Pengaruh Kualitas Pelayanan Jasa Perbankan Terhadap Kepuasan Nasbah pada Bank Sumut Cabang Pembantu Seribudolok

(1)

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1. Kualitas Pelayanan

2.1.1. Defenisi Kualitas

Menurut Tjiptono (1997:3), kualitas merupakan kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Sehingga defenisi kualitas pelayanan dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan penyampaiannya dalam mengimbangi harapan konsumen.

Konsep kualitas sering diangap sebagai ukuran relative kebaikan suatu produk atau jasa yang terdiri atas kualitas desain dan kualitas kesesuaian. Kualitas desain merupakan fungsi spesifikasi produk, sedangkan kualitas kesesuaian adalah suatu ukuran seberapa jauh suatu produk mampu memenuhi persyaratan atau spesifikasi kualtas yang talah ditetapkan. Dalam perspektif Total Quality Management, kualitas dipandang secara lebih luas, dimana tidak hanya aspek hasil saja yang ditekankan, melainkan juga meliputi proses, lingkungan dan manusia.

Banyak kriteria atau ukuran kualitas yang bervariasi dan cenderung terus dapat berubah sepanjang waktu, maka tidaklah mudah untuk mendefenisikan kualitas secara tepat. Namun demikian para ahli berpendapat bahwa kualitas secara konvensional menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk


(2)

Menurut Garvin, ada lima macam perspektif kualitas yang berkembang (Tjiptono, 2004) yaitu :

1. Transcendental approach

Dalam pendekatan ini kualitas dipandang sebagai innate excellence, dimana kualitas dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit didefenisika dan dioperasionalisasikan.

2. Product-based approach

Pendekatan ini menganggap bahwa kualitas merupakan karakteristik atau atribut yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur perbedaan. Perbedaan dalam kualitas mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa unsure atau atribut yang dimiliki produk.

3. User-based approach

Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, sehingga produk yang paling memuaskan preferensi seseorang merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. 4. Manufactaring-based approach

Perspektif ini bersifat supply-based dan terutama memperhatikan praktik-praktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefenisikan kualitas sebagai kesesuaian/sama dengan persyaratan. Dalam sector jasa, dapat dikatakan bahwa kualitasnya bersifat operations-driven.

5. Value-based approach

Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Dengan mempertimbangkan trade-off antara kinerja dan harga. Kualitas dalam


(3)

perspektif ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai.

2.1.2. Defenisi Pelayanan

Pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen/pelanggan (Ratminto & Winarsih,2005:2).

Pelayanan menurut Kasmir (2005:15) merupakan tindakan atau perbuatan seseorang atau organisasi untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan atau nasabah. Tidak dapat dipungkiri bahwa hampir semua jenis produk yang ditawarkan memerlukan pelayanan dari karyawan perusahaan. Hanya saja pelayanan yang diberikan terkadang berbentuk langsung dan tidak langsung. Untuk produk bank, dan lembaga keuangan lainnya (seperti asuransi, leasing, pegadaian, dan lain-lain) ada yang memerlukan pelayanan langsung seperti penyetoran uang tunai, pengajuan kredit atau pembelian produk lainnya. Dalam pelayanan tersebut ada yang memerlukan penjelasan, baik sekadarnya atau secara rinci. Namun ada juga produk bank yang tidak memerlukan pelayanan karyawan misalnya pelayanan yang diberikan oleh mesin ATM.

2.1.3. Kualitas Layanan

Lovelock dalam Purnama (2005:19) memberikan pengertian kualitas pelayanan sebagai tingkat kesempurnaan yang diharapkan dan pengendalian atas


(4)

Parasuraman et al. (1998) dalam Purnama (2005:19) merupakan perbandingan antara layanan yang dirasakan (persepsi) konsumen dengan kualitas layanan yang diharapkan konsumen. Jika kualitas layanan yang dirasakan sama atau merlebihi kualitas layanan yang diharapkan, maka dikatakan berkualitas dan memuaskan.

Gronross (1990) dalam Purnama (2005:20) menyatakan bahwa kualitas layanan meliputi :

1. Kualitas fungsi, yang menekankan bagaimana layanan dilaksanakan, terdiri dari: dimensi kontak dengan konsumen, sikap dan perilaku, hubungan internal, penampilan, kemudahan akses, dan service mindedness.

