Kurikulum Pendidikan di Indonesia docx

KURIKULUM PENDIDIKAN DI INDONESIA

Oleh : Pipit Kesumawardani S.Hum

1

DAFTAR ISI

Cover

i

Daftar isi

ii

BAB I PENDAHULUAN

1

1. Latar belakang

2. Rumusan Masalah
3. Tujuan

1
1
1

BAB II PEMBAHASAN

2

1.
2.
3.
4.

Pengertian kurikulum
Hubungan kurikulum dan pengajaran
Kurikulum ibarat pondasi rumah
Peran penting kurikulum dan urgensi kurikulum 2013


5. Perkembangan Kurikulum Pendidikan IPS di Indonesia

2
4
6
8
12

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

17

Daftar Pustaka

19

2

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan dalam
suatu sistem pendidikan, sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada semua
jenis dan tingkat pendidikan. Dengan memahami kurikulum, para pendidik dapat
memilih dan menentukan metode, tekhnik, media pengajaran, dan alat evaluasi
pengajaran yang sesuai dan tepat.
Untuk itu, keberhasilan sistem pendidikan, ditentukan oleh semua pihak,
sarana yang baik dan kurikulum yang tepat guna. Sudah sewajarnya para pendidik
dan tenaga kependidikan memahami pendidikan, kurikulum, dan pengajaran serta
berusaha untuk mengembangkannya.
2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kurikulum?
2. Apa hubungan kurikulum dan pengajaran?
3. Apa yang dimaksud kurikulum ibarat pondasi rumah?
4. Apa peran penting kurikulum dan urgensi kurikulum 2013?
5. Bagaimana perkembangan kurikulum Pendidikan IPS di Indonesia?

3


3. Tujuan
1. Mengetahui pengertian kurikulum.
2. Mengetahui hubungan kurikulum dan pengajaran.
3. Mengetahui yang dimaksud kurikulum ibarat pondasi rumah.
4. Mengetahui peran penting kurikulum dan urgensi kurikulum 2013.
5. Mengetahui perkembangan kurikulum Pendidikan IPS di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Kurikulum
Sebelum membicarakan kurikulum, terlebih dahulu kita perlu
memahami apa yang dimaksud dengan kurikulum. Istilah “kurikulum berasal
dari bahasa latin yakni currir mempunyai pengertian a running course, dan
dalam bahasa Prancis yakni courier berarti to run = berlari. Istilah itu
kemudian digunakan untuk sejumlah mata pelajaran (courses) yang harus
ditempuh untuk mecapai suatu gelar penghargaan dalam dunia pendidikan,
yang dikenal dengan ijazah (Abdullah, Idi: 1999, 4). Dalam perkembangannya
kurikulum juga mengalami penafsiran yang beragam dari para ahli
pendidikan, khususnyayang berkompeten membicarakan tentang kurikulum
tersebut. Karenanya hampir setiap ahli kurikulum memiliki rumusan sendiri,

meskipun aspek-aspek kesamaannya tetap nampak. Berikut ini ada beberapa
pengertian kurikulum dari beberapa ahli yang dikelompokan berdasarkan isi
dari pengertiannya:
A. Kurikulum sebagai suatu program kegiatan yang terencana

4

Pada hakekatnya kurikulum sebagai suatu program kegiatan
terencana (program of planed activities) memiliki rentang yang cukup
luas, hingga membentuk suatu pandangan yang menyeluruh. Disuatu
pihak, kurikulum dipandang sebagai suatu dokumen tertulis, Beauchamp
(1981 dalam Hamalik 2007: 5) dan dilain pihak, kurikulum dipandang
sebagai rencana tidak tertulis yang terdapat dalam pihak pendidik, Taylor
(1970 dalam Hamalik 2007: 5)
B. Kurikulum sebagai hasil belajar yang diharapkan
Beberapa penulis kurikulum, Johnson dan Posner (1977,1982
dalam Hamalik, 2007: 6) menyatakan bahwa kurikulum seharusnya tidak
dipandang sebagai aktivitas, tetapi difokuskan secara langsung pada
berbagai hasil belajar yang diharapkan (intended learning outcomes).
Kajian ini menekankan perubahan cara pandang kurikulum sebagai alat

