TRADISI MANGUPA PADA PERKAWINAN ETNIS ANGKOLA DI DESA SIBANGKUA TAPANULI SELATAN.

(1)

TRADISI MANGUPA PADA PERKAWINAN

ETNIS ANGKOLA DI DESA SIBANGKUA

TAPANULI SELATAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi

Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan

OLEH

ASTRI ANNISYAH SIMANJUNTAK

NIM. 309122007

PENDIDIKAN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


(2)

TH,MB,&R

PENGESAHAN

$kripsi oleh Astri Annisynh Simaniuntsk, NtrM 3Sgl22{X}7 Tetsk Dipertahemkan di Depan TtrMFenguji

F*da Tanggal 23 .Iuli 2$13

TIM PENGUJI

Noviv llasanah.

M.IIum

Pembimbing

Dt?. Nuriannah. M.Fd

Penguji

Sulian EkEu-rila'- $.Sqs.

MSP

Penguji

Rosramadhana.

M.Si

fenguji

Dekan

Fakultas Elmu Sosial

Dr. H. R.estu. M.S

NrP. 1961S7191987$3tr(}Sl

Disetrjui dar Disahkan pada ?*nggatro 23.IuIi 20tr3 Fami*i* Ujian

{

Wx"fLM€r1*-\

%

14ll*M"*J

-,4-j / .

_ry}/fffih

-'"t {J/ / t {v

"--/""

:'

Ketua Prodi Pendidikaa Antropologi

^

{,}

\

Lhld*tu

#J

\il{

\t fl

Dra. Fstnitawa!1" &{"Sl NrP. 19640626 1 99S(}9200

I


(3)

T,E&{&A& PEE"SEF$5UAFI

Skripsi ini dialuk*u oleh A,str! Anmisyah Simaniwntak' NIM" 3S91?2SCI?

Jurusan Fendidiksn Aaltropologi, Frogramn Studi S-l Sakultas IEmu SosiaI-eiNIFImS

TeEak Bi.periksa dan Xlitriikan Untuk

&{empertahsnkan $kriPsi

NSengetaktai,

Ketua Frodi Fes*didikan Antropologi

,t

)^

+

,i

I

l{,*'

'w *-a+

l/

\/

,;

/

Qra, Puppitgwa$r" E&"$i Nsp" 19640S26199SS92S{}1

lV{edan,

.}ar}i 2$I'3

Sesem Femobimbing

/..

C

--:i+:_{"y**r,

t t'-) i \-- -Noviv E{asamah" fuI"E{um rEsF. 1983 I 1242*S812?S02


(4)

i

ABSTRAK

Astri Annisyah Simanjuntak, 309122007, Tradisi Mangupa pada Perkawinan Etnis Angkola di Desa Sibangkua Tapanuli Selatan, Skripsi : Medan, Fakultas Ilmu Sosial, Program Studi Pendidikan Antropologi, Universitas Negeri Medan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pelaksanaan upacara

mangupa, makna dari simbol dalam hidangan pangupa, manfaat upacara mangupa

bagi pengantin dan masyarakat, dan fungsi Dalihan Na Tolu dalam pelaksanaan upacara mangupa. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yakni memaparkan data hasil penelitian berdasarkan fakta yang ada di lapangan. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan melalui penelitian lapangan (field research) dengan metode wawancara tidak terstruktur dan observasi tidak berpartisipasi.

Dari hasil penelitian lapangan bahwa upacara mangupa merupakan warisan nenek moyang etnis Angkola. Pada masyarakat Angkola terdapat 3 (tiga) jenis upacara mangupa yang wajib dilaksanakan, yaitu pabagas boru, manjagit

parompa, dan marbongkot bagas. Landasan pangupa yang digunakan yaitu pira manuk, manuk, hambeng atau horbo janggut, dan horbo. Jenis landasan pangupa

tersebut digunakan masyarakat berdasarkan kemampuan ekonominya. Makna dari simbol dalam hidangan pangupa dibacakan oleh Raja Panusunan Bulung yang disebut dengan surat tumbaga holing.

