menjadi hambatan tersendiri. Untuk itu,
penyelesaian kasus-kasus korupsi yang menarik perhatian masyarakat
mutlak perlu dipercepat. Tingkat keberhasilan strategi penegakan hukum
ini diukur berdasarkan Indeks Penegakan Hukum Tipikor yang diperoleh
dari persentase penyelesaian setiap tahapan dalam proses penegakan
hukum terkait kasus Tipikor, mulai dari tahap penyelesaian pengaduan
Tipikor hingga penyelesaian eksekusi putusan Tipikor. Semakin tinggi
angka Indeks Penegakan Hukum Tipikor, maka diyakini strategi Penegakan

Hukum

berjalan

semakin

baik.


3. Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan
Meratifikasi UNCAC, adalah bukti konsistensi dari komitmen Pemerintah
Indonesia

untuk

mempercepat

pemberantasan

korupsi.

Sebagai

konsekuensinya, klausul-klausul di dalam UNCAC harus dapat diterapkan
dan mengikat sebagai ketentuan hukum di Indonesia. Beberapa klausul ada
yang merupakan hal baru, sehingga perlu diatur/diakomodasi lebih-lanjut
dalam regulasi terkait pemberantasan korupsi selain juga merevisi
ketentuan di dalam regulasi yang masih tumpang-tindih menjadi prioritas
dalam strategi ini. Tingkat keberhasilan strategi ini diukur berdasarkan
persentase kesesuaian regulasi anti korupsi Indonesia dengan klausul
UNCAC. Semakin mendekati seratus persen, maka peraturan perundangundangan terkait pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia
semakin
common

lengkap
practice

yang

dan
terdapat

sesuai
pada

negara-negara

dengan
lain.

4. Kerjasama Internasional dan Penyelamatan Aset Hasil Tipikor
Berkenaan dengan upaya pengembalian aset hasil tipikor, baik di dalam
maupun luar negeri, perlu diwujudkan suatu mekanisme pencegahan dan
pengembalian aset secara langsung sebagaimana ketentuan UNCAC.
Peraturan perundang-undangan Indonesia belum mengatur pelaksanaan

dari putusan penyitaan (perampasan) dari negara lain, lebih-lebih terhadap
perampasan aset yang dilakukan tanpa adanya putusan pengadilan dari
suatu kasus korupsi (confiscation without a criminal conviction).
Penyelamatan aset perlu didukung oleh pengelolaan aset negara yang
dilembagakan secara profesional agar kekayaan negara dari aset hasil
tipikor dapat dikembalikan kepada negara secara optimal. Keberhasilan
strategi ini diukur dari persentase pengembalian aset hasil tipikor ke kas
negara berdasarkan putusan pengadilan dan persentase tingkat keberhasilan
(success rate) kerjasama internasional terkait pelaksanaan permintaan dan
penerimaan permintaan Mutual Legal Assistance (MLA) dan Ekstradisi.
Semakin tinggi pengembalian aset ke kas negara dan keberhasilan
kerjasama internasional, khususnya dibidang tipikor, maka strategi ini
diyakini

berjalan

dengan

baik.

5. Pendidikan dan Budaya Antikorupsi
Praktik-praktik korupsi yang kian masif memerlukan itikad kolaboratif dari
Pemerintah beserta segenap pemangku kepentingan. Wujudnya, bisa
berupa upaya menanamkan nilai budaya integritas yang dilaksanakan
secara kolektif dan sistematis, baik melalui aktivitas pendidikan anti
korupsi dan internalisasi budaya anti korupsi di lingkungan publik maupun
swasta. Dengan kesamaan cara pandang pada setiap individu di seluruh
Indonesia bahwa korupsi itu jahat, dan pada akhirnya para individu tersebut

berperilaku aktif mendorong terwujudnya tata-kepemerintahan yang bersih
dari korupsi diharapkan menumbuhkan prakarsa-prakarsa positif bagi
upaya PPK pada khususnya, serta perbaikan tata-kepemerintahan pada
umumnya. Tingkat keberhasilan strategi ini diukur berdasarkan Indeks
Perilaku Antikorupsi yang ada dikalangan tata-kepemerintahan maupun
individu di seluruh Indonesia. Semakin tinggi angka indeks ini, maka
diyakini nilai budaya anti korupsi semakin terinternalisasi dan mewujud
dalam

perilaku

nyata

setiap

individu

untuk

memerangi

tipikor.

