Pedoman Ketentuan Impor Produk Kehutanan

Toolbox 1. Terdapat dua dasar hukum pelaksanaan impor produk kehutanan, yaitu Peraturan

Menteri Perdagangan Nomor Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor

78/M-DAG/PER/10/2014 jo Nomor 7/M-DAG/PER/1/2015 jo Nomor 63/M-

DAG/PER/8/2015 yang mengatur tentang ketentuan pelaksanaan impor produk

kehutanan dan Peraturan Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Nomor

7/PHPL-SET/2015 yang mengatur tentang pengajuan rekomendasi impor dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

REKOMENDASI IMPOR

Proses pengurusan rekomendasi impor dilakukan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang dilakukan secara online. Pada bab ini akan dijelaskan bagaimana proses pengajuan rekomendasi impor baik oleh API-P dan API-U. Proses rekomendasi pada kedua izin importir tersebut adalah sama, namun yang membedakan hanya pada syarat pengajuan hak akses. Proses pengajuan rekomendasi impor dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Bisnis Proses Pengajuan Rekomendasi Impor

1. Persiapan

1.a. Proses Pengurusan Sertifikat Legalitas Kayu.

Sertifikat Legalitas Kayu (S-LK) merupakan salah satu syarat bagi API-P maupun API-U yang akan mengajukan rekomendasi impor, namun tidak semua API-P maupun API-U yang diwajibkan. Berikut adalah karakteristik API-P yang wajib menyertakan SLK pada saat pengajuan rekomendasi impor adalah sebagai berikut:

1. Menghasilkan produk sesuai Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan (Permendag No 97/M-DAG/PER/12/2014), walaupun tidak melakukan impor; dan atau

2. Industri yang wajib memiliki SLK berdasarkan Permenhut No 43/Menhut- II/2014 jo Permenhut No 95/Menhut-II/2014 tentang Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu Pada Pemegang Izin atau Hutan Hak.

Apabila pemegang izin API-P tidak termasuk kedalam tiga kategori tersebut maka tidak perlu menyampaikan SLK sebagai syarat mengajukan rekomendasi impor. Sedangkan untuk pemegang izin API-U yang wajib menyertakan SLK pada saat pengajuan rekomendasi impor adalah sebagai berikut:

1. Memiliki izin sebagai Tempat Penampungan Terdaftar (TPT);

2. Menjual hasil produk impornya ke industri yang wajib memiliki SLK berdasarkan Permenhut No 43/Menhut-II/2014 jo Permenhut No 95/Menhut-II/2014 tentang Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu Pada Pemegang Izin atau Hutan Hak.

Pelaksanaan SLK pada pemegang izin API-P dan API-U dapat merujuk kepada dua peraturan yaitu sebagai berikut:

1. Permenhut No 43/Menhut-II/2014 jo Permenhut No 95/Menhut-II/2014 tentang Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu Pada Pemegang Izin atau Hutan Hak.

2. Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Nomor P.14/VI-BPPHH/2014 jo P.15/VI-BPPHH/2014 Tentang Standar Dan Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) Dan Verifikasi Legalitas Kayu (VLK)

1.b. Persiapan Pengajuan Hak Akses

Hak Akses adalah hak yang diberikan untuk melakukan interaksi dengan sistem elektronik yang berdiri sendiri atau dengan jaringan. Pengajuan hak akses oleh Importir kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan adalah langkah pertama dalam melakukan pengurusan izin Importir Produsen. Permohonan Hak Akses ditujukan kepada Direktur Jenderal secara elektronik melalui portal SILK dengan alamat http://silk.dephut.go.id .

Persiapan Pengajuan Hak Akses untuk Pemegang Izin API-P

Tahapan persiapan pengajuan hak akses untuk pemegang izin API-P adalah sebagai berikut:

a. Identifikasi jenis permohonan yang akan diajukan. Permohonan yang dilakukan yang diajukan dapat bersifat baru atau perubahan/pergantian. Bersifat baru artinya pemegang API-P baru pertama kali melakukan pengajuan hak akses, sedangkan perubahan/pergantian adalah bila mana terjadi perubahan pada informasi pengajuan hak akses yang pertama;

b. Syarat-syarat yang ada harus dipenuhi, diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Identitas importir berupa nama dan alamat importir. API-P memastikan informasi identitas importir yang akan diinput sesuai dengan dokumen lainnya, seperti nama, alamat, penanggung jawab dan produk yang dihasilkan sama dan sesuai dengan dokumen lainnya.

2) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). API-P memastikan mengisi informasi nomor NPWP dan alamat perusahaan dengan benar dan sesuai dengan dokumen lainnya termasuk dengan dokumen API-P.

3) Nomor IUIPHHK, IUI, atau TDI, serta masa berlakunya. API-P memastikan mengisi informasi nomor dan masa berlakunya sesuai informasi yang tertera 3) Nomor IUIPHHK, IUI, atau TDI, serta masa berlakunya. API-P memastikan mengisi informasi nomor dan masa berlakunya sesuai informasi yang tertera

4) Angka Pengenal Importir Produsen (API-P). Pemilik API-P yang akan mendaftarkan hak akses harus memastikan bahwa informasi yang terdapat didalam API-P sesuai dengan yang disampaikan pada saat pengajuan hak akses seperti nomor NPWP, alamat dan lainnya.

5) Nomor Identitas Kepabeanan (NIK). Pemilik API-P yang akan mendaftarkan hak akses harus memastikan bahwa informasi yang terdapat didalam NIK sesuai dengan yang disampaikan pada saat pengajuan hak akses seperti nomor NPWP, alamat dan penanggung jawab.

6) Nomor S-LK, tanggal terbit, dan masa berlakunya. Kewajiban Sertifikat Legalitas Kayu sebagai syarat untuk mengajukan hak akses tidak berlaku untuk semua API-P seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.

7) Nama dan spesimen tanda tangan Pemohon yang diberi kewenangan dalam hak akses. Setelah hak akses diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan maka tanggung jawab penggunaan hak akses berada ditangan pemegang izin API-P, untuk menghindari terjadi penyalahgunaan oleh oknum maka Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan hanya mensyaratkan personil tertentu yang ditunjuk oleh manajemen pemegang API-P untuk dapat melakukan permohonan hak akses.