2. Kualitas teknis dengan kualitas output yang dirasakan konsumen, meliputi harga, ketepatan waktu, kecepatan layanan, dan estetika output.

3. Reputasi perusahaan, yang dicerminkan oleh citra perusahaan dan reputasi di mata konsumen.

Menurut Parasuraman, et al (1998) dalam Purnama (2005:22 menyajikan kualitas pelayanan dalam dimensi yang dikenal sebagai SERVQUAL , sebagai berikut :

1. Bukti Fisik (Tangible)

Dimensi pelayanan yang menitikberatkan pada elemen-elemen yang mewakili pelayanan secara fisik, berupa penampilan fasilitas fisik, peralatan dan berbagai materi komunikasi. Penampilan, sarana, dan prasarana fisik perusahaan serta keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa.


(5)

2. Kehandalan (Realibility)

Kemampuan untuk memberikan jasa sebagaimana yang dijanjikan dengan segera,akurat, dan memuaskan. Sesuai dengan harapan pelanggan berarti kinerja yang tepat waktu, pelayanan tanpa kesalahan, sikap simpatik, dan akurasi tinggi.

3. Daya Tanggap (Responsiveness)

Keinginan dari para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan cepat serta mendengar dan mengatasi keluhan yang diajukan pelanggan.

4. Jaminan (Asurance)

Mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf; bebas dari bahaya, risiko atau keraguan. Dimensi ini menitikberatkan pada perilaku personel jasa untuk perhatian terhadap pelanggan.

5. Empati (Emphaty)

Kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan.

2.1.4. Tingkatan Harapan Konsumen (Nasabah) terhadap Kualitas Layanan

Menurut Parasuraman, et al.(1993) dalam Purnama (2005:29) terdapat tiga harapan konsumen (nasabah) terhadap kualitas layanan yaitu:


(6)

1. Desired Service Ecpectation

Tingakatan layanan yang diharapkan akan diterima konsumen (nasabah). Tingkatan ini merupakan tingkatan tertinggi/maksimal layanan yang diharapkan akan diterima konsumen.

2. Predicated Service Ecpectation

Tingkatan layanan yang diprakirakan akan diterima konsumen. Tingkatan ini dibawah Desired Service Ecpectation.

3. Adequate Service Ecpectation

Tingkatan layanan yang akan diterima konsumen. Tingkatan ini merupakan tingkatan terendah dibawah Desired Service Ecpectation dan Predicated Service Ecpectation dan bersifat kompronis, setelah melihat proses layanan maupun situasi yang terjadi.

Desired Service Ecpectation dan Predicated Service Ecpectation didasarkan pada pengalaman masa lalu, informasi dari mulut ke mulut, dan janji yang disampaikan perusahaan, baik eksplisit maupun implisit. Predicated Service Ecpectation juga didasarkan pada persyaratan yang bersifat permanen/abadi (enduring service requirements) dan kebutuhan personal. Adequate Service Ecpectation didasarkan pada alternatif layanan personal, faktor situasi, dan layanan yang diprakirakan.


(7)

2.2. Jasa

2.2.1. Defenisi Jasa

Jasa adalah suatu aktivitas ekonomi yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain. Sering kali kegiatan yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu (time-based), dalam bentuk suatu kegiatan (performances) yang akan membawa hasil yang diinginkan kepada penerima, obyek, maupun asset-aset lainnya yang menjadi tanggung jawab dari pembeli. Sebagai pertukaran dari uang, waktu dan upaya, pelanggan jasa berharap akan mendapatkan nilai (value) dari suatu akses ke barang-barang, tenaga kerja, tenaga ahli, fasilitas, jejaring dan sistem tertentu, tetapi para pelanggan biasanya tidak akan mendapatkan hak milik dari unsur-unsur fisik yang terlibat dalam penyediaan jasa tersebut (Loverlock,Wirtz & Mussry, 2010:3).

Jasa meliputi berbagai macam aktivitas yang berbeda dan kompleks sehingga sulit untuk didefenisikan. Kata jasa (service), awalnya diasiosiasikan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pembantu (servant) untuk majikannya. Seiring dengan waktu, pengertiannya semakin luas, didalam kamus defenisinya adalan “suatu kegiatan yang bersifat melayani, membantu, dan melakukan hal yang bermanfaat bagi orang lain; perilaku yang ditujukan menjaga kesejahteraan dan keunggulan orang lain.

