SEJARAH PERJUANGAN DAN PERAN KH. ISTAD DJANAWI DALAM MENGEMBANGKAN ISLAM DI DESA TAWAR KECAMATAN GONDANG KABUPATEN MOJOKERTO (1919-1959).

(1)

SEJARAH PERJUANGAN DAN PERAN KH.ISTAD DJANAWI DALAM MENGEMBANGKAN ISLAM DI DESA TAWAR KECAMATAN

GONDANG KABUPATEN MOJOKERTO (1919-1959)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh: Aswin Setyawati NIM A92212164

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

xi

ABSTRAK

KH.Istad Djanawi adalah seorang tokoh pejuang Islam yang berperan penting dalam mengembangkan Islam di Desa Tawar. Beliau berhasil mengembangkan Islam dengan melakukan pembaharuan terhadap keyakinan masyarakat Desa Tawar yang ketika itu masih memegang erat kepercayaan Animisme, Dinamisme, maupun Hindu Budha. Meskipun Islam sudah berkembang disana, akan tetapi Islam yang dianut sebagian

masyarakat adalah Islam Kejawen. Sehingga kegiatan keagamaan maupun pemahaman

masyarakat terhadap Islam masih sangat minim.

Penelitian ini menggunakan pendekatan historis. Data penelitian diperoleh melalui wawancara, dokumentasi, dan sumber tertulis yang berkaitan dengan KH.Istad Djanawi. Selanjutnya data-datatersebut dianalisis dengan metode diskriptif dan teori interpretative.

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perkembangan Islam di desa Tawar sebelum kedatangan Kiai Istad Djanawi tergolong lambat karena kekosongan tokoh agama. Dakwah Kiai Istad yang dekat dengan masyarakat dan tidak menggunakan unsur kekerasan menyebabkan masyarakat desa Tawar dapat menerima ajaran dari beliau. Keberhasilan Kiai Istad Djanawi selama berdakwah dari tahun 1919 hingga tahun 1959 ditandai dengan pembangunan masjid di desa Tawar, pembangunan Madrasah Ibtida’iyah dan Pondok Pesantren.


(6)

xii

ABSTRAC

KH.Istad Djanawi is a hero of Islam who was instrumental in developing

Islam in the village of Freshwater. He succeeded in developing Islamic update our belief that villagers bargain when it still holds tightly trust animism, dynamism, and Hindu Buddha. Although Islam has grown there, but some people embraced Islam is Islam Kejawen. So that religious activities and people's understanding of Islam is still very minimal.

This study takes a historical approach. Data were obtained through

interviews, documentation and written sources relating to KH.Istad Djanawi. Furthermore, the data-datatersebut analyzed by descriptive and interpretative theory.

Results of this study can be concluded that the development of Islam in the

village before the arrival Freshwater Kiai Istad Djanawi quite slow because of the emptiness of religious figures. Da'wah Kiai Istad are close to the people and does not use elements of violence causing villagers Bargaining can receive teachings from him. Kiai success Istad Djanawi for preaching from 1919 until 1959 was marked by the construction of a mosque in the village of Freshwater, Ibtida'iyah Madrasah building and boarding school.


(7)

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………... i

PERNYATAAN KEASLIAN………. ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING……….. iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI………. iv

MOTTO………. v

PERSEMBAHAN………. vi

KATA PENGANTAR………..viii

ABSTRAK………... xi

DAFTAR ISI……….xiv

TRANSLITERASI………xvi

BAB I : PENDAHULUAN……….1

A. Latar belakang Masalah………....1

B. Rumusan Masalah………8

C. Tujuan Penelitian………..9

D. Kegunaan Penelitian……… 9

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik……… 9

F. Penelitian Terdahulu………11

G. Metode Penelitian……….. 11

H. Sistematika Pembahasan……… 16

BAB II : PROFIL KIAI ISTAD DJANAWI………. 17

A. Profil Desa Tawar Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto………17


(8)

xv

C.Sejarah Kelahiran Kiai Istad Djanawi sampai dewasa………… 27

D.Latar belakang pendidikan Kiai Istad Djanawi……….. 31

E. Karya-Karya Kiai Istad Djanawi……… 40

F. Keseharian Kiai Istad Djanawi……….42

G.Akhir hayat Kiai Istad Djanawi………44

BAB III: PERAN KIAI ISTAD DALAM MENGEMBANGKAN ISLAM DI DESA TAWAR……… 45

A. Keadaan Desa Tawar Sebelum Islam Datang……….45

B. Perkembangan Islam di Desa Tawar……… 48

C. Peran Kiai Istad Djanawi dalam mengembangkan Islam di Desa Tawar……….53

D. Strategi dakwah Kiai Istad Djanawi dalam mengembangkan Islam……… 56

BAB VI: DAMPAK ISLAMISASI………63

A.Pengembangan Sarana dan Prasarana Ibadah di Desa Tawar……63

B. Majunya Pendidikan di Desa Tawar……….. 66

B. Kegiatan Keagamaan diDesa Tawar………...79

BAB V : PENUTUP……….. 82

A.Kesimpulan………..82


(9)

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Desa Tawar merupakan sebuah desa di kecamatan Gondang kabupaten Mojokerto yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani. Desa ini menaungi beberapa dusun seperti Tlasih, Klagen, Purwoasri. Pemberian nama Tawar tersebut didasaran pada kisah pada masa kolonial Belanda dimana ditempat tersebut ditemukan sebuah sumber mata air bening yang berkhasiat, karena salah satu hewan buruan warga yang terluka ditemukan sembuh setelah masuk kedalam mata air tersebut.

Orang yang pertama kali menemukan desa Tawar adalah Mbah Sabdomulyo yang santer dikabarkan makamnya merupakan makam Islam sebagaimana arah makam yang membujur ke utara (menghadap kiblat)

sebagaimana makam orang Islam pada umumnya.1 Ia lah yang dikabarkan

membuka hutan yang kemudian menjadi desa Tawar, meskipun belum bisa dipastikan kapan datangnya Mbah Sabdomulyo.

Kepercayaan penduduk desa Tawar sendiri masih kental dengan sebutan

Islam kejawen, Islam Kejawen merupakan suatu keyakinan dan konsep-konsep

Hindu-Budha yang cenderung kearah mistik yang bercampur menjadi satu dan

1

M.Fatihul Ihsan, Kiai Istad Djanawi Ulama Ahli Riyadloh dan Dermawan (Mojokerto: Ponpes Miftahul Qulub Tawar, 2010), 17.


(11)

diakui sebagai agama Islam.2Islam Kejawen memadukan unsur dan tradisi Jawa

dengan ajaran Islam, serta masih berkaitan dengan ajaran mistik.3 Aliran Islam

kejawen yang saat itu dianut masyarakat adalah Darmo Gandul, Darmo Gandul

adalah aliran Islam Kejawen yang ajarannya tidak memiliki syari’at atau

mengabaikan syari’at Islam dimana penganutnya masih memegang erat budaya

mistik.4 Darmo Gandul merupakan aliran kebatinan yang berpegang teguh pada

kitab suci yaitu kitab Darmo Gandul, kitab ini berisi ajaran sinkritisme, dan

terdapat sebuah pangkur yang isinya menghina Islam, serta mencari kesamaan ajaran diantara agama-agama seperti Hindu, Budha, dan Islam, dalam buku

tersebut terdapat kesan bahwa zikir Budha itu lebih daripada zikir cara Islam.5

Karena itu masih banyak kegiatan hiburan (Tayuban) yang dihadiri warga

Tawar. Setiap kegiatan hiburan tersebut seringkali terjadi keributan, banyak wanita penghibur yang berdatangan ke desa Tawar karena tempat tersebut

diyakini memiliki banyak pelanggan.6

Selain itu desa Tawar merupakan desa yang terkenal dengan desa Maling, karena hampir seluruh penduduk desa melakukan kegiatan tersebut, hal ini dilakukan secara terus menerus dan kasus pencurian yang terjadi tidak hanya menyangkut permasalahan materi tetapi juga menyangkut istri atau dengan kata lain banyak warga Desa Tawar yang mencuri istri orang lain dengan cara dipaksa

2

Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), 312.

3

Simuh, Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita (Jakarta:UI Press, 1988), 2.

4

Ahmad Idris Syamsudin, Wawancara, Mojokerto 18 September 2015.

5 Ainuttijar, “Serat Darmo gandul” dalam

http://Ainuttijar.blogspot.co.id/2011/04/serat-darmo-gandul.html (Diakses 14 Desember 2015)

6


(12)

ataupun di gendong.7 Keadaan semacam itu sering terjadi sebelum akhirnya Kiai Istad Djanawi datang ke Desa Tawar.

Kiai Istad Djanawi merupakan tokoh yang menjadi panutan warga tawar, ia lahir di Desa Mbothe (Kalianyar) Kertosono, sebuah Desa yang penduduknya rata-rata memang santri. Ia lahir tahun 1879 M, sementara nama Istad dipilih

oleh sang Bapak yang diharapkan nantinya memberikan berkah

(Tafa’ulan).8Istad di masa kecil sudah mendapatkan bimbingan ilmu agama dari

orangtuanya seperti membaca al-qur’an, kewajiban sebagai anak, nilai-nilai

kesederhanaan dan tanggung Jawab untuk belajar. Meskipun ketika itu keadaan pendidikan di Indonesia masih sangat minim karena pemerintah Belanda masih berkuasa sehingga belum menyediakan pendidikan yang layak bagi masyarakat pribumi. Tahun 1888 sudah dibentuk inspektur pendidikan yang kemudian dibukalah pendidikan rakyat yang tidak semua lapisan masyarakat bisa mengenyam pendidikan tersebut kecuali mereka yang merupakan anak perangkat desa yang bekerjasama dengan pemerintah Belanda. Sedangkan keluarga Kiai Istad menganggap pesantren sebagai tempat menimba ilmu sekaligus satu-satunya lembaga pendidikan yang memberikan ideologi untuk melawan penjajahan.

Seiring dengan bertambahnya usia, ia berkeinginan untuk mendalami ilmu agama dengan berguru pada Kiai-Kiai yang tersohor di wilayah Nganjuk.

7

Kasan, Wawancara, Mojokerto, 18 September 2015.

8


(13)

Nganjuk sejak dulu memang telah memiliki banyak pesantren sekaligus beberapa tokoh ulama tersohor, misalnya pesantren Mojosari asuhan Kiai Imron yang kemudian diasuh Kiai Zainuddin yang terkenal karomahnya, pondok Sekarputih asuhan KH. Abdul Rahman, pondok Mangunsari yang diasuh Kiai Imam Bahri yang masih kerabat Kiai Abdul Majid pengasuh pondok pesantren Kedunglor

Bandar Lor Kediri ataupun pesantren-pesantren lainya.9

Karena keinginan itulah, Kiai Istad yang berusia 14 tahun berpamitan kepada kedua orangtuanya untuk meninggalkan kampung halaman untuk mencari ilmu hanya dengan berbekal nasi aking dan sebuah sepeda. Tujuan pertamanaya adalah ke pesantren Mangunsari asuhan Kiai Imam Bahri, setelah itu ia juga sempat menimba ilmu di Madura tepatnya pada Kiai Kholil Bangkalan.

Ia terus mengembara untuk menambah pengetahuan keagamaannya khususnya dalam bidang tasawuf yang memang telah ditekuni selama berada di Mangunsari. Kebiasaan yang sering dilakukan adalah riyadloh hanya dengan makan buah mengkudu kurang lebih selama 3 tahun di makam Sayid Sulaiman Betek Mojoagung, semua itu adalah semata-mata untuk membersihkan jiwa dan mendekatkan diri kepada Allah Swt, ditengah riyadlohnya tidak jarang ia

merasakan majdzub, yakni masuk ke dalam alam bawah sadarnya karena

terpesona dengan sifat „adzomah Allah.10

9

Ibid., 5.