Persiapan Pengajuan Hak Akses untuk Pemegang Izin API-U

Tahapan persiapan pengajuan hak akses untuk pemegang izin API-U adalah sebagai berikut:

a. Identifikasi jenis permohonan yang akan diajukan. Permohonan yang dilakukan yang diajukan dapat bersifat baru atau perubahan/pergantian. Bersifat baru artinya pemegang ITbaru pertama kali melakukan pengajuan hak akses, a. Identifikasi jenis permohonan yang akan diajukan. Permohonan yang dilakukan yang diajukan dapat bersifat baru atau perubahan/pergantian. Bersifat baru artinya pemegang ITbaru pertama kali melakukan pengajuan hak akses,

b. Syarat-syarat yang ada harus dipenuhi, diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Identitas importir berupa nama dan alamat importir;

2) Nomor IT-Produk Kehutanan serta masa berlakunya;

3) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

4) Nomor Izin TPT serta masa berlakunya atau bukti penguasaan gudang sesuai dengan jenis Produk Kehutanan yang diimpor;

5) Angka Pengenal Importir Umum (API-U) sebagai IT yang mencantumkan bagian Produk Kehutanan (II, IX, X, XX, dan/atau XXI);

6) Nomor Identitas Kepabeanan (NIK);

7) Nomor S-LK, tanggal terbit, dan masa berlakunya (dalam hal memiliki S-LK);

8) Nama dan spesimen tanda tangan Pemohon yang diberi kewenangan dalam hak akses;

9) Nama dan spesimen tanda tangan Pemohon yang diberi kewenangan dalam hak akses. Setelah hak akses diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan maka tanggung jawab penggunaan hak akses berada ditangan pemegang izin IT, untuk menghindari terjadi penyalahgunaan oleh oknum maka Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan hanya mensyaratkan personil tertentu yang ditunjuk oleh manajemen pemegang IT untuk dapat melakukan permohonan hak akses.

Setelah semua persyaratan selesai maka seluruh dokumen yang menjadi persyaratan di scan dan diberi nama sesuai dengan informasi yang diminta maka importir dapat mengajukan hak akses secara online melalui http://silk.dephut.go.id . Sesuai Pasal 8 ayat (7), hak akses akan diberikan selambat-lambatnya dalam lima hari kerja.

2. Pengajuan Hak Akses

Setelah semua dokumen dan persyaratan selesai dipersiapkan sesuai penjelasan sebelumnya, maka pemegang API-P atau API-U melakukan pengajuan hak akses Setelah semua dokumen dan persyaratan selesai dipersiapkan sesuai penjelasan sebelumnya, maka pemegang API-P atau API-U melakukan pengajuan hak akses

3. Pemilik Hak Akses

Setelah API-P dan API-U memperoleh hak akses maka perlu memperhatikan hak dan kewajiban karena hak akses memiliki fungsi penting untuk memperoleh rekomendasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Merujuk pada Pasal 9 ayat 1 Perdirjen No 7/PHPL-SET/2015, kewajiban pemegang hak akses adalah sebagai berikut:

1) Menjaga keamanan dan kerahasiaan atas penggunaan Hak Akses yang telah diterima;

2) Melakukan aktivasi sesuai dengan persetujuan aktivasi Hak Akses;

3) Menyediakan informasi yang benar untuk keperluan Rekomendasi Impor sesuai dengan Hak Aksesnya;

4) Kerahasiaan data User-ID dan password Hak Akses sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pemegang Hak Akses dan hanya boleh digunakan oleh Pemegang Hak Akses yang bersangkutan.

Sedangkan hak dari pemegang hak akses berdasarkan Pasal 9 ayat 2 Perdirjen No 7/PHPL-SET/2015 adalah sebagai berikut:

 Mengakses informasi untuk keperluan Rekomendasi Impor sesuai dengan hak aksesnya.  Mendapatkan dukungan dari Pengelola Portal SILK, dalam pengoperasian Portal SILK.

 Pemegang Hak Akses diberi kebebasan untuk membuat password sendiri dan dapat melakukan perubahan dan penggantian password melalui Portal SILK apabila ada kecurigaan password tersebut telah diketahui oleh pihak lain;

 Apabila User-ID dan password Hak Akses disalahgunakan oleh pihak lain, maka Pemegang Hak Akses dapat memberitahukan secara tertulis kepada Pengelola

Portal SILK untuk dilakukan pemblokiran hak akses.  Apabila User-ID dan password Hak Akses tidak dapat diingat, maka Pemegang Hak Akses dapat memanfaatkan fasilitas ubah password di portal SILK.

Hak akses yang dimiliki oleh pemegang API-P dan API-U tidak berlaku selamanya namun dapat diakhiri hak akses yang dimilikinya. Hak akses dapat diakhiri apabila hal-hal yang diatur dalam pasal 11 ayat 1 Perdirjen No 7/PHPL-SET/2015 terjadi. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut:

a. Hak Akses telah dicabut;

b. Pemegang Hak Akses mengajukan permohonan kepada Pengelola Portal SILK untuk melakukan pengakhiran Hak Akses atas pelayanan Portal SILK;

c. Pengelola Portal SILK melaksanakan suatu keharusan untuk melakukan pengakhiran Hak Akses atas dasar pelaksanaan ketentuan perundang- undangan;

d. Pemegang Hak Akses tidak menggunakan Hak Aksesnya berturut-turut selama

12 (dua belas) bulan.

Sehubungan dengan aturan apabila hak akses tidak digunakan selama berturut-turut selama 12 (dua belas) bulan, kondisi tersebut bukanlah sesuatu yang perlu dikhawatirkan karena masa berlaku rekomendasi adalah maksimal 1 tahun sehingga sebelum masa berlaku tersebut habis maka pemegang hak akses pasti akan menggunakan hak akses tersebut.

4. Persiapan Penyampaian Data dan Informasi Terkait Uji Tuntas

Persiapan penyampaian data dan informasi terkait uji tuntas dilakukan pada setiap pemasok (industri/manufaktur) produk kehutanan yang memasok kepada importir.

Pada prinsipnya informasi yang dibutuhkan untuk pelaksanaan uji tuntas diperoleh importir dari pemasok, oleh sebab itu salah satu kunci keberhasilan pelaksanaan uji tuntas adalah komunikasi dengan pemasok. Walaupun informasi diperoleh dari pemasok namun importir perlu memastikan validitas informasi yang diperlukan karena tanggung jawab pelaksanaan uji tuntas berada di importir, oleh sebab itu importir perlu memiliki pengetahuan yang cukup mengenai uji tuntas. Langkah- langkah yang diperlukan untuk melakukan uji tuntas adalah sebagai berikut:

1) Identifikasi pemasok

Importir pasti sudah memiliki database mengenai identitas dari pemasoknya, dalam hal pembuatan data dan informasi terkait ujituntas identifikasi pemasok pada tingkat industri, apabila importir membeli dari trader atau distributor maka importir harus dapat mengindentifikasi industri penghasil produknya. Pada penyampaian data dan informasi identitas pemasok terdapat dua informasi penting yang harus diketahui, yaitu:

a. Produsen, yang dimaksud produsen disini adalah industri yang membuat produk kehutanan yang akan di impor ke Indonesia. Informasi yang dibutuhkan dari produsen adalah nama produsen, alamat lengkap, nomor telepon dan fax, email dan izin industri.

b. Eksportir, yang dimaksud dengan eksporter adalah lembaga atau perusahaan yang mengekspor produk kehutanan ke Indonesia namun yang dimaksud disini bukan perusahaan ekspedisi. Eksportir ini bisa merupakan industri atau produsen juga, apabila kegiatan eksport langsung dilakukan oleh industri. Trader atau distributor dapat juga menjadi eksportir apabila trader tersebut yang melakukan ekspor, pada kondisi ini trader membeli barang dari industri kemudian disimpan di gudang trader dan kemudian diimpor. Informasi yang dibutuhkan dari eksportir adalah nama eksporter, alamat lengkap, nomor telepon dan fax, email dan izin ekspor.

