Imobilisasi Sel Saccharomyces Cerevisiae Menggunakan Alginat- Kitosan Dan Uji Stabilitasnya Untuk Produksi Etanol Dari Molase Secara Fermentasi Batch

15

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Etanol merupakan salah satu sumber energi alternatif yang dapat dijadikan sebagai energi
alternatif dari bahan bakar nabati (BBN). Etanol mempunyai beberapa kelebihan dari pada
bahan bakar lain seperti premium antara lain sifat etanol yang dapat diperbaharui,
menghasilkan gas buangan yang ramah lingkungan karena gas CO2 yang dihasilkan rendah
(Jeon, 2007).

Molase adalah sirup yang mengandung glukosa dan fruktosa yang sangat sulit
untuk dikristalkan. Molase merupakan produk limbah dari industri gula dimana produk ini
masih banyak mengandung gula dan asam – asam organik, sehingga merupakan bahan
baku yang sangat baik untuk dijadikan sebagai bahan baku pembuatan etanol ataupun
industri etanol. Bahan ini merupakan produk samping dari industri gula pasir dengan
kandungan gula dari molase terutama sukrosa berkisar 40-55%


(http://whfoods.com,

2008).

Proses produksi etanol dapat dilakukan dengan cara fermentasi. Teknik fermentasi
batch konvensional yang biasa dilakukan adalah dengan cara mencampurkan ragi yang
mengandung sel Saccharomyces cerevisiae dengan substrat yang mengandung glukosa.
Teknik ini memiliki beberapa kelebihan yaitu proses yang sederhana, pengontrolan reaksi
yang mudah dan hasil yang dihasilkan relatif tinggi dikarenakan massa kritis dari sel lebih
cepat terjadi. Namun teknik ini memiliki beberapa kelemahan antara lain sulitnya proses

Universitas Sumatera Utara

16

isolasi produk hasil fermentasi dan juga sel yang digunakan tidak dapat diperoleh kembali
sehingga ragi yang digunakan hanya dapat digunakan sekali saja. Teknik ini juga memiliki
kekurangan antara lain sel yang digunakan dapat rusak dan mati diakibatkan oleh faktor
inhibisi dari produk hasil fermentasi yaitu etanol. Etanol merupakan senyawa yang dapat
memecah dinding sel dari sel Saccharomyces cerevisiae sehingga ketersediaan etanol

dengan kapasitas tertentu dapat menyebabkan kematian sel Saccharomyces cerevisiae
semakin cepat. Kadar etanol yang dapat ditoleransi oleh sel

sebesar 14%. Sel

Saccharomyces cerevisiae bebas juga tidak dapat mentoleransi dari perubahan lingkungan
seperti pH dan suhu dari lingkungan media fermentasinya.

Untuk dapat mengatasi masalah diatas maka dilakukan suatu teknik imobilisasi sel
dengan metode penjebakan dalam mikrokapsul, dimana sel Saccharomyces cerevisiae yang
digunakan dibatasi pergerakannya dalam suatu matrix dengan tidak mengurangi daya
aktifitas dari sel tersebut, namun dapat meningkatkan daya aktivitasnya dan melindungi
sel tersebut dari perubahan lingkungan. Keunggulan dari teknik imobilisasi yaitu dapat
meningkatkan produktivitas volumetrik , meningkatkan konsentrasi produk dalam proses
fermentasi, mampu menurunkan konsentrasi substrat (Goksungur et al,

2001) dan

membuat proses pemisahan produk lebih mudah dikarenakan sel yang digunakan tidak
larut dalam media fermentasi.


Salah satu metode yang sangat umum dalam teknik imobilisasi sel adalah
mikrokapsul. Metode ini didasarkan pada penjebakan sel di dalam suatu bead yang terdiri
dari senyawa makromolekul ionotropik yang dapat membetuk gel jika bereaksi dengan
suatu kation multivalen. Metode ini dapat dilakukan dengan cara mencampurkan sel
dengan sebuah polimer anionik (makromolekul ionotropik) dan kemudian diikatsilangkan
dengan kation multivalen untuk membentuk suatu struktur yang dapat menjebak sel.
Adapun contoh zat pembawa yang dapat digunakan untuk menjebak sel adalah alginat
(Smidsrod and Skjakbraek, 1990). Alginat merupakan matrix imobilisasi yang paling baik,
dikarenakan oleh beberapa alasan antara lain : efisien dalam penggunaan, mudah
digunakan, dapat dimodifikasi, dan tidak bersifat toksik.