10


(14)

dalam keadaan demikian ia mendapat petunjuk dalam menentukan arah

perjalanan kehidupan.11Dalam bidang thariqah ia berguru kepada seorang

mursyid yang bernama Syekh Umar (Mbah Sri) yang berada di wilayah Jombang tepatnya di Desa Besuk, Curahmalang, Sumobito.

Kiai Istad melanjutkan pengembaraannya ke wilayah selatan sesuai dengan isyarat Ilham yang diterimanya dan ia sempat selama beberapa bulan singgah di Desa Graji di wilayah Dlanggu, kemudian akhirnya mendapat petunjuk untuk melanjutkan perjalanan kembali. Ia bermimpi melihat sebuah musholla yang di depannya ada seorang janda dan mempunyai anak janda, sedangkan di belakang musholla tersebut terdapat kuburan atau makam dimana diatas makam tersebut ada seorang pria pendek, dempal dan memakai blangkon

yang meminta tolong kepada Kiai Istad.12Kiai Istad diminta untuk menolongnya,

dan bila tidak ditolong maka akan menjadi tanah merah.13

Ketika itu, Kiai Istad memiliki seorang seorang murid yang setia menemaninya, karena penasaran dengan mimpi tersebut ia ditemanai muridnya tersebut mencari lokasi musholla tersebut yang pada akhirnya berhasil ia temukan dan laki-laki tersebut bernama Kiai Burhani. Kiai Burhani merupakan pemilik musholla tersebut.

11

Ibid.

12

Ibid.

13


(15)

Musholla tersebut berada di Desa Tawar Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto, dengan kata lain menurut masyarakat setempat Kiai Istad harus mengemban amanah dari Kiai Burhan untuk singgah di musholla tersebut.

Selama berada di Musholla tersebut ia menghidupkan kegiatan keagamaan seperti sholat berjamaah dan ia menjadi imamnya. Pada saat itulah Nyai Wati’ah (istri Kiai Burhani) terkesan dan menjadikan Kiai Istad sebagai menantunya, yang dinikahkan dengan putrinya yakni seorang janda tanpa anak bernama Fatimah Jayun Yaumi. Ketika menikah ia berusia 40 tahun dan dari hasil pernikahannya ia dikaruniai 12 anak.

Sosok yang hadir di mimpi Kiai Istad memang merupakan Kiai Burhani yang akhirnya sekaligus menjadi mertua Kiai Istad, ia merupakan seorang ulama yang menyediakan tempat tinggal untuk Kiai Istad Djanawi selama menyebarkan Islam. Namun ia meninggal dunia dan Desa Tawar sempat mengalami kevakuman seorang tokoh agama sampai akhirnya perjuangannya diteruskan oleh Kiai Istad Djanawi.

Kedatangan Kiai Istad Djanawi mampu memberikan perubahan yang berarti di desa Tawar, dengan gaya dakwahnya yang fleksibel sehingga semua lapisan masyarakat bisa menerima kehadirannya. Ia menggunakan strategi

berdakwah dengan cara Muqtadhol Maqam, yakni berdakwah yang lebih

mengedepankan interaksi dengan masyarakat setempat dengan cara berdagang. Bahkan ia mempunyai sebutan sebagai seorang makelar yang sering melakukan jual beli binatang ternak milik warga setempat. Selain dengan berdagang ia juga


(16)

berdakwah dengan cara sembunyi-sembunyi karena ketika itu Belanda masih

berkuasa di Indonesia, ketika itu kitab yang diajarkan adalah Ta’lim Muta’alim

dan Fiqih.14

Dalam melakukan kegiatan dakwahnya, ia mengalami banyak rintangan

seperti terjadinya peristiwa puthuk. Puthuk adalah semacam tanah yang

berbentuk bukit kecil yang biasanya terdapat di kebun yang jarang dijamah oleh orang, letak puthuk ini berada di antara desa Tawar dengan desa Karangkuten

yang dipisah sungai besar bernama sungai Pikatan.15Tanah ini dipercaya warga

Tawar sebagai tanah yang dihuni banyak makhluk halus sehingga tanah ini

dikeramatkan warga sekitar. Sedangkan peristiwa Puthuk adalah peristiwa yang

terjadi ketika para murid Kiai Istad membongkar tanah Puthuk tersebut untuk

dijadikan persawahan sesuai permintaan Kiai Istad, namun tiba-tiba tebing di sampingnya roboh dan menimpa salah satu murid Kiai Istad bernama Kang Darmo yang ketika itu sedang mencangkul. Kejadian ini dilaporkan kepada Kiai Istad dan atas izin Allah Swt, Kiai Istad menggedukkan kakinya kebumi dan seketika itu muridnya yang sedang tertimbun bisa keluar dari tanah dalam

keadaan hidup.16Tanah ini akhirnya bisa dimiliki Kiai Istad Djanawi berkat

usahanya dan pertolongan dari Allah Swt, dan tanah tersebut berhasil dialih fungsikan sebagai lahan pertanian.

14

Abdul Majid, Wawancara, Mojokerto, 17 September 2015.

15

Ihsan, Kiai Istad Djanawi, 26.

16


(17)

Berkat perannya yang berdampak hingga saat ini, pada tahun 1947 KH. Istad Djanawi berhasil mendirikan lembaga pendidikan Miftahul Qulub Tawar. Ia memulainya dengan mengumpulkan kayu nangka untuk pondasi awal bangunannya.

Saat ini perkembangan lembaga pendidikan Miftahul Qulub Tawar telah berkembang pesat, dan telah menjadi sebuah yayasan pendidikan menjadikan desa Tawar sebagai salah satu tujuan pendidikan bagi santri yang ingin mengabdi

ilmu di Mojokerto. Selain itu, ia juga seorang guru thariqah yang mulai

mengijazahkan Thariqah Naqsabandiyah Kholidiyah Mujaddadiyah yang sudah

lama diamalkannya sejak ia berdakwah ke desa Tawar, dimana kegiatan ini

sampai sekarang masih berlangsung di masjid peninggalan ia.17

Kiai Istad Djanawi mampu memberikan perubahan pada Desa Tawar yang masyarakatnya gemar melakukan perbuatan-perbuatan kotor dan maksiat. Setelah kedatangan Kiai Istad banyak perubahan yang terlihat seperti keadaan desa Tawar yang mulai aman, banyak masyarakat yang mulai memeluk dan memahami ajaran Islam dengan benar, serta kebiasaan buruk masyarakat seperti pencurian dapat ditumpas. Banyak warga masyarakat Desa Tawar yang meninggalkan profesinya sebagai maling dan menjadi murid Kiai Istad Djanawi.

Selain itu, kegiatan keagamaan di desa Tawar semakin sering dilakukan seperti adanya pengajian kitab, sholat berjamaah, semua itu dilakukan dengan tidak memaksa, dan ia memberikan contoh dengan perilakunya, tidak sekedar

17


(18)

dengan ucapan. Sehingga banyak warga masyarakat Tawar yang akhirnya bersedia mengikuti ajaran dari Kiai istad Djanawi.

B. Rumusan Masalah:

1. Siapakah Kiai Istad Djinawi?

2. Bagaimana sejarah dan perkembangan Islam di desa Tawar?

3. Apa ajaran Kiai Istad Djanawi dalam mengembangkan Islam?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui tokoh Kiai Istad Djanawi.

2. Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan Islam di desa Tawar.

3. Untuk mengetahui ajaran Kiai Istad Djanawi

D. Kegunaan Penelitian

Hasil-hasil penelitian ini diharapkan dapatbermanfaat bagi:

1. Dari segi akademis: penelitian ini dapat menjadi rujukan ataupun bahan

informasi bagi masyarakat tentang sejarah perjuangan dan peranan Kiai Istad Djanawi dalam pengembangan Islam di desa Tawar kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto.

2. Dari segi praktis: diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah dan

melengkapai keilmuan Islam khususnya sejarah Islam di Indonesia. E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik

Dalam studi sejarah biasanya digunakan juga pendekatan ilmu sosial


(19)

pendekatan sosio-historis yang menjelaskan tentang biografi tokoh Kiai Istad Djanawi serta perjuangan dan peranannya di desa Tawar. Karena objek dakwahnya adalah masyarakat sehingga sangat menentukan keberhasilan dakwah dari Kiai Istad Djanawi.

Kiai Istad Djanawi merupakan tokoh penting pengembangan Islam di desa Tawar, ia bergerak dalam bidang sosial, pendidikan, terutama dalam bidang keagamaaan. Selain itu pula, banyak peninggalan ia yang hinggga saat ini masih terawat baik bangunan fisik seperti masjid peninggalan, rumah singgah, ponpes sebagai lembaga pendidikan maupun karya-karya ia.

Teori yang digunakan adalah teori behavioral.18 Teori ini menekankan

pada aktor yang memimpin suatu gerakan, lembaga, ataupun komunitas dan interpretasi terhadap situasi di zamannya. Selain itu, teori yang masih relevan dengan “Sejarah dan Perjuangan Kiai Istad Djanawi Dalam Mengembangkan

Islam di Desa Tawar Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto (1919-1959)”

adalah teori kepemimpinan. Teori kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain yakni orang-orang yang dipimpin atau pengikutnya sehingga orang lain tersebut bertingkah laku seperti yang

dikehendaki oleh pemimpin tersebut.19

Teori kepemimpinan memiliki banyak macamnya. Namun teori kepemimpinan dengan model ekologis atau sintesis lebih sesuai dengan tokoh

18

Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 11.

19Erma Mauluddiyah, “KH.Dawud Munawar Dan Perannya Di Pondok Pesantren Tahfidhul Qur’an


(20)

yang saya bahas. Teori kepemimpinan model ekologis atau sintesis menyatakan seseorang akan sukses menjadi pemimpin bila sejak lahir telah memiliki bakat kepemimpinan dan dikembangkan melalui pengalaman serta cita-cita, usaha

pendidikan yang sesuai dengan tuntunan lingkungan atau ekologisnya.20Sehingga

dapat disimpulkan bahwa Kiai Istad Djanawi sebelum menjadi seorang pemimpin yang besar, ia memang lahir dari lingkungan Islam santri serta ia terlebih dahulu melakukan pengembaraan untuk memperoleh pengalaman dan pengetahuan keagamaannya dengan menempuh pendidikan di beberapa pesantren.

F. Penelitian Terdahulu

M.Fatihul Ihsan, Kiai Istad Djanawi: Ulama Ahli Riyadloh dan Dermawan,

Ponpes Miftahul Qulub Tawar Mojokerto, tahun 2010, menjelaskan mengenai biografi Kiai Istad Djanawi, metode dakwahnya, serta perjuangannya mengembangkan Islam dan pendidikan Islam di desa Tawar, Gondang, Mojokerto.

G. Metode Penelitian

Pada umumnya penelitian sejarah menggunakan metode kualitatif yang berdasarkan penafsiran, ataupun analisis sesuai data dan yang terjadi di lapangan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan data-data berupa buku, wawancara dengan informan seperi keluarga, santri, dan warga masyarakat yang mengetahui

20

Sunidhia Ninim Widiyanti, Kepemimpinan Dalam Masyarakat Modern (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), 21.


(21)

betul aktifitas dakwah dari Kiai Istad Djanawi.Dalam penelitian ini, peneliti memilih topik tentang sejarah perjuangan serta peranan KH.Istad Djanawi dalam mengembangkan Islam di desa Tawar. Metode penelitian sejarah memiliki 4

langkah kegiatan yaitu Heuristik, Kritik Sumber, Interpretasi dan Historiografi.21

1. Heuristik

Heuristik merupakan tahapan mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang

relevan dengan tulisan yang dikaji.22 Dalam penelitian ini data yang

dikumpulkan berasal dari pengasuh Ponpes Miftahul Qulub Tawar dalam hal ini yang bersangkutan adalah KH.Ahmad Syamsudin yang merupakan anak dari Kiai Istad Djanawi. Selain itu peneliti juga menggali sumber-sumber primer baik dalam bentuk literatur buku yang ada di Ponpes Miftahul Qulub Tawar Mojokerto. Adapun sumber yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Sumber Primer:

1) Buku-Buku Tentang Kiai Istad Djanawi

Buku yang digunakan oleh peneliti berjudul Kiai Istad Djanawi

Ulama Ahli Riyadloh dan Dermawan. Buku ini ditulis oleh M Fatikhul Ihsan dengan di editori oleh keluarga Kiai Istad Djanawi, yakni ustadz Ahmad Idris Syamsudin.