6. Mekanisme Pelaporan Pelaksanaan Pemberantasan Korupsi
Strategi

yang mengedepankan

penguatan

mekanisme

di

internal

Kementerian/Lembaga, swasta, dan masyarakat, tentu akan memperlancar
aliran data/informasi terkait progres pelaksanaan ketentuan UNCAC.
Konsolidasi dan publikasi Informasi di berbagai media, baik elektronik
maupun cetak, termasuk webportal PPK, akan mempermudah pengaksesan
dan pemanfaatannya dalam penyusunan kebijakan dan pengukuran kinerja
PPK. Keterbukaan dalam pelaporan kegiatan PPK akan memudahkan para
pemangku kepentingan berpartisipasi aktif mengawal segenap upaya yang
dilakukan oleh pemerintah, lembaga publik maupun sektor swasta.
Keberhasilannya diukur berdasarkan indeks tingkat kepuasan pemangku
kepentingan terhadap laporan PPK. Semakin tinggi tingkat kepuasan
pemangku kepentingan, maka harapannya, semua kebutuhan informasi dan

pelaporan terkait proses penyusunan kebijakan dan penilaian progres PPK
dapat semakin terpenuhi sehingga upaya PPK dapat dikawal secara
berkesinambungan dan tepat sasaran.
Sedangkan usaha pemberatasan dan pencegahan tindak pidana korupsi
ditinjau dari sisi individu adalah sebagai berikut :
1. Mendekatkan Diri Kepada Tuhan
Dengan mendekatkan diri kita kepada Tuhan kita akan lebih berhati-hati
dalam bertindak karena percaya akan datangnya hari peradilan nanti.
Dimana perbuatan baik akan dibalas dengan kebaikan dan perbuatan buruk
akan dibalas pula dengan keburukan. Oleh karena itu setiap orang
berlomba-lomba untuk melakukan hal-hal baik. Dengan seperti ini,
mendekatkan diri kepada Tuhan dianggap kiat yang paling ampuh untuk
menghindari korupsi.
2. Niat dan Do'a
Sebelum melangkahkan kaki di depan pintu rumah, awali dengan do'a dan
niat yang baik bahwa kita akan bekerja dengan sungguh-sungguh tanpa ada
niatan untuk mencuri hak milik orang lain. Dengan sesampainya di tempat
kerja karena sudah berniat untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak terpuji
maka

niat

untuk

melakukan

korupsi

pun

terabaikan.

3. Jujur
Kejujuran merupakan sayarat wajib yang harus ada pada setiap diri
manusia. Namun tidak semua orang bisa berkata jujur karena kejujuran
membutuhkan keberanian dan ketegasan. Jujur memang mudah diucapkan
tetapi sulit untuk dilaksanakan. Dengan melatih diri kita untuk berperilaku
jujur maka tindakan apapun yang akan kita lakukan akan dilandasi dengan
kejujuran.
4. Bertanggung Jawab
Selain kejujuran tanggung jawab merupakan hal yang penting, karena
tindakan korupsi adalah pelarian dari tanggung jawab. Pelaku korupsi
melalaikan tanggung jawabnya dengan berbuat seenaknya sendiri. Saat kita
membuat suatu kesalahan mungkin kita akan melarikan diri. Bertanggung
jawab adalah hal yang penting dan mau menanggung konsekuensinya dari
kesalahan yang kita perbuat. Kalau tidak mau dihukum jangan melakukan
perbuatan yang melanggar hukum.
5. Jangan Terhasut dan Mempunyai Keyakinan Sendiri
Korupsi mungkin saja datang dari rekan-rekan kerja agar kita melakukan
sesuatu yang mereka inginkan. Oleh karena itu jika kita memiliki
keyakinan yang kuat maka dengan tegas kita menolak permintaan untuk

korupsi atau menerima suap. Karena kita merasa yakin bahwa perbuatan
tersebut salah dan merugikan orang lain.
IV.

