Tipe & Size (, 237K) profil tokoh 2b

MENGINTEGRASIKAN DAN MEMPERKUAT WILAYAH
DI SEPANJANG KORIDOR
Prinsip Pengembangan Koridor Ekonomi Indonesia
adalah pemanfaatan secara maksimal Sumber Daya
Alam (SDA) di suatu wilayah bagi perkembangan
ekonomi
daerah
yang
menghasilkannya.
Optimalisasi SDA yang ada di suatu daerah,
diharapkan
akan
mendorong
terjadinya
peningkatan aktifitas ekonomi serta terjadi
peningkatan “jam kerja” di daerah tersebut, baik
secara kualitatif maupun kuantitatif. “Sumber daya
pendanaan di luar APBN akan lebih efektif dan
akan lebih bermakna kalau kita mengembangkan
daerah-daerah yang relatif berkembang.
Hal ini yang disebut pendekatan koridor, yaitu kita

membesarkan pembangunan dulu baru kemudian
menyebarkannya”, demikian tutur Eko Luky
Wuryanto, Deputi Menko Perekonomian bidang
Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah. Ditemui
disela kesibukannya memimpin rapat terkait
penyelesaian program pengembangan koridor ekonomi, doktor ekonomi dan
pengembangan wilayah jebolan Cornell University, Amerika Serikat ini banyak
melontarkan gagasan seputar pengembangan wilayah di Indonesia. Tidak sekedar wacana,
kepedulian Eko terhadap pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan di
Indonesia ini diwujudkan dengan terlibat aktif dalam penyelesaian strategi dan program
pembangunan yang lebih nyata dan action oriented di sepanjang koridor wilayah
Indonesia. Pandangan-pandangan Eko tentang konsep pengembangan koridor ekonomi
Indonesia diuraikannya secara lugas dalam wawancara yang berlangsung kurang lebih
dua jam, bertempat di kantor beliau. Berikut adalah petikan wawancaranya.
Menurut pendapat Bapak, bagaimana kondisi perekonomian di Indonesia pada saat
ini ?
Banyak kalangan yang melihat kondisi Indonesia saat ini seperti “gadis cantik” karena
semua masyarakat ekonomi dunia itu melihat Indonesia punya strategi yang berhasil
dalam menghadapi krisis global tahun 2008. Hal ini ditunjukkan dengan kondisi makro
yang intake tetap bertahan, stabil dan tidak berubah. Demikian juga dengan konsumsi

masyarakat, dimana kondisinya juga tetap stabil. Memang ada sedikit penurunan, tetapi
kita tidak seperti negara-negara yang begitu mengalami krisis global, pertumbuhannya
ada yang menjadi negatif. Negara kita tetap positif pertumbuhannya, walaupun berkurang
tetapi pertumbuhannya di atas nol.

Bagaimana bila dibandingkan dengan Cina dan India yang penduduknya relatif
lebih besar?
Dibandingkan dengan Cina
dan India yang memang telah
menjadi “macan” ekonomi
dunia, kita memang belum
seperti mereka karena mereka
sudah lebih tinggi, tetapi
kondisi kita dekat dengan
kedua
negara
tersebut
dibandingkan
dengan
Singapura atau Thailand yang

pertumbuhan
ekonominya
minus, apalagi dibandingkan
dengan
Negara
Eropa.
Mungkin memang ekonomi
kita kuat, dimana kita tidak terlalu terkena dampak krisis global, tetapi ha ini juga karena
kita tidak banyak berhubungan dengan dunia luar.

Lebih konkritnya pak?
Artinya peran ekspor kita kecil, jadi ekonomi kita tidak bergantung banyak kepada pasar
luar negeri. Kita lebih menggantungkan kepada pasar dalam negeri. Jadi ketika pasar luar
negeri melonjak turun, kita tidak terlalu terpengaruh. Kita berada di nomor 17 di dunia,
oleh karenanya kita masuk dalam kelompok G-20. Jadi keberhasilan kita
mempertahankan pertumbuhan ekonomi di atas nol itu kemudian menempatkan kita
berada di G-20. Sejak krisis global 2008 kondisi dunia saat ini sudah berangsur-angsur
pulih. Singapura sudah melonjak lagi, karena pertumbuhannya dari minus kemudian jadi
plus sehingga seolah-olah pertumbuhannya sangat tinggi. Demikian juga dengan
Thailand dan Filipina yang juga mengalami lonjakan

