PENERAPAN SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN docx

PENERAPAN SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE
AGRICULTURE SYSTEM) UNTUK MENDUKUNG TERCAPAINYA
KETAHANAN PANGAN DI INDONESIA

Oleh
CINDY HOSIANI DHEA PUTRI SORMIN
1514131169

Karya Tulis Ilmiah
Sebagai Salah Satu Syarat Seleksi Mahasiswa Berprestasi
Tingkat Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya

sehingga penyusunan karya tulis ilmiah berjudul ” Penerapan Sistem Pertanian
Berkelanjutan (Sustainable Agriculture System) untuk Mendukung Tercapainya
Ketahanan Pangan di Indonesia” dapat selesai tepat pada waktunya. Karya tulis
ilmiah ini merupakan salah satu bentuk kepedulian dan cara pandang penulis terhadap
permasalahan pertanian mengenai degradasi sumberdaya alam dan permasalahan
nasional saat ini yaitu ketahanan pangan. Penulis berharap melalui penulisan karya
ilmiah ini dapat menjadi referensi bagi pembaca sehingga memiliki wawasan dalam
menjaga sumber daya alam, terlebihnya lagi dapat dipraktekkan untuk menjaga
keberlangsungan alam dan mencapai ketahanan pangan.
Penulis mengucapkan terimakasih terkhusus ketua jurusan dan seluruh dosen Jurusan
Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung, serta kepada teman-teman yang
telah memberikan dukungan dan saran dan dalam pembuatan karya ilmiah ini.
Penulis menyadari dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini masih belum sempurna,
maka saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan demi perbaikan karya
tulis ilmiah selanjutnya. Akhirnya penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini
bermanfaat.

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Karya Tulis


: Penerapan Sistem Pertanian Berkelanjutan untuk
Mendukung Tercapainya Ketahanan Pangan dan
Keberlangsungan Sumberdaya Pertanian di Indonesia

Nama Lengkap

: Cindy Hosiani Dhea Putri Sormin

NPM

: 1514131169

Jurusan

: Agribisnis

Fakultas

: Pertanian


Universitas

: Universitas Lampung
Bandar Lampung, 12 Maret 2016

Mengetahui,
Dosen Pembimbing,

Penulis,

Cindy Hosiani Dhea P.S
NPM. 1514131169

Menyetujui,
Wakil Dekan Bagian Kemahasiswaan dan Alumni
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung

Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P
NIP. 196411191989031001

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .............................................................................

Halaman
i

KATA PENGANTAR................................................................................

ii

LEMBAR PENGESAHAN .....................................................................

iii

DAFTAR ISI..............................................................................................

iv


RINGKASAN ...........................................................................................

v

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................

1

B. Perumusan Masalah .......................................................................

4

C. Tujuan ............................................................................................

4

D. Manfaat Penulisan ..........................................................................


4

II. TELAAH PUSTAKA
A. Konsep Ketahanan Pangan.............................................................

5

B. Konsep Sistem Pertanian Berkelanjutan.........................................

6

III.METODE PENELITIAN
A. Metode Pengumpulan Data dan Informasi .....................................

9

B. Metode Pengolahan Data ...............................................................

9


C. Metode Ananlisis Data ...................................................................

10

D. Penulisan Kesimpulan ...................................................................

10

E. Perumusan Saran dan Rekomendasi ..............................................

10

III. PEMBAHASAN
A. Kondisi Ketahanan Pangan Nasional ..............................................

11

B. Pengembangan Sistem Pertanian Berkelanjutan untuk Mendukung Ketahanan
Pangan Nasional.…...............................…........................................


14
iv

IV. SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Simpulan ........................................................................................

24

B. Rekomendasi ..................................................................................

25

iv

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

v

RINGKASAN

PENERAPAN SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE
AGRICULTURE SYSTEM) UNTUK MENDUKUNG TERCAPAINYA
KETAHANAN PANGAN DI INDONESIA

Oleh
CINDY HOSIANI D.P.S
Indonesia merupakan negara agraris dengan luas lahan pertanian mencapai
39,475,694.00 hektar (Pusdatin Kementan, 2014), hal tersebut menyatakan bahwa
pertanian merupakan salah satu sektor primer pendukung pembangunan nasional.
Sistem pertanian di Indonesia telah mengalami evolusi sepanjang abad sebagai yang
diharapkan mampu meningkatkan produktivitas di sektor pertanian. Sejak
pemerintahan orde baru menerapkan Revolusi Hijau, dunia disilaukan oleh
peningkatan drastis produksi pangan yang hanya berlangsung sesaat. Kebijakan
pertanian pada masa orde baru, yang dikenal Revolusi Hijau, bersifat memusat dan
cenderung represif terhadap berbagai kreatifitas usaha tani, pada kenyataannya
melahirkan sebuah pola agribisnis yang berbiaya tinggi dan kurang berwawasan
lingkungan. Akibat revolusi itu, sisi negatif mulai muncul dan berdampak pada
degradasi sumber daya alam. Di sisi lain, Dengan laju pertambahan penduduk,
menyebabkan produksi harus dipacu lebih cepat. Jika tidak ditangani secara bijaksana
akan menimbulkan masalah ketahanan pangan, apalagi jika ketahanan pangan

dikaitkan dengan peningkatan kualitasnya.
Untuk mengatasi dan mencegah dampak negatif yang ditimbulkan oleh teknologi
Revolusi Hijau, perlu dilakukan konsep teknologi baru dalam pertanian. UndangUndang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman Pasal 2
menjelaskan bahwa sistem budidaya tanaman sebagai bagian pertanian dilakukan
dengan asas manfaat, lestari, dan berkelanjutan. Adanya dinamika tersebut
mendorong munculnya gagasan untuk mengembangkan suatu sistem pertanian yang
tidak merusak alam. Konsep pertanian berkelanjutan sebagai implementasi
pembangunan berkelanjutan dapat diterapkan sebagai solusi Indonesia dalam
mencapai ketahanan pangan sekaligus menjaga keberlangsungan sumber daya alam.
Dalam penerapan konsep pertanian berkelanjutan juga harus memperhatikan
keterkaitan antara sektor hulu hingga hilir sehingga tercapai integrasi yang
bersinergis untuk mencapai ketahanan pangan nasional.