Gambar 2. Industri sebagai produsen dan eksportir

Gambar 3. Industri sebagai produsen dan trader sebagai eksportir

2) Korespondensi dengan pemasok

Setelah semua pemasok terindetifikasi maka pekerjaan selanjutnya adalah korespondensi dengan pemasok untuk memperoleh data dasar yang dibutuhkan dari pemasok. Importir melakukan korespodensi dengan pemasok untuk meminta beberapa informasi yang dibutuhkan untuk melakukan uji tuntas. Contoh email yang disampaikan kepada supplier adalah sebagai berikut:

Dear Supplier, Referring to the regulation regarding the provision of imported forest products applied by the Government of the Republic of Indonesia Number 78 / M-DAG / PER / 10/2014 jo No. 7 / M-DAG / PER / 1/2015 jo No. 63 / M-DAG / PER / 8 / 2015 about imports of forest products. in order to comply with the regulations, we require further information from the related imported products and the data we need is the data of the industry / manufacturer. The information required are as follows: (attach data form, information with regards to the due diligence, see attachment).

Form data dan informasi terkait uji tuntas dapat dilihat pada lampiran 1 buku ini.

Beberapa informasi yang dibutuhkan oleh importir adalah sebagai berikut.

a. Informasi Pemasok dan Rencana Impor

Informasi pemasok dan rencana impor adalah sebagai berikut:

1. Nama Importir = Diisi nama importir yang akan melakukan import sesuai dengan izin API-P. Nomor Register

= Diisi nomor register hak akses yang dimiliki oleh importir setelah melakukan registrasi pemasok

2. Nama eksportir = Informasi nama perusahaan eksportir yang melakukan ekspor ke Importir. Penentuan nama eksportir dan produsen dapat merujuk pada ilustrasi Gambar 2 serta Gambar 3. Sebagai contoh PT A membeli kertas dari trader X di Singapura dimana trader X membeli kertas dari industri Y di Tiongkok. Pengiriman barang dilakukan langsung dari industri Y. Maka yang dicantumkan sebagai

negara eksportir adalah industri Y.

Alamat eksportir = Informasi alamat perusahaan eksportir yang melakukan pengiriman kepada importir di Indonesia. Dalam hal contoh pada informasi nama eksportir diatas maka alamat eksportir adalah alamat industri Y.

Legalitas eksportir = Informasi legalitas eksportir dapat diisi dengan izin sebagai eksportir dinegara asal eksportir, jika pada negara eksportir tidak ada aturan yang mewajibkan memiliki izin sebagai eksportir maka dapat diisi izin perusahaan eksportir. Analogi izin eksportir yang dimaksud di Indonesia adalah izin ETPIK (Eksportir Terdaftar Produk Kehutanan). Informasi yang diperlukan dari legalitas eksportir adalah nomor izin, masa berlakunya dan scan izin tersebut.

Negara pengekspor = Informasi mengenai nama negara tempat barang akan diekspor barang.

3. Nama Produsen = Diisi nama perusahaan produsen barang yang akan diekspor ke Indonesia. Alamat Produsen

= Diisi alamat perusahaan produsen Legalitas Produsen

= Diisi nomor perijinan/register sebagai produsen dan masa berlakunya (bila ada semacam IUI di Indonesia, dan bila tidak ada semacam IUI di Indonesia maka diisi dengan legalitas perusahaannya atau register

perusahaan). Hasil scan

dilampirkan.

Negara Produsen = Diisi nama negara tempat produsen

4. Nama dan Negara Pelabuhan = Informasi nama pelabuhan yang menjadi muat

tempat muat barang yang akan diekspor ke Indonesia. Informasi yang dibutuhkan adalah nama pelabuhan dan negara. Nama pelabuhan dapat diisi lebih dari satu.

6. Rencana Impor Tahun = Informasi rencana impor tahun berjalan Berjalan

diisi oleh importir mengenai rencana impor dari importir bukan hanya dari importir yang akan dilakukan uji tuntas. Apabila rencana impor lebih dari satu barang dari satu pemasok maka dapat diisi lebih dari satu barang. Rencana impor diisi dalam satuan ton sebagai satuan wajin dan satu pilihan satuan dalam

bentuk 3 satuan m /set/pcs/roll/batang, dst).

b. Informasi Produk yang akan diimpor

Informasi produk yang akan diimpor yang dibutuhkan untuk melakukan uji tuntas adalah sebagai berikut: (1) Nama bahan baku kayu /produk kayu dan turunannya yang akan diimpor dari

pemasok. (2) Pos tarif bahan baku kayu/produk kayu dan turunannya yang akan diimpor (3) Nama dagang dan nama latin spesies tanaman atau pohon yang digunakan

sebagai bahan baku kayu/produk kayu dan turunannya yang akan diimpor. Apabila produk yang diimpor terdiri dari lebih dari satu spesies (produk komposit) maka informasi yang dibutuhkan adalah tiga nama dagang dan nama latin yang digunakan sebagai bahan baku. Dalam hal bahan baku/produk kayu

yang akan diimpor. Informasi ini wajib diisi bagi produk kehutanan yang diekspor ke Indonesia berupa kayu bulat dan produk lainnya yang tercantum dalam Lampiran Permendag Nomor 78/M-DAG/PER/10/2014.

(b) Nama daerah asal panen (negara bagian/provinsi) bahan baku kayu/produk kayu dan turunannya yang akan diimpor. Informasi ini wajib diisi bagi produk kehutanan yang diekspor ke Indonesia berupa kayu bulat.

(c) Nama pemegang konsesi/pemilik asal panen bahan baku yang akan diimpor beserta izin yang dimilikinya (izin wajib di scan). Apabila bahan baku/produk kayu berasal dari recycle maka tidak perlu diisi. Informasi ini wajib diisi bagi produk kehutanan yang diekspor ke Indonesia berupa kayu bulat.