Jasa menurut Kotler (dalam Tjiptono, 2004:6) merupakan setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan


(8)

kepemilikan sesuatu. Produksi jasa bias berhubungan dengan produk fisik maupun tidak.

Penawaran suatu perusahaan kepada pasar biasanya mencakup beberapa jenis jasa. Komponen jasa ini dapat merupakan bagian kecil ataupun bagian utama/pokok dari keseluruhan penawaran tersebut. Pada kenyatannya, suatu penawaran dapat bervariasi dari dua kutub ekstrim, yaitu murni berupa barang pada satu sisi dan jasa murni pada sisi lainnya. Berdasarkan kriterian ini, penawaran suatu perusahaan dapat dibedakan menjadi lima kategori, yaitu :

1. Produk fisik murni

Penawaran semata-mata hanya terdiri atas produk fisik, misalnya sabun mandi, pasta gigi, atau sabun cuci, tanpa ada jasa atau pelayanan yang menyertai produk tersebut.

2. Produk fisik dengan jasa pendukung

Pada kategori ini penawaran terdiri atas suatu produk fisik yang disertai dengan satu atau beberapa jasa untuk meningkatkan daya tarik pada konsumennya. Misalnya produsen mobil harus memberikan penawaran yang jauh lebih banyak daripada hanya mobil saja, yaitu bisa meliputi jasa pengantaran, reparasi, pemasangan suku cadang, dan sebagainya. Dalam kategori ini jasa dapat pula didefenisikan sebagai kegiatan yang dilakukan perusahaan kepada pelanggan yang telah membeli produknya.

3. Hybrid


(9)

4. Jasa utama yang didukung dengan barang dan jasa minor

Penawaran terdiri atas suatu jasa pokok bersama-sama dengan jasa tambahan (pelengkap) dan/atau barang-barang pendukung. Contohnya penumpang pesawat yang membeli jasa transportasi. Selama menempuh perjalanan menuju tempat tujuannya, ada beberapa unsur produk fisik yang terlibat, seperti makanan dan minuman, majalah atau surat kabar yang disediakan, dan lain-lain. Jasa seperti ini memerlukan barang yang bersifat kapital intensif untuk realisasinya, tetapi penawaran utamanya adalah jasa.

5. Jasa murni

Penawaran hampir seluruhnya berupa jasa. Misalnya fisioterapi, konsultasi psikologi, pemijatan dan lain-lain.

2.2.2. Klasifikasi Jasa

Banyak pakar yang melakukan klasifikasi jasa, dimana masing-masing ahli menggunakan dasar pembedaan yang disesuaikan dengan sudut pandangnya masing-masing. Klasifikasi jasa dapat dilakukan berdasarkan tujuh kriteria (Lovelock 1987, dalam Tjiptono 2004:8), yaitu:

1. Segmen Pasar

Berdasarkan segmen pasar, jasa dapat dibedakan menjadi jasa kepada konsumen akhir (misalnya taksi, asuransi jiwa, dan pendidikan) dan jasa kepada konsumen organisasional (misalnya jasa akuntasi dan perpajakan, jasa konsultasi manajemen, dan jasa konsultasi hukum).


(10)

Kriteria ini berhubunan dengan tingkat keterlibatan produk fisik dengan konsumen. Berdasarkan kritera ini, jasa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:

a. Rented goods service, dalam jenis ini konsumen menyewa dan menggunakan produk-produk tertentu berdasarkan tarif tertentu selama jangka waktu tertentu. Contohnya penyewaan mobil, villa, apartemen dan lain-lain.

b. Owned goods service, produk-produk yang dimiliki konsumen direparasi, dikembangkan atau ditingkatkan unjuk kerjanya, atau dipelihara/dirawat oleh perusahaan jasa. Jenis jasa ini juga mencakup perubahan bentuk pada produk yang dimiliki konsumen. Contohnya jasa reparasi.

c. Non-good service, karakteristik khusus pada jenis ini adalah jasa personal bersifat intangible (tidak berbentuk produk fisik) ditawarkan kepada para pelanggan. Contohnya supir, dosen, tutor, pemandu wisata dan lain-lain.