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris dengan luas lahan pertanian mencapai
39,475,694.00 hektar (Pusdatin Kementan, 2014), hal tersebut menyatakan bahwa

pertanian merupakan salah satu sektor primer pendukung pembangunan nasional.
Sistem pertanian di Indonesia telah mengalami evolusi sepanjang abad sebagai
dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Perubahanperubahan di sektor pertanian diharapkan mampu meningkatkan produktivitas di
sektor pertanian.
Pendekatan dan praktek pertanian konvensional yang dilaksanakan di sebagian
besar negara maju dan negara sedang berkembang termasuk Indonesia merupakan
praktek pertanian yang tidak mengikuti prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan. Pertanian konvensional dilandasi oleh pendekatan industrial dengan
orientasi pertanian agribisnis skala besar, padat modal, padat inovasi teknologi,
penanaman benih/varietas tanaman unggul secara seragam spasial dan temporal,
serta ketergantungan pada masukan produksi dari luar yang boros energi tak
terbarukan, termasuk penggunaan berbagai jenis agrokimia (pupuk dan pestisida),
dan alat mesin pertanian. Secara teoritis dan perhitungan ekonomi penerapan
pertanian konvensional dianggap sebagai alternatif teknologi yang tepat untuk
menyelesaikan masalah kekurangan pangan dan gizi serta ketahanan pangan yang
dihadapi penduduk dunia.
Setelah sekitar setengah abad menerapkan dan mengembangkan pertanian
konvensional, berbagai dampak ekologi, ekonomi, sosial, budaya dan kesehatan

2

masyarakat semakin meragukan masyarakat dunia akan keberlanjutan ekosistem
pertanian dalam menopang kehidupan manusia pada masa mendatang. Pendekatan
pragmatis peningkatan produksi pangan jangka pendek cenderung mendorong dan
meningkatkan praktek pengurasan dan eksploitasi sumberdaya alam secara besarbesaran dan terus menerus sehingga mengakibatkan semakin menurunnya daya
dukung lingkungan pertanian dalam menyangga kegiatan-kegiatan pertanian.
Semangat untuk menjaga pertanian dalam koridor keberlanjutan semakin masif
ketika terjadi degradasi tanah khususnya lahan pertanian dan air baik dari segi
kualitas maupun kuantitas. Hal ini menurut Gliessman (2007), terjadi karena
selama ini pertanian konvensional hanya ditempatkan dalam konteks peningkatan
produksi tanpa memperhatikan aspek lingkungan. Fokus keberhasilan pertanian
hanya menggunakan indikator produktivitas untuk mencapai keuntungan sebesarbesarnya dalam tempo yang cepat, seperti penggunaan pupuk kimia, pestisida,
sistem irigasi dan mesin-mesin pertanian modern. Walaupun potensi sumberdaya
alam Indonesia sangat besar, apabila pengelolaannya tidak dilakukan dengan caracara yang tepat maka ekosistem tersebut mudah terdegradasi.
Tantangan yang dihadapi sektor pertanian adalah pertambahan penduduk. Dengan
laju pertambahan penduduk, menyebabkan produksi harus dipacu lebih cepat.
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia
tercatat 237,6 juta jiwa. Jumlah ini bertambah sekitar 32,5 juta jiwa dari jumlah
penduduk sebelumnya yang tercatat di tahun 2000. Akibat tingkat pertumbuhan
penduduk yang besar, diprediksi pada tahun 2030 usia produktif akan lebih dari
60% sehingga mengkhawatirkan terjadinya ledakan penduduk dimasa yang akan
datang. Hal ini akan berakibat pada tingginya kebutuhan akan sandang, papan dan
pangan, terutama dalam pangan Indonesia saat ini konsumsi beras per kapita oleh
masyarakat Indonesia mencapai 139 kilogram per kapita per tahun dan terus
meningkat setiap tahunnya (PAN AP Rice Sheets). Jika tidak ditangani secara
bijaksana akan menimbulkan masalah ketahanan pangan, apalagi jika ketahanan
pangan dikaitkan dengan peningkatan kualitasnya.

3

Oleh karena itu, tantangan pertanian saat ini dan masa depan adalah bagaimana
pertanian dapat mamasok kebutuhan hidup manusia secara secara berlanjut, yaitu
terutama pangan, tanpa banyak menimbulkan degradasi sumberdaya alam. Dalam
rangka menjaga ketersediaan pangan (hasil pertanian) dalam jangka panjang,
dibutuhkan produksi pertanian yang berkelanjutan (sustainable agriculture).
Pembangunan berkelanjutan mulai dikenal sejak tahun 1987, kemudian mengalami
perbaikan komitmen global dengan konsep Rio+10 di Johannesburg pada tahun
2002 yang memiliki tiga dimensi yaitu keberlanjutan usaha ekonomi (profit),
keberlanjutan kehidupan sosial manusia (people), dan keberlanjutan ekologi alam
(planet). Konsep tersebut kemudian mengalami perluasan komitmen global
menjadi Rio+20 pada tahun 2012 yang menitikberatkan pada empat dimensi yaitu
ekonomi, sosial, lingkungan hidup, dan governansi. Konsep tersebut dikenal
dengan nama ekonomi hijau (green economy). Sistem pertanian berkelanjutan
merupakan salah satu penerapan green economy di bidang pertanian di Indonesia.
Sistem pertanian berkelanjutan adalah solusi tepat, yang merupakan pengelolaan
sumber daya untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia sekaligus
mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber
daya alam (Reijntjes, 2002)

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah sistem pertanian yang diterapkan hingga saat ini sudah mampu
menjamin ketahanan pangan nasional?
2. Apakah sistem pertanian berkelanjutan dapat mendukung ketahanan pangan
nasional?
3. Bagaimana sistem pertanian berkelanjutan dapat mendukung ketahanan
pangan nasional?

4

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini yaitu:
1. Mengetahui kemampuan penerapan sistem pertanian saat ini dalam menjamin
ketahanan pangan nasional.
2. Mencermati bahwa sistem pertanian berkelanjutan yang berbasis agribisnis
dapat mendukung ketahanan pangan nasional.
3. Memahami konsep untuk mendukung ketahanan pangan nasional melalui
sistem pertanian berkelanjutan berbasis agribisnis.

C. Manfaat
Dengan ditulisnya karya ilmiah ini, diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Pemerintah sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam pengambilan
kebijakan yang berhubungan dengan penanggulangan masalah ketahanan
pangan dan degradasi sumber daya alam pertanian.
2. Masyarakat umum sebagai bahan informasi dan pengetahuan untuk turut serta
dalam mencapai ketahanan pangan dan menjaga keberlangsungan sumber daya
alam pertanian.