Universitas Sumatera Utara

17

Firman Sebayang (2006) telah melakukan penelitian tentang Pembuatan etanol dari
molase secara fermentasi menggunakan sel Saccharomyces cerevisiae yang terimobilisasi
pada kalsium alginat. Sel yang terimobil hanya terjebak pada satu lapisan (single layer)
dari matrix, cara ini memiliki kelemahan yaitu ketidakmampuan sel dalam menahan

pergerakan pertumbuhan sel yang terjadi di dalam bead. Hal ini disebabkan sel yang
dijebak dapat memperbanyak diri didalam bead. Akibatnya sel yang dijebak dengan
lapisan single kalsium alginat cenderung akan bocor dan sel akan terlepas dari dalam
mikrokapsul.

Untuk dapat mengatasi hal diatas, bead dari kalsium alginat harus dilapisi kembali
dengan suatu lapisan luar yang tidak mengandung sel sehingga bead yang dihasilkan dapat
terlapisi oleh dua lapisan (Yokotsuka et al, 1997). Penambahan lapisan dari bead dapat
meningkatkan kestabilan dari bead sehingga dapat efisiensi penggunaan bead dapat
meningkat. Salah satu lapisan yang dapat digunakan untuk melapisi bead Ca-Alginat-sel
adalah kitosan. Hal ini didasarkan pada kemampuan dari kitosan yang memiliki gugus
positif amino untuk mengisi kenegatifan dari gugus asam karboksil dari alginat secara
ikatan ionik sehingga membentuk suatu kompleks polielektrolit (Takahashi et al, 1990).
Atas dasar diatas, maka kitosan dapat digunakan sebagai lapisan kedua dari bead kalsium
alginat yang menjebak sel Saccharomyces cerevisiae.

Liouni (2007) telah melakukan penelitian tentang uji fisik dari sel Saccharomyces
cerevisiae terimobil alginat-kitosan tersebut tanpa membahas uji kimia dan aspek etanol
yang dihasilkan serta tidak membahas efisiensi dari penggunaan bead yang digunakan.
Atas dasar tersebut penulis ingin mencoba untuk melakukan sebuah penelitian tentang

imobilisasi sel Saccharomyces cerevisiae menggunakan kalsium alginat-kitosan dalam
produksi etanol dari molase secara fermentasi batch dimana akan dilihat kadar etanol yang
dihasilkan dari tiap fermentasi. Penelitian ini juga mengukur efisiensi penggunaan bead
dalam proses fermentasi molase tersebut dengan mengukur perulangan penggunaan dari

Universitas Sumatera Utara

18

bead dalam proses fermentasi serta pengaruh kerusakan permukaan bead terhadap kadar
etanol yang dihasilkan.
Pengujian kadar etanol dilakukan dengan menggunakan kromatografi gas. Hal ini
didasarkan pada sifat fisik dari etanol yang mudah menguap. Kromatografi gas merupakan
teknik kromatografi yang digunakan untuk memisahkan senyawa organik yang mudah
menguap (Mardoni et al, 2007). Pengujian stabilitas bead dilakukan dengan melihat
permukaan dari bead pada awal dan setiap akhir fermentasi menggunakan mikroskop
cahaya dan juga diuji menggunakan uji tekanan osmosis. Pengujian ini didasarkan untuk
mengetahui bagaimana pengaruh fermentasi dan lapisan kitosan dalam melapisi dan
meningkatkan sifat fisik dari bead terhadap laju difusi substrat dan produk dari dan ke
dalam bead, pengaruh ion perusak kestabilan bead dan faktor inhibisi dari etanol.

Pengujian interaksi antara sel S. cerevisiae, Ca-alginat dan kitosan dilakukan dengan
mikroskop cahaya dan fourier transform infra red (FT-IR). Penggunaan mikroskop dapat
digunakan untuk melihat secara langsung lapisan dari kitosan dan alginat yang menyusun
dari bead. Penggunaan FT-IR bertujuan untuk melihat apakah terdapat spektrum senyawa
kitosan dan alginat yang menyusun dari sel imobil, terdapatnya spektrum tersebut menjadi
landasan bahwa telah terlapisi ca-alginat-sel dengan kitosan.

1.2 Permasalahan

1.

Bagaimana stabilitas sel Saccharomyces cerevisiae terimobil jika digunakan pada
produksi etanol dari molase secara fermentasi batch?

2.

Bagaimana jumlah produk etanol yang diperoleh menggunakan sel terimobil serta
pengaruh kerusakan permukaan bead terhadap etanol yang dihasilkan?

