STUDI PERSAMAAN ALLOMETRIK UNTUK PREDIKS

ISBN : 978-602-73376-2-6

PROSIDING
SEMINAR NASIONAL

Penguatan Pengajaran dan Penelitian Perubahan Iklim :
Bridging Gap Implementasi Kebijakan Mitigasi dan
Adaptasi di Tingkat Nasional dan Subnasional

Jakarta, 31 Agustus - 1 September 2016

INDONESIA
NETWORK

Jejaring Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia

Direktorat Mobilisasi Sumber Daya Sektoral dan Regional
Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, KLHK

Prosiding Seminar Nasional
Penguatan Pengajaran dan Penelitian Perubahan Iklim:

Bridging Gap Implementasi Kebijakan Mitigasi dan
Adaptasi di Tingkat Nasional Dan Subnasional

Jakarta, 31 Agustus-1 September 2016

Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan
Kehutanan Indonesia

Direktorat Mobilisasi Sumber Daya
Sektoral dan Regional
Direktorat Jenderal Pengendalian
Perubahan Iklim, KLHK

Kerjasama
Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia &
Direktorat Mobilisasi Sumber Daya Sektoral dan Regional, Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, KLHK

Prosiding Seminar Nasional
Penguatan Pengajaran dan Penelitian Perubahan Iklim:
Bridging Gap Implementasi Kebijakan Mitigasi dan Adaptasi di

Tingkat Nasional Dan Subnasional
Penyusun :
Yayan Hadiyan, S.Hut, M.Sc
Ifa Elfira Olivia, S.Hut
ISBN : 978-602-73376-1-9
Editor:
Prof. Dr. Ir. Deddy Hadriyanto, M. Agr
Prof. Dr. Ir. Gusti z. Anshari, MES
Prof. Dr. Ir. Udiansyah, MS
Dr. Ir. Abdul Rauf, M.Sc
Dr. Ir. Mahawan Karuniasa, MM
Dr. Ir. Markum, M.Sc
Dr. Ir. Rudi A. Maturbongs, M.Si
Dr. Satyawan Pudyatmoko, S.Hut, M.Sc
Ir. Agus Susatya, M.Sc, Ph.D
Dr. Ishak Yassir, S.Hut, M. Sc
Dr. Ir. Sabaruddin, M.Sc
Yayan Hadiyan, S.Hut, M.Sc
Penerbit :
Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia

(APIK Indonesia)
Redaksi :
Jl. Argo No. 1, Bulaksumur Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta
Telp. (0274) 512102, 901420.
Email : apik.indonesia@yahoo.co.id

Design Sampul dan Tata letak:
Edy Wibowo
Cetakan Pertama,

Juni 2016

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang :
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa izin dari
penerbit.

ii

Prosiding Seminar Nasional
PENGUATAN PENGAJARAN DAN PENELITIAN PERUBAHAN IKLIM : BRIDGING GAP IMPLEMENTASI KEBIJAKAN MITIGASI DAN ADAPTASI DI TINGKAT

NASIONAL DAN SUBNASIONAL
Jakarta, 31 Agustus-1 September 201

KATA PENGANTAR
Kebakaran hutan dan lahan sepanjang tahun 2015 ini telah menunjukan situasi yang sulit
dikendalikan. Tidak hanya mengganggu sektor sosial ekonomi, tetapi sektor lingkungan
terutama keanekaragaman hayati dan meningkatnya jumlah emisi CO2 dari kebakaran
Gambut yang telah menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat luas. Dalam kondisi ini,
Pemerintah tidak bisa diminta bertanggungjawab secara sepihak, tetapi peran serta multi
stakeholder menjadi sangat penting.
Para ilmuwan adalah salah satu pihak kunci yang sangat strategis memberikan input kepada
pemerintah. Sejumlah persoalan penyebab kebakaran perlu diurai dan berbagai solusi perlu
diformulasikan secara ilmiah. Di sisi lain, perubahan iklim di Indonesia juga tidak hanya
didorong oleh adanya kebarakan ini. Berbagai penyebab terkait adaptasi dan mitigasi pada
berbagai sektor membutuhkan kerjasama banyak pihak. Berbagai pembelajaran berupa
inisiatif dan praktik-praktik tata kelola sumber daya alam perlu dicoba dan dikritisi secara
kontinyu agar selalu terjadi perbaikan.
Melalui seminar nasional tahunan Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia,
kita dapat memberikan masukan kepada para pengambil keputusan tentang pentingnya
perbaikan lingkungan khususnya hutan hujan tropis, tidak hanya bagi Indonesia tetapi bagi

kepentingan global. Prosiding yang berisi berbagai penelitian terkait dengan perubahan
iklim ini memberikan pelajaran yang berharga bagi kita.
Diucapkan terimakasih atas dukungan yang telah diberikan Direktorat Mobilisasi
Sumberdaya Sektoral dan Regional Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian
Kehutanan dalam Pelaksanaan Seminar tersebut, segenap panitia dan pihak lainnya. Semoga
bermanfaat.