5

II. TELAAH PUSTAKA
A. Konsep Ketahanan Pangan
Ketahanan Pangan menurut Undang-Undang nomor : 18 tahun 2012 adalah
kondisi terpenuhinya pangan bagi Negara sampai dengan perseorangan, yang
tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya,
aman, beragam, bergizi, merata dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan
agama, keyakinan dan budaya masyarakat untuk dapat hidup sehat, aktif dan
produktif secara berkelanjutan. Food and Agriculture Organization (FAO) (1997),
mendefinisikan ketahanan pangan sebagai suatu kondisi dimana semua rumah
tangga mempunyai akses, baik fisik maupun ekonomi, untuk memperoleh pangan
bagi seluruh anggota keluarganya. Ada 3 komponen yang harus dipenuhi untuk
mencapai kondisi ketahanan pangan rumah tangga yaitu :
(1) Kecukupan; yang artinya bahwa pangan tersedia cukup untuk memenuhi
kebutuhan seluruh penduduk, baik jumlah maupun mutunya, serta aman;
(2) Distribusi, dimana pasokan pangan dapat menjangkau seluruh wilayah
sehingga harga stabil dan terjangkau oleh rumah tangga; dan
(3) Konsumsi, yaitu setiap rumah tangga dapat mengakses pangan yang cukup
dan mampu mengelola konsumsi kaidah gizi dan kesehatan, serta
preferensinya.

Upaya pemantapan ketahanan pangan, sesuai amanat Undang-undang Nomor 7
Tahun 1996 tentang Pangan, bertujuan untuk mewujudkan ketersediaan pangan
bagi seluruh rumah tangga, dalam jumlah yang cukup, mutu dan gizi yang layak,
aman dikonsumsi, merata, serta terjangkau oleh setiap individu (Suryana, 2003).
Konsep ketahanan pangan (food security) mulai berkembang pada tahun 1970an
bersamaan dengan adanya krisis pangan dan kelaparan dunia terutama pada

6

kawasan Asia dan Afrika. Awalnya ketahanan pangan hanya terfokus pada
penyediaan pangan pada tingkat nasional maupun internasional terutama padipadian. Sehingga pada awal masa orde baru kebijakan ketahanan Indonesia
didasarkan pada penyediaan pangan yang lebih dikenal dengan istilah Food
Availability Approach (FAA) (Rindayati, 2009).
Ketahanan Pangan menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 adalah
kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang
tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,
aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan
agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan
produktif secara berkelanjutan. Berdasarkan pada konsep dasar ketahanan pangan
di atas, aspek strategis dalam ketahanan pangan dapat dibedakan menjadi empat,
yaitu ketersediaan, stabilitas, akses dan penggunaan pangan. Ketersediaan pangan
dan stabilitas merupakan aspek ketahanan pangan di tingkat makro sedangkan
akses pangan dan penggunaan pangan adalah aspek ketahanan pangan di tingkat
mikro. Terpenuhinya kondisi masing-masing aspek ini secara simultan adalah
syarat mutlak untuk terwujudnya ketahanan pangan yang mantap.
C. Konsep Sistem Pertanian Berkelanjutan
Sistem pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture system) adalah
pengelolaan sumber daya yang berhasil untuk usaha pertanian guna membantu
kebutuhan manusia sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas
lingkungan dan melestarikan sumber daya alam. Pertanian berkelanjutan
merupakan pengelolaan konservasi sumber daya alam dan berorientasi pada
perubahan teknologi dan kelembagaan yang dilakukan sedemikian rupa untuk
menjamin pemenuhan dan pemuasan kebutuhan manusia secara berkelanjutan bagi
generasi sekarang dan mendatang (Reijntjes dkk, 1999).
Menurut Kerangka Segitiga Konsep Pembangunan Berkelanjutan (pada Gambar
1), suatu kegiatan pembangunan (termasuk pertanian dan agribisnis) dinyatakan

7

berkelanjutan, jika kegiatan tersebut secara ekonomis, ekologis dan sosial bersifat
berkelanjutan (Srageldin, 1996 dalam Dahuri, 1998). Berkelanjutan secara
ekonomis berarti suatu kegiatan pembangunan harus dapat membuahkan
pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan capital (capital maintenance) dan
penggunaan sumber daya serta investasi secara efisien. Berkelanjutan secara
ekologis mengandung arti bahwa kegiatan tersebut harus dapat mempertahankan
integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan dan konservasi sumber
daya alam termasuk keanekaragaman hayati (biodiversity). Sementara itu
berkelanjutan secara sosial, mensyaratkan bahwa suatu kegiatan pembangunan
hendaknya dapat menciptakan pemerataan hasil-hasil pembangunan, mobilitas
sosial, kohesi sosial dan pengembangan kelembagaan.

Gambar 1. Konsep pembangunan berkelanjutan (Dahari, 1998).

8

Seiring perkembangan zaman, pada tahun 2012 dilakukan perluasan komitmen
global terhadap pembangunan berkelanjutan pada Konferensi Tingkat Tinggi
(KTT) Rio+20 yang telah menghasilkan dokumen berjudul "The Future We Want”.
Ekonomi hijau (green economy) dan kelembagaan pembangunan berkelanjutan
menjadi dua agenda pembahasan Konferensi Tingkat Tinggi Berkelanjutan atau
"Rio+20" yang diadakan di Rio de Janeiro, Brazil, tanggal 20--22 Juni 2012.
Green economy menurut UNEP ialah aktifitas ekonomi yang meningkatkan
kesejahteraan dan kesetaraan manusia, sekaligus secara signifikan mengurangi
kerusakan lingkungan dan kelangkaan sumberdaya alam. Model green
economy dibangun dengan visi “modernisasi ekologi” dimana pertumbuhan
ekonomi dan konservasi lingkungan bekerja beriringan. Di Indonesia, penerapan
green economy pada lingkup pertanian selaras dengan sistem pertanian
berkelanjutan (sustainable agriculture system). Berikut ini merupakan model
green economy:
Pertumbuhan
ekonomi,
Stabilitas

Ekonomi

Sosial
Pemerataan,
Mobilisasi,
Pemberdayaan

Kelembagaan,
Keterbukaan,
Governansi Akuntabilitas

Lingkungan
Hidup
Lingkungan hidup,
Keanekaragaman
Hayati

Gambar 2. Konsep Green Economy (Lisbet, 2012).

9

III. METODE PENULISAN

A.

