Gambaran Pengetahuan Penderita Tuberkulosis Paru tentang Penyakit dan Pengobatan Tuberkulosis di RSUP. Adam Malik Medan 2010

(1)

Gambaran Pengetahuan Penderita Tuberkulosis Paru tentang Penyakit dan Pengobatan Tuberkulosis di RSUP. Adam Malik Medan 2010

Oleh :

DINI ARINI HASIBUAN 070100331

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

Gambaran Pengetahuan Penderita Tuberkulosis Paru tentang Penyakit dan Pengobatan Tuberkulosis di RSUP. Adam Malik Medan 2010

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

DINI ARINI HASIBUAN 070100331

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Gambaran Pengetahuan Penderita Tuberkulosis Paru tentang Penyakit dan Pengobatan Tuberkulosis di RSUP. Adam Malik Medan 2010

NAMA : DINI ARINI HASIBUAN NIM : 070100331

_________________________________________________________________

Pembimbing Penguji

(dr.Isti Ilmiati Fujiati, CM-FM) (dr. Tri Widyawati, MSi)

NIP : 19670705271999032001 NIP : 197607092003122001

(dr. Rodiah Rahmawaty, Sp.M) NIP:197604172005012002

Medan, 26 Nopember 2010 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH) NIP :195402201980111001


(4)

ABSTRAK

Dari laporan WHO (World Health Organization) bahwa hampir sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman Tuberkulosis (TB), jumlah kematian akibat TB di Asia Tenggara sebanyak 625.000 orang, di Sumatera Utara sebanyak 13.401 orang.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan penderita TB Paru tentang penyakit dan pengobatan TB paru di Departemen Paru RSUP.H.Adam Malik Medan

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif Cross sectional, dengan besar sampel yaitu 54 orang. Kuesioner dikembangkan dengan mengacu pada tinjauan pustaka yang terdiri dari data demografi dan pengetahuan penderita tentang penyakit dan pengobatan TB paru.

.Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa responden berusia 16-62 tahun. Mayoritas responden merupakan berpendidikan terakhir SMA/SMEA (55,0%). Rata-rata responden tidak bekerja (57,5%). Rata-rata responden sering mendapat informasi tentang penyakit TB paru melalui petugas kesehatan (82,5%). Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah gambaran pengetahuan penderita TB paru tentang penyakit dan pengobatan TB paru sudah cukup baik karena pada umumnya penderita telah sering mendapat informasi tentang kasus ini dari berbagai sumber. Bagi penelitian selanjutnya perlu dinilai sikap, tindakan dan perilaku terhadap penyakit TB paru.


(5)

ABSTRACT

From WHO (World Health Organization) reports that nearly a third of the world’s population has been infected with TB germs, the number of TB deaths in Southeast Asia as many as 625.000 people, in North Sumatera as many as 13.401 people.

The present study intends to know the description of the patients with tuberculosis of the tuberculosis disease and treatment at Pulmonary Department of H. Adam Malik General Hospital Medan

The design of the study is Cross sectional descriptive study with 54 samples. The questionnaire is extended by referring to the reference consisting of demographic and knowledge data of the patients related to the tuberculosis disease and treatment

Based on the result of the study, it has been known that the respondents aged 16-62 years. Majority of the respondent have education level of SHS/Economic Vocation School (55.0%). The respondents averagely unemployed (57.5%). The respondents averagely frequently receive information of the tuberculosis disease from the care-providers (82.5%).

The conclusion that may be drawn from the study is that the knowledge description of the patients with tuberculosis associated with the tuberculosis disease and treatment has been adequate due to in general, they have frequently receive information of the case from any sources. For further study, it is required to study attitude, intervention and behavior to tuberculosis disease. Keywords: Knowledge, Tuberculosis disease, tuberculosis treatment,


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan dokter dan memperoleh gelar sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Judul Karya Tulis Ilmiah ini adalah “Gambaran Pengetahuan Penderita Tuberkulosis Paru tentang Penyakit dan Pengobatan Tuberkulosis di RSUP. H. Adam Malik Medan 2010”. Dalam menulis karya tulis ilmiah ini, penulis telah memperoleh bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr.Isti Ilmiati Fujiati, CM-FM, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan masukan kepada penulis, sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

3. dr.Tri Widyawati, MSi, selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan untuk menyempurnakan karya tulis ilmiah ini.

4. dr. Rodiah Rahmawaty, Sp.M selaku Dosen Penguji yang telah memberikan petunjuk serta nasihat dalam menyempurnakan karya tulis ilmiah ini.

5. Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan yang telah mengizinkan peneliti untuk melakukukan penelitian di poli ibu hamil.

6. Penanggung jawab dan staff SMF. Paru RSUP. H. Adam Malik Medan yang telah banyak membantu dan izin dilakukan penelitian di poli tersebut.


(7)

7. Seluruh dosen dan pegawai di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara untuk jasa-jasanya selama masa perkuliahan.

8. Orang tua penulis, Ir. H. Effendi Hasibuan dan Nismawaty yang telah memberikan doa, motivasi baik secara moril dan materil sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan baik.

9. Kakak dan adik penulis, Riza Rianty, Ayu lestari dan Cinta Dinanti yang telah memberi motivasi dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini denggan baik.

10.Teman-teman penulis, Mega Sari Dewi, Citra Vitriana, Irfan, Lulu, hajrin, Marintan dan Eka yang telah banyak memberikan masukan dan bantuan untuk penelitian ini.

Akhir kata, penulis sadar bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna, disebabkan berbagai keterbatasan yang penulis miliki. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk dijadikan perbaikan di masa yang akan datang dan penulis juga mengharapkan semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya.

Medan, 17 November 2010

Penulis

Dini Arini Hasibuan


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN………….………... i

ABSTRAK……… ii

ABSTRACT…………...………... iii

KATA PENGANTAR………. iv

DAFTAR ISI………... vi

DAFTAR TABEL……….... DAFTAR GAMBAR/SKEMA……….... ix x DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB 1 PENDAHULUAN………. 1

1.1. Latar Belakang……… 1

1.2. Rumusan Masalah………... 2

1.3. Tujuan Penelitian……… 2

1.3.1. Tujuan Umum………. 2

1.3.2. Tujuan Khusus……… 3

1.4. Manfaat Penelitian……….. 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………. 4

2.1. Tuberkulosis Paru………... 4

2.1.1 Defenisi Tuberkulosis Paru……….. 4

2.1.2. Penularan Tuberkulosis Paru……….. 4

2.1.3. Faktor Resiko Tuberkulosis Paru……… 5

2.1.4. Patogenis Tuberkulosis Paru………... 5

2.1.5. Klasifikasi Tuberkulosis Paru………. 6

2.1.6. Gejala Klinis Tuberkulosis Paru………. 8

2.1.7. Diagnosis Tuberkulosis Paru……….. 10

2.1.8. Pengobatan Tuberkulosis Paru………... 11

2.1.9. Pencegahan dan Pengendalian Tuberkulosis Paru………. 15


(9)

2.2.1. Ciri-ciri Khas Organisme……… 16

2.2.2. Biakan………. 16

2.2.2.1. Pembenihan agar Semisintetik………. 16

2.2.2.2. Pembenihan Telur Tebal……….. 17

2.2.2.3. Pembenihan Kaldu………... 17

2.2. Mikrobakterium Tuberkolosis ………... 16

2.2.3. Sifat-sifat Pertumbuhan ………... 17

BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFENISI OPERASIONAL………... 18

3.1. Kerangka Konsep Penelitian……….. 18

3.2. Defenisi Operasional………... 18

BAB 4 METODE PENELITIAN………... 20

4.1. Jenis Penelitian……… 20

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian………... 20

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian………... 20

4.3.1 Populasi dan Sampel Penelitian………... 20

4.3.2 Populasi Terjangkau………. 20

4.4. Metode Pengumpulan Data………... 21

4.5. Metode Analisis Data………... 21

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 5.1. Hasil Penelitian... 5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 5.1.2. Karakteristik Responden... 5.1.3. Pengetahuan Penderita tentang Penyakit Tuberkulosis... 5.1.4. Pengetahuan Penderita tentang Pengobatan Tuberkulosis... 5.2. Pembahasan... BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN………...