2) Kitab-Kitab Karangan Kiai Istad Djanawi

21

Nugroho Notosusanto, Norma-Norma Dasar Penelitian Penulisan Sejarah (Jakarta: Dephankam, 1971), 35.

22


(22)

Ia telah menulis ulang kitab Ta’lim Muta’alim dan Fiqih, meskipun banyak kitab lainnya yang juga ia tulis langsung.

3) Interview

Sumber lisan merupakan sumber yang disampaikan secara lisan yang turun-temurun. Pada penelitian ini, sumber lisan yang digunakan adalah sumber yang berasal dari pelaku peristiwa atau saksi mata atau yang

sering disebut oral history.23Sumber lisan sering juga disebut dengan

interview atau wawancara. Wawancara atau interview adalah teknik pengumpulan data yang dipakai oleh peneliti untuk mendapatkan

keterangan lisan dengan berhadapan langsung dengan informan.24

Dalam wawancara ini dilakukan terhadap informan yang merupakan keluarga Kiai Istad Djanawi yakni anak, murid, serta tokoh masyarakat desa Tawar. Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara dengan anak ia yakni KH.Ahmad Syamsudin, Nyai Musyarofah, murid pertama serta keluarga ia yakni KH.Abdul Majid, Pengawal pribadi atau abdi ia semasa hidup, serta warga masyarakat sekitar Desa Tawar yang sezaman dan mengetahui Kiai Istad Djanawi.

4) Observasi

23

Lilik Zulaicha, Metodologi Sejarah I (Surabaya: Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel, 2004), 22.

24

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta:Rineka Cipta, 1998), 155.


(23)

Observasi merupakan pengamatan langsung ke tempat dakwahnya dahulu yang sekarang telah menjadi ponpes Miftahul Qulub Tawar yang saat ini diasuh oleh KH.Ahmad Syamsudin.

b. Sumber Sekunder

Untuk mendukung penelitian ini penulis menggunakan sumber sekunder seperti buku-buku sejarah maupun referensi lain yang menyangkut atau mempunyai metode yang sama dengan judul yang diangkat peneliti.

2. Verifikasi (Kritik Sumber)

Kritik sumber adalah upaya untuk mendapatkan otentitas dan

kredibilitas sumber.25 Kritik sumber meliputi kritik Ekstern (luar) dan kritik

Intern (dalam). Ada beberapa tahapan dalam kritik luar adalah kritik yang berkaitan dengan berbagai hal, seperti memastikan keabsahan sumber sejarah, jenis tuisan dan kertas, menentukan pribadi penulis, dan waktu serta tempat

penulisan.26

Adapun kritik dalam adalah kritik yang membahas mengenai keadaan mental (kejiwaan) yang dilalui oleh penulisan sumber sejarah, dan kritik ini berusaha mengetahui jelas tujuan penulis dari apa yang ia tulis, mengetahui

25

Suhartono W. Pranoto, Teori dan Metodologi Sejarah (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), 34.

26


(24)

papkah penulis yakin akan apa yang ia tulis, dan apakah ada alasan cukup

yang menjadikannya yakin dan keabsahannya itu.27

3. Interpretasi

Interprtasi sering disebut dengan penafsiran atau analisis sejarah. Data yang telah terkumpul kemudian dibandingkan dan disimpulkan agar bisa dibuat penafsiran terhadap data tersebut sehingga dapat diketahui hubungan

kausalitas dn kesesuaian dengan masalah yang diteliti.28

Dari data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara, proses perjuangan yang dihadapi oleh Kiai Istad Djanawi dalam mengembangkan tidaklah mudah, karena selain tetap adanya respon yang kurang baik dari masyarakat setempat yang juga bersamaan dengan kebijakan kolonialisme Belanda yang tidak memperbolehkan Islam berkembang, sehingga Kiai Istad Djanawi menggunakan metode dakwah dengan cara sembunyi-sembunyi

dengan mengajarkan beberapa kitab seperti Ta’lim Muta’alim, fiqih dan

sebagainya.

4. Historiografi

Historiografi secara harfiah berarti penulisan. Tahap ini merupakan penyajian atas berbagai fakta yang telah terkumpul. Di tahap ini juga fakta-fakta sejarah diinterpretasikan dan kemudian penulis menyampaikan sintesis yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan dan disampaikan dalam bentuk

27

Ibid.

28


(25)

karya ilmiah atau tulisan.29 Historiografi merupakan tahapan akhir pada metode penelitian, dimana pada tahap ini dilaporkan atau dipaparkan hasil penelitian sesuai dengan data yang diperoleh oleh penulis.

H. Sistematika Pembahasan

Sistematika yakni runtutan garis besar isi penelitian, yang dibagi menjadi enam bab dibagian setiap bab terdapat sub sub bab. Pada bagian sistematika ini merupakan pondasi bagi bab-bab selanjutnya, karena pada bab pertamalah segala hal yang berhubungan dengan penulisan skripsi diatur.

Bab 1 Pendahuluan yang berisi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Pendekatan dan Kerangka Teoritik, Penelitian Terdahulu, Metode Penelitian, Sistematika Pembahasan .

Bab II Profil Kiai Istad Djanawi yang beris Profil Desa Tawar Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto, Biografi Kiai Istad Djanawi, Sejarah Kelahiran Kiai Istad Djanawi sampai dewasa, Latar belakang pendidikan Kiai Istad Djanawi, Keseharian Kiai Istad Djanawi, Karya-karya Kiai Istad Djanawi, Akhir hayat Kiai Istad Djanawi

Bab III Peran Kiai Istad Djanawi Dalam mengembangkan Islam yang berisi, Perkembangan Islam di desa Tawar, Peran Kiai Istad Djanawi dalam mengembangkan Islam di desa Tawar, Strategi dakwah Kiai Istad Djanawi dalam mengembangkan Islam.

29


(26)

Bab VI Dampak Islamisasi yang berisi tentang Pengembangan Sarana dan Prasarana Ibadah di Desa Tawar, Majunya Pendidikan di Desa Tawar, Kegiatan Keagamaan di Desa Tawar.


(27)

17

BAB II

PROFIL KH. ISTAD DJANAWI

A. Profil Desa Tawar Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto 1. Letak Geografis.1

Wilayah Desa Tawar terletak di Barat Laut wilayah Kec. Gondang dengan luas daerah seluruhnya 228,380 Ha yang terdiri dari : Pemukiman 5 Ha Persawahan 142,220 Ha, Pekarangan 22,400 Ha, Tegal 73,615 Ha, Jalan Kabupaten 2,5 Km, Jalan Umum Desa 10 Km.

Dengan batas administrasi wilayah sebagai berikut : Sebelah utara dengan Desa Talok Kecamatan Dlanggu, Sebelah Timur dengan Desa Pohjejer,Sebelah selatan dengan Desa Karangkuten, Sebelah Barat dengan Desa Mojogeneng Kecamatan Jatirejo.

1


(28)

18

2. Demografi.2

a. Jumlah Penduduk

Jumlah Penduduk di wilayah Ds. Tawar sampai akhir bulan Januari

tahun 2013 sebanyak 3.398jiwa terdiri dari : Laki – laki 1.748 dan

Perempuan 1.650 Jiwa. Dengan Pertumbuhan penduduk..3..%

No. Nama Dusun Luas

Wilayah

JML PDDK JML KK

1. Dusun Tawar 62, 340 315 85

2. Dusun Tlasih 86,630 557 180

3. Dusun Klagen 62,685 309 91

4. Dusun

Purwoasri

51,560 500 167

b. Komposisi Penduduk

1) Menurut jenis kelamin: Laki – laki 1.748 Jiwa, Perempuan

1.650 Jiwa

2) Menurut Umur: 0 – 6 tahun 261 Jiwa, 7 – 12 tahun 345 Jiwa,

13-15 tahun 140 Jiwa, 16 – 18 tahun 62 Jiwa, 18 Tahun keatas

1230 Jiwa. 2


(29)

19

3. Mata Pencaharian Penduduk.3

Di wilayah Desa Tawar mayoritas adalah Petani dan Buruh. Adapun data mata pencaharian penduduk sebagai berikut :

a. Petani : 587 Orang

b. Buruh Tani : 372 Orang

c. PNS / TNI / POLRI : 1 Orang

d. Pedagang / Wiraswasta : 64 Orang

e. Industri : 15 Orang

f. Lain – lain : 619 Orang

4. Ekonomi.4

Situasi perekonomian wilayah Desa Tawar saat ini relative stabil, secara umum diwilayah Desa Tawar khususnya kebutuhan masyarakat akan 9 (sembilan) kebutuhan pokok masih mencukupi dan daya beli masih bisa terjangkau.

a. Data kebutuhan bahan pokok masyarakat:

No Jenis Barang Harga Santuan

1. 2. 3.

Beras

Garam dapur Gula pasir

Rp. 8.500 Rp. 1.500 Rp . 11.200

Per kg Per kg Per kg

3

Ibid. 4


(30)

20 4. 5. 6. 7. 8. 9. Minyak goreng Tepung terigu Ikan asin Minyak tanah Sabun mandi Lpg 3 Kg

Rp. 11.500 Rp . 9.000 Rp. 12 000 Rp. 10.000 Rp. 1 500 Rp. 14.000 Per kg Per kg Per kg Per liter Per biji Per tabung

b. Di wilayah Desa Tawar juga terdapat industri Pemecah Batu yang

bisa menyerap tenaga kerja, adapun data Industri di wilayah Desa Tawar adalah sebagai berikut:

No. Jenis Industri Lokasi Pemilik

1. PT. CIMP Ds. Tlasih H. Dhata

2. PT. MUSIKA Ds. Tlasih H. Fathimah

c. Pertanian :

No. Jenis Pertanian Luas

1. Padi 50 Ha

2. Jagung 145 Ha


(31)

21

4. Ketela Rambat 9 Ha

5. Sayur-sayuran 8 Ha

6. Lain-lain 85 Ha

d. Perkebunan .

Sektor Perkebunan dan hutan di wilayah Desa Tawar adalah sebagai berikut :

No. Jenis Tanaman Perkebunan

Luas Lokasi

1. Tebu 27 Ha Dsn. Tawar, Dsn.

Tlasih, Dsn. Klagen, Dsn. Purwoasri

- - - -

e. Peternakan

Di Desa Tawar banyak terdapat sentra peternakan ayam

pedaging dengan jumlah 11 lokasi dengan model kemitraan antara perorangan dan perusahaan.


(32)

22

f. Data Kerajinan Mebel

NO NAMA / PEMILIK ALAMAT KET

1. H. PARWOTO Tlasih Bahan dari kayu jati

2. H. SUMARTO Tlasih Bahan dari kayu jati

3. SUSRIAMAH Tlasih Bahan dari kayu jati

5. Sosial Agama.5

a. Jumlah sekolah dan sarana pendidikan .