(means) menjadi kurikulum sebagai tujuan atau akhir yang akan dicapai
(ends). Salah satu alasan utama adalah karena hasil belajar yang
diharapkan merupakan dasar bagi perencanaan dan perumusan berbagai
tujuan kegiatan pembelajaran.
C. Kurikulum sebagai reproduksi cultural
Sebagian ahli pendidikan berpandangan bahwa kurikulum dalam
setiap masyarakat atau budaya seharusnya menjadi refleksi dari budaya
masyarakat itu sendiri. Sekolah bertugas memproduksi pengetahuan dan
nilai-nilai yang penting bagi penerus. Masyarakat, Negara atau bangsa
bertanggung jawab mengidentifikasi keterampilan (skill), pengetahuan
(knowledge), dan berbagai apresiasi yang akan diajarka. Sementara itu,
pihak pendidik professional bertanggung jawab untuk melihat apakah
skill, knowledge dan apresiasi tersebut sudah ditransformasikan ke dalam
kurikulum yang dapat disampaikan kepada anak-anak dan generasi muda
(Hamalik, Omar : 2007, 6-7).
D. Kurikulum sebagai kumpulan tugas dan konsep diskrit

5

Pandangan ini berpendapat bahwa kurikulum merupakan satu

kumpulan tugas dan konsep (discrete task and concept) yang harus
dikuasai siswa. Dalam hal ini, diasumsikan bahwa penugasan tugas-tugas
yang saling bersifat diskrit (berdiri sendiri)tersebut adalah untuk mencapai
tujuan-tujuan yang telah diciptakan sebelumnya (Hamalik, Omar : 2007,
7).
E. Kurikulum sebagai agenda rekonstruksi sosial
Sejauh mana keberanian sekolah membangun suatu tatanan sosial
yang baru (Dare the school build a new social order?) pertanyaan ini
merupakan judul karya George S. Counts (1932) yang dipandang sebagai
salah seorang perintis rekonstruksionisme sosial dalampend idikan. Ide
Counts tersebut banyak diperjuangkan oleh Theodore Brameld dalam
decade 1940-an dan 1950-an, yang banyak terinspirasi Pemikiran Dewey.
Pandangan ini berpendapat bahwa sekolah harus mempersiapkan suatu
agenda pengetahuan dan nilai-nilai yang diyakini dapat menuntun siswa
memperbaiki masyarakat dan institusi kebudayaan, serta berbagai
keyakinan dan kagiatan praktik yang mendukungnya (Hamalik, Omar :
2007, 8).
Beragamnya definisi tentang kurikulum tidak terlepas dari cara
menentukan penafsirannya. Penafsiran berkaitan erat dengan pemahaman atas
tujuan pendidikan, hakekat manusia dan masyarakat dan juga berhubungan

dengan falsafah seseorang. Namun umumnya definisi dan pemahaman
tentangkurikulum mempunyai dampak redaksinal berbeda.
2. Hubungan Kurikulum Dan Pengajaran
Seperti yang sudah kita bahas tadi bahwa, kurikulum dipandang
sebagai suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar
mengajar di bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau lembaga
pendidikan serta staf pengajarnya.

6

Sedangkan, Pengajaran adalah kegiatan guru untuk membelajarkan
peserta didik (Zais, 1976). Jadi pengajaran adalah interaksi antara guru
dengan seseorang atau lebih peserta didik untuk mencapai tujuan sesuai
kurikulum yang berlaku.
Sehingga hubungannya kurikulum dengan pengajaran merupakan dua
subsistem dari sistem yang lebih besar yaitu persekolahan dan pendidikan.
Oleh karena itu antara keduanya sangat erat kaitannya maka para ahli
menganggap bahwa kurikulum dan pengajaran adalah suatu kesatuan dengan
demikian tidak perlu dibedakan karena yang satu tidak dapat berkaitan tanpa
yang lain,dan satu berpengaruh terhadap yang lain. Berdasarkan istilah itu