(4) Jaminan legalitas asal bahan baku yang terdiri dari beberapa pilihan (cukup pilih salah satu), yaitu: (a) Surat keterangan dari otoritas Negara asal panen atau Negara asal produk

yang menyatakan bahwa bahan baku kayu yang digunakan oleh eksportir merupakan bahan baku yang legal sesuai peraturan di negara eksportir berada. Apabila produk yang diekspor ke Indonesia merupakan kayu bulat maka surat keterangan otoritas dari negara asal panen, sedangkan apabila produk yang diimpor adalah bukan kayu bulat maka surat keterangan berasal dari otoritas negara asal produsen.

(b) Sertifikat dari lembaga sertifikasi yang salah satu dari indikator penerbitan sertifikatnya terkait legalitas dan kelestarian sumber bahan baku dan ketelusaran bahan baku. Dalam dunia sertifikasi kehutanan, sertifikasi jenis ini adalah dikenal dengan nama Chain of Costudy (CoC). Contoh

(c) Pedoman khusus negara atau Country Spesific Guidelines (CSG), yaitu suatu regulasi dari negara eksportir yang mensyaratkan penggunaan kayu legal sebagaimana Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) di Indonesia yang sistem tersebut telah diakui oleh Pemerintah Indonesia. Jika suatu saat nanti ada CSG yang diakui oleh Indonesia maka barang yang diimpor dari negara tersebut tidak memerlukan surat keterangan otoritas dan sertifikat dari lembaga sertifikasi.

(d) Mutual Recognation Agreement (MRA), yaitu perjanjian kerjasama antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Negara lain yang saling mengakui sistem legalitas kayunya. Jika suatu saat nanti ada MRA yang diakui oleh Indonesia maka barang yang diimpor dari negara tersebut tidak memerlukan surat keterangan otoritas dan sertifikat dari lembaga sertifikasi.

(e) FLEGT License, yaitu pengakuan dari Uni Eropa terhadap suatu skema kebijakan legalitas produk kayu dari suatu negara yang disamakan dengan FLEGT License.

c. Ketentuan aturan negara ekspor atau negara panen

Importir perlu mengetahui kebijakan ekspor produk kehutanan dari negara ekspor untuk produk non kayu bulat atau kebijakan mengenai panen dari negara asal panen untuk kayu bulat. Informasi mengenai ketentuan atau regulasi mengenai ekspor produk kehutanan di negara ekspor yang perlu diminta dari eksportir adalah sebagai berikut:

a) Daftar produk kehutanan yang dilarang untuk ekspor di negara ekspor;

b) Daftar spesies tanaman kehutanan yang dilarang untuk ekspor di negara ekspor;

c) Larangan penebangan terhadap spesies tanaman kehutanan di suatu negara bagian/propinsi/distrik di negara ekspor untuk kayu bulat.

Toolbox 2.

Metode yang dapat digunakan dalam korespondensi dengan pemasok adalah importir mengirimkan form uji tuntas yang telah ditranslate ke dalam bahasa Inggris untuk

diisi oleh pemasok, namun pada tabel 1 form uji tuntas tidak perlu mencatumkan mitigasi resiko, analisa resiko dan catatan karena ketiga informasi tersebut

merupakan hasil analisa importir.

3) Pembuatan Data dan Informasi Terkait Uji Tuntas oleh Importir

Setelah memperoleh informasi dari pemasok maka importir dapat melakukan pelaksanaan data dan informasi dari pemasok tersebut untuk pelaksanaan uji tuntas. Selain informasi eksportir, hal yang menjadi pekerjaan utama dari pelaksanaan uji tuntas adalah melakukan analisa resiko, mitigasi resiko dan catatan pada informasi mengenai spesies bahan baku, dan asal bahan baku. Penjelasan menganai analisa resiko, mitigasi resiko dan catatan adalah sebagai berikut: (1) Analisa resiko, Definisi analisa resiko berdasarkan Perdirjen No 7/PHPL-

SET/2015 adalah uji silang ( cross check) atas dokumentasi informasi yang resmi di negara asal produk kehutanan (dan negara asal panen untuk kayu bulat atau kayu olahan yang sama jenisnya dengan Indonesia), untuk menghindari importasi Produk Kehutanan yang ditebang/dipanen secara ilegal, diperdagangkan secara ilegal, dan/atau ada penipuan atau penyembunyian informasi. Output dari analisa resiko adalah sebagai berikut:

a. Neglibile Risk (NR), apabila hasil analisa resiko tidak berpotensi untuk terjadinya importasi produk kehutanan yang ditebang/dipanen secara ilegal dan/atau diperdagangkan secara ilegal sehingga resiko tersebut dapat diabaikan apabila berdasarkan hasil analisa diperoleh hasil bahwa resiko terhadap penggunaan bahan baku illegal dapat diabaikan.

b. Significant Risk (SR), apabila berdasarkan hasil analisa resiko berpotensi untuk terjadinya importasi Produk Kehutanan yang ditebang/dipanen secara ilegal dan/atau diperdagangkan secara illegal.

Pada saat menentukan resiko dari produk yang diimpor, importir harus memiliki argumen mengapa pilihan resikonya SR atau NR dengan dilengkapi data, literatur atau sumber informasi dan analisanya.

(2) Mitigasi Resiko, Definisi mitigasi resiko berdasarkan Perdirjen No 7/PHPL- SET/2015 adalah proses atau langkah-langkah sewajarnya melalui sumber- sumber yang dapat dipercaya untuk memastikan keandalan dan akurasi informasi, serta memastikan tidak ada penipuan atau penyembunyian informasi. Output dari mitigasi resiko adalah sebagai berikut:

a. Hasil mitigasi bernilai Baik (B), apabila diperoleh hasil analisa sebagai berikut:

 Hasil analisa resiko SR dan hasil catatan mitigasi berisikan langkah- langkah serta justifikasi yang dapat mencegah terjadinya importasi

Produk Kehutanan yang ditebang/dipanen secara ilegal dan/atau diperdagangkan secara ilegal, termasuk penipuan/penyembunyian informasi;

 Hasil analisa resiko NR tetapi hasil catatan mitigasi berisikan langkah- langkah serta justifikasi yang dapat mencegah terjadinya importasi Produk Kehutanan yang ditebang/dipanen secara ilegal dan/atau

diperdagangkan secara ilegal, termasuk penipuan/penyembunyian informasi.

b. Hasil mitigasi tidak bernilai baik (T), apabila diperoleh hasil analisa sebagai berikut:

 Hasil analisa resiko SR tetapi tidak terdapat langkah-langkah serta justifikasi yang dapat mencegah terjadinya importasi Produk