3. Keterampilan penyedia jasa

Berdasarkan tingkat keterampilan penyedia jasa, jasa terdiri atas professional service dan nonprofessional service. Pada jasa yang memerlukan keterampilan tinggi dalam proses operasinya, pelanggan cenderung sangat selektif dalam memilih penyedia jasa.

4. Tujuan organisasi jasa

Berdasarkan tujuann organisasi, jasa dapat dibagi menjadi commercial service atau profit service (misalnya penerbangan, bank, dan jasa parsel)


(11)

dan nonprofit service (misalnya sekolah, yayasan sana bantuan, panti asuhan, panti wreda, perpustakaan, dan museum).

5. Regulasi

Dari aspek regulasi, jasa dapat dibagi menjadi regulated service (misalnya pialang, angkutan umum, dan perbankan) dan nonregulated service (seperti makelar, katering,dan pengecatan umum).

6. Tingkat intensitas karyawan

Berdasarkan tingkat intensitas karyawan (keterlibatan tenaga kerja), jasa dapat dikelompokan menjadi dua macam, yaitu equipment based service (seperti cuci mobil otomatis, jasa sambungan telopon jarak jauh, ATM, dan binatu) dan people based service (seperti pelatih sepak bola, satpam, jasa akuntansi, konsultasi manajemen, dan konsultasi hukum).

7. Tingkat kontak penyedia jasa dan pelanggan

Berdasarkan tingkat kontak , secara umum jasa dapat dibagi menjadi high contact service (seperti universitas, bank, dokter dan pegadaian) dan low contact service (misalnya bioskop).

2.2.3. Karakteristik Jasa

Ada empat karakteristik pokok pada jasa yang membedakannya dengan barang. Keempat karakteristik tersebut meliputi:

1. Intangibility

Jasa bersifat intangible, artinya tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, dicium, atau didengar sebelum dibeli. Konsep intingable ini sendiri memiliki dua pengertian (Berry dalam Tjiptono,2004:6) yaitu:


(12)

a. Sesuatu yang tidak dapat disentuh dan tidak dapat dirasa

b. Sesuatu yang tidak mudah didefenisikan, diformulasikan, atau dipahami secara rohaniah.

Seseorang tidak dapat menilai hasil dari jasa sebelum ia menikmatinya sendiri. Bila pelanggan membeli jasa, maka ia hanya menggunakan, memanfaatkan, atau menyewa jasa tersebut. Pelanggan tersebut tidak memiliki jasa yang dibelinya. Oleh karena itu untuk mengurangi ketidakpastian, para pelanggan memperhatikan tanda-tanda atau bukti kualitas jasa tersebut.

2. Insperability

Suatu jasa tidak dapat dipisahkan dari sumber pemberinya. Pemberian jasa kehadiran pemberi jasa, baik berupa alat atau manusia. Jadi produksi dan konsumsi terjadi bersama-sama dengan pemberian jasa.

3. Variability

Jasa bersifat sangant variabel karena merupakan nonstandardized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut dihasilkan.

4. Perishability

Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Kondisi tersebut tidak akan menjadi masalah jika permintaannya konstan. Tetapi kenyataannya permintaan pelanggan akan jasa umumnya sangat bervariasi dan dipengaruhi faktor musiman, misalnya permintaan akan jasa transportasi antarkota akan melonjak menjelang lebaran, natal dan tahun


(13)

baru; permintaan akan jasa-jasa rekreasi dan hiburan meningkat selama musim liburan, dan sebagainya.

2.3. Kepuasan Pelanggan (Nasabah)

2.3.1. Defenisi Kepuasan Pelanggan (Nasabah)

Banyak pakar yang memberikan defenisi mengenai kepuasan pelanggan. Day (dalam Tse dan Wilton, 1998) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian/diskonfirmasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakainnya. Engel, et al (1990) mengungkapkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan pelanggan. Sedangkan Kotler (1994) mendefenisikan kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya.


(14)

Gambar 2.1

Konsep kepuasan Pelangaan

Sumber : Tjiptono, Fandy (1995), Strategi Pemasaran, Yogyakarta: Penerbit Andi Offset,p.28.