Kesimpulan dan Saran
Budaya baru ini yang bernama korupsi seakan menjadi kebiasaan yang
legal dan tidak dilarang dalam segi pandangan agama maupun hukum
negara ini. Seakan menjadi pembenaran dari kalangan paling bawah sampai
kalangan atas sudah sama-sama tidak keberatan jika melakukan korupsi,
atau menemukan orang lain melakukan korupsi. Entah siapa yang memulai
ini pertama kali, tapi sekarang fenomena korupsi menjadi sangat
memprihatinkan dan dilakukan hampir semua sektor dan melibatkan semua
kalangan. Jika ingin budaya korupsi ini benar – benar hilang dinegri kita,
maka mulailah dari diri kita sekarang ini. Mulailah mengintrospeksi diri
sendiri, apakah kita pernah melakukan hal seperti itu, jika memang kita
pernah kita harus merenungkan perbuatan kita itu, agar suatu hari nanti kita
tidak akan melakukan hal – hal seperti itu lagi dan sudah seharusnya juga
kita mengingatkan kepada teman kita atau saudara – saudara kita agar tidak
melakukan tindakan korupsi yang sangat merugikan tersebut.
Pemeberantasan korupsi dari program pemerintah tanpa kesadaran diri dari
individu adalah percuma karena tidak pernah puas ada sifat dasar manusia.
Jadi apabila kita ingin korupsi di Negara ini hilang hendaknya kita

memperbaiki diri kita sehingga terjadi keseimbangan antara program
program yang di galang oleh pemerintah dengan individu atau masyarakat.
V.

Kepustakaan
http://kentutjuple.blogspot.com/2014/09/siapa-sih-akbp-iep-danbagaimana.html 16:57 07/09/2014
http://anekainfounik.net/2014/09/01/inilah-catatan-hitam-polisi-akbp-idhaendri-prastiono/ 17:05 07/09/14
http://www.batammetronews.com/index.php/health-2 17:14 07/09/14

Siapa Sih AKBP IEP dan Bagaimana Kronologi
Penangkapannya ?
Nama AKBP Idha sebenarnya bukan nama asing bagi publik Kalbar. Sebelum
ditangkap PDRM, namanya mencuat seiring dengan ulah sang isteri, Titi Yusnawati,
melaporkan kehilangan perhiasan 5 kilogram di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, 3
Januari 2014.
Berikut daftar catatan hitam AKBP IEP seperti dilansir detik.com :
1. AKBP IEP sebelum dinas di Polda Kalbar, ia bertugas di Polda Sumatera
Utara, dimutasikan dari Polda Sumatera Utara ke Polda Kalimantan Barat
pada tanggal 19 Februari 2013.
2. Pernah menikah dengan seorang perempuan yang bernama Sandi Wahyu
Arifani, namun pernikahan tersebut berakhir dengan perceraian karena yang
bersangkutan melakukan perselingkuhan. Atas perbuatan tersebut, AKBP IEP
mendapat sanksi berupa penempatan pada tempat khusus selama 21 Hari.
3. Pada tahun 2002, AKBP IEP pernah melakukan hubungan layaknya suami
istri dengan pembantunya hingga memiliki seorang anak. Menurut catatan
telah diselesaikan secara kekeluargaan.