orang menggunakan istilah “kurikulum dan pengajaran” untuk menghindarkan
polemik yang berkepanjangan mengenai hal itu. Melihat lebih jauh hal
tersebut, hubungan antara kurikulum dan pengajaran tidak dapat dipisahkan
oleh keterlibatan guru sebagai penghubung antar kedua hal tersebut yaitu
sebagai pengajar maka kemudian kami membahas fungsi guru sebagai
penghubung antara kurikulum dan pengajaran.
Berikut adalah fungsi guru dalam hubungan kurikulum dalam pengajaran
1. Guru memegang peranan penting dalam pelaksanaan proses belajarmengajar. Salah satunya fungsi guru yaitu untuk memperbaiki situasi
belajar. Selain itu sebagai perencana, pelaksana, dan pengembangan
kurikulum dari pengajaran. Guru adalah pembimbing, dinamisator,
motivator, fasilitator, dan arsitek proses belajar mengajar.
2. Guru sebagai komunikator yaitu sebagai pemberi inspirasi dan dorongan,
pembimbing dalam pengembangan sikap dan tingkah laku serta nilai-nilai,
agar pembelajar meguasai materi pelajaran yang diajarkan.
3. Guru sebagai informator yaitu pelaksanaan dengan beberapa cara
mengajar: informatif, praktis, dan studi lapangan secara akademik
maupuan umum.
4. Guru sebagai organisator yaitu pengelolah kegiatan akademik seperti:
silabus, workshop, jadwal pelajaran dan sebagainya.


7

5. Guru sebagai motivator. Peranan ini sangat penting artinya dalam rangka
meningakatkan kegairahan dan pengembangan kegiatan belajar. Guru
harus dapat merangsang memberikan dorongan untuk mendinamisasikan
potensi pembelajar, menumbuhkan aktivitas dan kreativitas sehingga
yerjadi dinamika didalam proses pembelajaran.
6. Guru sebagai pengarah/direktor yaitu jiwa kepemimpinana seorang guru
dalam peranan ini sangat menonjol. Guru dalam hal ini harus dapat
membimbing dan mengarahkan kegiatan pembelajaran sesuai dengan
tujuan yang telah ditetepkan.
7. Guru sebagai inisiator yaitu pencetus ide-ide dalam proses belajar. Dalam
pembelajaran guru perluh memberikan ide-ide yang dapat dicontoh oleh
pembelajar.
8. Guru sebagai transmitter yaitu memberikan fasilitas untuk kemudahan
pembelajaran, mencipakan suasana belajar sedemikian rupa, serasi dengan
pengembangan siswa

sehingga interaksi dalam pembelajaran akan


berlangsung secara efektif.
9. Guru sebagai mediator yaitu penengah dalam kegiatan pembelajaran. Selai
itu, mediator dapat diartikan perancang pengembang, dan penyedia media
serta cara memakai dan mengorganisasikan penggunaan media.
10. Guru sebagai evaluator yaitu peranana akhir kegiatan guru dalam
pembelajaran adalah melakukan evaluasi. Dalam hal ini guru mempunyai
otoritas untuk menilai keberhasialan pengajaran.
3. Kurikulum Ibarat Pondasi Rumah
Menurut ilmu teknik sipil, kuatnya pondasi rumah akan menguatkan
bangunan selanjutnya dari rumah tersebut. Lebih lanjut disebutkan, pondasi
diramu dengan segala jenis tanah berkualitas, ditambah campuran semen yang
banyak, dilengkapi pasir dengan segala campuran lainnya, akan menjadikan
pondasi tersebut siap menopang bangunan rumah untuk tegak berdiri.
Pertanyaannya adalah apakah kurikulum negeri ini menganut konsep

8

sedemikian? apakah kurikulum yang selama ini dijalankan dengan segala
bentuk UU memberikan pondasi yang kuat demi menjalankan pendidikan
yang berkualitas dan baik? apakah pondasi dalam kurikulum negeri ini
memang dipola dengan sedemikian amburadul sehingga melahirkan output
pendidikan yang sangat buruk? apakah kurikulum sebelum dilaksanakan
secara praktik telah diperkuat dengan perangkat luar biasa supaya proses
pendidikan yang dijalankan nantinya bisa optimal?
Yang jelas, kurikulum akan menjadi mumpuni dan kokoh apabila
menyerupai pondasi rumah. Mengandung nilai-nilai sangat mendasar dan
potensial bagi keberhasilan pendidikan yang diharapkan bersama. Menurut
Oemar Hamalik, ada enam faktor yang harus dijadikan landasan utama.
Pertama, tujuan filosofis dan pendidikan nasional merupakan piranti utama
yang harus dipertegas penjabarannya. Kedua, sosial budaya dan agama yang
hidup di tengah masyarakat harus dimasukkan dalam nilai kurikulum sebagai
bagian dari penanaman nilai-nilai keribadian diri. Ketiga, perkembangan
peserta didik harus dipertimbangkan. Keempat, keadaan lingkungan baik
interpersonal,