Metode Pengumpulan Data dan Informasi
Data dan informasi yang digunakan adalah hasil kajian pustaka. Kajian tersebut
dapat merupakan data sekunder yang dikumpulkan dari berbagai instansi
terkait, seperti Badan Pusat Statistik. Untuk menambah data dan informasi
yang diperlukan, digunakan pula data yang berasal dari buku, jurnal, artikel
ilmiah, dan referensi internet.

B.

Metode Pengolahan Data
Dalam mengolah data dan informasi yang telah didapatkan, dilakukan hal hal
sebagai berikut:
1. Pencatatan, yaitu proses pemindahan data yang telah didapat ke dalam suatu
dokumen dasar yang telah disiapkan sebagai suatu daftar data.
2. Klasifikasi, masing-masing data yang didapatkan dapat mendukung teori
yang berbeda, walaupun masih merujuk pada masalah yang sama. Untuk
memudahkan proses analisis dan sintesis data, maka data diklasifikasikan
terlebih dahulu sesuai pokok permasalahan yang terkandung di dalamnya.
3. Penyusunan data, yaitu pengaturan data sedemikian rupa agar data-data
tersebut dapat memberikan informasi secara runtut, saling mendukung, dan
menjadi suatu informasi yang dapat menjawab pertanyaan penelitian.
4. Penulisan laporan, memungkinkan penulis menuangkan hasil analisis dan
sintesis data. Penulisan laporan memerlukan penyimpulan atau pembuatan
rekapitulasi laporan sesuai dengan keinginan pemakai informasi

C.

Metode Analisis-Sintesis Data

10

Metode yang dipakai adalah metode deskriptif-analisis, sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi permasalahn berdasarkan data dan fakta yang ada.
2. Membandingkan dengan teori dan pustaka yang mendukung.
3. Menganalisis permasalahan berdasarkan pustaka dan data pendukung
lainnya.
4. Mencari pemecahan masalah dari perumusan masalah yang telah ditetapkan.
D.

Penulisan Simpulan
Data hasil kajian pustaka yang telah diperoleh akan dianalisis dan disintesiskan
dengan rumusan masalah yang telah ditentukan. Kemudian akan diperoleh
suatu pemecahan masalah. Pemecahan masalah tersebut akan dicoba
dirangkum dalam suatu simpulan yang dapat berisi gambaran umum dari
permasalahan yang ada, teori dan data yang berkaitan, serta solusi pemecahan
masalah tersebut.

E.

Perumusan Saran dan Rekomendasi
Simpulan yang diperoleh berdasarkan analisis dan sintesis yang telah dilakukan
dapat berisi solusi atas permasalahan yang telah dirumuskan. Saran dan
rekomendasi ditulis berdasarkan solusi yang telah ditemukan yang merupakan
alternatif pemikiran, prediksi transfer gagasan, dan konsep yang dapat
dikembangkan. Penulisan saran dan rekomendasi ditujukan bagi pihak-pihak
terkait maupun pembaca agar pemecahan masalah tersebut tidak hanya terdapat
di atas kertas, tetapi dapat diaplikasikan lebih lanjut pada keadaan sebenarnya.

11

IV. PEMBAHASAN

A. Kondisi Ketahanan Pangan dan Pertanian di Indonesia
Aspek strategis dalam ketahanan pangan dapat dibedakan menjadi empat, yaitu
ketersediaan, stabilitas, akses dan penggunaan pangan. Terpenuhinya kondisi
masing-masing aspek ini secara simultan adalah syarat mutlak untuk terwujudnya
ketahanan pangan yang mantap. Peningkatan ketersediaan pangan diarahkan pada
peningkatan produksi dalam negeri pada komoditas padi, jagung, kedelai, daging
dan gula. Peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai dilakukan melalui upaya
khusus produksi padi, jagung dan kedelai dalam rangka mencapai swasembada
pangan. Kegiatan utama yang dilakukan dalam upaya khusus peningkatan
produksi tersebut adalah pengembangan/Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier
(RJIT), optimasi lahan (opla), Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu
(GP-PTT) - padi, jagung, kedelai, Perluasan Areal Tanam (PAT) jagung dan
kedelai, penyediaan bantuan benih, penyediaan bantuan pupuk, serta
pengawalan/pendampingan. Perkembangan produksi komoditas pangan penting
selama tahun 2010-2014 dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting
Tahun 2010-2014

Sumber: Kementrian Pertanian (2014)
Berdasarkan data pola konsumsi menunjukkan bahwa beras atau nasi masih
mendominasi porsi menu konsumsi masyarakat hingga 60%, idealnya maksimal

12

50% agar masyarakat dapat hidup lebih sehat, aktif, dan produktif. Konsumsi
kalori dan protein penduduk Indonesia berdasarkan data SUSENAS (2016)
menunjukkan kenaikan pada periode 3 (tiga) tahun terakhir. Rata-rata konsumsi
kalori penduduk Indonesia padatahun 2016 sebesar 1.992,69 kkal atau naik sebesar
149,94 kkal dibandingkan tahun 2014. Sementara konsumsi protein meningkat
2,03 gram. Kenaikan konsumsi kalori terjadi pada hampir semua kelompok
barang, dimana tertinggi terjadi pada kelompok makanan dan minuman jadi
sebesar 107,13 kkal serta minyak dan lemak sebesar 32,69 kkal. Sumber utama
konsumsi kalori penduduk Indonesia adalah dari kelompok padi-padian yang
mencapai 44,00% pada tahun 2016, diikuti oleh kelompok makanan dan minuman
lain sebesar 19,59%.
Tabel 2. Perkembangan konsumsi beras dalam rumah tangga Indonesia (20102016) serta proyeksi (2017-2019)
Tahun
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Rata-rata
2017*
2018*
2019*

Konsumsi
(kg/kapita/minggu
(kg/kapita/thn)
)
1.9321
100.7453
1.9728
102.8662
1.8728
97.6455
1.868
97.4045
1.8642
97.2043
1.8804
98.0502
1.9133
99.7643
1.9005
99.0972
1.8754
97.7887
1.8732
97.674
1.8724
97.6323

Pertumbuhan
(%)
-1.44
2.11
-5.08
-0.25
-0.21
0.87
1.75
-0.3214
-0.27
-0.12
-0.04

Sumber: SUSENAS BPS (2016).
Keterangan: * hasil proyeksi pusdatin
Total konsumsi beras selama periode tahun 2010-2016 cenderung mengalami
peningkatan. Penggunaan beras yang terbesar adalah untuk konsumsi penduduk.
Datayang dirilis Bappenas untuk konsumsi rumah tangga maupun di luar rumah
tangga sebesar 124,89 kg/kapita/tahun (tahun 2012 – 2016) dan tahun 2017
semester I sebesar 114,6 (Kemenko Perekonomian, 2017).