22 22 22 23 26 28 31 32


(10)

DAFTAR PUSTAKA……… 33


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

3.2.2.1 Skor Pertanyaan pada Angket Pengetahuan.………... 19 5.1 Distribusi Karakteristik Penderita Berdasarkan Usia...…….. 23 5.2 Distribusi Karakteristik Penderita Berdasarkan

Tingkat Pendidikan... 24 5.3 Distribusi Karakteristik Penderita Berdasarkan

Pekerjaan... 24 5.4 Distribusi Karakteristik Penderita Berdasarkan

Penghasilan Perbulan... 25 5.5 Distribusi Karakteristik Penderita Berdasarkan

Sumber Informasi yang Paling Berkesan Mengenai

Penyakit TBC... 25 5.6 Distribusi Frekuensi Jawaban Penderita Pada

Variabel Pengetahuan Tentang Penyakit Tuberkulosis... 27 5.7 Distribusi Frekuensi Jawaban Penderita Pada

Variabel Pengetahuan Tentang Pengobatan Tuberkulosis……... 28 5.8 Distribusi Frekuensi Penderita Berdasarkan Pengetahuan


(12)

DAFTAR GAMBAR/SKEMA

Nomor Halaman


(13)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Lembar persetujuan setelah Penjelasan Lampiran 3 Lembar Penjelasan

Lampiran 4 Health Research Ethical Committee Lampiran 5 Kuesioner Penelitian


(14)

ABSTRAK

Dari laporan WHO (World Health Organization) bahwa hampir sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman Tuberkulosis (TB), jumlah kematian akibat TB di Asia Tenggara sebanyak 625.000 orang, di Sumatera Utara sebanyak 13.401 orang.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan penderita TB Paru tentang penyakit dan pengobatan TB paru di Departemen Paru RSUP.H.Adam Malik Medan

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif Cross sectional, dengan besar sampel yaitu 54 orang. Kuesioner dikembangkan dengan mengacu pada tinjauan pustaka yang terdiri dari data demografi dan pengetahuan penderita tentang penyakit dan pengobatan TB paru.

.Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa responden berusia 16-62 tahun. Mayoritas responden merupakan berpendidikan terakhir SMA/SMEA (55,0%). Rata-rata responden tidak bekerja (57,5%). Rata-rata responden sering mendapat informasi tentang penyakit TB paru melalui petugas kesehatan (82,5%). Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah gambaran pengetahuan penderita TB paru tentang penyakit dan pengobatan TB paru sudah cukup baik karena pada umumnya penderita telah sering mendapat informasi tentang kasus ini dari berbagai sumber. Bagi penelitian selanjutnya perlu dinilai sikap, tindakan dan perilaku terhadap penyakit TB paru.


(15)

ABSTRACT

From WHO (World Health Organization) reports that nearly a third of the world’s population has been infected with TB germs, the number of TB deaths in Southeast Asia as many as 625.000 people, in North Sumatera as many as 13.401 people.

The present study intends to know the description of the patients with tuberculosis of the tuberculosis disease and treatment at Pulmonary Department of H. Adam Malik General Hospital Medan

The design of the study is Cross sectional descriptive study with 54 samples. The questionnaire is extended by referring to the reference consisting of demographic and knowledge data of the patients related to the tuberculosis disease and treatment

Based on the result of the study, it has been known that the respondents aged 16-62 years. Majority of the respondent have education level of SHS/Economic Vocation School (55.0%). The respondents averagely unemployed (57.5%). The respondents averagely frequently receive information of the tuberculosis disease from the care-providers (82.5%).

The conclusion that may be drawn from the study is that the knowledge description of the patients with tuberculosis associated with the tuberculosis disease and treatment has been adequate due to in general, they have frequently receive information of the case from any sources. For further study, it is required to study attitude, intervention and behavior to tuberculosis disease. Keywords: Knowledge, Tuberculosis disease, tuberculosis treatment,


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Laporan WHO (World Health Organization) tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002. 3,9 juta adalah kasus BTA positif. Hampir sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB(Tuberkulosis).

TB ekstra paru berkisar antara 9,7 sampai 46% dari semua kasus TB. Organ yang sering terlibat yaitu limfonodi, pleura, hepar dan organ gastro intestinal lainnya, organ genitourinary, peritoneum, dan perikardium. Pleuritis TB merupakan TB ekstraparu kedua terbanyak setelah limfadenitis TB. Angka kejadian pleuritis TB dilaporkan bervariasi antara 4% di USA sampai 23% di Spanyol. Insidensi pleuritis TB meningkat seiring dengan peningkatan insidensi TB ekstraparu oleh karena pandemik HIV. Insidensi Pleuritis TB pada HIV/AIDS dilaporkan bervariasi antara 15-90 % (WHO, 2004).

Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia Tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk (WHO, 2004).

Laporan WHO pada tahun 2008 yang lalu menunjukkan bahawa Indonesia menempati urutan ketiga angka kejadian TB secara global.Sementara di Provinsi Sumatera Utara angka penemuan kasus (case detection rate) diperkirakan sebesar 90%.Jadi masalah TB ini harus selalu dievaluasi untuk melihat keberhasilan pengobatan DOTS yang dianjurkan oleh WHO melalui pemantauan terhadap kasus-kasus baru (WHO, 2008).

Kepala Seksi Pencegahan Penyakit Menular Langsung (P2ML) Dinkes Sumut, Sukarni, di Medan, Jumat, mengatakan, tahun 2005 ditemukan 16.678 kasus penderita TBC dan pada tahun 2006 menurun menjadi 13.401 penderita dengan angka kematian dua persen setiap tahun. Sebelumnya Kasubdin Pencegahan


(17)

Penyakit Dinas Kesehatan Kota Medan dr Hj Rumondang Pulungan melaporkan, kasus TBC dikota Medan pada 2005 diperkirakan 2.573 kasus penderita TBC bakteri positif ( BTA + ), sedangkan yang ditemui adalah 1.902 kasus atau setiap 100.000 penduduk terkena penyakit TBC sebanyak 130 orang

(DINKES, 2005).

Dari hasil penelitian secara umum untuk menentukan angka kejadian penyakit TB di Kota Medan melalui pengambilan data di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, Medan pada periode Januari sampai dengan Juni 2009. Daripada perolehan data-data rekam medis yang telah disaring, telah didapatkan 33 kasus TB baru sepanjang bulan Januari sampai dengan Juni pada tahun 2009 tanpa adanya angka kematian.Dan daripada 33 kasus tersebut kelompok umur yang paling tinggi mendapat TB adalah pada kelompok dewasa (usia 26-45 tahun) dengan 27,3% dan jenis kelamin yang paling tinggi adalah pada pasien wanita dengan persentase 57,6%.

1.2 Rumusan Masalah

Uraian ringkas dalam latar belakang masalah di atas memberikan dasar bagi peneliti untuk merumuskan pertanyaan peneliti sebagai berikut:

1. Bagaimanakah gambaran pengetahuan responden tentang penyakit tb paru di Departemen Paru RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2010? 2. Bagaimana pengetahuan responden tentang pengobatan tb paru di

Departemen Paru RSUP. H. Adam Malik Medan?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan responden tentang penyakit tb paru.


(18)

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran karakteristik responden di Departemen Paru RSUP. H. Adam Malik Medan.

2. Untuk mengetahui pengetahuan responden tentang penyakit tb paru di Departemen Paru RSUP. H. Adam Malik Medan.

3. Untuk mengetahui pengetahuan responden tentang pengobatan tb paru di Departemen Paru RSUP. H. Adam Malik Medan.

4. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan responden tentang penyakit dan pengobatan tb paru di Departemen Paru RSUP. H. Adam Malik Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

Dari uraian tujuan penelitian di atas, maka manfaat yang diharapkan adalah: 1. Manfaat Praktis

Bagi rumah sakit penelitian ini dapat menjadi data dasar dan sumber informasi penting bagi petugas rumah sakit.

2. Manfaat Pada Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan merupakan salah satu bahan bagi peneliti berikutnya. 3. Manfaat Bagi Peneliti

Diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang penyakit TB paru di RSUP.H.Adam Malik mengingat lokasi penelitian adalah daerah tempat tugas peneliti.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis Paru

2.1.1 Definisi Tuberkulosis paru

Penyakit TB paru adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh Mikobakterium tuberkulosa yang mengenai paru. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA).

TB paru adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis yang mengenai paru. (Price, 2006).

2.1.2 Penularan Tuberkulosis Paru

Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TB paru.

TB paru merupakan penyakit menahun/kronis (berlangsung lama) dan menular. Penyakit ini dapat diderita oleh setiap orang, tetapi paling sering menyerang orang-orang yang berusia antara 15 – 35 tahun, terutama mereka yang bertubuh lemah, kurang gizi atau yang tinggal satu rumah dan berdesak-desakan bersama penderita TB paru.