NO NAMA SEKOLAH ALAMAT KEPALA

SEKOLAH

JUMLAH MURID

1. TK Dharma Wanita Dsn. Tawar LILIK

RESIYOWATI, S.Pd

67

2. RA Miftahul Qulub Dsn. Tawar ARFATIN, S.Pd 96

3. SDN Tawar Dsn. Tawar PURNOMO, S.Pd 117

2. MI Miftahul Qulub Dsn. Tawar MUSTOFA, S.Pd.I 273

3. MTs. Miftahul

Qulub

Dsn. Tawar H. AHMAD CHUZAINI S.Pd, M.Pd.I

325

4. MA Miftahul Qulub Dsn. Tawar H. AGUS

SETYONO, S.Pd

257

JUMLAH 1.135

5


(33)

23

b. Jumlah pemeluk agama dan tempat ibadah.

NO AGAMA JUMLAH

PEMELUK

TEMPAT IBADAH JUMLA

H 1.

2.

ISLAM KRISTEN

3.397 1

Masjid & Musholla -

25 -

NO NAMA MASJID PIMPINAN TAKMIR ALAMAT

1. IMDADULLOH KH. AHMAD SYAMSUDIN Dsn. Tawar

2. AT TAQWA M. ALI ZUHDI Dsn. Tawar

3. AL AQSHO AHMAD SHOLEH Dsn. Tawar

4. BABUS SALAM KH. AHMAD SALAM Dsn. Tawar

5. AL MUQORROBIN Ust. SUNADJI Dsn. Tlasih

6. AL MUTTAQIN QULYUBI Dsn. Tlasih

7. BAITUL MAKMUR SUYONO Dsn. Tlasih

8. DARUS SALAM H. PARWOTO Dsn. Klagen

9. AL AMIN M. ASYIK Dsn. Klagen

10. BAITUR ROHMAN AHMAD BASHORI Dsn. Klagen

11. AT TAQWA KAMIL Dsn. Purwoasri


(34)

24

NO NAMA MUSHOLA PIMPINAN TAKMIR ALAMAT

1. MUTTAQIN AHMAD DAHRI Dsn. Tawar

2. AL AMAL KY. ABD. SALAM Dsn. Tawar

3. MUSTAQIM SOBIRIN Dsn. Tawar

4 5.

BAITUR ROHIM AN NASHOR

ABD. CHOLIQ, S.Ag M.NASRULLOH

Dsn. Tawar Dsn Tawar

6. DARUS SHOMAH M. SHOFI’I Dsn. Tlasih

7. DARUL HIDAYAH M. ROSYID Dsn. Tlasih

8. DARUN NAJAH M. SUNADJI Dsn. Tlasih

9. NURUL HUDA AGUS ARIFIN Dsn. Tlasih

10. AL BA’ABUD KHOIRUL ANAM Dsn. Klagen

11. BAITUR ROHIM SAMUDONO Dsn. Klagen

12. AT TAQWA KAMIL Dsn. Purwoasri

13. DARUT TAQWA M. MUHYIDDIN Dsn. Purwoasri

Tabel diatas merupakan data statistik tentang Desa Tawar. Statistik merupakan suatu indikator atau petunjuk keadaan sosial-ekonomi baik dari sudut penelitian maupun dari sudut penggarisan kebijaksanaan

pembangunan tingkat daerah maupun di tingkat nasional.6

6


(35)

25

Sesuai tabel diatas dapat disimpulkan bahwa penduduk Desa Tawar memiliki mata pencaharian yang beragam seperti petani, pedagang, industri dan sebagainya, meskipun sampai saat ini data menunjukkan bahwa profesi yang paling banyak dilakukan masyarakat adalah bertani. Mengenai persoalan keagamaan, Islam menjadi agama yang kuat disana, menurut data statistik data agama kedua yang dianut masyarakat Desa Tawar adalah Kristen meskipun jumlahnya sangat kecil dibandingkan dengan pemeluk agama Islam, hal ini juga ditandai dengan menjamurnya jumlah mushola maupun masjid yang dibangun di setiap dusun.

Perkembangan Islam di Desa Tawar hingga saat ini tak lain karena pengaruh perkembangan Islam di masa lalu, karena pusat-pusat keagamaan penting di Desi Tawar seperti Masjid, lembaga pendidikan

pertama di Desa Tawar yakni Madrasah Ibtida’iyah serentak resmi

dibangun pada masa Kiai Istad Djanawi sekitar tahun 1947. Desa Tawar saat ini merupakan salah satu wilayah yang menjadi pusat keagamaan di wilayah Kabupaten Mojokerto khususnya di wilayah kecamatan Gondang.

B. Biografi Kiai Istad Djanawi

Biografi merupakan kisah perjalanan hidup seseorang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, biografi memiliki arti riwayat hidup


(36)

26

(seseorang) yang ditulis oleh orang lain.7 Biografi berasal dari bahasa

Yunani, bios yang memiliki arti hidup dan graphien yang berarti tulis,

biografi merupakan sebuah tulisan yang membahas tentang kehidupan seseorang.

Biografi sendiri dapat berbentuk hanya beberapa baris kalimat saja, namun dapat lebih dari 1 buku, biografi singkat hanya menjelaskan tentang fakta-fakta dari kehidupan seseorang serta peran pentingnya sedangkan biografi panjang meliputi informasi-informasi yang bersifat penting namun dikisahkan dengan lebih mendetail serta dituliskan dengan gaya

cerita yang baik.8 Biografi menjelaskan secara detail dan lengkap

mengenai perjalanan hidup seseorang dari ia dilahirkan hingga meninggal. Biografi berperan penting untuk menguatkan bukti mengenai jasa-jasa tokoh, keilmuan tokoh, karya-karya tokoh, peranan tokoh pengaruhnya dan sebagainya.

Setiap biografi seharusnya mengandung empat hal, yaitu: (1) Kepribadian tokoh, (2) Kepribadian tokoh, (3) Lukisan sejarah zamannya, (4) Keberuntungan dan kesempatan yang datang, selain itu sebuah biografi haruslah memperhatikan adanya latar belakang keluarga, pendidikan, lingkungan sosial budaya dan perkembangan diri, serta hambatan

7

Murad Maulana,“Perbedaan Biografi dan Autobiografi” dalam

http://www.muradmaulana.com/2014/04/perbedaan-biografi-dan-autobiografi.html ( 20 Oktober 2015).

8

Wukara,”Pengertian dan Ciri-Ciri Biografi” dalam

http://woocara.blogspot.co.id/2015/05/pengertian-biografi-ciri-ciri-biografi-struktur-teks-biografi.html (19 Oktober 2015).


(37)

27

hambatan yang menentukan jalan hidup selanjutnya dan membawa

perubahan penting juga perlu disebutkan dalam penulisan biografi.9

C. Sejarah Kelahiran KH. Istad Djanawi Sampai Dewasa

KH. Istad Djanawi dilahirkan di Desa Mbothe (Kalianyar) Kertosono, ia lahir pada tahun 1879 sementara hari dan tanggalnya tidak diketahui, karena masa itu jarang orang memperdulikan tanggal kelahiran

anaknya.10 Pemberian nama Istad bukan tanpa alasan, nama itu diberikan

sang bapak yang berharap puteranya kelak memberikan berkah (Tafa’ulan) bagi pemiliknya.

Ia lahir dari pasangan Djanawi dengan Marsiyem, mereka adalah seorang petani agamis yang sederhana dan sangat peduli terhadap ajaran-ajaran agama, pasangan Djanawi dan Marsiyem juga sangat memperhatikan perkembangan keagamaan anak-anaknya, hal ini ditandai dengan memberikan pengajaran-pengajaran akhlak, Al-Qur,an, tanggung jawab, memasukkan anak-anaknya ke pesantren dan sebagainya. Kedua orangtua Kiai Istad memang tinggal di Desa Mbothe (Kalianayar) yang berjarak 15 kilometer kearah timur Nganjuk. Desa ini dihuni kaum yang

rata-rata memang santri.11

Kebahagiaan menaungi pasangan ini karena Alloh memberi anugerah kehamilan yang kedua kalinya kepada mereka sebagai buah dari

9

Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 2003), 203.

10

M.Fatihul Ihsan, Kiai Istad Djanawi Ulama Ahli Riyadloh dan Dermawan (Mojokerto: Ponpes Miftahul Qulub Tawar, 2010), 1.


(38)

28

jalinan tali kasih mereka. Mereka mempunyai harapan besar, agar bayi yang sekarang didalam kandungan kelak menjadi seorang putra yang sholih yang mampu menjunjung tinggi bendera islam. Harapan keluarga

itu luhur, tulus dan suci sehingga dikabulkan oleh Allah Swt.12 Karunia itu

ditandai dengan kelahiran anak kedua mereka yang diidam-idamkan, dia adalah bayi laki-laki yang diberi nama Istad. Kebahagiaan keluarga itu semakin lengkap ketika mereka melihat Istad kecil tumbuh berkembang sebagai anak yang patuh kepada kedua orang tua dan tekun mempelajari ilmu agama dari para tokoh agama didesanya. Pasangan ini memiliki 5 anak dan Kiai Istad merupakan anak kedua pasangan tersebut. Adapun silsilahnya sebagai berikut:

Kiai Istad menghabiskan masa mudanya dengan mengembara untuk mencari ilmu, dan ditengah perjalanannya tersebut ia bertemu jodohnya.

12

Pondok Pesantren Miftahul Qulub Tawar,”Biografi Kiai Istad Djanawi ” dalam http://miftahul-qulub.blogspot.co.id/2011/06/mbah-yai-istadz-djanawi-1873-1959-m1290.htm l (28 Oktober 2015)

MARSIYEM

1. JAMAL 2. ISTAD

3. SITI FATIMAH 4. SITI KALIMAH 5. TINAH


(39)

29

Setelah mengembara dari Kertososno hingga Mojokerto ia singgah di beberapa desa dan makam para auliya serta singgah di beberapa warung untuk beristirahat. Namun suatu ketika ia mengalami gangguan kesehatan saat melanjutkan perjalanan, ia pingsan dan mendapat perawatan dari seorang warga bernama pak Sabar. Setelah pulih ia melanjutkan perjalananya kearah selatan sesuai dengan ilham yang diterimanya, dan ditengah perjalanannya ia singgah di Desa Graji Kecamatan Dlanggu.

Di Desa Graji ia singgah beberapa bulan dan sempat memiliki khadim

atau pengikut setia yang membantu memenuhi kebutuhan ia, namanya pak Karim. Konon pada saat masih singgah di Desa Graji suatu ketika ia bermujahadah diatas buah kunir maka buah kunir tersebut berubah menjadi emas dan hal itu tidak membuat ia tertarik untuk memilikinya atau

menggunakannya.13 Di tempat inilah ia mendapat ilham dengan bermimpi

bertemu dengan seorang laki-laki yang merupakan pemilik sebuah musholla. KH.Istad akhirnya mencari tahu keberadaan musholla tersebut yang akhirnya musholla tersebut berada di Desa Tawar Kecamatan Gondang Mojokerto. Laki-laki yang datang menghampiri ia dalam mimpi adalah Kiai Imam Burhani, yang meminta tolong kepada Kiai Istad agar meneruskan dakwahnya dalam mengembangkan Islam di Desa Tawar karena ia telah wafat.

Setelah ia menerima amanah tersebut, istri dari Kiai Imam Burhani yakni Nyai Wati’ah memutuskan untuk meminang Kiai Istad menjadi menantunya tepat pada tahun 1919 M, karena terkesan dengan kesholehan

13


(40)

30

Kiai Istad. Putri Nyai Wati’ah sendiri bernama Fatimah Jayun Yaumi yang

merupakan seorang janda tanpa anak. Pinangan Nyai Wati’ah diterima Kiai

Istad yang ketika itu usianya sudah 40 tahun, dan dari hasil pernikahannya ini

ia dikaruniai 12 anak. Berikut silsilahnya:14

Kiai Istad adalah seorang bapak yang sangat mencintai keluarganya, untuk memenuhi kebutuhan istri dan anak-anaknya ia bekerja sebagai pedagang. Ia berdagang tanah, hewan ternak seperti sapi, kambing, kuda dan sebagainya. Kiai Istad sendiri adalah seorang blantik yang kerap berkunjung ke warung-warung milik warga untuk membicarakan masalah jual beli hewan

14

Ibid., 20.