kultural,

biekologi,

dan

geoekologis

jangan

sampai

ditinggalkan, sebab mempengaruhi pembentukan pendidikan terhadap peserta
didik. Kelima, kebutuhan pembangunan dalam daerah tertentu harus
diperhatikan, sebab pendidikan bersinergi dengan realitas potensial yang
sedang dikembangkan dan dibutuhkan demi kemajuan sebuah daerah tertentu.
Keenam, perkembangan global mengenai ilmu pengetahuan dan teknologi
harus bisa diserap dan dimasukkan dalam kurikulum supaya pendidikan yang
ditanamkan terhadap peserta didik selalu berwawasan global. Ibaratnya,
mereka kemudian tidak seperti katak dalam tempurung. Mereka mampu
melihat ke depan bagaimana pendidikan di lintas bangsa selalu mengalami
perkembangan dan kemajuan pesat. Selalu muncul dinamika yang luar biasa
yang kemudian menimbulkan proses perubahan secara terus menerus.

9

Mencermati paparan tersebut maka menjadi sangat jelas bahwa
kurikulum merupakan bahan utama dalam melahirkan kualitas pendidikan
yang baik. Kurikulum mendapatkan posisi guna membawa proses pendidikan
yang mampu memberikan arah jelas dan baku ke depannya. Bila pendidikan
Indonesia harus diselaraskan dengan tujuan pendidikan nasional, kurikulum
sedemikian cukup cerdas memberikan titik berangkat yang sangat kokoh.
4. Peran Penting Kurikulum Dan Urgensi Kurikulum 2013
A. Peranan Kurikulum
Ada tiga peranan kurikulum yang sangat penting, yakni peranan
konservatif, peranan kritis atau evluatif, dan peranan kreatif ;
1. Peranan Konservatif
Salah satu tanggung jawab kurikulum adalah mentransmisikan dan
menafsirkan warisan sosial bagi generasi muda. Dengan demikian,
sekolah sebagai suatu lembaga sosial dapat mempengaruhi dan
membina tingkah laku siswa sesuai dengan berbagai nilai sosial yang
ada dalam masyarakat, sejalan dengan peranan pendidikan sebagai
suatu proses sosial. Ini seiring dengan hakikat pendidikan itu sendiri,
yang berfungsi sebagai jembatan antara siswa selaku anak didik
dengan orang dewasa, dalam suatu proses pembudayaan yang semakin
berkembang menjadi lebih kompleks. Oleh karenanya, dalam kerangka
ini fungsi kurikulum menjadi teramat penting, karena ikut membantu
proses tersebut. Romine mengatakan bahwa:
“In sense the conservative role provides what may be called’social cement’.
It contributes to like mindedness and provides for behaviour which is
consistent with values already accepted. It deals with what is sometimes
known as the core of ‘relevative universals’ .

10

Dengan adanya peranan konservatif ini, maka sesungguhnya
kurikulum itu berorientasi pada masa lampau. Meskipun demikian,
peranan ini sangat mendasar sifatnya.
2. Peranan Kritis dan Evaluatif
Kebudayaan senantiasa berubah dan bertambah. Sekolah tidak
hanya mewariskan kebudayaan yang ada, melainkan juga menilai dan
memilih berbagai unsur kebudayaan yang akan diwariskan. Dalam hal
ini, kurikulum turut aktif berpartisipasi dalam kontrol sosial dan
memberi penekanan pada unsur berpikir kritis. Nilai-nilai sosial yang
tidak sesuai lagi dengan keadaan di masa mendatang dihilangkan, serta
diadakan modifikasi dan perbaikan. Dengan demikian, kurikulum
harus merupakan pilihan yang tepat atas dasar kriteria tertentu.
3. Peranan Kreatif
Kurikulum berperan dalam melakukan berbagai kegiatan kreatif
dan konstruktif, dalam artian menciptakan dan menyusun suatu hal
yang baru sesuai dengan kebutuhan masyarakat di masa mendatang.
Untuk membantu setiap individu dalam mengembangkan semua yang
ada padanya, maka kurikulum menciptakan pelajaran, pengalaman,
cara berpikir, kemampuan, dan keterampilan yang baru, yang
memberikan manfaat bagi masyarakat.
Ketiga peran kurikulum tersebut harus berjalan secara seimbang, atau
dengan kata lain terdapat keharmonisan diantara ketiganya. Dengan
demikian, kurikulum dapat memenuhi tuntutan waktu dan keadaan dalam
membawa siswa menuju kebudayaan masa depan.
B. Urgensi Kurikulum 2013
Kurikulum harus disusun dan disempurnakan sesuai dengan
perkembangan zaman. Oleh sebab itu, sejalan dengan perkembangan
11