.
Jadi perekonomian nasional kita mengalami kenaikan?
Indonesia memang mengalami kenaikan, tetapi tidak secepat Singapura, Filipina atau
Thailand. Ekonomi kita jalannya pelan karena ternyata memang kondisi makro kita kuat,
namun kondisi mikro tidak sekuat makro. Artinya balik lagi kepada ekonomi biaya tinggi,
dimana di negara kita masih terjadi pola ekonomi biaya tinggi.
Menurut pendapat Bapak, faktorpertumbuhan ekonomi kita?

apa saja yang menyebabkan lambatnya

Walaupun kita dipandang sebagai daerah yang sangat menarik untuk investasi, tetapi
realisasi investasinya tidak secepat yang kita inginkan, karena banyak kendala di bidang
infrastruktur. Sumber daya manusia banyak dan bagus, dan sumber daya alam tidak perlu

diragukan. Tetapi infrastruktur dan regulasi yang ada saat ini masih menyulitkan para
investor. Mereka sangat ingin ke Indonesia, tetapi kemudian yang direalisasikan itu
hanya portofolio lewat pasar modal, dimana di pasar modal memang cukup maju dan
return nya menarik. Tetapi yang diinginkan Indonesia itu adalah di sektor riil, karena
begitu investor masuk dan mendirikan pabrik, ada transfer of know how, ada tenaga kerja
yang terlibat, sehingga dipastikan pertumbuhan ekonomi kita akan meningkat dengan

cepat. Apalagi kalau investasi itu terjadi didaerah-daerah yang sangat potensial.
Bagaimana dengan kebijakan pengelolaan sumber daya alam negeri kita?
Kondisi saat ini, sumber
daya (resources) ada di luar
Jawa
tapi
pengambil
keputusan masih di Jawa.
Luar Jawa itu hanya
dimanfaatkan
untuk
diambil
sumber
daya
alamnya (dieksploitasi) dan
langsungdiekspor
(tidak
diolah). Jadi daerah yang
kaya akan sumber daya
alam itu tidak mendapat nilai tambah dan tidak terjadi peningkatan kesejahteraan disana.

Kita seharusnya berkomitmen, apakah kita bisa menyiapkan processing? Memang
disadari untuk processing membutuhkan prasyarat, Ya, yang utama jelas harus ada energi
dan yang kedua harus ada infrastruktur, kalau sumber daya manusia bisa mobile. Lebih
jauh, yang tidak kalah penting adalah kita harus memiliki strategi. Strategi tentang
pengelolaan energi dan sumber daya mineral demikian penting karena yang lebih banyak
memberi pemasukan untuk negara adalah dari energi dan sumber daya mineral seperti,
migas dan batubara. Dalam hal ini, sebenarnya peran Kementerian Perindustrian lebih
relevan. Terlebih karena hilirnya sumber daya alam ada di kementerian tersebut. Jadi,
pola pengelolaan ESDM seharusnya diubah, dari menjual mineral sebagai bahan mentah
menjadi mineral setengah jadi.

Beberapa waktu lalu diselenggarakan kick-off meeting mengenai “Penyusunan
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 20112025”, dimana penyelenggaranya adalah Menko Perekonomian. Apa yang
melatarbelakangi dilaksanakannya kegiatan tersebut ?
Pertemuan ini intinya adalah untuk melakukan dialog dengan luar Jawa yang memang
sudah lama direncanakan. Tetapi sejauh ini kita mencari cara bagaimana strateginya.
Bappenas tidak pernah mengeluarkan strategi pengembanganwilayah yang istilahnya
„didengarkan orang‟. Memang saat Repelita II pernah ada, tapi setelah itu tidak ada lagi.
Kemudian Kementerian Perindustrian juga pernah mengeluarkan WPPI yaitu wilayah
pusat pengembangan industri, dimana daerah WPPI I adalah wilayah Sumatera, wilayah