2.3.2. Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Ada beberapa metode yang dapat dipergunakan setiap perusahaan untuk mengukur dan memantau kepuasan pelanggannya (juga pelanggan perusahaan pesaing). Kotler (1994) mengemukakan 4 metode untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu:

Tujuan Perusahaan

PRODUK

Nilai Produk bagi Pelanggan

Kebutuhan dan Keinginan Pelanggan

Harapan Pelanggan terhadap Produk

Tingkat Kepuasan Pelanggan


(15)

1. Sistem Keluhan dan Saran

Setiap perusahaan yang berorientasi pada pelanggan (costumer oriented) perlu memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan mereka. Media yang biasa digunakan meliputi kotak saran yang diletakkan ditempat-tempat strategis, menyediakan kartu komentar, menyediakan saluran telepon khusus dan lain-lain. Informasi yang diperoleh melalui metode ini dapat memberika ide-ide baru dan masukan yang berharga kepada perusahaan, sehingga memungkinnya untuk memberikan respon secara cepat dan tanggap terhadap setiap masalah yang timbul.

2. Survai Kepuasan Pelanggan

Melalui survai, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan sekaligus juga memberikan tanda positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya. Pengukuran kepuasan melalui metode ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya:

a. Directly reported satisfaction

Pengukuran dilakukan secara langsung melalui pertanyaan seperti “ungkapkan seberapa puas saudara terhadap pelayanan PT.XXX pada skala berikut : sangat puas, tidak puas, netral, sangat tidak puas.

b. Direved dissatisfaction

Pertanyaan diajukan menyangkut dua hal utama, yakni besarnya harapan pelanggan terhadap atribut tertentu dan besarnya kinerja yang mereka rasakan.


(16)

c. Problem analysis

Pelanggan yang dijadikan responden diminta untuk mengunkapkan dua hal pokok utama. Pertama, masalah-masalah mereka hadapi berkaitan dengan penawaran dari perusahaan. Kedua, saran-saran untuk perbaikan.

d. Importance-performance analysis

Dalam teknik ini, responden diminta untuk meranking berbagai elemen dari penawaran berdasarkan derajat pentingnya setiap elemen tersebut. Selain itu responden diminta meranking seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen/atribut tersebut.

3. Ghost Shopping

Metode ini dilakukan dengan cara mempekerjakan beberapa orang untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan/pembeli potensial produk perusahaan dan pesaing. Para Ghost Shopper juga dapat mengamati atau menilai cara perusahaan dan pesaingnya menjawab pertanyaan pelanggan dan menangani setiap keluhan.

4. Lost Costumer analysis

Perusahaan berusaha menghubungi para pelanggannya yang telah berhenti membeli atau yang telah beralih pemasok, sehingga memperoleh

2.3.3. Harapan dan Kepuasan Pelanggan (Nasabah)

Harapan pelanggan dibentuk dan didasarkan oleh beberapa faktor, diantaranya pengalaman berbelanja di masa lampau, opini teman dan kerabat, serta informasi dan janji-janji perusahaan dan para pesaingd (Kotler dan Armstrog, 1994). Faktor-faktor tersebutlah yang menyebabkan harapan seseorang


(17)

biasa-biasa saja atau sangat kompleks. Ada beberapa penyebab utama tidak terpenuhinya harapan pelanggan yaitu : pelanggan keliru mengkomunikasikan jasa yang diinginkan, pelanggan keliru menafsirkan signal (harga, positioning, dll), miskomunikasi rekomendasi mulut ke mulut, kinerja karyawan perusahaan jasa yang buruk, miskomunikasi penyediaan jasa oleh pesaing.

2.3.4. Strategi Kepuasan Pelanggan (Nasabah)

Upaya mewujudkan kepuasan pelanggan total bukanlah hal yang mudah. Mudie dan Cottam (1993) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan total tidak mungkin tercapai, sekalipun hanya untuk sementara waktu. Namun upaya perbaikan atau penyempurnaaan kepuasan dapat dilakukan dengan berbagai strategi. Pada prinsipnya strategi kepuasan pelanggan akan menyebabkan para pesaing harus bekerja keras dan memerlukan biaya tinggi dalam usahanya merebut pelanggan suatu perusahaan. Kepuasan pelanggan merupakan strategi panjang yang membutuhkan komitmen, baik menyangkut dana maupun sumberdaya manusia. Ada beberapa strategi yang dapat dipadukan untuk meraih dan meningkatkan kepuasan pelanggan, diantaranya (Tjiptono,1996:160):

1. Relationship Marketing

Dalam strategi ini, hubungan transaksi antara penyedia jasa dan pelanggan berkelanjutan, tidak berakhir setelah penjualan selesai. Dengan kata lain, dijalin suatu kemitraan jangka panjang dengan pelanggan secara terus-menerus sehingga diharapkan dapat terjadi bisnis ulangan (repeat business).