Penularan TB paru dapat melalui lingkungan hidup yang sangat padat dan permukiman di wilayah perkotaan kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas peningkatan jumlah kasus TB. Proses terjadinya infeksi biasanya melalui inhalasi, sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis yang paling sering dibanding organ lainnya. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei,


(20)

khususnya yang di dapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil tahan asam (BTA). Pada TB kulit atau jaringan lunak penularan bisa melalui inokulasi langsung. Infeksi yang disebabkan oleh M. Bovis dapat disebabkan oleh susu yang kurang disterilkan dengan baik atau terkontaminasi. Sudah dibuktikan bahwa lingkungan sosial ekonomi yang baik, pengobatan teratur dan pengawasan minum obat ketat berhasil mengurangi angka morbiditas dan mortalitas di Amerika selama tahun 1950 -1960.

2.1.3 Faktor Resiko Tuberkulosis Paru

Di beberapa negara berkembang, 10-15 % dari morbiditas berbagai penyakit anak di bawah umur 6 tahun adalah penyakit tuberkulosis paru. Faktor risiko tertinggi dari tuberkulosis paru adalah :

• Berasal dari negara berkembang

• Anak-anak dibawah umur 5 tahun atau orang tua • Pecandu alkohol atau nerkotik

• Inveksi HIV • Diabetes mellitus

• Penghuni rumah beramai-ramai • Imunosupresi

• Hubungan intim dengan pasien yang mempunyai sputum positive • Kemiskinan dan malnutrisi.

2.1.4 Patogenesis Tuberkulosis Paru

Penularan kuman terjadi melalui udara dan diperlukan hubungan yang intim untuk penularannya. Selain itu jumlah kuman yang terdapat pada saat batuk adalah lebih banyak pada tuberkulosis laring di banding dengan tuberkulosis pada organ lainnya. Tuberkulosis yang mempunyai kaverna dan tuberkulosis yang belum mendapat pengobatan mempunyai angka penularan yang tinggi.


(21)

Berdasarkan penularannya maka TB paru dapat dibagi menjadi 3 bentuk, yakni :

• Tuberkulosis primer

Terdapat pada anak-anak. Setelah tertular 6-8 minggu kemudian mulai dibentuk mekanisme imunitas dalam tubuh, sehingga tes tuberkulin menjadi positif. Di dalam alveoli yang kemasukan kuman terjadi penghancuran (lisis) bakteri yang dilakukan oleh makrofag dan dengan terdapatnya sel langhans, yakni makrofag yang mempunyai inti di perifer, maka mulailah terjadi pembentukan granulasi. Keadaan ini disertai pula dengan fibrosis dan kalsifikasi yang terjadi di lobus bawah paru. Proses infeksi yang terjadi di lobus bawah paru yang disertai dengan pembesaran dari kelenjar limfe yang terdapat di hilus disebut dengan kompleks Ghon yang sebenarnya merupakan permulaan infeksi yang terjadi di alveoli atau di kelenjar limfe hilus. Kuman tuberkulosis akan mengalami penyebaran secara hematogen ke apeks paru yang kaya dengan oksigen dan kemudian berdiam diri (dorman) untuk menunggu reaksi yang lebih lanjut.

• Reaktifasi dari tuberkulosis primer

10 % dari infeksi tuberkulosis primer akan mengalami reaktifasi, terutama setelah dua tahun dari infeksi primer. Reaktifasi ini disebut juga dengan tuberkulosis postprimer. Kuman akan disebarkan melalui hematogen ke bagian segmen apikal posterior. Reaktifasi dapat juga terjadi melalui metastasis hematogen ke berbagai jaringan tubuh.

• Reinfeksi

Infeksi yang baru terjadi setelah infeksi primer adalah jarang terjadi. Mungkin dapat terjadi apabila terdapat penurunan dari imunitas tubuh atau terjadi penularan scara terus-menerus oleh kuman tersebut dalam suaru keluarga.


(22)

2.1.5 Klasifikasi Tuberkulosis Paru

Ada banyak klasifikasi mengenai penyakit ini. Dari sistem lama diketahui beberapa klasifikasi seperti :

• Pembagian secara patologis

- Tuberkulosis primer (childhood tuberculosis) - Tuberkulosis post-primer (adult tuberculosis)

• Pembagian secaraaktivitas radiologis Tuberkulosis paru (Koch pulmonum) aktif, non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh).

• Pembagian secara radiologis (luas lesi).

- Minimal tuberculosis. Terdapat sebagian kecil infiltrat nonkavitas pada satu paru maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru. - Moderately advanced tuberculosis. Ada kavitas dengan diameter tidak lebih

dari 4 cm. Jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari sepertiga bagian satu paru.

- Far advanced tuberculosis. Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada moderately advanced tuberculosis.

Pada tahun 1974 American Thoracic Society memberi klasifikasi baru yang diambil berdasarkan aspek kesehatan masyarakat.

• Kategori 0 : tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negatif, tes tuberkulin negatif.

• Kategori 1 : terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbuksi ada infeksi. Di sini riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif.

• Kategori 2 : terinfeksi tuberkulosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberkulin positif, radiologis dan sputum negatif.


(23)

WHO 1991 berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori :

1. Kategori 1 ditujukkan terhadap : - Kasus baru dengan sputum positif - Kasus baru dengan bentuk TB berat 2. Kategori 2 ditujukan terhadap :

- Kasus kambuh

- Kasus gagal dengan sputum BTA positif 3. Kategori 3 ditujukan terhadap :

- Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas - Kasus TB ekstra paru selain dari yang di sebut dalam kategori 1 4. Kategori 4 ditujukan terhadap : TB kronik (Sudoyo, 2006)

Penyakit Tuberkulosis paru dapat disembuhkan. Namun karena kekurangpekaan si penderita dan kurangnya informasi berkaitan cara pencegahan dan pengobatan tb paru, kematian pun tak jarang terjadi. Oleh karena itu dibutuhkan tindakan dini untuk mencegah dan mengobati penyakit TB paru.

Bakteri yang menyebabkan tuberkulosis:

1. Mycobacterium tuberculosis 2. Mycrobacterium bovis 3. Mycrobacterium africanum 4. Mycrobacterium canetti 5. Mycrobacterium microti

2.1.6 Gejala Klinis Tuberkulosis Paru

Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah banyak pasien yang ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah :


(24)

Demam. Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-41C. Serangan demmam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi dapat timbul kembali. Begitulah seharusnya hilang-timbulnya demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.

Batuk/Batuk Darah. Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradang bermula. Sifat untuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa bentuk batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang terpecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.

Sesak Nafas. Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.

Nyeri Dada. Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik / melepaskan nafasnya.

Malaise. Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dan lain-lain. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.


(25)

2.1.7 Diagnosis Tuberkulosis Paru

Batuk yang lebih dari 2 minggu setelah dicurigai berkontak dengan pasien tuberkulosis dapat di duga sebagai tuberkulosis. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis tuberkulosis adalah:

• Radiologi

- Infiltrat atau nodular, terutama pada lapangan atas paru - Kavitas

- Kalsifikasi - Efek Ghon - Atelektasis - Miliar

- Tuberkulom (bayangan seperti coin lesion) • Mikrobiologi

Spesimen yang dipakai adalah sputum pada pagi hari, bilasan lambung dan cairan pleura, serta biakan dari cairan dari bronkoskopi. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan atas adanya BTA pada pengecatan. Tes resistensi dikerjakan sebagai bahan pertimbangan dalam penanganan tuberkulosis. Pada anak-anak dapat dilakukan pemeriksaan dari cairan lambung. Cairan pleura, cairan bilasan bronkoskopi, serebrospinal, urin, dan cairan sendi dapat digunakan sebagai bahan untuk pemeriksaan. Bila pasien tidak dapat mengeluarkan sputum maka dapat diberikan aerosol, terutama larutan garam, yakni dengan cara aerasi. Pada prinsipnya diperlukan waktu selama 3-8 minggu untuk menumbuhkan kuman tuberkulosis pada pembiakan dan waktu lebih lama untuk menilai tes resistensi.

• Tes tuberkulosis

Tes mantoux diberikan dengan penyuntikan 0,1 cc PPD secara intradermal. Kemudian diameter indurasi yang timbul di baca 48-72 jam setelah tes. Dikatakan positif jika diameter indurasi lebih besar dari 10 mm.


(26)

Tes Heaf dipakai secara luas untuk survei. Satu tetes dari 100.000 IU tuberkulin/ cc melalui 6 jarum dipungsikan ke kulit. Hasilnya di baca setelah 3-7 hari maka di dapat gradasi tes sebagai berikut.