Yogyakarta,
Ketua Umum,

Juni 2016

ttd.
Dr. Satyawan Pudyatmoko, S.Hut, M.Sc

iii

Kerjasama
Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia &
Direktorat Mobilisasi Sumber Daya Sektoral dan Regional, Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, KLHK


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... iv
1. PEMETAAN BIOMASSA PADA HUTAN TROPIS DENGAN AIRBORNE LIDAR
Jarot Pandu Panji Asmoro........................................................................................................ 9

2. IMPLIKASI PENGELOLAAN HUTAN
MANGROVE DI SUMATERA UTARA

TERHADAP

SIMPANAN

KARBON

Onrizal, Nurdin Sulistiyono, Pindi Patana, Mashhor Mansor .............................................. 25

3. REINTERPRETASI PARADIGMA TIMBER MANAGEMENT PADA PENGELOLAAN
HUTAN TANAMAN INDUSTRI UNTUK MENDUKUNG IMPLEMENTASI REDD+

Ganjar Oki Widhanarto, Ris Hadi Purwanto, Ahmad Maryudi dan Senawi ........................ 32

4. STUDI PERSAMAAN ALLOMETRIK UNTUK PREDIKSI BIOMASSA ATAS DAN
BAWAH TREMBESI [Albizia saman (Jacq.) Merr.] TINGKAT SEMAI DAN SAPIHAN
UNTUK PENGEMBANGAN PENGUKURAN KARBON PADA PROGRAM
PERUBAHAN IKLIM
Gun Mardiatmoko .................................................................................................................. 49

5. Karbon Tersimpan pada Tegakan Balsa (Ochroma bicolor) di Jawa
Yonky Indrajaya ...................................................................................................................... 61

6. FLUKS CO2 PADA TEGAKAN NIPAH DI DELTA MAHAKAM KALIMANTAN TIMUR
Rita Diana, Deddy Hadriyanto, Dinillah Tartila .................................................................... 70

7. ESTIMASI STOK KARBON ORGANIK TANAH DI BAWAH BERBAGAI
PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BULELENG PROVINSI BALI
I Made Gunamantha dan I G.N.A. Suryaputra ...................................................................... 79

8. IDENTIFIKASI JENIS POHON DAN POTENSI SIMPANAN KARBON VEGETASI
PADA LAHAN PASCA TAMBANG BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI KHDTK

LABANAN, BERAU, KALIMANTAN TIMUR
Rina W. Cahyani, Rizki Maharani dan Asef K. Hardjana ....................................................... 94

9. PENDEKATAN TERPADU SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MITIGASI PERUBAHAN
IKLIM DALAM ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN
Rahmawaty, Najmatul Khairat dan Abdul Rauf .................................................................. 107

10. PENGARUH KEGIATAN UJICOBA REDD+ PADA LINGKUNGAN DAN SOSIALEKONOMI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN Studi di Lokasi Kegiatan Ujicoba
REDD+ di Kabupaten Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah
Dadang Setiawan dan Mahawan Karuniasa ........................................................................ 117

iv

Prosiding Seminar Nasional
PENGUATAN PENGAJARAN DAN PENELITIAN PERUBAHAN IKLIM : BRIDGING GAP IMPLEMENTASI KEBIJAKAN MITIGASI DAN ADAPTASI DI TINGKAT
NASIONAL DAN SUBNASIONAL
Jakarta, 31 Agustus-1 September 201

11. POTENSI CARBON DI HUTAN LINDUNG DAN TAMAN NASIONAL DI SUMATRA:
TANTANGAN INDC DAN APIK

Agus Susatya ......................................................................................................................... 133

12. NILAI KERUGIAN SUHU UDARA AKIBAT HUTAN TERBUKA
Sari Mayawati dan Jumri ........................................................................................................ 141

13. PEMANFAATAN SUMBER DAYA HASIL HUTAN SECARA OPTIMAL
Jumri dan Sari Mayawati ........................................................................................................ 150

14. PELAKSANAAN TUGAS PEMBANTUAN DALAM PROGRAM FORCLIME DI
KALIMANTAN
Catur Budi Wiati dan S. Yuni Indriyanti .............................................................................. 164

15. MENYIMAK FENOMENA PEMANASAN GLOBAL/PERUBAHAN IKLIM (La-Nina),
ALIH FUNGSI LAHAN DAN MITIGASI KERUSAKAN LINGKUNGAN DI PULAU BALI
I Wayan Kasa dan Ida Bagus Gunam ................................................................................... 177

16. PEMANFAATAN BATU BARA PERINGKAT RENDAH DALAM MENGIKAT
ALUMINIUM PADA OXISOL UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PEMUPUKAN
FOSFOR SERTA PRODUKSI PADI DAN JAGUNG
Herviyanti, Gusnidar, Harianti, Citra, Hidayati, Edi, dan Mahrizal .................................... 185


17. ANALISIS PERAN DAN KONTRIBUSI
PENGATURAN IKLIM GLOBAL

FITOPLANKTON

LAUT

DALAM

Alianto dan Hendri................................................................................................................ 195

18. STUDI STATUS MANGROVE DAN PADANG LAMUN UNTUK MENDUKUNG
UPAYA MITIGASI PERUBAHAN IKLIM DI MALUKU
Hanung Agus Mulyadi, Andri Irawan, Muhammad Masrur Islami, Dharma arif Nugroho,
Arif seno Adji, Frits Pulumahuny, Fredy Leatemia ............................................................. 207

19. KEBIJAKAN SEKTOR KEHUTANAN DALAM MENYIKAPI PERUBAHAN IKLIM
I Putu Gede Ardhana ............................................................................................................ 219


20. STRATEGI PEMBANGUNAN RENDAH EMISI SEBAGAI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
PERUBAHAN IKLIM DALAM RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH
DAERAH (RPJMD) KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2016-2021
Edi Cahyono dan Holidi ........................................................................................................ 231

21. EKSPOR PENGETAHUAN GAMBUT TROPIS MELALUI BERBAGAI PROYEK
KERJASAMA INTERNASIONAL
Gusti Z. Anshari..................................................................................................................... 248

22. PENANDAAN ANGGARAN UNTUK AKSI-AKSI MITIGASI PERUBAHAN IKLIM
DAERAH: KASUS PROVINSI JAMBI
Riko Wahyudi, IBP Angga Antagia, Ayu Satya Damayanti, Rezky Lasekti Wicaksono, Arsyi
Rahman Mohammad ............................................................................................................ 255

v

Kerjasama
Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia &
Direktorat Mobilisasi Sumber Daya Sektoral dan Regional, Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, KLHK

