Jurnal Hendra Wijayanto

(1)

1

Kota Surakarta

Hendra Wijayanto, Didik G. Suharto, Rina Herlina Haryanti Magister Administrasi Publik, Program PASCASARJANA UNS

hendra.uns1@yahoo.com

ABSTRACT

Various problems related to social wellfare still become the priority agenda of the government. Neglected elderly has problems in achieving well-being. To resolve the issue Dinsosnakertrans Surakarta implementing a social protection for the elderly. This research aims to determine the policy implementation by the Elderly of Social Protection by Dinsosnakertrans Surakarta and to determine the factors that influence the implementation of the Social Protection Elderly in Surakarta. Such implementation process was measured using the three indicators include characteristics of the problem, a policy characteristics and environmental policy, This research was conducted using qualitative methods with descriptive study To determine the targetted informants a purposive technique-selecting those who is considered capable as data resources was used. The data collected through interviews, observation and study of related documentation. To validity the data the trianggulation of sources was performed. Data analysis technique used is the interactive analysis, include the data reduction, data display, and conclusions. The results showed that the implementation of the Social Protection by Dinsosnakertrans Surakarta can not run well and smothly because they have problem like in terms of availability of resources and apparatus implementing an adequate budget, yet it supports legislation governing the rights of neglected elderly, as well as the approach used in the social protection of the elderly tends to be oriented to the fulfillment of basic needs only, not oriented to the social welfare of elderly. in the implementation of the indicators of social protection of the elderly that is characteristic of the problem (Trackability of the problem), the characteristics of the policy (Ability of statute to structure implementation) and environmental policy (Non-Statutory Variables Affecting Implementation), which each assessment based on indicators is still not in line with expectations elderly stranded in Surakarta.

Keywords: public policy, social protection, elderly, social welfare PENDAHULUAN

Pembangunan kesejahteraan sosial menjadi bagian integral dari pembangunan sosial dan merupakan upaya peningkatan kualitas kesejahteraan sosial perorangan, kelompok dan masyarakat dalam kehidupan. Namun, pembangunan kesejahteraan sosial yang dilakukan oleh Pemerintah sampai saat ini masih menekankan pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pendekatan pembangunan yang didasari pada paradigma

pertumbuhan dalam implementasinya lebih menekankan pada hasil material dan target akhir daripada pada proses bagaimana pembangunan tersebut dijalankan yang lebih mementingkan pada aspek manusianya (people centered development). Sehingga ini menyebabkan proses pembangunan yang dilakukan tidak merata dan menciptakan kesejangan sosial dan permasalahan sosial di masyarakat.

Dari berbagai permasalahan sosial yang ada di masyarakat, salah-satu yang


(2)

paling urgent adalah permasalahan tentang lansia terlantar. Jumah lansia terlantar tiap tahun semakin meningkat. Dibeberapa daerah di Indonesia juga dihadapkan permasalahan lansia terlantar seperti di kabupaten Bantul terdapat 6.083 jiwa (2011), di Kabupaten Sleman sebanyak 5.536 jiwa (2011), dan di kota Yogyakarta mencapai 1.852 jiwa. Sedangkan Kota Surakarta sendiri juga menghadapi fenomena lanjut usia terlantar yang mencapai angka 793 jiwa (2012).

Sebagai lansia, mereka tetaplah merupakan bagi dari warga negara Indonesia yang harus dilindungi oleh Negara. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 28 I ayat 2 yang isinya bahwa “Setiap orang berhak bebas dari

perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif”. Dengan demikian telah jelas bahwa perlindungan terhadap warga negara harus dilakukan tanpa terkecuali, termasuk juga perlindungan sosial kepada lanjut usia terlantar. Hal ini juga semakin diperjelas dengan keluarnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004 Tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Lanjut Usia.

Dalam hal ini, Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta sebagai unsur pelaksana otonomi daerah

yang bertanggungjawab menangani permasalahan di bidang sosial, ketenagakerjaan dan ketransmigrasian mempunyai andil besar dalam penanganan persoalan lansia terlantar. Dinsosnakertrans Kota Surakarta memiliki kewajiban untuk memberikan kemudahan bagi lanjut usia terlantar dalam memperoleh haknya. Berdasarkan uraian di atas, tampak sekali tentang begitu pentingnya permasalahan lansia terlantar yang selama ini termarginalkan oleh Pemerintah untuk segera ditangani, karena pada akhirnya permasalahan ini juga berimplikasi terhadap pembangunan sosial di Kota Surakarta.

Penelitian ini berusaha untuk menganalisis proses implementasi perlindungan sosial lansia sehingga dapat diketahui apakah perlindungan sosial lansia yang selama ini telah ada, sudah bisa berjalan maksimal, serta untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi proses implementasi perlindungan sosial lansia oleh Dinsosnakertrans Kota Surakarta.

Analisis Implementasi Kebijakan

William Dunn dalam Nugroho (2011, h.298) mengemukakan bahwa “Policy analysis is an applied social science discipline wich uses multiple method of inquiry and argument to produce and transform policy-relevant information that may be utilized in political settings to resolve policy problem”. Dalam proses kebijakan publik, suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar dapat


(3)

merealisasikan dampak atau tujuan yang dinginkan. Dunn (2000: 24-25) menganjurkan bahwa setiap tahapan proses kebijakan publik dari tahapan penyusunan agenda (agenda setting) sampai evaluasi kebijakan (policy evaluation), termasuk dalam hal ini adalah tahapan implementasi kebijakan (policy implementation), perlu dilakukan analisis. Analisis dalam hal ini tidaklah sama dengan proses evaluasi kebijakan. Ungkapan Dunn yang terkenal adalah: lebih baik perumusan masalah publik benar tapi pelaksanaannya salah. Hal ini memberi arti penting kesinambungan tahapan kebijakan, termasuk implementasi yang tepat bagi proyek pembangunan dan telah teragregasi dengan kebutuhan faktual masyarakat (need for assessment), sehingga persoalan-persoalan publik (public problems) mendapatkan solusi yang tepat melalui implementasi.

Analisis proses implementasi Perlindungan Sosial Lansia disini memakai model kerangka analisis implementasi milik Mazmanian dan Sabatier (1989), terbagi dalam tiga variabel, yaitu:

1. Variabel independent, yaitu mudah tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan dengan indikator masalah teori dan teknis pelaksanaan, keragaman objek dan perubahan seperti apa yang dikehendaki.

2. Variabel intervening, yaitu variabel kemampuan kebijakan untuk menstruktur proses implementasi

dengan indikator kejelasan dan konsistensi tujuan, keterpaduan hirarkis diantara lembaga pelaksana dan perekrutan pejabat pelaksanaan dan keterbukaan kepada pihak luar dan variabel diluar kebijakan yang mempengaruhi proses ekonomi dan teknologi, dukungan publik, sikap dan resources dari konstituen, dukungan pejabat yang lebih tinggi dan komitmen dan kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana.