WPPI II dan lain-lain, tetapi kemudian hilang. Beberapa waktu yang lalu kita pernah
mempunyai studi yang disebut sebagai koridor ekonomi, dimana dicoba dikembangkan
regional development approach yang intinya tidak lain adalah pusat-pusat pertumbuhan.
Bagaimana kaitannya
Pengembangan Kapet?

dengan

Pengembangan

Kawasan

Andalan

dan

Sebenarnya sudah cukup lama pemerintah pusat ingin membangun pusat pertumbuhan di
luar pulau Jawa. Beberapa waktu yang lalu telah disusun Rencana Pengembangan
Kawasan Andalan, juga pengembangan KAPET, hanya terkesan kurang berkembang.

Hingga akhirnya ada pemikiran pengembangan koridor, karena memang kita melihat
pengalaman beberapa Negara lain, seperti, India dan Greater Mekong Delta, yang
mengembangkan koridor dan ternyata cukup berhasil. Ketika dicermati lebih jauh,
ternyata ada perbedaan Kawasan Andalan dengan koridor dimana di pengembangan
koridor ada penetapan prioritas pengembangan di wilayah koridornya. Koridor Sumatera
misalnya, yang ditetapkan koridornya adalah wilayah pantai Timur, karena memang
pantai Timur relatif lebih berkembang dibandingkan dengan pantai Barat. Konkritnya,
bila ingin mengembangkan wilayah Sumatera, lebih baik kita konsentrasi dulu di pantai
Timur sebagai daerah pusat-pusat perkembangannya. Nanti diharapkan wilayah tersebut
akan menularkan ke kawasan Barat. Jadi pusat-pusat pertumbuhannya pun kemudian
ditetapkan di wilayah pantai Timur Sumatera.
Memang akan dipertanyakan, apakah kita akan meninggalkan wilayah Barat
Sumatera?
Di awal kelihatannya memang demikian, karena dana kita terbatas. Jadi kita akan
mengembangkan yang lebih maju dulu dengan program pembangunan pelabuhan dan
bandara, kemudian untuk yang ke Barat kita batasi hanya pada jalur-jalur utama. Jadi
wilayah Barat juga akan tetap dikembangkan misalnya dari Palembang itu jalur ekonomi
yang ke Barat ke arah Bengkulu, dan dari Pekanbaru yang dikembangkan ke arah Padang.
Lebih jauh kalau memang kita ingin mengembangkan Padang atau Bengkulu, yang
diusulkan bukan program pertumbuhan tetapi lebih ke arah program pelayanan dasar

seperti pendidikan dan air bersih.
Salah satu elemen utama strategi penyusunan Masterplan tersebut adalah dengan
mengembangkan koridor ekonomi di Indonesia, mengapa dipilih koridor ekonomi
sebagai sarana percepatan pertumbuhan ekonomi di Indonesia ?
Begini, kita lebih memilih mengkonsentrasikan pertumbuhan ekonomi pada koridorkoridor ekonomi terlebih dahulu. Dengan asumsi investasi yang kita lakukan pada
koridor ekonomi akan lebih cepat kembali dibandingkan yang kita investasikan di luar
koridor. Koridor ekonomi yang dipilih adalah kawasan-kawasan yang lebih berkembang
dibandingkan kawasan lainnya. Jadi multiplier ekonominya sudah jelas akan lebih
banyak.

Bagaimana dengan pertumbuhan di luar koridor ekonomi?
Sebagaimana kita ketahui bahwa penyusunan Masterplan pada koridor ekonomi,
memakai 3 pendekatan yaitu pertama koridor ekonomi; yang kedua adalah konektivitas;
dan ketiga sumber daya manusia dan IPTEK. Untuk konektivitas, ada dua misi yang
ingin dicapai. Pertama, menghubungkan antar pusat-pusat pertumbuhan di koridor
ekonomi. Kedua, menghubungkan antara koridor ekonomi dengan yang di luar koridor
yang menjadi tugas APBN. Diharapkan pengembangan pada koridor ekonomi bisa
dilaksanakan oleh swasta, sedangkan yang menghubungkan antara koridor ekonomi dan
yang diluar koridor ekonomi dilaksanakan oleh pemerintah melalui mekanisme RPJM.
Dalam rangka melaksanakan program tersebut,