4. Pada tahun 2010, AKBP IEP menjalin hubungan dengan Titi Yusniawati.
Sempat terjadi permasalahan dalam hubungan tersebut hingga akhirnya
diselesaikan secara kekeluargaan dengan dilakukan pernikahan di Deli,
Serdang, Sumatera Utara sesuai akta nikah nomor : 109/14/VII/2012 pada
tanggal 22 Juli 2012.
5. AKBP IEP merupakan personel dari Polda Sumatera Utara yang mutasi ke
Polda Kalbar pada tanggal 19 Februari 2013; Selanjutnya pada tanggal 07
Juni 2013, AKBP Idha menjabat sebagai Kasubdit III Dit Res Narkoba Polda
Kalbar.
6. Bulan Desember 2013, AKBP IEP dimutasikan sebagai Analis Muda
Kebijakan Bidbin Biro Rena Polda Kalbar sesuai Telegram nomor :
STR/1089/XII/2013 pada tanggal 18 Desember 2013 (berkaitan dengan
pelanggaran Kode Etik Profesi Polri yang dilakukan oleh AKP Sunardi Cs
yang telah diputus oleh Sidang Komisi Kode Etik Polda Kalbar
“PEMBERHENTIAN DENGAN TIDAK HORMAT” atas perkara
menyisihkan barang bukti sabu-sabu).
7. Tanggal 03 Januari 2014, AKBP IEP bersama sang istri berangkat ke Jakarta
untuk menghadiri pernikahan keluarga di Bekasi. Saat berada di Bandara
Soekarno Hatta Jakarta, IEP mengaku kehilangan beberapa perhiasan milik
istrinya. Peristiwa tersebut dilaporkan di Polres Bandara Soekarno Hatta
dengan kerugian yang cukup fantastis yakni senilai Rp 19 miliar. Perkara
tersebut telah diproses oleh Dit Reskrimum Polda Kalbar dan berhasil
mengungkap pelaku beserta barang bukti, namun dalam proses penyidikan
dan menurut saksi ahli jumlah perhiasan milik istrinya tersebut hanya senilai
kurang lebih Rp 180 Juta dan dari peristiwa tersebut terungkap juga bahwa
keberadaannya di Jakarta tanpa dilengkapi surat izin yang sah dari Pimpinan.
Atas pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh AKBP Idha sebagaimana yang tersebut
pada nomor 3 dan 4 diatas telah mendapat kepastian hukum melalui proses sidang
disiplin anggota Polri yang dilaksanakan pada tanggal 19 Juni 2014 dengan putusan
hukuman teguran tertulis dan pembebasan dari jabatan sesuai Surat Keputusan
Hukuman
Disiplin
nomor
:
Kep/02/VI/2014.
AKP Sunardi sebagai Terduga Pelanggar yang sudah diputus PTDH dalam sidang
KKEP pada tangal 22 Juni 2014 mengajukan banding atas putusan sidang tersebut
dengan membuat surat banding yang mana diantara isi suratnya menyebutkan bahwa
AKBP IEP, SH, M.Hum saat menjabat sebagai Kasubdit III Dit Resnarkoba Polda
Kalbar pernah melakukan penyimpangan dalam penanganan perkara narkoba.
Dengan adanya keterangan dari sdr. AKP Sunardi setelah diputus PTDH maka saat ini
Bid Propam dan Dit Reserse Narkoba Polda Kalbar sedang melakukan pendalaman
terhadap dugaan keterlibatan yang bersangkutan (AKBP IEP).

Berikut kronologi penangkapan :
Jumat, 29 Agustus 2014
* Pukul 08.19 WIB
- Perwira menangah (Pamen) Polda Kalbar, AKBP IEP berangkat dari bandara
Supadio Pontianak menuju Kuching, Sarawak dengan maskapai Maswings Pontianak.
- AKBP Idha check in saat penumpang sudah boarding atau late check in dengan
alasan terburu-buru.
* Pukul 15.15 Waktu Malaysia (Wita)
- Polis Narkotik Di-Raja Malaysia dari Bukit Amang mengamankan AKBP IEP dan
Bripka
H
di
Kuching.
- AKBP IEP dan Brigadir Kepala H ditangkap sebagai penggembangan penangkapan
seorang tersangka narkoba di Kuala Lumpur Internasional Airport.
Tersangka
mengaku
akan
mengirimkan
barang
ke
Khucing.
- Tersangka dibawa ke Kuching untuk menunjukkan tempat dan siapa yang akan
menerima barang tersebut.
- Tersangka menuju sebuah hotel yang di dalamnya terdapat tiga orang, dua di
antaranya
AKBP
IEP
dan
Brigadir
Kepala
H.
* Pukul 19.30 WIB
- Kapolda Kalbar, Brigjen Arief Sulistyanto mendapat telepon dari Liaison Officer
Polri
di
Kuching,
Kompol
Taufik
Nurisya.
- Kapolda Kalbar melapor ke Kapolri Jenderal Sutarman.
Sabtu, 30 Agustus 2014
- Kapolda Kalbar Brigjen Arief Sulistyanto menugaskan tim ke Kuching dipimpin
Wakapolda
Kalbar,
Dir
Narktiotika,
dan
Kapolsek
Entikong.
- Tim bertemu Deputi Komisioner Polis Diraja Malaysia, Datuk Wira Muhammad
Sabtu Bin Usman di Kuching, Ketua Polis IPK Sarawak Malaysia, didampinggi
Super Intenden Lukas, Kepala Narkotik Ibu Pejabat Kontingen Sarawak Malyasia.
- Pertemuan memastikan penangkapan AKPB IEP dan Bripka H. Keduanya dalam
proses pemeriksaan pihak Cawangan Narkotik Polis IPD Kuching, Sarawak.
Minggu, 31 Agustus 2014
* Pukul 15.00 WIB
- Kapolda Kalbar, Brigjen Arief Sulistyanto menggelar jumpa pers terkait
penangkapan AKPB IEP dan Bripka H di Mapolda Kalbar.

Inilah Catatan Hitam Polisi AKBP Idha
Endri Prastiono
Posted by Kristian Ambarita ⋅ September 1, 2014 ⋅ Tinggalkan komentar
Filed Under kasus hukum

Inilah catatan hitam AKBP Idha Endri Prastiono, mulai dari kasus asusila,
perselingkuhan hingga narkoba yang ada di internal Kepolisian menurut Propam.
Anggota Polda Kalimantan Barat ini serta Bripka MP Harahap ditangkap polisi Diraja
Malaysia karena terlibat sindikat perdagangan narkoba internasional.(Baca:
Kronologi Penangkapan 2 Polisi Indonesia di Kuching Malaysia)
Kapolda Brigjen Pol Arief Sulistyanto, yang baru menjabat beberapa bulan di
Mapolda Kalbar tak kalah berang melihat ulah anak buahnya. Ternyata, selama
berkarir di kepolisian, AKPB Idha, pria kelahiran Banyuwangi 16 Februari 1970 ini
tercatat memiliki rekam jejak yang buruk dan membuat dirinya beberapa kali di
sanksi.
Berikut catatan hitam Idha yang disampaikan Brigjen Pol Arief Sulistyanto dalam
keterangan tertulis yang diterima media nasional termasuk merdeka.com:

Yang ada di Propam Sumatera Utara
1. AKBP Idha Endri Prastiono, S.H, M.Hum sebelum dinas di Polda Kalbar bertugas
di Polda Sumatera Utara, dimutasikan dari Polda Sumatera Utara ke Polda
Kalimantan Barat pada tanggal 19 Februari 2013.
2. Pernah menikah dengan seorang perempuan yang bernama Saudari Sandi Wahyu
Arifani namun pernikahan tersebut berakhir dengan perceraian karena yang
bersangkutan melakukan perselingkuhan dengan seorang perempuan bernama
Saudari Farida Yamin hingga memiliki seorang anak perempuan yang bernama
Amanda, dan atas perbuatan tersebut yang bersangkutan mendapat sanksi berupa
‘Penempatan pada tempat khusus selama 21 hari.
3. Tahun 2002 yang bersangkutan pernah melakukan hubungan layaknya suami istri
dengan pembantunya yang bernama saudari Suherni hingga memiliki seorang anak
yang bernama Rafli, dan menurut catatan telah diselesaikan secara kekeluargaan.
4. Pada 2010 yang bersangkutan menjalin hubungan dengan Saudari Martawati alias
Titi Yusnawati yang berstatus janda dengan empat orang anak, terjadi permasalahan
dalam hubungan tersebut hingga akhirnya diselesaikan secara kekeluargaan dengan
dilakukan pernikahan di Deli Serdang Sumatera Utara sesuai akta nikah nomor : 109 /
14 / VII / 2012 tanggal 22 Juli 2012,