13

Kondisi saat ini, pemenuhan pangan sebagai hak dasar masih merupakan salah
satu permasalahan mendasar dari permasalahan kemiskinan di Indonesia. Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 menggambarkan masih
terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, yaitu belum terpenuhinya pangan yang
layak dan memenuhi syarat gizi bagi masyarakat miskin, rendahnya kemampuan
daya beli, masih rentannya stabilitas ketersediaan pangan secara merata dan harga
yang kurang terjangkau, masih ketergantungan yang tinggi terhadap makanan
pokok beras, kurangnya diversifikasi pangan, belum efisiensiennya proses
produksi pangan serta rendahnya harga jual yang diterima petani, masih
ketergantungan terhadap impor pangan. Diperkuat penilaian dari Para Pakar
Ekonomi yang tergabung dalam Forum Economis Intelligence Unit (EUI) tahun
2014, bahwa perkembangan indeks ketahanan pangan (IKP) global Indonesia
menempati posisi pada urutan 64, angka tersebut jauh di bawah Malaysia (33),
China (38), Thailand (45), Vietnam (55) dan Philipina (63).

Dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan, justru yang terjadi dalam 20 tahun
terakhir banyak lahan produktif yang hilang. Berlanjutnya konversi lahan
pertanian untuk kegiatan nonpertanian, yang menyebabkan semakin sempitnya
basis produksi pertanian. Dalam kaitan ini, sektor pertanian menghadapi tantangan
untuk meningkatkan efisiensi dan optimalisasi pemanfaatan sumber daya lahan
dan air secara lestari. Di sisi lain, BPS tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah
penduduk Indonesia sudah mencapai 237,641,326 jiwa atau meningkat sebesar
15,21% dari tahun sebelumnya. Kondisi ini membutuhkan ketersediaan pangan
yang cukup agar tidak menjadi salah satu penyebab instabilitas pangan nasional.
Selain masalah besarnya populasi dan semakin sempitnya lahan pertanian,
setidaknya ada beberapa masalah ketahanan pangan yang dihadapi oleh Indonesia,
antara lain: masalah sistem yang belum terintegrasi dengan baik, kesulitan untuk
meningkatkan sejumlah komoditi unggulan pertanian, sistem cadangan dan
distribusi serta rantai pasokan dan logistik nasional yang belum efisien, mahalnya

14

ongkos transportasi, sering ditemuinya kasus kekurangan produksi di sejumlah
daerah, dan masalah stabilitas harga. Pada dasarnya masalah ketahanan pangan ini
merupakan masalah nasional yang perlu diperhatikan secara menyeluruh.

B. Pengembangan Sistem Pertanian Berkelanjutan untuk Mendukung
Ketahanan Pangan Nasional
Permasalahan pertanian Indonesia sangatlah kompleks untuk dapat diurai. Sejak
pemerintahan orde baru menerapkan Revolusi Hijau, dunia disilaukan oleh
peningkatan drastis produksi pangan yang hanya berlangsung sesaat. Revolusi
Hijau mendasarkan diri pada empat pilar penting: penyediaan air melalui sistem
irigasi, pemakaian pupuk kimia secara optimal, penerapan pestisida sesuai dengan
tingkat serangan organisme pengganggu, dan penggunaan varietas unggul sebagai
bahan tanam berkualitas. Melalui Revolusi Hijau, terjadi peningkatan hasil
tanaman pangan berlipat ganda dan tercapainya swasembada (kecukupan
penyediaan) sejumlah bahan pangan di beberapa negara, termasuk Indonesia.
Kebijakan pertanian pada masa orde baru, yang dikenal Revolusi Hijau, bersifat
memusat dan cenderung represif terhadap berbagai kreatifitas usaha tani, pada
kenyataannya melahirkan sebuah pola agribisnis yang berbiaya tinggi dan kurang
berwawasan lingkungan (Daniel dan Gudon 1998).
Akibat revolusi itu, sisi negatif mulai muncul. Produksi padi terus menurun. Salah
satu kambing hitam dari turunnya produksi adalah hilangnya kesuburan tanah
akibat penggunaan pupuk kimia yang terlalu intensif. Penggunaan bibit baru justru
melahirkan hama baru bagi padi. Hama baru tersebut harus diberantas dengan
pestisida baru yang dijual perusahaan obat-obat pertanian. Semakin parah, hama
wereng yang diberantas jadi kebal terhadap pestisida yang dipakai oleh petani.
Akibatnya, biaya produksi pangan naik. Petani harus membeli bahan bakar untuk
traktornya, pupuk kimia dan benih hibrida yang belum pernah teruji daya
adaptasinya. Mekanisasi pertanian menyingkirkan peran hewan ternak pembajak

15

sawah yang jelas lebih hemat biaya operasional, ramah lingkungan dan dapat
dijadikan aset tabungan. Penggunaan bahan kimiawi membunuh biota tanah,
mengkritiskan tanah, meracuni lingkungan, manusia dan binatang.
Untuk mengatasi dan mencegah dampak negatif yang ditimbulkan oleh teknologi
Revolusi Hijau, perlu dilakukan koreksi dan penyempurnaan sistem tersebut.
Beberapa konsep teknologi yang dapat mendukung keberlanjutan sistem produksi
dan kelestarian lingkungan sebelumnya telah dikemukakan, di antaranya adalah
agroekoteknologi (Sumarno, 1998); usahatani ramah lingkungan; pengelolaan
sumber daya dan tanaman terpadu (Makarim dan Las, 2005); dan yang lebih
menekankan kepada aspek kelestarian lingkungan adalah konsep pertanian organik
(Uphoff dan Gani, 2005). Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem
Budidaya Tanaman Pasal 2 menjelaskan bahwa sistem budidaya tanaman sebagai
bagian pertanian dilakukan dengan asas manfaat, lestari, dan berkelanjutan. Selain
itu, dalam Bab V (Tata Ruang dan Tata Guna Tanah Budidaya Tanaman) Pasal 44
ayat (2) menjelaskan bahwa pelaksanaan kegiatan pertanian dilakukan dengan
memperhatikan kesesuaian dan kemampuan lahan maupun pelestarian lingkungan
hidup khususnya konservasi tanah.
Agenda prioritas Kabinet Kerja Presiden Jokowi-Jusuf Kalla tahun 2014-2019
yang dituangkan dalam Nawa Cita mengarahkan pembangunan pertanian ke depan
untuk mewujudkan kedaulatan pangan yang diterjemahkan sebagai kemampuan
bangsa untuk mencukupi kebutuhan pangan dari produksi dalam negeri, mengatur
kebijakan pangan secara mandiri, serta melindungi dan menyejahterakan petani
sebagai pelaku utama usaha pertanian pangan. Arah kebijakan umum kedaulatan
pangan dalam RPJMN 2015-2019 adalah pemantapan ketahanan pangan menuju
kemandirian pangan dengan peningkatan produksi pangan pokok, stabilisasi harga
pangan, terjaminnya harga pangan yang aman dan berkualitas dengan nilai gizi
yang meningkat, serta meningkatnya kesejahteraan pelaku usaha pangan.
Adanya dinamika tersebut mendorong munculnya gagasan untuk mengembangkan
suatu sistem pertanian yang tidak merusak alam. Dalam dua dekade terakhir telah