dukungan apa saja yang diberikan oleh pemerintah ?
Penyusunan Masterplan saat ini agak berbeda dengan penyusunan Masterplan di masa
lalu, saat ini kita melibatkan pihak swasta, pemerintah daerah, dan lain lain. Pola yang
dikembangkan dalam Masterplan adalah untuk memfasilitasi dunia usaha. Oleh karena
itu dalam Masterplan ini juga terdapat daftar dukungan-dukungan apa yang dibutuhkan
oleh kalangan dunia usaha dan hambatanhambatan regulasi atau birokrasi apa yang
ditemui oleh dunia usaha baik di pusat maupun di daerah. Selanjutnya, hasil inventarisasi
ini kemudian disampaikan kepada pemerintah, dalam hal ini kementerian yang
menanganinya. Sebagai contoh ada yang mengusulkan UU Ketenagakerjaan diganti,
maka hal ini kita sampaikan ke Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk
ditelaah apakah mungkin untuk diganti seluruhnya atau hanya perlu direvisi sebagian.
Kalau akan dilakukan penggantian/revisi berapa lama waktu yang diperlukan. Hal ini
akan dilakukan melalui proses dialog antara Kementerian terkait dengan pihak swasta.
Pada dasarnya apa yang disuarakan oleh pihak swasta akan kita minta tanggapannya
kepada para menteri yang terkait. Demikian juga terkait sektor lain, kami akan meminta
penjelasan kepada sektor yang bersangkutan sesuai dengan tugas kerjanya.
Menurut Bapak, bagaimana pola koridor ekonomi itu sendiri ?
Pola itu dapat digambarkan yaitu misalkan ada sekitar 20 proyek besar yang menjadi
prioritas pemerintah, maka harus disusun katalisasi pelaksanaan proyek tersebut di dalam
Masterplan sampai 2014. Harus diindentifikasikan proyek-proyek yang sudah menjadi

kesepakatan antara pemerintah dan swasta pada tiap-tiap koridornya, sehingga bisa
disusun jadwal pelaksanaannya. Kemudian disusun lagi prioritas pelaksanaan proyek
berdasarkan keterlibatan pemerintah, semakin kecil keterlibatan pemerintah dalam
proyek maka semakin tinggi prioritas proyek 2014, dimana pada proyek ini keterlibatan
pihak swasta menjadi hal yang utama. Kalau proyek ini jalan, diharapkan akan mentrigger pelaksanaan masterplan lainnya, sehingga lambat laun pihak investor akan
memiliki kepercayaan diri bahwa ternyata memang programprogram ini benar jalan.
Apabila Masterplan sudah selesai disusun, selanjutnya dibuat action plan yang nantinya
akan diturunkan sebagai INPRES untuk hal-hal yang menjadi bagian pemerintah

