S PAUD 1004403 Chapter3

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Pendekatan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan pendekatan penelitian yang mengungkap situasi sosial tertentu dengan mendeskripsikan kenyataan secara benar, dibentuk oleh kata-kata berdasarkan pengumpulan data dan analisis data yang relevan yang diperoleh dari suatu situasi alamiah (Satori dan Komariah, 2010, hlm. 25). Dalam penelitian kualitatif masalah yang yang diangkat masih bersifat remang-remang, kompleks dan dinamis. Masalah masih bersifat sementara, tentatif dan akan berkembang seiring proses penelitian berlangsung ke lapangan (Sugiyono, 2012, hlm. 283). Tujuan penelitian untuk memecahkan berbagai persoalan, dengan melakukan penelitian dalam setting alamiah, mengumpulkan informasi yang lebih situasional dan mengenalkan kembali penenemuan sebagai sebuah elemen penelitian (Guba dan Lincoln, 2009, hlm. 136).

Peneliti memiliki pandangan bahwa masalah persepsi orang tua terhadap pendidikan seksual untuk anak usia dini masih belum jelas, kompleks dan dinamis. Sehingga peneliti bermaksud untuk menggali dan memahami lebih dalam tentang hal ini dari situasi sosial yang terjadi. Berdasarkan pertimbangan tersebut, peneliti memandang bahwa metode penelitian kualitatif dipandang yang paling tepat untuk digunakan dalam penelitian ini.

B. Desain Penelitian

Dalam melakukan penelitian mengenai persepsi orang tua terhadap pendidikan seksual untuk anak usia dini, peneliti menggunakan pendekatan studi kasus untuk memperoleh gambaran menyeluruh dan pemahaman yang terbaik mengenai tema tersebut, sebagaimana diungkapkan Creswell (2013) studi kasus disusun untuk memahami isu khusus, masalah, atau perhatian terhadap sesuatu


(2)

dari kasus atau berbagai kasus yang ditentukan untuk memperoleh pemahaman terbaik (present an in-depth understanding). Stake (2009) juga menyatakan studi kasus ditempuh oleh peneliti yang ingin lebih memahami sebuah kasus tertentu dan hal ini tergolong studi kasus intrinsik.

Pendekatan studi kasus ini digunakan oleh peneliti dilatarbelakangi karena begitu maraknya berbagai kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak di masyarakat kita, dalam hal ini peneliti berargumen bahwa maraknya kekerasan seksual terhadap anak dikarenakan minimnya pendidikan seksual yang diberikan kepada anak, sehingga pengetahuan anak tentang penjagaan dirinyapun menjadi minim, untuk itulah peneliti tertarik untuk menggali lebih dalam mengenai pendidikan seksual untuk anak khususnya mengenai persepsi orang tua terkait hal tersebut. Sebagaimana diungkapkan Fenno dalam Sarosa (2012, hlm. 114) bahwa pemilihan studi kasus diawali dengan menemukan kasus yang menarik, dalam hal ini kedekatan peneliti; pengetahuan peneliti yang mendalam; dan ketertarikan peneliti terhadap suatu kasus merupakan kriteria pemilihan yang baik.

Studi kasus digunakan untuk meneliti kejadian atau fenomena kontemporer secara mendalam dan dalam konteks dunia nyata dimasa kini/ kontemporer (Myers dalam Sarosa, 2012; Yin, 2014). Fokus utama studi kasus adalah menjawab permasalahan penelitian yang dimulai dengan kata tanya bagaimana atau mengapa (Sarosa, 2012; Yin, 2014), dan dalam hal ini fokus peneliti berusaha mencari jawaban atas permasalahan pendidikan seksual untuk anak usia dini yang dihadapi orang tua, baik itu dari sisi persepsi, praktik maupun tantangan pendidikan seksual anak itu sendiri.

C. Penjelasan Istilah

Penjelasan istilah pada penelitian ini antara lain: 1. Persepsi

Persepsi orang tua yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan cara pandang, pemahaman, dan pemikiran orang tua mengenai pendidikan seksual untuk anak usia dini.


(3)

Pendidikan seksual yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses pendidikan yang diberikan untuk membuat anak memahami bagian tubuh dirinya dan memahami bagaimana menjaga serta melindungi bagian tubuh dirinya.

D. Subjek dan Lokasi Penelitian

Penentuan pemilihan subjek penelitian dilakukan dengan cara purposive sampling yakni teknik pengambilan sumber data dengan pertimbangan peneliti (Sugiyono, 2012, hlm. 300). Dalam hal ini sampel sumber data penelitian yang dipilih peneliti merupakan orang tua yang memiliki anak usia dini. Peneliti memilih orang tua yang memungkinkan untuk di observasi maupun diwawancarai atau dimintai informasi dengan mempertimbangkan kemungkinan dari segi waktu, kesempatan, biaya, jarak dan lain sebagainya.

Sarosa (2012) mengungkapkan bahwa seorang peneliti perlu memahami prinsip etik utama dalam penelitian kualitatif yakni menghormati dan melindungi para partisipan yang terlibat dalam penelitian. Oleh karenanya peneliti merasa bertanggung jawab untuk menjaga kepercayaan responden, menghargai dan menghormati hak responden terkait kerahasiaan identitasnya, baik itu dari nama, alamat maupun keterangan lain yang di pandang pribadi.

