KEHORMATAN WAKIL RAKYAT

KEHORMATAN WAKIL RAKYAT
Kita sungguh prihatin dengan sejumlah wakil rakyat di Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR) dalam Sidang Tahunan awal Agustus 2002 yang baru saja berlangsung.
Ada banyak interupsi yang begitu liar dan dengan usulan-usulan yang tidak berkualitas.
Interupsi seakan jadi perangai kambuhan untuk unjuk diri, seakan ingin jadi “bintang”
publik. Lari-lari, saling berebut mikrofon, teriakan-teriakan penuh emosi, hingga
berbagai tingkah yang kekanak-kanakan.
Panorama lain adalah anggota MPR yang menggalang anti amandemen melalui
tanda-tangan. Terdapat nama-nama terkenal yang membubuhkan tanda tangan. Bahkan
muncul isu politik uang segala. Padahal, amandemen merupakan keniscayaan reformasi,
dan selama ini telah dilakukan MPR sebanyak tiga kali. Sungguh tak dapat dipahami,
bagaimana para wakil rakyat tersebut begitu mudah melakukan aksi politik yang
melawan arus reformasi dan agenda MPR sendiri.
Di beberapa pemandangan tampak ruang sidang yang tidak penuh atau sejumlah
wakil rakyat yang terkesan santai, tidur, dan malas-malasan. Sidang Tahunan MPR
seakan perkara ringan, sekadar urusan mereka. Terserah para anggota majelis terhormat
itu untuk berbuat apa, begitulah kesan yang kita tangkap. Padahal, mereka mewakili
sebuah lembaga tertinggi negara yang bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Kita menangkap kesan adanya ketidaksungguhan para wakil Majelis, sekaligus
perangai oportunis di lembaga tertinggi negara tersebut. Celakanya, setiap mereka
bertingkah, selalu mengatasnamakan rakyat. Rakyat seakan identik dan menjelma dalam

diri mereka, untuk kepentingan yang tidak membawa aspirasi rakyat yang sesungguhnya.
Tidak pula tampak keprihatian akan kondisi bangsa yang tengah terpuruk, bahkan muncul
kesan para anggota MPR itu seakan memanfaatkan forum terhormat itu untuk tampil
sebagai selebriti politik dan pembuat ulah.
Kita ingin mengajak para wakil rakyat di MPR maupun di DPR untuk belajar dari
pengalaman. Bahwa betapa tidak mudah untuk bertindak dewasa sekaligus menjadi wakil
rakyat yang sesungguhnya. Godaan-godaan politik kepentingan yang menjurus ke
oportunisme dan politik uang, selalu menghadang dan membuntuti perangai politik.
Sementara nasib rakyat seakan tak terhiraukan secara serius dan penuh keprihatinan.
Ke depan kita mengharapkan para wakil rakyat itu untuk benar-benar menjunjung
tinggi kehormatan diri dan tanggungjawab selaku pembawa amanat rakyat Indonesia
secara dewasa, penuh integritas dan komitmen, serta bersungguh-sungguh dalam
memperjuangkan nasib rakyat. Bukan mementingkan diri sendiri dan kelompok politik
sendiri secara parsial. MPR maupun DPR bukan tempat untuk oportunisme politik, lebihlebih politik uang dan pertukarang politik murahan. (HNs)
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 17-02