- Gradasi 1 : 1-6 indurasi papula yang halus

- Gradasi 2 : adanya cincin indurasi yang di bentuk oleh sekelompok papula - Gradasi 3 : indurasi dengan diameter 5-10 mm

- Gradasi 4 : indurasi dengan lebar lebih dari 10 mm • Biopsi jaringan

Terdapat gambaran perkejuan dengan sel langhans bukanlah merupakan suatu diagnosis dari tuberkulosis oleh karena dasar dari diagnosis yang positif adalah ditemukannya kuman Mycobacterium tuberculosis .

• Bronkoskopi

Bilasan transbronkial dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa tuberkulosis, baik melalui pemeriksaan langsung maupun melalui biakan. Hasil dari biopsi pleura dapat memperlihatkan suatu gambaran tuberkulosis dan dapat digunakan untuk bahan pemeriksaan BTA (basil tahan asam).

2.1.8 Pengobatan Tuberkulosis Paru

Pada tahun 1994 CDC dan ATS mempublikasikan petunjuk baru untuk pengobatan penyakit dan infeksi TB, yaitu :

1) Regimen obat 6 bulan yang terdiri dari isoniazid (hidrazida asam isonikotinat [INH]), rifampisin, dan pirazinamid diberikan selama 2 bulan, kemudian diikuti dengan INH dan rifampisin selama 4 bulan adalah regimen yang direkomendasikan untuk terapi awal TB pada pasien yang organismenya sensitif terhadap pengobatan. Etambutol (atau streptomisin pada anak yang terlalu muda harus diawasi ketajaman matanya) seharusnya termasuk dalam regimen awal hingga terdapat hasil studi kerentanan obat, paling tidak sedikit kemungkinan terdapat resistensi obat (yaitu kurang dari 4 % rwsistensi primer terhadap INH dalam masyarakat; pasien belum pernah mendapat pengobatan dengan obat anti TB, tidak berasal dari negara dengan prevalensi tinggi resistensi obat, dan diketahui belum pernah terpajan dengan kasus resisten


(27)

obat). Empat obat ini, berupa regimen 6 bulan adalah efektif bila organisme yang menginfeksi tersebut resisten terhadap INH. Pengobatan TB mungkin memerlukan perubahan untuk orang yang sedang mengonsumsi penghambat protease HIV. Bila dimungkinkan, kasus HIV yang berkaitan dengan TB seharusnya dikonsultasikan dengan seorang yang ahli dalam menangani TB dan penyakit HIV.(CDC,2000a).

2) INH dan rifampisin regimen 9 bulan sensitif terhadap orang yang tidak boleh atau tidak bisa mengonsumsi pirazinamid. Etambutol (atau streptomisin pada anak terlalu muda harus diawasi ketajaman penglihatannya) seharusnya termasuk dalam regimen awal hingga terdapat hasil studi kerentanan obat, paling tidak sedikit kemungkinan terdapat resistensi obat. Bila resistensi INH telah terlihat, rifampisin dan etambutol harus diminum secara terus-menerus minimal selama 12 bulan.

3) Mengobati semua pasien dengan DOT adalah rekomendasi utama.

4) TB resisten banyak obat (MDR TB) yang resisten terhadap INH dan rifampisin sulit untuk diobati. Pengobatan harus berdasarkan pada riwayat pengobatan dan hasil studi kerentanan. Dokter yang belum terbiasa dengan pengobatan MDR TB harus bertanya pada konsultan yang ahli.

5) Anak-anak harus diberikan regimen yang sama dengan orang dewasa, dengan dosis obat yang disesuaikan.

6) INH dan rifampisin regimen 4 bulan lebih cocok ditambah dengan piazinamid untuk 2 bulan pertama, regimen ini direkomendasikan untuk orang dewasa dengan TB aktif dan untuk orang dengan pulasan dan biakan negatif bila terdapat sedikit kemungkinan resistensi obat.

Faktor penting untuk keberhasilan pengobatan adalah ketaatan pasien meminum regimen obat. DOT adalah satu cara untuk memastikan bahwa pasien taat melanjankan pengobatan. Dengan DOT, pekerja parawat kesehatan atau seeorang yang ditunjuk, mengawasi pasien menelan masing-masing dosis pengobatan TB. Langkah-langkah seperti DOT dipilih untuk meningkatkan ketaatan dan memastikan bahwa pasien meminum obat yang dianjurkan.


(28)

Respons terhadap pengobatan anti TB pada pasien dengan biakan sputum yang positif dinilai dengan mengulang pemeriksaan sputum. Sediaan biakan harus diambil setiap bulan sampai hasil biakan negatif. Pasien yang hasil biakan sputumnya negatif setelah 2 bulan pengobatan harus dilakukan sedikitnya satu kali lagi apusan dan biakan sputum diakhiri regimen terapi obat. Sputum pasien dengan MDR TB harus dibiak setiap bulan sepanjang pengobatan. Radiografi dada pada saat akhir terapi merupakan dasar untuk perbandingan foto dada di masa depan. Namun, pasien dengan sputum negatf sebelum pengobatan seharusnya menjalani radiografi dada dan pemeriksaan klinis. Jarak untuk prosedur tersebut bergantung pada keadaan klinis dan diagnosis banding.

Tindak lanjut rutin setelah terapi tidak diperlukan pada pasien yang respons bakteriologisnya adekuat setelah 6 hingga 9 bulan terapi dengan INH dan rifampisin. Pasien yang organismenya ternyata sensitif terhadap pemberian obat seharusnya memberikan laporan berbagi gejala TB seperti batuk yang berkepanjangan, demam, atau penurunan berat badan. Pada pasien dengan organisme TB yang resisten terhadap INH atau rifampisin atau keduanya, diperlukan tindak lanjut perorangan.

INH juga dipakai untuk mengobati infeksi laten TB (LTBI) dengan dosis 300 mg/hari untuk dewasa, paling balik selama 9 bulan. Bukti terbaru mengindikasikan bahwa 6 bulan pengobatan LTBI memberikan perlindungan kuat dalam melawan keganasan infeksi TB (LTBI) menjadi penyakit TB. Seseorang dengan infeksi HIV dan anak-anak harus selalu mendapatkan 9 bulan pengobatan. Paling penting bahwa kemungkinan awal adalah mencegah penyakit TB sebelum pengobatan untuk LTBI (CDC 2000a, 2000c).

Semua orang dewasa tes kulit TB yang positif adalah calon-calon untuk mendapatkan pengobatan LTBI.

Obat-obatan yang digunakan dalam pengobatan tuberkulosis memiliki efek samping seperti :


(29)

A. Isoniazid (INH)

Insiden dan beratnya efek samping dari INH berkaitan dengan dosis dan lamanya pemberian.

• Reaksi alergi

Demam, kulit kemerahan, dan hepatitis sering terjadi.

• Toksisitas langsung: efek toksis yang paling sering (10-20 %) terjadi pada sistem saraf perifer dan pusat. Hal tersebut disokong dengan adanya defisiensi piridoksin, mungkin merupakan hasil kompetisi INH dengan piridoksal fosfat terhadap enzim apotriptofanase. Reaksi-reaksi toksik ini termasuk neuritis perifer, insomnia, lesu, sentak otot, retensi urin, dan bahkan konvulsi serta episode psikotik. Kebanyakan dari komplikasi ini dapat dicegah dengan pemberian piridoksin, dan kecelakaan akibat takar lajak INH dapat diobati dengan piridoksin dalam jumlah yang setara dengan INH yang di makan.

INH berkaitan dengan hepatotoksisitas. Uji fungsi hati abnormal, penyakit kuning, dan nekrosis multilobular telah diketahui. Pada kelompok besar, lebih kurang 1% individu menderita hepatitis secara klinis dan lebih dari 10% mengalami gangguan abnormal subklinik. Beberapa keadaan fatal telah terjadi. Hepatitis dengan kerusakan hati progresif bergantung pada usia. Hal ini jarang terjadi pada umur dibawah 20 tahun, 1,5 % pada umur antara 30-50 tahun, dan 2,5 % pada orang tua. Resiko hepatitis lebih tinggi pada alkoholik.

Pada defisiensi glukosa -6-fosfat dehidrogenase, INH dapat menyebabkan hemolisis. INH dapat menurunkan metabolisme fenitoin, sehingga meningkatkan kadar fenitoin dalam darah dan toksisitasnya.