Keseluruhan nama responden yang tercantum dalam penelitian ini merupakan nama samaran dengan hanya mengambil inisial nama sebenarnya. Adapun seluruh rangkaian proses penelitian ini dilakukan di Bandung. Berikut gambaran data dari subjek penelitian dalam penelitian ini antara lain:

a. Ibu Anita Fitriana, berusia 26 tahun, memiliki dua orang putri yakni Rara yang berusia 7 tahun dan Nena yang berusia 4 tahun, serta Yuna bayi yang baru berusia 3 bulan. Ibu Anita dan keluarga berdomisili di Bandung.

b. Ibu Efa Novita, berusia 34 tahun, memiliki satu orang putri (Fia) berusia 10,9 tahun serta tiga orang putra yang masing-masing (Giza) berusia 8,6 tahun; (Zaki) yang berusia 5,5 tahun serta bayi Fatah yang baru berusia 10 bulan. Ibu Eva dan keluarga berdomisili di Bandung.


(4)

Informasi Singkat Tentang Responden

1. Responden 1

Responden 1 yang terlibat dalam penelitian ini sebagaimana disebutkan dalam BAB III menggunakan nama samaran yang diambil dari inisial nama responden, untuk responden 1 selanjutnya disebut Ibu Anita Fitriana. Ibu Anita berusia 26 tahun, merupakan anak kedua dari dua bersaudara, berdomisili di Bandung dan merupakan seorang ibu rumah tangga dengan tiga anak yang seluruhnya berjenis kelamin perempuan. Anak pertama berusia tujuh tahun (Rara) kelas satu, bersekolah di Sekolah Dasar Islam Terpadu; anak kedua (Nena) berusia 4 tahun dan bersekolah di Taman Kanak-kanak umum pada kelompok Play Group, sedangkan anak ke tiga (Yuna) bayi yang masih berusia 3 bulan.

Ibu Anita pernah mengenyam pendidikan di sebuah universitas di Bandung, mengambil jurusan Administrasi Sekretaris. Pada awalnya ibu mengajukan cuti dari perkuliahan yang dijalani namun karena kondisi berkeluarga dan memiliki anak, pada akhirnya tidak melanjutkan kuliah dan hanya mengikuti perkuliahan hingga semester 2.

Kini kesibukan ibu lebih banyak dihabiskan untuk mengurus keluarga, mendampingi anak-anak dan suami.Suami ibu Anita bekerja sebagai wirausahawan, sehingga memiliki keleluasaan atau kebebasan waktu yang lebih untuk mendampingi keluarga, dalam kondisi tertentu suami dapat membantu ibu terutama dalam hal menjaga dan mendampingi anak-anak. Kemudahan lain yang dimiliki ibu yakni adanya pembantu rumah tangga di rumah, yang membantu segala macam pekerjaan rumah termasuk dalam hal mendampingi anak-anak.

Kemudahan yang dimiliki ibu tersebut, membuat ibu masih memiliki waktu untuk bersosialisasi dengan teman-temannya.Kondisi ini juga dimanfaatkan ibu untuk melakukan hal yang positif diantaranya teratur mengikuti kegiatan mengaji bersama teman, serta berusaha aktif mengikuti berbagai program kegiatan dari sekolah anak baik berupa kegiatan parenting ataupun kegiatan insidental sekolah lainnya yang melibatkan orang tua.


(5)

2. Responden 2

Responden 2 juga menggunakan nama samaran yang diambil dari inisial namanya, selanjutnya di panggil ibu Efa Novita. Ibu Efa berusia 34 tahun dan berdomisili di Bandung, serta telah dikaruniai empat orang anak. Jenis kelamin dan usia anak cukup beragam, anak pertama (Fia) berusia 10,9 tahun, berjenis kelamin perempuan, bersekolah kelas lima di sebuah Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT); anak kedua (Giza) laki-laki berusia 8,6 tahun, kelas 3 Sekolah Dasar yang juga bersekolah di SDIT namun berbeda sekolah dari sang kakak. Sementara anak ke tiga (Zaki) berusia 5,5 tahun bersekolah di Taman Kanak-kanak Islam pada kelompok B; dan yang terakhir batita laki-laki (Fatah) yang masih berusia 10 bulan.

Keberagaman jenis kelamin anak dan usia antar anak ini memberikan kelebihan tersendiri bagi peneliti, yakni gambaran proses pola asuh secara umum dan pendidikan seksual yang diberikan ibu menjadi sangat beragam. Peneliti memperoleh gambaran bagaimana ibu memberikan pendidikan seksual pada bayi, pada anak usia Taman Kanak-kanak, pada anak usia Sekolah Dasar serta pada anak yang mulai memasuki masa pubertas.

Ibu Efa merupakan seorang ibu rumah tangga, kondisi suami yang karena pekerjaannya mengharuskan lebih banyak berada di luar kota dan tidak setiap hari pulang ke rumah, membuat ibu lebih banyak mendampingi, memberikan waktu serta perhatiannya bagi ke empat anaknya. Pada akhirnya proses mendidik anak dalam kesehariannya lebih banyak peran ibu dibandingkan ayah. Kehadiran ayah umumnya pada akhir pekan dan hari libur, sehingga akhir pekan dapat dikatakan sebagai hari bersama ayah.

Latar belakang pendidikan ibu Efa cukup dekat dengan dunia pendidikan.Pernah mengambil pendidikan di jurusan Psikologi Pendidikan pada sebuah universitas di Bandung. Namun senada dengan kondisi responden 1, karena faktor berkeluarga dan memiliki beberapa anak dalam waktu yang berdekatan membuat ibu kesulitan untuk kembali melanjutkan studi. Pada akhirnya ibu belum sempat menuntaskan studinya dan hanya sampai pada


(6)

semester 7. Meski ditengah kesibukan mengurus ke empat anaknya, ibu secara teratur mengikuti kegiatan parenting maupun mengaji bersama rekan yang lain.

Proses pengambilan data dilakukan selama kurang lebih selama tiga bulan, terhitung dari akhir bulan Juli – Oktober 2015, sedangkan proses analisis data dilakukan bersamaan dengan dimulainya pengambilan data dari lapangan.