3. Variabel dependent, yaitu tahapan dalam proses implementasi dengan lima tahapan, yaitu pemahaman dari lembaga atau badan pelaksana dalam bentuk disusunnya kebijakan pelaksanaan, kepatuhan objek, hasil nyata, penerimaan atas hasil nyata tersebut, dan akhirnya mengarah kepada revisi atau kebijakan

Kesejahteraan Sosial (social werfare) Sebagaimana dijelaskan dalam UU No 11 Tahun 2009 pasal 1 dan 2 tentang Kesejahteraan Sosial bahwa kesejahteraan sosial merupakan suatu keadaan terpenuhinya kebutuhan hidup yang layak bagi masyarakat, sehingga mampu mengembangkan diri dan dapat melaksanakan fungsi sosialnya yang dapat dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial. Sedangkan menurut Suharto (2006:3), kesejahteraan sosial adalah

“Suatu institusi atau bidang kegiatan yang melibatkan aktivitas terorganisir yang


(4)

diselenggarakan baik oleh lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta yang bertujuan untuk mencegah, mengatasi atau memberikan kontribusi terhadap pemecahan masalah sosial dan peningkatan kualitas hidup individu, kelompok dan masyarakat

Kesejahteraan sosial merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh Negara Kesejahteraan (wellfare state). Indonesia merupakan bagian dari negara kesejahteraan sehingga Negara wajib mensejahterakan warga negaranya tanpa terkecuali. Untuk mencapai kesejahteraan sosial maka diperlukan adanya suatu kebijakan sosial. Salah satu kebijakan sosial yang dibuat pemerintah adalah kebijakan perlindungan sosial kepada lansia.

Perlindungan Sosial Lansia

Perlindungan sosial adalah seperangkat kebijakan dan program kesejahteraan sosial yang dirancang untuk mengurangi kemiskinan dan kerentanan (vulnerability) melalui perluasan pasar kerja yang efisien, pengurangan resiko-resiko kehidupan yang senantiasa mengancam manusia, serta penguatan kapasitas masyarakat dalam melindungi dirinya dari berbagai bahaya dan gangguan yang dapat menyebabkan terganggunya atau hilangnya pendapatan (Suharto, 2006). Suharto membagi perlindungan sosial ke dalam 5 (lima) elemen, yaitu: pasar tenaga kerja, asuransi sosial; bantuan sosial; skema mikro dan area-based bagi

komunitas setempat, dan perlindungan anak.

Perlindungan sosial lansia dalam Pasal 29 UU Nomor 13 Tahun 1998 bahwa Perlindungan sosial dimaksudkan untuk memberikan pelayanan bagi lanjut usia tidak potensial agar dapat mewujudkan taraf hidup yang wajar. Perlindungan sosial lansia dilaksanakan melalui pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial yang diselenggarakan baik di dalam maupun di luar panti.

Perlindungan sosial dalam penelitian ini ditujukan tidak kepada seluruh lansia melainkan hanya lansia terlantar saja. Lansia terlantar adalah seseorang yang berusi 60 tahun atau lebih karena faktor-faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani, maupun sosialnya. (UU Nomor 13 Tahun 1998)

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian desktiptif kualitatif. Lokasi penelitian ini adalah Kota Surakarta. Kota Surakarta yang mendapatkan julukan sebagai Kota Budaya di Jawa Tengah. Kota yang mengedepankan nilai-nilai adat dan sangat kental dengan budaya Jawa. Dimana dalam budaya jawa diajarkan bahwa setiap orang yang lebih muda harus menghormati orang yang lebih tua. Namun, seiring masuknya pengaruh budaya luar berdampak pada menurunnya nilai-nlai penghormatan kepada lansia sehingga menyebabkan banyak lansia di Kota Surakarta yang mengalami tindak


(5)

penelantaran. Dinsosnakertras Kota Surakarta sebagai instansi yang bertanggung jawab meningkatan kesejahteraan lansia terlantar. Teknik penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan secara purposive dan snowball. Teknik pengumpulan data melalui wawancara dengan implementor dan kelompok sasaran, observasi dan penelaahan dokumen. Analisis data menggunakan model analisis interaktif yang dikembangkan oleh Miles dan Hubberman (dalam Sugiyono, 2006:246) yang terdiri dari pengumpulan data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Perlindungan Sosial Lanjut Usia oleh Dinsosnakertrans Kota Surakarta

Dalam mengatasi fenomena lansia terlantar yang semakin hari jumlahnya semakin bertambah maka Pemkot Surakarta melalui Dinsosnakertrans Kota Surakarta mengimplementasikan perlindungan sosial lansia sebagaimana yang telah diamanatkan dalam UU nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Sosial Lansia.

Perlindungan sosial lansia dalam penelitian ini difokuskan kepada perlindungan sosial bagi lansia terlantar. Lansia terlantar adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih karena faktor-faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani, maupun sosialnya. Perlindungan sosial lansia ini dimaksudkan untuk

memberikan kemudahan bagi lansia tidak potensial agar dapat mewujudkan taraf hidup yang wajar.

a. Perlindungan Sosial Lansia Dalam Panti Perlindungan Sosial lansia dalam Panti merupakan upaya Pemerintah untuk memberikan kemudahan pelayanan bagi lansia tidak potensial agar dapat mewujudkan dan menikmati taraf hidup yang wajar dengan berbasiskan kepada sistem lembaga. Lembaga yang dimaksud adalah Panti Whreda Dharma Bakti Surakarta. Panti Whredha Dharma Bakti Surakarta sebagai lembaga yang bertanggungjawab langsung kepada Dinsosnakertrans Kota Surakarta dalam menyediakan pelayanan sosial kepada lansia terlantar. Proses perlindungan sosial lanjut usia dalam Panti yaitu :

1. Penjaringan atau Razia

Penjaringan yang dilakukan terhadap lansia terlantar oleh pejabat berwenang. Kegiatan penjaringan ini dilakukan rutin sebulan sekali. Proses penjaringan dilakukan bersama-sama dengan tim gabungan yang terdiri dari Dinsosnakertrans Kota Surakarta, Satpol PP, Polresta. Penjaringan lansia terlantar dilakukan di beberapa titik strategis di Kota Surakarta seperti di daerah Semanggi, Pasar Kliwon, Kerten. Proses penjaringan lansia terlantar dihadapkan beberapa kendala seperti masih sulitnya menjaring lansia terlantar karena mereka selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya.


(6)

2. Penampungan Sementara Untuk Diidentifikasi

Lansia terlantar yang terkena penjaringan dikumpulkan sementara di tempat penampungan untuk kemudian diidentifikasi. Identifikasi ini dilakukan untuk mengetahui asal usul mereka apakah berasal dari luar Kota Surakarta atau dari dalam Kota Surakarta dan bagaimana keluarganya. Proses identifikasi ini dilakukan di Panti Whreda Dharma Bakti Surakarta.

3. Pelimpahan atau Pemulangan

Proses pelimpahan yaitu proses pemulangan lansia terlantar untuk dikembalikan kepada asal usulnya atau kampung halamannya. Proses pemulangan ini dilihat juga kondisi lansia tersebut apakah masih memiliki sanak keluarga atau tidak. Dinsosnakertrans Kota Surakarta tidak sekedar memulangkan lansia kembali kepada keluarganya, melainkan juga memberikan pembinaan kepada keluarga lansia yang bersangkutan. Tujuannya agar keluarganya lebih perhatian terhadap anggota keluarganya yang sudah lansia dan meningkatkan pengawasan kepada lansia agar jangan sampai berkeliaran di jalanan.

4. Proses Rehabilitasi

Rehabilitatasi disini dilakukan dengan usaha-usaha pemantian dan pelayanan sosial. Usaha Rehabilitatif sebagaimana dimaksud dilaksanakan melalui Panti Werdha Dharma Bakti Surakarta. Lansia terlantar yang hidupnya sebatang kara dan sudah tidak mempunyai

tempat tinggal, maka akan ditampung didalam Panti Werdha Dharma Bakti. Akan tetapi mulai tahun 2013, lansia terlantar yang boleh masuk Panti hanya lansia yang berasal dari Kota Surakarta saja.