B. Rifampin

Rifampin menimbulkan warna orange yang tidak berbahaya pada urin, keringat, air mata, dan lensa mata. Efek samping yang sering terjadi termasuk kulit kemerahan, trombositopenia, nefritis, dan gangguan fungsi hati. Rifampin biasanya menyebabkan proteinuria rantai ringan dan mungkin mengganggu respon antibodi. Bila obat ini diberikan kurang dari dua kali seminggu, rifampin


(30)

dapat menyebabkan syndrome flu dan anemia. Rifampin menginduksi enzim mikrosomal (misalnya, sitokrom P450). Jadi, obat ini dapat meningkatkan eliminasi antikoagulan dan kontrasepsi. Tambahan lagi, pemberian rifampin dengan ketokonazol, siklosporin, atau kloramfenikol menimbulkan menurunnya kadar serum dari obat tersebut secara bermakna. Rifampin meningkatkan ekskresi metadon dalam urin, menurunkan konsentrasi metadon dalam plasma, dan dapat menimbulkan gejala putus obatdari metadon.

2.1.9 Pencegahan dan Pengendalian Tuberkulosis Paru

Program-program kesehatan masyarakat sengaja dirancang untuk deteksi dini dan pengobatan kasus dan sumber infeksi secara dini. Menurut hukum, semua orang dengan TB tingkat 3 atau tingkat 5 harus dilaporkan ke departemen kesehatan. Penapisan kelompok berisiko tinggi adalah tugaspenting departemen kesehatan lokal. Tujuan mendeteksi dini seseorang dengan infeksi TB adalah untuk mengidentifikasikan siapa saja yang akan memperoleh keuntungan dari terapi pencegahan untuk menghentikan perkembangan TB yang aktif secara klinis. Program pencegahan ini memberikan keuntungan tidak saja untuk seseorang yang telah terinfeksi namun juga untuk masyarakat pada umumnya. Karena itu, penduduk yang sangat berisiko terkena TB harus diidentifikasi dan prioritas untuk menentukan program terapi obat harus menjelaskan risiko versus manfaat terapi.

Eradikasi TB meliputi penggabungan kemoterapi yang efektif, identifikasi kontak dan kasus serta tindak lanjut yang tepat, penganganan orang ya ng terpajan pada pasien dengan TB infeksius, dan terapi kemoprofilaktik pada kelompok-kelompok populasi yang berisiko tinggi.

2.2 Mikobakterium Tuberkulosis 2.2.1 Ciri-ciri Khas Organisme

Dalam jaringan, basil tuberkel merupakan batang ramping lurus berukuran kira-kira 0,4 x 3 µ m. Pada pembenihan buatan, terlihat bentuk kokus dan filamen. Basil tuberkel yang sebenarnya ditandai oleh sifat tahan asam misalnya, 95% etil alkohol yang mengandung 3% asam hidroklorida


(31)

(asam-alkohol) dengan cepat akan menghilangkan warna semua bakteri kecuali mikobakteria. Teknik pewarnaan Ziehl-Neelsen dipergunakan untuk identifikasi bakteri tahan asam. Pada dahak atau irisan jaringan diperlihatkan karena memberi fluoresensi kuning- jingga setelah diwarnai dengan zat warna fluorokrom (misalnya auramin, rodamin).

2.2.2 Biakan

Terdapat tiga formulasi umum yang dapat digunakan untuk pembenihan selektif maupun nonselektif.

2.2.1.1 Pembenihan agar semisintetik

Pembenihan ini (misalnya Middlebrook 7H10 dan 7H11) mengandung garam tertentu, vitamin, kofaktor, asam oleat, albumin, katalase, gliserol, dan malasit hijau; pembenihan 7H11 mengandung juga hidrosilat kasein. Pembenihan agar semisintetik digunakan untuk pemantauan morfologi koloni, untuk uji kepekaan, dan dengan penambahan antibiotik, sebagai pembenihan yang selektif.

2.2.1.2 Pembenihan telur tebal

Pembenihan ini (misalnya Lowenstein-Jensen) mengandung garam tertentu, gliserol, dan substansi organik kompleks (misalnya telur segar atau kuning telur, tepung kentang dan bahan-bahan lain dalam bentuk kombinasi). Malasit hijau dimasukkan untuk menghambat bakteri lain. Inokula kecil dalam bahan yang berasal dari pasien akan tumbuh pada pembenihan ini dalam waktu 3-6 minggu. Dengan penambahan antibiotik, perbenihan ini digunakan sebagai perbenihan selektif.

2.2.1.3 Pembenihan kaldu

Misalnya middlebrook 7H9 dan 7H12 mendukung proliferasi inokula kecil. Biasanya, mikobakteria tumbuh dalam bentuk kelompok atau


(32)

sebagai sekelompok massa, akibat ciri khas hidrofobik permukaan selnya. Jika ditambahkan tweens (ester dalam lemak yang dapat larut dalam air), ini akan membasahkan permukaan, dan karena itu memudahkan penguraian pertumbuhan dalam pembenihan cair.

2.3Sifat-sifat Pertumbuhan

Mikobakteria adalah aerob obligat dan mendapat energi dari oksidasi berbagai senyawa karbon sederhana. Kenaikan tekanan CO2 meningkatkan pertumbuhan. Aktivitas biokimianya tidak khas, dan laju pertumbuhannya lebih lambat daripada kebanyakan bakteri lain. Waktu penggandaan basil tuberkel adalah sekitar 18 jam. Bentuk saprofit cenderumg tumbuh lebih cepat., berkembang biak lebih baik pada suhu 22-23˚C, menghasilkan lebih banyak pigmen, dan kurang tahan-asam daripada bentuk yang patogen.


(33)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN dan DEFENISI OPERASIONAL

3.1Kerangka Konsep

Penelitian ini memberikan gambaran pengetahuan responden Tuberkulosis di RSUP.H.Adam Malik Medan tentang penyakit tuberkulosis dan pengobatan tuberkulosis.

Karakteristik Responden

Pengetahuan Responden

Tentang Penyakit Penyakit TBC

Pengetahuan Responden Tentang Pengobatan

3.2Definisi Operasional

3.2.1 Karakteristik Responden

Karakteristik responden adalah mencakup usia responden, tingkat pendidikan responden, pekerjaan responden, penghasilan perbulan responden dan sumber informasi yang paling berkesan bagi responden mengenai penyakit TBC. Cara ukurnya adalah wawancara, sedangkan alat ukur yang digunakan berupa kuesioner (terlampir).

3.2.2 Responden

Penderita tuberkulosis adalah penderita yang tercatat berobat tuberkulosis di RSUP.H. Adam Malik Medan.


(34)

3.2.3 Pengetahuan Responden

Pengetahuan penderita tuberkulosis adalah tingkat pengetahuan penderita tuberkulosis di RSUP.H. Adam Malik Medan. Cara ukurnya adalah wawancara, sedangkan alat ukur yang digunakan berupa kuesioner (terlampir), yaitu dari nomor satu sampai sepuluh merupakan pertanyaan tentang penyakit tuberkulosis sedangkan dari nomor sebelas sampai dua puluh merupakan pertanyaan tentang pengobatan tuberkulosis. Bila jawaban responden benar akan diberi nilai 1, jika jawaban salah diberi nilai 0. Maka penilaian terhadap reaponden adalah sebagai berikut :

1. Baik : Skor 16-20 2. Sedang : Skor 10-15 3. Kurang : Skor ≤ 9

Tabel 3.2.3.1 Skor Pertanyaan pada Angket Pengetahuan No. Skor

1. A=1 B=1 C=0

2. A=1 B=0 C=1

3. A=1 B=1 C=0

4. A=1 B=1 C=0

5. A=1 B=0 C=0

6. A=1 B=0 C=0

7. A=0 B=1 C=0

8. A=1 B=0 C=0

9. A=1 B=0 C=0

10.A=1 B=0 C=0

11.A=0 B=0 C=1

12.A=1 B=0 C=0

13.A=1 B=0 C=0

14.A=1 B=0 C=0

15.A=0 B=0 C=1

16.A=1 B=0 C=0

17.A=1 B=0 C=0

18.A=0 B=1 C=0

19.A=0 B=0 C=1


(35)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif yang bertujuan mengetahui pengetahuan responden tuberkulosis terhadap penyakit tuberkulosis dan pengobatan tuberkulosis.

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat dilakukannya penelitian ini adalah di RSUP.H. Adam Malik Medan karena RSUP.H. Adam Malik Medan merupakan rumah sakit tipe A rujukan di Sumatera Utara. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada Oktober sampai November tahun 2010.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi target pada penelitian ini adalah penderita tuberkulosis di RSUP.H. Adam Malik Medan.