Dalam penelitian ini, peneliti sebagai instrumen utama, namun setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka dikembangkan instrumen penelitian sederhana (Sugiyono, 2012, hlm 307). Dalam hal ini peneliti menyusun instrumen penelitian sederhana berupa panduan wawancara. Panduan wawancara yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan dari rumusan masalah dan tujuan yang ingin dicapai dari penelitian.

Panduan wawancara yang digunakan antara lain sebagai berikut: 1. Apakah ibu memiliki putra atau putri? Berapa usia mereka?

2. Apakah ibu menyimak berita seputar kekerasan seksual yang terjadi terhadap anak akhir-akhir ini? Bagaimana tanggapan ibu?

3. Menurut ibu, perlukah anak diberikan bekal pendidikan seksual? a. Jika perlu, alasannya?

b. Jika tidak perlu, alasannya?

4. Sudahkah ibu memberikan bekal pendidikan seksual untuk anak? Bagaimana ibu melakukannya?

5. Tantangan atau kendala apa saja yang ibu hadapi dalam memberikan pendidikan seksual untuk anak?

6. Seandainya pendidikan seksual ini diberikan oleh pihak sekolah atau pihak lain yang terkait, menurut ibu pendidikan seksual seperti apa yang harus diberikan pada anak usia dini?

Untuk responden 1 yakni Ibu Anita Fitriana, peneliti telah melakukan wawancara sebanyak tiga kali pertemuan untuk memperoleh data yang dipandang cukup. Untuk setiap proses wawancara, rata-rata dilakukan selama 30-50 menit untuk setiap kali wawancara. Seluruh proses wawancara dilakukan di kediaman Ibu Anita Fitriana, hal ini dilakukan dengan pertimbangan memberikan kemudahan bagi responden dalam mengatur peran sebagai narasumber dan sekaligus memudahkannya mengurus bayi yang baru dilahirkan. Proses


(7)

wawancara yang dilakukan dirumah responden tersebut juga memberikan kemudahan atau keuntungan bagi peneliti. Peneliti sekaligus melakukan observasi sehingga memperoleh informasi pendukung tentang bagaimana peran orang tua dalam memberikan pendidikan seksual bagi anaknya.

Jumlah wawancara yang dilakukan dengan responden 2 yakni Ibu Efa Novita berbeda dari responden 1 yaitu hanya sebanyak dua kali pertemuan wawancara. Hal ini dilatarbelakangi oleh pertimbangan peneliti bahwa melalui dua kali pertemuan wawancara tersebut data yang dihasilkan dipandang sudah mencukupi. Wawancara pertama dilakukan selama 1 jam 25 menit, berlangsung dikediaman orang tua dari responden 2, sementara wawancara kedua dilakukan selama 1 jam 35 menit, berlangsung di kediaman Ibu Efa Novita sendiri. Tidak jauh berbeda dari proses yang dilakukan dengan responden 1, melalui proses pengumpulan data di kediaman Ibu Efa Novita ini, peneliti dapat sekaligus melakukan observasi yang informasinya dapat menunjang kelengkapan data wawancara.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian dalam penelitian kualitatif merupakan peneliti itu sendiri, Sugiyono (2012, hlm. 306) menyatakan

“peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan dari sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya.”

Dengan memanfaatkan manusia sebagai alat (human instrument) lebih memungkinkan adanya penyesuaian terhadap kenyataan-kenyataan yang ada dilapangan dan berhubungan langsung dengan responden atau objek lainnya sehingga dapat memahami kaitan kenyataan-kenyataan dilapangan (Basrowi dan Suwandi, 2008, hlm.26).

F. Teknik Pengumpulan Data 1. Wawancara


(8)

Menurut Sugiyono (2012, hlm. 309) bahwa dalam penelitian kualitatif pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperanserta (participan observation), wawancara mendalam (in depth interview) dan dokumentasi.

Peneliti mengumpulkan data dengan bersumber dari orang tua langsung yang memiliki anak usia dini, dengan melakukan wawancara. Stainback dalam Sugiyono (2012, hlm. 318) mengemukakan bahwa dengan wawancara, peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi.

Lebih spesifik jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara semiterstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara dimintai pendapat, dan ide-idenya (Sugiyono, 2012; Satori dan Komariah, 2010). Sehingga peneliti dapat menggali pandangan dari orang tua sedalam dan seluas mungkin perihal persepsi mereka terkait pendidikan seksual untuk anak usia dini.

2. Observasi

Selain wawancara, peneliti juga melakukan observasi langsung ke rumah atau tempat tinggal dari subjek penelitian. Dari proses observasi ini peneliti memperoleh informasi lebih atau informasi tambahan dari subjek penelitian baik itu berupa gambaran kondisi tempat tinggal, suasana lingkungan rumah, interaksi yang tersaji antar anggota keluarga, dan lain sebagainya yang sekiranya turut mempengaruhi partisipan dalam memberikan pendidikan seksual terhadap anaknya. Hal ini senada seperti yang diungkapkan Yin (2012, hlm. 114) “observational evidence is often useful in providing additional information about the topic being studied”.