Lansia terlantar yang tinggal di dalam Panti Whreda Dharma Bakti Surakarta akan sepenuhnya dibiayai oleh Pemkot Surakarta sampai lansia tersebut meninggal dunia sampai dengan proses pemakamannya. Di panti lansia terlantar akan mendapatkan pelayanan sosial. Jenis pelayanan yang didapat mulai dari pelayanan keagamaan, pelayanan kesehatan dan pelayanan kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana prasarana.

5. Proses Pelaporan

Proses pengawasan dilakukan dengan dibuat laporan pertanggungjawaban oleh Dinsosnakertrans kepada ppimpin yaitu Walikota Surakarta. Panti Whreda Dharma membuat laporan hasil kegiatan pelayanan sosial lansia dalam Panti dan penggunaan dana atau anggaran kepada Dinsosnakertrans Kota Surakarta.

b. Perlindungan Sosial Lansia di Luar Panti

Perlindungan sosial lansia luar panti merupakan bentuk perlindungan sosial bagi lansia terlantar yang tinggal di rumah. Lansia terlantar di luar panti hidupnya miskin, sendiri, tidak memiliki sanak keluarga. Perlindungan sosial lansia di luar panti ini diwujudkan dalam bentuk bantuan sosial.


(7)

a. Proses Sosialisasi

Dinsosnakertrans Kota Surakarta melakukan kegiatan sosialisasi mengenai bantuan sosial kepada pelaksana. Pihak-pihak yang dimaksud meliputi Kecamatan, Kelurahan, Lembaga/Orsos, koordinator, pendamping, yang menangani lansia. Tujuannya agar aparat pelaksana memahami prosedur dan mekanisme bantuan sosial.

b. Proses Pendataan

Pendataan disini dilakukan dengan mencari lansia terlantar di daerah yang telah ditunjuk, untuk nantinya ditetapkan sebagai calon penerima bantuan sosial. Dalam menentukan lansia untuk ditetapkan sebagai calon penerima, Dinsosnakertrans Kota Surakarta sangat selektif sekali dan mengacu pada kriteri-kriteria yang telah ditetapkan, seperti latar belakang bagaiamana, kondisi tempat tinggalnya, serta juga dari pendapat dari warga sekitar tempat tinggal lansia, untuk melihat apakah pantas lansia tersebut mendapat bantuan sosial. proses pendataan lansia dilakukan oleh PSM atau pendamping. Pendamping lansia ini biasanya diambilkan dari perwakilan warga yang tinggal di daerah tersebut. c. Penetapan Penerima Bantuan Sosial

Proses penetapan calon penerima bantuan sosial didasarkan pada hasil pendataan di lapangan. Hasil pendataan oleh pendamping lansia selanjutnya diserahkan kepada Dinas Sosial Kabupaten/Kota untuk ditindaklanjuti

kepada Dinsos Provinsi. Laporan yang sudah sampai di tingkat Provinsi tidak serta merta langsung dikirimkan kepada Kemensos, akan tetapi dilakukan verifikasi ulang. Lansia yang telah diajukan oleh Dinas Sosial Kabupaten/Kota tadi di survey ulang oleh petugas dari Dinsos Provinsi dengan mendatangi lansia yang bersangkutan untuk memverifikasi kebenaran data yang diberikan. Hal inilah yang seringkali menyebabkan perbedaan yaitu jumlah lansia yang diajukan oleh Dinsos Kabupaten/Kota setempat dengan jumlah lansia yang telah disetujui oleh Kemensos.

Tabel IV. 6

Jumlah Lansia Terlantar Penerima Bantuan Sosial di Kota Surakarta

No Kelurahan Jumlah

lansia yang diajukan

Jumlah lansia yang terealisasi

1 Pucangsawit 25 orang 14 orang 2 Semanggi 20 orang 14 orang 3 Joyosuran 18 orang 10 orang 4 Jebres 20 orang 12 orang Sumber : Laporan Dinsosnakertrans

Kota Surakarta 2013 d. Penyaluran Bantuan Sosial

Proses penyaluran bantuan sosial dilakukan dengan membayar dan menyalurkan dana bantuan sosial langsung kepada lansia calon penerima bantuan di rumahnya, dengan didampingi oleh pendamping lansia. Dalam penyaluran dana bantuan sosial ini Pemerintah bekerjasama dengan pihak Kantor Pos.


(8)

Kantor Pos sendiri berkedudukan sebagai lembaga penyalur Kemensos untuk menyalurkan dana bantuan sosial kepada lansia terlantar yang telah ditetapkan. Namun menemui sejumlah kendala yaitu lansia tidak berada di rumah ketika petugas Kantor Pos datang. Sehingga Petugasnya harus mendatangi lansia ke kembali.

e. Pendampingan

Pendampingan adalah proses kegiatan yang dilakukan oleh pendamping untuk meningkatkan kemampuan lansia sehingga mampu memelihara taraf kesejahteraan sosialnya. Adapun kegiatan yang dilakukan meliputi: a) Kemudahan bagi lansia untuk menerima bantuan; b) Pendampingan dalam pemanfaatan dana, memantau dan membimbing pemakaian dana bantuan; 3) Bimbingan psikososial kepada lansia agar mampu melaksanakan keberfungsian sosialnya dalam lingkungan masyarakat.

f. Kegiatan Pengawasan

Pengawasan merupakan kegiatan monitoring yang dimaksudkan untuk mengetahui kecocokan dan ketepatan kegiatan yang dilaksanakan dengan rencana yang telah disusun. Monitoring digunakan pula untuk memperbaiki kegiatan yang menyimpang dari rencana, serta untuk mengupayakan agar tujuan dicapai seefektif dan seefisien mungkin. Kegiatan pengawasan dalam pemberian bantuan sosial ini dilaksanakan secara berkala baik triwulan, semester, tahunan maupun pada saat yang dibutuhkan.

Pendamping lansia wajib memberikan laporan hasil pendampingan kepada pihak Dinsosnakertrans Kota Surakarta dan Kementrian Sosial untuk mengetahui sejauh mana pencapaian tujuan dari bantuan sosial yang diberikan kepada kepada lansia terlantar di luar Panti.

2. Analisis Proses Implementasi Perlindungan Sosial Lansia

Untuk mengetahui bagaimana implementasi perlindungan sosial lansia ini, maka dalam penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan teori dari Mazmanian & Sabatier. Hasil analisis dijelaskan sebagai berikut :

Karakteristik Masalah Kebijakan a. Tingkat Kesulitan Masalah

Permasalahan lansia terlantar merupakan salah satu permasalahan sosial yang muncul di masyarakat. Sejauh ini lansia terlantar nasibnya masih termarginalkan oleh Negara. Kondisi hidup lansia terlantar serba tidak menentu karena mereka dihadapkan pada tuntutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, akan tetapi kondisi fisik tidak mendukung dalam pemenuhan kebutuhan. Keberadaaan lansia terlantar di Kota Surakarta juga sulit untuk dideteksi karena mereka cenderung lebih tertutup terhadap lingkungan sekitar. Dengan melihat kondisi tersebut maka dari itu penanganan terhadap lansia terlantar tidak hanya menggunakan cara-cara yang sifatnya kekerasan seperti penjaringan atau razia, melainkan dengan cara-cara yang lebih menekankan pada cara-cara humanisasi


(9)

atau pendampingan sehingga lansia dapat terpenuhi seluruh kebutuhannya dan terjamin kondisi kesejahteraannya. Sehingga hasil kebijakan yang diimplementasikan dapat memberikan dampak yang diharapkan oleh kelompok sasaran.

b. Tingkat Kemajemukan Kelompok Sasaran

Jumlah lansia terlantar tiap tahunnya bertambah. Lansia terlantar yang ditemukan di Kota Surakarta memiliki latar belakang yang bermacam-macam. Sebagian ada yang berasal dari dalam Kota Surakarta maupun dari luar Kota Surakarta. Selain itu dari segi kondisi fisik, lansia terlantar yang ditemukan di Surakarta memiliki kondisi fisik yang sudah menurun, tidak ingat sama sekali alamat tinggalnya, bahakan ada juga yang ditemukan dalam kondisi sakit dan tidak waras alias gila. Dengan demikian penanganannya antara lansia di dalam pati dan diluar Panti juga berbeda. c. Proporsi Kelompok Sasaran terhadap

total Populasi.

