PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA. docx

PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM BERTARAF INTERNASIONAL
Oleh: Reza Fahmi dan Prima Aswirna
Penulis adalah Dosen
Institut Agama Islam Negeri
Imam Bonjol Padang

ABSTRAK
Artikel ini berangkat dari fakta empiris di mana Indonesia telah mengalami
perkembangan kurikulum yang berdinamika, seiring pergantian pemerintahan
yang berkuasa. Mengingat kurikulum di Indonesia telah mengalami perombakan
dari waktu ke waktu. Demikian juga hal-nya yang terjadi pada kurikulum
Pendidikan Agama Islam. Sungguhpun demikian, artikel ini lebih memusatkan
perhatian pada dimensi manajemen pendidikan yang dijalankan oleh pemerintah
seiring perkembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam. Di mana tantangan
global telah menjadikan pentingnya sebuah pemikiran tentang pengembangan
kurikulum Pendidikan Agama Islam yang memilki standar internasional, dengan
mengutamakan pendidikan bagi semua.
Kata Kunci : Kurikulum, Pendidikan Agama Islam, Globalisasi, Pendidikan Bagi
Semua
PENDAHULUAN

Indonesia hari ini tidak bisa menutup mata untuk melihat perubahan global1 yang
sangat pesat. Demikian juga hal-nya yang terjadi pada dunia pendidikan. Di mana
masing-masing negara memacu perkembangan pendidikannya untuk tujuan
peningkatan Sumber Daya Manusia pada satu sisi. Kemudian peningkatan
kesejahteraan masyarakat sebagai perspektif lain yang ditargetkan oleh negaranegara di dunia tersebut2.
1

The globalization era has become a reality that must be faced by the people and nation of
Indonesia. As a result of globalization, everything changes rapidly. This should be considered as a
challenge that we need tocope with. In time like this, we need to take action. Islamic education is
inevitably involved in the globalization and demanded to be able to contribute significantly.
Achmad Asrori. Islamic Education Development Strategy In Facing The Global Challenges.
International Journal of Science and Research (IJSR) ISSN (Online): 2319-7064. Index
Copernicus Value (2013): 6.14 | Impact Factor (2014): 5.611.
2
Education is one of the most important aspects in human development and perhaps the most
influential social institution in any societies. In general, education is to transmit a common set of
beliefs, values, norms, understanding from the adult generation to its youths. Islam looks at
education as a form of worship (ibadah) where Muslim share a common set of values based on the
Quran (the fundamental and most reliable source for many fields of knowledge) and Sunnah.

Hassan, K. (1989) describes Education from the Islamic perspective, as a long life process of
preparing an individual to actualize his role as a vicegerent (Khalifah) of Allah on earth and
thereby contribute fully to the reconstruction and development of his society in order to achieve
well-being in this world and hereafter. Che Noraini Hashim.et. all, Islamic Religious Curriculum

1

Keberadaan tentang kesepakatan multilateral tentang Asean Economic
Community (Masyarakat Ekonomi Asean) menjadi bukti nyata bahwa Indonesia
tidak mengkin lepas dari persoalan globalisasi yang sedang kita hadapi 3. Tentunya
keberadaan kelompok ekonomi sedemikian juga diilhami oleh eksistensi lembaga
Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) yang lebih dulu lahir di belahan benua biru.
Mau tidak mau atau suka tidak suka maka, Indonesia telah berada didalamnya dan
perlu bergerak dengan cepat menghadapi dinamika sosial dunia yang semakin
kompleks.
Selanjutnya sesuai dengan tujuan pendidikan nasional Indonesia:
“Mencerdaskan kehidupan bangsa” yang termaktub didalamnya pendidikan
Islam4, tentunya tidak ingin hanya menjadi objek dari proses globalisasi yang
tidak saja menyentuh pada persolan ekonomi semata, namun juga bersentuhan
langsung dengan dunia pendidikan5. Disamping itu Indonesia perlu lebih banyak