23. KAJIAN PERUBAHAN TUTUPAN HUTAN DAN SUHU UDARA DI KABUPATEN
KUTAI BARAT
Akas Pinaringan Sujalu, Abdul Fatah, Jumani, Maya Preva Biantary, dan Heni Emawati
............................................................................................................................................... 271

24. SEKUESTRASI BAHAN ORGANIK PADA TIGA SEKUENSIAL ALTITUDE DI DAERAH
BUKIK SARASAH KAWASAN TROPIS SUPER BASAH, SUMATERA BARAT
Yulnafatmawita ..................................................................................................................... 279

25. KEBIJAKAN PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE SEBAGAI UPAYA MITIGASI
PERUBAHAN IKLIM DI PULAU-PULAU KECIL ( Studi Kasus : Dusun Taman Jaya
Kabupaten Seram Bagian Barat)
Debby V Pattimahu ............................................................................................................. 288

26. PENDUGAAN KEBUTUHAN OPTIMAL RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) PADA
KAWASAN PERKOTAAN KOTA MEDAN SUMATERA UTARA
Siti Latifah, Pindi Patana, Rahmawaty dan Ahmad Rivai ................................................... 298

27. PENILAIAN KELEMBAGAAN DALAM PELAKSANAAN PROGRAM FORCLIME DI
KALIMANTAN
Catur Budi Wiati dan S. Yuni Indriyanti .............................................................................. 307

28. PENELITIAN DAN PENGAJARAN ETNOBOTANI UNTUK IMPLEMENTASI DAN
ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI KEPULAUAN MALUKU
Marcus J. PATTINAMA ......................................................................................................... 322

29. ETNOBOTANI DAN PRIORITAS KONSERVASI SPESIES TUMBUHAN PADA
MASYARAKAT O HONGANA MA NYAWA DI DESA WANGONGIRA, KABUPATEN
HALMAHERA UTARA
Radios Simanjuntak .............................................................................................................. 335

30. PEMBELAJARAN KONSERVASI KURA-KURA DALAM ADAPTASI PERUBAHAN
IKLIM: LESSON LEARNT DARI PROGRAM USAID-NSF PEER DI UNIVERSITAS
BENGKULU
Hery Suhartoyo, Aceng Ruyani dan Bhakti Karyadi .......................................................... 349

31. DINAMIKA MORFOLOGI PANTAI UTARA PAPUA (STUDI KASUS PULAU PIAI)
Suhaemi, Marhan dan Ferawati Runtuboi .......................................................................... 359

32. BENTUK KEANEKARAGAMAN HAYATI PADA BERBAGAI LANSEKAP HUTAN DI
KOMPLEKS HUTAN MEKONGGA*)
Rosmarlinasiah...................................................................................................................... 372

33. DAMPAK DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM PADA PERTEMBAKAUAN DI
KABUPATEN JEMBER
Yuli Hariyati dan Sastro Djendro Hajuningrat ................................................................... 384

34. APAKAH BENTUK PERTANIAN CERDAS MENGHADAPAI PERUBAHAN IKLIM
Muhd Nur Sangadji ............................................................................................................. 396

vi

Prosiding Seminar Nasional
PENGUATAN PENGAJARAN DAN PENELITIAN PERUBAHAN IKLIM : BRIDGING GAP IMPLEMENTASI KEBIJAKAN MITIGASI DAN ADAPTASI DI TINGKAT
NASIONAL DAN SUBNASIONAL
Jakarta, 31 Agustus-1 September 201

35. REVITALISASI KEARIFAN LOKAL SEBAGAI BENTUK MITIGASI DI SULAWESI
UTARA
Martina A. Langi ................................................................................................................... 404

36. DAMPAK PERUBAHAN IKLIM GLOBAL DAN IMPLIKASINYA DALAM KONSERVASI
PENYU BELIMBING (Dermochelys coriacea) PASIFIK BARAT DI BENTANG LAUT
KEPALA BURUNG, PAPUA
Ricardo F. Tapilatu, Dedi Parenden, Hengki Wona, dan William G. Iwanggin ................. 411

37. PENGETAHUAN DAN POLA ADAPTASI PETANI GARAM DALAM MERESPON
DAMPAK PERUBAHAN IKLIM
Sitti Hilyana ........................................................................................................................... 425

38. POLA ADAPTASI PETANI TERHADAP DAMPAK PERUBAHAN IKLIM:
PERBANDINGAN SISTEM PERTANIAN DUSUNG DAN PADI SAWAH DI PULAUPULAU KECIL, MALUKU
Wardis Girsang, PhD dan Semuel Laimeheriwa .................................................................. 438

39. hilyKONSERVASI SUMBERDAYA GENETIK TANAMAN HUTAN TINGKAT DESA:
AKSI LOKAL ADAPTASI KELANGKAAN SPESIES DAN PENINGKATAN
PENDAPATAN MASYARAKAT
Liliek Haryjanto dan Yayan Hadiyan ................................................................................... 456

40. KERENTANAN DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM PADA USAHATANI DI PULAU
LOMBOK NUSA TENGGARA BARAT
Halil Hamzah ......................................................................................................................... 463

41. SEMUT SEBAGAI BIOINDIKATOR PERUBAHAN IKLIM DALAM EKOSISTEM
HUTAN (STUDI KASUS PADA HUTAN LINDUNG GUNUNG SIRIMAU KOTA
AMBON, MALUKU)
Dr. Fransina Latumahina,S.Hut.MP dan Esther Kembauw.SP.,M.Si . ................................. 481

42. KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT DESA HULALIU DALAM PENANGGULANGAN
KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
Mersiana Sahureka ............................................................................................................... 494

43. PEMBELAJARAN KONSERVASI BIODIVERSITAS DUNG BEETLE DALAM ADAPTASI
PERUBAHAN IKLIM
Bainah Sari Dewi .................................................................................................................. 500