Kehutanan

secara ilegal dan/atau diperdagangkan secara ilegal pada kolom catatan hasil mitigasi, termasuk penipuan/penyembunyian informasi;

yang ditebang/dipanen

 Hasil analisa resiko NR serta tidak terdapat langkah-langkah serta justifikasi yang dapat mencegah terjadinya importasi Produk Kehutanan

yang ditebang/dipanen

secara ilegal dan/atau

 Hasil analisa resiko NR tetapi langkah-langkah serta justifikasi yang disampaikan tidak tepat atau tidak sesuai untuk mencegah terjadinya

importasi Produk Kehutanan yang ditebang/dipanen secara ilegal dan/atau

ilegal, termasuk penipuan/penyembunyian informasi.

diperdagangkan

secara

(3) Catatan, Kolom catatan hasil mitigasi diisi dengan informasi mengenai langkah-langkah yang dilakukan oleh importir untuk memastikan keandalan serta akurasi informasi dan memastikan bahwa importasi Produk Kehutanan yang ditebang/dipanen secara ilegal dan/atau diperdagangkan secara ilegal terkait (i) kolom yang terdapat analisa resikonya, (ii) kolom H atau I atau J atau K atau L, dan (iii) M atau N.

Toolbox 3.

Analisa resiko, mitigasi resiko dan catatan dilakukan pada informasi mengenai spesies

bahan baku dan asal bahan baku. Kolom catatan mitigasi digunakan sebagai media untuk menuliskan proses mitigasi resiko.

Dalam membuat form pengajuan terhadap data dan informasi uji tuntas sebaiknya importir membuat format form sesuai kenyamanan importir mengingat tabel pada

form uji tuntas cukup panjang karena pengajuan dilakukan secara on line.

Setelah memahami konteks analisa resiko, mitigasi resiko dan catatan maka proses pembuatan uji tuntas dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut: (1) Mengisi identitas pemasok yang meliputi informasi nama eksportir, alamat

eksportir, legalitas eksportir, negara pengekspor, nama dan negara pelabuhan muat, serta rencana impor;

(2) Mengisi tabel 1 form penyampaian data dan informasi terkait uji tuntas, hal yang perlu diperhatikan dalam mengisi tabel 1 tersebut adalah kolom diisi untuk setiap jenis barang berdasarkan kode HS dan spesies bahan baku. Sebagai contoh untuk barang pulp dengan kode HS 4702.00.00.00 dibutuhkan

Tabel 1. Data dan informasi terkait uji tuntas

Bahan Baku

No.

Pos Tarif

Uraian barang

Diisi nomor urut mulai Diisi uraian nama bahan baku kayu Diisi pos tarif bahan baku kayu/produk kayu dari angka 1 (satu) dan /produk kayu yang akan diimpor. dan turunannya yang akan diimpor seterusnya.

Apabila importir melakukan impor produk kehutanan yang memiliki kode HS dan nama barang yang sama namun spesifikasinya berbeda, cukup dituliskan satu. Sebagai contoh: industri membeli bahan baku berupa MDF Board dengan spesifikasi (3MMT, 4'W,8'L),

(3MMT,3'W,8'L),

dan

(3MMT,3'W,7'L). Ketiga MDF Board tersebut sama-sama memiliki HS 4411.12.00.00, maka pada kolom ini cukup mengisi dengan nama MDF Board.

Analisa Resiko

Tidak diisi

Tidak diisi Tidak diisi

Catatan

Tidak diisi Tidak diisi Tidak diisi

Hasil Mitigasi

Tidak diisi Tidak diisi Tidak diisi

Lanjutan 1 Tabel 1. Data dan informasi terkait uji tuntas

Jenis (species) Nama dagang dan nama ilmiah

(D)

Uraian

Diisi nama dagang dan nama ilmiah dari jenis (species) bahan baku kayu/produk kayu dan turunannya yang akan diimpor. Dalam hal produk komposit, diisikan 3 (tiga) jenis yang dominan. Setiap spesies dilakukan uji tuntas. Dalam hal produk kayu berasal dari recycle yang sudah tidak bisa ditentukan spesiesnya maka kolom D diisi n/a ( not applicable).

Apabila spesies bahan baku yang digunakan lebih dari satu (maksimal tiga dominan), maka penulisan pada kolom

D ditulis satu persatu, contohnya importir melakukan impor MDF dengan kode HS 4411.12.00.00 berdasarkan hasil verifikasi MDF tersebut terbuat dari tiga spesies. Contoh penulisan pada tabelnya adalah sebagai berikut:

Bahan Baku

Jenis (species)

No

Uraian barang

Pos Tarif (10 digit)

Nama dagang dan nama ilmiah

Karet (Hevea brasiliensis)

[NR] .........

Akasia (Acacia mangium) [NR]

Akasia (Acacia mearnsii) [NR]

......... ………… 1B

Daftar nama dagang dan nama ilmiah beserta sebarannya dapat dilihat pada Lampiran 2. Analisa Resiko (1) Diisi dengan ‟NR‟ beserta justifikasinya apabila merupakan spesies yang tidak tumbuh atau tidak terdapat di

Indonesia; atau (2) Diisi dengan „SR‟ beserta justifikasinya apabila merupakan spesies yang tumbuh atau terdapat di Indonesia.

“Pilih salah satunya”

Justifikasi yang dapat diberikan oleh importir adalah sebagai berikut: (1) Verifikasi kebenaran spesies yang di deklarasikan oleh pemasok. Bagi importir yang melakukan transaksi

impor dengan industri yang memiliki sertifikat FSC dapat melakukan validasi informasi bahan baku yang digunakan pada info di website FSC. Contoh proses validasi dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Verifikasi kebenaran informasi spesies dengan informasi didalam sertifikat

(2) Verifikasi kesesuai lokasi negara spesies dengan sebaran spesies tersebut. Importir dapat melihat sebaran

informasi dari internet melalui beberapa database sebagai berikut:

a) The Global Invasive Species Database is managed by the Invasive Species Specialist Group (ISSG) of the

IUCN Species Survival Commission.

b) BioNET-EAFRINET Regional

c) GRIN Taxonomy for Plants

d) Index of Species Information by USDA

e) Fire Effects Information System by USDA Forest Service

Contoh analisa resiko adalah sebagai berikut: Hasil analisa resiko: [NR]

Spesies Pinus silvestris merupakan jenis pinus yang tidak tumbuh di Indonesia. Hal tersebut didasarkan pada dua literature sebagai berikut:

1. Jurnal Ilmiah yang berjudul Kimia Terpentin dari Getah Tusam (Pinus merkusii) Asal Kalimantan Barat. Ditulis oleh Dahlian, E., dan Hartoyo ada Jurnal Info Hasil Hutan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. 4(1):38-39. Pada Jurnal tersebut disebutkan bahwa “Pinus merkusii merupakan satu-satunya jenis pinus yang tumbuh asli di Indonesia”

2. Berdasarkan the Gymnosperm Database yang dikeluarkan oleh Christopher J. Earle, sebaran Pinus silvestris adalah Albania, Andorra, Armenia, Austria, Azerbaijan, Belarus, Bosnia & Herzegovina, Bulgaria, China, Croatia, Czech Republic, Estonia, Finland, France, Georgia, Germany, Greece, Hungary, Italy, Kazakhstan, Latvia, Lithuania, Macedonia, Mongolia, Montenegro, Norway, Poland, Portugal, Romania, Russia, Serbia, Slovakia, Slovenia, Spain, Sweden, Switzerland, Turkey, Ukraine, and the United Kingdom. “Tidak terdapat Indonesia didalam daerah sebaran populasi Pinus silvestris.