Dalam melakukan pengamatan peneliti tidak menggunakan instrumen yang telah baku namun hanya berupa rambu-rambu pengamatan, dan jenis ini


(9)

tergolong observasi tidak terstruktur (Sugiyono, 2012, hlm.313). Dari proses observasi ini pula peneliti dapat memperoleh beberapa manfaat seperti yang dikemukakan Patton dalam Nasution (1988), bahwa dengan observasi peneliti dapat menemukan hal-hal diluar persepsi responden, sehingga peneliti memperoleh gambaran yang lebih komprehensif (Sugiyono, 2012, hlm.314). Dalam hal ini sebagai contoh peneliti memperoleh gambaran data bahwa interaksi, dan hubungan yang terbangun antara orang tua dan anak tidak hanya diperoleh dari ungkapan wawancara ibu namun juga tersaji secara langsung dihadapan peneliti ketika proses pengambilan data berlangsung, dimana hubungan orang tua dan anak ini juga turut mempengaruhi proses pendidikan seksual yang diberikan orang tua. Dengan demikian peneliti dengan observasi kualitatif tidak dibatasi oleh kategori pengukuran namun bebas meneliti konsep dan kategori yang memberi makna pada subjek penelitian (Adler & Adler, 2009, hlm. 524).

G. Teknik Analisis Data

1. Analisis Data Grounded Theory

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama dilapangan dan setelah selesai di lapangan (Sugiyono, 2012, hlm. 336). Namun dalam penelitian kualitatif ini, analisis data difokuskan selama proses dilapangan bersamaan dengan pengambilan data. Teknik analisis data yang digunakan adalah pendekatan grounded theory. Dengan mengadaptasi pendekatan grounded theory peneliti dapat secara langsung mengatur, mempersingkat kumpulan data dan lebih dari pada itu dapat membangun analisis original dari data yang dimiliki (Creswell, 2006), atau dengan kata lain bertolak dari fakta, dan dari fakta tanpa teori dikembangkan untuk mewujudkan suatu teori (Nazir, 2003).

2. Langkah-langkah Analisis Data a. Melakukan Proses Coding

Setelah memperoleh data audio wawancara dengan responden, hal yang dilakukan oleh peneliti adalah melakukan transkrip dari data audio ke dalam bentuk data tertulis. Kemudian tahap selanjutnya adalah melakukan analisis data


(10)

dengan strategi analisis data grounded theory, tahap pertama yakni dengan melakukan proses coding. Proses coding adalah proses memberikan nama atau label pada setiap segmen data sehingga menggambarkan segmen data tersebut tentang apa (Charmaz, 2006). Proses coding bertujuan untuk menyaring data, menyortir dan memberikan pegangan dalam membuat perbandingan dengan bagian data yang lain (Charmaz, 2006, hlm. 3). Contoh proses coding yang peneliti lakukan dapat dilihat pada tabel seperti berikut ini:

Tabel 3.1 Contoh Proses Coding

P : kalo gitu sama saya dilanjutin ya bun..iya kan dari pembicaraan dulu bunda kan sudah melakukan beberapa hal dalam memberikan pendidikan seksual..kira-kira kalo kendala atau tantangannya apa bun?

R : apa ya..ya itulah anak-anaknya gitu paling suka kepo

(ingin tahu)..suka susah jawab sayanya teh kan gimana gitu..

P : kalo pertanyaan teteh yang paling buat bunda gak bisa jawab ada gak bun?

R : apa ya..o paling dulu teh gini..”ibu kalo udah nikah langsung punya dede kan ya?, itu teh gimana?” katanya teh.

 Kesulitan ibu menjawab

pertanyaan anak.

 Anak bertanya tentang reproduksi.

b. Melakukan Focus Coding

Tahap selanjutnya yang dilakukan yakni tahap focus coding.

Membandingkan data dengan data dapat membantu menyaring data yang cukup besar, dan dari data-data tersebut kita membuat kategorisasi data (Charmaz, 2006). Dari sekitar 355 kode data yang dihasilkan, kemudian peneliti mengelompokkannya ke dalam beberapa kategori sehingga dari data-data tersebut


(11)

diperoleh 3 tema besar dan 12 subtema, seluruh hasil data focus coding tersebut terlampir.

H. Validitas dan Reliabilitas Data

Validitas merupakan derajad ketepatan antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan oleh peneliti (Sugiyono, 2012, hlm. 363). Sementara reliabilitas berkenaan dengan derajad konsistensi dan stabilitas data dan temuan (Sugiyono, 2012, hlm. 364).

Validasi dalam penelitian kualitatif merupakan suatu usaha untuk menilai akurasi temuan seperti yang digambarkan oleh peneliti dan partisipan (Creswell, 2013, hlm 249). Dalam penelitian kualitatif data yang dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara apa yang dilaporkan peneliti dengan apa yang terjadi pada objek yang diteliti. Namun perlu diketahui bahwa kebenaran realitas data menurut peneliti kualitatif tidak bersifat tunggal, namun jamak dan tergantung pada kemampuan peneliti mengkonstruksi fenomena yang diamati, serta dibentuk dalam diri seorang sebagai hasil proses mental tiap individu dengan berbagai latar belakangnya (Sugiyono, 2012, hlm. 365).

Yang membedakan kekuatan validasi penelitian kualitatif karena beberapa hal yakni, waktu yang cukup luas yang dihabiskan di lapangan, deskripsi yang terperinci dan kedekatan peneliti dengan partisipan dalam penelitian merupakan nilai-nilai yang dapat menambah nilai akurasi penelitian (Creswell, 2013, hlm 250).

Proses validitas dan reliabilitas yang dilakukan peneliti yakni dengan triangulasi data dan refleksivitas. Triangulasi data merupakan proses dimana peneliti menggunakan beragam sumber, metode, penyelidikan dan juga beragam teori untuk menguatkan bukti (Creswell, 2006).


(12)

Refleksivitas lebih mengacu pada bagaimana sebuah hasil penelitian di pengaruhi oleh personil atau peneliti selama melakukan proses penelitian, pengaruh ini dapat ditemukan pada setiap tahap penelitian mulai dari pemilihan topik awal penelitian hingga pelaporan hasil akhir penelitian (Davies, 2008, hlm. 4).