in Muslim Countries: The Experiences of Indonesia and Malaysia. Bulletin of Education &
Research. June 2008, Vol. 30, No. 1, pp. 1-19
3
Today, the world of education in general is facing a variety of challenges, such as: first,
globalization in the fields of culture, ethics and morals as a consequence of the advanced
technology in transportation and information. Second, the implementation of free trade policy
which means the competition is getting tougher for graduates to look for the jobs. In reality, the
number of foreign workers who come to work in Indonesia is increasing, while the number of
Indonesian workers sent abroad does not showa significant increase, furthermore generally those
who work abroad are non-professional ones. Third, international survey results indicate that the
quality of education in Indonesia is still low, in addition Indonesia always ranks under other
neighboring countries. Fourth, the problem of this country is that it has a low level of socialcapital. While the core idea of social-capital is trust, experts say that Indonesia nearly reaches the
point of "zero trust society" which means Indonesian people are hard to trust. Among the
indicators is the survey of the Political and Economic Risk Consultancy (PERC) in 2004 that the
index of corruption in Indonesia has reached 9.25 or the first rank in Asia, in 2005 the
indexincreased to 9.4. Fifth, conflicts within relationships between human beings, either as
individuals or groups, even as a nation often use religion to legitimize violence. The growth of
conflicts, on one hand is a part of social dynamics, but on the other hand threatens the harmony,
and even further jeopardizes the social integration at local, national, regional and international
level. Sixth, the schools/Madrasa and colleges do not capable in forming a virtuous civil society.

Achmad Asrori. Islamic Education Development Strategy In Facing The Global Challenges.
International Journal of Science and Research (IJSR) ISSN (Online): 2319-7064. Index
Copernicus Value (2013): 6.14 | Impact Factor (2014): 5.611.
4
In order to come to some agreement regarding the purpose of Islamic education, it may be
beneficial to firstly elicit a definition of education and Islamic education. Ashraf (1979) defines
education as a process involving three rewards: the individual, the society or the community to
which he or she belongs and the whole content of reality, both material and spiritual, which plays a
dominant role in determining the nature and destiny of man and society. Therefore, education plays
a very important role and is a pillar for the national development in many societies. Al-Attas
(1984) maintains that the purpose of Islamic education is not to cram the pupil’s head with facts
but to prepare them for a life of purity and sincerity. This total commitment to character building
based on the ideals of Islamic ethics is the highest goal of Islamic education. Here he stressed on
character building that needs to be moulded together in an educational curriculum which he
considers as the highest objective of Islamic education. Che Noraini Hashim.et. all, Islamic
Religious Curriculum in Muslim Countries: The Experiences of Indonesia and Malaysia. Bulletin
of Education & Research. June 2008, Vol. 30, No. 1, pp. 1-19.
5
All those challenges above require us to conducthjjraof which the true meaning is to migrate
rom one state to another in order to achieve the baili or better conditions. Achmad Asrori. Islamic


2

berkiprah pada perubahan yang ada. Dengan bahasa yang sederhana dapat
dinyatakan bahwa, Indoesia perlu menjadi pelaku perubahan yang aktif atau
subjek yang mewarnai kemajuan berbagai bidang, termasuk di dalamnya dunia
pendidikan.
Sehingga persoalan dunia pendidikan yang muncul diantaranya adalah :
(1) Penguasaan teknologi informasi (information Technologies), sebagai sebuah
bentuk “gelombang ketiga” dalam era revolusi sosial yang digambarkan oleh
Alvin Toffler. Sebagai sebuah gambaran dapat diperlihatkan pada Gambar 1 di
bawah ini :