(18)

2. Strategi Superior Costumer Service

Perusahaan menerapkan strategi ini berusaha menawarkan pelayanan yang lebih unggul daripada para pesaingnya. Untuk mewujudkan dibutuhkan dana yang besar, kemampuan sumber daya manusia dan usaha gigih. Melalui pelayanan yang lebih unggul, perusahaan yang bersangkutan dapat membebankan harga yang lebih tinggi pada jasanya.

3. Strategi Unconditional Guarantess / Extraordinary Guarantess

Untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, perusahaan jasa dapat mengembangkan augmented service terhadap core servicenya, dengan merancang garansi tertentu atau dengan memberikan pelayanan punajual baik. Pelayanan purnajual ini harus menyediakan media yang efisien dan efektif untuk menangani keluhan. Strategi unconditional guarantees berintikan komitmen untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan yang pada gilirannya akan menjadi sumber dinamisme penyempurnaan kualitas jasa dan kinerja perusahaan. Selain itu juga akan meningkatkan motivasi para karyawan untuk mencapai tingkat kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya.

4. Strategi Penanganan Keluhan Yang Efektif

Penanganan keluhan yang baik memberikan peluang untuk mengubah seorang pelanggan yang tidak puas menjadi pelanggan yang puas (atau bahkan pelanggan abadi). Manfaat lainnya adalah (Muddie dan Cottam, 1993):

a. Penyedia jasa memperoleh kesempatan lagi untuk memperbaiki hubungannya dengan pelanggan yang kecewa.


(19)

b. Penyedia jasa bisa terhindar dari publisitas negatif.

c. Penyedia jasa akan mengetahui sumber masalah operasinya.

d. Penyedia jasa akan mengetahui aspek-aspek yang perlu dibenahi dalam pelayanan saat ini.

e. Karyawan dapat termotivasi untuk memberikan pelayanan yang berkualitas baik.

5. Strategi Peningkatan Kinerja Perusahaan

Berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan antara lain:

a. Menyempurnakan proses dan produk (jasa) melalui upaya perbaikan berkesinambungan dan patok duga.

b. Apabila perusahaan membutuhkan perubahaan dan pembenahan yang bersifat fundamental, dramatis, dan radikal, maka perusahaan peru menerapkan business process Reengineering.

c. Melakukan pemantauan dan pengukuran kepuasan pelanggan secara berkesinambungan.

d. Memberikan pendidikan dan pelatihan menyangkut komunikasi, salesminship, dan public relation kepada setiap jajaran manajemen dan karyawan.

e. Sistem penilaian kinerja, penghargaan, dan promosi karyawan didasarkan atas kontribusi mereka dalam usaha peningkatan kualitas, penciptaan costumer value dan costumer satisfaction secara berkelanjutan.


(20)

f. Membentuk tim-tim kerja lintas fungsional, sehingga diharapkan wawasan dan pengalaman karyawan semakin besar, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kemampuannya dalam melayani pelanggan.

g. Memberdayakan karyawan sehingga mereka dapat mengambil keputusan tertentu yang berkaitan dengan tugasnya.

2.4. Hubungan Kualitas Pelayanan dengan Kepuasan Pelanggan

Kualitas pelayanan memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan pelanggan. Kualitas pelayanan memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan pelanggan serta kebutuhan mereka. Dengan demikian perusahaan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dimana perusahaan memaksimumkan pengalaman pelanggan yang menyenangkan dan meminimumkan atau meniadakan pengalaman pelanggan yang kurang menyenangkan. Pada gilirannya kepuasan pelanggan dapat menciptakan kesetiaan atau loyalitas pelanggan kepada perusahaan yang memberikan kualitas pelayanan memuaskan.