Peneliti harus refleksif, dengan kata lain berusaha untuk memahami nilai-nilai yang dianut dan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya serta bagaimana hal tersebut mempengaruhi cara mereka memahami apa yang mereka teliti (Mulyana, 2009, hlm. 176).

Berikut ini peneliti merefleksikan proses penelitian yang dilakukan terutama pada tahap-tahap yang dipandang memberikan pengaruh terhadap penelitian ini:

Keputusan pemilihan tema penelitian seputar pendidikan seksual untuk anak yang dilakukan oleh peneliti karena dilatarbelakangi oleh kedekatan peneliti dengan dunia pendidikan anak usia dini serta ketertarikan peneliti untuk menggali lebih luas dan mendalam bagaimana sesungguhnya pendidikan seksual untuk anak tersebut. Semasa menjalani perkuliahan, peneliti mempelajari juga tentang hak-hak dasar anak. Peneliti memperoleh pemahaman bahwa anak itu bukanlah sosok mungil yang dimiliki oleh orang dewasa sehingga mereka bisa medapatkan perlakuan seperti apapun, namun lebih dari pada itu anak merupakan sosok yang unik, memiliki peran prosfektif di masa mendatang, serta memiliki hak-hak dasar yang perlu dihargai oleh siapapun termasuk orang tua atau orang dewasa disekitarnya. Namun kondisi yang berkembang saat ini sangat berbeda dari yang seharusnya, begitu seringnya informasi yang diperoleh tentang kekerasan seksual anak maupun bentuk kekerasan anak lainnya, membuat peneliti merasa prihatin karena peneliti memahami hal tersebut dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak itu sendiri. Selain itu beragam pendapat seputar pendidikan seksual tentang apa yang boleh atau tidak boleh, tentang mana yang baik atau kurang baik dilakukan dalam pendidikan seksual turut mendorong peneliti untuk memperdalam kajian mengenai hal ini melalui penelitian skripsi yang dilakukan.


(13)

Latar belakang lain yang peneliti miliki adalah pengalaman emosional peneliti seputar kekerasan seksual anak yang terjadi pada orang yang dikenal. Berita kekerasan seksual terhadap anak bukan lagi hanya sebuah berita, ketika hal tersebut terjadi pada anak yang kita kenal dan sayangi. Peneliti seperti turut larut dan turut merasakan bagaimana beratnya menghadapi situasi yang sungguh tidak pernah terduga tersebut. Orang tua korban merasakan tekanan yang luar biasa berat dan tidak mudah menerima kenyataan yang terjadi begitu juga anak sebagai korban juga menunjukkan perubahan perilaku sebagai akibat dari peristiwa yang telah dialaminya. Pengalaman emosional ini sedikit banyak juga turut mempengaruhi peneliti untuk memfokuskan kajian pada pendidikan seksual untuk anak.

Pemahaman yang diperoleh peneliti sebelum menyusun karya ilmiah ini adalah bahwa ketika seseorang hendak meneliti sesuatu maka pikirkan terlebih dahulu tujuan yang ingin dicapai atau manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian tersebut. Sehingga hal tersebut dapat memberi arahan pada seluruh proses penelitian yang dilakukan. Peneliti berharap melalui kajian tentang pendidikan seksual anak usia dini ini dapat memberikan sumbangsih pada perkembangan ilmu pengetahuan seputar pendidikan untuk anak, serta lebih spesifik lagi memberikan penyadaran kepada banyak pihak untuk lebih memperhatikan keberlangsungan hidup anak dan keselamatan anak dari berbagai ancaman keselamatan yang mungkin terjadi, yang mana salah satunya melalui pendidikan seksual untuk anak ini.

Sejak tahap awal memulai penulisan karya ilmiah ini, peneliti kembali menjalani proses belajar tentang bagaimana merancang sebuah penelitian yang baik sehingga diharapkan hasil yang diperoleh juga baik. Salah satu proses yang cukup berkesan adalah bagaimana peneliti memilih, memperbandingkan serta mempertimbangkan metode penelitian serta desain penelitian yang dipandang paling tepat untuk digunakan. Proses ini benar-benar merupakan hal yang tidak mudah untuk peneliti, terlebih karena peneliti sangat menyadari begitu kurangnya pemahaman serta ilmu yang dimiliki peneliti. Namun di sisi lain ini menjadi tantangan tersendiri bagi peneliti, untuk mencoba menggali ilmu lebih dalam lagi


(14)

seputar metode dan desain penelitian yang digunakan. Pada akhirnya seiring proses menggali ilmu, belajar memahami, bimbingan serta arahan dosen, peneliti memutuskan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menggunakan desain penelitian studi kasus.

Terkait proses penelitian yang dilakukan terhadap para partisipan, peneliti pada dasarnya memperoleh sedikit kemudahan terutama untuk menjelaskan berbagai informasi seputar penelitian yang dilakukan, selain itu partisipan juga cukup terbuka, hal ini dikarenakan peneliti telah mengenal partisipan sebelumnya, sehingga telah terlebih dahulu terjalin kedekatan dan rasa saling percaya. Partisipan merasa nyaman dengan penyamaran identitasnya sebagai responden baik dari nama yang hanya mengambil inisialnya saja maupun alamat yang disebutkan secara umum saja. Partisipan bersedia untuk mempublikasikan seluruh hasil wawancara, hal ini memberikan keleluasaan pada peneliti untuk menggali seluas dan sedalam mungkin berbagai informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini, peneliti juga memandang bahwa kesediaan partisipan mempublikasikan seluruh hasil wawancara tersebut sebagai bentuk kepercayaan mereka terhadap peniliti, oleh karenanya menjadi tanggung jawab peneliti untuk melindungi dan menghormati kepentingan partisipan terutama terkait kerahasiaan identitasnya.