Sumber: https://technologiemounac.com/
Berdasarkan Gambar di atas dapat difahami bahwa, teknologi informasi
telah menjadi salah satu ujung tombak globalisasi dunia pendidikan yang
menuntut steakholders (pemangku kepentingan) dalam dunia pendidikan
menguasi bidang tersebut. Disamping penggunaan teknologi informasi telah
begitu banyak memberikan sumbangan dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta efekti dan efisiensinya pekerjaan, dengan pengaplikasian

paperless (nir kertas) dalam proses administrasi pendidikan.
(2) Penguasaan Bahasa Asing (Teaching English as Second Language), di
mana sebagai sebuah dinamika sosial yang mendunia. Penguasan bahasa menjadi
sebuah tuntutan yang harus dipenuhi. Sungguhpun demikian penguasaan bahasa
internasional tidak saja pada Basa Inggris semata, namun juga bahasa pengantar
pergaulan dunia yang diakui oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (United Nation).
Sehingga proses komunikasi berjalan dengan lancar dan menghindari
kesalahpahaman tentang makna dan pesan verbal, yang disampaikan dalam
interaksi bilateral atau multilateral antara negara bangsa (nation-state).
(3) Komponen utama disamping dua persolan di atas adalah keberadaan
kurikulum6 pendidikan. Di mana secara spesifik kurikulum Pendidikan Agama
Education Development Strategy In Facing The Global Challenges. International Journal of
Science and Research (IJSR) ISSN (Online): 2319-7064. Index Copernicus Value (2013): 6.14 |
Impact Factor (2014): 5.611.
6
Dalam dunia pendidikan, kurikulum memegang peranan yang sangat penting. Hal ini tidak
terlepas dari peran kurikulum dalam memberikan arah, isi, maupun proses pendidikan sehingga
dapat mencapai keberhasilan tujuan yang diinginkan. Sesuai dengan kehendak zaman yang
senantiasa mengalami perubahan, maka kurikulum juga harus bersifat dinamis dan mampu
beradaptasi dengan perubahan. Karena itu mutlak diperlukan adanya perbaikan dan


3

Islam juga mengalami perubahan yang signifikan7. Hal ini terjadi, mengingat
kurikulum digambarkan oleh Taylor (2014) dalam bukunya “Fundamentals of
Curriculum” dianalogikan sebagai “jantung-nya” pendidikan. Artinya produk
pendidikan yang dihasilkan oleh sebuah lembaga pendidikan adalah sangat
ditentukan oleh kurikulum yang diciptakan. Dengan kata lain “mau jadi apa
manusia yang akan dihasilkan dari proses pendidikan adalah sangat ditentukan
kurikulum yang diajarkan dalam pendidikan itu sendiri. Sehingga kurikulum tidak
lagi perlu diartikan sangat sempit sebagai sebuah kumpulan materi ajar yang
dipersiapkan bagi peserta didik. Lebih khusu akan diperbincangkan
pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam dalam uraian berikutnya.
PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
Mengingat kedudukan kurikulum yang sangat penting dalam kegiatan
pendidikan, maka penyusunan kurikulum harus dilakukan dengan pertimbangan
yang matang dan analisa yang mendalam. Penyusunan kurikulum haruslah
berdasarkan landasan (asas-asas) yang kuat, yang didasarkan atas hasil-hasil
pemikiran dan penelitian yang mendalam. Ada beberapa landasan utama dalam
penyempurnaan kurikulum dari waktu ke waktu, suatu hal yang kemudian dikenal dengan istilah

pengembangan kurikulum. Kurikulum merupakan suatu hal yang sangat dinamis dan senantiasa
mengalami perubahan. Melakukan evaluasi terhadap kurikulum yang sedang berjalan maupun
mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan yang ada merupakan hal yang niscaya
adanya. Sebuah lembaga pendidikan hendaknya memiliki inovasi dalam mengembangkan
kurikulumnya sehingga menjadi lembaga yang terpercaya dan mampu mengantarkan siswa
didiknya menjadi manusia yang berkualitas
7
Islamic religious curricular has gone through four distinct periods in Islamic history. The first
period is the period of development which started with the resurgence of the Prophet Muhammad
(P.B.U.H) in Makkah until of this period are: (a) purely Arabic in nature, (b) strengthening the
basis of Islamic religion and spreading its teaching, (c) based on religious sciences and Arabic
grammar, (c) concentrate more on study of Hadith and jurisprudence, (d) concentrate more on
Arabic grammar and literature, (e) the initial study of foreign languages. During this period, the
mosque was the centre of activities of the Islamic society and education was the important part of
those activities. The second period is the flourishing period of education starting in the East with
the emergence of Abbasid dynasty until the downfall by Tartar in 659H/1258 M whereas in the
Western part of Islamic Empire the important centre is Andalusia, especially under the rules of
Umayyad Khaliphate. During this period the curriculum was expanded to include non religious
sciences as well as the centre also expanded to include Makkah, AlMadinah in Hijaz; Basrah and
Kufah in Iraq; Damascus in Sham (Syria); Cairo in Eygpt and Granada and Svilla in Andalusia.