16

berkembang konsep pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) yang
merupakan implementasi dari konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable
development). Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Rio+20 telah menghasilkan
dokumen berjudul "The Future We Want," yang berisi visi bersama para kepala
negara maupun pemerintahan untuk memperbaharui komitmen terhadap
pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development), perekenomian, sosial
dan lingkungan hidup. Hal tersebut dituangkan dalam perekonomian hijau (green
economy) yang merupakan perluasan komitmen global dengan memperluas
dimensi pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture). Demi mengaplikasikan
pembangunan yang berkelanjutan diperlukan dukungan dari seluruh pihak agar
tercipta pembangunan berkelanjutan di segala aspek. Sebagai langkah lanjut,
Indonesia menghimbau segera diwujudkannya green economy (Lisbet, 2012).
Pembangunan pertanian berkelanjutan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan
dan kesejahteraan masyarakat tani secara luas melalui peningkatan produksi
pertanian yang dilakukan secara seimbang dengan memperhatikan daya dukung
ekosistem sehingga keberlanjutan produksi dapat terus dipertahankan dengan
meminimalkan terjadinya kerusakan lingkungan. Pertanian berkelanjutan juga
banyak diidentikan dengan istilah LEISA (Low External Input Sustainable
Agriculture) atau LISA (Low Input Susteainable Agriculture). Secara umum,
pertanian berkelanjutan bertujuan meningkatkan kualitas kehidupan (quality of
life). Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan paling tidak tujuh macam
kegiatan, yaitu: meningkatkan pembangunan ekonomi, memprioritaskan
kecukupan pangan, meningkatkan pengembangan sumberdaya manusia,
meningkatkan harga diri, memberdayakan dan memerdekakan petani, menjaga
stabilitas lingkungan, dan memfokuskan tujuan produktivitas untuk jangka
panjang (Manguiat 1995 dalam Salikin 2007).
Berbagai penelitian mengenai pertanian berkelanjutan menunjukkan bukti bahwa
pertanian berkelanjutan mampu meningkatkan produktivitas lebih tinggi daripada
pertanian konvensional. Studi terhadap 286 proyek pertanian berkelanjutan di 57

17

negara berkembang di Afrika, Asia dan Amerika antara tahun 1999 dan 2000
menunjukkan terjadinya kenaikan hasil rata-rata hingga 79%. Proyek-proyek
tersebut menerapkan teknik penggunaan air yang lebih efisien, peningkatan jumlah
bahan organik dalam tanah serta pemerangkapan karbon, dan pengendalian hama,
gulma dan penyakit tanaman dengan teknik pengelolaan hama terpadu. Pada tahun
tersebut, tercatat 12,6 juta petani telah mengadopsi praktek pertanian berkelanjutan
dengan luas areal pertanian berkisar 37 juta hektar atau setara dengan 3% dari luas
lahan yang dapat ditanami di Afrika, Asia dan Amerika Latin (Rukmana, 2012).
Hasil studi Rodale Institute (2011) menunjukkan keunggulan pertanian organik,
yang merupakan contoh dari pertanian berkelanjutan, dibandingkan dengan
pertanian konvensional. Keunggulan tersebut yakni performa yang lebih baik pada
musim kemarau dan menghemat 45% penggunaan energi dibandingkan pertanian
konvensional. Pertanian konvensional menghasilkan 40% lebih banyak emisi gas
rumah kaca yang dapat memperparah pemanasan global. Rodale Institute lebih
lanjut lagi menemukan fakta bahwa pertanian organik tiga kali lebih
menguntungkan dibandingkan dengan pertanian konvensional. Data selama
periode 2008-2010 menunjukkan keuntungan yang diperoleh pertanian organik
mencapai $ 1.395/hektar setiap tahunnya, sementara pertanian konvensional hanya
memperoleh $ 475/hektar/tahun. Hal ini disebabkan biaya produksi pertanian
organik tidak memerlukan biaya untuk pembelian pestisida dan pupuk kimia
dengan harga yang mahal, serta harga tanaman organik yang relatif lebih tinggi di
pasaran (Maquito, 2012).
Salah satu contoh penerapan pertanian berkelanjutan adalah sistem pertanian
organik. Teknik-teknik yang digunakan dalam pertanian organik merupakan
pendekatan dari sistem pertanian berkelanjutan yang menekankan pada pelestarian
dan konservasi sumber daya alam. Kegiatan-kegiatan yang menunjang pertanian
berkelanjutan menurut Suryana (2008) diantaranya:
1. Pengendalian Hama Terpadu
Pengendalian hama tanaman dapat dilakukan dengan cara yang lebih bijak dan
ramah lingkungan dengan mengesampingkan penggunaan pestisida kimiawi

18

melalui metode Pengendalian Hama Terpadu (PHT). PHT merupakan
pengendalian hama yang dilakukan dengan menggunakan unsur-unsur alami
yang mampu mengendalikan hama agar tetap berada pada jumlah di bawah
ambang batas yang merugikan dengan cara-cara yang aman bagi lingkungan
dan makhluk hidup. Beberapa cara pengendalian hama terpadu yakni:
 Menggunakan serangga atau binatang musuh alami hama seperti