Tahap selanjutnya yang peneliti rasakan cukup menguras energi yakni pada proses pengolahan data. Dimulai dari mengubah data audio menjadi data teks untuk kemudian data teks tersebut di beri kode-kode yang sesuai merupakan sebuah pengalaman baru bagi peneliti. Proses ini peneliti rasakan sangat tidak mudah, karena membutuhkan analisis yang berulang-ulang, sehingga tidak heran seiring proses membaca data teks yang berulang-ulang tersebut, maka sesering itu pulalah peneliti membandingkan, menemukan perbedaan atau persamaan, mereduksi hingga merevisi kode-kode data tersebut agar menghasilkan kode data yang tepat.


(15)

Penelitian ini berfokus pada persepsi orangtua terhadap pendidikan seksual untuk anak usia dini. Peneliti sangat menyadari bahwa bagi masyarakat terutama orangtua sangat mungkin topik yang diangkat merupakan topik yang sifatnya cukup pribadi dan sensitif untuk diteliti, sehingga hal ini memungkinkan munculnya berbagai macam isu kode etik, pada satu sisi bagi peneliti tema ini merupakan tema yang sangat menarik untuk diteliti namun bagi subjek penelitian memberikan informasi tersebut secara terbuka dan jujur bukanlah hal yang mudah terlebih saat mengetahui pada akhirnya hasil penelitian tersebut dapat diakses banyak pihak. Dalam dunia penelitian kualitatif, Punch (2009) menyatakan memang seringkali muncul persoalan fundamental, misalnya perlindungan bagi subjek penelitian versus kebebasan untuk melakukan penelitian serta mempublikasikan hasil penelitian. Sarosa (2012) menyatakan saat berbagai persoalan tersebut berbenturan maka dalam hal ini peneliti perlu mamahami prinsip etik utama dalam penelitian kualitatif yakni menghormati dan melindungi para partisipan yang terlibat dalam penelitian.

Dalam mengakomodir hak partisipan diatas maka peneliti sangat memperhatikan beberapa hal diantaranya:

a. Penjelasan dan Persetujuan

British Sociological Association dalam Davies (2008) menyatakan sedapat mungkin para peneliti sosial memberikan informasi yang luas bagi subjek penelitian terkait beberapa hal yakni, penelitian tersebut tentang apa; mengapa penelitian tersebut dilakukan dan bagaimana penelitian tersebut dipublikasikan atau disebarluaskan. Dalam hal ini peneliti memberikan penjelasan kepada partisipan tentang tema penelitian yang dilakukan yakni persepsi orangtua terhadap pendidikan seksual untuk anak usia dini, menjelaskan pula tujuan dan manfaat apa saja yang dapat diperoleh dari penelitian ini bagi perkembangan dunia pendidikan khususnya bagi anak usia dini, serta menjelaskan bahwa hasil penelitian yang didapat pada akhirnya dapat diakses oleh banyak pihak terutama yang memang memiliki kepentingan dengan dunia pendidikan anak usia dini.

Kedekatan yang sudah terjalin sebelumnya antara peneliti dan partisipan memberikan kemudahan bagi peneliti untuk menggali informasi. Berbicara


(16)

secara jujur dan terbuka mengenai pendidikan seksual untuk anak tidaklah mudah untuk semua orang, karena bisa jadi didalamnya mengandung informasi-informasi yang bersifat pribadi. Namun peneliti memastikan bahwa apapun yang tertulis dalam hasil penelitian ini seluruhnya atas ijin dan persetujuan subjek penelitian, untuk menghindari dampak-dampak yang tidak diharapkan baik oleh peneliti maupun para responden. Hal ini sebagaimana diisyaratkan oleh Stake (2009) bahwa penelitian yang baik adalah penelitian yang sedapat mungkin menghindari terjadinya dampak negatif bagi subjek yang diteliti, ketika hasil penelitian telah dipublikasikan.

b. Menjaga Kerahasiaan

Davies (2008, hlm. 59) menyatakan bahwa menjaga kerahasiaan pada dasarnya menyangkut pengelolaan informasi dari individu atau partisipan selama proses penelitian. Begitu pentingnya menjaga privasi dari partisipan maka dalam penelitian ini data-data partisipan berupa nama, alamat, dan data lain yang dipandang rahasia disimpan dengan baik. Adapun data nama responden yang ditampilkan dalam penelitian seluruhnya merupakan nama samaran dengan mengikuti inisial nama responden, sementara alamat responden hanya di sebutkan secara umum saja berdasarkan kota tempat tinggal responden.


(1)

diperoleh 3 tema besar dan 12 subtema, seluruh hasil data focus coding tersebut terlampir.

H. Validitas dan Reliabilitas Data

Validitas merupakan derajad ketepatan antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan oleh peneliti (Sugiyono, 2012, hlm. 363). Sementara reliabilitas berkenaan dengan derajad konsistensi dan stabilitas data dan temuan (Sugiyono, 2012, hlm. 364).

Validasi dalam penelitian kualitatif merupakan suatu usaha untuk menilai akurasi temuan seperti yang digambarkan oleh peneliti dan partisipan (Creswell, 2013, hlm 249). Dalam penelitian kualitatif data yang dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara apa yang dilaporkan peneliti dengan apa yang terjadi pada objek yang diteliti. Namun perlu diketahui bahwa kebenaran realitas data menurut peneliti kualitatif tidak bersifat tunggal, namun jamak dan tergantung pada kemampuan peneliti mengkonstruksi fenomena yang diamati, serta dibentuk dalam diri seorang sebagai hasil proses mental tiap individu dengan berbagai latar belakangnya (Sugiyono, 2012, hlm. 365).