Berdasarkan literature tersebut maka resiko spesies Pinus silvestris adalah dapat diabaikan atau Negligible Risk (NR).

Catatan hasil

(1) Diisi metode dan data yang digunakan untuk memitigasi resiko terjadinya penggunaan spesies bahan baku

mitigasi

kayu/produk kayu yang dipanen secara ilegal dan/atau diperdagangkan secara ilegal; dan (2) Dalam hal hasil analisis resiko merupakan spesies yang juga terdapat di Indonesia, diisi dengan metode dan data yang digunakan untuk memastikan bahwa spesies tersebut benar bukan berasal dari Indonesia.

Beberapa metode yang digunakan untuk melalukan mitigasi resiko terkait spesies adalah sebagai berikut: (1) Verifikasi kebenaran spesies yang di deklarasikan oleh pemasok melalui penelusuran pada informasi sertifikat;

(2) Verifikasi sebaran spesies melalui beberapa literature atau database.

Contoh hasil mitigasi resiko adalah sebagai berikut:

Hasil mitigasi resiko yang dilakukan terhadap jenis (spesies) adalah sebagai berikut:

1. Memastikan bahwa Pinus silvestris tidak tumbuh di Indonesia melalui dua literature yang kredibel dan dapat dipercaya;

2. Melakukan verifikasi daerah asal bahan baku dengan database dan hasil verifikasi telah menunjukan bahwa Finlandia merupakan habitat dari tumbuhnya Pinus silvestris.

Dengan demikian spesies Pinus silvestris dapat dilakukan mitigasi resiko sehingga hasil mitigasi baik (B)

Hasil Mitigasi

(1) Kriteria hasil mitigasi B adalah sebagai berikut: (a) Hasil analisa resiko NR dengan justifikasi dan hasil mitigasi yang tepat serta menguatkan; atau (b) Hasil analisa resiko SR tetapi hasil catatan mitigasi dapat menunjukan bahwa spesies tersebut benar tidak

berasal dari Indonesia. (2) Kriteria hasil mitigasi T adalah sebagai berikut: (a) Hasil analisa resiko NR namun tidak dapat didukung dengan justifikasi dan hasil mitigasi yang tepat serta

menguatkan; atau (b) Hasil analisa resiko SR; dan hasil catatan mitigasi tidak dapat menunjukan bahwa spesies tersebut tidak

berasal dari Indonesia.

“Hal yang perlu diperhatikan adalah apabila hasil mitigasi bernilai T maka rekomendasi impor untuk produk ini tidak dapat diberikan”. Berdasarkan contoh pada kolom analisa resiko dan catatan hasil mitigasi maka diperoleh hasil mitigasi B.

Lanjutan 2 Tabel 1. Data dan informasi terkait uji tuntas

Asal Panen

Negara Asal

Daerah Asal

Diisi negara asal panen dari spesies bahan baku Diisi nama daerah asal panen (negara bagian/provinsi) kayu/produk kayu dan turunannya yang akan diimpor. kayu bulat yang akan diekspor ke Indonesia. Dalam hal bahan baku/produk kayu berasal dari Kolom ini hanya wajib diisi apabila bahan baku recycle yang sudah tidak bisa ditentukan informasinya kayu/produk kayu dan turunannya yang akan diekspor maka kolom F diisi n/a ( not applicable).

ke Indonesia berupa kayu bulat atau log.

Analisa

(1) Diisi dengan „NR‟ beserta justifikasinya apabila di (1) Diisi dengan „NR‟ beserta justifikasinya apabila di

Resiko

negara tersebut terdapat distribusi atau populasi

negara bagian atau provinsi tersebut terdapat

spesies yang menjadi bahan baku kayu/produk

sebaran spesies tersebut; atau

kayu dan turunannya; atau

(2) Diisi dengan „SR‟ beserta justifikasinya apabila di

(2) Diisi dengan „SR‟ beserta justifikasinya apabila negara bagian atau provinsi tersebut tidak terdapat

spesies yang menjadi bahan baku kayu/produk

sebaran spesies tersebut.

kayu dan turunannya tidak tumbuh atau tidak terdapat di negara asal panen tersebut.

Importir dapat mengetahui sebaran populasi suatu spesies di suatu negara melalui berbagai macam sumber

Importir dapat mengetahui sebaran populasi suatu data seperti internet, buku dan jurnal ilmiah serta hasil spesies di suatu negara melalui berbagai macam risk assesment proses sertifikasi FSC. sumber data seperti internet, buku dan jurnal ilmiah Contoh analisa resiko terkait negara asal adalah sebagai serta hasil risk assesment proses sertifikasi FSC.

berikut:

Contoh analisa resiko terkait negara asal adalah Berdasarkan hasil verifikasi, diketahuti asal bahan baku sebagai berikut:

yang digunakan oleh industri X (eksportir) adalah dari Asal bahan baku yang digunakan oleh industri X Propinsi Hyvinkaa. Hal tersebut ditegaskan berdasarkan (eksportir) adalah dari Negara Finlandia. Hal tersebut bukti sebagai berikut: ditegaskan berdasarkan bukti sebagai berikut:

1. Hasil risk assessment proses sertifikasi CoC skema (1) Hasil risk assessment proses sertifikasi CoC skema

FSC PT X;

FSC PT X;

2. Surat pernyataan dari industri X;

(2) Surat pernyataan dari industri X;

3. Berdasarkan hasil uji silang atau verifikasi dengan (3) Berdasarkan hasil uji silang atau verifikasi dengan

literature yang ada di jurnal ilmiah dan the

literature yang ada di jurnal ilmiah dan the

Gymnosperm Database, bahwa sebaran spesies

Gymnosperm Database, bahwa sebaran spesies

Pinus silvestris tersebar di Finlandia.