Cakupan kelompok sasaran perlindungan sosia lansia yaitu lansia terlantar cukup banyak sehingga perlindungan sosial lansia tidak mampu menjangkau seluruh lansia terlantar di Kota Surakarta. Kelompok sasaran perlindungan sosial ini tidak seluruh lansia melainkan difokuskan pada lanjut usia terlantar yang miskin saja.

d. Perilaku yang diharapkan

Lansia adalah orang yang harus dihormati, dilayani dalam keluarga. Namun, Kedudukan lansia dalam keluarga seringkali terabaikan sehingga menyebakan lansia dalam keluarganya ditelantarkan begitu saja. Lansia terlantar menggantungkan hidupya dari belas kasihan dari orang lain. Disamping itu tuntutan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, memaksa lansia harus mencari uang dengan menjadi pengemis di jalanan. Meskipun ada perlindungan sosial lansia, akan tetapi tidak merubah kondisi keterlantaran yang dialami oleh lansia. Karakteristik Kebijakan

a. Kejelasan Isi Kebijakan

Sejuh ini isi dari perlindungan sosial lansia telah disampaikan secara jelas oleh Dinsosnakertrans Kota Surakarta kepada seluruh pihak-pihak yang berkepentingan, mulai dari pegawai bidang Dinsos sendiri, Dinas Sosial Provinsi dan ada juga dari instansi lain seperti Satpol-PP, RS Moewardi, Panti Whreda Dharma Bakti Surakarta, RSJ Surakarta, perwakilan dari kecamatan, kelurahan, dan pendamping lansia dalam suatu rapat atau pertemuan. Hal ini dilakukan untuk menyatukan pandangan terhadap perlindungan sosial kepada lansia terlantar di Kota Surakarta. b. Dukungan Teoritis

Sejauh ini dapat dilihat pendekatan yang dipakai oleh Disnsonakertrans Kota Surakarta dalam perlindungan sosial lansia sebatas pada pemenuhan kebutuhan dasar


(10)

saja seperti sandang, pangan, tempat tinggal. Namun, belum didasarkan pada tujuan utama (right base approach) perlindungan sosial lansia yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan lansia.

c. Besarnya Sumber Daya Finasial

Sumber daya finasial disini berupa dana atau anggaran untuk perlindungan sosial lansia. Anggaran yang dialokasikan untuk membiayai perlindungan sosial lansia dalam Panti diambilkan dari APBD Kota Surakarta, seperti untuk pelayanan, pengadaaan peralatan penunjang lansia dalam Panti. Sedangkan dana untuk perlindungan lansia diluar Panti berasal dari sharing anggaran antara APBD dan Kemensos. Namnun pemanfaatan dana tersebut tidak dapat maksimal karena dana di APBD juga terbatas, serta anggaran untuk perlindungan sosial masih menyatu dengan anggaran untuk perlindungan PMKS lainnya.

d. Dukungan Antar Instansi Pelaksana Hal ini dapat dilihat dari hubungan kerjasama yang terjalin antar instansi pelaksana perlindungan sosial seperti dibentuknya tim gabungan antar Dinsos, Satpol-PP, Kepolisian, RSUD, Moewardi, RSJ Kota Surakarta, Panti Whreda Dharma Bakti Surakarta dalam mendukung perlindungan sosial lansia. Dinsosnakertrans juga mengajak perwakilan dari masyarakat dalam hal ini pendamping lansia. Pendamping lansia berperan melakukan pendataan terhadap lansia penerima bantuan sosial yang tinggal di luar Panti. e. Rekrutmen Aparat Pelaksana

Dalam melakukan rekrutmen aparat pelaksana seperti pendamping lansia baik dalam panti atau luar panti, Dinsosnakertrans Kota Surakarta melihat pendamping lansia dari pengalaman ketika menjadi TKSK ataupun PSM secara sukrela. Pendamping lansia disini kedudukannya hanya sebagai tenaga outsoruching saja. Jumlah petugas dan pendamping lansia sekitar 14 orang sedangkan jumlah lansia yang dilayani sebanyak 90 orang (2013) yang terdiri dari 37 laki-laki dan 53 perempuan. Sedangkan pendamping lansi diluar Panti ada 3 orang yang menangani lansia terlantar 10-15 orang. Tentunya hal ini akan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan yang diberikan petugas kepada lansia.

f. Kejelasan Aturan Pada Badan Pelaksana Implementasi perlindungan sosial lansia oleh Dinsosnakertrans Kota Surakarta mengacu kepada ketentuan atau perundang-undangan yang berlaku. Kejelasan peraturan yang disampaikan kepada aparat pelaksana dapat mempermudah dalam pengambilan keputusan, karena ada payung hukumnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998, Permensos RI Nomor 19 Tahun 2012, Perwali Surakarta No 13 Tahun 2008. Dengan demikian aturan sudah jelas ada dan telah dilaksanakan.

g. Akses Kelompok Luar terhadap kebijakan

Akses yang dimaksud disni adalah sejauh mana kebijakan memberikan peluang luas bagi masyarakat atau swasta


(11)

untuk terlibat di dalamnya. Kebijakan akan mendapatkan dukungan apabila melibatkan masyarakat. Keterlibatan warga Kota Surakarta ditunjukkan dengan beberapa kelompok masyarakat yang rela meluangkan waktunya untuk mengisi kegiatan lansia di dalam Panti dengan kegiatan menyulam, kerajinan membuat keset. Sedangkan akses luar masyarakat dalam perlindungan sosial lansi diluar Panti dilakuakn Dinsos dengan menggandengn Kantor Pos Indonesia sebagai perantara menyalurkan bantuan sosial kepada lansia calon penerima.

Karakteristik Lingkungan Kebijakan a. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

Dari sisi sosial, Kota Surakarta merupakan Kota Budaya. Masyarakatnya rata-rata merupakan keturunan jawa. Diamana dalam adat jawa, orang yang lebih muda harus hormat dengan orang yang lebih tua. Namun, prinsip tersebut mulai memudar seiring dengan masuknya budaya luar. Sehingga banyak lansia di Kota Surakarta yang ditelantarkan dan mendapatkan perlakuan yang tidak seharusnya dari keluarganya seperti dibentak dan dipukul. Hal ini sangat bertentangan sekali dengan adat budaya masyarakat.

Dari segi ekonomi, pertumbuhan ekonomi di Kota Surakarta sangat pesat, tercatat tiga sektor pengungkit dominan yang mendorong pertumbuhan ekonomi Kota Surakarta pada tahun 2009, yaitu: (i) Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran,

dengan sumbangan terhadap PDRB sebesar 25,26%; (ii) Sektor Industri Pengolahan, dengan sumbangan terhadap PDRB sebesar 22,17%; dan (iii) Sektor Jasa-jasa lainnya terhadap PDRB sebesar 12,46 %. Dengan adanya hal tersebut dapat menjadi modal dalam meningkatkan alokasi anggaran untuk perlindungan sosial lansia di lapangan.