2.5. Kerangka Konseptual

Menurut Juliandi dan Irfan (2013:114) kerangka konseptual merupakan penjelasan ilmiah mengenai preposisi antarkonsep / antar konstruk atau pertautan / hubungan antarvariabel penelitian. Kerangka konseptual dari penelitian ini adalah pengaruh dari Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Nasabah .Dengan variabel yang akan diteliti yaitu kualitas pelayanan berupa wujud fisik (X1), kualitas


(21)

Kehandalan Wujud fisik

Daya Tanggap Kepuasan Nasabah

Jaminan

Empati

pelayanan berupa kehandalan (X2), kualitas pelayanan berupa daya tanggap (X3), kualitas pelayanan berupa jaminan (X4), kualitas pelayanan berupa empati (X5), sebagai variabel bebas (X) ,Kepuasan Nasabah (Y) sebagai variabel terikat.

Berdasarkan kerangka konseptual diatas, maka dapat digambarkan lebih lanjut sebagai berikut:

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual


(1)

c. Problem analysis

Pelanggan yang dijadikan responden diminta untuk mengunkapkan dua hal pokok utama. Pertama, masalah-masalah mereka hadapi berkaitan dengan penawaran dari perusahaan. Kedua, saran-saran untuk perbaikan.

d. Importance-performance analysis

Dalam teknik ini, responden diminta untuk meranking berbagai elemen dari penawaran berdasarkan derajat pentingnya setiap elemen tersebut. Selain itu responden diminta meranking seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen/atribut tersebut.

3. Ghost Shopping

Metode ini dilakukan dengan cara mempekerjakan beberapa orang untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan/pembeli potensial produk perusahaan dan pesaing. Para Ghost Shopper juga dapat mengamati atau menilai cara perusahaan dan pesaingnya menjawab pertanyaan pelanggan dan menangani setiap keluhan.

4. Lost Costumer analysis

Perusahaan berusaha menghubungi para pelanggannya yang telah berhenti membeli atau yang telah beralih pemasok, sehingga memperoleh

2.3.3. Harapan dan Kepuasan Pelanggan (Nasabah)

Harapan pelanggan dibentuk dan didasarkan oleh beberapa faktor, diantaranya pengalaman berbelanja di masa lampau, opini teman dan kerabat,


(2)

biasa-biasa saja atau sangat kompleks. Ada beberapa penyebab utama tidak terpenuhinya harapan pelanggan yaitu : pelanggan keliru mengkomunikasikan jasa yang diinginkan, pelanggan keliru menafsirkan signal (harga, positioning, dll), miskomunikasi rekomendasi mulut ke mulut, kinerja karyawan perusahaan jasa yang buruk, miskomunikasi penyediaan jasa oleh pesaing.

2.3.4. Strategi Kepuasan Pelanggan (Nasabah)

Upaya mewujudkan kepuasan pelanggan total bukanlah hal yang mudah. Mudie dan Cottam (1993) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan total tidak mungkin tercapai, sekalipun hanya untuk sementara waktu. Namun upaya perbaikan atau penyempurnaaan kepuasan dapat dilakukan dengan berbagai strategi. Pada prinsipnya strategi kepuasan pelanggan akan menyebabkan para pesaing harus bekerja keras dan memerlukan biaya tinggi dalam usahanya merebut pelanggan suatu perusahaan. Kepuasan pelanggan merupakan strategi panjang yang membutuhkan komitmen, baik menyangkut dana maupun sumberdaya manusia. Ada beberapa strategi yang dapat dipadukan untuk meraih dan meningkatkan kepuasan pelanggan, diantaranya (Tjiptono,1996:160):

1. Relationship Marketing

Dalam strategi ini, hubungan transaksi antara penyedia jasa dan pelanggan berkelanjutan, tidak berakhir setelah penjualan selesai. Dengan kata lain, dijalin suatu kemitraan jangka panjang dengan pelanggan secara terus-menerus sehingga diharapkan dapat terjadi bisnis ulangan (repeat business).


(3)

2. Strategi Superior Costumer Service

Perusahaan menerapkan strategi ini berusaha menawarkan pelayanan yang lebih unggul daripada para pesaingnya. Untuk mewujudkan dibutuhkan dana yang besar, kemampuan sumber daya manusia dan usaha gigih. Melalui pelayanan yang lebih unggul, perusahaan yang bersangkutan dapat membebankan harga yang lebih tinggi pada jasanya.