The third period was the period of weaknesses and decadence which started in the East and North
Africa with the resurgence of Ottoman Empire which lasted until the independence of Muslim
countries. The most important characteristics of this period are: (a) the entire curriculum was based
on the transmitted knowledge, (b) the decline of the Arabic language, (c) the method was based on
memorization, (c) the deterioration of scientific research and thinking process, (d) the spread of
the method of summarization and repetition of what was made by early scholars.The fourth period
is known as the period of revival, awakening and rebuilding education in Muslim countries which
started subsequent to the independence these countries. This process is still going on to the present
time. The most important characteristics of religious education during this period are as follows:
(a) adoption of Western educational system, (b) increasing concern on natural as well as human
sciences, (c) penetration of Western culture, (d) an attempt toward eliminating dualism between
modern education and religious education.. Noraini & Langgulung. Islamic Religious Curriculum
in Muslim Countries. Bulletin of Education & Research June 2008, Vol. 30, No. 1, pp. 1-19

4

pengembangan suatu kurikulum, yaitu landasan filosofis, landasan psikologis,
landasan sosial budaya serta perkembangan ilmu dan teknologi.
Pengembangan kurikulum pada hakekatnya adalah proses atau kegiatan
yang disengaja dan dipikirkan untuk menghasilkan sebuah kurikulum sebagai

pedoman dalam proses dan penyelenggaraan pembelajaran oleh guru di sekolah.
Pengembangan kurikulum bermakna mengarahkan kurikulum sekarang ke tujuan
pendidikan yang diharapkan karena adanya berbagai pengaruh yang sifatnya
positif yang datangnya dari luar atau dari dalam sendiri dengan harapan agar
peserta didik dapat menghadapi masa depannya dengan baik.
Pengembangan kurikulum mempunyai dua sisi, yaitu sisi kurikulum
sebagai pedoman yang kemudian membentuk kurikulum tertulis (writen
curriculum atau document curriculum) dan sisi kurikulum sebagai implementasi
(curriculum implementation) yaitu sistem pembelterdapat empat unsur yang perlu
diperhatikan dalam pengembangan, yaitu : a) Merencanakan, merancang dan
memprogramkan bahan ajar dan pengalaman belajar; b) Karakteristik peserta
didik; c) Tujuan yang akan dicapai; d) Kriteria-kriteria untuk mencapai tujuan.
Pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam di tanah air Indonesia
tercinta, tentunya tidak pernah lepas dari keberadaan negara-negara di Timur
Tengah8. Sebut saja Mesir9 sebagai sebuah negara di Timur Tengah juga telah
8

There are many reasons contributing to the awakening and realizing their backwardness which in
turn urging them to rebuild their societies and particularly their educational system. The movement
toward reform and rehabilitation is led by a group of reformist to rebuild their country. Because