Berdasarkan analisa tersebut maka resiko dari asal Berdasarkan analisa tersebut maka resiko dari asal daerah bahan baku adalah dapat diabaikan atau negara bahan baku adalah dapat diabaikan atau Negligible Risk (NR) karena negara Finlandia asal Negligible Risk (NR) karena negara Finlandia asal bahan baku tersebut terdapat populasi Pinus silvestris. bahan baku tersebut terdapat populasi Pinus silvestris.

Pinus silvestris tersebar di Finlandia.

Catatan hasil (1) Diisi metode dan data yang digunakan untuk (1) Diisi metode atau langkah-langkah yang harus

mitigasi

memitigasi resiko terjadinya importasi Produk

dilakukan dan data yang digunakan untuk melakukan

Kehutanan yang ditebang/dipanen secara ilegal

verifikasi mengenai kesesuaian asal spesies kayu

dan diperdagangkan secara ilegal dari segi

bulat yang akan diekspor ke Indonesia dengan

sebaran spesies tersebut pada tingkat negara bagian (2) Diisi hasil catatan mitigasi berdasarkan metode

negara asal panen/produsen; dan

atau provinsi; dan

dan data yang digunakan sehingga dapat (2) Diisi hasil catatan mitigasi berdasarkan metode dan disimpulkan hasil mitigasi dari segi negara asal

data yang digunakan sehingga dapat disimpulkan

panen/produsen dan dapat menguatkan hasil

bahwa pada negara bagian atau provinsi tersebut

analisa resiko.

terdapat spesies kayu bulat yang akan diekspor ke Indonesia.

Contoh catatan hasil mitigasi terkait negara asal

bahan baku yang digunakan oleh industri X adalah (1) Melakukan pengumpulan informasi mengenai asal sebagai berikut: bahan baku yang ditelusuri berdasarkan risk (1) Melakukan pengumpulan informasi mengenai asal assessment pada saat proses sertifikasi CoC FSC

bahan baku yang ditelusuri berdasarkan risk

assessment pada saat proses sertifikasi CoC FSC PT (2) Melakukan verifikasi lokasi asal bahan baku dengan

PT X;

X;

sebaran populasi dari spesies Pinus silvestris (2) Melakukan verifikasi lokasi daerah asal bahan baku berdasarkan database atau literature yang ada .

dengan sebaran populasi dari spesies Pinus silvestris Berdasarkan hasil verifikasi dalam rangka mitigasi

berdasarkan database atau literatur yang ada . resiko, spesies Pinus silvestris terdapat di negara Berdasarkan hasil verifikasi dalam rangka mitigasi resiko, Finlandia. spesies Pinus silvestris terdapat di propinsi Hyvinkaa.

Hasil Mitigasi (1) Kriteria hasil mitigasi B adalah sebagai berikut: (1) Kriteria hasil mitigasi B adalah sebagai berikut:

(a) Hasil analisa resiko NR dengan justifikasi dan

(a) Hasil analisa resiko NR dengan justifikasi dan

hasil mitigasi yang tepat; atau

hasil mitigasi yang tepat serta menguatkan; atau

(b) Hasil analisa resiko SR tetapi hasil catatan

(b) Hasil analisa resiko SR tetapi hasil catatan

mitigasi menunjukan hasil bahwa spesies

mitigasi menunjukan hasil bahwa terdapat

sebaran atau populasi dari spesies di negara

turunannya benar berasal dari negara asal

bagian atau propinsi tersebut dan memiliki

lisensi FLEGT atau lisensi Negara MRA atau (2) Kriteria hasil mitigasi T adalah sebagai berikut:

panen tersebut.

Pedoman Khusus Negara (CSG) skema sertifikasi

(a) Hasil analisa resiko NR namun tidak dapat

PHPL yang kredibel.

didukung dengan justifikasi dan hasil mitigasi (2) Kriteria hasil mitigasi T adalah sebagai berikut: yang tepat serta menguatkan; atau

(a) Hasil analisa resiko NR namun tidak dapat

(b) Hasil analisa resiko SR; dan hasil catatan

didukung dengan justifikasi dan hasil mitigasi

mitigasi tidak diisi atau langkah-langkah serta

yang tepat serta menguatkan; atau justifikasi yang disampaikan pada catatan Hasil analisa resiko SR; dan hasil catatan mitigasi tidak tidak tepat atau tidak sesuai sehingga tidak diisi atau langkah-langkah serta justifikasi yang dapat menunjukan bahwa spesies bahan disampaikan pada catatan tidak tepat atau tidak sesuai baku kayu/produk kayu dan turunannya sehingga tidak dapat menunjukan bahwa kayu bulat adalah benar berasal dari negara asal panen tersebut berasal dari negara asal panen tersebut. tersebut.

Contoh dari hasil mitigasi terkait negara asal panen Contoh dari hasil mitigasi terkait negara asal panen adalah sebagai berikut: adalah sebagai berikut:

Dengan mempertimbang hasil analisa resiko dan catatan Dengan mempertimbang hasil analisa resiko dan hasil mitigasi maka mitigasi resiko terkait daerah asal

Lanjutan 3 Tabel 1. Data dan informasi terkait uji tuntas

Asal Panen Konsesi/Pemilik

(G)

Uraian

Diisi sesuai dengan nama pemegang konsesi/pemilik asal panen (dapat berupa bukti kepemilikan), izin konsesi yang meliputi nomor dan masa berlaku serta penerbit bukti legalitas konsesi/pemilik asal kayu bulat yang akan diekspor ke Indonesia. Apabila asal kayu bulat dari private forest maka dapat diisi bukti kepemilikan dari pemilik private forest. Scan bukti legalitas wajib diupload.

Kolom ini wajib diisi apabila bahan baku kayu/produk kayu dan turunannya yang akan diekspor ke Indonesia berupa kayu bulat atau log.

Contoh uraian konsesi pemilik adala sebagai berikut: Kayu bulat yang diekspor ke Indonesia bersumber dari private forest dengan bukti legalitas berupa

register tanah pada otoritas pertanahaan di Provinsi Hyvinkaa.

Analisa

(1) Diisi dengan „NR‟ beserta justifikasinya apabila nama pemegang konsesi/pemilik asal panen, nomor

Resiko

dan masa berlaku serta penerbit bukti legalitas konsesi/pemilik asal kayu bulat yang akan diekspor ke Indonesia sesuai dan valid; atau

(2) Diisi dengan „SR‟ beserta justifikasinya apabila nama pemegang konsesi/pemilik asal panen, nomor dan masa berlaku serta penerbit bukti legalitas konsesi/pemilik asal bahan baku yang akan diekspor ke Indonesia tidak sesuai dan valid.