KH. ISTAD DJANAWI FATIMAH J.YAUMI

1. HAIDLOR ALI (Wafat saat kecil) 2. SULAIMAN AFANDI (Wafat) 3. KHOIRUL ANAM (Wafat)

4. RIYADLUL BADI’AH (Wafat)

5. MUHAJIR (Wafat)

6. ZAENAH (Wafat saat kecil) 7. MUBAYANAH

8. MUSYARROFAH

9. BAIDLOWI (Wafat saat kecil) 10.AHMAD SYAMSUDIN

11.ISRO’IL (Wafat saat kecil)


(41)

31

ternak, masyarakat memiliki kebiasaan menyimpan hewan ternaknya dirumah terlebih dahulu. Setelah dirasa sapi sehat dan layak jual, biasanya warga akan membawa hewan ternak tersebut ke Pasar Hewan Pandan Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto.

Pasar ini ramai digunakan ketika musim pasaran Legi. Pasar Pandan hingga saat ini masih berfungsi dengan baik bahkan semakin ramai, namun ada pusat perdagangan lainnya di wilayah Kabupaten Mojokerto yang juga sering dikunjungi warga dari dulu hingga sekarang, yakni Pasar Hewan Mojosari. Pasar ini menjadi tempat alternatif jual beli hewan ternak ketika Pasar Hewan di Pandan sedang tutup. Namun Pasar Hewan Mojosari hanya ramai ketika tanggal pasaran Wage.

Selain sibuk bekerja ia juga sangat memperhatikan pendidikan anak-anaknya, memberikan motifasi untuk anak-anaknya, mengajarkan sholat berjamaah, serta mengupayakan semua anak-anaknya bisa masuk pesantren agar bisa mendapatkan pengetahuan agama.

D. Latar Belakang Pendidikan KH.Istad Djanawi

Pada masa kecilnya KH. Istad Djanawi merupakan anak yang periang, senang bergaul dan bermain bersama teman-temannya, namun kedua orangtuanya mulai memikirkan masa depan anaknya dalam hal mendalami ilmu-ilmu keagamaan untuk bekalnya kelak ketika dewasa. Melalui bimbingan kedua orangtuanya, Istad kecil mulai dikenalkan dengan ilmu agama seperti


(42)

32

melalui bimbingan inilah Kiai Istad diharapkan mampu menjadi pribadi yang sederhana, sabar, tanggung jawab dan menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman. Disamping itu, Istad kecil dibiasakan untuk memiliki motivasi belajar meskipun ketika itu keadaan pendidikan di Indonesia masih memprihatinkan karena pemerintahan Kolonial Belanda masih berkuasa.

Sejak zaman VOC kedatangan mereka membawa misi ekonomi, politik, dan agama dalam hak actroi VOC berbunyi: Badan ini harus berniaga di Indonesia dan bila perlu boleh berperang, dan harus memperhatikan

perbaikan agama Kristen dengan mendirikan sekolah.15Gubernur Jenderal Van

den Capellen tahun 1819 M mengambil rencana untuk mendirikan sekolah dasar untuk penduduk pribumi agar dapat membantu pemerintah colonial Belanda dengan mendesak bupati-bupati daerah untuk mengedarkan peraturan

tersebut ke penduduk pribumi secara merata. Dengan demikian

menggambarkan bahwa pondok pesantren, masjid, mushalla, dan lain sebagainya dianggap tidak membantu pemerintah Belanda, para santri pondok

dianggap masih buta huruf latin.16

Pemerintah kolonial khususnya Belanda, berusaha menekan dan mendiskreditkan pendidikan Islam yang dikelola oleh pribumi, tak terkecuali

pondok pesantren.17 Pada tahun 1882 didirikan Priesterreden (Pengadilan

Agama) oleh pemerintah kolonial. Tugas-tugasnya adalah mengadakan pengawasan terhadap pendidikan pesantren.

15

Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 148.

16

Ibid., 148-149.

17


(43)

33

Tahun 1888 sudah dibentuk inspektur pendidikan yang kemudian

dibukalah pendidikan rakyat.18Setelah itu, dikeluarkan ordonasi tahun 1905

yang berisi ketentuan-ketentuan pengawasan terhadap perguruan yang hanya mengajarkan agama (pesantren) dan guru-guru agama yang akan mengajar

harus mendapatkan izin dari pemerintah setempat.19Sehingga mereka yang

bersekolah pun hanya dibekali pengetahuan mengenai ilmu-ilmu yang sifatnya umum saja, dimana tujuan Belanda akhirnya adalah membuat mereka yang

bersekolah tersebut tetap menjadi bagian jajahannya.20 Anak-anak dari

kalangan rakyat bawah yang rata-rata orangtuanya sebagai petani dan buruh tidak mendapat kesempatan mengenyam pendidikan sebagaimana anak perangkat ataupun pegawai.

Pada tahun 1932 M keluar peraturan tentang pemberantasan dan penutupan madrasah dan sekolah-sekolah tanpa izin atau sekolah yang memberikan materi pelajaran yang tidak disukai Belanda, namun peraturan ini ditentang keras dan selalu mendapatkan respon masyarakat seperti gerakan nasionalisme-Islamisme berupa sumpah pemuda, sehingga akhirnya pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan yang disebut netral agama. Yakni bahwa pemerintah bersikap tidak memihak kepada salah satu agama sehingga sekolah pemerintah tidak mengajarkan agama, dan pemerintah

melindungi tempat peribadatan agama.21

18

Ihsan, Kiai Istad Djanawi, 3.

19

Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, 150.

20

Ihsan, Kiai Istad Djanawi, 5.

21


(44)

34

Untuk melawan Kolonial maka umat Islam mencoba menegakkan perjuangan untuk mengalami perubahan, dimana syariat Islam dapat dilaksanakan secara murni dan utuh, pola perjuangan ini tidak lain adalah

perjuangan ideologi.22 Masyarakat Islam pada zaman itu justru semakin

menunjukkan sikap melawan pada pemerintah Belanda, para ulama dan Kiai bersikap tegas dengan menyingkir dari tempat yang dekat dengan Belanda , mengharamkan kebudayaan yang dibawa Belanda dengan berpegang teguh

pada AL-Qur’an dan Hadist.

Alasan inilah yang menjadi pertimbangan orangtua Kiai Istad untuk memberikan pendidikan di pesantren, karena pada saat itu pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu agama dan sebagai tempat menanamkan ideologi dan sebagai basis untuk melawan penjajah.23

Setelah dewasa Kiai Istad berkeinginan mempelajari lebih banyak mengenai ilmu agama yang selama ini ia pelajari melalui tokoh-tokoh agama yang ada di Desa, sehingga ia juga ingin mencari pengalaman baru dengan belajar ilmu agama di tempat lain seperti di pondok Pesantren Mojosari asuhan Kiai Imron dan pesantren yang lainnya. Karena keinginan itulah ia yang baru saja dikhitan dan berusia kurang lebih 14 tahun memutuskan untuk meninggalkan rumah dengan berpamitan kepada kedua orangtuanya untuk mengembara mencari ilmu. Ia berpamitan kepada kedua orangtuanya dengan ungkapan: “Mbo’e…Pa’e…kulo bidal”, dan Ibunya menjawab: “Yo…iki

22

Abdul Qadir Djaelani, Peran Ulama dan Santri (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1994), 84.

23


(45)

35

sanguine”dengan hanya memberikan sebuah karung yang berisi karak (nasi

aking) dan sebuah sepeda ontel.24

Tujuan pertamanya adalah Pondok pesantren asuhan Kiai Imam Bahri di Desa Mangunsari Kecamatan Pace Kabupaten Nganjuk dan diteruskan ke Bangkalan Madura yakni kepada Syekh Kholil. KH. M. Kholil mendirikan pondok pesantren di Desa Kademangan sekitar 200 meter dari alun-alun kota Bangkalan, di pesantren ini Kiai Kholil banyak mendapat santri yang tidak hanya berasal dari pulau Madura tetapi juga mencakup pulau Jawa. Pesantren

ini identik dengan pengajaran kitab Alfiyah Ibnu Malik yakni sebuah kitab

yang sangat tinggi dan berwibawa,kitab ini mengajarkan tentang tata bahasa Arab seperti cara membaca harokat dan sebagainya.

Semua santri diwajibkan mengikuti tradisi unik yakni, semua santri tidak diperbolehkan pulang meninggalkan pesantren sebelum teruji menghafal

1.000 bait kitab Alfiyah Ibnu Malik karangan Ibnu Malik. Dengan metode

mengajar yang unik, ternyata hampir semua santri Syekh Kholil sangat ahli

dalam membaca kitab kuning atau kitab gundul.25Syekh Kholil memiliki

metode unik lainnya dalam mendidik santri-santrinya, seperti yang dialami Kiai Abdul Wahab Hasbullah misalnya. Jika seseorang menanyakan persoalan akidah, fiqih ataupun tasawuf maka Syek kholil akan menjawab

pertanyaannya dengan bait-bait kitab Alfiyah Ibnu Malik.26

24

Ibid., 6.

25

Muhammad Rifai, KH.M.KHolil Bangkalan Biografi Singkat 1820-1923(Jogjakarta: Garasi, 2013), 60-61.

26


(46)

36

Pondok pesantren Syekh Kholil Bangkalan memang banyak melahirkan tokoh-tokoh penting yang berpengaruh dalam sejarah pendidikan Islam selain KH.Wahab Hasbullah, KH. Abdul Karim (pendiri Ponpes Lirboyo), Kh.Hasyim Asyari (pendiri Ponpes Tebuireng), dan sebagainya.

Setelah menimba ilmu disana ia tak lantas pulang, namun melanjutkan perjalanan untuk mencari guru spiritual untuk membimbing kecintaannya terhadap tasawuf dan memperdalam ilmu agama. Kecintaanya pada tasawuf memang telah terlihat sejak mondok di pesantren Mangunsari, ia memiliki kebiasaan puasa ataupun menjalankan amalan dari gurunya, bahkan menurut Fatikhul Ihsan”ia pernah melakukan riyadloh hanya dengan makan buah mengkudu kurang lebih selama 3 tahun di makam Sayyid Sulaiman Betek

Mojoagung”, yang semua itu dilakukan hanya semata-mata untuk

membersihkan jiwa dan mendekatkan diri kepada Allah Swt.27

Ditengah-tengah riyadlahnya tidak jarang ia merasa majdzbub, yakni

masuk kedalam alam bawah sadar karena terpesona dengan sifat’adzomah Allah.28 Dalam keadaan demikian ia mendapatkan petunjuk dalam menentukan arah

perjalanan kehidupan.29Pengalaman seperti ini tak jauh berbeda dengan yang

dilakukan oleh Syek Kholil selama menimba ilmu di Mekkah, ia juga sering melakukan tindakan aneh di mata umum, Syekh Kholil sering memakan kulit semangka ketimbang makanan wajar pada umumnya, sedangkan minumnya

27

Ihsan, Kiai Istad Djanawi, 9.

28

Ibid.

29


(47)

37

adalah air zam-zam. Kebiasaan ini dilakukan selama berguru 4 tahun di

Mekkah.30

Ia sadar bahwa segala sesuatu haruslah ada gurunya apa lagi jika ingin memperdalam ilmu agama khususnya thariqah, sehingga ia memutuskan untuk mencari seorang guru spiritual di bidang thariqah. Pengembaraan awal dimulai dengan menyusuri daerah Jombang, yang kemudian sampailah di Desa Besuk Curahmalang Sumobito, disitulah ia menemukan seorang mursyid

thariqah Naqsabandiyah Kholidiyah Mujaddiyah yang bernama Syeikh Umar

atau lebih terkenal dengan sebutan Mbah Sri.31 Kiai Istad mengabdikan diri

kepada Mbah Sri selama beberapa tahun.