Ketersediaan teknologi yang dimiliki oleh beberapa tempat pelayanan kesehatan masyarakat di Surakarta masih belum memadai. Peralatan medis yang ada di Puskesmas tidak selengkap peralatan medis yang ada di Rumah Sakit, sehingga apabila ada lansia yang menderita penyakit dalam maka akan kesulitan untuk memeriksanya dan terpaksa harus dibawa ke Rumah Sakit agar mendapatkan penanganan yang intensif.

b. Perhatian Pers Terhadap Masalah Kebijakan.

Media atau pers diperlukan dalam mensosialisasikan informasi kebijakan yang diimplementasikan. Perlindungan sosial lansia perlu dikomunikasikan kepada seluruh aparat pelaksana baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Dalam hal ini peranan pers dalam menyebarluaskan informasi berkaitan dengan perlindungan sosial lansia. Pers dapat mengangkat permasalahan tentang kesejahteraan lansia terlantar sehingga mampu mendorong partisipasi kelompok masyarakat atau organisasi sosial dalam kebijakan yang diimplementasikan.


(12)

c. Dukungan Publik

Perlindungan sosial lansia oleh Dinsosnakertrans Kota Surakarta merupakan kebijakan yang bersifat insentif. Implementasi perlindungan sosial lansia oleh Dinsosnakertrans Kota Surakarta mendapatkan apresiasi dari masyarakat. Hal ini terbukti dengan banyak dukungan dan antusiasme masyarakat dan lansia terhadap perlindungan sosial lansia. Sebagian masyarakat dan lansia terlantar mendukung adanya perlindungan sosial lansia karena manfaat yang dirasakan yaitu mampu membantu lansia terlantar dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari dan memperbaiki kondisi kesejahteraan sosial lansia.

d. Sikap Kelompok Sasaran Utama

Sikap dari kelompok sasaran kebijakan sangat menentukan pelaksanaan suatu program di lapangan. Hal ini bisa dianalisis dari seberapa besar tingkat kepatuhan lansia terlantar dalam memahami dan mentaati ketentuan tentang perlindungan sosial. Seperti yang terjadi dalam Panti. Lanjut usia terlantar tersebut senantiasa mengikuti kegiatan pelayanan sosial dan mentaati mentaati peraturan yang ada. Sedangkan sikap yang ditunjukkan oleh lansia terlantar di luar panti sangat antusias sekali. Ketika bantuan sosial ini dikeluarkan lansia di luar panti sangat ingin sekali mendapatkan bantuan sosial dari Pemerintah tersebut. e. Dukungan Kewenangan

Dukungan kewenangan dapat berpengaruh terhadap kebijakan yang

diimplementasikan. Tanpa adanya dukungan kewenangan khususnya dari pejabat-pejabat di tingkat atas, akan menyulitkan proses implementasi kebijakan yang dibuat. Hal ini dapat dilihat dari adanya dukungan dari pejabat tinggi dalam hal ini Walikota dalam bentuk Perwali No 13 Tahun 2008 tentang penjabaran tugas pokok dan fungsi Dinsosnakertrans Kota Surakarta yang bertanggungjawab dalam mengatasi persoalan lansia terlantar di Kota Surakarta.

f. Komitmen Aparat Pelaksana

Respon dari aparat turut mempengaruhi jalannya implementasi perlindungan sosial lansia oleh Dinsosnakertrans. Respon yang diberikan oleh para aparat sangat positif dengan melaksanakan setiap tugas dan kewajibannya dengan baik dan bertanggung jawab. Adanya pegawai dengan latar belakang pendidikan yang berbeda juga akan turut mempengaruhi implementasi kebijakan di lapangan. Ketidak pahaman pegawai yang berkompetensi kurang baik akan dapat ditutupi oleh kerjasama tim yang baik dari masing-masing bidang dalam menjalankan tugasnya. Dengan adanya respon yang baik terhadap pelayanan sosial dan kegiatan pendampingan kepada lansia terlantar di dalam Panti dan diluar Panti ini akan membawa pengaruh terhadap intensitas dan kualitas aparat pelaksana dalam mengimplementasikan perlindungan sosial lansia.


(13)

3. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Perlindungan Sosial Lansia oleh Dinsosnakertrans Surakarta dapat dijelaskan sebagai berikut :

Indikator

Implementasi Perlindungan Sosial

Lansia Keterangan Karakteristik Masalah

Kesukaran-Kesukaran Teknis

Menggunakan cara-cara tidak manusiwasi dengan melakuakan razia kepada lansia terlantar sehingga tidak mampu memperbaiki kondisi kesejahteraan lansia terlantar Menghambat Tingkat Kemajemukan Kelompok Sasaran

Lansia terlantar memiliki latar belakang dan kondisi yang berbeda-beda sehingga sulit untuk menentukan mana saja lansia terlantar yang berhak untuk mendapatkan perlindungan sosial Menghambat Proporsi Kelompok Sasaran terhadap total Populasi.

Cakupan kelompok sasaran perlindungan sosia lansia yaitu lansia terlantar cukup banyak sehingga perlindungan sosial lansia tidak mampu menjangkau seluruh lansia terlantar di Kota Surakarta

Menghambat

Tingkat Perubahan Perilaku yang Diharapkan.

Perilaku lansia terlantar sulit untuk dirubah sehingga banyak lansia

terlantar yang

berkeliaran di jalanan atau ditelantarkan

Menghmabat

Karakterisitk Kebijakan

Kejelasan isi kebijakan

Cukup jelas,

disampaikan kepada aparat pelaksana, dan lansia. Mempermudah koordinasi dalam implementasi

perlindungan sosial lansia

Mendukung

Dukungan teoritis kebijakan

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar (basic need approach), bukan berorientasi pada esensi dari perlindungan sosial. Tujuan utama atau esensi dari perlindungan sosial lansia menjadi tidak tercapai

Menghambat

Dukungan antar instansi

Kerjasama yang terjalin antar instansi dan SKPD

cukup baik.

Mendukung

Memudahkan

koordinasi dalam implementasi

perlindungan sosial lansia

Rekrutmen aparat pelaksana

Jumlah sumber daya manusia masih belum memadai baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Proses pendampingan dan pelayanan kepada lansia berjalan tidak maksimal

Menghambat

Kejelasan aturan badan pelaksana

Adanya kejelasan dari segi peraturan atau undang-undang terkait perlindungan sosial lansia. Memudahkan dalam mengaplikasikan kebijakan di lapangan

Mendukung

Akses formal pelaksana ke organisasi lain

Peluang bagi masyakat atau swasta untuk berpartisipasi dalam implementasi

perlindungan sosial lansia. Memperlancar proses perlindungan sosial kepada lansia terlantar dalam Panti dan luar Panti

Mendukung

Lingkungan Kebijakan

Kondisi sosial Ekonomi dan Teknologi

Terjadinya perubahan nilai-nilai kepada lansia karena pengaruh budaya luar (sosial). Menurunnya

penghormatan kepada lansia.

Penerimaan pendapatan Kota Surkarta yang cukup besar (PDRB) untuk memperbesar

anggaran untuk

perlindungan sosial lansia (ekonomi). Peningkatan pelayanan dan bantuan dalam perlindungan sosial kepada lansia terlantar Ketersediaan terknologi seperti Posyandu, Puskesmas dan Rumha Sakit guna mendukung perlindungan sosial lansia (teknologi). Kemudahan lansia untuk mengakses fasilitas pelayanan publik bagi lansia terlantar.