Muslim countries in the Arab World were many we will only concentrate on one of them namely
Egypt which is the earliest country to adopt Western Education in Muslim country. After that we
will discuss reforms in Islamic religious education in Southeast Asia, particularly Malaysia and
Indones. .. Noraini & Langgulung. Islamic Religious Curriculum in Muslim Countries. Bulletin of
Education & Research June 2008, Vol. 30, No. 1, pp. 1-19.
9
French invasion of Egypt in 1798 opened their eyes on the superiority of the French weapons and
equipments that made their campaign succeed in their swift war against the Egyptian. This defeat
urged the Egyptians to review the reasons for their weaknesses and suggest reform for their
education. Among the prominent reformers are Rifaah Al Tahtawi and Ali Mubarak who were the
first mission of student sent to France to study French educational system. They came back and
made several reforms in Egyptian educational system such as to establish Darul Ulum in 1872, to
be the first school for teacher preparation or teacher education. Later on their influence on the
reforms of Al Azhar is also significant. After this period, there are other reformers in Egyptian
education. The most prominent one is Muhammad Abduh (1849-1904) who is one way or the
other, influenced by Al Tahtawi and Ali Mubarak. He was also close contact with Jamaluddin Al
Afghani (d.1897) who was campaigning against totalitarianism, ignorance and stagnancy.
Muhammad Abduh made a comprehensive reforms in Al Azhar in which he taught after coming
back from France, where he limited the duration of the study, vacation and holidays, reformed
teaching methods and examination. (i.e. before this, in Al Azhar there was no limitation of the
years of study where students can stay as long as they wished, lack of teaching methods and no
standardized examination). He also demanded the cancellation of ineffective books, commentaries
and footnotes and replace them with one which are more relevant to the problems of contemporary
society. The grand sheikh of Al-Azhar, Muhammad Mustafa Al Maraghy, also has devoted
considerable effort to reform Al azhar which would have enabled it to go along with the need of
time, where he legislated the well known law no.29 in 1930 which included many reforms and
changes related to curriculum, teaching staff, students and so on. In 1936, another law to review
the system in Al azhar which did not face the resistance as did the reforms introduced by
Muhammad Abduh.. The 1961 law is probably the most important one to organize and run Al

5

mewarnai pola pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam yang ada di
seantero Asia Tenggara10.
KURIKULUM INTERNASIONAL DALAM KERANGKA MANAJEMEN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Sehakikinya usaha untuk menerapkan kurikulum bertaraf internasional
sudah dijalankan di Indonesia, di mana pada tahun 2007/2008 Direktorat
Pembinaan SMP memandang penting terbentuknya rintisan SMP bertaraf
internasional (RSBI) untuk menjawab kebutuhan zaman. Hal ini sesuai dengan
amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (UUSPN 20/2003) Pasal 50 ayat 3 yang menyebutkan bahwa
“Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurangkurangnya
satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan
menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional11.”
Azhar, by which modern faculties such as faculties of Medicine, faculty of dentistry, faculty of
agriculture, faculty of economics, and faculty for girls where natural sciences beside the religious
and linguistic sciences were established. Faculty of education was later on established.. Noraini &
Langgulung. Islamic Religious Curriculum in Muslim Countries. Bulletin of Education &
Research June 2008, Vol. 30, No. 1, pp. 1-19..
10
Pada dinamika kurikulum yang terjadi dapat digambarkan sebagai berikut : “After the downfall
of Ottoman Empire the entire Muslim World was completely dominated by Western Colonial
countries, particularly British, French, Spanish, Dutch and so forth. Southeast Asian countries
were ruled by the British and the Dutch. The British ruled Malaya and North Borneo, where as the
Dutch ruled Indonesia. Dutch rule in Indonesia lasted for over three hundred years who used iron
claws to suppress private schools that sought to establish carders to fight colonialists. Islam is
Indonesia's dominant religion with approximately 88% of its population identifying as Muslims,
making it the most populous Muslim-majority nation in the wor”. Sedangkan pada dinamika
pengembangan kurikulum Pendidikan Islam dapat dijelaskan sebagai berikut : “In general the
history of education in Malaysia started with the emergence of 'Pondok' schools as well as Arabic
and religious schools towards the end of the 19th century. In the early 20th century, educational
institutions became more structured and worldly knowledge was included into the religious school
curriculum. It was during the rule of the British that vernacular schools were introduced.
Schooling amongst the Malays started with the opening of Penang Free Schools in 1821.
Education in Malaysia may be obtained from government-sponsored schools, private schools, or
through home-schooling. The education system is highly centralized, particularly for primary and
secondary schools, with state and local governments having little say in the curriculum or other
major aspects of education. Standardized tests are a common feature of Malaysian educational
system.”. Noraini & Langgulung. Islamic Religious Curriculum in Muslim Countries. Bulletin of
Education & Research June 2008, Vol. 30, No. 1, pp. 1-19..
11