Yang membedakan kekuatan validasi penelitian kualitatif karena beberapa hal yakni, waktu yang cukup luas yang dihabiskan di lapangan, deskripsi yang terperinci dan kedekatan peneliti dengan partisipan dalam penelitian merupakan nilai-nilai yang dapat menambah nilai akurasi penelitian (Creswell, 2013, hlm 250).

Proses validitas dan reliabilitas yang dilakukan peneliti yakni dengan triangulasi data dan refleksivitas. Triangulasi data merupakan proses dimana peneliti menggunakan beragam sumber, metode, penyelidikan dan juga beragam teori untuk menguatkan bukti (Creswell, 2006).


(2)

Refleksivitas lebih mengacu pada bagaimana sebuah hasil penelitian di pengaruhi oleh personil atau peneliti selama melakukan proses penelitian, pengaruh ini dapat ditemukan pada setiap tahap penelitian mulai dari pemilihan topik awal penelitian hingga pelaporan hasil akhir penelitian (Davies, 2008, hlm. 4).

Peneliti harus refleksif, dengan kata lain berusaha untuk memahami nilai-nilai yang dianut dan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya serta bagaimana hal tersebut mempengaruhi cara mereka memahami apa yang mereka teliti (Mulyana, 2009, hlm. 176).

Berikut ini peneliti merefleksikan proses penelitian yang dilakukan terutama pada tahap-tahap yang dipandang memberikan pengaruh terhadap penelitian ini:

Keputusan pemilihan tema penelitian seputar pendidikan seksual untuk anak yang dilakukan oleh peneliti karena dilatarbelakangi oleh kedekatan peneliti dengan dunia pendidikan anak usia dini serta ketertarikan peneliti untuk menggali lebih luas dan mendalam bagaimana sesungguhnya pendidikan seksual untuk anak tersebut. Semasa menjalani perkuliahan, peneliti mempelajari juga tentang hak-hak dasar anak. Peneliti memperoleh pemahaman bahwa anak itu bukanlah sosok mungil yang dimiliki oleh orang dewasa sehingga mereka bisa medapatkan perlakuan seperti apapun, namun lebih dari pada itu anak merupakan sosok yang unik, memiliki peran prosfektif di masa mendatang, serta memiliki hak-hak dasar yang perlu dihargai oleh siapapun termasuk orang tua atau orang dewasa disekitarnya. Namun kondisi yang berkembang saat ini sangat berbeda dari yang seharusnya, begitu seringnya informasi yang diperoleh tentang kekerasan seksual anak maupun bentuk kekerasan anak lainnya, membuat peneliti merasa prihatin karena peneliti memahami hal tersebut dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak itu sendiri. Selain itu beragam pendapat seputar pendidikan seksual tentang apa yang boleh atau tidak boleh, tentang mana yang baik atau kurang baik dilakukan dalam pendidikan seksual turut mendorong peneliti untuk memperdalam kajian mengenai hal ini melalui penelitian skripsi yang dilakukan.


(3)

Latar belakang lain yang peneliti miliki adalah pengalaman emosional peneliti seputar kekerasan seksual anak yang terjadi pada orang yang dikenal. Berita kekerasan seksual terhadap anak bukan lagi hanya sebuah berita, ketika hal tersebut terjadi pada anak yang kita kenal dan sayangi. Peneliti seperti turut larut dan turut merasakan bagaimana beratnya menghadapi situasi yang sungguh tidak pernah terduga tersebut. Orang tua korban merasakan tekanan yang luar biasa berat dan tidak mudah menerima kenyataan yang terjadi begitu juga anak sebagai korban juga menunjukkan perubahan perilaku sebagai akibat dari peristiwa yang telah dialaminya. Pengalaman emosional ini sedikit banyak juga turut mempengaruhi peneliti untuk memfokuskan kajian pada pendidikan seksual untuk anak.

Pemahaman yang diperoleh peneliti sebelum menyusun karya ilmiah ini adalah bahwa ketika seseorang hendak meneliti sesuatu maka pikirkan terlebih dahulu tujuan yang ingin dicapai atau manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian tersebut. Sehingga hal tersebut dapat memberi arahan pada seluruh proses penelitian yang dilakukan. Peneliti berharap melalui kajian tentang pendidikan seksual anak usia dini ini dapat memberikan sumbangsih pada perkembangan ilmu pengetahuan seputar pendidikan untuk anak, serta lebih spesifik lagi memberikan penyadaran kepada banyak pihak untuk lebih memperhatikan keberlangsungan hidup anak dan keselamatan anak dari berbagai ancaman keselamatan yang mungkin terjadi, yang mana salah satunya melalui pendidikan seksual untuk anak ini.

Sejak tahap awal memulai penulisan karya ilmiah ini, peneliti kembali menjalani proses belajar tentang bagaimana merancang sebuah penelitian yang baik sehingga diharapkan hasil yang diperoleh juga baik. Salah satu proses yang cukup berkesan adalah bagaimana peneliti memilih, memperbandingkan serta mempertimbangkan metode penelitian serta desain penelitian yang dipandang paling tepat untuk digunakan. Proses ini benar-benar merupakan hal yang tidak mudah untuk peneliti, terlebih karena peneliti sangat menyadari begitu kurangnya pemahaman serta ilmu yang dimiliki peneliti. Namun di sisi lain ini menjadi tantangan tersendiri bagi peneliti, untuk mencoba menggali ilmu lebih dalam lagi


(4)

seputar metode dan desain penelitian yang digunakan. Pada akhirnya seiring proses menggali ilmu, belajar memahami, bimbingan serta arahan dosen, peneliti memutuskan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menggunakan desain penelitian studi kasus.