Menghambat

Mendukung

Mendukung

Dukungan media dan pers

Perhatian pers dan

media terhadap

perlindungan sosial lansia. Perlindungan sosial lansia belum banyak diketahui oleh masyarakat luas.


(14)

Dukungan Publik

Dukungan masyarakat terhadap perlindungan lansia terlantar dalam Panti dan diluar Panti. Perlindungan sosial lansia di Kota Surakarta disambut baik oleh masyarakat.

Mendukung

Sikap kelompok sasaran

Sikap lansia baik di dalam Panti dan diluar Panti yaitu hasilnya positif dan mudah untuk diajak kerjasama

Mendukung

Dukungan kewenangan

Adanya arahan Walikota akan tetapi masih belum ditindaklanjuti

dengan Perda.

Impelementasi

perlindungan sosial menjadi tidak serius dilaksanakan

Menghambat

Komitmen aparat pelaksana

Meskipun jumlah aparat sedikit tapi komitmen aparat pelaksana terhadap perlindungan sosial lansia sangat tinggi. Meningkatkan pelayanan sosial dan penyaluran bantuan sosial kepada lansia terlantar dalam Panti maupun diluar Panti

Mendukung

SIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi perlindungan sosial lansia oleh Dinsosnakertrans belum berjalan maksimal, dikarenakan hasil kebijakan masih belum mampu untuk memperbaiki kesejahteraan lansia terlantar di Kota Surakarta. Proses implementasi perlindungan sosial lansia oleh Dinsosnakertrans Kota Surakarta ini dapat dianalisis dari ketiga indikator yaitu karakteristik masalah, karakteristik kebijakan dan lingkungan kebijakan. Berdasarkan hasil analisis dari masing-masing indikator, dapat dikatakan bahwa hasil implementasi kebijakan belum maksimal dan belum semua kebutuahn lansia terlantar dalam panti dan diluar Panti dapat terpenuhi, sehingga belum

berjalan sesuai dengan harapan lansia terlantar di Kota Surakarta.

Proses implementasi perlindungan sosial lansia senantiasa dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang mendukung maupun menghambat. Beberapa faktor yang mendukung implementasi perlindungan sosial lansia meliputi kejelasan isi kebijakan, kejelasan aturan badan pelaksana, integrasi antar organisasi pelaksana, kemudahan dalam akses formal pelaksana ke organisasi lain, kondisi ekonomi, teknologi yang memadai, sikap kelompok sasaran dan banyaknya dukungan publik, komitmen aparat pelaksana terhadap kebijakan. Sedangkan faktor yang menghambat proses implementasi perlindungan sosia lansia oleh Dinsosnakertrans yaitu kurangnya dukungan kewenangan dalam bentuk Peraturan Daerah, kurangnya perhatian pers, kondisi sosial masyarakat Surakarta, rekrutmen aparat pelaksana yang belum efektif, keterbatasan alokasi sumber daya finansial, dukungan teoritis kebijakan.

SARAN

1. Pemerintah Kota Surakarta perlu mengkaji kembali Perlindungan Sosial Lansia yang diimplementasikan oleh Dinsosnakertrans Kota Surakarta dengan menindaklanjutinya dengan dibentuknya sebuah Perda secara khusus mengatur tentang hak-hak lansia, sehingga kebijakan yang selama ini berjalan dimungkinkan untuk dilakukan perubahan dan


(15)

dikembangkan supaya dapat mengakomodir setiap kebutuhan lansia terlantar di Kota Surakarta 2. Menambah cakupan dari kelompok

sasaran kebijakan yang awalnya ditujukan kepada lansia terlantar di beberapa kelurahan di Kota Surakarta, melainkan mencakup lanjut usia terlantar di seluruh kecamatan di Kota Surakarta, yang mana dapat dilakukan dengan menambah alokasi anggaran untuk perlindungan sosial lansia dengan memanfaatkan berbagai penerimaan daerah atau PDRB Kota Surakarta untuk urusan perlindungan sosial lansia dalam panti dan diluar Panti. sehingga dampak dari perlindungan sosial lansia dapat dirasakan oleh seluruh lanjut usia terlantar di Kota Surakarta.

3. Penambahan jumlah aparat pelaksana seperti pendamping lansia yang ditempatkan dalam dalam Panti Whreda Dharma Bakti Surakarta dan di beberapa keluruhan atau kecamatan di Kota Surakarta, perlu adanya pemberian insentif dan semacam pelatihan atau diklat bagi pendamping lansia dalam rangka meningkatkan kualitas dan kapabilitas pendamping lansia dalam melakukan kegiatan pendampinga lansia didalam Panti dan diluar panti.

4. Dinsosnakertrans perlu menjalin kerjasama dengan lembaga sosial masyarakat (LSM) dan organisasi sosial

masyarakat yang perhatian terhadap permasalahan kesejahteraan sosial lansia terlantar di Kota Surakarta sehingga dapat memberikan masukan untuk perbaikan isi kebijakan perlindungan sosial lansia di Surakarta.

5. Pelaksanaan sosialisasi program ini harus disampaikan kepada seluruh pihak terkait termasuk masyarakat yang ada di lingkungan kebijakan yang diimplementasikan, sehingga mayarakat dapat mengetahui kebijakan yang diluncurkan. Sosialisasi perlindungan sosial lansia perlu digencarkan terhadap beberapa kelompok sasaran, seperti: lurah, tokoh masyarakat, warga secara umum, dan terutama kelompok calon sasaran yaitu lansia terlantar di Kota Surakarta

DAFTAR PUSTAKA

Depsos RI. 2009. Standarisasi Pelayanan Sosial Lansia Luar Panti. Jakarta.

Dunn, William N. 2000, Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Edisi kedua (terj). Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

Mazmanian Daniel A, Sabatier Paul A. 1989. Implementation and Public Policy: With a New Postscript. Amerika : University Press of America.


(16)

Moeleng, Lexy, J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Nugroho, Riant. 2009. Public Policy (edisi revisi). Jakarta : PT. Elex Media Komputindo

Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Suharto, Edi, Michael Cuddy, Juni Thamrin dan Eamon Moran. 2006b. Strengthening Social Protection Systems in ASEAN, Galway, Ireland: GDSI.

Sumber Lain :

Keputusan Presiden Nomor 52 tahun 2004 tentang Komisi Nasional Lanjut Usia.

Laporan Dinsosnakertrans Kota Surakarta 2013

Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang No 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial Undang-Undang No 13 Tahun 1998


(1)

untuk terlibat di dalamnya. Kebijakan akan

mendapatkan dukungan apabila

melibatkan masyarakat. Keterlibatan warga Kota Surakarta ditunjukkan dengan beberapa kelompok masyarakat yang rela meluangkan waktunya untuk mengisi kegiatan lansia di dalam Panti dengan kegiatan menyulam, kerajinan membuat keset. Sedangkan akses luar masyarakat dalam perlindungan sosial lansi diluar

Panti dilakuakn Dinsos dengan

menggandengn Kantor Pos Indonesia sebagai perantara menyalurkan bantuan sosial kepada lansia calon penerima.