Tareqat Naqsabandiyah Kholidiyah Mujaddiyah adalah salah satu dari dua tareqat yang berkembang pesat selain Tareqat Naqsabandiyah wa Qadiriyahiyah wa Naqsabandiyah pada awal abad 19 dan awal abad

ke-20.32Tareqat Naqsabandiyah adalah tareqat yang didirikan oleh Muhammad

An-Naqsabandi, nama lengkapnya adalah Muhammad bin Muhammad Bahauddin Al-Uwaisi Al-Bukhari An-Naqsabandi (717-791 H/1318-1389 M) ia adalah seorang ulama sufi terkenal yang lahir di desa Qashrul Arifah,

kurang lebih 4 mil dari Bukhara.33

Di Indonesia tarekat ini dipelopori oleh Syaikh Yusuf Al-Makasari (1629-1699), ia merupakan orang pertama yang memperkenalkan tarekat ini di Indonesia, sedangkan tarekat ini berasal dari wilayah Mekah. Mekah

30

Rifai, KH.M.KHolil Bangkalan, 20.

31

Abdul Majid, Wawancara, Mojokerto, 24 Oktober 2015.

32

Martin Van Bruenissen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat (Bandung: Mizan, 1999 ),200.

33


(48)

38

merupakan pusat perkembangan tarekat ini dan ajaran tarekatnya dibawa oleh para pelajar yang sedang menimba ilmu disana kemudian ketika pulang ajaran ini disebar luaskan ke nusantara.

Pada dasarnya ajaran pokok Tareqat Naqsabandiyah Khalidiyah dengan tareqat-tareqat periode selanjutnya sama yakni dzikrullah, namun nama-nama tareqatnya berbeda, salah satu perbedaan nama Tareqat Naqsabandiyah Khalidiyah adalah Tareqat Naqsabandiyah al Mujaddiyah al Khalidiyah pada periode Maulana Syaikh Dhiyauddin Khalid al Utsmani al

Kurdi q.s sampai sekarang.34 Periode antara Syaikh Ahmad Al-Faruqi sampai

Sayyidi Syaikh Dhiyauddin Khalid Kurdi Al Usmani, adalah silsilah kedua puluh sembilan, dinamakan Mujaddiyah. Jadi perubahan nama tareqat Naqsabanditah Khalidiyah Mujaddiyah merupakan periode sekarang.

Ajaran tareqat Naqsabandiyah yang menjadi dasar dalam tareqat

Naqsabandiyah Khalidiyah antara lain adalah praktik dzikir. Pertama dzikir

Qalbi (dzikir hati), yaitu tafakkur mengingat Allah Swt, merenungi rahasia ciptaan-Nya secara mendalam, merenungi Dzat serta sifat-Nya Yang

Mahamulia. Kedua dzikir Jarawih (dzikir anggota) yaitu tenggelam dalam

ketaatan.35

Banyak kejadian yang dialami Kiai Istad selama berguru kepada Mbah Sri selama di Jombang, seperti dikisahkan pada suatu malam ketika Kiai Istad sedang beristirahat di kamarnya, ia dibangunkan langsung oleh Mbah Sri

34Nurul Izzati, “Peran H.Sayyidi Syaikh Khadirun Ya

hya Dalam Mengembangkan Tarekat Naqsabandiyah Kalidiyah di Indonesia(1952-2001 M)”, (Skripsi, IAIN Sunan Ampel, Fakultas Adab, Surabaya, 2013), 63.

35


(49)

39

untuk sholat tahajud, selain itu Mbah Sri juga membawakan Kiai Istad makanan dan minuman. Perhatian seperti ini jarang didapatkan murid-murid Mbah Sri yang lainnya, hal ini membuktikan bahwa sang guru sudah melihat keistimewaan yang ada diri Istad muda sehingga pada akhirnya ia mengangkat

Kiai Istad sebagai seorang guru Mursyid Thariqah yang diijazahkannya.36

Keistimewaan seperti ini juga pernah dialami oleh tokoh yang berperan penting dalam pengembangan tareqat Naqsabandiyah Khalidiyah di Indonesia yakni Sayyidi Syaikh Khadirun Yahya, yang juga mendapat perlakuan istimewa dari guru ia Syaikh Muhammad Hasyim yang mengijinkannya untuk memimpin suluk. Jadi ia tidak pernah suluk, tetapi

memimpin suluk.37Peristiwa ini langka karena suluk biasanya dipimpin oleh

seorang khalifah.

Selama menjalani kegiatan spiritualnya di bawah bimbingan Syekh Umar Curahmalang Jombang, ia sempat beberapa kali godaan dari makhluk halus seperi jin dan juga berupa seekor ular besar yang menawarkan kesaktian kepada ia. Kesaktian tersebut beragam mulai dari kekuatan untuk bisa terbang, kekuatan bisa menghilang ataupun kesaktian lainnya namun ia selalu

menolaknya.38

Setelah menjalani perjalanan spiritualnya dalam bidang thariqah, ia diangkat menjadi mursyid oleh gurunya, dan setelah menerima pengangkatan tersebut ia tidak langsung menunjukkan kemursyidannya, ketika ia sudah berdomisili lama hingga 28 tahun sejak tahun 1919 barulah ia

36

Ihsan, Kiai Istad Djanawi, 10.

37

Izzati, “Peran H.Sayyidi Syaikh Khadirun Yahya, 24.

38


(50)

40

memperkenalkan kemursyidannya. Pada tahun 1947 ia mengijazahkan Thariqah Naqsabandiyah Khalidiyah Mujaddiyah dengan mulai membai’at beberapa orang pengikutnya, namun sayang ia belum sempat mengangkat Guru Mursyid Thariqah calon pengganti baik dari murid-muridnya atau kalangan puteranya. Putera ia yakni KH.Sulaiman Affandi dan KH.Ahmad Syamsudin diangkat menjadi Guru Thariqah oleh Guru Thariqahnya masing-masing.

E.Karya-Karya Kiai Istad Djanawi

Kiai Istad Djanawi berdakwah sambil mengajarkan kitab kepada murid-muridnya, selama berdakwah ia mengajarkan dan memperkenalkan

huruf-huruf Al-Qur’an beserta cara membacanya dan beberapa kitab seperti

Ta’lim Muta’alim dan juga Fiqih. Kedua kitab inilah yang sering diajarkan ia,

meskipun kitab-kitab ini bukan karangannya sendiri, melainkan ia menyalinnya dengan tulisan tangan. Wajar jika ia ahli dalam menyalin ataupun menulis kitab karena ketika mondok di Kademangan asuhan Kiai Kholil setiap santri diajarkan untuk menulis dan membaca kitab-kitab gundul. Sehingga untuk membaca ataupun menterjemahaknan kitab kuning bukan hal yang sulit bagi Kiai Istad Djanawi.

Kitab Ta’lim Muta’alim adalah kitab karangan termasyhur al-Zarnuji,


(51)

41

salah satu dari sekian banyak kitab yang ditulis oleh al-Zarnuji.39Secara umum

kitab ini berisi tentang tata cara mencari ilmu, adab murid terhadap guru dan sebagainya. Kedua kitab tersebut disalin dan ditulis tangan oleh Kiai Istad Djanawi lengkap dengan tinta yang berwarna untuk menunjukkan setiap bab yang dibahas. Dalam kitab tersebut secara rinci berisi pokok-pokok ajaran keutamaan ilmu, niat ketika akan belajar, memilih ilmu, guru maupun teman, memuliakan ilmu beserta ahlinya, kesungguhan, ketetapan dan cita-cita, belas kasih dan nasihat, mencari faedah, Wira’i atau larangan haram ketika mencari ilmu, perkara yang menyebabkan lupa, serta sesuatu yang memudahkan dan menyempitkan rezeki, memperpanjang dan mengurangi umur.

Dalam mengajarkan kitab tersebut, Kiai Istad Djanawi menggunakan

metode nadhom atau dilagukan, hal ini digunakan agar materi yang diajarkan

lebih mudah untuk diingat dan diamalkan.40 Nadhom-nadhom tersebut

dihafalkan dan disetorkan setiap kali pertemuan. Sebagian murid-muridnya

menyebut nadhom tersebut sebagai diba’an, karena banyak diantara

murid-muridnya yang baru diislamkan oleh ia, sehingga tidak mengetahui pasti sebenarnya apa nama nadhom dan kitab yang diajarkan, berbeda dengan murid-murid yang memang telah lama mengikuti ajaran ia.

Sedangkan dalam bidang Fiqih ia memang masih mengajarkan

kitab-kitab yang membahas masalah fiqih dasar. Kitab fiqih yang digunakan ketika

itu adalah kitab Safiinatun Najah41. Penulis kitab safinah adalah seorang

39Hakam Abbas,” Biografi Al

-Jamuzi”, dalam http://hakamabbas.blogspot.co.id/2014/10/biografi-al-zarnuji.html (Diakses 20 oktober 2015).

40

Abdul Majid, Wawancara, Mojokerto, 24 Oktober 2015.

41


(52)

42

ulama besar yang sangat terkemuka yaitu Syekh Salim bin Abdullah bin Saad bin Sumair Al hadhrami. Ia adalah seorang ahli fiqh dan tasawwuf yang bermadzhab Syafi'I, Kitab ini secara umum mencakup pokok-pokok agama secara terpadu, lengkap dan utuh, dimulai dengan bab dasar-dasar syari'at, kemudian bersuci, bab shalat, bab zakat, bab puasa dan bab haji yang

ditambahkan oleh para ulama lainnya.42Secara rinci kitab tersebut berisi

tentang bab rukun Islam dan rukun Iman, seperti makna kalimat Laa Ilaaha

IIIlallaah, tanda baligh, syarat-syarat bersuci, bewudlu, niat, air, hal-hal yang menyebabkan mandi, fardlu mandi, bab tayammum, bab najis, bab shoalat beserta gerakan-gerakannya, bab zakat, bab puasa, dan sebagainya.

Kitab-kitab lain yang juga diajarkan Kiai Istad selain kitab Ta’lim

Muta’alim dan Safiinatun Najah, ada kitab lain seperti Tafsir Jalalain, kitab Jurumiyah, kitab Nashoikhul Ibad, namun kitab yang berperan penting dalam

pengajaran ia adalah kitab Safiinatun Najah, kitab ini merupakan rujukan ia

selain Al-Qur’an karena seperti yang diketahui bahwa banyak diantara murid

ia yang sebelumnya merupakan penganut Islam Kejawen, sehingga

pengetahuan mereka mengenai Islam haruslah diawali dari pengajaran pada tingkat dasar seperti tentang rukun-rukun Islam dan rukun-rukun Iman seperti tata cara sholat dan berwudlu.

42Ma’ruf Kholik,”Kehebatan Kitab Safinnatun Najah”dalam

http://kitab-


(53)

43

F. Keseharian Kiai Istad Djanawi

Keseharian Kiai Istad Djanawi tidak berbeda dengan masyarakat pada umumnya seperti berteman, bertetangga, dan bekerja. Namun aktifitasnya berbeda pada malam hari, dimulai dari tengah malam dengan sholat tahajjud dan mengamalkan aurad-aurad (beberapa wirid) samapai waktu sholat subuh, setelah itu ia melaksanakan sholat shubuh sekaligus mengamalkan amaliyah-amaliyah thariqat yang biasanya disebut khususiyah hal ini dilakukan samapai

matahari terbit.43

Setelah aktifitas ibadahnya selesai ia melakukan aktifitas lain seperti meminum kopi dan membeli sarapan pagi, sekaligus bercengkrama dengan warga mengenai perdagangan, dan aktifitas ini dilakukan mulai pagi hingga sampai waktu dhuhur yang selanjutnya ia pulang untuk melaksanakan sholat dhuhur.