4.3.2. Sampel Penelitian

Menurut Wahyuni, 2007 besarnya sampel yang akan diambil dari populasi didalam penelitian ini, diperkirakan dari hasil laporan penderita tuberkulosis di RSUP. H. Adam Malik Medan terdapat 2-5 kasus baru setiap harinya, sehingga apabila dikalikan dengan waktu pelaksanaan penelitian,maka dengan perkiraan tersebut sampel penelitian dapat ditentukan dengan menggunakan rumus yaitu:

N.Z²1-α/2 p.(1-p) n =


(36)

Keterangan

n : Besar sampel minimum

Z1-α/2 : Nilai distribusi normal baku pada α tertentu (1.96) p : Harga proporsi di populasi (0.5)

d : Kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir (10%) N : Jumlah di populasi (120)

Dari rumus diatas maka dapat diperoleh hasil pengukuran sampelnya yaitu 53,6 kemudian selanjutnya digenapkan menjadi 54. Jadi besar sampel dalam penelitian ini adalah 54 orang.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dilakukan setelah mendapat rekomendasi izin pelaksanaan penelitian dari Institusi Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Setelah mendapat izin dari RSUP.H. Adam Malik Medan, peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian. Peneliti menjelaskan kepada calon responden tentang maksud, tujuan dan prosedur penelitian selama lima menit. Bagi calon responden yang bersedia menjadi responden diminta menandatangani informed concent. Responden diminta untuk menjawab pertanyaan peneliti dengan mengisi sendiri kuesioner yang telah diberikan oleh peneliti selama 15 menit dan peneliti menunggu responden pada waktu menjawab kuesioner. Setelah waktu yang ditentukan habis maka peneliti mengambil kembali kuesioner tersebut. Kemudian peneliti akan mengumpulkan kuesioner untuk dilakukan analisa data.

1.5.Metode analisis data

Semua data yang terkumpul diolah dan disusun dalam bentuk tabel. Data yang di peroleh dianalisis secara statistik dengan bantuan program SPSS (Statistical Product and Service Solutions) versi 17.


(37)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian

Pada bab ini diuraikan tentang hasil penelitian mengenai gambaran pengetahuan penderita tuberkulosis tentang penyakit dan pengobatan tuberkulosis di RSUP. H. Adam Malik Medan. Pengumpulan data dilakukan melalui proses penyebaran kuesioner yang telah dilakukan selama empat puluh lima hari dengan jumlah responden sebanyak 54 orang. Penyajian analisa data dalam penelitian ini diuraikan berdasarkan atas data demografi dan karakteristik responden dan data pengetahuan penderita tentang penyakit dan pengobatan tuberkulosis.

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

R.S.umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) kota Medan provinsi Sumatera Utara yang berlokasi di Jalan Bungoi Lau No. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit pemerintah dengan kategori kelas A. Dengan predikat rumah sakit kelas A, RSUP Haji Adam Malik Medan telah memiliki fasilitas kesehatan yang memenuhi standard dan tenaga kesehatan yang kompeten. Selain itu, RSUP Haji Adam Malik Medan juga merupakan rumah sakit rujukan meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau. Sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi. Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI No.502/Menkes/IX/1991 tanggal 6 September 1991, RSUP Haji Adam Malik Medan ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa kedoktera USU.

Lokasi penelitian di SMF. Paru RSUP. H. Adam Malik yang berada di lantai dua gedung B. SMF paru terbagi atas tiga bagian yaitu bagian asma dan PPOK, bagian onkologi, dan bagian infeksi. Berhubungan dengan penelitian peneliti tentang tuberkulosis, maka peneliti melakukan penyebaran kuesioner di SMF. Paru bagian infeksi.


(38)

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden

Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah penderita tuberkulosis di SMF. Paru RSUP. H. Adam Malik Medan , yaitu sebanyak 54 orang responden. Total responden adalah sebanyak 54 orang. Dari keseluruhan responden yang ada, diperoleh gambaran mengenai karakteristiknya meliputi : usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan perbulan, dan sumber informasi yang paling berkesan mengenai penyakit tuberkulosis. Data lengkap bila mengenai karakteristik responden tersebut dapat dilihat pada tabel-tabel yang ada di bawah ini.

Pada penelitian ini jumlah jenis kelamin laki-laki dan perempuan tidak di batasi. Karena dalam penelitian ini peneliti hanya ingin melihat gambaran pengetahuan responden tentang penyakit dan pengobatan tuberkulosis, peneliti tidak membandingkan pengetahuan responden berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 5.1. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Usia Penderita f(frekuensi) %

16-25 18 45

26-35 6 15

36-45 4 10

46-55 9 22,5

56-65 3 7,5

Jumlah 40 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa responden tuberkulosis terkena penyakit tuberkulosis pada usia yang bervariasi, yaitu 16-25 tahun (45,0%), 26-35 tahun (15,0%), 36-45 tahun (10,0%), 46-55 tahun (22,5%), dan 56-65tahun (7,5%).


(39)

Tabel 5.2. Distribusi Karakteristik Responden berdasarkan tingkat pendidikan

Tingkat Pendidikan f(frekuensi) %

Tidak Bersekolah - -

SD 6 15,0

SMP 7 17,5

SMA 22 55,0

Perguruan Tinggi 5 12,5

Jumlah 40 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang terkena penyakit tuberkulosis berdasarkan jenjang pendidikan dapat sangat bervariasi, yaitu, SD (15,0%), SMP (17,5%), SMA (55,0%) dan Perguruan Tinggi (12,5%) . Dari hasil tersebut persentase terbesar responden terkena penyakit tuberkulosis berdasarkan tingkat pendidikan adalah pada saat pendidikan SMA dan persentase terkecil adalah pada saat pendidikan Tidak Bersekolah.

Tabel 5.3. Distribusi Karakteristik Responden berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan f(frekuensi) %

Bekerja 17 42,5

Tidak Bekerja 23 57,5

Jumlah 40 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang terkena penyakit tuberkulosis berdasarkan pekerjaan, yaitu, Bekerja (42,5%), dan Tidak Bekerja (57,5%). Dari hasil tersebut persentase lebih besar responden terkena penyakit tuberkulosis berdasarkan pekerjaan adalah pada responden yang Tidak Bekerja dan persentase lebih kecil adalah pada responden yang Bekerja.


(40)

Tabel 5.4. Distribusi Karakteristik Responden berdasarkan Penghasilan Perbulan

Penghasilan f(frekuensi) %

Lebih dari Rp. 780.000,- 12 30,0

Kurang dari Rp. 780.000,- 28 70,0

Jumlah 40 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang terkena penyakit tuberkulosis berdasarkan penghasilan perbulan, yaitu Lebih dari Rp. 780.000,- (30,0%), dan Kurang Rp. 780.000,- (70,0%). Dari hasil tersebut persentase lebih besar responden terkena penyakit tuberkulosis berdasarkan penghasilan perbulan adalah pada responden yang penghasilan perbulannya kurang dari Rp. 780.000,- dan persentase lebih kecil adalah pada responden yang peghasilan perbulannya lebih dari Rp. 780.000,- .

Tabel 5.5. Distribusi Karakteristik Responden berdasarkan Sumber Informasi yang Paling Berkesan mengenai Penyakit TBC

Sumber informasi f(frekuensi) %

Petugas kesehatan 33 82,5

Media Cetak 3 7,5

Media Elektronik 1 2,5

Keluarga 1 2,5

Tetangga 2 5,0

Jumlah 40 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang terkena penyakit tuberkulosis berdasarkan sumber informasi yang paling berkesan mengenai penyakit TB paru, yaitu dari Petugas Kesehatan (82,5%), dari media Cetak (7,5%), dari Media Elektronik (2,5%), dari Keluarga (2,5%), dan dari Tetangga (5,0%). Dari hasil tersebut persentase terbesar responden terkena penyakit tuberkulosis berdasarkan sumber informasi yang paling berkesan mengenai penyakit TB paru adalah dari sumber Petugas Kesehatan dan persentase terkecil adalah dari sumber Media Elektronik dan Keluarga.


(41)

Pada penelitian ini, dalam lembar angket penelitian terdapat 10 pertanyaan mengenai pengetahuan tentang penyakit tuberkulosis. Pertanyaan-pertanyaan yang ada didalam angket tersebut telah di uji validitas dan reliabilitasnya. Sehingga pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat mewakili pengetahuan responden tentang penyakit tuberkulosis. Data lengkap distribusi frekuensi jawaban angket responden pada variabel pengetahuan mengenai penyakit dapat dilihat pada tabel 5.6. di bawah ini.

