Studi Deskriptif Mengenai Self-Compassion pada ODHA Panti Rehabilitasi "X" di Kota Bandung.

(1)

iii Universitas Kristen Maranatha Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran derajat

self-compassion pada ODHA Lembaga “X” di Kota Bandung. Terdapat 30 orang

responden yang berpartisipasi di dalam penelitian ini.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik survei. Penarikan sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah 30 responden. Alat ukur yang digunakan merupakan alat ukur yang dibuat oleh Neff (2003) yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Riasnugrahani, setelah itu, alat ukur tersebut diterjemahkan kembali ke dalam Bahasa Inggris oleh Sarintohe pada tahun 2012 dan telah disetujui oleh Neff.

Setelah dilakukan uji validitas dengan SPSS statistics 22.0, maka diperoleh 24 item yang valid dengan validitas item berkisar 0.185-0.716 dan reliabilitas yang tergolong tinggi, yaitu 0.718.

Berdasarkan hasil pengolahan data, diperoleh bahwa 63.33% responden memiliki derajat self-compassion yang tinggi sementara 36.66% nya rendah. Kesimpulan dari penelitian ini adalah responden yang memiliki self-compassion yang tinggi memiliki skor komponen yang tinggi pula, dan begitu pula sebaliknya. Saran untuk penelitian self-compassion selanjutnya adalah dengan menambah vaiabel lain seperti dukungan sosial dan melakukan penelitian dengan metode kualitatif, yakni melakukan wawancara yang mendalam.


(2)

iv Universitas Kristen Maranatha Abstract

This research was done in purpose to gain knowledge on self-compassion

within people who are living with HIV/AIDS at “X” Institution which located at

Bandung City. There are total of 30 respondent who are participating in this research.

Methode which being used within this research is descriptive methode with survey. Total of 30 respondant has been choosen as sampling and comprehended with purposive technique. Instrument measurement tool was originally made by Neff in 2003. There are two adjustment versions for the Indonesian and has been approved by Neff. First version was translated and adjusted from the original version by Neff in 2003 into Indonesian in 2009 by Riasnugrahani. Second version is translated from Riasnugrahani in Indonesian into English in 2013 by Sarintohe. Instrument measurement tool has been used in this research is by Riasnugrahan versioni in 2009.

After validity test using SPSS statistics 22.0, there are 26 valid items recorded ranging from 0.185-0.716 and resulting in high realibility which is at 0.718.

Based on realibility processed data, it has been concluded that those respondent who earned high self-compassion degree is 63.33% where the rest of 36.66% is low self-compassion degree. In conclusion, those respondent who owned high self-compassion have high score in other component and vice versa. Suggestion for the next self-compassion research is to add another variable such as social support and by doing qualitative research methode, which is by conducting in-depth interviews.


(3)

viii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ………. i

LEMBAR PENGESAHAN ………..………...……. ii

ABSTRAK ……….……... iii

ABSTRACT ……….…… iv

KATA PENGANTAR ………..………....……….... v

DAFTAR ISI ………...……….viii

DAFTAR BAGAN ……….………...xii

DAFTAR TABEL ………...……….....xiii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ……….. 1

1.2 Identifikasi Masalah ………... 6

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian ……….... 6

1.3.2 Tujuan Penelitian………... 6

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis………. 6

1.4.2 Kegunaan Praktis………... 7

1.5 Kerangka Pikir………..……… 7


(4)

ix Universitas Kristen Maranatha BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Self-compassion

2.1.1 Definisi ………... 14

2.1.2 Komponen Self-compassion ………... 15

2.1.3 Korelasi antar komponen ……….... 16

2.1.4 Faktor-Faktor yang mempengaruhi……….. 18 2.1.4.1 Faktor Internal 2.1.4.1.1 Jenis Kelamin……….… 18

2.1.4.1.2 Personality ……….…... 19

2.1.4.1.3 Attachment ….……… 22

2.1.4.2 Faktor Eksternal 2.1.4.2.1 The Role of Culture ………24

2.1.4.2.2 The Role of Parents……… 24

2.1.5 Manfaat Self-compassion ………... 26

2.1.5.1 Emotional and Psychological Well Being………… 26

2.1.5.2 Motivasi ………... 29

2.1.5.3 Kesehatan ………... 29

2.1.5.4 Hubungan Interpersonal ………... 31

2.1.5.5 Empati ………... 31

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Prosedur Penelitian ……….. 33

3.2 Bagan Rancangan Penelitian ……….. 33


(5)

x Universitas Kristen Maranatha 3.4 Alat Ukur

3.4.1 Kuesioner Derajat Self-compassion ……… 35

3.4.2 Data Pribadi dan Data Penunjang ……… 38

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ……… 38

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel 3.5.1 Populasi Sasaran ………... 40

3.5.2 Teknik Penarikan Sampel ………... 40

3.5.3 Karakteristik Sampel ……….... 40

3.6 Teknik Analisis Data ……… 40

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ……… 42

4.2 Hasil Penelitian ……….42

4.2.1 Derajat Self-Compassion ……….. 42

4.2.2 Gambaran Derajat Self-Compassion Beserta dengan Komponen ...43

4.3 Pembahasan ……… 44

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ……… 52

5.2 Saran ……….. 53

5.2.1 Saran Teoritis ………... 53

5.2.2 Saran Praktis ……… 53


(6)

xi Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN………... 56


(7)

xii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pikir ……… 12 Bagan 3.1 Rancangan Penelitian ……….…34


(8)

xiii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Alat Ukur Self-Compassion ……… 36

Tabel 3.2 Sistem Penilaian Setiap Komponen Self-Compassion ………... 37

Tabel 4.1 Deskripsi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin ……….. 42

Tabel 4.2 Tabel Gambaran Derajat Self-Compassion ……… 43

Tabel 4.3 Derajat Self-Compassion yang tinggi beserta komponen ……….. 43


(9)

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Menurut (Nugroho. T, 2010: 94) Aquired Immune Deficiency Syndrome adalah penyakit yang merupakan kumpulan gejala akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi virus HIV. Sedangkan HIV adalah singkatan dari Human Immuno Virus yang berarti virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Hal ini bisa terjadi karena HIV merupakan family retrovirus, yang menyerang sistem kekebalan tubuh terutama limfosit. Oleh karena HIV merusak sel-sel darah putih, lama kelamaan sistem kekebalan tubuh manusia pun ambruk. Pada saat itulah berbagai penyakit yang dibawa virus, kuman, bakteri dan lain-lain sangat mudah menyerang seseorang yang sudah terinfeksi HIV. Jadi, HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS.

Orang yang terinfeksi HIV/AIDS itu disebut PLWHA (people living with HIV/AIDS), sedangkan di Indonesia kategori ini diberi nama ODHA (orang dengan HIV/AIDS) dan OHIDA (orang yang hidup dengan HIV/AIDS) baik keluarga serta lingkungannya (Syaiful, 2000). Salah satu kendala dalam pengendalian penyakit HIV/AIDS adalah stigma dan diskriminasi terhadap penderita HIV/AIDS (ODHA). Kecenderungan rendahnya pemahaman masyarakat tentang HIV/AIDS dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya


(10)

2

Universitas Kristen Maranatha stigma. Rendahnya pemahaman tentang HIV/AIDS dapat terjadi pada siapapun termasuk pada ODHA.

Usia harapan hidup (UHH) ODHA meningkat secara bermakna selama 15 tahun terakhir, tetapi jangka waktu rata-rata tetap mencapai 21 tahun lebih singkat dibandingkan orang tanpa HIV. Hal itu berdasarkan sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Acquired Immune Deficiency Syndromes edisi 4 September 2009 versi internet. Jenis penyebaran HIV/AIDS yang semula banyak diakibatkan oleh hubungan seksual bebas, namun 3 tahun belakangan ini diperkirakan telah berubah menjadi penularan melalui jarum suntik pada pengguna narkoba (Depkes RI dalam Kabar Indonesia, 2009). Persepsi ODHA terhadap stigma yang diberikan masyarakat kepada mereka sangat beragam, diantaranya pandangan dan pengetahuan masyarakat sempit tentang penderita HIV/AIDS, masyarakat memandang penderita HIV/AIDS adalah orang yang perlu dihindari, masyarakat takut dan pada akhirnya mengucilkan penderita HIV/AIDS, masyarakat berpikir bahwa penyakit HIV/AIDS adalah penyakit yang sangat ditakuti, sangat menular, dan sangat mematikan (Waluyo, dkk, 2007).

Stigma dari lingkungan sosial dapat menghambat proses pencegahan dan pengobatan. Penderita akan cemas terhadap diskriminasi dan sehingga tidak mau melakukan tes. ODHA dapat juga menerima perlakuan yang tidak semestinya, sehingga menolak untuk membuka status mereka terhadap pasangan atau mengubah perilaku mereka untuk menghindari reaksi negatif. Mereka jadi tidak mencari pengobatan dan dukungan, juga tidak berpartisipasi untuk mengurangi


(11)

3

Universitas Kristen Maranatha penyebaran. Reaksi ini dapat menghambat usaha untuk mengintervensi HIV & AIDS (Dinas Kesehatan Kebumen, 2012)

Salah satu lembaga yang saat ini membantu para ODHA dalam rehabilitasi

adalah lembaga “X”. Lembaga “X” didirikan pada tanggal 1 Januari 2003 oleh

lima pecandu narkoba yang pulih dimana mereka percaya bahwa ‘perubahan’ dapat terjadi dalam masyarakat dan perubahan itu harus dimulai dari dalam komunitas pengguna narkoba. Lembaga “X” menciptakan divisi ‘penjangkauan’ untuk populasi yang paling beresiko tertular HIV, seperti pengguna narkoba, pekerja seks pria dan wanita, dan tahanan. Pada tahun 2005, lembaga “X” mulai membuka beberapa cabang bantuan di beberapa kota karena banyaknya yang membutuhkan layanan tersebut.

Peneliti melakukan survei awal terhadap enam responden di salah satu

panti rehabilitasi “X”, Kota Bandung. Diskriminasi dan stigma seperti yang telah

dibahas sebelumnya pernah dirasakan oleh 4 responden (66.66%). 4 responden (66.66%) juga sulit untuk menerima kenyataan bahwa mereka terkena virus HIV. Saat ini, 4 responden (66.66%) mampu untuk memahami dan menerima diri setelah mereka terkena virus HIV positif dengan memberi kelembutan terhadap diri, seperti tidak menghakimi atau menyakiti diri sendiri, hal tersebut dapat disebut dengan ‘self-compassion. Menurut Neff, self-compassion adalah kepedulian terhadap diri sendiri ketika menjumpai kegagalan, penderitaan, dll. Neff membaginya ke dalam tiga komponen yang terdiri dari self kindness,


(12)

4

Universitas Kristen Maranatha

emotional and psychological well being, motivasi, kesehatan, hubungan

interpersonal, dan empati.

Sebanyak 4 responden (66.66%) tersebut menyadari bahwa mengakui masalah dan kekurangan tanpa menghakimi diri sendiri, mampu mendukung individu untuk melakukan apa yang diperlukan dirinya. Sedangkan 2 responden (33.33%) lainnya, cenderung sulit untuk menerima kenyataan sehingga muncul dalam bentuk self-critism, seperti halnya cenderung mengkritik diri sendiri apabila mereka melakukan kesalahan, merasa diri tidak berguna, menyesal mengapa diri mereka dilahirkan, dan menyesal atas apa yang telah mereka perbuat.

Sebelumnya 4 responden (66.66%) pernah mengalami keterpurukan disaat mereka menerima diagnosa HIV positif. Berkat bantuan komunitas yang mengajarkan bagaimana mereka harus peduli terhadap diri sendiri dan orang lain, bersosialisasi, memiliki rasa kekeluargaan, dan berorientasi ke masa depan; dengan seiring berjalannya waktu, 5 responden (83.33%) menyatakan bahwa mereka kembali menghargai diri dan hal tersebut merupakan cara bagaimana mereka mampu untuk menyeimbangkan kekurangan mereka tetapi dibalik itu 3 responden (60%) diantaranya mengatakan bahwa hati kecilnya tetap merasa menyesal akan apa yang telah mereka lakukan di masa lalu.

Kesulitan dan kegagalan dipandang 4 responden (66.66%) sebagai sesuatu yang dialami oleh semua responden dan merupakan bagian dari hidup. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Neff dimana kekurangan tersebut dilihat secara menyeluruh bukan hanya pandangan subjektif yang melihat ‘kekurangan’ hanyalah milik sendiri. Neff juga menambahkan, self-compassion melibatkan


(13)

5

Universitas Kristen Maranatha pemahaman rasa sakit, kekurangan, dan kegagalan seseorang sehingga dapat dilihat sebagai bagian dari human experience (Neff, 2003). Sebanyak 2 responden (33.33%) melihat bahwa kehidupan orang lain lebih bahagia dibandingkan dengan dirinya dan merasa bahwa mereka sajalah yang mendapat masalah dalam hidup dan merasa orang lain lebih mampu dalam menghadapi permasalahan hidup walaupun sesama penderita HIV AIDS.

Individu yang mengakui masalah dan kekurangan dengan cara memahami dan menerima dirinya serta adanya keinginan untuk membangun kehidupan yang lebih baik, terlihat pada seluruh responden yang kembali menjadi peduli terhadap hidupnya setelah menghadapi keterpurukan, seperti responden yang rutin minum obat, menjaga kesehatannya dengan berolahraga, dan merubah pola hidup, seperti yang diungkapkan oleh Neff mengenai manfaat self-compassion terhadap

psychological well being, motivasi, dan kesehatan.

Berdasarkan data yang diperoleh melalui survei, self-compassion dibutuhkan bagi para responden untuk mendukung keadaan yang lebih baik, seperti merubah pola hidup, tidak menyalahkan diri mereka terus menerus, dan bisa menyeimbangkan emosi. Berdasarkan fakta tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai derajat self-compassion pada ODHA.


(14)

6

Universitas Kristen Maranatha 1.2Identifikasi Masalah

Untuk mengetahui bagaimana self-compassion pada ODHA di Panti

Rehabilitasi “X”, Kota Bandung.

1.3Maksud dan Tujuan 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan gambaran mengenai self-compassion pada ODHA di Panti Rehabilitasi “X”, Kota Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui self-compassion pada ODHA di Panti Rehabilitasi “X”, Kota Bandung.

1.4Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

1. Untuk memberikan informasi bagi ilmu psikologi positif mengenai

self-compassion pada ODHA

2. Sebagai masukan bagi peneliti lain yang secara khusus pada bidang psikologi positif untuk melakukan penelitian atau pembahasan lebih lanjut mengenai self-compassion pada ODHA


(15)

7

Universitas Kristen Maranatha 1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Memberi gambaran mengenai pentingnya bagi para ODHA untuk mempunyai self-compassion

2. Memberi informasi tentang self-compassion kepada pengurus lembaga “X” yang dapat dimanfaatkan sebagai tambahan guna menunjang program-program yang diterapkan pada ODHA

1.5Kerangka Pikir

Salah satu kendala dalam pengendalian penyakit HIV/AIDS adalah stigma dan diskriminasi terhadap penderita HIV/AIDS (ODHA). Penderita HIV/AIDS cenderung kurang memiliki harapan hidup yang baik karena seperti yang kita tahu, penyakit HIV/AIDS adalah penyakit yang memang belum ada obatnya. Rata-rata dari mereka setelah mendapatkan status HIV positif, mereka mengalami stres yang berakibat pada kondisi yang semakin memburuk, seperti mengisolasi diri. Tentunya hal tersebut berpengaruh pada bagaimana responden memandang, menerima, dan menyayangi dirinya. Pada saat responden terpuruk, kerapkali responden mencaci dirinya sendiri karena merasa dirinya tidak berguna dan merasa kehidupan orang lain lebih baik dibandingkan dirinya. Kembalinya kepedulian pada diri mereka sendiri disebut dengan self-compassion. Menurut Neff self-compassion adalah rasa kasih sayang pada diri yang berkaitan dengan diri kita sendiri sebagai objek yang perlu diperhatikan dan dipedulikan ketika kita


(16)

8

Universitas Kristen Maranatha menghadapi penderitaan. Self-compassion memiliki tiga komponen, yaitu self kindness, common humanity, dan mindfulness.

Self-kindness adalah dukungan dan proses untuk memahami diri dan tidak terus menerus menyalahkan diri atas kejadian yang tidak diharapkan. Self-kindness yang tinggi akan terlihat apabila responden berusaha untuk menerima kenyataan (HIV positive), memaafkan diri sendiri, dan adanya keinginan untuk kembali sehat dengan merubah pola hidup, sepeti rutin minum obat, rutin check-up ke dokter, rajin berolahraga. Namun sebaliknya, apabila self-kindness pada responden rendah, responden tidak akan berusaha untuk menerima kenyataan (HIV positive), tidak memaafkan diri sendiri, terus menyalahkan dan mengkritik diri, dan tidak adanya keinginan untuk kembali sehat dengan merubah pola hidup.

Sedangkan common humanity melibatkan kesadaran ODHA bahwa semua orang pernah mengalami kegagalan, membuat kesalahan, dan para responden tidak sendiri di dalam ketidaksempurnaan. Common humanity yang tinggi akan terlihat pada responden yang menyadari bahwa bukan hanya diri pada responden saja yang mengalami keterpurukan ketika terkena virus HIV, melainkan anggota komunitas yang lain pun pernah merasakan hal yang sama. Sedangkan common

humanity yang rendah akan terlihat pada responden yang merasa bahwa hanya diri

mereka sajalah yang mengalami hal yang serupa.

Komponen terakhir adalah mindfulness. Mindfulness adalah kesadaran akan pikiran responden dan emosi negatif yang responden rasakan agar responden dapat mendekati keseimbangan dan ketenangan hati. Ketika responden sadar, tentu saja responden dapat membuka diri terhadap realitas tanpa judgement,


(17)

9

Universitas Kristen Maranatha

avoidance, dan repression (Bishop et al., 2004). Bentuk mindfulness yang tinggi

ini dapat dilihat dari responden yang mau berusaha untuk menenangkan dirinya dengan mengintrospeksi diri terlebih dahulu dan bercerita kepada temannya. Sedangkan, mindfulness yang rendah akan terlihat pada responden yang tidak mau berusaha untuk menenangkan dirinya dan sulit dalam mengendalikan emosi negatifnya.

Self-compassion memiliki manfaat terhadap emotional and psychological well being, motivasi, kesehatan, hubungan interpersonal, dan empati. Self-compassion

dikaitkan dengan perasaan responden akan keterhubungan sosial dan kepuasan hidup yang penting. Hal ini juga terkait dengan perasaan otonomi, kompetensi, dan keterkaitan (Neff, 2003a) menunjukkan bahwa self-compassion membantu responden dalam memenuhi kebutuhan psikologis dasar. Self-compassion juga terkait dengan inisiatif responden yang lebih besar dan keinginan responden untuk mencapai potensi yang penuh. Dengan demikian, self-compassion membuat responden termotivasi untuk sukses. Self-compassion juga meningkatkan perilaku-perilaku yang terkait dengan kesehatan. Sebagai contoh, sebuah studi oleh Adams dan Leary (2007) menunjukkan bahwa self-compassion dapat membantu individu bertahan dengan pola makannya. Dalam hal ini, responden termotivasi untuk merubah pola hidupnya guna menuju kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya.

Self-compassion yang tinggi pada responden akan terlihat apabila responden

dapat menyadari bahwa bukan hanya para responden saja yang terpuruk karena mendapat diagnosa HIV positive melainkan para anggota komunitas lainnya juga (common humanity). Responden juga akan berusaha bangkit dari keterpurukan,


(18)

10

Universitas Kristen Maranatha menerima kenyataan dan tidak menyalahkan diri terus-menerus (self-kindness). Responden juga akan mencoba untuk menenangkan diri apabila menghadapi masalah (mindfulness). Self-compassion yang rendah pada responden akan terlihat apabila responden berpikir bahwa hanya para responden saja yang terpuruk karena mendapat diagnosa HIV positive (common humanity). Responden juga tidak mau berusaha bangkit dari keterpurukan, sulit menerima kenyataan dan menyalahkan diri terus-menerus (self-kindness). Responden juga sulit untuk mengendalikan emosi negatifnya (mindfulness).

Self-compassion dipengaruhi oleh faktor internal, seperti jenis kelamin, personality, attachment. Faktor eksternal, seperti the role of culture, the role of parents. Pada responden yang berjenis kelamin perempuan akan terlihat bahwa

perempuan cenderung memiliki tingkat self-compassion yang lebih rendah daripada pria.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Neff, ditemukan bahwa

self-compassion dikaitkan dengan neurocism yang kurang, agreeableness yang besar, extraversion, consciousness, dan tidak ada kaitannya dengan openess to experience. Responden yang memiliki derajat agreeableness, extraversionnya

dapat membantu responden bersikap baik terhadap dirinya sendiri, seperti memiliki emosi yang positif, dan mengambil perspektif manusia yang lebih luas terhadap pengalaman-pengalaman negatifnya.

Jika responden mendapat secure attachment dengan orangtua, responden biasanya akan tumbuh menjadi dewasa yang sehat dan bahagia. Tetapi jika responden mendapat insecure attachment, responden cenderung merasa tidak


(19)

11

Universitas Kristen Maranatha layak dan tidak dicintai dan tidak mempercayai orang lain. Responden yang

insecure attachment memiliki self-compassion yang kurang daripada mereka yang

mendapat secure attachment.

Salah satu kekurangan dalam budaya (the role of culture) adalah penekanan terhadap etika kemandirian dan pencapaian individual. Jika responden tidak mencapai tujuan idealnya, responden merasa bahwa dirinyalah yang pantas disalahkan. Orangtua diharapkan dapat menjelaskan hal-hal, membantu menghadapi hal-hal yang menakutkan dan menjaga anak untuk tetap aman dari hal-hal yang merusak. Maternal support terkait self-compassion yang lebih besar, sementara maternal critism terkait kurangnya self-compassion. Responden yang berasal dari keluarga yang harmonis, dapat menyayangi dirinya sendiri, sedangkan responden yang berasal dari keluarga stressful dan penuh konflik mengakibatkan self-compassion yang rendah.


(20)

12

Universitas Kristen Maranatha Berikut adalah bagan dari penjelasan di atas :

Bagan Kerangka Pikir 1.1

Self Compassion

Aspek :

Self kindness

Common humanity Mindfulness

ODHA

Tinggi

Rendah Faktor yang mempengaruhi

Internal : Eksternal :

Jenis Kelamin The role of culture Personality The role of parents Attachment


(21)

13

Universitas Kristen Maranatha 1.6Asumsi Penelitian

- ODHA di Panti Rehabilitasi “X”, Kota Bandung yang memiliki

self-compassion memahami dirinya sendiri (self-kindness), memiliki kesadaran

bahwa semua orang pernah mengalami kegagalan dan kesalahan (common

humanity), dan adanya kesadaran akan emosi negatif agar mencapai

ketenangan (mindfulness)

- Self-compassion merupakan aspek atau hal yang dapat membantu ODHA

untuk bertahan hidup

- ODHA memiliki derajat self-compassion yang berbeda-beda

- Self-compassion ODHA dipengaruhi oleh faktor internal, seperti jenis

kelamin, personality, attachment.

- Self-compassion ODHA dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti the role of culture, the role of parents


(22)

45 Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan diberikan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. Selain itu juga akan diuraikan saran-saran yang bermanfaat, baik bagi peneliti selanjutnya maupun pembaca yang ingin menjadikan penelitian ini sebagai bahan pengetahuan tambahan. Saran ini akan dibagi menjadi dua, yaitu saran teoritis dan praktis.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai derajat

self-compassion pada ODHA di Panti Rehabilitasi “X”, Kota Bandung, diperoleh

kesimpulan sebagai berikut :

1. Dari 30 orang responden di Panti Rehabilitasi “X” di Kota Bandung terdapat 19 orang (63.33%) memiliki self-compassion yang tinggi dan menunjukkan bahwa mereka mampu peduli kepada dirinya sendiri ketika mengalami penderitaan.

2. Responden yang menunjukkan derajat self-compassion yang tinggi, memiliki skor dalam ketiga komponen pada derajat yang tinggi pula. 3. Responden yang menunjukkan derajat self-compassion yang rendah,


(23)

46

Universitas Kristen Maranatha 5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai self-compassion terhadap 30 orang ODHA Lembaga “X” di Kota Bandung, maka beberapa saran yang dapat diberikan peneliti adalah sebagai berikut :

5.2.1 Saran Teoritis

Bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai

self-compassion, disarankan :

1. Bagi peneliti lain yang berminat untuk memeroleh pemahaman yang lebih mendalam mengenai self-compassion pada ODHA disarankan untuk melakukan penelitian dengan metode kualitatif, yakni melakukan wawancara yang mendalam terhadap subjek dan orang-orang yang signifikan dalam kehidupan subjek.

2. Bagi peneliti lain yang berminat untuk memperdalam penelitian ini dapat juga menggunakan variabel lainnya, seperti dukungan sosial karena dalam penelitian ini diduga adanya keterkaitan yang erat dengan dukungan sosial.

5.2.2 Saran Praktis

1. Bagi para responden yang memiliki derajat self-compassion yang tinggi dapat disarankan untuk membantu pelayanan kepada masyarakat sebagai


(24)

47

Universitas Kristen Maranatha pembicara guna membantu para responden yang masih belum mencapai derajat self-compassion yang tinggi

2. Lembaga “X” dapat mempertahankan dan mengembangkan program yang berkaitan dengan self-compassion sehingga lembaga “X” dapat membantu masyarakat di bidang rehabilitasi dan penyuluhan.


(25)

48

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Gulo, W. 2002. Dasar-dasar Statistik Sosial. Satya Wacana. Jakarta.

Neff, Kristin. 2011 Self-compassion : Stop Beating Your Self Up and Leave

Insecurity Behind. New York : Harper Collins Publishers.

Kemppainen, J., et al. (2013). A Multinational Study of Self-compassion and

human immunodeficiency virus-related anxiety. Diunduh dari


(26)

49

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Chynthia, 2015. Self-compassion Pada Siswa SMA “X” dan “Y” Bandung dengan

Latar Belakang Keluarga Bercerai

Hermawati, Pian. 2011. Hubungan Persepsi ODHA Terhadap Stigma HIV/AIDS

Masyarakat dengan Interaksi Sosial pada ODHA.

(http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4864/1/PIAN% 20HERMAWATI-FPS.PDF, diakses 14 Agustus 2011).

http://dinkeskebumen.wordpress.com/2012/01/10/hapus-stigma-dan-diskriminasi-pahami-hiv-aids/

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4864/1/PIAN%20HER MAWATI-FPS.PDF, diakses 4 September 2015

http://selfcompassion.org/UTserver/pubs/listofpublications70714.htm

http://spiritia.or.id/news/bacanews.php?nwno=1649, diakses 11 Oktober 2015

Nurbani, Farah. Dukungan Sosial Pada ODHA. (Online),

(http://publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1880/1/Artikel_1 0503068.pdf, diakses pada tanggal 5 November 2014)

Rukma, Dwi Santi, 2014. Hilangkan Stigma dan Diskriminasi pada ODHA

(Orang Dengan HIV/AIDS). (Online),

(http://www.stikesnu.com/hilangkan-stigma-dan-diskriminasi-pada-odha-orang-dengan-hivaids/, diakes 11 Oktober 2014)

Suparyanto, dr, 2012. ODHA (Orang Dengan HIV AIDS). (Online), (http://dr-suparyanto.blogspot.co.id/2012/03/odha-orang-dengan-hiv-aids.html, diakses pada tanggal 14 Oktober 2015)

2009. (Online), (http://spiritia.or.id/art/bacaart.php?artno=1001, diakses pada tanggal 14 November 2014).


(27)

50

Universitas Kristen Maranatha

Riasnugrahani, Missiliana. 2014. Self-compassion dan Compassion to Other pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UK. Maranatha.


(1)

45 Universitas Kristen Maranatha

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan diberikan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. Selain itu juga akan diuraikan saran-saran yang bermanfaat, baik bagi peneliti selanjutnya maupun pembaca yang ingin menjadikan penelitian ini sebagai bahan pengetahuan tambahan. Saran ini akan dibagi menjadi dua, yaitu saran teoritis dan praktis.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai derajat self-compassion pada ODHA di Panti Rehabilitasi “X”, Kota Bandung, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Dari 30 orang responden di Panti Rehabilitasi “X” di Kota Bandung terdapat 19 orang (63.33%) memiliki self-compassion yang tinggi dan menunjukkan bahwa mereka mampu peduli kepada dirinya sendiri ketika mengalami penderitaan.

2. Responden yang menunjukkan derajat self-compassion yang tinggi, memiliki skor dalam ketiga komponen pada derajat yang tinggi pula. 3. Responden yang menunjukkan derajat self-compassion yang rendah,


(2)

Universitas Kristen Maranatha

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai self-compassion terhadap 30 orang ODHA Lembaga “X” di Kota Bandung, maka beberapa saran yang dapat diberikan peneliti adalah sebagai berikut :

5.2.1 Saran Teoritis

Bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai self-compassion, disarankan :

1. Bagi peneliti lain yang berminat untuk memeroleh pemahaman yang lebih mendalam mengenai self-compassion pada ODHA disarankan untuk melakukan penelitian dengan metode kualitatif, yakni melakukan wawancara yang mendalam terhadap subjek dan orang-orang yang signifikan dalam kehidupan subjek.

2. Bagi peneliti lain yang berminat untuk memperdalam penelitian ini dapat juga menggunakan variabel lainnya, seperti dukungan sosial karena dalam penelitian ini diduga adanya keterkaitan yang erat dengan dukungan sosial.

5.2.2 Saran Praktis

1. Bagi para responden yang memiliki derajat self-compassion yang tinggi dapat disarankan untuk membantu pelayanan kepada masyarakat sebagai


(3)

Universitas Kristen Maranatha pembicara guna membantu para responden yang masih belum mencapai derajat self-compassion yang tinggi

2. Lembaga “X” dapat mempertahankan dan mengembangkan program yang berkaitan dengan self-compassion sehingga lembaga “X” dapat membantu masyarakat di bidang rehabilitasi dan penyuluhan.


(4)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Gulo, W. 2002. Dasar-dasar Statistik Sosial. Satya Wacana. Jakarta.

Neff, Kristin. 2011 Self-compassion : Stop Beating Your Self Up and Leave Insecurity Behind. New York : Harper Collins Publishers.

Kemppainen, J., et al. (2013). A Multinational Study of Self-compassion and human immunodeficiency virus-related anxiety. Diunduh dari http://self-compassion.org/UTserver/pubs/AIDS.pdf


(5)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

Chynthia, 2015. Self-compassion Pada Siswa SMA “X” dan “Y” Bandung dengan Latar Belakang Keluarga Bercerai

Hermawati, Pian. 2011. Hubungan Persepsi ODHA Terhadap Stigma HIV/AIDS Masyarakat dengan Interaksi Sosial pada ODHA.

(http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4864/1/PIAN% 20HERMAWATI-FPS.PDF, diakses 14 Agustus 2011).

http://dinkeskebumen.wordpress.com/2012/01/10/hapus-stigma-dan-diskriminasi-pahami-hiv-aids/

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4864/1/PIAN%20HER MAWATI-FPS.PDF, diakses 4 September 2015

http://selfcompassion.org/UTserver/pubs/listofpublications70714.htm

http://spiritia.or.id/news/bacanews.php?nwno=1649, diakses 11 Oktober 2015

Nurbani, Farah. Dukungan Sosial Pada ODHA. (Online),

(http://publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1880/1/Artikel_1 0503068.pdf, diakses pada tanggal 5 November 2014)

Rukma, Dwi Santi, 2014. Hilangkan Stigma dan Diskriminasi pada ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS). (Online),

(http://www.stikesnu.com/hilangkan-stigma-dan-diskriminasi-pada-odha-orang-dengan-hivaids/, diakes 11 Oktober 2014)

Suparyanto, dr, 2012. ODHA (Orang Dengan HIV AIDS). (Online), (http://dr-suparyanto.blogspot.co.id/2012/03/odha-orang-dengan-hiv-aids.html, diakses pada tanggal 14 Oktober 2015)

2009. (Online), (http://spiritia.or.id/art/bacaart.php?artno=1001, diakses pada tanggal 14 November 2014).


(6)

Universitas Kristen Maranatha Riasnugrahani, Missiliana. 2014. Self-compassion dan Compassion to Other pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UK. Maranatha.