Pengertian sekolah/madrasah bertaraf internasional sendiri adalah “Sekolah/Madrasah yang
sudah memenuhi seluruh Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan diperkaya dengan mengacu pada
standar pendidikan salah satu negara anggota Organization for Economic Cooperation and
Development (OECD) dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam
bidang pendidikan, sehingga memiliki daya saing di forum internasional.” Karena itu tiap sekolah
yang telah menjadi SBI mandiri harus memenuhi indikator kinerja kunci minimal (delapan unsur
SNP) dan indikator kinerja kunci tambahan (terdiri dari berbagai unsur X). Sedangkan selama
menjadi Rintisan SBI diharapkan dapat memenuhi SNP dan mulai merintis untuk mencapai IKKT
sesuai dengan kemampuan dan kondisi sekolah. Laily Syarifah. 2010. Pengembangan Kurikulum

6

Pada implementasi kurikulum bertaraf internasional yang dijalankan pada
Sekolah Bertaraf Internasional di Indonesia umumnya menggunakan kurikulum
model Wheeler12 setidaknya terdiri atas lima tahapan, yaitu : menentukan tujuan
umum yang bersifat filosofis dan menentukan tujuan khusus yang bersifat praktis,
menentukan pengalaman belajar yang akan didapatkan oleh siswa, menentukan
isi/materi sesuai dengan pengalaman.
Sungguhpun demikian Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) atau Sekolah
Rintisan Bertaraf Internasional (RSBI) di Indonesia telah dihapuskan. Mengingat
sekolah sedemikian dianggap bersifat komersil dan beraroma diskriminatif.
Sehingga secara resmi pemerintah telah melarang keberlangsungan sekolah
tersebut yang pada awalnya dianggap sebagai langkah maju dalam dunia
pendidikan. Mengingat Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) atau Sekolah
Rintisan Bertaraf Internasional (RSBI) telah menggunakan kurikulum yang
diterapkan pada negara-negara maju. Sebut saja, kurikulum yang telah dijalankan
oleh Cambridge (Inggris Raya) dalam pengembangan kurikulumnya.
Selanjutnya model pengembangan kurikulum pada Sekolah Bertaraf
Internasional atau Sekolah Rintisan Bertaraf Internasional yang pernah dijalankan
di Indonesia berdasarkan pola penerapan manajemen pendidikannya dapat
dijelaskan pada Gambar 2 di bawah ini :

Sumber : Sumber: https://technologiemounac.com/ Diakses 01 Maret 2017.

Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam pada Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (Studi di
SMP Negeri 3 Peterongan Jombang). digilib.uinsby.ac.id. Diakses 02 Maret 2017.
12
Laily Syarifah. 2010. Pengembangan Kurikulum Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam pada
Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (Studi di SMP Negeri 3 Peterongan Jombang).
digilib.uinsby.ac.id. Diakses 02 Maret 2017