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden pada Variabel Pengetahuan tentang Penyakit Tuberkulosis

Jawaban Penderita

No Pertanyaan Benar Salah


(42)

1 Keadaan yang disebabkan TB paru

38 95 2 5

2 Batuk pada TB paru 36 90 4 10

3 Gejala TB paru 40 100 0 0

4 Gejala TB paru pada malam hari

39 97,5 1 2,5

5 Perubahan berat badan pada TB paru

40 100 0 0

6 Penularan TB paru 34 85 6 15

7 Nafsu makan pada TB paru

37 92,5 3 7,5

8 Yang terkena penyakit TB paru

37 92,5 3 7,5

9 Penyembuhan penyakit TB paru

38 95 2 5

10 Faktor resiko penyakit TB paru

36 90 4 10

Berdasarkan tabel di atas pada pertanyaan-pertanyaan yang paling banyak dijawab dengan benar yaitu pertanyaan pada nomor 1, 3, 4, 5 dan 9 yaitu sebesar95%, 100%, 97,5%, 100%, dan 95%. Sedangkan pertanyaan yang paling banyak dijawab dengan salah adalah pertanyaan nomor 6 yaitu sebesar 15%. Sehingga diketahui bahwa masih banyak responden yang masih belum mengetahui dengan pasti mengenai penularan penyakit TB paru.

5.1.4 Pengetahuan Responden tentang Pengobatan Tuberkulosis

Pada penelitian ini, dalam lembar angket penelitian terdapat 10 pertanyaan mengenai pengobatan. Pertanyaan-pertanyaan yang ada didalam angket tersebut telah di uji validitas dan reliabilitasnya. Sehingga pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat mewakili pengetahuan penderita mengenai pengobatan tuberkulosis . Data lengkap distribusi frekuensi jawaban angket responden pada variabel pengetahuan mengenai pengobatan dapat dilihat pada tabel 5.7.

Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden tentang Pengobatan Tuberkulosis


(43)

Jawaban Penderita

No Pertanyaan Benar Salah

F % F %

1 Penyelesaian

pengobatan TB paru

40 100 0 0

2 Efek samping obat TB paru

21 52,5 19 47, 5 3 Waktu minum obat TB

paru

39 97,5 1 2,5

4 Kegunaan obat TB paru 39 97,5 1 2,5

5 Penghentian

pengobatan TB paru

37 92,5 3 7,5

6 Aturan penggunaan obat TB paru

33 82,5 7 17,

5 7 Pentingnya obat TB

paru

40 100 0 0

8 Perolehan obat TB paru 39 97,5 1 2,5 9 Manfaat obat TB paru 39 97,5 1 2,5 10 Keluhan semakin berat

setelah minum obat TB paru

39 97,5 1 2,5

Dari tabel di atas terlihat bahwa pertanyaan yang paling banyak dijawab dengan benar adalah pada pertanyaan nomor 1 dan 7 yaitu sebesar 100%. Petanyaan yang paling banyak dijawab dengan salah adalah pertanyaan nomor 2 dan 6 yaitu sebesar 47,5% dan 17,5%. Sehingga diketahui bahwa masih banyak responden yang masih belum mengetahui dengan pasti mengenai efek samping obat dan aturan penggunaan obat TB paru. Penilaian pengetahuan dalam penelitian ini dibedakan menjadi 3 yaitu baik, sedang, dan kurang. Seorang responden akan dikatakan pengetahuan baik bila menjawab 16-20 pertanyaan dengan benar sedangkan seorang responden dikatakan memiliki pengetahuan sedang bila menjawab 10-15 pertanyaan dengan benar dan dikatakan berpengetahuan kurang bila hanya menjawab lebih kecil sama dengan 9 dari pertanyaan dengan benar. Berdasarkan hasil uji tersebut maka pengetahuan responden mengenai penyakit dan pengobatan tuberkulosis di RSUP. H. Adam Malik dapat dikategorikan pada tabel 5.8.


(44)

Tabel 5.8. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Pengetahuan tentang Penyakit dan Pengobatan

Pengetahuan F %

Baik 17 92,5

Sedang 3 7,5

Kurang 0 0

Dari tabel 5.8. dapat dilihat bahwa pengetahuan yang dikategorikan baik memiliki persentase yang paling besar yaitu 92,5% sedangkan pengetahuan dengan kategori sedang sebesar 7,5% dan kategori kurang tidak ada

5.2. Pembahasan

Dari hasil penelitian diperoleh sebanyak 38 responden (95%) telah memiliki pengetahuan yang baik bahwa penyakit TB paru adalah penyakit yang dapat menyebabkan kematian dan kerusakan pada paru, sehingga responden dapat mematuhi pengobatannya dalam mencegah kerusakan pada paru bahkan kematian. Disamping itu sebanyak 36 responden (90%) memiliki pengetahuan bahwa batuk pada TB paru berupa batuk berdahak bahkan pada kondisi yang berat dapat menimbulkan batuk berdarah. Sedangkan 40 responden (100%) memiliki pengetahuan bahwa penyakit TB paru memiliki gejala nyeri dada dan sesak nafas.

Sebanyak 39 responden (97,5%) memiliki pengetahuan bahwa responden TB paru berkeringat pada malam hari dan sebanyak 40 responden (100%) memiliki pengetahuan bahwa responden mengalami penurunan berat badan. Kemudian sebanyak 34 responden (85%) memiliki pengetahuan bahwa penyakit TB paru dapat tertular melalui udara. Sebanyak 37 responden (92,5%) memiliki pengetahuan bahwa responden mengalami penurunan dalam nafsu makan, sebanyak 37 responden (92,5%) memiliki pengetahuan bahwa penyakit TB paru adalah penyakit yang menular, sebanyak 38 responden (95%) memiliki pengetahuan bahwa penyakit TB paru adalah penyakit yang dapat sembuh bila dilakukan pengobatan dengan benar, dan


(45)

sebanyak 36 responden (90%) memiliki pengetahuan bahwa faktor resiko penyakit TB paru adalah terpapar dengan penyakit TBC.

Dalam penelitian juga diketahui pengetahuan responden tentang pengobatan tuberkulosis yaitu sebanyak 40 responden (100%) memiliki pengetahuan bahwa obat TB paru dihentikan setelah 6 bulan, sebanyak 21 responden (52,5%) memiliki pengetahuan bahwa efek samping obat TBC adalah kencing berwarna merah, sebanyak 39 responden (97,5%) memiliki pengetahuan bahwa obat TB paru harus di minum sesuai petunjuk aturan dokter, sebanyak 39 responden (97,5%) memiliki pengetahuan bahwa obat TB paru dapat menyembuhkan penyakit TB paru dan sebanyak 37 responden (92,5%) memiliki pengetahuan bahwa responden dapat menghentikan pengobatan hanya setelah minum obat selama 6 bulan.

Sebanyak 33 responden (82,5%) memiliki pengetahuan bahwa minum obat harus sesuai aturan yang diberikan, sebanyak 40 responden (100%) memiliki pengetahuan bahwa obat TB paru sangat penting untuk penyembuhan penyakit TB paru, sebanyak 39 responden (97,5%) memiliki pengetahuan bahwa obat TB paru dapat diperoleh di puskesmas atau di apotek sesuai resep dokter, sebanyak 39 responden (97,5%) memiliki pengetahuan bahwa obat TB paru dapat menyembuhkan gejala dan penyakit TB paru dan sebanyak 39 responden (97,5%) memiliki pengetahuan bahwa jika keluhan semakin berat setelah minum obat TB paru maka harus segera mengkonsultasikannya dengan dokter.

Secara keseluruhan diperoleh sebanyak 37 responden (92,5%) yang berpengetahuan baik, 3 responden (7,5%) yang berpengetahuan sedang, dan tidak ada responden yang berpengetahuan kurang. Dari hasil tersebut terlihat bahwa mayoritas pengetahuan penderita tentang penyakit dan pengobatan tuberkulosis di RSUP. H. Adam Malik Medan berada pada tingkat baik.


(46)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan, maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan, yaitu pengetahuan responden tentang penyakit dan pengobatan tuberkulosis di RSUP. H. Adam Malik berada pada kategori sedang, yaitu sebanyak 3 responden (7,5%), sedangkan pada kategori baik sebanyak 37 responden (92,5%) dan pada kategori kurang tidak ditemukan. Besar sampel dalam penelitian ini tidak mencapai target yang diharapkan, disebabkan oleh keterbatasan waktu.