Contoh analisa resiko terkait konsesi/pemilik adalah sebagai berikut: Nama pemilik private forest terdapat pada laporan risk assesment hasil audit CoC sertifikat FSC, selain itu industri X sebagai pemilik sertifikat CoC dijamin legalitas asal bahan bakunya sesuai klausul FSC nomor 1.5.2 point a disebutkan bahwa “ The organization shall declare not be directly or indirectly involved in the following activities: (a) Illegal logging or the trade in illegal wood or forest products”. Dengan demikian resiko dari pemegang konsesi/pemilik dapat diabaikan atau Negligible Risk (NR).

Catatan Hasil (1) Diisi metode atau langkah-langkah yang harus dilakukan dan data yang digunakan untuk melakukan

Mitigasi

verifikasi kesesuaian dan validitas legalitas konsesi/pemilik asal kayu bulat yang akan diekspor ke Indonesia; dan

(2) Diisi hasil catatan mitigasi berdasarkan metode dan data yang digunakan sehingga dapat disimpulkan bahwa pada negara bagian atau provinsi tersebut terdapat spesies kayu bulat yang akan diekspor ke Indonesia.

Contoh analisa resiko terkait konsesi/pemilik adalah sebagai berikut:

Mitigasi yang dilakukan terhadap asal produsen adalah sebagai berikut (1) Melakukan verifikasi terhadap jaminan legalitas asal bahan baku yang dibuktikan dengan dimilikinya

sertifikat CoC; (2) Memastikan standard mengenai legalitas berada pada sertifikat CoC.

Hasil Mitigasi (1) Kriteria hasil mitigasi B adalah hasil analisa resiko NR dengan justifikasi dan hasil mitigasi yang

tepat dan menguatkan; atau (2) Kriteria hasil mitigasi T adalah sebagai berikut: (a) Hasil analisa resiko NR namun tidak dapat didukung dengan justifikasi dan hasil mitigasi yang

tepat serta menguatkan; atau (b) Hasil analisa resiko SR dan hasil catatan mitigasi resiko tidak diisi atau langkah-langkah serta justifikasi yang disampaikan pada catatan hasil mitigasi tidak tepat atau tidak sesuai sehingga tidak dapat menunjukan validitas dari legalitas konsesi/pemilik asal kayu bulat yang akan diekspor ke Indonesia

Dengan mempertimbang hasil analisa resiko dan catatan hasil mitigasi maka mitigasi resiko terkait konsesi atau pemilik adalah baik (B).

Lanjutan 4 Tabel 1. Data dan informasi terkait uji tuntas

Surat keterangan otoritas Negara asal

Sertifikat dari lembaga sertifikasi

panen atau Negara asal produk

Dapat diabaikan bila kolom I/J/K/L yang akan Dapat diabaikan bila kolom H/J/K/L yang akan diisi. diisi.

(1) Diisi nama skema sertifikasi, nomor, ruang (1) Diisi nomor dan tanggal surat keterangan

lingkup sertifikasi dan masa berlaku sertifikat

serta masa berlakunya dari otoritas negara

dari lembaga sertifikasi. Apabila yang akan

asal panen untuk kayu bulat dan asal

diekspor ke Indonesia adalah kayu bulat maka

produsen untuk selain kayu bulat serta

sertifikasi yang digunakan adalah sertifikasi

ruang lingkup dari surat keterangan. Dalam

pemegang konsesi atau sertifikasi pemilik lahan; hal bahan baku/produk kayu berasal dari (2) Diisi keterangan tentang indikator yang recycle, maka surat keterangan otoritas

digunakan skema tersebut terkait legalitas

dan/atau laporan LS (Lembaga Surveyor)

dan/atau kelestarian sumber bahan baku

yang mencantumkan keterangan tentang

(dalam bahasa Indonesia dan/atau bahasa

produk recycle; dan

Inggris); dan

(2) Scan keterangan dari otoritas Negara asal (3) Scan sertifikasi harus disertai.

panen atau Negara asal produk harus disertai.

Contoh uraian dari sertifikat dari lembaga sertifikasi

Contoh uraian dari surat keterangan otoritas Industri X telah memiliki sertifikat COC dari Lembaga negara asal panen atau negara asal produk Sertifikasi “A” dengan nomor sertifikat A-COC- adalah sebagai berikut:

830176. Ruang lingkup sertifikasi CoC adalah P2.4.1 Industri X telah memiliki surat keterangan dari Impregnated papers. Produk yang diimpor sesuai Kementerian

dan dengan ruang lingkup produk yang ada didalam Kehutanan nomor 001/MoAaF/2015 yang sertifikat. Masa berlaku sertifikat adalah dari tanggal menyatakan seluruh bahan baku Pinus bersumber

Lingkungan,

Pertanian

18 Desember 2013 sampai 17 Desember 2018. dari Private Forest dan legal.

Analisa

Tidak diisi

Tidak diisi

Resiko

Catatan hasil (1) Diisi metode atau langkah-langkah yang (1) Diisi metode atau langkah-langkah yang

mitigasi

dilakukan dan data yang digunakan untuk

dilakukan dan data yang digunakan untuk

melakukan verifikasi ruang lingkup surat

melakukan verifikasi ruang lingkup sertifikat dan

keterangan otoritas dan validitas surat

validitas sertifikat;

(2) Diisi hasil catatan mitigasi berdasarkan metode (2) Diisi hasil catatan mitigasi berdasarkan

keterangan legalitas otoritas; dan

dan data yang digunakan sehingga dapat

metode dan data yang digunakan sehingga

disimpulkan bahwa sertifikat telah mencakup

dapat disimpulkan bahwa surat keterangan

produk kayu yang akan diekspor ke Indonesia

dan valid.

yang akan diekspor ke Indonesia dan valid.

Contoh catatan hasil mitigasi sertifikat dari lembaga Contoh catatan hasil mitigasi dari surat sertifikasi adalah sebagai berikut: keterangan otoritas negara asal panen atau Validasi sertifikat CoC dari Industri X dapat dilihat negara asal produk adalah sebagai berikut:

pada website FSC.

Mitigasi yang dilakukan terhadap asal produsen adalah sebagai berikut (1) Melakukan verifikasi kebenaran fungsi dan

tugas dari otoritas; (2) Memastikan bahwa surat tersebut benar

dibuat dengan dilengkapi surat pernyataan dari industri X

Hasil Mitigasi Tidak diisi

Tidak diisi

Lanjutan 5 Tabel 1. Data dan informasi terkait uji tuntas

Pedoman Khusus Negara

MRA

FLEGT License

Dapat diabaikan bila kolom H/I/K/L Dapat diabaikan bila kolom H/I/J/L Dapat diabaikan bila kolom yang akan diisi.

H/I/J/K yang akan diisi. (1) Diisi nama diisi dokumen (1) Diisi dokumen negara penerbit Diisi nama negara penerbit lisensi

yang akan diisi.

lisensi MRA, nomor dan tanggal FLEGT

dan