Tantangan Wakil Rakyat 2009.

Pikiran Rakyat
o Selasa - o Rabu
4

123
17

18
~

o Jan

0

19
Peb

5

6


20

21

o Mar

.Apr

7
22

o Kamis 0 Jumat o Sabtu o
8
23

OMei

9

10

24

OJun

11
25

26

12

27

0 Jut 0 Ags OSep

@28
OOkt

Minggu


14

15
29

--

16
30

ONov

31

ODes

Tan~angan Wakll_~aky~t 2009
Oleh IDING R. HASAN

NDONFSIA baru saja selesai menyelenggarakan

perhelatan
demokrasi,
yakni pemilihan legislatif (pileg) pada Kamis (9/4). Meskipun ada sedikit gangguan di sejumlah tempat menjelang dan
pada hari pencontrengan, secara umum pileg dapat dikatakan
berlangsung secara damai. Kenyataan ini tentu saja perlu kita syukuri sebagai bangsa Indonesia.
Para calon anggota legislatif
(ealeg) yang berhasil terpilih
akan segera berubah menjadi
anggota legislatif. Mereka akan
menyandang gelar sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, baik pada tingkat kabupatenjkota, provinsi, maupun pusat. Tetapi, itu sebenarnya sebagian keeil saja dari mereka,
sebab sebagian besar justru gagal melenggang ke dalam lembaga terhormat tersebut.
Bagi yang berhasil, sekadar
untuk merayakannya tentu bo-

I

leh-boleh saja. Namun, sepatutnya euforia kegembiraan
tersebut tidak perlu diekspresikan seeara berlebihan. Pasalnya, tantangan mereka sebagai
wakil rakyat periode 20092014 sudah menunggu di depan mata. Oleh karena itu, mereka harus segera bersiap-siap,
berbenah diri untuk menyelesaikan berbagai warisan persoalan yang menggunung dari

para wakil rakyat periode sebe1umnya.
Warisan buruk
Tidak dapat dimungkiri, citra
DPR periode 2004-2009 di
mata rakyat tidaklah membanggakan, kalau tidak boleh
dikatakan sangat anjlok. Hampir setiap kabar yang datang
dari Senayan selalu beraroma
tidak sedap mulai dari cap lebih mementingkan diri sendiri
dan partainya, tidak peka terhadap nasib rakyat, koruptif,
dan sebagainya. Oleh karena
itu, dalam sejumlah survei ditemukan bahwa ketidakpereayaan publik (public distrust) terhadap lembaga parlemen tersebut sangat tinggi.
Masih segar dalam ingatan
kita ketika memasuki tahun
pertama, bahkan belum genap
setahun, dari peri ode lima tahun tugas anggota Dewan
2004-2009, yang mengemuka
justru tuntutan kenaikan gaji.
Anggota dewan yang menerima gaji Rp 28,37 juta per bulan
meminta kenaikan g.ajihingga
Rp 51,87 juta. Sementara gaji

pimpinan dewan diminta untuk dinaikkan dari Rp 40,1 juta
menjadi Rp 82,1 juta per bulan.

Tidak berhenti sampai di situ, para anggota dewan terus
berupaya meneari eelah-eelah
yang dapat memperbanyak isi
pundi-pundi mereka. Pada Desember 2005, mereka meminta tunjangan operasional. Setiap anggota dewan mendapat
Rp 60 juta yang merupakan rapel tunjangan dari Juli-Desember 2005. Dan, pada Maret
2006 pimpinan dewan mendapat kenaikan gaji Rp 14 juta-Rp 16 juta, dan anggota sekitar Rp 15 juta per bulan. Kalau saja masalah laptop yang'
mereka \lsulkan tidak mendapat kecaman keras dari publik,
hal itu akan menambah deretan "keserakahan" mereka di tengah penderitaan rakyat.
Kenyataan tersebut tak pelak
lagi menimbulkan eitra wakil
rakyat yang sangat buruk di
mata "rakyat. Kesan bahwa mereka lebih mementingkan diri
mereka sendiri dan pada saat
yang sarna tidak memedulikan
kondisi rakyat yangjustru mereka ~akili tidak dapat terhindarkan. Catatan buruk para
anggota dewan peri ode 20042009 tidak hanya terkait dengan tuntutan kenaikan gaji
dan tunjangan, tetapi juga ter~

kait dengan berbagai kasus korupsi sehingga ada sebagian
dari mereka yang menjadi
penghuni hotel prodeo.
Celakanya, kondisi ini diperparah dengan pencapaian yang
tidak optimal dalam hallegislasi yang notabene merupakan
tugas utama para anggota dewan. Dari target 284 raneangan undang-undang sampai Maret 2009, misalnya, ternyata
yang terealisasi hanya 157 undang-un