Aktifitas sampingan yang tak pernah dilupakan adalah mendengarkan bunyi beberapa burung perkutut kesayangannya di samping rumah, karena hobinya memang mendengarkan kemerduan burung peliharaannya, setelah sholat Ashar ia meluangkan waktu untuk keluarga dengan bercengkrama dengan istri dan anaknya.

Setelah berjamaah sholat Maghrib dan Isya’, ia melakukan kegiatan

rutinnya yakni mengisi kegiatan khususiyah jamaah yang dipimpinnya,

43


(54)

44

rutinitas ini dilaksanakan setiap hari senin dan selasa malam serta Jum’at

malam dan kegiatan ini dilakukan secara rutin.44

Dalam kesehariannya, ia dikenal sebagai pribadi yang apa adanya, tidak gila kedudukan, cara berpakainnya pun sangat sederhana, bahkan ia tetap menjadi pribadi yang rendah hati di depan para jama’ah khususiyahnya.

G. Akhir Hayat Kiai Istad Djanawi

Disamping usianya yang lanjut, Kiai Istad Djanawi telah lama

mengidap penyakit paru-paru karena kebiasaannya merokok, ditambah lagi dengan kesibukannya dalam mengembangkan Islam dan merintis lembaga pendidikan ketika itu membutuhkan kerja keras. Pada suatu malam ia muntah darah di hadapan istrinya yang menyebabkan nyawanya tidak tertolong.

Pada hari kamis malam Jum’at Kliwon setelah sholat Isya’tanggal 5 November 1959 M atau tanggal 5 Jumadil Ula tahun 1379 H, dengan disaksikan oleh istri dan putera-puterinya di kediamannya ia menghembuskan nafas terakhirnya tepat pada usia 80 tahun, diiringi dengan isak tangis

keluarganya.45 Banyak penta’ziah yang bersedih atas wafatnya Kiai Istad,

mereka hadir di kediaman ia hingga kepemakaman Kiai Istad. Salah satu murid ia yang ikut memakamkan bahwa suasana malam itu sangat menyeramkan, banyak halangan yang harus dihadapai ketika ingin mengabarkan kabar duka wafatnya Kiai Istad. Namun meskipun demikian,

44

Ibid.

45


(55)

45

para muridnya dapat mengabarkan kabar duka tersebut ke warga masyarakat

maupun tokoh-tokoh agama yang merupakan sahabat Kiai Istad.46

Ia dimakamkan pada pagi hari jam 10.00 WIB, jenazah diberangkatkan menuju pemakaman keluarga di sekitar kediaman ia, tepatnya di belakang masjid. Pemakaman tersebut dihadiri oleh Kiai-Kiai sahabat ia yang mengasuh beberapa ponpes.

46


(56)

46

BAB III

PERAN KIAI ISTAD DJANAWI DALAM MENGEMBANGKAN ISLAM

A. Keadaan Desa Tawar Sebelum Islam Datang

Agama yang sudah ada ketika Islam datang ke Jawa adalah agama Hindu, Budha, dan kepercayaan lama yakni animisme dan dinamisme yang telah berkembang terlebih dahulu dibandingkan dengan Islam. Agama Hindu dan Budha dipeluk oleh kalangan elit kerajaan sedangkan animisme dan dinamisme dipeluk oleh kalangan awam, walaupun ketiganya berbeda namun ketiganya bertumpu pada satu titik yakni kental dengan nuansa mistik dan

berusaha mencari sungkan paraning dumadi (asal mula makhluk hidup

berada) dan mendambakan manunggaling kawula gusti (bersatunya hamba

Tuhan beserta Tuhannya).1

Sebelum Islam masuk ke desa Tawar agama yang banyak dianut masyarakat adalah kepercayaan Hindu Budha serta animisme dan dinamisme, yaitu suatu kepercayaan tentang adanya roh pada benda, binatang, tumbuhan, dan juga pada manusia sendiri, semua yang bergerak dianggap hidup,

memiliki kekuatan gaib dan roh, serta memiliki watak baik dan jahat.2

Secara umum Kepercayaan Hinduisme sejalan dengan kepercayaan animism dan dinamisme, yaitu berisi paham tentang adanya alam kedewaan

1

Sutiyono, Poros Kebudayaan Jawa (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), 2.

2


(57)

47

yang merupakan perpanjangan dari konsep tentang ruh aktif dari animisme

dan dinamisme.3

Kepercayaan animisme dan dinamisme merupakan akar budaya asli Indonesia yang memiliki pengaruh kuat terhadap kebudayaan Indonesia khususnya di kalangan masyarakat Jawa. Ciri khas religi animisme dan dinamisme adalah penganut kepercayaan ruh dan gaya gaib yang bersifat aktif, prinsip ruh aktif menurut kepercayaan animisme dan dinamisme adalah bahwa ruh orang yang telah mati tetap hidup dan bahkan menjadi sakti seperti

dewa, bisa mencelakaakn atau mensejahterahkan masyarakat.4

Masyarakat desa Tawar masih memegang erat dan meyakini ritual-ritual Hindu animisme dan dinamisme yang identik dengan mempercayai hal-hal

yang berbau mistik seperti tradisi Kelemman, lengkap dengan Cok Bakal, dan

menyediakan Among.5

Kelemman adalah tradisi selamatan yang dilakukan warga ketika masa panen datang. Kegiatan ini dilakukan dengan membawa nampan besar berisi nasi tumpeng yang kemudian diletakkan di area pesawahan yang dipanen.

Istilah lain dari Kelemman adalah selamatan desa. Selamatan ini merupakan

selamatan untuk panen berupa ungkapan syukur atas panen padi, maka pelaksanaan upacaranya dilaksanakan ketika panen berakhir dengan

pembacaan doa-doa.6

3

Simuh, Islam dan Pergumulan Budaya Jawa (Jakarta:Teraju, 2003),53

4

Ibid., 41.

5

Ahmad Syamsudin, Wawancara, Mojokerto. 24 Oktober 2015.

6


(58)

48

Cok Bakal adalah sebutan untuk sesaji yang umumnya digunakan

masyarakat untuk melaksanakan kegiatan selametan, dimana Cok Bakal berisi

bunga, rempah-rempah seperti kluwek dan laos, telur ayam, kuah tape singkong, kain putih, dan beberapa uang.

Sedangkan Among adalah sesaji yang diberikan ketika ada kematian,

dimana sesaji tersebut diperuntukkan bagi orang yang meninggal agar arwahnya dapat tetap menikmati makanan kesukaannya ketika berkunjung kerumah, sesaji ini berisi makanan dan minuman kesukaan orang yang

meninggal tersebut.Selain itu kehidupan mereka juga tidak lepas dari dukun,

dalam beberapa hal atau untuk mencapai semua keinginan, masyarakat sangat

bergantung pada dukun. Dukun memiliki makna “duduk dan tekun” yakni

orang yang dianggap memiliki ilmu sihir, orang sakti yang bisa melihat masa

depan, memberikan keberuntungan dan sebagainya.7 Jenis dukun menurut

tradisi Jawa diantaranya adalah dukun bayi, dukun pijat, dukun patah tulang, dukun patungan, dukun perewanagan, dukun petangan, dukun calak, dukun paes, dukun santri, dukun susuk, dukun japa atau jampi, dan dukun sihir atau tenung.

Dukun dianggap mampu mengatasi berbagai persoalan yang ada seperti mengusir makhluk halus, memudahkan rizki dan sebagainya. Makhluk halus merupakan salah satu hal mistik yang identik dengan kepercayaan kaum

Hindu, animisme dan Dinamisme, bahkan Islam abangan atau Islam Kejawen

pun masih mempercayai betul keyakinan tersebut. Makhluk halus merupakan

7


(59)

49

makhluk yang menempati alam lain diluar alam dunia, termasuk roh orang yang sudah meninggal pun dalam kepercayaan Jawa juga disebut makhluk halus.8

Makhluk halus yang popular dikalangan Jawa adalah Memedi yang

merupakan makhluk yang dianggap tidak pernah menjamah tanah.9Memedi

merupakan roh kesedihan (hantu) yang datang mengganggu yang menakut-

nakuti orang yang masih hidup.10Karena sifat dan wujudnya yang menakut-

nakuti tidak sampai menyakiti maka orang Jawa menyebutnya sebagai

memedi yang secara harfiah arti kata memedi adalah menakut-nakuti

B. Perkembangan Islam di Desa Tawar

Islam sendiri belum diketahui pasti kedatangannya, hanya saja orang yang diketahui bernama Mbah Sabdomulyo diyakini sebagai orang yang pertama kali membuka hutan dan kemudian menjadikan sebuah pemukiman warga. Sampai sekarang belum diketahui kapan Mbah Sabdomulyo datang untuk membuka hutan tersebut, dan pemukiman yang telah lama dihuni masyarakat

ketika belum memiliki nama.11

Masyarakat Tawar sampai sekarang belum mengetahui banyak tentang Mbah Sabdomulyo, agama apa yang ia anut, namun bila melihat dari posisi makamnya yang masih terawat sampai sekarang ada indikasi kuat bila Mbah Sabdomulyo sudah memeluk Islam. Hal ini dilihat dari makamnya yang

8

Aizid, Islam Abangan dan Kehidupannya, 175.

9

R.P.Suyono, Dunia Mistik Orang Jawa (Yogyakarta:LKIS, 2007), 179.

10

Denys Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2002),198

11


(60)

50

membujur kea rah utara (menghadap kiblat) sebagaimana makam orang Islam pada umumnya, berangkat dari itulah maka masyarakat Tawar meyakini bahwa Mbah Sabdomulyo adalah beragama Islam sehingga pada hari-hari tertentu masyarakat menyempatkan berziarah ke makam ia untuk sekedar mengirim do’a.12

Masyarakat desa Tawar menganggap Mbah Sabdomulyo sebagai tokoh yang berjasa dalam membuka lahan desa Tawar. Karena itulah ia mendapatkan penghormatan dari masyarakat desa Tawar dengan mengkramatkan makam ia dengan cara dimakamkan di pemakaman umum desa Tawar yang letaknya berada di wilayah gerbang masuk desa Tawar. Lokasi makamnya berada ditengah-tengah dan makam tersebut berada di bawah pepohonan yang dibawahnya dibangun lantai untuk para peziarah.

Sampai saat ini masyarakat desa Tawar dan sekitarnya berziarah setiap malam jum’at Legi dan Jum’at Wage ke makam mbah Sabdomulyo. Ziarah tersebut juga sering dilakukan masyarakat desa Tawar sebelum mengunjungi haul Kiai Istad Djanawi atau hari-hari menjelang haul dilaksanakan, sehingga siang atau sorenya sebelum ke haul mereka menyempatkan ke makam Mbah Sabdomulyo.

Tokoh yang juga berperan penting setelah Mbah Sabdomulyo adalah Kiai Imam Burhani. Ia merupakan tokoh yang mengembangkan Islam di desa Tawar sebelum Kiai Istad Djanawi, ia merupakan mertua dari Kiai Istad Djanawi. Selain mengembangkan Islam di desa Tawar, ia memiliki kegiatan

12


(61)

51

sehari-hari yakni mengajar di musholla miliknya dan merawat kebun salaknya. Namun tak lama kemudian ia wafat.