Terkait proses penelitian yang dilakukan terhadap para partisipan, peneliti pada dasarnya memperoleh sedikit kemudahan terutama untuk menjelaskan berbagai informasi seputar penelitian yang dilakukan, selain itu partisipan juga cukup terbuka, hal ini dikarenakan peneliti telah mengenal partisipan sebelumnya, sehingga telah terlebih dahulu terjalin kedekatan dan rasa saling percaya. Partisipan merasa nyaman dengan penyamaran identitasnya sebagai responden baik dari nama yang hanya mengambil inisialnya saja maupun alamat yang disebutkan secara umum saja. Partisipan bersedia untuk mempublikasikan seluruh hasil wawancara, hal ini memberikan keleluasaan pada peneliti untuk menggali seluas dan sedalam mungkin berbagai informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini, peneliti juga memandang bahwa kesediaan partisipan mempublikasikan seluruh hasil wawancara tersebut sebagai bentuk kepercayaan mereka terhadap peniliti, oleh karenanya menjadi tanggung jawab peneliti untuk melindungi dan menghormati kepentingan partisipan terutama terkait kerahasiaan identitasnya.

Tahap selanjutnya yang peneliti rasakan cukup menguras energi yakni pada proses pengolahan data. Dimulai dari mengubah data audio menjadi data teks untuk kemudian data teks tersebut di beri kode-kode yang sesuai merupakan sebuah pengalaman baru bagi peneliti. Proses ini peneliti rasakan sangat tidak mudah, karena membutuhkan analisis yang berulang-ulang, sehingga tidak heran seiring proses membaca data teks yang berulang-ulang tersebut, maka sesering itu pulalah peneliti membandingkan, menemukan perbedaan atau persamaan, mereduksi hingga merevisi kode-kode data tersebut agar menghasilkan kode data yang tepat.


(5)

Penelitian ini berfokus pada persepsi orangtua terhadap pendidikan seksual untuk anak usia dini. Peneliti sangat menyadari bahwa bagi masyarakat terutama orangtua sangat mungkin topik yang diangkat merupakan topik yang sifatnya cukup pribadi dan sensitif untuk diteliti, sehingga hal ini memungkinkan munculnya berbagai macam isu kode etik, pada satu sisi bagi peneliti tema ini merupakan tema yang sangat menarik untuk diteliti namun bagi subjek penelitian memberikan informasi tersebut secara terbuka dan jujur bukanlah hal yang mudah terlebih saat mengetahui pada akhirnya hasil penelitian tersebut dapat diakses banyak pihak. Dalam dunia penelitian kualitatif, Punch (2009) menyatakan memang seringkali muncul persoalan fundamental, misalnya perlindungan bagi subjek penelitian versus kebebasan untuk melakukan penelitian serta mempublikasikan hasil penelitian. Sarosa (2012) menyatakan saat berbagai persoalan tersebut berbenturan maka dalam hal ini peneliti perlu mamahami prinsip etik utama dalam penelitian kualitatif yakni menghormati dan melindungi para partisipan yang terlibat dalam penelitian.

Dalam mengakomodir hak partisipan diatas maka peneliti sangat memperhatikan beberapa hal diantaranya:

a. Penjelasan dan Persetujuan

British Sociological Association dalam Davies (2008) menyatakan sedapat mungkin para peneliti sosial memberikan informasi yang luas bagi subjek penelitian terkait beberapa hal yakni, penelitian tersebut tentang apa; mengapa penelitian tersebut dilakukan dan bagaimana penelitian tersebut dipublikasikan atau disebarluaskan. Dalam hal ini peneliti memberikan penjelasan kepada partisipan tentang tema penelitian yang dilakukan yakni persepsi orangtua terhadap pendidikan seksual untuk anak usia dini, menjelaskan pula tujuan dan manfaat apa saja yang dapat diperoleh dari penelitian ini bagi perkembangan dunia pendidikan khususnya bagi anak usia dini, serta menjelaskan bahwa hasil penelitian yang didapat pada akhirnya dapat diakses oleh banyak pihak terutama yang memang memiliki kepentingan dengan dunia pendidikan anak usia dini.

Kedekatan yang sudah terjalin sebelumnya antara peneliti dan partisipan memberikan kemudahan bagi peneliti untuk menggali informasi. Berbicara


(6)

secara jujur dan terbuka mengenai pendidikan seksual untuk anak tidaklah mudah untuk semua orang, karena bisa jadi didalamnya mengandung informasi-informasi yang bersifat pribadi. Namun peneliti memastikan bahwa apapun yang tertulis dalam hasil penelitian ini seluruhnya atas ijin dan persetujuan subjek penelitian, untuk menghindari dampak-dampak yang tidak diharapkan baik oleh peneliti maupun para responden. Hal ini sebagaimana diisyaratkan oleh Stake (2009) bahwa penelitian yang baik adalah penelitian yang sedapat mungkin menghindari terjadinya dampak negatif bagi subjek yang diteliti, ketika hasil penelitian telah dipublikasikan.

b. Menjaga Kerahasiaan

Davies (2008, hlm. 59) menyatakan bahwa menjaga kerahasiaan pada dasarnya menyangkut pengelolaan informasi dari individu atau partisipan selama proses penelitian. Begitu pentingnya menjaga privasi dari partisipan maka dalam penelitian ini data-data partisipan berupa nama, alamat, dan data lain yang dipandang rahasia disimpan dengan baik. Adapun data nama responden yang ditampilkan dalam penelitian seluruhnya merupakan nama samaran dengan mengikuti inisial nama responden, sementara alamat responden hanya di sebutkan secara umum saja berdasarkan kota tempat tinggal responden.