7

Berdasarkan Gambar 2 di atas dapat dipahami bahwa, terdapat berbagai
tantangan tingkat tinggi dan dukungan yang kuat bagi melahirkan pola kebijakan
manajemen Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) atau Sekolah Rintisan bertaraf
Internasional (RSBI), di mana tantangan dan dukungan yang diperlukan antara
lain : (1) Intervensi dan proporsi tentang kesuksesan. (2) Standar yang ambisional.
(3) Mengembangkan atau membangun tanggungjawab. (4) Data yang baik target
yang jelas. (5) Akses yang terbaik dan kualitas pengembangan profesional. (6)
Akuntabilitas.
Keseluruhan aspek di atas pada suatu pihak akan menjadi tantangan dalam
pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam yang bertaraf internasional.
Kemudian pada masa yang sama juga menjadi daya dukung bagi pengembangan
kurikulum yang ada. Sehingga tinggal lagi bagaimana pembuat kebijakan
mengartikulasikan kebijakan yang akan dijalankan.Dengan demikian pembuat
kebijakan perlu mengalihkan tantangan menjadi sebuah dukungan yang positif
bagi pengembangan kurikulum yang telah ada. Kemudian pada masa yang sama
mengoptimalkan daya dukung yang besar di dalam masyarakat serta pemangku
kepentingan untuk memaksimalkannya menjadi sebuah kekuatan yang bermakna
bagi penciptaan kurikulum yang baik dan terorganisasi secara profesional.Di
mana ianya mengedepankan proses manajemen yang teruji bagi peningkatan
kualitas pendidikan, diantaranya; perencanaan (planning), pengorganisasian
(organizing), Tindakan (acting) dan pengawasan (contriolling) 13. Sehingga akan
terbentuk kurikulum tangguh dan dapat menyesuaikan diri terhadap tantangan
perubahan zaman serta mampu menyesuaikan dinamika kehidupan sosial yang
semakin kompleks di masa mendatang.
SIMPULAN
Apa yang perlu digarisbawahi bahwa esensi yang utama keberadaan
kurikulum Pendidikan Agama Islam bertaraf internasional; (1) bukan hanya
memilki pengertian sempit sebagai internasionalisasi kurikulum Pendidikan
Agama Islam yang ada. Artinya muatan kurikulum mengandaalkan penggunaan
13

Lihat. Terry, G. 2015. Management Organization. New York :: Mc Graw Hill. Selanjutnya... To
obtain the successful in the process of Islamic education, is needed the Islamic Educational
Sciences, both theoretically and practically suggests that Islamic education should be developed,
with some of the following reasons: (1). The Islamic Education as an attempt to shape human
personality have to pass the long process. In the process of the formation required a mature and
careful consideration based on the view and idea or the right theory, so the failure or error of
formation step toward the students can be avoided. (2) The Islamic Educational sourced from the
values of Islam must be able to invest or shape an attitude of life which is inspirited by Islamic
values. Therefore, that effort cannot be done only by trial and error, but must be on the desire and
willingness of educators with educational theory that can be accountable pedagogical
scientifically. (3). Islam as a religion of revelation of God with the purpose for welfare and
happiness of life and the life of mankind in the world and the hereafter. Therefore, the Islamic
education theory which arranged systematically is the compass for the process.(4). The scope of
Islamic education covers all areas of human life in the world. Hence, the formation of attitudes and
values of ‘amaliah Islamiyah’ in the human personality only can be effective when it done through
an education process which goes beyond the rules of scientific education. .Dlm. Arifin. 2006.
Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoretis dan Praktik Berdasarkan Pendekatan Indisipliner.
Jakarta: Bmi Aksara.

8

bahasa asing (Bahasa Arab atau Bahasa Inggris) sebgai bahasa internasional. (2)
Namun juga dapat dimaknai lebih luas, sebagai kurikulum yang mengakomodir
pendidikan untuk semua (education for all) yang bersifat inklusif. Kemudian bisa
memberikan peluang pada berbagai suku dan raas untuk tumbuh dan berkembang
secara bersama sebagai, wujud adanya perbedaan namun dipersatukan oleh
kurikulum yang mengintegrasikan nilai, adat, budaya pada secara bersama
sebagai, wujud adanya perbedaan namun dipersatukan oleh kurikulum yang
mengintegrasikan nilai, adat, budaya pada satu entitas yang sama yakni:
Pendidikan Agama Islam. (3) Seemua ini bermuara pada nilai, kaedah, serta
norma ke-Islaman yang bersufat universal. Sehingga kurikulum yang dibangun
tidak lagi tersekat oleh suku, ras dan budaya yang mengikat. Namun justru
membebaskan peserta didik untuk tumbuh dan berkembang secara mandir.
Sebagai warga masyarakat global yang tidak pula melupakan identitas diri yang
dimilikinya. (4) Lebih jauh kurikulum Pendidikan Agama Islam yang sedemikian
adalah kurikulum yang hanya mengedepankan nilai-nilai Islam sebagai core of
knowledge dengan memangkas habis segala bentuk perbedaan mazhab, politik dan
kepentingan tertentu (vested intrest) serta kelas sosial atau stratifikasi sosial.
Sehingga Pendidikan Agama Islam yang diajarkan mementingkan moto “Islam
Berdiri Di Atas Semua Golongan”. Pertanyaan besar yang kemudian muncul
adalah bagaimana bentuk konkrit aplikasi kurikulum Pendidikan Agama Islam
Bertaraf Internasional tersebut? Sebgai sebuah contoh nyata pengembangan
kurikulum Pendidikan Agama Islam yang Bertaraf Internasional adalah
pendidikan yang dijalankan pada sebuah Pondok Pesantren di di Jawa Timur yang
menjadi inspirasi dari sebuah filem yang bertajuk “Negeri Lima Menara dan
bernama Gontor Darussalam”. (*)
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran dan Terjemahannya. Jakarta: Kementerian Agama RI. 2010
Ashraf, S. A. 1985.. New Horizons in Muslim Education, Cambridge: The Islamic
Academy..
Abdullah, Abdurahman Saleh. 2007. Teori –Teori Pendidikan Berdasarkan AlQuran. Jakarta : Rineka Cipta.
Ahmad D. Marimba, 2009. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam Bandung: AlMa`arif.
Arifin. 2006. Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoretis dan Praktik Berdasarkan
Pendekatan Indisipliner. Jakarta: Bmi Aksara.
Azizy, Q dan Saleh. 2004. Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa. Jakarta: Raja
Grafindo Persada
Azra. 2005. Paradigma dalam Penndidikan Nasional. Rekonstruksi Data
Otentifikasi. Jakarta : Buku Kompas
Bahrudin dan Makin. 2010. Manajemen Pendidikan Islam. Malang. Maliki Press.
Bogdan, C, & Biklen SK, 1986. Qualitative Research for Education An
Introduction to Theory and Practices, Boston: Allyn and Bacoon Inc.
Fathoni, MK. 2005. Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional. Jakarta:
Departemen Agama
George R Terry. 2006. Prinsip-prinsip Manajemen, Bumi Aksara, Jakarta,
9

Hamalik, Oemar. 2006. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Hidayat, MD dan Sarono. 1990. Pengembangan Profesionalisme Guru Pendidikan
Teknologi Kejuruan. Bandung: UPI
Mahdi, bin Ibrahim. 1997.Amanah dalam Manajemen, Pustaka Al Kautsar,
Jakarta,
Makin dan Baharuddin. 2010. Manajemen Pendidikan Islam.(Tranformasi Menuju
Sekolah/Madrasah Unggul). Malang.UIN-Maliki Press.
Moundy, RW. 1991. Manajemen, Concept, Practice and Skill. New Jersey:
Prestice Hall Inc Englewood Clif
Muhaimin. 2004. Arah Baru Pengembanagan Pendidikan Islam, Pemberdayaan,
Pengembangan Kurikulum Hingga Redefinisi Islamisaasi Pengetahuan.
Bandung: Nuansa
Muhajir.Noeng 2000. Perencanaan dan Kebijakan Pengembangan Sumber Daya
Manusia. Jogjakarta : Rajawali
Mulyasa.E 2005. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif
dan Menyenangkan. Bandung: Rosdakarya
Mulyasana, Dedi. 2011. Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing. Bandung :
Remaja Rosdakarya
Narbuko, Cholis. 2010. Metode Penelitian. Bandung. Remaja Rosdakarya.
Nata, Abuddin. 2010. Manajemen Pendidikan.(Mengatasi Kelemahan Pendidikan
Islam di Indoonesia) Jakarta : Kecana.
Noraini & Langgulung, Hasan. Islamic Religious Curriculum in Muslim
Countries. Bulletin of Education & Research June 2008, Vol. 30, No. 1,
pp. 1-19
Taylor. 2014. Fundamentals of Curriculum. New York : Mc Gill University Press.

10

11