terutama yang kaitannya dengan infrastruktur dan regulasi, sehingga hal tersebut akan
menjadi komitmen pemerintah.
Sebagai tindak lanjut dari Masterplan, nanti juga ada tim kerja yang akan terus
memonitor pelaksanaan. Tim kerja ini akan memonitor INPRES dan juga menyiapkan
desk untuk wadah bertemunya swasta dan pemerintah dalam rangka menyelesaikan
project showcase. Sebenarnya sudah ada satu pola, yaitu contoh proyek di Lombok,
dimana kita pernah ingin mendatangkan satu investor luar negeri dari Uni Emirat Arab,
namanya EMAAR dari Dubai. Waktu kunjungan delegasi Indonesia ke sana, mereka
sangattertarik untuk investasi. Mereka akan membuat resort yang diharapkan akan
memacu pertumbuhan ekonomi, karena mereka sudah berhasil dimana-mana. Mereka
mau datang (tertarik dengan Lombok), tetapi mereka meminta bandara yang representatif,
akses jalan yang baik dari bandara ke lokasi serta fasilitas air bersih sebagai salah satu
syarat sebelum mereka melakukan investasi.
Pemerintah melalui proses yang cukup panjang pada akhirnya bisa menyediakan fasilitas
yang diminta. Bandara sudah dibangun, jalan sudah diperlebar, air bersih juga sudah
disiapkan, akan tetapi tiba-tiba Dubai krisis, sehingga tidak jadi berinvestasi, padahal
permintaan mereka sudah dipenuhi oleh pemerintah. Jadi sebenarnyan pemerintah bisa
kalau mau berkonsolidasi untuk hal-hal yang seperti itu. Lebih lanjut, diharapkan hal
tersebut dapat diaplikasikan pada 20 proyek besar yang menjadi prioritas. Yang harus
sangat dihindari adalah jangan sampai ada proyek prioritas yang banyak bersinggungan
dengan UU yang bermasalah, agar kita bisa memperkirakan batas waktunya, pasti dalam
prosesnya nanti ada regulasi yang diperbaiki akan tetapi diharapkan perbaikan regulasi
tersebut tidak malah menjadi penghambat.
Program tersebut tentunya akan melibatkan banyak stakeholder, siapa yang akan
menjadi fasilitatornya?
Kemenko Perekonomian dan Bappenas akan
bertindak selaku fasilitator. Kita mengharapkan
adanya dialog yang intensif antara pemerintah dan
swasta, kalau pihak swasta misalnya sudah puas
dengan jawaban dari pemerintah, diharapkan akan
ada komitmen untuk berinvestasi. Sebetulnya dari
proses dialog bersama ini, kita sudah bias
mengindikasikan besaran investasi yang akan
ditanamkan sampai dengan 2014, yang disusun per
sektor dan per koridor. Hal yang menjadi catatan
utama adalah bahwa pihak swasta akan melakukan
investasi, apabila dukungan infrastrukturnya
dipenuhi atau permintaan dukungannya dipenuhi.

Bagaimanakah kendala-kendala yang akan dihadapi dalam merealisasikan
program tersebut?
Begini, adalah sulit untuk menghimpun kemauan semua orang, mengingat ini merupakan
proses yang pertama kali dilakukan. Kita belum melaksanakan diskusi yang intensif
seperti yang dilakukan oleh Malaysia. Walaupun Malaysia sudah memiliki rencana
pembangunan lima tahunan akan tetapi mereka juga membuat semacam Masterplan.
Tetapi bedanya di sana 400 orang bekerja secara intensif selama 2 bulan penuh dalam
satu gedung, dimana dari 400 orang itu, 200 orang berasal dari pemerintah, dan 200 dari
the best brain swasta dan dibantu oleh konsultan internasional. Mereka dibebaskan dari
tugas sehari-hari setiap hari bekerja di sana. Pemerintah menyediakan satu gedung milik
Petronas yang disewa selama dua bulan untuk bekerja menyusun Masterplan. Setiap 2
minggu Prime Minister datang meninjau untuk menanyakan kemajuannya. PrimeMinister
mengirimi surat secara langsung kepada 200 orang the best brain melalui perusahaanperusahaan. Jadi tenaga yang dikirim oleh perusahaan bukan sembarangan orang.
Tadinya kita ingin mencontoh hal tersebut tetapi tidak dimungkinkan oleh karena
berbagai hal.
Dalam kapasitas sebagai Deputi Menteri Bidang Infrastruktur dan Pengembangan
Wilayah, Kemenko Perekonomian, sejauh Kemenko
Perekonomian tidak menyusun Masterplan ini dari awal, karena Masterplan ini
seharusnya telah disusun oleh Bappenas, jadi ini merupakan kombinasi, karena secara
kebetulan Kemenko memiliki studi tentang koridor sedangkan Bappenas memiliki studi
tentang konektivitas, sehingga kemudian kedua hal tersebut menjadi dua pilar. Ada satu
lagi pilar yang namanya IPTEK dan SDM dimana institusi yang menjadi penanggung
jawabnya adalah, Kemendiknas, Kemenaker, Kemenristek serta Komite Inovasi Nasional,
dimana pilar ini diharapkan menjadi pilar ketiga. Masterplan ini seharusnya masuk ke
dalam sistem pembangunan nasional,
artinya kalau ada infrastruktur yang direkomendasikan oleh Masterplan ini, harapannya
harus masuk ke RKP (Rencana Kerja Pemerintah) sehingga bisa didanai. Kemenko
bertugas untuk mengawalpelaksanaannya serta mengkoordinir sektor-sektor yang
nantinya menjadi sorotan dan dijadikan prioritas. Jadi kita akan meminta sektor-sektor
untuk melaksanakan apa yang sudah dirumuskan dalam Masterplan tersebut. Dalam
program tersebut, keluaran seperti apa yang diharapkan serta seberapa besar pengaruh
yang akan ditimbulkan terhadap perekonomian di perekonomian yang lebih berimbang
antara Pulau Jawa dan pulau lainnya. Sebagai mana kita ketahui bersama bahwa sekarang
ini Pulau Jawa masih mendominasi perekonomian Indonesia. Hal ini diindikasikan dari
hamper 58% PDB nasional adalah dari Pulau Jawa. Pemerintah memprediksikan pada
tahun 2025 PDB nasional akan naik 6 kali lipat menjadi 4300 Milyar USD dari PDB
nasional yang saat ini sebesar 700 milyar USD. Diharapkan dari kondisi tersebut,
kontribusi PDB dari Pulau Jawa cukup 54% saja. Artinya Pulau Jawa yang tadinya
berkontribusi 450 milyar USD akan menjadi 2000-an milyar USD atau berarti hanya naik
3 kali lipat lebih. Sedangkan sisanya 250 milyar USD harus menjadi 2.000-an milyar
USD atau berarti naik menjadi 8 kali lipat.