44. PENGARUH BEBERAPA KOMPOSISI BAHAN KOMPOS TERHADAP PRODUKSI
DAN SERAPAN HARA TANAMAN SEMANGKA PADA REGOSOL
Gusnidar, Syafrimen Yasin dan Gusrimaidayani ................................................................ 514

45. MANAJEMEN POHON BERBASIS KELUARGA MELALUI KARTU PENGEMBANG
POHON DALAM PENGELOLAAN LAHAN IJIN USAHA PEMANFAATAN HUTAN
KEMASYARAKATAN (IUPHKm) SEBAGAI STRATEGI MITIGASI PERUBAHAN IKLIM
Siswahyono, Agus Susatya, Enggar Apriyanto dan Prasetyo............................................. 522

vii

Kerjasama
Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia &
Direktorat Mobilisasi Sumber Daya Sektoral dan Regional, Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, KLHK

46. MODEL PEMBELAJARAN PENGETAHUAN PERUBAHAN
KURIKULUM PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

IKLIM

DALAM

Dwi Atmanto ......................................................................................................................... 532

47. KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG (STUDI KASUS DI PT GUNUNG MADU
PLANTATIONS DIVISI II KABUPATEN LAMPUNG TENGAH)
Awang Murdiono, Bainah Sari Dewi, Sugeng P. Harianto ................................................. 548

viii

Prosiding Seminar Nasional
PENGUATAN PENGAJARAN DAN PENELITIAN PERUBAHAN IKLIM : BRIDGING GAP IMPLEMENTASI KEBIJAKAN MITIGASI DAN ADAPTASI DI TINGKAT
NASIONAL DAN SUBNASIONAL
Jakarta, 31 Agustus-1 September 201

STUDI PERSAMAAN ALLOMETRIK UNTUK PREDIKSI BIOMASSA ATAS DAN
BAWAH TREMBESI [Albizia saman (Jacq.) Merr.] TINGKAT SEMAI DAN
SAPIHAN UNTUK PENGEMBANGAN PENGUKURAN KARBON PADA PROGRAM
PERUBAHAN IKLIM
(Study on Allometric Equations for Predicting Above and Below-ground Biomass of
Young Rain Tree [Albizia saman (Jacq.) Merr.] to Develop Carbon Measurement in
Climate Change Program)
Gun Mardiatmoko*)
*)

Dosen Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura
Jl. Ir. M. Putuhena, Kampus Poka, Ambon, Telp. 0911-322499 Fax. 0911-322498
Email: g.mardiatmoko@faperta.unpatti.ac.id

ABSTRACT
Rain tree (Albizia saman Jacq. Merr.) or trembesi is a multi-purpose tree, adaptable to tropical
conditions, and with great potentiality as alternative feed for ruminants and monogastrics. Generaly, this
tree was one of the first roadside exotic trees to be widely planted in many tropical countries and it is
now so widely cultivated, particularly in Southeast and south Asia. It was planted principally as a shade
or ornamental tree in streets, parks and in coffee plantations. Curently, rain tree is becoming more
important and recognized as having a major role in carbon storage to address climate change. This
paper is to describe and discuss a method to estimate the biomass and to determine root-to-shoot ratio
and biomass expansion factors of young rain tree in Ambon Island.The carbon mass equation model was
constructed based on a significant relationship between carbon mass of young rain tree and its diameter
at 3 cm height and tree height. In order to analyze the biomass content, a destructive sampling
technique was used. After felling, dimensional measurement was performed for each tree. The results of
the study showed that the equation model for estimating above-ground biomass was allometric
equation: Y = 2.172,6 X1 – 8.821,9 with R2= 0,80; for estimating below-ground biomass: Y = 205,14 X1 144,09 with R2 = 0,69; for estimating above and below-ground biomass: Y = 2.377,8 X1 – 8.965,9 with R2
= 0,84 or Y = -10,310.50 + 1,820.89X1 + 10.89X2 where X1 = Diameter and X2 = Height, with R2 = 0.85.
The value of root-to-shoot varied from 0.09 to 1.09 with a mean of 0.548 and biomass expansion factors
varied from 1.17 to 3.41 with a mean of 1.896.
Keyword: allometric equation, rain tree, R/S ratio, BEFs, climate change
ABSTRAK
Rain tree (Albizia saman Jacq. Merr.) atau trembesi merupakan pohon serbaguna, mudah beradaptasi
dengan kondisi tropis, dan memiliki potensi besar sebagai pakan alternatif bagi ternak (ruminansia
dan monogastrik). Secara umum, pohon ini merupakan salah satu pohon eksotis pinggir jalan pertama
yang banyak ditanam di banyak negara tropis dan sekarang ini telah begitu banyak dibudidayakan,
terutama di kawasan Asia Tenggara dan Asia Selatan. Trembesi ditanam terutama sebagai peneduh
atau pohon hias di jalan-jalan, taman dan di perkebunan kopi. Saat ini, pohon ini menjadi lebih
penting ditinjau dari segi manfaatnya karena memiliki peran utama dalam penyimpanan karbon untuk
mengatasi perubahan iklim. Tujuan paper ini adalah untuk menggambarkan dan menetapkan metode
untuk memperkirakan biomassa, nisbah pucuk-akar dan faktor ekspansi biomasa dari pohon trembesi
muda di pulau Ambon. Model persamaan massa karbon dibangun berdasarkan hubungan yang
signifikan antara massa karbon pohon trembesi dengan diameternya pada ketinggian 3 cm dari atas
tanah dan tinggi pohon . Dalam rangka untuk menganalisis kandungan biomassa tersebut, digunakan
teknik sampling yang merusak. Setelah penebangan dilakukan, pengukuran dimensi dilakukan untuk

49

Kerjasama
Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia &
Direktorat Mobilisasi Sumber Daya Sektoral dan Regional, Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, KLHK

setiap pohon.Hasil studi menunjukkan bahwa model persamaan untuk penaksiran biomassa atas
tanah yaitu persamaan allometrik: Y = 2.172,6 X 1 – 8.821,9 dengan R2= 0,80; untuk penaksiran
biomassa bawah tanah: Y = 205,14 X1 - 144,09 dengan R2 = 0,69; dan untuk penaksiran total biomassa
atas dan bawah tanah: Y = 2.377,8 X1 – 8.965,9 with R2 = 0,84 atauY = -10,310.50 + 1,820.89X1 +
10.89X2 dimana X1 = Diameter and X2 = Tinggi, dengan R2 = 0.85. Nilai nisbah pucuk-akar bervariasi
dari 0.09 - 1.09 dengan rata-rata= 0.548 dan faktor ekspansi biomassa bervariasi dari 1.17 - 3.41
dengan rata-rata= 1.896.
Kata kunci: persamaan allometrik, trembesi, nisbah pucuk-akar, BEFs, perubahan iklim

I.