Universitas Sumatera Utara


19

1.3 Pembatasan masalah

Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi pada:
1. Sel Saccharomyces cerevisiae yang digunakan adalah sel yang telah diisolasi dari
ragi roti saf-instan yang dijual di pasar sore Padang bulan
2. Molase yang digunakan adalah molase Black Strap
3. Molase yang digunakan memiliki kadar % gula reduksi sebesar 35.585% kemudian
diencerkan hingga 14.295% dimana kadar gula reduksinya diuji menggunakan
penentuan gula reduksi metode lane-eynon
4. Natrium alginat yang digunakan memiliki konsentrasi 3 %
5. Kitosan yang digunakan memiliki konsentrasi 1 %
6. Buffer yang digunakan adalah buffer sitrat 0,1 M dengan pH 4.0
7. Suhu fermentasi dilakukan pada suhu 30oC
8. Waktu fermentasi yang digunakan adalah 48 jam
9. Jumlah (g) bead yang dipergunakan dalam fermentasi adalah 150 g
10. Jumlah (ml) media fermentasi yang digunakan adalah 150 ml
11. Etanol yang dianalisis kadarnya adalah etanol yang dipisahkan dengan media

fermentasi menggunakan alat rotarievaporator.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui stabilitas sel Saccharomyces cerevisiae terimobil jika digunakan
pada produksi etanol dari molase secara fermentasi batch
2. Untuk mengetahui jumlah produk etanol yang diperoleh menggunakan sel terimobil
serta pengaruh kerusakan permukaan bead terhadap etanol yang dihasilkan

Universitas Sumatera Utara

20

1.5 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian diharapkan

sel Saccharomyces cerevisiae terimobil dapat

dimanfaatkan pada industri etanol maupun dalam pengolahan limbah molase (tetes tebu)

dari pabrik gula tebu sehingga dapat menghasilkan etanol yang maksimal dangan
penggunaan biomassa yang lebih efektif

1.6 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia FMIPA-USU, Laboratorium Kultur
Jaringan FMIPA USU dan Laboratorium Terpadu USU.

1.7 Metodologi Penelitian

1. Penelitian ini adalah eksperimen yang dilakukan di laboratorium. , dimana
dilakukan isolasi sel Saccharomyces cereviceae dari ragi roti saf-instan dengan
teknik cawan sebar kemudian dikembangkan dalam medium cair YPG (Yeast
Peptone Glucose). Sel pada medium cair kemudian dijadikan starter sel. Sel
Saccharomyces cerevisiae yang sudah murni diimobilisasi menggunakan alginat –
kitosan dengan teknik mikrokapsul dengan menggunakan jarum suntik (syringe)
sehingga menghasilkan bead, bead yang merupakan sel yang telah diimobilisasi
tersebut di cuci mengggunakan NaCl 0,9% sebanyak 3 kali. bead yang telah dicuci
selanjutnya digunakan sebagai biomassa dalam fermentasi dari molase. Pengujian
substrat hasil fermentasi dilakukan untuk mengetahui kadar etanol yang dihasilkan,


Universitas Sumatera Utara

21

selanjutnya bead dicuci kembali menggunakan akuades sebanyak 3 kali dan
digunakan dalam fermentasi berikutnya hingga diperoleh jumlah etanol yang
menurun secara signifikan atau memiliki konsentrasi yang sama dengan fermentasi
menggunakan sel bebas. Setiap selesai fermentasi dilakukan uji kerusakan
permukaan bead menggunakan mikroskop cahaya. Bead yang dihasilkan juga
dianalisa interaksi antara penyusunnya menggunakan mikroskop cahaya. Pengujian
stabilitas bead dilakukan dengan melihat permukaan dari bead pada awal dan setiap
akhir fermentasi menggunakan mikroskop cahaya dan juga diuji menggunakan uji
tekanan osmosis.

Adapun variabel – variabel dalam penelitian adalah:
1.

Variabel bebas adalah variabel yang mempunyai pengaruh terhadap jumlah etanol
yang terbentuk yaitu :


2.

-

Stabilitas dan bentuk permukaan dari mikrokapsul yang terbentuk

-

Konsentrasi glukosa dari molase

Variabel terikat adalah variabel yang terukur terhadap perubahan perlakuan. Dalam
penelitian ini yang menjadi variabel terikat yaitu :
-

Jumlah etanol yang terbentuk

-

Efisiensi penggunaan sel Saccharomyces cerevisiae yang terimobilisasi
(bead) dalam fermentasi

3.

Konsentrasi glukosa dari molase tiap akhir fermentasi

Variabel tetap adalah variabel yang dibuat tetap sehingga tidak menyebabkan
terjadinya perubahan variabel terikat. Dalam penelitian ini variabel tetap adalah :
-

Konsentrasi alginat

-

Konsentrasi kitosan

-

Konsentrasi CaCl2

-

Waktu fermentasi

-

pH dan suhu fermentasi

-

Jumlah (g) bead yang digunakan tiap fermentasi

Universitas Sumatera Utara