zaman pendidikan akan semakin banyak menghadapi tantangan. Lebihlebih menghadapi pasar bebas atau era globalisasi.
Menurut Mohammad Nuh sebagai menteri pendidikan menegaskan
bahwa kurikulum 2013 dirancang sebagai upaya mempersiapkan generasi
Indonesia 2045 yaitu tepatnya 100 tahun Indonesia merdeka, sekaligus
memanfaatkan populasi usia produktif yang jumlahnya sangat melimpah
agar menjadi bonus demografi dan tidak menjadi bencana demografi
(Muzamiroh, 2013)
Dalam hal Penguatan Tata Kelola Kurikulum pada Kurikulum 2013,
penyusunan kurikulum dimulai dengan menetapkan standar kompetensi
lulusan berdasarkan kesiapan peserta didik, tujuan pendidikan nasional,
dan kebutuhan. Setelah kompetensi ditetapkan kemudian ditentukan
kurikulumnya yang terdiri dari kerangka dasar kurikulum dan struktur
kurikulum. Satuan pendidikan dan guru tidak diberikan kewenangan
menyusun silabus, tapi disusun pada tingkat nasional. Guru lebih
diberikan kesempatan mengembangkan proses pembelajaran tanpa harus
dibebani dengan tugas-tugas penyusunan silabus yang memakan waktu
yang banyak dan memerlukan penguasaan teknis penyusunan yang sangat
memberatkan guru.
Hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan yang dilakukan Balitbang pada tahun 2010 juga menunjukkan
bahwa secara umum total waktu pembelajaran yang dialokasikan oleh
banyak guru untuk beberapa mata pelajaran di SD, SMP, dan SMA lebih
kecil dari total waktu pembelajaran yang dialokasikan menurut Standar
Isi. Di samping itu, dikaitkan dengan kesulitan yang dihadapi guru dalam
melaksanakan KTSP, ada kemungkinan waktu yang dialokasikan dalam
Standar Isi tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya. Hasil monitoring dan
evaluasi ini juga menunjukkan bahwa banyak kompetensi yang
perumusannya sulit dipahami guru, dan kalau diajarkan kepada siswa sulit
12

dicapai oleh siswa. Rumusan kompetensi juga sulit dijabarkan ke dalam
indikator dengan akibat sulit dijabarkan ke pembelajaran, sulit dijabarkan
ke penilaian, sulit diajarkan karena terlalu kompleks, dan sulit diajarkan
karena keterbatasan sarana, media, dan sumber belajar.
Untuk menjamin ketercapaian kompetensi sesuai dengan yang telah
ditetapkan dan untuk memudahkan pemantauan dan supervisi pelaksanaan
pengajaran, perlu diambil langkah penguatan tata kelola antara lain
dengan menyiapkan pada tingkat pusat buku pegangan pembelajaran yang
terdiri dari buku pegangan siswa dan buku pegangan guru. Karena guru
merupakan faktor yang sangat penting di dalam pelaksanaan kurikulum,
maka sangat penting untuk menyiapkan guru supaya memahami
pemanfaatan sumber belajar yang telah disiapkan dan sumber lain yang
dapat mereka manfaatkan. Untuk menjamin keterlaksanaan implementasi
kurikulum dan pelaksanaan pembelajaran, juga perlu diperkuat peran
pendampingan dan pemantauan oleh pusat dan daerah.
Itulah sekelumit alasan urgensi perubahan kurikulum 2013 yang pada
intinya adalah pengembangan KTSP (kurikulum 2006) yang pada
penerapannya mengalami kendala dan tidak tepat sasaran. Jika pada
kurikulum 2013 semua mata pelajaran memiliki Standar Komptensi
Lulusan (SKL) masing-masing, maka di kurikulum 2013 memiliki SKL
semua mata pelajaran sama dengan alasan apapun mata pelajarannya dan
siapapun guru yang mengajarkannya harus menghasilkan peserta didik
yang memiliki sikap keberagaman yang baik, sikap sosial yang baik, dan
memiliki pengetahuan dan keterampilan. Jika salah satunya tidak
terpenuhi maka peserta didik tersebut tidak mencapai standar kompetensi
lulusan atau kata lain tidak lulus/tidak naik kelas. Tidak ada alasan lagi
siswa bagus nilai UN nya, guru tidak berani mentidakluluskan jika sikap
sosial dan keagamaan/ spiritualnya amburadul.

13

6. Perkembangan Kurikulum Pendidikan IPS di Indonesia
Latar belakang dimasukkannya bidang studi IPS ke dalam kurikulum
sekolah di Indonesia sangat berbeda dengan di Inggris dan Amerika Serikat.
Pertumbuhan IPS di Indonesia tidak terlepas dari situasi kacau, termasuk
dalam bidang pendidikan, sebagai akibat pemberontakan G30S/PKI, yang
akhirnya dapat ditumpas oleh Pemerintahan Orde Baru. Setelah keadaan
tenang pemerintah melancarkan Rencana Pembangunan Lima Tahun
(Repelita). Pada masa Repelita I (1969-1974) Tim Peneliti Nasional di bidang
pendidikan menemukan lima masalah nasional dalam bidang pendidikan.
Kelima masalah tersebut antara lain:
1. Kuantitas, berkenaan dengan perluasan dan pemerataan kesempatan
belajar.
2. Kualitas, menyangkut peningkatan mutu lulusan
3. Relevansi, berkaitan dengan kesesuaian sistem pendidikan dengan
kebutuhan pembangunan.
4. Efektifitas sistem pendidikan dan efisiensi penggunaan sumber daya dan
dana.
5. Pembinaan generasi muda dalam rangka menyiapkan tenaga produktif bagi
kepentingan pembangunan nasional.
Adapun perkembangan sejarah Kurikulum Pendidikan IPS dan dimulai
dari tahun 1964, diantaranya:
1. Kurikulum 1964
Kurikulum 1964 menggunakan istilah Pendidikan Kemasyarakatan. Ada
dua kelompok mata pelajaran, ialah kelompok dasar yang terdiri atas
Sejarah Indonesia, Bahasa Indonesia dan Civics dan kelompok cipta yang
terdiri atas Sejarah Dunia dan Geografi Dunia. Dan kemudian
digabungkan selanjutnya berubah menjadi Pendidikan Kewargaan Negara
yang merupakan korelasi dari ilmu bumi, sejarah dan pengetahuan
Kewargaan Negara.
14

2.

Kurikulum 1968
Pada tahun 1968 terjadi perubahan pengelompokkan mata pelajaran
sebagai perubahan orientasi pendidikan. Mata pelajaran disekolah
dibedakan menjadi pendidikan jiwa Pancasila, pembinaan pengetahuan
dasar dan pembinaan kecakapan khusus.

3.

Kurikulum 1975
Pada tahun 1975, lahirlah kurikulum 1975 yang mengelompokkan tiga
jenis pendidikan, yakni pendidikan umum, pendidikan akademis dan
pendidikan keahlian khusus. Dalam kurikulum 1975 dikemukakan secara
eksplisit istilah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang
merupakan fusi (perpaduan) dari mata pelajaran sejarah, geografi dan
ekonomi. Selain mata pelajaran IPS, Pendidikan Kewarganegaraan
dijadikan sebagai mata pelajaran tersendiri ialah Pendidikan Moral
Pancasila (PMP). Dalam kurikulum 1975, IPS termasuk kelompok
pendidikan akademis sedangkan PMP termasuk kelompok pendidikan
umum. Namun IPS sebagai pendidikan akademis mempunyai misi
menyampaikan nilai-nilai berdasarkan filsafat pancasila dan UUD 1945.
Dengan demikian mata pelajaran IPS pun berfungsi dan mendukung
tercapainya tujuan PMP.

4.

Kurikulum 1984
Menjelang adanya perbaikan Kurikulum 1975, tahun 1980 muncul bidang
studi PSPB, gagasan dari Mendikbud mata pelajaran ini hampir sejenis
dengan IPS Sejarah dan PMP. Upaya perbaikan Kurikulum IPS 1975
(KYD) baru terwujud pada tahun 1984. Kurikulum IPS 1984 pada
hakikatnya menyempurnakan atau memperbaiki kelemahan-kelemahan
Kurikulum

1975.

Ditinjau

dari

segi

pendekatan

(metodologi)

pembelajaran, Kurikulum IPS 1975 dan 1984 menggunakan pendekatan
integrative dan structural untuk IPS SMP dan pendekatan disiplin terpisah
(separated disciplinary approach) untuk SMA. Sedangkan pendekatan
15

untuk IPS Sekolah Dasar (SD) lebih mirip menggunakan integrative
(integrated approach)
5.

Kurikulum 1994
Pada tahun 1994, terjadi lagi perubahan kurikulum IPS. Dalam Kurikulum
1994 dinyatakan bahwa IPS adalah mata pelajaran yang mempelajari
kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian geografi, ekonomi,
sosiologi, antropologi, tata negara, dan sejarah. Untuk IPS SD, bahan
kajian pokok dibedakan atas dua bagian, ialah pengetahuan sosial meliputi
lingkungan sosial, ilmu bumi, ekonomi, dan pemerintahan, sedangkan
bahan kajian sejarah mencakup perkembangan masyarakat Indonesia sejak
masa lampau hingga kini. Ada perbedaan yang cukup menonjol dalam
kurikulum IPS Sekolah Dasar 1994 dibandingkan dengan Kurikulum IPS
sebelumnya, yakni dalam metode dan penilaian. Kurikulum IPS 1994
hanya memberikan anjuran umum bahwa pelaksanaan proses belajar
mengajar hendaknya para guru menerapkan prinsip belajar aktif. Dari
bunyi rambu-rambu yang terakhir ini, menunjukkan bahwa Kurikulum
IPS 1994 memberikan keleluasaan atau kekuasaan otonom yang cukup
besar.

6. Kurikulum 2004
Memasuki Abad 21 yang ditandai oleh perubahan mendasar dalam segala
aspek kehidupan khususnya perubahan dalam bidang politik, hukum, dan
kondisi ekonomi telah menimbulkan perubahan ekonomi yang sangat
signifikan dalam sistem pendidikan di Indonesia. Pada tahun 2003
disahkanlah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Undang-undang tersebut telah menimbulkan
dampak yang cukup signifikan terhadap perubahan sistem kurikulum di
Indonesia. Pada tahun 2004, pemerintah melakukan perubahan kurikulum
kembali yang dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Namun pengembangan kurikulum IPS diusulkan menjadi Pengetahuan
16

Sosial untuk merespon secara positif berbagai perkembangan informasi,
ilmu pengetahuan, dan teknologi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan
relevansi program pembelajaran Pengetahuan Sosial dengan keadaan dan
kebutuhan setempat
7.

Kurikulum 2006
Ketentuan tentang implikasi dari peraturan perundangan tersebut adalah
dikeluarkannya kebijakan tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) beserta pedomannya dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi dan Nomor 23
Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dengan panduan
KTSP yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006 ini, antara IPS
dan PKn dipisahkan kembali. Hal ini memperhatikan berbagai masukan
dan kritik ahli pendidikan nasional dan politik bangsa yaitu perlunya
pendidikan Kewarganegaraan Bangsa, maka antara IPS dan PKn
meskipun tujuan dan kajiannya adalah sama yaitu membentuk warga
negara yang baik, maka PKn tetap diajarkan sebagai mata pelajaran di
sekolah secara terpisah dengan IPS.

8. Kurikulum 2013
Konten pendidikan IPS dalam Kurikulum 2013 meliputi: 1) pengetahuan:
tentang kehidupan masyarakat di sekitarnya, bangsa dan umat manusia
dalam berbagai aspek kehidupan dan lingkungannya; 2) ketrampilan:
berpikir logis dan kritis, membaca, belajar (learning skills, inqury),
memecahkan masalah, berkomunikasi dan bekerjasama dalam kehidupan
bermasyarakat-berbangsa; 3) nilai-nilai kejujuran, kerja keras; sosial,
budaya, kebangsaan, cinta damai dan kemanusiaan serta kepribadian yang
didasarkan pada nilai-nilai tersebut; 4) sikap: rasa ingin tahu, mandiri,

17

menghargai prestasi, kompetitif, kreatif dan inovatif serta bertanggung
jawab.