PENDAHULUAN

Albizia saman (Jacq.) Merr, atau rain tree atau trembesi yang semula dinamai Samanea
saman (Jacq.) Merr. merupakan pohon berukuran sedang sampai besar yang memiliki
banyak manfaat, pertumbuhannya sering mencapai tinggi 25-30 m, bahkan sampai 45 m
dengan diameter setinggi dada mencapai 2-3 m dan tajuknya besar dan meluas ke segala
arah membentuk seperti payung. Menurut Merrill (1912) pohon ini pertama kali ditanam
secara luas pada pinggir jalan karena penampakannya eksotis dan mulai ditanam lebih luas
lagi terutama di banyak daerah di negara tropis seperti Asia Timur dan Asia Selatan. Biasanya
pohon ini ditanam sebagai peneduh atau pohon ornamen di pinggir jalan, taman dan kebun
kopi. Kayu trembesi sangat kuat, awet sampai sangat awet dan pada umumnya dimanfaatkan
untuk pagar, kayu bangunan, kayu lapis, badan kapal dll. Selain itu juga mengandung gum
dan resin (Standley and Steyermark, 1946, Jensen, 2001). Menurut Delgado et al. (2014),
trembesi merupakan pohon serbaguna, mudah beradaptasi dengan kondisi tropis dan
memiliki potensi besar sebagai pakan alternatif bagi ternak (ruminansia dan monogastrik).
Tantangan perubahan iklim adalah nyata dan sangat penting di dunia termasuk Asia
Tenggara. Menurut Yuen dan Kong (2009), Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan
dengan pertumbuhan penduduk tercepat dan juga pertumbuhan urbanisasi. Penilaian
ilmuwan mengindikasian bahwa jalur pantai Asia Tenggara rawan bencana akibat efek
perubahan iklim. Trembesi menjadi lebih penting dan dikenal karena memiliki peran besar
dalam perubahan iklim. Berdasarkan pengalaman sehari-hari jika berteduh pada pohon
trembesi akan terasa lebih sejuk jika dibandingkan pada pohon lain seperti mahoni, akasia,
pinus, flamboyant dll. Hal ini menandakan bahwa trembesi memainkan peran utama dalam
pertukaran energi dan massa melalui mekanisme metabolisme karbon pada proses fisiologi
tumbuhan .sehingga tanaman ini memiliki peran penting dalam penanganan perubahan
iklim. Untuk mengenali peranan tanaman ini pada penanganan perubahan iklim dapat dikaji
dari defosit biomassanya sebagai indikator besaran kuantitatif asimilasi salah satu GRK yakni
CO2.Pendugaan massa dapat dilakukan melalui persamaan allometrik sehingga perlu
dibangun persamaan alometrik untuk tumbuhan penyerap karbon potensial seperti trembesi

50

Prosiding Seminar Nasional
PENGUATAN PENGAJARAN DAN PENELITIAN PERUBAHAN IKLIM : BRIDGING GAP IMPLEMENTASI KEBIJAKAN MITIGASI DAN ADAPTASI DI TINGKAT
NASIONAL DAN SUBNASIONAL
Jakarta, 31 Agustus-1 September 201

II.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di persemaian dekat rumah kaca Fakultas Pertanian UNPATTI,
Ambon pada bulan Mei-Agustus 2014. Bahan penelitian berupa tanaman trembesi sebanyak
27 batang pada tingkat semai dan sapihan dengan umur berkisar antara

8 bulan-2 tahun.

Diameter tanaman pada ketinggian 3 cm dari tanah berkisar antara 3.4 – 9.8 cm dan tinggi
antara 280 – 690 cm. Tanaman tersebut dilakukan penyiraman mingguan secara teratur dan
pemupukan bokashi sebanyak 500 g/tanaman/4 bulan. Kondisi persemaian berupa areal
terbuka dengan tipe tanah renzina. Tipe iklim di kota Ambon adalah tipe A menurut Schmidt
dan Fergusson dan merupakan tropical marine climate dan climate season, karena pulau
Ambon itu sendiri dikelilingi laut. Sampel 27 batang trembesi ditebang (sampling dengan
merusak) dan kemudian dibagi dan dipisahkan kedalam bagian: batang, cabang, ranting,
daun dan akar. Pada setiap bagian tanaman ditimbang berat basah secara terpisah. Setelah
itu dilanjutkan dengan pengeringan oven pada suhu 80 0-850 C selama 24 jam di
laboratorium.sampai diperoleh berat kering konstan
Analisis Data
Data yang diperoleh dari persemaian berupa diameter setinggi 3 cm dari tanah (X1)
dan tinggi (X2) dan dari laboratorium berupa biomassa (Y) untuk setiap bagian tanaman
dintegrasikan dalam bentuk persamaan regresi untuk membanguan persamaan allometrik
dengan perangkat lunak Excell dan SPSS versi 21. Persamaan regresi yang dipilih yaitu: Y =
b0 + b1X1 + b2X2 + ei . Perhitungan Faktor Ekspansi Biomassa (Biomass Expansion
Factor’s/BEFs) dan nisbah pucuk-akar (Root-to-Shoot ratio atau R/S) sebagai berikut:

Waboveground
BEFs = _________
Wbole
Wroot
R/S = ___________
Waboveground
dimana Waboveground = total berat kering batang, cabang, ranting dan daun, Wbole = berat
kering batang dan Wroot = berat kering akar. Rata-rata, standard error, confidence interval,
coefficient of variation dan precision nisbah pucuk akar dan BEFs dihitung dengan formula
sebagai berikut:

Rata-rata X 

Variance: S

2

 Xi
n

Xi  X 

n 1

2

 Xi
 Xi  n

2

or S 2 

2

n 1

51

Kerjasama
Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia &
Direktorat Mobilisasi Sumber Daya Sektoral dan Regional, Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, KLHK

Standard deviation: S 

 Xi  X 
n 1

 Xi
 Xi  n

2

or S 

2

2

n 1

Standard error of the mean: Sx 

S
n
Confidence interval: C I  X  t . SX
S
Coefficient of variation : CV  .100 %
X
Sx
.100% dimana n = jumlah sampel, t = tabel distribusi - t
Precision: p 
x
III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengukuran komponen tanaman, R/S dan BEFs
Hasil pengukuran komponen tanaman, R/S dan BEFs disajikan pada Tabel 1 dan
rekapitulasinya disajikan pada Tabel 2.
Tabel 1. Berat kering bagian pohon, perhitungan R/S dan BEFs
No

Dia
me
ter
poh
on
(cm
)

Ting
gi
poho
n
(cm)

Berat kering (g) pada oven
80°-85° C

1

3,4

300

344.8

188.6

25.9

72.6

631.9

625.5

1,257.4

0.99

1.83

2

3,5

290

164.8

287.9

20.1

44.3

517.1

460.4

977.5

0.89

3.14

3

3,7

300

456.6

401.5

56.1

83.4

997.6

485,0

1,482.6

0.49

2.18

4

3,9

280

596.2

222.3

37.7

72.3

928.6

896.8

1,825.4

0.97

1.56

5

4,0

330

789.8

28.1

31.8

76,0

925.7

432.6

1,358.3

0.47

1.17

6

4,1

340

476.5

369.6

37.6

55.2

939,0

542.8

1,481.7

0.58

1.97

7

4,3

370

649.9

498.4

66.6

124.3

1,339.2

668.3

2,007.4

0.50

2.06

8

4,5

400

787.0

189.6

42.4

66.5

1,085.5

611.5

1,697.0

0.56

1.38

9

4,6

430

860.5

296.2

106.2

125.5

1,388.4

671.2

2,059.7

0.48

1.61

10

4,7

390

929.4

418.6

72.3

161.1

1,581.5

873.1

2,454.6

0.55

1.70

11

4,8

300

333.8

575.6

25.6

36.2

971.2

1,054.6

2,025.8

1.09

2.91

12

4,9

330

858.9

250.5

33.2

67.1

1,209.7

693.2

1,902.9

0.57

1.41

13

5,0

440

920.6

412.5

68.5

133.2

1,534.8

523.2

2,058,0

0.34

1.67

14

5,1

430

1,114.7

372.4

85.9

114.2

1,687.1

1,103.3

2,790.4

0.65

1.51

15

5,2

430

1,124.2

429.1

115.8

130.7

1,799.8

891.1

2,691,0

0.50

1.60

16

5,3

400

1,513.9

1957.9

136.2

190.2

3,798.1

1,102.3

4,900.4

0.29

2.51

Batang

Caban
g

Ranting

Daun

Wabove
(g)

ground

Wroot
(g)
Wabove
ground and
root

52

Nisbah
pucukakar
BEFs

(g)

Prosiding Seminar Nasional
PENGUATAN PENGAJARAN DAN PENELITIAN PERUBAHAN IKLIM : BRIDGING GAP IMPLEMENTASI KEBIJAKAN MITIGASI DAN ADAPTASI DI TINGKAT
NASIONAL DAN SUBNASIONAL
Jakarta, 31 Agustus-1 September 201

17

5,4

350

1,944.2

347.6

73.3

120.8

2,485.9

1,058.8

3,544.7

0.43

1.28

18

5,5

470

1,630.6

479.6

52.0

127.1

2,289.3

942.6

3,231.9

0.41

1.40

19

5,6

360

1,341.9

494.3

51.6

106.2

1,994.0

1,416.0

3,410.1

0.71

1.49

20

5,8

410

1,171.7

379.3

44.6

97.3

1,693,0

983.5

2,676.5

0.58

1.44

21

5,9

530

2,201.1

1,850.5

344.2

525.2

4,920.9

1,434.6

6,355.5

0.29

2.24

22

6,0

390

1,100.3

744.0

204.5

243.0

2,291.9

980.5

3,272.4

0.43

2.08

23

6,1

320

573.7

971.3

164.3

244.4

1,953.8

1,024.3

2,978.1

0.52

3.41

24

6,3

470

1,211.7

792.3

131.9

200.8

2,336.8

1,144.3

3,481.1

0.49

1.93

25

6,4

340

1,038.9

490.0

197.4

138.5

1,864.8

1,481.7

3,346.5

0.79

1.80

26

9,5

590

6,801.8

5,358.3

788.2

1,346.5

14,294.4

1,968.9

16,263.3

0.14

2.10

27

9,8

690

8,679.2

4,733.5

834.2

1,439.8

15,686.7

1,436.1

17,122.8

0.09

1.81

Tabel 2. Rekapitulasi perhitungan R/S dan BEFs trembesi
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

R/S
14.80
0.548
0.046
0.548 ± 0.095
43.883
8.44

Uraian
Total
Rata-rata
Standard error of the mean
Confidence interval
Coefficient of variation (%)
Precision (%)

BEFs
51.19
1.896
0.107
1.896 ± 0.221
29.481
5.67

Akar (bagian bawah) dan bagian tanaman diatas tanah secara fungsional saling
tergantung dan dua sistem ini menjaga keseimbangan dinamis dalam biomassa yang
mencerminkan kelimpahan relatif dari sumber di atas tanah (cahaya dan CO2) dibandingkan
dengan sumber zona akar (air dan nutrisi). Tingkat laju pertumbuhan keseluruhan-tanaman
dan nisbah akar-pucuk merupakan keluaran dari genotipe × interaksi lingkungan, tapi
sumber kontrolnya bermakna ganda (Atwell et al. 1999). Berdasarkan Tabel 1 and Tabel 2,
nilai R/S untuk trembesi muda bervariasi dari 0.09 - 1.09 dengan rata-rata 0.548. Nilai ratarata R/S pada studi ini lebih besar dari hasil observasi beberapa peneliti seperti 0.17 untuk
Pinus di Brazil (Sanquetta et al, 2011), 0.36 untuk Pinus di Britania Raya (Levy et al. 2004),
0.24 untuk Lebombo Ironwood or Androstachys johnsonii di Mozambik (Magalhaes dan
Seifert, 2015), 0.52 untuk semai Norway spruce di Italy (Pastorella dan Paletto, 2014),
bervariasi dari 0.157 - 0.190 Acacia mangium di Jawa Barat (Miyakuni et al, 2004). Hal ini
mengindikasikan bahwa nilai

R/S akan bervariasi tergantung dari tipe habitat dan

pertumbuhan vegetasinya dan pengaruh lingkungan seperti air (jumlah, mutu dan waktu),
nutrisi, bonita, cahaya matahari, temperatur dan kelembaban, hama-penyakit dan kepadatan
pohon, dll. Hasil R/S pada penelitian ini lebih besar diduga karena adanya perawatan yang
baik seperti penyiraman yang teratur, pemupukan dan penyiangan secara berkala dan juga
karena tidak ada kompetisi akar dan tajuk tanaman trembesi tersebut. Menurut Reid (2013),
the standard error of the mean menunjukkan ukuran seberapa dekat titik data yang ada

53

Kerjasama
Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia &
Direktorat Mobilisasi Sumber Daya Sektoral dan Regional, Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, KLHK

dengan rata-rata yang benar, dan mewakili kecermatan datanya. Dalam hal ini, berdasarkan
Tabel 2 standard error of the mean cukup rendah (0.046) untuk perhitungan nilai R/S dan ini
berarti bahwa data penelitian ini sangat dekat nilai rata-rata yang benar. Dpl. diperoleh
kecermatan (precision) yang tinggi untuk perhitungan nilai R/S yaitu 8.44%. Berkenaan
dengan hal tersebut kita dapat menggunakan nilai R/S untuk menghitung biomassa akar
atau biomassa atas tanah. Lebih jauh biomassa dari sistem perakaran cukup sulit diukur dan
biayanya mahal dalam pengukuran secara akurat pada pohon-pohon hutan. Berat akar
individu pohon dapat ditaksir dari diameter batang dari nisbah pucuk-akar (Beets et al.,
2007). Dengan pertimbangan ini maka kita dapat menaksir biomassa akar pohon trembesi
muda secara tidak langsung dengan menggunakan total biomassa melalui persamaan
allometrik berdasarkan diameter dan tinggi tanaman
Berdasarkan Tabel 1 dan Tabel 2, BEFs trembesi bervariasi dari 1.17 - 3.41 dengan
rata-rata 1.896. Nilai rata-rata BEFs pada penelitian ini juga lebih besar dari beberapa jenis
tumbuhan lainnya seperti 1.47 untuk Pinus di Brazil (Sanquetta et al, 2011), bervariasi dari
0.690 - 0.710 untuk Scot pine, bervariasi dari 0.777 - 0.862 untuk Norway spruce, bervariasi
dari 0.544- 0.556 untuk jenis daun lebar di hutan boreal Finlandia (Lehtonen, 2004). Sama
halnya dengan nilai R/S trembesi muda, mengindikasikan juga nilai BEFs bervariasi
tergantung dari tipe habitat dan pertumbuhan vegetasinya dan pengaruh lingkungan seperti
air (jumlah, mutu dan waktu), nutrisi, bonita, cahaya matahari, temperatur dan kelembaban,
hama-penyakit dan kepadatan pohon, dll. Hasil nilai BEFs pada penelitian ini lebih besar
diduga karena adanya perawatan yang baik seperti penyiraman yang teratur, pemupukan
dan penyiangan secara berkala dan juga karena tidak ada kompetisi akar dan tajuk tanaman
trembesi tersebut. Berdasarkan Tabel 2, the standard error of the mean cukup kecil (0.107)
untuk perhitungan BEFs dan ini berarti bahwa data penelitian cukup dekat dengan rata-rata
yang benar yaitu dengan kecermatan sebesar 5.67%. Oleh sebab itu kita dapat
menggunakan nilai BEFs dalam pengukuran biomassa atas tanah atau kandungan biomassa
batang untuk pohon trembesi muda.
Hubungan antara Biomassa Atas Tanah dengan Diameter Batang dan antara Biomassa
Akar dengan Diameter Batang
Hubungan antara biomassa atas tanah dengan diameter batang dinyatakan dengan
persamaan Y = 2.172,6 X1 – 8.821,9 dengan R2= 0,80 sedang hubungan antara biomassa
bawah tanah dengan diameter batang: Y = 205,14 X1 - 144,09 dengan R2 = 0,69 (Gambar 1).
Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara biomassa atas tanah dengan diameter batang
relatif lebih kuat dibandingkan hubungan antara biomassa bawah tanah dengan diameter
batangnya.

54

Prosiding Seminar Nasional
PENGUATAN PENGAJARAN DAN PENELITIAN PERUBAHAN IKLIM : BRIDGING GAP IMPLEMENTASI KEBIJAKAN MITIGASI DAN ADAPTASI DI TINGKAT
NASIONAL DAN SUBNASIONAL
Jakarta, 31 Agustus-1 September 201

Gambar 1. Hubungan antara biomassa atas tanah dan bawah tanah dengan diameter batang

Dari sebaran data biomassa kering bagian atas dan bagian bawah tanah untuk
berbagai diameter batang terkecil sampai terbesar terlihat bahwa biomassa bagian atas lebih
besar dari biomassa bawah tanah, seperti disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Sebaran biomassa atas dan bawah tanah untuk tiap diameter batang

Selain itu, hubungan antara biomassa atas tanah dan biomassa bawah tanah cukup
rendah dinayatakan dengan persamaan: Y = 0.0705 X1 – 753.74 dengan R2 = 0,50 seperti
disajikan pada Gambar 3.

55

Kerjasama
Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia &
Direktorat Mobilisasi Sumber Daya Sektoral dan Regional, Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, KLHK

Gambar 3. Hubungan antara biomassa bagian atas dan bagian bawah tanah

Hubungan antara Biomassa Atas dan Bawah Tanah (Biomassa Total) dengan Diameter
Batang
Hubungan antara biomassa atas dan bawah tanah (biomassa total) dengan diameter
batang cukup kuat dinyatakan dengan persamaan Y = 2.377,8 X1 – 8.965,9 dengan R2 = 0,84
(Gambar 4)

Gambar 4. Hubungan antara biomassa total dengan diameter batang

Persamaan allometrik dengan 2 variabel bebas yang mencakup diameter batang dan
tinggi batang, maka diperoleh persamaan Y = -10,310.50 + 1,820.89X1 + 10.89X2 dimana X1
= Diameter and X2 = Tinggi, dengan R2 = 0.85. Mengingat digunakan 2 variabel bebas maka

56

Prosiding Seminar Nasional
PENGUATAN PENGAJARAN DAN PENELITIAN PERUBAHAN IKLIM : BRIDGING GAP IMPLEMENTASI KEBIJAKAN MITIGASI DAN ADAPTASI DI TINGKAT
NASIONAL DAN SUBNASIONAL
Jakarta, 31 Agustus-1 September 201

perlu dilakukan pengecekan asumsi kenormalan, multicollinearity, t-test. Hasil uji The NPar
disajikan pada Tabel 3 and hasil uji multicolleanirity disajikan pada Tabel 4.
Tabel 3. Uji The One-Sample Kolmogorov-Smirnov
Unstandardized
Diameter

Tinggi

Biomass total

residual

27

27

27

27

5.31

394.85

3,653.82

0.00

1.51

94.67

3,935.05

1.47958681E3

Absolute

0.16

0.13

0.36

0.11

Positive

0.16

0.13

0.36

0.08

Negative

-0.10

-0.11

-0.25

-0.11

Kolmogorov-Smirnov Z

0.84

0.70

1.89

0.54

Asymp. sig. (2-tailed)

0.49

0.73

0.00

0.93

N
Normal parametersa

Mean
Standard
deviation

Most extreme differences

a. Test distribution is normal.

Berdasarkan Tabel 3, nilai Asym.sig 2 tailed yaitu 0,93 > 0,05 yang berarti distribusinya
normal, sehingga persamaan alometri yang diperoleh di atas dinilai ................?
Tabel 4. Unstandardized and standarized coefficients

Unstandardized
coefficients
Model
1

B
(Constant) -10,310.50

Diameter

1,820.89

Standardized
coefficients

Std. error

Beta

t

Sig.

-7.96

.00

0.70

5.26

0.26

1.97

1,295.09
346.32

Tinggi
10.89
5.54
a. Dependent Variable: Total biomass

Collinearity
statistics
Tolerance

VIF

.00

0.33

3.01

.06

0.33

3.01

Berdasarkan Tabel 4, nilai VIF 0.1 yang berarti tidak dijumpai
adanya multi-co-linearity. The t-tests untuk setiap the individual slopes adalah non-significant
(P> 0.05). Dalam hal ini variabel diameter signifikan P value 0.00 (0.05). Disamping itu, hasil persamaan

57

Kerjasama
Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia &
Direktorat Mobilisasi Sumber Daya Sektoral dan Regional, Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, KLHK

allometriknya adalah Y = -10,310.50 + 1,820.89X1 + 10.89X2 dimana X1 = Diameter dan X2 =
Tinggi.
Hasil Uji The Glejser untuk Heteroscedasticity, Uji F dan Perhitungan Adjusted R square
Hasil uji Glejser untuk heteroscedasticity disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Unstandardized and standardized coefficients
Standardized
Unstandardized coefficients
Model
1

B

Std. error

(Constant)

251.71

649.68

Diameter

279.65

173.73

-1.32

2.78

Tinggi

coefficients
Beta

T

Sig.

0.39

0.70

0.52

1.61

0.12

-0.15

-0.48

0.64

a. Dependent Variable: ABS_RES

Berdasarkan Tabel 5, dua variabel bebas (Diameter dan Tinggi) memiliki nilai
signifikansi

> 0.05 dan hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak dijumpai adanya

heteroscedasticity pada model regresi. Hasil Uji F disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. ANOVA
Model
1

Sum of squares

df

Mean square

F

Sig.

Regression

3.457E8

2

1.728E8

72.88

.000a

Residual

5.692E7

24

2,371,608.55

Total

4.026E8

26

a. Predictors: (Constant), Tinggi, Diameter
b. Dependent variable: Total biomass

Keseluruhan uji F untuk seluruh pengujian, slopes-nya secara simultan 0 yang berarti
signifikan (P < 0.05). Dalam hal ini, sesuai Tabel 6 tersebut, variabel diameter bersama-sama
variabel tinggi adalah signifikan dengan P value 0.000 (