Bagaimana cara kita mencapainya?
Untuk mencapainya sudah tentu akan sangat membutuhkan energi yang banyak. Berapa
energi yang harus dibangun di luar Jawa untuk membuat hal itu dapat terjadi?Salah satu
contoh adalah dalam eksploitasi aluminium , yang berasal dari bahan dasar alumina,
dimana alumina berasal dari bauksit. Yang terjadi sekarang kita hanya mengambil
bauksitnya danlangsung diekspor tanpa diproses terlebih dahulu. Padahal jika kita bisa
membuat alumunium di Kalimantan maka nilai ekonomisnya akan jauh menjadi lebih
tinggi. Misalnya, 1 juta ton bauksit per tahun, yang dijual seharga 1 USD/ton jadi total
yang kita dapatkan hanya 1 juta USD. Sedangkan kalau dijadikan alumunium bisa
menjadi 30 juta USD, yang berarti ada 30 kali peningkatan value added, belum multiplier
effect lainnya seperti penyerapan tenaga kerja yang sudah pasti juga akan meningkat.
Disamping bauksit di Kalimantan, kita juga memiliki nikel di Sulawesi dan emas di
Halmahera. Jadi yang dapat mendorong terjadinya semua itu adalah ketersediaan energi
di setiap wilayah tersebut, yang dapat mendukung proses bahan-bahan mentah tersebut
agar memiliki nilai tambah yang tinggi.
Lebih lanjut, hal lain yang harus kita perhatikan adalah pemilihan pintu gerbang negara.
Sebaiknya pintu gerbang negara tidak hanya di wilayah Barat Indonesia saja, tetapi juga
di wilayah Timur, supaya terjadi penyebaran pertumbuhan. Sebagai contoh, pintu
gerbang laut bias ditetapkan dengan 2 (dua) pilihan tempat, yaitu satu di Sumatera Utara

(karena dilewati selat Malaka yang sangat ramai) dan satu lagi di Bitung (Sulawesi Utara).
Jadi yang namanya lintas barang itu transitnya di dua tempat itu, yang ke arah Jepang
lewat Bitung, yang ke Eropa lewat Sumatera Utara. Sementara untuk pintu gerbang udara,
di samping bandara Soekarno Hatta (Banten) seharusnya ada pembagian beban yaitu
bandara Hassanudin (untuk Timur Indonesia) dan Kuala Namu (untuk Barat Indonesia),
bahkan mungkin di Bali. Harapannya adalah agar penyebarannya terjadi lebih cepat.
Diharapkan dari situ, perekonomian makin berkembang dan dapat lebih mendorong
sektor produksi. Jadi, tidak hanya terkonsentrasi di wilayah Barat saja, tetapi juga di
wilayah Timur Indonesia