Karakteristik Lingkungan Kebijakan

a. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Dari sisi sosial, Kota Surakarta merupakan Kota Budaya. Masyarakatnya rata-rata merupakan keturunan jawa. Diamana dalam adat jawa, orang yang lebih muda harus hormat dengan orang yang lebih tua. Namun, prinsip tersebut mulai

memudar seiring dengan masuknya

budaya luar. Sehingga banyak lansia di Kota Surakarta yang ditelantarkan dan mendapatkan perlakuan yang tidak seharusnya dari keluarganya seperti dibentak dan dipukul. Hal ini sangat bertentangan sekali dengan adat budaya masyarakat.

Dari segi ekonomi, pertumbuhan ekonomi di Kota Surakarta sangat pesat, tercatat tiga sektor pengungkit dominan yang mendorong pertumbuhan ekonomi Kota Surakarta pada tahun 2009, yaitu: (i) Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran,

dengan sumbangan terhadap PDRB sebesar 25,26%; (ii) Sektor Industri Pengolahan, dengan sumbangan terhadap PDRB sebesar 22,17%; dan (iii) Sektor Jasa-jasa lainnya terhadap PDRB sebesar 12,46 %. Dengan adanya hal tersebut dapat menjadi modal dalam meningkatkan alokasi anggaran untuk perlindungan sosial lansia di lapangan.

Ketersediaan teknologi yang dimiliki oleh beberapa tempat pelayanan kesehatan masyarakat di Surakarta masih belum memadai. Peralatan medis yang ada di Puskesmas tidak selengkap peralatan medis yang ada di Rumah Sakit, sehingga apabila ada lansia yang menderita penyakit dalam maka akan kesulitan untuk memeriksanya dan terpaksa harus dibawa ke Rumah Sakit agar mendapatkan penanganan yang intensif.

b. Perhatian Pers Terhadap Masalah Kebijakan.

Media atau pers diperlukan dalam mensosialisasikan informasi kebijakan yang diimplementasikan. Perlindungan sosial lansia perlu dikomunikasikan kepada seluruh aparat pelaksana baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Dalam hal ini peranan pers dalam menyebarluaskan informasi berkaitan dengan perlindungan sosial lansia. Pers dapat mengangkat permasalahan tentang kesejahteraan lansia terlantar sehingga mampu mendorong partisipasi kelompok masyarakat atau organisasi sosial dalam kebijakan yang diimplementasikan.


(2)

c. Dukungan Publik

Perlindungan sosial lansia oleh

Dinsosnakertrans Kota Surakarta

merupakan kebijakan yang bersifat insentif. Implementasi perlindungan sosial lansia oleh Dinsosnakertrans Kota Surakarta mendapatkan apresiasi dari masyarakat. Hal ini terbukti dengan banyak dukungan dan antusiasme masyarakat dan lansia terhadap perlindungan sosial lansia. Sebagian masyarakat dan lansia terlantar mendukung adanya perlindungan sosial lansia karena manfaat yang dirasakan yaitu mampu membantu lansia terlantar dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari dan memperbaiki kondisi kesejahteraan sosial lansia.

d. Sikap Kelompok Sasaran Utama

Sikap dari kelompok sasaran

kebijakan sangat menentukan pelaksanaan suatu program di lapangan. Hal ini bisa dianalisis dari seberapa besar tingkat kepatuhan lansia terlantar dalam

memahami dan mentaati ketentuan

tentang perlindungan sosial. Seperti yang terjadi dalam Panti. Lanjut usia terlantar tersebut senantiasa mengikuti kegiatan pelayanan sosial dan mentaati mentaati peraturan yang ada. Sedangkan sikap yang ditunjukkan oleh lansia terlantar di luar panti sangat antusias sekali. Ketika bantuan sosial ini dikeluarkan lansia di luar panti sangat ingin sekali mendapatkan bantuan sosial dari Pemerintah tersebut. e. Dukungan Kewenangan

Dukungan kewenangan dapat

berpengaruh terhadap kebijakan yang

diimplementasikan. Tanpa adanya

dukungan kewenangan khususnya dari pejabat-pejabat di tingkat atas, akan

menyulitkan proses implementasi

kebijakan yang dibuat. Hal ini dapat dilihat dari adanya dukungan dari pejabat tinggi dalam hal ini Walikota dalam bentuk Perwali No 13 Tahun 2008 tentang penjabaran tugas pokok dan fungsi Dinsosnakertrans Kota Surakarta yang

bertanggungjawab dalam mengatasi

persoalan lansia terlantar di Kota Surakarta.

f. Komitmen Aparat Pelaksana

Respon dari aparat turut

mempengaruhi jalannya implementasi

perlindungan sosial lansia oleh

Dinsosnakertrans. Respon yang diberikan oleh para aparat sangat positif dengan

melaksanakan setiap tugas dan

kewajibannya dengan baik dan

bertanggung jawab. Adanya pegawai dengan latar belakang pendidikan yang berbeda juga akan turut mempengaruhi implementasi kebijakan di lapangan.

Ketidak pahaman pegawai yang

berkompetensi kurang baik akan dapat ditutupi oleh kerjasama tim yang baik dari masing-masing bidang dalam menjalankan tugasnya. Dengan adanya respon yang baik terhadap pelayanan sosial dan kegiatan pendampingan kepada lansia terlantar di dalam Panti dan diluar Panti ini akan membawa pengaruh terhadap intensitas dan kualitas aparat pelaksana dalam mengimplementasikan perlindungan sosial lansia.


(3)

3. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Perlindungan Sosial Lansia oleh Dinsosnakertrans Surakarta dapat dijelaskan sebagai berikut :

Indikator

Implementasi Perlindungan Sosial

Lansia Keterangan

Karakteristik Masalah

Kesukaran-Kesukaran Teknis

Menggunakan cara-cara tidak manusiwasi dengan melakuakan razia kepada lansia terlantar sehingga tidak mampu memperbaiki kondisi kesejahteraan lansia terlantar Menghambat Tingkat Kemajemukan Kelompok Sasaran

Lansia terlantar memiliki latar belakang dan kondisi yang berbeda-beda sehingga sulit untuk menentukan mana saja lansia terlantar yang berhak untuk mendapatkan perlindungan sosial Menghambat Proporsi Kelompok Sasaran terhadap total Populasi.

Cakupan kelompok sasaran perlindungan sosia lansia yaitu lansia terlantar cukup banyak sehingga perlindungan sosial lansia tidak mampu menjangkau seluruh lansia terlantar di Kota Surakarta

Menghambat

Tingkat Perubahan Perilaku yang Diharapkan.

Perilaku lansia terlantar sulit untuk dirubah sehingga banyak lansia terlantar yang berkeliaran di jalanan atau ditelantarkan

Menghmabat

Karakterisitk Kebijakan

Kejelasan isi kebijakan

Cukup jelas, disampaikan kepada aparat pelaksana, dan lansia. Mempermudah koordinasi dalam implementasi

perlindungan sosial lansia

Mendukung

Dukungan teoritis kebijakan

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar (basic need approach), bukan berorientasi pada esensi dari perlindungan sosial. Tujuan utama atau esensi dari perlindungan sosial lansia menjadi tidak tercapai

Menghambat

Dukungan antar instansi

Kerjasama yang terjalin antar instansi dan SKPD cukup baik.