Propam Polda Kalbar
1. AKBP Idha Endri Prastiono, SH, M.Hum merupakan personel dari Polda Sumatera
Utara yang mutasi ke Polda Kalbar pada tanggal 19 Pebruari 2013, selanjutnya pada
tanggal 07 Juni 2013 yang bersangkutan menjabat sebagai Kasubdit III Dit Res
Narkoba Polda Kalbar.
2. Pada bulan Desember 2013, yang bersangkutan dimutasikan sebagai Analis Muda
Kebijakan Bidbin Biro Rena Polda Kalbar sesuai Telegram nomor : STR / 1089 /
XII / 2013 tanggal 18 Desember 2013 (berkaitan dengan pelanggaran Kode Etik
Profesi Polri yang dilakukan oleh AKP SUNARDI Cs yang telah diputus oleh Sidang
Komisi Kode Etik Polda Kalbar ‘PEMBERHENTIAN DENGAN TIDAK HORMAT
atas perkara menyisihkan barang bukti shabu )
3. Pada tanggal 3 Januari 2014 yang bersangkutan bersama istrinya Titi Yusnawati
berangkat ke Jakarta untuk menghadiri pernikahan keluarga di Bekasi, saat berada di
Bandara Soekarno-Hatta Jakarta yang bersangkutan mengaku kehilangan beberapa
perhiasan milik istri yang bersangkutan. Peristiwa tersebut dilaporkan yang
bersangkutan di Polres Bandara Soekarno-Hatta dengan kerugian yang cukup
fantastis yakni senilai Rp 19 miliar, perkara tersebut telah diproses oleh Dit
Reskrimum Polda Kalbar dan berhasil mengungkap pelaku beserta barang bukti
namun dalam proses penyidikan dan menurut saksi ahli jumlah perhiasan milik istri
yang bersangkutan tersebut hanya senilai kurang lebih Rp 180 juta dan dari peristiwa
tersebut terungkap juga bahwa keberadaan yang bersangkutan di Jakarta tanpa
dilengkapi surat izin yang sah dari pimpinan.
4. Atas pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh yang bersangkutan sebagaimana
yang tersebut pada nomor 3 dan 4 di atas telah mendapat kepastian hukum melalui
proses sidang disiplin anggota Polri yang dilaksanakan pada tanggal 19 Juni 2014
dengan putusan hukuman teguran tertulis dan pembebasan dari jabatan sesuai Surat
Keputusan Hukuman Disiplin nomor : Kep / 02 / VI / 2014.
5. Bahwa AKP SUNARDI sebagai Terduga Pelanggar yang sudah diputus PTDH
dalam sidang KKEP pada tanggal 22 Juni 2014 mengajukan banding atas putusan
sidang tersebut dengan membuat surat banding yang mana di antara isi suratnya
menyebutkan bahwa AKBP Idha Endri Prastiono, SH, M.Hum saat menjabat sebagai
Kasubdit III Dit Resnarkoba Polda Kalbar pernah melakukan penyimpangan dalam
penanganan perkara narkoba.
6. Dengan adanya keterangan dari saudara AKP Sunardi setelah diputus PTDH maka
saat ini Bid Propam dan Dit Reserse Narkoba Polda Kalbar sedang melakukan
pendalaman terhadap dugaan keterlibatan yang bersangkutan (AKBP IEP).