3. Strategi Unconditional Guarantess / Extraordinary Guarantess

Untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, perusahaan jasa dapat mengembangkan augmented service terhadap core servicenya, dengan merancang garansi tertentu atau dengan memberikan pelayanan punajual baik. Pelayanan purnajual ini harus menyediakan media yang efisien dan efektif untuk menangani keluhan. Strategi unconditional guarantees berintikan komitmen untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan yang pada gilirannya akan menjadi sumber dinamisme penyempurnaan kualitas jasa dan kinerja perusahaan. Selain itu juga akan meningkatkan motivasi para karyawan untuk mencapai tingkat kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya.

4. Strategi Penanganan Keluhan Yang Efektif

Penanganan keluhan yang baik memberikan peluang untuk mengubah seorang pelanggan yang tidak puas menjadi pelanggan yang puas (atau bahkan pelanggan abadi). Manfaat lainnya adalah (Muddie dan Cottam, 1993):


(4)

b. Penyedia jasa bisa terhindar dari publisitas negatif.

c. Penyedia jasa akan mengetahui sumber masalah operasinya.

d. Penyedia jasa akan mengetahui aspek-aspek yang perlu dibenahi dalam pelayanan saat ini.

e. Karyawan dapat termotivasi untuk memberikan pelayanan yang berkualitas baik.

5. Strategi Peningkatan Kinerja Perusahaan

Berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan antara lain:

a. Menyempurnakan proses dan produk (jasa) melalui upaya perbaikan berkesinambungan dan patok duga.

b. Apabila perusahaan membutuhkan perubahaan dan pembenahan yang bersifat fundamental, dramatis, dan radikal, maka perusahaan peru menerapkan business process Reengineering.

c. Melakukan pemantauan dan pengukuran kepuasan pelanggan secara berkesinambungan.

d. Memberikan pendidikan dan pelatihan menyangkut komunikasi, salesminship, dan publicrelation kepada setiap jajaran manajemen dan karyawan.

e. Sistem penilaian kinerja, penghargaan, dan promosi karyawan didasarkan atas kontribusi mereka dalam usaha peningkatan kualitas, penciptaan costumer value dan costumer satisfaction secara berkelanjutan.


(5)

f. Membentuk tim-tim kerja lintas fungsional, sehingga diharapkan wawasan dan pengalaman karyawan semakin besar, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kemampuannya dalam melayani pelanggan.

g. Memberdayakan karyawan sehingga mereka dapat mengambil keputusan tertentu yang berkaitan dengan tugasnya.

2.4. Hubungan Kualitas Pelayanan dengan Kepuasan Pelanggan

Kualitas pelayanan memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan pelanggan. Kualitas pelayanan memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan pelanggan serta kebutuhan mereka. Dengan demikian perusahaan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dimana perusahaan memaksimumkan pengalaman pelanggan yang menyenangkan dan meminimumkan atau meniadakan pengalaman pelanggan yang kurang menyenangkan. Pada gilirannya kepuasan pelanggan dapat menciptakan kesetiaan atau loyalitas pelanggan kepada perusahaan yang memberikan kualitas pelayanan memuaskan.

2.5. Kerangka Konseptual

Menurut Juliandi dan Irfan (2013:114) kerangka konseptual merupakan penjelasan ilmiah mengenai preposisi antarkonsep / antar konstruk atau pertautan / hubungan antarvariabel penelitian. Kerangka konseptual dari penelitian ini adalah pengaruh dari Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Nasabah .Dengan variabel


(6)

Kehandalan Wujud fisik

Daya Tanggap Kepuasan Nasabah

Jaminan

Empati

pelayanan berupa kehandalan (X2), kualitas pelayanan berupa daya tanggap (X3), kualitas pelayanan berupa jaminan (X4), kualitas pelayanan berupa empati (X5), sebagai variabel bebas (X) ,Kepuasan Nasabah (Y) sebagai variabel terikat.

Berdasarkan kerangka konseptual diatas, maka dapat digambarkan lebih lanjut sebagai berikut:

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual