Gambaran Penderita Penyakit Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Langensari Kota Banjar Tahun 2013.

(1)

iv

ABSTRAK

GAMBARAN PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI

PUSKESMAS LANGENSARI KOTA BANJAR PERIODE 2013

I Made Dhama, 1110048 Pembimbing I : Freddy Tumewu Andries, dr., M.S. Pembimbing II: July Ivone, dr., MKK., MPd.Ked. Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium tuberculosis yang pada umumnya menyerang jaringan paru, tetapi

dapat menyerang organ lainnya. Berdasarkan data dari World Health Organization, pada tahun 2012 ditemukan 8,6 juta kasus baru dan 1,3 juta kematian akibat tuberkulosis di seluruh dunia. Di Indonesia pada tahun 2012, prevalensi tuberkulosis mencapai 281 kasus per 100.000 penduduk, suatu kondisi yang dipengaruhi oleh tingkat ekonomi dan pendidikan masyarakat yang masih rendah.

Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pasien tuberkulosis berdasarkan jenis kelamin, usia, diagnosis BTA positif atau rontgen positif, pendidikan, pekerjaan, dan kategori pengobatan di Puskesmas Langensari Kota Banjar. Metode Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif terhadap rekam medik pasien tuberkulosis di Puskesmas Langensari Kota Banjar periode 1 Januari 201331 Desember 2013.

Hasil Selama tahun 2013, di Puskesmas Langensari Kota Banjar ditemukan 72 kasus tuberkulosis paru. Kasus tuberkulosis paru paling sering ditemukan pada kelompok usia 40-49 tahun (18,1%) dan berjenis kelamin laki-laki (63,9%). Diagnosis tuberkulosis paru yang ditegakkan berdasarkan BTA positif sebanyak (48,6%) sedangkan dengan gambaran radiologis sebanyak (34,7%). Kasus tuberkulosis terbanyak ditemukan pada lulusan SD (47,2%) serta pekerjaan buruh (47,2%). Regimen pengobatan yang paling banyak diberikan adalah kategori I (86,1%).


(2)

v

ABSTRACT

OVERVIEW OF PULMONARY TUBERCULOSIS PATIENTS IN

THE LANGENSARI COMMUNITY HEALTH CENTER, BANJAR,

2013 PERIOD

I Made Dhama, 1110048 1stAdvisor: Freddy Tumewu Andries, dr., M.S.

2ndAdvisor: July Ivone, dr., MKK., MPd.Ked.

Background Tuberculosis is an infectious disease caused by Mycobacterium

tuberculosis bacteria that most commonly affect the lung tissue, though other tissues can be affected. According to the World Health Organization, in 2012, there are 8.6 new tuberculosis cases and 1.3 million deaths caused by tuberculosis worldwide. Indonesia in 2012, the prevalence of tuberculosis is 281 cases per 100.000 people, a fact affected by the low economic and educational status of the Indonesian population.

Aim This study aims to determine the overview of tuberculosis patients according to

sex, age, positive AFB or radiographical findings for diagnosis, education, occupation, and therapy cathegory in the Langensari Community Health Center, Banjar, within the period of 2013.

Method This study is a descriptive study with retrospective design conducted on

medical records of tuberculosis patients in the Langensari Community Health Center, Banjar, within the period January 1st, 2013 to December 31st, 2013.

Results In 2013, there are 72 cases of pulmonary tuberculosis in the Langensari

Community Health Center, Banjar. Pulmonary tuberculosis is most commonly found in the 40-49 years old age group (18.1%) and males (63.9%). The diagnosis of pulmonary tuberculosis is most commonly based on positive AFB result (48.6%) compared to positive radiographical finding (34.7%). The educational level with the highest number of tuberculosis is elementary school graduate (47.2%), while the occupation with the highest number is manual worker (47.2%). The treatment regimen most commonly prescribed is category I (86.1%).


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

1.4.1. Manfaat Akademis... 3

1.4.2. Manfaat Praktis... 3

1.5. Landasan Teori... 3

1.6. Metodologi Penelitian ... 5


(4)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Toraks dan Paru-Paru ... 6

2.2. Histologi Sistem Respirasi ... 11

2.3. Fisiologi Sistem Respirasi... 13

2.4. Tuberkulosis Paru ... 15

2.4.1 Definisi Tuberkulosis Paru... 15

2.4.2. Etiologi Tuberkulosis Paru... 15

2.4.3. Faktor Risiko Tuberkulosis Paru... 16

2.4.4. Klasifikasi Tuberkulosis Paru ... 17

2.4.5. Patogenesis Tuberkulosis Paru... 18

2.4.6. Patofisiologi Tuberkulosis Paru ... 20

2.4.7. Pemeriksaan Penunjang Tuberkulosis Paru ... 21

2.4.8. Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru ... 24

2.4.9. Komplikasi Tuberkulosis Paru ... 28

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Subjek Penelitian ... 31

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 31

3.3 Metode Penelitian... 31

3.3.1 Rancangan Penelitian ... 31

3.3.2 Instrumen Penelitian... 31

3.4 Variabel Penelitian ... 32

3.4.1 Definisi Operasional... 32

3.5 Pengumpulan Data ... 34

3.5.1 Sumber Data ... 34

3.5.2 Populasi ... 34

3.6 Prosedur Kerja ... 34


(5)

BAB IV HASIL, PEMBAHASAN PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Kecamatan Langensari ... 36

4.2. Hasil Penelitian dan Pembahasan... 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 42

5.2. Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 44

LAMPIRAN ... 46


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Segmentum Bronchopulmonalis 9

2.2. Jenis, Sifat dan Dosis OAT 24

2.3. Dosis Untuk Panduan OAT KDT untuk Kategori-1 26 2.4. Dosis Untuk Panduan OAT KDT untuk Kategori-2 27

2.5. Dosis untuk paduan OAT KDT Sisipan 28

3.1. Regimen OAT 33

4.1. Distribusi Penderita TBC Berdasarkan Umur

di Kecamatan Langensari Tahun 2013 37

4.2. Distribusi Penderita TBC Berdasarkan Jenis Kelamin

di Kecamatan Langensari Tahun 2013 37

4.3. Distribusi Penderita TBC Berdasarkan Hasil Pemeriksaan

Laboratorium di Kecamatan Langensari Tahun 2013 38 4.4. Distribusi Penderita TBC Berdasarkan Umur

di Kecamatan Langensari Tahun 2013 39

4.5. Distribusi Penderita TBC Berdasarkan Pekerjaan

di Kecamatan Langensari Tahun 2013 40

4.6. Distribusi Penderita TBC Berdasarkan Regimen Obat


(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Anatomi Toraks 6

2.3. Anatomi Paru-Paru 8


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman


(9)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium tuberculosis yang pada umumnya menyerang jaringan paru, tetapi

dapat menyerang organ lainnya. Tuberkulosis merupakan penyebab kematian tertinggi ke dua di dunia setelah Human immunodeficiency virus (WHO, 2013).

Berdasarkan data dari World Health Organization pada tahun 2012 di dunia ditemukan 8,6 juta kasus baru dan 1,3 juta kematian akibat tuberkulosis. Temuan kasus dan angka kematian tuberkulosis lebih banyak ditemukan pada pria golongan usia produktif. Pada tahun 2012 diperkirakan terdapat 2,9 juta kasus baru pada wanita, 530.000 kasus baru pada anak-anak (WHO, 2013).

Prevalensi di Indonesia sendiri pada tahun 2011 adalah 281 per 100.000 penduduk, temuan kasus lebih banyak pada pria dari pada wanita pada golongan usia produktif dengan rasio perbandingan wanita berbanding pria 1,5. Menempati peringkat ke-6 di ASEAN setelah Kamboja dengan 817 per 100.000 penduduk, Laos dengan 540 per 100.0000 penduduk, Myanmar 506 per 100.000 penduduk, Filipina dengan 484 per 100.000 penduduk dan Vietnam dengan 323 per 100.000 penduduk (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2012).

Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang tinggi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Kasus baru di tiga provinsi tersebut sekitar 40% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia. Dengan proporsi BTA positif di Jawa Barat sebesar 55%, Jawa Tengah 53% dan Jawa Timur 60%. Di Jawa Barat didapatkan prevalensi 77 per 100.000 penduduk (Profil Kesehatan Indonesia, 2012). Di Kota Bandung terdapat 5.862 kasus baru dengan jumlah penduduk 2.510.901 jiwa, dan di Kota Banjar terdapat 245 kasus baru dengan jumlah penduduk 184.090 jiwa (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2012).

Tahun 2001, hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit


(10)

2

kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011).

Penyebab tingginya angka kejadian tuberkulosis antara lain kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat seperti pada negara yang sedang berkembang, kegagalan pengobatan yang disebabkan tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan, tidak memadainya organisasi pelayanan tuberkulosis ( kurang terakses oleh masyarakat, penemuan kasus/diagnosis yang tidak standar, obat tidak terjamin penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang standar, dan sebagainya), tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan panduan obat yang tidak standar, gagal menyembuhkan kasus yang didiagnosis), salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG, infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami krisis ekonomi atau pergolakan masyarakat, serta perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia, perubahan struktur umur kependudukan dan juga dampak pandemik HIV (Manalu, 2010).

Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui gambaran penderita tuberkulosis paru di Puskesmas Langensari Kota Banjar.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, identifikasi masalah penelitian ini adalah : 1. Berapa angka kejadian tuberkulosis di Puskesmas Langensari Kota Banjar. 2. Bagaimana gambaran pasien tuberkulosis berdasarkan :

a. Jenis kelamin b. Usia

c. Diagnosis BTA positif atau rontgen paru positif tuberkulosis atau keduanya

d. Pendidikan e. Pekerjaan,


(11)

3

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud penelitian untuk mengetahui gambaran pasien tuberkulosis di Puskesmas Langensari di Kota Banjar. Tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran pasien tuberkulosis berdasarkan jenis kelamin, usia, diagnosis BTA positif atau rontgen positif, pendidikan, pekerjaan, dan kategori pengobatan.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademis

Memberikan informasi tentang gambaran pasien tuberkulosis di Puskesmas Langensari Kota Banjar.

2. Manfaat Praktis

Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai upaya pencegahan penyakit tuberkulosis paru.

1.5 Landasan Teori

Kota Banjar merupakan sebuah kota di Provinsi Jawa Barat dengan luas wilayah ± 131,97 km2, berada pada ketinggian 20-500 meter dibawah permukaan laut. Wilayah Kota Banjar terletak antara 07019’ –07026’ Lintang Selatan dan 108026’ – 108040’ Bujur Timur, dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Cisaga Kabupaten Ciamis, Kecamatan Dayeuhluhur Kabupaten Cilacap dan Kecamatan Wanareja Kabupaten Cilacap, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Lakbok Kabupaten Ciamis dan Kecamatan Wanareja Kabupaten Cilacap, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis dan Kecamatan Pamarican Kabupaten Ciamis, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Cimaragas dan Kecamatan Cijeunjing Kabupaten Ciamis. Menurut data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Banjar


(12)

4

pada tahun 2010 didapatkan jumlah penduduk 185.043 jiwa dengan rincian untuk jenis kelamin laki-laki 93.800 jiwa dan untuk jenis kelamin perempuan 91.243 jiwa. Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan bakteri berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis. Penularan penyakit ini melalui perantaraan ludah atau dahak penderita yang mengandung basil tuberkulosis paru. Pada waktu penderita batuk butir-butir air ludah beterbangan diudara dan terhisap oleh orang yang sehat dan masuk kedalam parunya yang kemudian menyebabkan penyakit tuberkulosis paru. (Hiswani, 2009).

Menurut penelitian yang dilakukan di Kabupaten Bandung pada tahun 2004 ditinjau dari karakteristik jenis kelamin, sosial ekonomi dan tingkat pendidikan, terdapat proporsi menurut jenis kelamin, laki-laki sebesar 54,5 % dan perempuan sebesar 45,5 % yang menderita tuberkulosis paru, sebagian besar mereka tidak bekerja 34,9 % dan berpendidikan rendah (tidak sekolah, tidak tamat SD, dan tamat SD) sebesar 62,9 %. (Manalu, 2010).

Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosis secara klinik. Gejala umumnya dapat berupa batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah), demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam, biasanya serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul, terdapat juga penurunan nafsu makan, penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas, perasaan tidak enak (malaise), dan lemah (Werdhani, 2002).

Diagnosis tuberkulosis paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman BTA. Pada program TB Nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya (Pedoman Nasional Penanggulan Tuberkulosis, 2006).

Dalam pengobatan tuberkulosis digunakan OAT yang dibagi menjadi 3 kategori yaitu kategori 1, kategori 2, dan kategori anak. Selain itu diberikan juga OAT


(13)

5

sisipan sesuai dengan indikasi (Pedoman Nasional Penanggulan Tuberkulosis, 2006).

1.6 Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan retrospektif dari rekam medik periode 1 Januari 201331 Desember 2013.

1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Langensari Kota Banjar yang dimulai pada bulan Januari 2014November 2014.


(14)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1. Jumlah penderita tuberkulosis paru di Puskemas Langensari tahun 2013 sebanyak 72 orang.

2. Di Puskesmas Langensari :

a. Penderita tuberkulosis paru terbanyak kelompok usia 40-49 tahun sebanyak 13 orang (18,06%)

b. Berdasarkan jenis kelamin penderita tuberkulosis paru di Puskesmas Langensari lebih banyak laki-laki sebanyak 46 orang (63,89%). c. Dari hasil pemeriksaan laboratorium terbanyak didiagnosis melalui

BTA positif sebanyak 35 orang (48,6%).

d. Pendidikan terakhir penderita tuberkulosis paru di Puskesmas Langensari terbanyak lulusan SD sebanyak 34 orang (47,22%). e. Penderita tuberkulosis paru di Puskesmas Langensari paling banyak

bekerja sebagai buruh sebanyak 35 orang (47,22%).

f. Regimen pengobatan terbanyak yang digunakan di Puskesmas Langensari adalah Kategori 1 sebanyak 62 orang (86,11%).

5.2. Saran

1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui penyuluhan dan penerangan tentang gejala dini, cara penularan dan pengobatan penyakit tuberkulosis paru dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk segera berobat bila didapatkan tanda dan gejala serta kepatuhan minum obat.


(15)

2. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai pola hidup bersih dan sehat , faktor-faktor dari lingkungan yang dapat menjadi pencetus dan penyebaran penyakit tuberkulosis paru.

3. Untuk Bagian Rekam Medis di Puskesmas Langensari agar data-data pasien dibuat lebih lengkap sehingga data-data tersebut bisa digunakan sebagai pengetahuan bagi tenaga medis dan paramedis, dan dapat digunakan untuk strategi mencapai visi tuberkulosis tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat.


(16)

49

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : I Made Dhama Kanaka Admaja

Tempat, tanggal lahir : Ciamis, 6 November 1992

Alamat : Jalan Sukamekar 3 No.31 Bandung

Email : [email protected]

Riwayat Pendidikan :

• 1999, lulus TK Putra III Banjar.

• 2005, lulus SDN 1 Raharja Banjar.

• 2008, lulus SMPN 1 Banjar.

• 2011, lulus SMAN 1 Banjar.

• 2011, Mahasiswa Fakultas Kedokteran Umum Universitas Kristen Maranatha Bandung.


(17)

1

GAMBARAN PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS LANGENSARI KOTA BANJAR PERIODE 2013

OVERVIEW OF PULMONARY TUBERCULOSIS PATIENTS IN THE LANGENSARI COMMUNITY HEALTH CENTER, BANJAR, 2013 PERIOD

Freddy T. Andries1, July Ivone2, I Made Dhama3

1Bagian Patologi Anatomi, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, 2Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen

Maranatha

3Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha

Jalan Prof. Drg. Suria Sumantri MPH No. 65 Bandung 40164 Indonesia ABSTRAK

Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium tuberculosis yang pada umumnya menyerang jaringan paru, tetapi dapat

menyerang organ lainnya. Berdasarkan data dariWorld Health Organization,pada tahun 2012

ditemukan 8,6 juta kasus baru dan 1,3 juta kematian akibat tuberkulosis di seluruh dunia. Di Indonesia pada tahun 2012, prevalensi tuberkulosis mencapai 281 kasus per 100.000 penduduk, suatu kondisi yang dipengaruhi oleh tingkat ekonomi dan pendidikan masyarakat yang masih rendah.

TujuanPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pasien tuberkulosis berdasarkan jenis kelamin, usia, diagnosis BTA positif atau rontgen positif, pendidikan, pekerjaan, dan kategori pengobatan di Puskesmas Langensari Kota Banjar.

Metode Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif terhadap rekam medik pasien tuberkulosis di Puskesmas Langensari Kota Banjar periode 1 Januari 2013 – 31 Desember 2013.

HasilSelama tahun 2013, di Puskesmas Langensari Kota Banjar ditemukan 72 kasus tuberkulosis paru. Kasus tuberkulosis paru paling sering ditemukan pada kelompok usia 40-49 tahun (18,1%) dan berjenis kelamin laki-laki (63,9%). Diagnosis tuberkulosis paru yang ditegakkan berdasarkan BTA positif sebanyak (48,6%) sedangkan dengan gambaran radiologis sebanyak (34,7%). Kasus tuberkulosis terbanyak ditemukan pada lulusan SD (47,2%) serta pekerjaan buruh (47,2%). Regimen pengobatan yang paling banyak diberikan adalah kategori I (86,1%). Kata kunci: gambaran penderita, tuberkulosis, Kota Banjar

ABSTRACT

BackgroundTuberculosis is an infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis bacteria that most commonly affect the lung tissue, though other tissues can be affected. According to the World Health Organization, in 2012, there are 8.6 new tuberculosis cases and 1.3 million deaths caused by tuberculosis worldwide. Indonesia in 2012, the prevalence of tuberculosis is


(18)

2

281 cases per 100.000 people, a fact affected by the low economic and educational status of the Indonesian population.

AimThis study aims to determine the overview of tuberculosis patients according to sex, age,

positive AFB or radiographical findings for diagnosis, education, occupation, and therapy cathegory in the Langensari Community Health Center, Banjar, within the period of 2013. MethodThis study is a descriptive study with retrospective design conducted on medical records of tuberculosis patients in the Langensari Community Health Center, Banjar, within the period

January 1st, 2013 to December 31st, 2013.

Results In 2013, there are 72 cases of pulmonary tuberculosis in the Langensari Community Health Center, Banjar. Pulmonary tuberculosis is most commonly found in the 40-49 years old age group (18.1%) and males (63.9%). The diagnosis of pulmonary tuberculosis is most commonly based on positive AFB result (48.6%) compared to positive radiographical finding (34.7%). The educational level with the highest number of tuberculosis is elementary school graduate (47.2%), while the occupation with the highest number is manual worker (47.2%). The treatment regimen most commonly prescribed is category I (86.1%).

Keywords:overview, tuberculosis, Banjar

PENDAHULUAN

Tuberkulosis adalah penyakit menular

yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium tuberculosis yang pada

umumnya menyerang jaringan paru, tetapi

dapat menyerang organ lainnya.

Tuberkulosis merupakan penyebab

kematian tertinggi ke dua di dunia setelah

Human immunodeficiency virus (WHO,

2013).

Berdasarkan data dari World Health

Organization pada tahun 2012 di dunia

ditemukan 8,6 juta kasus baru dan 1,3 juta kematian akibat tuberkulosis. Temuan kasus dan angka kematian tuberkulosis lebih banyak ditemukan pada pria golongan

usia produktif. Pada tahun 2012

diperkirakan terdapat 2,9 juta kasus baru pada wanita, 530.000 kasus baru pada anak-anak (WHO, 2013).

Prevalensi di Indonesia sendiri pada tahun 2011 adalah 281 per 100.000 penduduk, temuan kasus lebih banyak pada pria dari pada wanita pada golongan usia

produktif dengan rasio perbandingan wanita berbanding pria 1,5. Menempati peringkat ke-6 di ASEAN setelah Kamboja dengan 817 per 100.000 penduduk, Laos dengan 540 per 100.0000 penduduk, Myanmar 506 per 100.000 penduduk, Filipina dengan 484 per 100.000 penduduk dan Vietnam dengan 323 per 100.000

penduduk (Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia, 2012).

Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang tinggi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Kasus baru di tiga provinsi tersebut sekitar 40% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia. Dengan proporsi BTA positif di Jawa Barat sebesar 55%, Jawa Tengah 53% dan Jawa Timur 60%. Di Jawa Barat didapatkan prevalensi 77 per 100.000 penduduk (Profil Kesehatan Indonesia, 2012). Di Kota Bandung terdapat 5.862 kasus baru dengan jumlah penduduk 2.510.901 jiwa, dan di Kota Banjar terdapat 245 kasus baru dengan jumlah penduduk 184.090 jiwa (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2012).


(19)

3

Tahun 2001, hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi

(Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia, 2011).

Penyebab tingginya angka kejadian tuberkulosis antara lain kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat seperti pada negara yang sedang berkembang, kegagalan

pengobatan yang disebabkan tidak

memadainya komitmen politik dan

pendanaan, tidak memadainya organisasi pelayanan tuberkulosis ( kurang terakses

oleh masyarakat, penemuan

kasus/diagnosis yang tidak standar, obat

tidak terjamin penyediaannya, tidak

dilakukan pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang standar, dan sebagainya),

tidak memadainya tatalaksana kasus

(diagnosis dan panduan obat yang tidak standar, gagal menyembuhkan kasus yang

didiagnosis), salah persepsi terhadap

manfaat dan efektifitas BCG, infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami krisis ekonomi atau pergolakan masyarakat, serta perubahan

demografik karena meningkatnya

penduduk dunia, perubahan struktur umur kependudukan dan juga dampak pandemik HIV (Manalu, 2010).

Berdasarkan hal tersebut, maka

dilakukan penelitian untuk mengetahui gambaran penderita tuberkulosis paru di Puskesmas Langensari, Kota Banjar.

METODOLOGI

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan metode retrospektif. Subjek penelitian berupa data sekunder yang diperoleh dari rekam medik

penyakit tuberkulosis di Puskesmas

Langensari Kota Banjar, periode 1 Januari

2013 – 31 Desember 2013. Variabel yang diteliti pada penelitian ini yaitu jenis kelamin, usia, diagnosis BTA positif atau rontgen paru positif tuberkulosis atau keduanya, pendidikan, pekerjaan dan kategori pengobatan.

Penelitian akan dimulai dengan

melakukan pengambilan data dari rekam medis yang terdiri dari usia, jenis kelamin,

pekerjaan, pendidikan, kategori

pengobatan, cara diagnosis. Data yang telah didapatkan kemudian diolah secara manual dan disusun kedalam tabel distribusi frekuensi sesuai dengan tujuan penelitian.

Penelitian ini menggunakan analisis

univariat. Analisis univariat yang

digunakan dalam penelitian ini adalah tabel distribusi frekuensi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian, kelompok umur dengan kasus TB tertinggi adalah umur 40-49 tahun 13 orang (18,1%). Hasil dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Armelia Hayati di Puskesmas Kecamatan Pancoran Mas Depok didapatkan angka kejadian tuberkulosis paru terbanyak pada kelompok umur 15-55 tahun yang merupakan usia produktif sebanyak 67 orang (88,2%). Di Asia ada peningkatan yang progresif dalam prevalensi

tuberkulosis dengan usia, tingkat infeksi pada kelompok usia muda menurun dan bergeser pada kelompok usia lebih tua. Hal ini diperkuat dengan transisi demografi di negara tersebut yang berhubungan dengan penuaan yang terjadi di populasi (WHO, 2014).

Jumlah pasien tuberkulosis

sebanyak 72 orang dengan jumlah laki-laki 46 orang dan perempuan 26 orang, dengan presentase laki-laki 63,9% dan perempuan 36,11%. Penderita tuberkulosis paru lebih


(20)

4

banyak pada laki-laki dibanding

perempuan, dengan rasio perbandingan 2:1 (WHO, 2013). Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok dan minum alkohol sehingga dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh sehingga lebih mudah terpapar dengan agen penyebab tuberkulosis paru (Manalu,

2010). Berdasarkan penelitian yang

dilakukan sebelumnya oleh Andhika Yudhi di wilayah kerja Puskesmas Padalarang, Kabupaten Bandung Barat tahun 2012

ditemukan sebanyak 54,8% berjenis

kelamin laki-laki.

Diagnosis laboratorium dengan BTA positif sebanyak 35 orang. Pada program Tuberkulosis Nasional, penemuan

BTA melalui pemeriksaan dahak

mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya (Aditama,et al., 2006).

Jumlah pasien tuberkulosis paru di Langensari terbanyak pada pasien dengan pendidikan terakhir SD sebanyak 34 orang (47,2%). Hasil serupa didapatkan juga dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nurhayati Wadjah di Puskesmas Pagimana Kabupaten Banggai tahun 2012 pasien dengan pendidikan terakhir SD sebanyak 58 orang (30,9%). Hal ini sejalan dengan pendapat yang mengemukakan bahwa

tingkat pendidikan seseorang akan

mempengaruhi terhadap pengetahuan

seseorang di antaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit tuberkulosis paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin realitas cara berpikirnya serta makin luas ruang lingkup cara berpikirnya (Sandy & Ramang, 2012).

Pekerjaan pasien tuberkulosis paru di Langensari terbanyak yaitu buruh sebanyak 35 orang (47,2%). Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Andhika Yudi di Puskesmas Padalarang Kabupaten Bandung Barat tahun 2012 didapatkan pekerjaan sebagai buruh sebanyak 16 orang (38,1%). Pekerjaan sebagai buruh memiliki

pendapatan yang rendah, sehingga

pemenuhan kebutuhan untuk memiliki rumah yang sehat akan diabaikan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Selain itu pekerjaan dengan penghasilan rendah akan berdampak kepada pola konsumsi makanan dan pemeliharaan kesehatan. Oleh karena itu, pekerjaan berpengaruh kepada tingkat kesehatan karena jenis pekerjaan seseorang akan mempengaruhi pendapatan keluarganya (Hartono, 2012).

Untuk regimen pengobatan paling banyak yaitu kategori 1 sebanyak 62 orang (86,1%), kategori 4 sebanyak 8 orang (11,1%), kategori 2 sebanyak 2 orang (2,8%). Terbanyak regimen obat kategori 1 karena kebanyakan pasien merupakan kasus baru. Obat ketegori 1 diberikan kepada pasien tuberkulosis kasus baru dengan BTA positif atau foto toraks dan juga tuberkulosis ekstra paru (Aditama, et al., 2006).

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa jumlah penderita tuberkulosis paru di Puskemas Langensari

tahun 2013 sebanyak 72 orang. Di

Puskesmas Langensari, penderita

tuberkulosis paru terbanyak kelompok usia 40-49 tahun sebanyak 13 orang (18,06%). Berdasarkan jenis kelamin penderita tuberkulosis paru di Puskesmas Langensari lebih banyak laki-laki sebanyak 46 orang

(63,89%). Dari hasil pemeriksaan

laboratorium terbanyak didiagnosis melalui BTA positif sebanyak 35 orang (48,6%). Pendidikan terakhir penderita tuberkulosis paru di Puskesmas Langensari terbanyak


(21)

5

lulusan SD sebanyak 34 orang (47,22%). Penderita tuberkulosis paru di Puskesmas Langensari paling banyak bekerja sebagai buruh sebanyak 35 orang (47,22%). Regimen pengobatan terbanyak yang digunakan di Puskesmas Langensari adalah Kategori 1 sebanyak 62 orang (86,11%).

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Global Tuberculosis Report. ; 2013.

2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2012.

3. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. [Online].; 2012. Available from:

http://www.diskes.jabarprov.go.id.

4. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2011.

5. Manalu SP. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian Tuberkulosis paru dan upaya penanggulangannya. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol.9. 2010;: p. 1340-1346.

6. WHO. Global Tuberculosis Report. ; 2014.

7. Aditama TY, Kamso S, Basri C, Surya A. Pedoman Nasional Penanggulan Tuberkulosis Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2006.

8. Sandy DI, Ramang R. Faktor-Faktor Penentu Kejadian Tuberkulosis Paru Pada Penderita Anak Yang Pernah Berobat di RSUD W.Z Yohanes -Kupang. 2012.

9. Hartono AY. Karakterisktik Penderita Tuberkulosis Paru dan Lingkungan Rumah Wilayah Kerja Puskesmas Padalarang. 2012.


(22)

36

DAFTAR PUSTAKA

Brooks, G., Carroll, K. C., Butel, J. & Morse, S., 2012. Jawetz, Melnick &

Adelberg's Medical Microbiology. 26thed. New York: McGraw-Hill Medical. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat., 2012. Laporan TB Paru Jawa Barat.

[Online]

Available at: http://www.diskes.jabarprov.go.id

Drake, R. L., Vogl, W. & Mitchell, A. W. M., 2005. Gray's Anatomy for Students. Toronto, Ontario, Canada: Elsevier Churchill Livingstone.

Hall, J. E., 2010. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. 12th ed. Philadelphia(PA): Saunders-Elsevier.

Hartono, A. Y., 2012. Karakterisktik Penderita Tuberkulosis Paru dan Lingkungan

Rumah Wilayah Kerja Puskesmas Padalarang.

Hiswani, 2009. Tuberkulosis Merupakan Penyakit Infeksi yang Masih Menjadi Masalah.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2012. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Kim, H. Y. et al., 2001. Thoracic Sequelae and Complications of Tuberculosis.

Radiographics, 21(4).

Longo, D. et al., 2011. Harrison's Principles of Internal Medicine. 18th ed. New York, NY: McGraw-Hill.

Manalu, S. P., 2010. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian Tuberkulosis paru dan upaya penanggulangannya. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol.9, pp. 1340-1346. McCance, K. L. & Huether, S. E., 2009. Pathophysiology: The Biologic Basis for

Disease in Adults and Children. Philadelphia: Mosby-Elsevier.

Mescher, A. L., 2013. Junqueira's Basic Histology. 13th ed. New York(NY): McGraw-Hill.

Mohapatra, P. R. & Janmeja, A. K., 2009. Tuberculous Lymphadenitis. Journal of

the Association of Phycisians of India, Volume 57, pp. 585-590.

Moore, K. L., Aqur, A. M. & Dalley, A. F., 2013. Clinically Oriented Anatomy. 7th ed. Philadelphia(PA): Lippincott Williams and Wilkins.

Pertiwi, R. N., 2012. Hubungan Antara Karakteristik Individu, Praktik Hygiene dan

Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Penyakit Tuberkulosis di Kecamatan Semarang Utara Tahun 2011. Jurnal Kesehatan Masyarakat FKM UNDIP, pp.


(23)

37

Putz, R., 2006. Sobotta Atlas of Human Anatomy. 14th ed. Stuttgart: Elsevier Urban & Fischer.

Sandy, D. I. & Ramang, R., 2012. Faktor-Faktor Penentu Kejadian Tuberkulosis

Paru Pada Penderita Anak Yang Pernah Berobat di RSUD W.Z Yohanes -Kupang.

Sherwood, L., 2007. Human Physiology: From Cells to Systems. 6th ed. Belmont: Thomson Brooks/Cole.

Standring, S., 2008. Gray's Anatomy: The Anatomical Basis for Clinical Practice. 40th ed. London: Elsevier Churchill-Livingstone.

The Centers for Disease Control and Prevention, 2013. Core Curriculum on Tuberculosis: What the Clinician Should Know. 6th ed. DeKalb County: CDC.

Werdhani, R. A., 2002. Patofisiologi, Diagnosis dan Klasifikasi Tuberkulosis.

World Health Organization, 2010. Treatment of Tuberculosis Guidelines. 4th ed.

Geneva: The WHO Press.

World Health Organization, 2013. Global Tuberculosis Report.

Williamson, M. A. & Snyder, L. M., 2011. Wallach's Interpretation of Diagnostic


(1)

281 cases per 100.000 people, a fact affected by the low economic and educational status of the Indonesian population.

AimThis study aims to determine the overview of tuberculosis patients according to sex, age, positive AFB or radiographical findings for diagnosis, education, occupation, and therapy cathegory in the Langensari Community Health Center, Banjar, within the period of 2013.

MethodThis study is a descriptive study with retrospective design conducted on medical records of tuberculosis patients in the Langensari Community Health Center, Banjar, within the period January 1st, 2013 to December 31st, 2013.

Results In 2013, there are 72 cases of pulmonary tuberculosis in the Langensari Community Health Center, Banjar. Pulmonary tuberculosis is most commonly found in the 40-49 years old age group (18.1%) and males (63.9%). The diagnosis of pulmonary tuberculosis is most commonly based on positive AFB result (48.6%) compared to positive radiographical finding (34.7%). The educational level with the highest number of tuberculosis is elementary school graduate (47.2%), while the occupation with the highest number is manual worker (47.2%). The treatment regimen most commonly prescribed is category I (86.1%).

Keywords:overview, tuberculosis, Banjar

PENDAHULUAN

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium tuberculosis yang pada umumnya menyerang jaringan paru, tetapi dapat menyerang organ lainnya. Tuberkulosis merupakan penyebab kematian tertinggi ke dua di dunia setelah

Human immunodeficiency virus (WHO, 2013).

Berdasarkan data dari World Health Organization pada tahun 2012 di dunia ditemukan 8,6 juta kasus baru dan 1,3 juta kematian akibat tuberkulosis. Temuan kasus dan angka kematian tuberkulosis lebih banyak ditemukan pada pria golongan usia produktif. Pada tahun 2012 diperkirakan terdapat 2,9 juta kasus baru pada wanita, 530.000 kasus baru pada anak-anak (WHO, 2013).

Prevalensi di Indonesia sendiri pada tahun 2011 adalah 281 per 100.000 penduduk, temuan kasus lebih banyak pada pria dari pada wanita pada golongan usia

produktif dengan rasio perbandingan wanita berbanding pria 1,5. Menempati peringkat ke-6 di ASEAN setelah Kamboja dengan 817 per 100.000 penduduk, Laos dengan 540 per 100.0000 penduduk, Myanmar 506 per 100.000 penduduk, Filipina dengan 484 per 100.000 penduduk dan Vietnam dengan 323 per 100.000 penduduk (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2012).

Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang tinggi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Kasus baru di tiga provinsi tersebut sekitar 40% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia. Dengan proporsi BTA positif di Jawa Barat sebesar 55%, Jawa Tengah 53% dan Jawa Timur 60%. Di Jawa Barat didapatkan prevalensi 77 per 100.000 penduduk (Profil Kesehatan Indonesia, 2012). Di Kota Bandung terdapat 5.862 kasus baru dengan jumlah penduduk 2.510.901 jiwa, dan di Kota Banjar terdapat 245 kasus baru dengan jumlah penduduk 184.090 jiwa (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2012).


(2)

3

Tahun 2001, hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011).

Penyebab tingginya angka kejadian tuberkulosis antara lain kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat seperti pada negara yang sedang berkembang, kegagalan pengobatan yang disebabkan tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan, tidak memadainya organisasi pelayanan tuberkulosis ( kurang terakses oleh masyarakat, penemuan kasus/diagnosis yang tidak standar, obat tidak terjamin penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang standar, dan sebagainya), tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan panduan obat yang tidak standar, gagal menyembuhkan kasus yang didiagnosis), salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG, infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami krisis ekonomi atau pergolakan masyarakat, serta perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia, perubahan struktur umur kependudukan dan juga dampak pandemik HIV (Manalu, 2010).

Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui gambaran penderita tuberkulosis paru di Puskesmas Langensari, Kota Banjar.

METODOLOGI

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan metode retrospektif. Subjek penelitian berupa data sekunder yang diperoleh dari rekam medik penyakit tuberkulosis di Puskesmas Langensari Kota Banjar, periode 1 Januari

2013 – 31 Desember 2013. Variabel yang diteliti pada penelitian ini yaitu jenis kelamin, usia, diagnosis BTA positif atau rontgen paru positif tuberkulosis atau keduanya, pendidikan, pekerjaan dan kategori pengobatan.

Penelitian akan dimulai dengan melakukan pengambilan data dari rekam medis yang terdiri dari usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, kategori pengobatan, cara diagnosis. Data yang telah didapatkan kemudian diolah secara manual dan disusun kedalam tabel distribusi frekuensi sesuai dengan tujuan penelitian. Penelitian ini menggunakan analisis univariat. Analisis univariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabel distribusi frekuensi.

HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian, kelompok umur dengan kasus TB tertinggi adalah umur 40-49 tahun 13 orang (18,1%). Hasil dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Armelia Hayati di Puskesmas Kecamatan Pancoran Mas Depok didapatkan angka kejadian tuberkulosis paru terbanyak pada kelompok umur 15-55 tahun yang merupakan usia produktif sebanyak 67 orang (88,2%). Di Asia ada peningkatan yang progresif dalam prevalensi

tuberkulosis dengan usia, tingkat infeksi pada kelompok usia muda menurun dan bergeser pada kelompok usia lebih tua. Hal ini diperkuat dengan transisi demografi di negara tersebut yang berhubungan dengan penuaan yang terjadi di populasi (WHO, 2014).

Jumlah pasien tuberkulosis sebanyak 72 orang dengan jumlah laki-laki 46 orang dan perempuan 26 orang, dengan presentase laki-laki 63,9% dan perempuan 36,11%. Penderita tuberkulosis paru lebih


(3)

banyak pada laki-laki dibanding perempuan, dengan rasio perbandingan 2:1 (WHO, 2013). Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok dan minum alkohol sehingga dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh sehingga lebih mudah terpapar dengan agen penyebab tuberkulosis paru (Manalu, 2010). Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Andhika Yudhi di wilayah kerja Puskesmas Padalarang, Kabupaten Bandung Barat tahun 2012 ditemukan sebanyak 54,8% berjenis kelamin laki-laki.

Diagnosis laboratorium dengan BTA positif sebanyak 35 orang. Pada program Tuberkulosis Nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya (Aditama,et al., 2006).

Jumlah pasien tuberkulosis paru di Langensari terbanyak pada pasien dengan pendidikan terakhir SD sebanyak 34 orang (47,2%). Hasil serupa didapatkan juga dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nurhayati Wadjah di Puskesmas Pagimana Kabupaten Banggai tahun 2012 pasien dengan pendidikan terakhir SD sebanyak 58 orang (30,9%). Hal ini sejalan dengan pendapat yang mengemukakan bahwa tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan seseorang di antaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit tuberkulosis paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin realitas cara berpikirnya serta makin luas ruang lingkup cara berpikirnya (Sandy & Ramang, 2012).

Pekerjaan pasien tuberkulosis paru di Langensari terbanyak yaitu buruh sebanyak 35 orang (47,2%). Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Andhika Yudi di Puskesmas Padalarang Kabupaten Bandung Barat tahun 2012 didapatkan pekerjaan sebagai buruh sebanyak 16 orang (38,1%). Pekerjaan sebagai buruh memiliki pendapatan yang rendah, sehingga pemenuhan kebutuhan untuk memiliki rumah yang sehat akan diabaikan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Selain itu pekerjaan dengan penghasilan rendah akan berdampak kepada pola konsumsi makanan dan pemeliharaan kesehatan. Oleh karena itu, pekerjaan berpengaruh kepada tingkat kesehatan karena jenis pekerjaan seseorang akan mempengaruhi pendapatan keluarganya (Hartono, 2012).

Untuk regimen pengobatan paling banyak yaitu kategori 1 sebanyak 62 orang (86,1%), kategori 4 sebanyak 8 orang (11,1%), kategori 2 sebanyak 2 orang (2,8%). Terbanyak regimen obat kategori 1 karena kebanyakan pasien merupakan kasus baru. Obat ketegori 1 diberikan kepada pasien tuberkulosis kasus baru dengan BTA positif atau foto toraks dan juga tuberkulosis ekstra paru (Aditama, et al., 2006).

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa jumlah penderita tuberkulosis paru di Puskemas Langensari tahun 2013 sebanyak 72 orang. Di Puskesmas Langensari, penderita tuberkulosis paru terbanyak kelompok usia 40-49 tahun sebanyak 13 orang (18,06%). Berdasarkan jenis kelamin penderita tuberkulosis paru di Puskesmas Langensari lebih banyak laki-laki sebanyak 46 orang (63,89%). Dari hasil pemeriksaan laboratorium terbanyak didiagnosis melalui BTA positif sebanyak 35 orang (48,6%). Pendidikan terakhir penderita tuberkulosis paru di Puskesmas Langensari terbanyak


(4)

5

lulusan SD sebanyak 34 orang (47,22%). Penderita tuberkulosis paru di Puskesmas Langensari paling banyak bekerja sebagai buruh sebanyak 35 orang (47,22%). Regimen pengobatan terbanyak yang digunakan di Puskesmas Langensari adalah Kategori 1 sebanyak 62 orang (86,11%).

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Global Tuberculosis Report. ; 2013.

2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2012.

3. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. [Online].; 2012. Available from: http://www.diskes.jabarprov.go.id.

4. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2011.

5. Manalu SP. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian Tuberkulosis paru dan upaya penanggulangannya. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol.9. 2010;: p. 1340-1346.

6. WHO. Global Tuberculosis Report. ; 2014.

7. Aditama TY, Kamso S, Basri C, Surya A. Pedoman Nasional Penanggulan Tuberkulosis Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2006.

8. Sandy DI, Ramang R. Faktor-Faktor Penentu Kejadian Tuberkulosis Paru Pada Penderita Anak Yang Pernah Berobat di RSUD W.Z Yohanes -Kupang. 2012.

9. Hartono AY. Karakterisktik Penderita Tuberkulosis Paru dan Lingkungan Rumah Wilayah Kerja Puskesmas Padalarang. 2012.


(5)

36

[Online]

Available at: http://www.diskes.jabarprov.go.id

Drake, R. L., Vogl, W. & Mitchell, A. W. M., 2005. Gray's Anatomy for Students.

Toronto, Ontario, Canada: Elsevier Churchill Livingstone.

Hall, J. E., 2010. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. 12

th

ed.

Philadelphia(PA): Saunders-Elsevier.

Hartono, A. Y., 2012. Karakterisktik Penderita Tuberkulosis Paru dan Lingkungan

Rumah Wilayah Kerja Puskesmas Padalarang.

Hiswani, 2009. Tuberkulosis Merupakan Penyakit Infeksi yang Masih Menjadi

Masalah.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011.

Pedoman Nasional

Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2012. Profil Kesehatan Indonesia.

Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Kim, H. Y. et al., 2001. Thoracic Sequelae and Complications of Tuberculosis.

Radiographics, 21(4).

Longo, D. et al., 2011. Harrison's Principles of Internal Medicine. 18th ed. New

York, NY: McGraw-Hill.

Manalu, S. P., 2010. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian Tuberkulosis paru

dan upaya penanggulangannya. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol.9, pp. 1340-1346.

McCance, K. L. & Huether, S. E., 2009. Pathophysiology: The Biologic Basis for

Disease in Adults and Children. Philadelphia: Mosby-Elsevier.

Mescher, A. L., 2013. Junqueira's Basic Histology. 13th ed. New York(NY):

McGraw-Hill.

Mohapatra, P. R. & Janmeja, A. K., 2009. Tuberculous Lymphadenitis. Journal of

the Association of Phycisians of India, Volume 57, pp. 585-590.

Moore, K. L., Aqur, A. M. & Dalley, A. F., 2013. Clinically Oriented Anatomy. 7th

ed. Philadelphia(PA): Lippincott Williams and Wilkins.

Pertiwi, R. N., 2012. Hubungan Antara Karakteristik Individu, Praktik Hygiene dan

Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Penyakit Tuberkulosis di Kecamatan

Semarang Utara Tahun 2011. Jurnal Kesehatan Masyarakat FKM UNDIP, pp.


(6)

37

Putz, R., 2006. Sobotta Atlas of Human Anatomy. 14th ed. Stuttgart: Elsevier Urban

& Fischer.

Sandy, D. I. & Ramang, R., 2012. Faktor-Faktor Penentu Kejadian Tuberkulosis

Paru Pada Penderita Anak Yang Pernah Berobat di RSUD W.Z Yohanes

-Kupang.

Sherwood, L., 2007. Human Physiology: From Cells to Systems. 6th ed. Belmont:

Thomson Brooks/Cole.

Standring, S., 2008. Gray's Anatomy: The Anatomical Basis for Clinical Practice.

40th ed. London: Elsevier Churchill-Livingstone.

The Centers for Disease Control and Prevention, 2013. Core Curriculum on

Tuberculosis: What the Clinician Should Know. 6th ed. DeKalb County: CDC.

Werdhani, R. A., 2002. Patofisiologi, Diagnosis dan Klasifikasi Tuberkulosis.

World Health Organization, 2010. Treatment of Tuberculosis Guidelines. 4th ed.

Geneva: The WHO Press.

World Health Organization, 2013. Global Tuberculosis Report.

Williamson, M. A. & Snyder, L. M., 2011. Wallach's Interpretation of Diagnostic