AKBP I.E.P DidugaTertangkap Bawa Narkotika Di Malaysia

Batammetronews - AKBP I.E.P, anggota Kepolisian Polisi Daerah Kalimantan Barat,
ditangkap di Kuching, Malaysia, karena di duga terlibat sindikat narkotika
Internasional. Tindakan pamen nonjob ini menjadi tamparan keras buat Korps
Bhayangkara.
Kapolda Brigjen Pol Arief Sulistyanto, yang baru menjabat beberapa bulan di
Mapolda Kalbar tak kalah berang melihat ulah anak buahnya. Ternyata, selama
berkarir di kepolisian, AKPB I.EP tercatat memiliki rekam jejak yang membuat
dirinya beberapa kali di sanksi.
Berikut catatan hitam Idha yang disampaikan Brigjen Pol Arief Sulistyanto dalam
keterangan tertulis yang diterima Yang ada diPropam Sumatera Utara:
1. AKBP I.EP, S.H, M.Hum sebelum dinas di Polda Kalbar bertugas di Polda
Sumatera Utara, dimutasikan dari Polda Sumatera Utara ke Polda Kalimantan Barat
pada tanggal 19Februari2013.
2. Pernah menikah dengan seorang perempuan yang bernama Saudari SSWA namun
pernikahan tersebut berakhir dengan perceraian karena yang bersangkutan di duga
melakukan perselingkuhan dengan seorang perempuan bernama Saudari Sf hingga
memiliki seorang anak perempuan yang bernama A, dan atas perbuatan tersebut yang
bersangkutan mendapat sanksi berupa 'Penempatan pada tempat khusus selama 21
hari.
3. Pada 2010 yang bersangkutan menjalin hubungan dengan Saudari M yang
berstatus janda dengan empat orang anak, terjadi permasalahan dalam hubungan
tersebut hingga akhirnya diselesaikan secara kekeluargaan dengan dilakukan
pernikahan di Deli Serdang Sumatera Utara sesuai akta nikah nomor: 109 / 14 / VII /
2012 tgl22 Juli 2012,
Yang tercatat di Propam Polda Kalbar:
1. AKBP I.EP, SH, M.Hum merupakan personel dari Polda Sumatera Utara yang
mutasi ke Polda Kalbar pada tanggal 19 Pebruari 2013, selanjutnya pada tanggal 07
Juni 2013 yang bersangkutan menjabat sebagai Kasubdit III Dit Res Narkoba Polda
Kalbar.
2. Pada bulan Desember 2013, yang bersangkutan dimutasikan sebagai Analis Muda
Kebijakan Bidbin Biro Rena Polda Kalbar sesuai Telegram nomor : STR / 1089 /
XII / 2013 tanggal 18 Desember 2013 (berkaitan dengan pelanggaran Kode Etik
Profesi Polri yang dilakukan oleh AKP SUNARDI Cs yang telah diputus oleh Sidang
Komisi Kode Etik Polda Kalbar 'PEMBERHENTIAN DENGAN TIDAK HORMAT
atas perkara menyisihkan barang bukti shabu )

3. Pada tanggal 3 Januari 2014 yang bersangkutan bersama istrinya Ty berangkat ke
Jakarta untuk menghadiri pernikahan keluarga di Bekasi, saat berada di Bandara
Soekarno-Hatta Jakarta yang bersangkutan mengaku kehilangan beberapa perhiasan
milik istri yang bersangkutan. Peristiwa tersebut dilaporkan yang bersangkutan di
Polres Bandara Soekarno-Hatta dengan kerugian yang cukup fantastis yakni senilai
Rp 19 miliar, perkara tersebut telah diproses oleh Dit Reskrimum Polda Kalbar dan
berhasil mengungkap pelaku beserta barang bukti namun dalam proses penyidikan
dan menurut saksi ahli jumlah perhiasan milik istri yang bersangkutan tersebut hanya
senilai kurang lebih Rp 180 juta dan dari peristiwa tersebut terungkap juga bahwa
keberadaan yang bersangkutan di Jakarta tanpa dilengkapi surat izin yang sah dari
pimpinan.
4. Atas pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh yang bersangkutan sebagaimana
yang tersebut di atas telah mendapat kepastian hukum melalui proses sidang disiplin
anggota Polri yang dilaksanakan pada tanggal 19 Juni 2014 dengan putusan hukuman
teguran tertulis dan pembebasan dari jabatan sesuai Surat Keputusan Hukuman
Disiplin nomor : Kep / 02 / VI / 2014.
5. Bahwa AKP SN sebagai Terduga Pelanggar yang sudah diputus PTDH dalam
sidang KKEP pada tanggal 22 Juni 2014 mengajukan banding atas putusan sidang
tersebut dengan membuat surat banding yang mana di antara isi suratnya
menyebutkan bahwa AKBP I.EP, SH, M.Hum saat menjabat sebagai Kasubdit III Dit
Resnarkoba Polda Kalbar pernah melakukan penyimpangan dalam penanganan
perkara narkoba.
6. Dengan adanya keterangan dari saudara AKP Sd setelah diputus PTDH maka saat
ini Bid Propam dan Dit Reserse Narkoba Polda Kalbar sedang melakukan
pendalaman terhadap dugaan keterlibatan yang bersangkutan (AKBP IEP).
Merdeka.com