Mendukung

Memudahkan

koordinasi dalam implementasi

perlindungan sosial lansia

Rekrutmen aparat pelaksana

Jumlah sumber daya manusia masih belum memadai baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Proses pendampingan dan pelayanan kepada lansia berjalan tidak maksimal

Menghambat

Kejelasan aturan badan pelaksana

Adanya kejelasan dari segi peraturan atau undang-undang terkait perlindungan sosial lansia. Memudahkan dalam mengaplikasikan kebijakan di lapangan

Mendukung

Akses formal pelaksana ke organisasi lain

Peluang bagi masyakat atau swasta untuk berpartisipasi dalam implementasi

perlindungan sosial lansia. Memperlancar proses perlindungan sosial kepada lansia terlantar dalam Panti dan luar Panti

Mendukung

Lingkungan Kebijakan

Kondisi sosial Ekonomi dan Teknologi

Terjadinya perubahan nilai-nilai kepada lansia karena pengaruh budaya luar (sosial). Menurunnya

penghormatan kepada lansia.

Penerimaan pendapatan Kota Surkarta yang cukup besar (PDRB) untuk memperbesar anggaran untuk perlindungan sosial lansia (ekonomi). Peningkatan pelayanan dan bantuan dalam perlindungan sosial kepada lansia terlantar Ketersediaan terknologi seperti Posyandu, Puskesmas dan Rumha Sakit guna mendukung perlindungan sosial lansia (teknologi). Kemudahan lansia untuk mengakses fasilitas pelayanan publik bagi lansia terlantar.

Menghambat

Mendukung

Mendukung

Dukungan media dan pers

Perhatian pers dan media terhadap perlindungan sosial lansia. Perlindungan sosial lansia belum banyak diketahui oleh masyarakat luas.


(4)

Dukungan Publik

Dukungan masyarakat terhadap perlindungan lansia terlantar dalam Panti dan diluar Panti. Perlindungan sosial lansia di Kota Surakarta disambut baik oleh masyarakat.

Mendukung

Sikap kelompok sasaran

Sikap lansia baik di dalam Panti dan diluar Panti yaitu hasilnya positif dan mudah untuk diajak kerjasama

Mendukung

Dukungan kewenangan

Adanya arahan Walikota akan tetapi masih belum ditindaklanjuti dengan Perda. Impelementasi

perlindungan sosial menjadi tidak serius dilaksanakan

Menghambat

Komitmen aparat pelaksana

Meskipun jumlah aparat sedikit tapi komitmen aparat pelaksana terhadap perlindungan sosial lansia sangat tinggi. Meningkatkan pelayanan sosial dan penyaluran bantuan sosial kepada lansia terlantar dalam Panti maupun diluar Panti

Mendukung

SIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi perlindungan sosial lansia oleh Dinsosnakertrans belum berjalan maksimal, dikarenakan hasil kebijakan masih belum mampu untuk memperbaiki kesejahteraan lansia terlantar di Kota Surakarta. Proses implementasi perlindungan sosial lansia oleh Dinsosnakertrans Kota Surakarta ini dapat dianalisis dari ketiga indikator yaitu karakteristik masalah, karakteristik kebijakan dan lingkungan kebijakan. Berdasarkan hasil analisis dari masing-masing indikator, dapat dikatakan bahwa hasil implementasi kebijakan belum maksimal dan belum semua kebutuahn lansia terlantar dalam panti dan diluar Panti dapat terpenuhi, sehingga belum

berjalan sesuai dengan harapan lansia terlantar di Kota Surakarta.

Proses implementasi perlindungan sosial lansia senantiasa dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang mendukung maupun menghambat. Beberapa faktor

yang mendukung implementasi

perlindungan sosial lansia meliputi kejelasan isi kebijakan, kejelasan aturan badan pelaksana, integrasi antar organisasi pelaksana, kemudahan dalam akses formal pelaksana ke organisasi lain, kondisi ekonomi, teknologi yang memadai, sikap kelompok sasaran dan banyaknya dukungan publik, komitmen aparat pelaksana terhadap kebijakan. Sedangkan faktor yang menghambat proses implementasi perlindungan sosia lansia oleh Dinsosnakertrans yaitu kurangnya dukungan kewenangan dalam bentuk Peraturan Daerah, kurangnya perhatian pers, kondisi sosial masyarakat Surakarta, rekrutmen aparat pelaksana yang belum efektif, keterbatasan alokasi sumber daya finansial, dukungan teoritis kebijakan.

SARAN

1. Pemerintah Kota Surakarta perlu mengkaji kembali Perlindungan Sosial Lansia yang diimplementasikan oleh Dinsosnakertrans Kota Surakarta dengan menindaklanjutinya dengan dibentuknya sebuah Perda secara khusus mengatur tentang hak-hak lansia, sehingga kebijakan yang selama ini berjalan dimungkinkan untuk


(5)

dikembangkan supaya dapat

mengakomodir setiap kebutuhan

lansia terlantar di Kota Surakarta 2. Menambah cakupan dari kelompok

sasaran kebijakan yang awalnya ditujukan kepada lansia terlantar di beberapa kelurahan di Kota Surakarta, melainkan mencakup lanjut usia terlantar di seluruh kecamatan di Kota Surakarta, yang mana dapat dilakukan dengan menambah alokasi anggaran untuk perlindungan sosial lansia

dengan memanfaatkan berbagai

penerimaan daerah atau PDRB Kota Surakarta untuk urusan perlindungan sosial lansia dalam panti dan diluar

Panti. sehingga dampak dari

perlindungan sosial lansia dapat dirasakan oleh seluruh lanjut usia terlantar di Kota Surakarta.

3. Penambahan jumlah aparat pelaksana seperti pendamping lansia yang ditempatkan dalam dalam Panti Whreda Dharma Bakti Surakarta dan di beberapa keluruhan atau kecamatan di

Kota Surakarta, perlu adanya

pemberian insentif dan semacam pelatihan atau diklat bagi pendamping lansia dalam rangka meningkatkan kualitas dan kapabilitas pendamping lansia dalam melakukan kegiatan pendampinga lansia didalam Panti dan diluar panti.

4. Dinsosnakertrans perlu menjalin kerjasama dengan lembaga sosial masyarakat (LSM) dan organisasi sosial

masyarakat yang perhatian terhadap permasalahan kesejahteraan sosial lansia terlantar di Kota Surakarta sehingga dapat memberikan masukan untuk perbaikan isi kebijakan perlindungan sosial lansia di Surakarta.

5. Pelaksanaan sosialisasi program ini harus disampaikan kepada seluruh pihak terkait termasuk masyarakat yang ada di lingkungan kebijakan yang

diimplementasikan, sehingga

mayarakat dapat mengetahui

kebijakan yang diluncurkan. Sosialisasi perlindungan sosial lansia perlu

digencarkan terhadap beberapa

kelompok sasaran, seperti: lurah, tokoh masyarakat, warga secara umum, dan terutama kelompok calon sasaran yaitu lansia terlantar di Kota Surakarta

DAFTAR PUSTAKA

Depsos RI. 2009. Standarisasi

Pelayanan Sosial Lansia Luar Panti. Jakarta.

Dunn, William N. 2000, Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Edisi kedua (terj). Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

Mazmanian Daniel A, Sabatier Paul A. 1989. Implementation and Public Policy: With a New Postscript. Amerika : University Press of America.


(6)

Moeleng, Lexy, J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Nugroho, Riant. 2009. Public Policy (edisi

revisi). Jakarta : PT. Elex Media

Komputindo

Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Suharto, Edi, Michael Cuddy, Juni Thamrin dan Eamon Moran. 2006b. Strengthening Social Protection

Systems in ASEAN, Galway,

Ireland: GDSI. Sumber Lain :

Keputusan Presiden Nomor 52 tahun 2004 tentang Komisi Nasional Lanjut Usia.

Laporan Dinsosnakertrans Kota

Surakarta 2013

Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang No 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial Undang-Undang No 13 Tahun 1998