Tricogamma sp.
Menggunakan tanaman penangkap hama untuk menjauhkan hama dari



tanaman utama,
Melakukan rotasi tanaman untuk mencegah terakumulasinya patogen dan

hama yang sering menyerang satu spesies (Endah dan Abidin, 2002).
2. Konservasi Tanah
Konservasi tanah merupakan penempatan setiap bidang tanah pada cara
penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan
memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak
terjadi kerusakan dan dapat berfungsi secara berkelanjutan. Kegiatan
konservasi tanah diantaranya dengan membuat sengkedan atau terasering pada
lahan miring untuk mencegah terjadinya erosi, melakukan reboisasi atau
penanaman kembali lahan kritis, melakukan pergiliran tanaman atau crop
rotation dan menanam tanaman penutup tanah (cover crop).
3. Menjaga Kualitas Air
Kegiatan yang dapat dilakukan untuk menjaga kualitas air antara lain:
mengurangi penggunaan senyawa kimia sintetis ke dalam tanah yang dapat
mencemari air tanah, menggunakan irigasi tetes yang menghemat penggunaan
air dan pupuk, melakukan penanaman, pemeliharaan dan kegiatan konservasi
tanah pada kawasan lahan kritis terutama di hulu daerah aliran sungai.
4. Diversifikasi Tanaman
Diversifikasi tanaman merupakan teknik menanam lebih dari satu jenis
tanaman dalam satu areal lahan pertanian. Cara ini adalah salah satu alternatif
untuk mengurangi resiko kegagalan usaha pertanian akibat kondisi cuaca
ekstrim, serangan hama pengganggu tanaman, dan fluktuasi harga pasar. Dari
segi ekonomi, diversifikasi tanaman dapat meningkatkan pendapatan petani

19

sepanjang tahun dan meminimalkan kerugian akibat kemungkinan kegagalan
dari menanam satu jenis tanaman saja.
5. Agroforestri (wanatani)
Agroforestri merupakan sistem tata guna lahan (usahatani) yang
mengkombinasikan tanaman semusim maupun tanaman tahunan untuk
meningkatkan keuntungan, baik secara ekonomis maupun lingkungan. Sistem
ini membantu terciptanya keanekaragaman tanaman dalam suatu luasan lahan
untuk mengurangi resiko kegagalan dan melindungi tanah dari erosi serta
meminimalisir kebutuhan pupuk dari luar lahan karena adanya daur-ulang sisa
tanaman.
Tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini dan ke depan adalah bagaimana
mengembangkan pola kerja sama (kemitraan) antara pemerintah, akademisi,
pebisnis, dan lembaga masyarakat yang akan memperkuat integrasi pencapaian
ketahanan pangan nasional, sehingga bisa berjalan lebih efisien dan efektif disertai
adanya jaminan atas ketersediaan pasokan komoditas pangan di pasar, dengan
harganya yang terjangkau serta mempunyai kualitas gizi yang baik untuk di
konsumsi oleh masyarakat. Strategi pembangunan yang dapat diterapkan adalah
Pembangunan Agribisnis (agribusiness led development) yaitu strategi
pembangunan ekonomi yang mengintegrasikan pembangunan pertanian
berkelanjutan (perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan) dengan
pembangunan industri hulu dan hilir pertanian serta sektor-sektor jasa yang terkait
di dalamnya (Saragih, 1998). Untuk mendayagunakan keunggulan Indonesia
sebagai negara agraris dan maritim dalam menghadapi tantangan liberalisasi
Perdagangan, perubahan pasar internasional, pemerintah harus mengembangkan
sistem dan usaha agribisnis berdaya saing (competitiveness), berkerakyatan
(people-driven) dan berkelanjutan (sustainable). Pembangunan pertanian
berkelanjutan melalui pendekatan pengembangan sistem agribisnis akan
memberikan beberapa manfaat yaitu;
1. Mengoptimalkan alokasi sumber daya pada satu titik waktu dan lintas
generasi,

20

2. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas produk-produk pertanian karena
adanya keterpaduan produk berdasarkan tarikan permintaan (demand
driven),
3. Meningkatkan efisiensi masing-masing subsistem agribisnis dengan
keterkaitan antar subsistem
4. Terbangunnya kemitraan usaha agribisnis yang saling memperkuat dan
menguntungkan, dan
5. Adanya kesinambungan usaha yang menjamin stabilitas dan kontinuitas
pendapatan seluruh pelaku agribisnis (Saragih, 1998).
Sistem dan usaha agribisnis yang dikembangkan pemerintah, harus berkerakyatan,
berlandaskan sumber daya yang dimiliki rakyat baik sumberdaya alam, teknologi
(indigenous technologies), kearifan lokal (local widom), dan mengikutsertakan
pelaku agribisnis. Disamping itu pengembangan sistem dan usaha agribisnis juga
harus berkelanjutan, baik dari segi ekonomi, teknologi maupun dari segi ekologis.
Dari sisi ekonomi, pembangunan sistem dan usaha agribisnis harus berakar pada
sumberdaya ekonomi lokal, inovasi teknologi ramah lingkungan, dan kreativitas
(skill) pelaku agribisnis. Maka dari itu, perlu suatu kebijakan yang komprehensif
guna meningkatkan kesejahteraan petani Indonesia, seperti perbaikan infrastruktur
terkait, land reform policy agar petani tidak lagi sekedar menjadi buruh tani,
perbaikan mekanisme subsidi pupuk, serta perluasan lahan pertanian, dengan
harapan hasil produksi meningkat sehingga terwujud ketahanan pangan nasional
dan petani sejahtera.

Pemerintah harus mengembangkan secara sinergis pembangunan sistem agribisnis
yang mencakup;
1) Subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness), yakni industri-industri
yang menghasilkan barang-barang modal pertanian, seperti industri
perbenihan/ pembibitan, tanaman, ternak, ikan, dll;
2) Subsistem pertanian primer (on-farm agribusiness), yaitu kegiatan budidaya
yang menghasilkan komoditi pertanian primer (usahatani),

21

3) Subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness), yaitu industri-industri
yang mengolah komoditi pertanian primer menjadi olahan seperti industry
makanan/ minuman, pakan, dll, dan
4) Subsistem penyedia jasa agribisnis (services for agribusiness) seperti
perkreditan, transportasi dan pergudangan, Litbang, Pendidikan SDM, dan
kebijakan ekonomi (Davis and Golberg, 1957; Downey and Steven, 1987).