18

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Kurikulum adalah sesuatu yang direncanakan sebagai pegangan guna
mencapai tujuan pendidikan. Apa yang direncanakan biasanya bersifat idea,
suatu cita-cita tentang manusia atau warga negara yang akan dibentuk. Apa
yang dpat diwujudkan dalam kenyataan disebut kurikulum yang real, yang
tidak dapat diwujudkan ternyata tetap menjadi idea.
2. Kurikulum merupakan bahan utama dalam melahirkan kualitas pendidikan
yang baik. Kurikulum mendapatkan posisi guna membawa proses pendidikan
yang mampu memberikan arah jelas dan baku ke depannya. Bila pendidikan
Indonesia harus diselaraskan dengan tujuan pendidikan nasional, kurikulum
sedemikian cukup cerdas memberikan titik berangkat yang sangat kokoh.
3. Kurikulum dan pengajaran adalah suatu kesatuan dengan demikian tidak perlu
dibedakan karena yang satu tidak dapat berkaitan tanpa yang lain,dan satu
berpengaruh terhadap yang lain.
4. Kurikulum dalam pendidikan yang

berbasis pada kompetensi yang

mengarahkan peserta didik menjadi: (1) manusia berkualitas yang mampu dan
proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah; dan (2) manusia
terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri; dan (3) warga negara yang
demokratis

dan

bertanggung

jawab

merupakan

suatu

keharusan

dikembangkan sesuai kebutuhan. Hal tersebut diharapkan dapat tercapai
dengan hadirnya

kurikulum 2013 sebagai penyempurna kurikulum yang

sudah ada.

19

5. Pendidikan IPS bertujuan untuk menghasilkan warganegara yang memiliki
pengetahuan dan pemahaman tentang masyarakat dan bangsanya, religius,
jujur, demokratis, kreatif, analitis, senang membaca, memiliki kemampuan
belajar, rasa ingin tahu, peduli dengan lingkungan sosial dan fisik,
berkontribusi terhadap pengembangan kehidupan sosial budaya, serta
berkomunikasi secara produktif.

B. SARAN
1. Pentingnya peranan Guru IPS yang aktif dalam tatanan kerja dimana saat ini
sedang dalam kemajuan belajar melalui Informasi Teknologi, paling tidak
guru IPS harus dipertautkan kembali dalam keterlibatan filosofis atau filsafat
yang berkembang khususnya dalam bidang pendidikan. Ada dua aliran filsafat
ekstreminitas ; pertama sikap reaksioner ; adalah aliran yang paling hati-hati
dan takut kepada pembaharuan; dan kedua sikap Radikal ;adalah sikap
paling keranjingan atau mendukung pembaharuan. Dengan dua sikap
ekstreminitas diatas, maka guru IPS dalam pendekatan pribadi dapat
menempati salah satu titik utama yang terletak diantara dua ekstreminitas
tersebut. Agar jangan sampai dinilai oleh siswa sebagai guru yang kolot dan
ketinggalan, sebaiknya guru atau pengajar harus banyak belajar seiring
dengan kemajuan Informasi dan teknologi, karena perkembangan informasi
Global membuka seluas-luasnya pelajaran di dunia maya, internet dan media
massa, paling tidak guru mampu mengimbangi proses-belajar mengajar
dengan memanfaatkan peralatan teknologi sebagai alat pengajaran.

20

DAFTAR PUSTAKA

Amir, Rezky fausi. 2012.

(http://rezkyfausi.blogspot.com/2012/11/materi-

kurikulum-dan-pengajaran.html Diakses 25,03,2014)
Fajar,Dhia.2013(http://berkilaulah.wordpress.com/2013/05/09/pendidikankuri
kulum-dan-pengajaran/ Diakses 25,03,2014)
Hamalik, Oemar. 2007. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya
Hasan, Said Hamid. 2013( http://www.uny.ac.id/berita/nasib-pendidikan-ipsdi-kurikulum-2013.html Diakses 25,03,2014)
Idi, Abdullah. 1999. Pengembangan kurikulum : teori dan praktek. Jakarta:
Gaya Media Pratama.
Purwandari, Elice. 2013(http://www.slideshare.net/elcepurwandarie/pendapatguru-terhadap-penerapan-kurikulum-2013 Diakses25,03,2014)
Rosmaya, Dita. 2013(http://ditarosmaya.wordpress.com/2013/03/08/makalahperencanaan-dan-model-pengembangan-kurikulum/ Diakses25,03,2014)
Ruhyana. 2013. http://agpaiikabogor.blogspot.com/2013/09/alasan-rasionalperubahan-kurikulum-2013.html Diakses25,03,2014)
Simanjuntak,Juliper.2013(http://lpmpsumut.or.id/1/wpcontent/uploads/2013/0
4/juliper-simanjuntak-.KURIKULUM..pdf Diakses25,03,2014)

21

22