Setelah ia wafat pengembangan Islam di Desa Tawar dilanjutkan oleh anaknya-anaknya. Berikut silsilah anak dari Kiai Imam Burhani yang sempat berperan dalam mengembangkan Islam di Desa Tawar sebelum Kiai Istad hadir:

Putera-putera Kiai Imam Burhani tak begitu lama meneruskan tugas dan amanah ayahnya dalam mengembangkan Islam, karena kelima anaknya yakni Jamkasari, Mun’im, Khomsah, Abiyu, dan Imam Abiya’un wafat dalam jangka waktu yang tak begitu lama karena disebabkan terkena wabah penyakit cacar, dan Fatimah ketika itu masih gadis sedangkan adiknya

Ahmad Ma’in masih bayi. Karena itulah perkembangan Islam di Desa Tawar

tergolong lamban karena sempat mengalami kefakuman tokoh agama yang meneruskan perjuangan Kiai Imam Burhani. Kiai Imam Burhani dan istrinya dimakamkan dikompleks pemakaman keluarga di Ponpes Miftakhul Qulub

Kiai Imam Burhani Ny.Wati’ah

1. Jamkasari

2. Mun’im

3. Khomsah

4. Fatimah Jayun Yaumi (Istri Kiai Istad)

5. Imam Abiyu

6. Imam Abi Abiya’un 7. Ahmad Ma’in


(62)

52

desa Tawar, makam tersebut lokasinya berdekatan dengan makam Kiai Istad Djanawi dan Nyai Fatimah J. Yaumi.

Setelah sepeninggal Kiai Imam Burhani dan anak-anaknya datanglah Kiai Istad Djanawi, namun keyakinan masyarakat Desa Tawar sebelum Kiai Istad hadir memang telah memeluk Islam, namun Islam yang dianut adalah

Islam Kejawen, khususnya Darmo Gandul,dimana masyarakat tak tahu

banyak mengenai Islam yang sesungguhnya seperti sholat, membaca Al-Qur’an, dan sebagainya.13

Bisa dikatakan Islam saat itu hanya menjadi

formalitas belaka atau lebih dikenal dengan sebutan Islam KTP.14

Kondisi tersebut ditambah dengan kondisi masyarakat yang masih memprihatinkan, seperti yang diketahui sebelumnya bahwa ketika itu Desa Tawar terkenal dengan sebutan Desa maling karena memang hampir seluruh warganya melakukan profesi tersebut, hal ini dilakukan secara terus menerus dan kasus pencurian yang terjadi tidak hanya menyangkut permasalahan materi tetapi juga banyak menyangkut istri atau dengan kata lain banyak warga Desa Tawar yang mencuri istri orang lain dengan cara dipaksa ataupun

di gendong.15

Kebiasaan masyarakat tak hanya sebatas itu, perbuatan-perbuatan ma’siat sudah menjadi hal yang biasa, dimanapun ada kegiatan warga seperti

kegiatan hiburan atau Tayuban. Tayuban merupakan bentuk hiburan warga

yang kurang terhormat karena mengikutsertakan penari perempuan jalanan

13

Ahmad Syamsudin, Wawancara, Mojokerto. 24 Oktober 2015

14

Ihsan, Kiai Istad Djanawi, 18.

15


(63)

53

yang biasanya seorang pelacur dan disertai minuman keras.16 Kegiatan ini

kebetulan dihadiri oleh warga Tawar selalu terjadi keributan seperti perjudian, pencurian, mabuk-mabukan, perzinahan, banyak wanita nakal yang berdatangan ke Desa Tawar, Tawar menjadi markas perencanaan pencurian

dan hasil curiannya dijual di desa ini.17

Kegiatan Tayuban atau hiburan warga yang masih dilestarikan hingga

saat ini adalah kesenian Bantengan atau Goosh Bash,kesenian ini merupakan

kesenian warga yang dilakukan ketika kegiatan hajatan warga seperti pernikahan, khitanan, perayaan karnaval atau ketika perayaan hari besar nasional,dan saat bulan suci Ramadhan. Saat bulan suci Ramadhan, Bantengan atau Goosh Bash kerap digunakan warga untuk membangunkan masyarakat ketika waktu sahur telah tiba, kegiatan ini menarik perhatian warga sehingga banyak warga yang terhibur ketika sahur.

Kesenian ini sangat popular di kalangan masyarakat Kecamatan Gondang, meskipun saat ini banyak muncul kesenian serupa tetapi kesenian Bantengan atau Goosh Bash yang paling popular tetap berasal dari desa Tawar.

Kesenian Tayuban yang saat ini berkembang tidak lagi sama dengan kesenian Tayuban pada masa Kiai Istad Djanawi karena kesenian Tayuban yang saat ini berkembang sudah tidak lagi menjadi tempat berkumpulnya perjudian, pencurian, dan sebagainya melainkan sebagai salah satu kesenian warga yang harus dilestarikan sebagai salah satu daya tarik dari desa Tawar.

16

Aizid, Islam Abangan dan Kehidupannya, 166-167.

17


(1)

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN

Setelah melalui bab pertama hingga bab keempat, pada bab kelima ini akan disimpulkan beberapa poin penting dari bab-bab selanjutnya yaitu:

1. Kiai Istad Djanawi lahir di Desa Mbothe (Kalianyar) Kertosono, lahir tahun 1879 dari pasangan Djanawi dan Marsiyem. Ia adalah anak ke-2 dari 5 bersaudara. Ketika beranjak dewasa ia mengembara untuk memperdalam ilmu agama di berbagai pesantren seperti pesantren Kademangan Bangkalan Madura.

2. Sebelum kedatangan Kiai Istad Djanawi perkembangan Islam di Desa Tawar diprakarsai oleh Mbah Sabdomulyo dan Kiai Imam Burhani. Namun Pengembangan Islam yang dilakukan keduanya tidak berjalan dengan baik, karena setelah keduanya wafat tidak ada lagi tokoh penerus yang memperjuangkan Islam. Kiai Istad Djanawi merupakan tokoh pejuang Islam yang berhasil mengembangkan Islam di Desa Tawar dengan metode dakwah suritauladan, sehingga dakwah ia bisa diterima masyarakat setempat

3. Ajaran Kiai Istad Djanawi diantaranya adala:

a. Ajaran tentang Fiqih seperti rukun Islam dan rukun Iman yang ia ambil dari kitab Safinnatun Najah.


(2)

b. Ajaran tentang dasar-dasar untuk mencari ilmu ia ambil dari kitab

Ta’lim Muta’alim. Kitab ini karanganSyekh Ibrahim bin Ismail

Al-Zamuji, yang berasal dari Afghanistan.

c. Ajaran tentang pemahaman terhadap pemahaman Al-Qur’an ia ambil dari kitab Tafsir Jalalain, kitab ini karangan 2 orang yakni Jalaludin al-Mahally kelahiran Mesie tahun 791 H dan Jalaludin As-Suyuti kelahiran Mesir tahun 848 H.

d. Ajaran tentang tatabahasa Arab diambil dari kitab Jurumiyah, kitab ini karangan Al-Imam Ibnu Ajurum, lahir di kota Fas negeri Maghrib tahun 672 H.

e. Ajaran tentang tasawuf diambil dari kitab Nashoikul Ibad. Kitab ini karangan Syaikh Nawawi Al-Bantani Al-Jawi yang merupakan ulama besar Indonesia kelahiran 1897 Serang, Banten.

B. SARAN

Skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, karena masih banyak terdapat kekurangan dan membutuhkan perbaikan untuk menyempurnakan skripsi ini. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat dibutuhkan demi tercapainya kesempurnaan skripsi ini. Untuk selanjutnya diharapkan akan ada skripsi-skrip lain yang membahas tentang perkembangan Islam di desa Tawar dengan lebih mendalam lagi sehingga bisa melengkapi karya-karya sebelumnya.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.

Aizid, Rizem. Islam Abangan dan Kehidupannya. Yogyakarta: Dipta, 2015. Amin, Samsul Munir. Ilmu Tasawuf. Jakarta: Amzah, 2014.

Amirin, M. Tatang. Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1990.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Renika Cipta, 1998.

Bruenissen, Martin Van. KitabKuning Pesantren dan Tarekat. Bandung: Mizan, 1999.

Dalhari, Rowi. Sejarah Masuk Dan Perkembangan Jama’ah Tabligh Di Temboro

Magetan. Surabaya: Skripsi IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2014.

Data Statistik Kelurahan Desa Tawar Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto tahun 2012.

Departemen Agama RI. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Depag RI, 1986. Djaelani, Abdul Qadir. Peran Ulama dan Santri. Surabaya: Bina Imu, 1994. El-Faruqy, Fachmy Mubarak. Doa Pilihan Melapangkan Hati. Yogyakarta: Tiga

Serangkai Mandiri, 2011.

Ihsan, M.Fatihul. Kiai Istad Djanawi: Ulama Ahli Riyadloh Dan Dermawan. Mojokerto: Ponpes Mifatul Qulub Tawar.

Izzati, Nur. Peran H.Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya Dalam Mengembangkan

Tarekat Naqsabandiyah Khadiliyah Di Indonesia(1592-2001

M).Surabaya: Skripsi IAIN Sunan. Ampel, 2013.

Koentjoroningrat. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka, 1994.

Kuntowijoyo. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2003. Lombard, Denys. Nusa Jawa: Silang Budaya. Jakarta: Gramedia Pustaka, 2002. Maulidiyah, Erma. KH.Dawud Munawar Dan Perannya Di Pondok Pesantren

Tahfidzul Qur’an Al-Munawar Sidayu Gresik. Surabaya: Skripsi IAIN

Sunan Ampel, 2013.


(4)

Mufid, Ahmad Syafil. Zikir Sebagai Pembina Kesejahteraan Jiwa.Surabaya: Bina Ilmu, 2007.

Mukharrom, Akhwan. Sejarah Islamisasi Nusantara. Surabaya: Jauhar, 2009. Notosusanto, Nugroho. Norma-Norma Dasar Penelitian Penulisan Sejarah.

Jakarta: Dephankam, 1971.

Rifa’i, Muhammad. KH.M.Kholil Bangkalan Biografi Singkat 1820-1923.

Yogyakarta: Garasi, 2013.

Rukiati, Enung K. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung: Pustaka Setia, 2006.

Simuh. Mistik Islam Kejawen Raden Ngabeh Ranggawarsita. Jakarta: UI Press, 1998.

Simuh. Islam dan Pergumulan Budaya Jawa. Jakarta: Teraju, 2003. Sutiyono. Poros Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013. Suyono, R.P. Dunia Mistik Orang Jawa. Yogyakarta: LKIS, 2007.

Syukir, Asmuni. Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya: Al-Ikhlas, 1983. Thohir, Ajid. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: Raja

Grafindo Pustaka, 2004.

Widiyanti,Sunidhia Ninim. Kepemimpinan Dalam Masyarakat Modern. Jakarta: Rineka Cipta, 1993.

Zulaicha, Lilik. Metode Penelitian Sejarah I. Surabaya: Fak. Adab IAIN Sunan Ampel, 2004.

Zacharias,Danny. Metodologi Penelitian Pedesaan. Jakarta: LPIS UKWS, 1984. Zuhairini. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1995.

ARTIKEL DARI INTERNET

Murad Maulana,”Perbedaan Biografi dan Autobiografi”dalam

http://www.muradmaulana.com/2014/04/perbedaan-biografi-dan- autobiografi.html ( 20 Oktober 2015).

Wukara,”Pengertian dan Ciri-Ciri Biografi”dalam

http://woocara.blogspot.co.id/2015/05/pengertian-biografi-ciri-ciri-biografi-struktur-teks-biografi.html (19 Oktober 2015).


(5)

Pondok Pesantren Miftahul Qulub Tawar,”Biografi Kyai Istad Djanawi”dalam http://miftahul-qulub.blogspot.co.id/2011/06/mbah-yai-istadz-djanawi-1873-1959-m1290.htm l (28 Oktober 2015)

Hakam Abbas,” Biografi AL-Zarnuji “dalam

http://hakamabbas.blogspot.co.id/2014/10/biografi-al-zarnuji.html (Diakses 20 oktober 2015).

Ma’ruf Kholik,”Kehebatan Kitab Safinnatun Najah” dalam

http://kitab-kuneng.blogspot.co.id/2012/07/kehebatan-kitab-safinatun-naja.html (Diakses 20

0ktober 2015).

http://Ainuttijar.blogspot.co.id/2011/04/serat-darmo-gandul.html (Diakses 14 Desember 2015)


(6)