22

23

IV. SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan
Adapun simpulan yang dapat diambil dari penulisan karya ilmiah ini yaitu:
1. Praktek pertanian konvensional yang boros energi tak terbarukan di samping
membahayakan lingkungan dan kesehatan masyarakat juga belum mencapai
sasaran ketahanan pangan secara mantap dan berlanjut.
2. Sistem pertanian berkelanjutan secara jangka panjang dapat menunjang
kelangsungan hidup sistem pertanian melalui praktek-praktek pertanian yang
ramah lingkungan serta mampu meningkatkan produktivitas dengan
memperhatikan aspek ekonomi, sosial, dan ekologi, sehingga dapat
menunjang ketahanan pangan nasional.
3. Pertanian berkelanjutan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat tani secara luas melalui peningkatan produksi pertanian yang
dilakukan secara seimbang dengan memperhatikan daya dukung ekosistem
sehingga keberlanjutan produksi dapat terus dipertahankan dengan
meminimalkan terjadinya kerusakan lingkungan. Sistem pertanian
berkelanjutan mampu meningkatkan produktivitas pertanian 79% lebih tinggi
dibandingkan pertanian konvensional. Dalam pengembangannya tidak lupa
harus mengikutsertakan pembangunan dari sektor hulu hingga hilir agar
tercapai sistem yang kuat untuk mencapai ketahanan pangan.

B. Rekomendasi
Beberapa rekomendasi dari penulisan karya tulis ilmiah ini antara lain sebagai
berikut :

24

1. Pemerintah perlu melakukan pembangunan di sektor pertanian secara
menyeluruh dan intensif sehingga dapat mendukung terciptanya proses
produksi berkelanjutan yang memenuhi kebutuhan pangan.
2. Pemerintah perlu melakukan perencanaan yang disusun secara lebih
cermat, holistik, terarah, dan saling berkomitmet untuk membangun sistem
pertanian berkelanjutan yang tidak hanya berlanjut dari segi produksi dan
ekonomi tetapi juga memperhitungkan keseimbangan ekosistem
sumberdaya alam.
3. Perlu peningkatan peran penyuluhan pertanian untuk menyadarkan petani
akan praktik-praktik pertanian konvensional yang merusak sumber daya
alam dan mulai beralih ke pertanian berkelanjutan.

25

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik (BPS). 2000. Hasil Sensus Penduduk, Penyerapan Tenaga
Kerja. Jakarta: BPS.
Dahuri, R., Rais,J., Ginting, S.P., Sitepu, M.J. 1996. Pengelolaan Sumber Daya
Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
Davis, H. J. and R.A. Golberg. 1957. A Concept of Agribusiness. Harvard Graduate
School of Business Administration. Boston, Massachusets.
Food and Agriculture Organization (FAO). 1997. The Right to Food: In Theory and
Practice. FAO. Rome.
Gliessman SR. 2007. Agroecology: The Ecology of Sustainable Food System Ed ke-2.
CRC Press. Boca Raton.
Lisbet. 2012. Green Economy dan Konferensi Tingkat Tinggi Rio+20. Jurnal INFO
Singkat Hubungan Internasional Vol. IV, No. 12/II/P3DI/Juni/2012.
Makarim, A.K. dan E. Suhartatik. 2005.Strategi dan Teknologi Pengelolaanlahan,
Air, Tanaman Dan Organisme(LATO) pada Pertanaman Padi Varietaselit.
Lokakarya Pemuliaan Partisipatifdan Lokakarya Diseminasi Hasil Pe-nelitian
Padi Tipe Baru, Balai PenelitianTanaman Padi, Sukamandi, 24-26Februari
2005. 15 hlm
Maquito, Max (2012) ‘Sustainable Agriculture as an E3 Approach to Reducing
Rural/Urban Poverty’, 14 th SGRA Shared Growth Seminar “The Urban-Rural
Gap and Sustainable Shared Growth” April 26, 2012 at the School of Labor and
Industrial Relations, University of the Philippines
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian . 2014. Statistik Lahan Pertanian 20092013. Sekretaris Jenderal Kementrian Pertanian. Jakarta.
Reijntjes, Coen, dkk. 1999. Pertanian Masa Depan. Kanisius. Yogyakarta.

26

Rindayati, W. 2009. Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Kemiskinan dan
Ketahanan Pangan di Wilayah Provinsi Jawa Barat. Tesis. Sekolah Pasca
Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Salikin KA. 2007. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Saragih, Bungaran. 1998. Agribisnis, Paradigma Baru Pembanguan Ekonomi.
Berbasis Pertanian. Yayasan Mulia Persada. Jakarta.
Sumarno. 1998. Penyediaan Benih Berdasarkan Adaptasi Varietas Kedelai pada
Agroklimat Spesifik. Prosiding Lokakarya Sistem Produksi dan Peningkatan
Mutu Benih Kedelai di Jawa Timur. JICA-BPTP Karangploso-Diperta Jawa
Timur. p. 1-12.
Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). 2016 . Konsumsi Kalori dan Protein
Penduduk Indonesia dan Proyeksi. https://microdata.bps.go.id diakses pada 11
Maret 2018.
Suryana, A. 2008. “Ketahanan Pangan dan Keamanan Energi Untuk Kebangkitan
Indonesia”. Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia. Jakarta.
Suryana, A. 2003. Kapita Selekta, Evolusi Pemikiran Kebijakan Ketahanan Pangan.
BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta
Uphoff. N. 2006. Higher Yields With Fewer External Inputs? The System of
Riceintensification and Potential Contributions to Agricultural Sustainability.
International Journal of Agricultural Sustainability, 1(1): 38–50

Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

SISTEM OTOMATISASI SONAR (LV MAX SONAR EZ1) DAN DIODA LASER PADA KAPAL SELAM

15 214 17

PENERAPAN METODE SIX SIGMA UNTUK PENINGKATAN KUALITAS PRODUK PAKAIAN JADI (Study Kasus di UD Hardi, Ternate)

24 208 2

ANALISIS SISTEM TEBANG ANGKUT DAN RENDEMEN PADA PEMANENAN TEBU DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA X (Persero) PABRIK GULA DJOMBANG BARU

36 327 27

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

SIMULASI SISTEM KENDALI KECEPATAN MOBIL SECARA OTOMATIS

1 82 1

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TPS UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KERJASAMA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B DI SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 73 58

EVALUASI ATAS PENERAPAN APLIKASI e-REGISTRASION DALAM RANGKA PEMBUATAN NPWP DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA TANJUNG KARANG TAHUN 2012-2013

9 73 45