Dalihan Na Tolu yang terdiri dari kahanggi, anak boru, dan mora

memiliki peran penting dalam pelaksaan upacara mangupa sebagai pelaksana dan pendukung agar tercapainya upacara mangupa tersebut. Selain Dalihan Na Tolu, tokoh adat juga berpengaruh untuk kelangsungan acara. Bagi masyarakat Angkola wajib melaksanakan upacara mangupa pabagas boru agar pernikahan diakui secara adat.

Suku lain misalnya suku Melayu yang tinggal di daerah Angkola juga ada yang melaksanakan upacara mangupa karena ia menikah dengan orang yang bersuku Angkola dengan persyaratan harus membeli marga dan ketentuan lain yang telah ditentukan oleh tokoh adat setempat. Upacara mangupa ini merupakan kearifan lokal etnis Angkola kususnya Desa Sibangkua, dengan demikian tradisi

mangupa ini patut dilestarikan sebagai warisan nenek moyang.


(5)

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa yang senantiasa menyertai dan memberikan rahmat yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Tradisi Mangupa pada Perkawinan Etnis Angkola di Desa Sibangkua Tapanuli Selatan”.

Penulis telah banyak menerima bimbingan, bantuan, dan motivasi dari berbagai pihak dalam menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik selaku Rektor Universitas Negeri Medan.

2. Bapak Dr. H. Restu, MS selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial (FIS).

3. Ibu Dra. Puspitawati, M.Si selaku Ketua Program Studi Pendidikan Antropologi yang memberikan semangat kepada mahasiswa/i dalam menyusun skripsi stambuk 2009.

4. Ibu Dra. Nurjannah, M.Pd selaku dosen pembimbing akademik dan penguji I yang senantiasa membimbing penulis selama perkuliahan.

5. Ibu Noviy Hasanah, M.Hum selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu memberikan motivasi agar tepat waktu menyelesaikan skripsi dan memberikan masukan dalam penulisan skripsi.

6. Ibu Sulian Ekomila, S.Sos. MSP selaku dosen penguji II dan Ibu Rosramadhana, M.Si selaku dosen penguji III yang telah memberikan masukan kepada penulis dalam perbaikan skripsi.


(6)

iii

7. Bapak Camat Angkola Barat beserta staf yang telah memberikan izin penelitian dan data yang dibutuhkan penulis untuk menyelesaikan skripsi. 8. Bapak Patuan Pinayungan Siagian selaku ketua adat yang telah

memberikan banyak informasi dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi.

9. Teristimewa dipersembahkan kepada Ayahanda Alm. Zulkifli Simanjuntak sebagai wujud kasih sayang penulis kepada beliau dan membuktikan keberhasilan penulis kepada dirinya. Kemudian, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibunda Mariani yang telah memberikan doa dan kasih sayang serta berjuang sendirian untuk memenuhi biaya pendidikan penulis hingga menyelesaikan pendidikan meraih Sarjana

10.Sahabat-sahabat penulis, Elvi Saadah, Yeni Riska Putri yang telah memberikan motivasi dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi. Winda Sri Lestari dan Ayu Lestari yang telah membantu penulis untuk mencari referensi.

11.Terkhusus kepada Abangda tersayang Sahat Tua Ari Suhut Situmorang yang telah memberikan motivasi dan secara tidak langsung memberikan ilmu pengetahuan yang belum tentu penulis dapatkan dalam perkuliahan, beserta keluarga Situmorang yang turut memberikan masukan dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

12.Buat semua teman-teman stambuk 2009, akhirnya kita sampai di akhir perjalanan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.


(7)

iv

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk skripsi ini karena masih banyak kekurangan, baik dalam penulisan maupun pencetakan. Semoga skripsi ini dapat menjadi sumber informasi dan pengetahuan bagi yang membacanya.

Medan, Juli 2013


(8)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 6

1.3 Pembatasan Masalah ... 6

1.4 Perumusan Masalah ... 6

1.5 Tujuan Penelitian ... 7

1.6 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9

2.1 Landasan Teoritis ... 9

2.1.1 Interaksionisme Simbolik... 9

2.1.2 Fungsionalisme Struktural ... 10

2.1.3 Peran (Role) ... 12

2.2 Kerangka Berpikir ... 13

BAB III METODE PENELITIAN ... 17

3.1 Jenis Penelitian ... 17

3.2 Lokasi Penelitian ... 17

3.3 Sumber Data ... 18

3.4 Subjek dan Objek Penelitian ... 19

3.4.1 Subjek Penelitian ... 19

3.4.2 Objek Penelitian ... 19

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 19

3.5.1 Observasi ... 19

3.5.2 Wawancara ... 20

3.5.3 Studi Dokumentasi ... 21


(9)

vi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 24

4.1.1 Sejarah Daerah Angkola ... 24

4.1.2 Sejarah Desa Sibangkua ... 27

4.1.3 Letak dan Kondisi Geografis ... 28

4.1.4 Keadaan Alam ... 28

4.1.5 Penduduk ... 29

4.1.6 Sarana dan Prasarana ... 30

4.1.7 Unsur-Unsur kebudayaan ... 31

4.2 Sistem Perkawinan Etnis Angkola ... 35

4.3 Proses Pelaksanaan Upacara Mangupa ... 37

4.3.1 Persiapan ... 41

4.3.2 Pelaksanaan ... 44

4.3.3 Penutup ... 55

4.4 Makna dari Simbol Hidangan Pangupa ... 56

4.5 Manfaat dari Pelaksanaan Upacara Mangupa Terhadap Pengantin Baru... 62

4.6 Fungsi Dalihan Na Tolu dan Orang Yang Terlibat dalam Upacara Mangupa ... 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

5.1 Kesimpulan ... 70

5.2 Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tikar Adat ... 41

Gambar 2. Pinggan Pangupa ... 57

Gambar 3. Anduri (Tampi) Bersegi Empat ... 57

Gambar 4. Barang-barang yang akan dibawa pengantin ... 62


(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain, mulai dari kebutuhan biologis hingga kebutuhan materil. Maka, perkawinan merupakan salah satu kebutuhan biologis seseorang. Menurut Gerungan (1966) ada tiga macam kelompok kebutuhan manusia, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan segi biologis, sosiologis, dan theologis (Walgito, 2000 : 16). Melalui perkawinan, keluarga dari pihak laki-laki dengan pihak perempuan akan terikat satu sama lain sehingga membentuk kekerabatan baru, hal tersebut dinamakan kebutuhan sosiologis.

Pada acara perkawinan etnis Angkola, sistem kekerabatan yang terbentuk dalam struktur Dalihan Na Tolu sangat penting kedudukannya dan berperan dalam upacara mangupa. Upacara mangupa adalah proses upacara adat yang dilaksanakan di Tapanuli Selatan yang merupakan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas keberhasilan yang diperoleh, dilindungi dari bahaya dan untuk mengembalikan tondi ke badan agar kembali sehat. Tondi adalah bagian roh yang bersemayam di dalam jasmani manusia. Apabila tondi meninggalkan badan maka orang itu akan jatuh sakit. Agar tondi tetap tenang, tegar dan kuat dalam badan, maka diadakanlah upacara mangupa.


(12)

2

Upacara mangupa dilakukan pada situasi rasa syukur karena seseorang terhindar dari marabahaya, atau rasa syukur atas keberuntungan. Upacara adat ini sudah menjadi tradisi yang diperoleh dari nenek moyang masyarakat Angkola untuk tetap dilaksanakan sampai sekarang. Ada beberapa upacara mangupa yang dilakukan orang Batak, yaitu anak tubu untuk menyambut kelahiran bayi,

manggoar daganak tubu untuk memberi nama anak yang baru lahir, paginjang obuk untuk menggunting rambut anak yang dibawa sejak lahir agar tumbuh

rambut baru, paijur daganak tubu untuk membawa anak bayinya ke luar rumah,

manangko dalan untuk membawa anak bayinya ke tempat yang diinginkan

kemudian membawa oleh-oleh untuk tetangganya agar anak tersebut bisa pergi dengan perjalanan jauh, manjagit parompa untuk memberikan parompa sadun (sejenis ulos/selendang Batak) yang diberikan oleh pihak mora atas kelahiran anak atau cucu pertama, patobang anak atau pabagas boru (pesta pernikahan anak laki-laki atau perempuan), dan marbongkot bagas untuk memasuki rumah baru. Dari beberapa jenis upacara mangupa tersebut, yang wajib dilaksanakan ada tiga jenis upacara mangupa, yaitu patobang anak atau pabagas boru, manjagit

parompa, dan marbongkot bagas. Besar kecilnya upacara mangupa tergantung

pada jenis peristiwa yang menjadi alasan upacara mangupa itu dilaksanakan dan sekaligus juga mempengaruhi jumlah anggota kerabat dan masyarakat yang terlibat di dalam upacara mangupa itu.

Masyarakat Angkola, khususnya di Desa Sibangkua masih kental dengan adat istiadatnya. Setiap anggota masyarakat harus melaksanakan upacara adat istiadatnya, baik di acara siriaon (kebahagiaan) maupun siluluton (kematian).


(13)

3

Upacara adat tersebut sangat penting dan memiliki pengaruh dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagaimana yang terdapat dalam 7 (tujuh) unsur kebudayaan, yaitu salah satunya sistem kekerabatan, di mana pada masyarakat Angkola menganut sistem kekerabatan berdasarkan garis ayah (patrilineal) dan dibentuk struktur adat yang disebut dengan Dalihan Na Tolu. Pada struktur hukum adat Angkola,

Dalihan Na Tolu terdiri dari mora, kahanggi, dan anak boru. Ketiga kelompok ini

mempunyai kedudukan dan fungsi tertentu dalam struktur masyarakat hukum adat Angkola. Posisi mora, kahanggi, dan anak boru bersifat dinamis dalam pelaksanaan upacara adat.

Dalihan Na Tolu merupakan struktur kekerabatan pada suku Batak, tetapi

fungsinya dalam masyarakat pada setiap sub suku Batak berbeda-beda, khususnya pada Batak Angkola yang selalu melibatkan Dalihan Na Tolu pada upacara adat baik siriaon maupun siluluton. Keragaman budaya tersebut bedasarkan hasil adaptasi dan perubahan yang terjadi di wilayah masing-masing. Begitu pula dengan upacara mangupa, pada suku Batak, upacara mangupa ini sama artinya yaitu paulak tondi tu badan (mengembalikan jiwa atau semangat seseorang ke dalam tubuhnya), tetapi tata cara pelaksanaanya berbeda-beda.

Upacara mangupa di kalangan masyarakat Batak sudah mulai berkurang karena pengaruh pendidikan yang tinggi merubah pola pikir seseorang tentang budayanya dan karena pengaruh ajaran agama Islam. Penyebaran agama Islam di Tanah Angkola dilakukan oleh pasukan Paderi dari Minangkabau dari dua arah yang berbeda, yakni Pasukan Tuanku Rao atau Pakih Muhammad Lubis dari Huta


(14)

4

Godang, bergerak dari Muarasipongi menuju Panyabungan, Padangsidimpuan, Sipirok, dan Rura Silindung (Tarutung-Tapanuli Utara) pada tahun 1816. Sedangkan, Pasukan Tuanku Tambusai atau Hamonangan Harahap melalui Sibuhuan, Padang Lawas, Padang Bolak, dan Sipirok beberapa tahun kemudian. (http://margasiregar.wordpress.com/budaya/#mangupa).

Upacara adat mangupa ini erat kaitannya dengan religi kuno Sipelebegu yang dianut oleh nenek moyang orang Batak pada masa itu. Sejak agama Islam masuk dan dianut oleh etnis Angkola, pelaksanaan acara tradisi mangupa mengacu kepada ajaran agama Islam di samping norma adat. Untuk acara perkawinan, mangupa patobang anak atau pabagas boru wajib dilaksanakan karena memberikan semangat dan dukungan kepada pengantin agar rumah tangganya damai dan mempunyai keturunan yang baik serta bersyukur telah memiliki anggota keluarga baru.

Pada umumnya upacara mangupa pada perkawinan etnis Angkola menggunakan hambeng (kambing) sebagai landasan pangupa yang merupakan pesta adat yang sederhana. Mangupa dengan pira manuk na nihobolan sudah memenuhi syarat dan memiliki arti yang sama. Mangupa dapat dilaksanakan secara besar-besaran atau secara sederhana. Jenis landasan upacara adat yang dipersembahkan di dalam upacara mangupa menentukan besar kecilnya pesta adat itu. Jika horbo (kerbau) digunakan sebagai landasan pangupa, berarti pesta adat tersebut dilaksanakan secara besar-besaran dan dilengkapi dengan acara

margondang. Makanan yang dipersembahkan dalam upacara mangupa dengan


(15)

5

dapat dibaca oleh orang-orang tertentu yang mempunyai pengetahuan luas tentang makna tumbaga holing, misalnya tokoh adat dan Raja yang ada di desa tersebut.

Berdasarkan penjelasan di atas, penulis tertarik untuk meneliti tentang upacara mangupa karena upacara mangupa ini hanya ada pada suku Batak, tetapi proses pelaksanaannya berbeda-beda. Upacara mangupa yang penulis teliti berfokus pada upacara mangupa yang dilaksanakan saat pesta pernikahan (pabagas boru). Mangupa ini wajib dilaksanakan pada acara pernikahan sebagai simbol untuk memberi semangat dan nasihat kepada kedua pengantin, serta

indahan pangupa tersebut menjelaskan tetang filosofi kehidupan. Selain itu, yang

menarik dari penelitian yang dilakukan ini adalah masyarakat Angkola masih melestarikan adat istiadat nenek moyang sampai saat ini. Maka dengan demikian, penulis meneliti tentang “Tradisi Mangupa pada Perkawinan Etnis Angkola di Desa Sibangkua Tapanuli Selatan”.


(16)

6

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi identifikasi masalah adalah sebagai berikut:

1. Proses pelaksanaan upacara mangupa pada acara perkawinan di Desa Sibangkua Tapanuli Selatan.

2. Makna simbol dari makanan dan perlengkapan pangupa. 3. Pengaruh agama Islam dalam upacara mangupa.

4. Kedudukan Dalihan Na Tolu dalam upacara adat di Desa Sibangkua Tapanuli Selatan.

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka penulis membatasi masalah penelitian ini pada proses upacara mangupa pada perkawinan etnis

Angkola di Desa Sibangkua Tapanuli Selatan.

1.4 Perumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas maka yang menjadi rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses pelaksanaan upacara mangupa pada perkawinan etnis Angkola di Desa Sibangkua Tapanuli Selatan?

2. Apa makna dari simbol-simbol yang terdapat dalam hidangan pangupa? 3. Apa manfaat dari pelaksanaan upacara mangupa pada pengantin baru?


(17)

7

4. Apa fungsi Dalihan Na Tolu dan orang-orang yang terlibat dalam upacara mangupa?

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui proses pelaksanaan upacara mangupa pada perkawinan etnis Angkola di Desa Sibangkua Tapanuli Selatan.

2. Untuk mengetahui makna dari simbol yang terdapat pada hidangan

pangupa.

3. Untuk mengetahui manfaat pelaksanaan upacara mangupa terhadap pengantin baru.

4. Untuk mengetahui fungsi Dalihan Na Tolu dan orang-orang yang terlibat dalam prosesi adat upacara mangupa.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu: a. Manfaat Teoritis

1. Dapat menjadi bahan kajian dalam rangka pengembangan ilmu Antropologi, khususnya tentang upacara mangupa yang merupakan kearifan lokal masyarakat Angkola Tapanuli Selatan.

2. Dapat menambah wawasan mengenai Dalihan Na Tolu sebagai falsafah orang Batak.


(18)

8 b. Manfaat praktis

Dapat menambah referensi yang ada mengenai upacara mangupa pada masyarakat Angkola dan memberikan sumbangan pemikiran kepada pihak-pihak yang ingin mengadakan penelitian serupa lebih lanjut.


(19)

70

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Upacara mangupa merupakan acara pemberian makan terakhir oleh orang tua kepada anak perempuannya sebelum menjadi tanggung jawab suaminya yang merupakan ungkapan kasih sayang orang tua dan kerabat kepada anaknya. Inti dari upacara mangupa adalah memberikan kata-kata nasihat oleh orang tua, Dalihan Na Tolu, dan paradaton Desa Sibangkua kepada kedua pengantin agar membina rumah tangga yang harmonis, serta membacakan surat tumbaga holing dalam hidangan pangupa.

2. Peralatan yang digunakan pada upacara mangupa adalah sirih (burangir) sebagai simbol telah terlaksana hajatan yang sudah diniatkan sejak lama. Perlengkapan untuk hidangan pangupa adalah anduri, bulung ujung,

indahan, pira manuk, ikan air tawar yang dipanggang, udang, kambing, silalat na dipudun, setelah semuanya lengkap ditutup kembali dengan bulung ujung dan abit godang (kain adat).

3. Sebagai peserta dalam upacara mangupa adalah Dalihan Na Tolu,

hatobangon, harajaon, orang tua, dan kedua pengantin. Dalihan Na Tolu

merupakan unsur penting dalam pelaksanaan upacara mangupa. Mulai dari musyawarah hingga mencapai kesepakatan merupakan tanggung jawab


(20)

71

Dalihan Na Tolu. Serta dalam upacara mangupa, Dalihan Na Tolu

memiliki tugas masing-masing sesuai berdasarkan fungsinya.

4. Manfaat dari upacara mangupa bagi pengantin baru dan masyarakat lainnya adalah orang yang telah melaksanakan mangupa atau mangkobar

adat, pernikahannya telah diakui secara hukum adat dan supaya

masyarakat lain tidak merendahkan kedudukan kita dalam masyarakat. Apabila upacara mangupa ini tidak dilaksanakan, kedudukan pengantin tersebut tidak diakui secara adat dan tidak dapat mengikuti upacara adat lainnya serta tidak dapat memberikan keputusan dalam musyawarah karena dianggap belum berhak dan belum melaksanakan kewajibannya dalam masyarakat adat etnis Angkola.

5.2 Saran

1. Upacara mangupa sebagai kearifan lokal masyarakat Angkola sebaiknya tetap dilaksanakan dan dijaga kesakralannya karena upacara ini memiliki makna yang sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari dan dalam hubungan kekerabatan.

2. Sebagai generasi penerus untuk melanjutkan adat istiadat yang telah diwariskan nenek moyang etnis Angkola, kaum muda-muda harus mengetahui dan mempelajari tata cara pelaksanaan upacara mangupa agar kelak pelaksanaanya tetap sama seperti yang diwariskan dan tidak terkikis oleh perkembangan zaman yang semakin modern.


(21)

72

3. Sebaiknya pemerintah mempublikasikan upacara mangupa ini kepada daerah luar sebagai adat istiadat dan ciri khas daerah Angkola yang berbeda tata pelaksanaanya dengan daerah lain.


(22)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Hadikusuma, Hilman. 2007. Hukum Perkawinan Indonesia Menurut :

Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama. Bandung: CV. Mandar

Maju.

Hasibuan, Sharnita Dewi Laura. 2011. Skripsi: Perlawanan Sutan Mangkutur

Terhadap Belanda di Mandailing Tahun 1839. Jurusan Pendidikan

Sejarah, UNIMED: Tidak Diterbitkan.

Koentjaraningrat. 1980. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat.

. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta. . 2004. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan. Lubis, Syahmerdan. 1997. Adat Hangoluan Mandailing Tapanuli Selatan. Medan:

Tidak Diterbitkan.

Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. Jakarta: Remaja Rosdakarya.

Nainggolan, Togar. 2006. Batak Toba di Jakarta: Kontinuitas dan Perubahan

Identitas. Medan: Bina Media Perintis.

. 2012. Batak Toba: Sejarah Dan Transformasi Religi. Medan: Bina Media Perintis.


(23)

Nasution, Pandapotan. 1994. Uraian Singkat Tentang Adat Mandailing Serta Tata

Cara Perkawinannya. Jakarta: Widya Press.

Parsadaan Marga Harahap Dohot Anakboruna. 1993. Horja Adat Istiadat Dalihan

Na Tolu. Bandung: PT. Grafitri.

Puspitawati. 2009. Diktat: Pengantar Antropologi. Medan: Unimed.

Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2005. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana

Siregar, Leonard. 2002. “Antropologi dan Konsep Kebudayaan”. Jurnal

Antropologi Papua. 1, (1),1-11.

Siregar Baumi. G dan Pangeran Ritonga. 1986. Pelajaran Adat Tapanuli Selatan:

Pabagas Boru. Padangsidimpuan: Tidak Diterbitkan.

Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Spradley, James P. 2007. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif Dan R & D). Bandung: CV. Alfabeta.

Sutan Tinggibarani Perkasa Alam. 1977. Buku Pelajaran Adat Tapanuli Selatan:

Burangir Na Hombang. Padangsidimpuan: Tidak Diterbitkan.

. 2009. Pelajaran Adat Budaya Daerah Tapanuli Bahagian Selatan

Sastra Bahasa Dan Aksara Batak : Tutur Poda. Padangsidimpuan:

Tidak Diterbitkan.

. 2012. Surat Tumbaga Holing 1. Medan: CV. MITRA Walgito, Bimo. 2000. Bimbingan dan Konseling Perkawinan. Yogyakarta: ANDI.


(24)

Internet:

Arif, Rahman. 2012. Pengertian-Pengertian Perkawinan.

http://ariexfy.blogspot.com/2012/07/pengertian-pengertian-perkawinan.html. Diunduh pada 24 Pebruari 2013.

Marga Siregar. 2011. Budaya Batak Angkola..

http://margasiregar.wordpress.com/budaya/#mangupa. Diunduh pada 22 Maret 2013.

Wikipedia Bahasa Indonesia. 2013. Inisiasi. http://id.wikipedia.org/wiki/Inisiasi.


(1)

70

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Upacara mangupa merupakan acara pemberian makan terakhir oleh orang tua kepada anak perempuannya sebelum menjadi tanggung jawab suaminya yang merupakan ungkapan kasih sayang orang tua dan kerabat kepada anaknya. Inti dari upacara mangupa adalah memberikan kata-kata nasihat oleh orang tua, Dalihan Na Tolu, dan paradaton Desa Sibangkua kepada kedua pengantin agar membina rumah tangga yang harmonis, serta membacakan surat tumbaga holing dalam hidangan pangupa.

2. Peralatan yang digunakan pada upacara mangupa adalah sirih (burangir) sebagai simbol telah terlaksana hajatan yang sudah diniatkan sejak lama. Perlengkapan untuk hidangan pangupa adalah anduri, bulung ujung, indahan, pira manuk, ikan air tawar yang dipanggang, udang, kambing, silalat na dipudun, setelah semuanya lengkap ditutup kembali dengan bulung ujung dan abit godang (kain adat).

3. Sebagai peserta dalam upacara mangupa adalah Dalihan Na Tolu, hatobangon, harajaon, orang tua, dan kedua pengantin. Dalihan Na Tolu merupakan unsur penting dalam pelaksanaan upacara mangupa. Mulai dari musyawarah hingga mencapai kesepakatan merupakan tanggung jawab


(2)

71

Dalihan Na Tolu. Serta dalam upacara mangupa, Dalihan Na Tolu memiliki tugas masing-masing sesuai berdasarkan fungsinya.

4. Manfaat dari upacara mangupa bagi pengantin baru dan masyarakat lainnya adalah orang yang telah melaksanakan mangupa atau mangkobar adat, pernikahannya telah diakui secara hukum adat dan supaya masyarakat lain tidak merendahkan kedudukan kita dalam masyarakat. Apabila upacara mangupa ini tidak dilaksanakan, kedudukan pengantin tersebut tidak diakui secara adat dan tidak dapat mengikuti upacara adat lainnya serta tidak dapat memberikan keputusan dalam musyawarah karena dianggap belum berhak dan belum melaksanakan kewajibannya dalam masyarakat adat etnis Angkola.

5.2 Saran

1. Upacara mangupa sebagai kearifan lokal masyarakat Angkola sebaiknya tetap dilaksanakan dan dijaga kesakralannya karena upacara ini memiliki makna yang sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari dan dalam hubungan kekerabatan.

2. Sebagai generasi penerus untuk melanjutkan adat istiadat yang telah diwariskan nenek moyang etnis Angkola, kaum muda-muda harus mengetahui dan mempelajari tata cara pelaksanaan upacara mangupa agar kelak pelaksanaanya tetap sama seperti yang diwariskan dan tidak terkikis oleh perkembangan zaman yang semakin modern.


(3)

72

3. Sebaiknya pemerintah mempublikasikan upacara mangupa ini kepada daerah luar sebagai adat istiadat dan ciri khas daerah Angkola yang berbeda tata pelaksanaanya dengan daerah lain.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Hadikusuma, Hilman. 2007. Hukum Perkawinan Indonesia Menurut : Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama. Bandung: CV. Mandar Maju.

Hasibuan, Sharnita Dewi Laura. 2011. Skripsi: Perlawanan Sutan Mangkutur Terhadap Belanda di Mandailing Tahun 1839. Jurusan Pendidikan Sejarah, UNIMED: Tidak Diterbitkan.

Koentjaraningrat. 1980. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat.

. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta. . 2004. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan. Lubis, Syahmerdan. 1997. Adat Hangoluan Mandailing Tapanuli Selatan. Medan:

Tidak Diterbitkan.

Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. Jakarta: Remaja Rosdakarya.

Nainggolan, Togar. 2006. Batak Toba di Jakarta: Kontinuitas dan Perubahan Identitas. Medan: Bina Media Perintis.

. 2012. Batak Toba: Sejarah Dan Transformasi Religi. Medan: Bina Media Perintis.


(5)

Nasution, Pandapotan. 1994. Uraian Singkat Tentang Adat Mandailing Serta Tata Cara Perkawinannya. Jakarta: Widya Press.

Parsadaan Marga Harahap Dohot Anakboruna. 1993. Horja Adat Istiadat Dalihan Na Tolu. Bandung: PT. Grafitri.

Puspitawati. 2009. Diktat: Pengantar Antropologi. Medan: Unimed.

Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2005. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana

Siregar, Leonard. 2002. “Antropologi dan Konsep Kebudayaan”. Jurnal Antropologi Papua. 1, (1),1-11.

Siregar Baumi. G dan Pangeran Ritonga. 1986. Pelajaran Adat Tapanuli Selatan: Pabagas Boru. Padangsidimpuan: Tidak Diterbitkan.

Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Spradley, James P. 2007. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan R & D). Bandung: CV. Alfabeta.

Sutan Tinggibarani Perkasa Alam. 1977. Buku Pelajaran Adat Tapanuli Selatan: Burangir Na Hombang. Padangsidimpuan: Tidak Diterbitkan. . 2009. Pelajaran Adat Budaya Daerah Tapanuli Bahagian Selatan

Sastra Bahasa Dan Aksara Batak : Tutur Poda. Padangsidimpuan: Tidak Diterbitkan.

. 2012. Surat Tumbaga Holing 1. Medan: CV. MITRA Walgito, Bimo. 2000. Bimbingan dan Konseling Perkawinan. Yogyakarta: ANDI.


(6)

Internet:

Arif, Rahman. 2012. Pengertian-Pengertian Perkawinan. http://ariexfy.blogspot.com/2012/07/pengertian-pengertian-perkawinan.html. Diunduh pada 24 Pebruari 2013.

Marga Siregar. 2011. Budaya Batak Angkola..

http://margasiregar.wordpress.com/budaya/#mangupa. Diunduh pada 22 Maret 2013.

Wikipedia Bahasa Indonesia. 2013. Inisiasi. http://id.wikipedia.org/wiki/Inisiasi. Diunduh pada 22 Maret 2013