6.2. Saran

Dari hasil penelitian yang didapat, maka muncul beberapa saran dari peneliti, yaitu:


(47)

(1) Memberikan penjelasan kepada responden tentang penyakit tuberkulosis berupa gejala dan penularan penyakit tuberkulosis sehingga responden dapat memahami dengan benar penyakit tuberkulosis.

(2) Memberikan penjelasan kepada responden tentang pengobatan tuberkulosis berupa efek samping, aturan pemakaian, penghentian dan pentingnya pengobatan tuberkulosis sehingga responden dapat memahami dengan benar pengobatan tuberkulosis dan dapat mengaplikasikannya dengan baik dan benar.

b. Masukan kepada responden yang menjalani pengobatan di RSUP. H. Adam Malik Medan, supaya lebih sering dan aktif bertanya tentang penyakit dan pengobatan yang belum dipahami kepada dokter dan mematuhi dan mengaplikasikan dengan baik dan benar pengobatan tuberkulosis.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Y., 2009. Qualitatif Research. Medan: Keperawatan STIKES Deli Husada. Available from: http// gambaran-pengetahuan-pasien-tbparu.html. {Accessed 01 April 2010}.

Dorland, W.A., 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. EGC, Jakarta, 2306. Ebook Keperawatan. 2009. Jakarta:

Guyton &Hall., 2002. Tuberkulosis. Dalam: Buku Ajar Fiiologo Kedokteran. Edisi sebelas. Jakarta: EGC, 556.

Jawetz, Mk & Adelberg. 1996. Mikobakteria. Dalam: Setiawan, Irawati. ed.


(48)

(1) Memberikan penjelasan kepada responden tentang penyakit tuberkulosis berupa gejala dan penularan penyakit tuberkulosis sehingga responden dapat memahami dengan benar penyakit tuberkulosis.

(2) Memberikan penjelasan kepada responden tentang pengobatan tuberkulosis berupa efek samping, aturan pemakaian, penghentian dan pentingnya pengobatan tuberkulosis sehingga responden dapat memahami dengan benar pengobatan tuberkulosis dan dapat mengaplikasikannya dengan baik dan benar.

b. Masukan kepada responden yang menjalani pengobatan di RSUP. H. Adam Malik Medan, supaya lebih sering dan aktif bertanya tentang penyakit dan pengobatan yang belum dipahami kepada dokter dan mematuhi dan mengaplikasikan dengan baik dan benar pengobatan tuberkulosis.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Y., 2009. Qualitatif Research. Medan: Keperawatan STIKES Deli Husada. Available from: http// gambaran-pengetahuan-pasien-tbparu.html. {Accessed 01 April 2010}.

Dorland, W.A., 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. EGC, Jakarta, 2306. Ebook Keperawatan. 2009. Jakarta:

Guyton &Hall., 2002. Tuberkulosis. Dalam: Buku Ajar Fiiologo Kedokteran. Edisi sebelas. Jakarta: EGC, 556.

Jawetz, Mk & Adelberg. 1996. Mikobakteria. Dalam: Setiawan, Irawati. ed.


(49)

Katzung, Bertram G., 1998. Obat-Obat Anti Mikobakterial. Dalam: Agoes, Azwar. Ed. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi Keenam. Jakarta: EGC, 37-741.

Laban, Y, Yohanes. 2006. Jakarta: Tb Indonesia. Available from : Resensi buku. {Accessed 25 April 2010}.

Medicastore. 2006. Qualitatif Research. Bandung: PT. Meprofarm Pharmaceutical

Industries. Available from:

Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. 2007. Jakarta: Tb Indonesia. Available From: {Accessed 25 April 2010}.

Price, S.A.,Wilson, L.M., 2006. Tuberkulosis Paru. Dalam: Hartanto, Huriawati, dkk. ed. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi Keenam. Jakarta: EGC, 852-862.

Sastroasmoro,S.,Ismael, S., Perkiraan Besar Sampel. Dalam: Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi kedua. J

Seminar TBC Resisten. 2007. Qualitatif Research. Jakarta: Pengurus Pusat PPTI. Available from: Sumber PPTI Pusat. {Accessed 01 April 2010}.

Sudoyo, A.W., et al, 2006. Tuberkulosis Paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 998-993.

Wahyuni, A.S., Statistika Kedokteran (Disertai Aplikasi dengan SPSS). Bamboedoea Communication., Jakarta.


(1)

Tabel 5.8. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Pengetahuan tentang Penyakit dan Pengobatan

Pengetahuan F %

Baik 17 92,5

Sedang 3 7,5

Kurang 0 0

Dari tabel 5.8. dapat dilihat bahwa pengetahuan yang dikategorikan baik memiliki persentase yang paling besar yaitu 92,5% sedangkan pengetahuan dengan kategori sedang sebesar 7,5% dan kategori kurang tidak ada

5.2. Pembahasan

Dari hasil penelitian diperoleh sebanyak 38 responden (95%) telah memiliki pengetahuan yang baik bahwa penyakit TB paru adalah penyakit yang dapat menyebabkan kematian dan kerusakan pada paru, sehingga responden dapat mematuhi pengobatannya dalam mencegah kerusakan pada paru bahkan kematian. Disamping itu sebanyak 36 responden (90%) memiliki pengetahuan bahwa batuk pada TB paru berupa batuk berdahak bahkan pada kondisi yang berat dapat menimbulkan batuk berdarah. Sedangkan 40 responden (100%) memiliki pengetahuan bahwa penyakit TB paru memiliki gejala nyeri dada dan sesak nafas.

Sebanyak 39 responden (97,5%) memiliki pengetahuan bahwa responden TB paru berkeringat pada malam hari dan sebanyak 40 responden (100%) memiliki pengetahuan bahwa responden mengalami penurunan berat badan. Kemudian sebanyak 34 responden (85%) memiliki pengetahuan bahwa penyakit TB paru dapat tertular melalui udara. Sebanyak 37 responden (92,5%) memiliki pengetahuan bahwa responden mengalami penurunan dalam nafsu makan, sebanyak 37 responden (92,5%) memiliki pengetahuan bahwa penyakit TB paru adalah penyakit yang menular, sebanyak 38


(2)

sebanyak 36 responden (90%) memiliki pengetahuan bahwa faktor resiko penyakit TB paru adalah terpapar dengan penyakit TBC.

Dalam penelitian juga diketahui pengetahuan responden tentang pengobatan tuberkulosis yaitu sebanyak 40 responden (100%) memiliki pengetahuan bahwa obat TB paru dihentikan setelah 6 bulan, sebanyak 21 responden (52,5%) memiliki pengetahuan bahwa efek samping obat TBC adalah kencing berwarna merah, sebanyak 39 responden (97,5%) memiliki pengetahuan bahwa obat TB paru harus di minum sesuai petunjuk aturan dokter, sebanyak 39 responden (97,5%) memiliki pengetahuan bahwa obat TB paru dapat menyembuhkan penyakit TB paru dan sebanyak 37 responden (92,5%) memiliki pengetahuan bahwa responden dapat menghentikan pengobatan hanya setelah minum obat selama 6 bulan.

Sebanyak 33 responden (82,5%) memiliki pengetahuan bahwa minum obat harus sesuai aturan yang diberikan, sebanyak 40 responden (100%) memiliki pengetahuan bahwa obat TB paru sangat penting untuk penyembuhan penyakit TB paru, sebanyak 39 responden (97,5%) memiliki pengetahuan bahwa obat TB paru dapat diperoleh di puskesmas atau di apotek sesuai resep dokter, sebanyak 39 responden (97,5%) memiliki pengetahuan bahwa obat TB paru dapat menyembuhkan gejala dan penyakit TB paru dan sebanyak 39 responden (97,5%) memiliki pengetahuan bahwa jika keluhan semakin berat setelah minum obat TB paru maka harus segera mengkonsultasikannya dengan dokter.

Secara keseluruhan diperoleh sebanyak 37 responden (92,5%) yang berpengetahuan baik, 3 responden (7,5%) yang berpengetahuan sedang, dan tidak ada responden yang berpengetahuan kurang. Dari hasil tersebut terlihat bahwa mayoritas pengetahuan penderita tentang penyakit dan pengobatan tuberkulosis di RSUP. H. Adam Malik Medan berada pada tingkat baik.


(3)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan, maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan, yaitu pengetahuan responden tentang penyakit dan pengobatan tuberkulosis di RSUP. H. Adam Malik berada pada kategori sedang, yaitu sebanyak 3 responden (7,5%), sedangkan pada kategori baik sebanyak 37 responden (92,5%) dan pada kategori kurang tidak ditemukan. Besar sampel dalam penelitian ini tidak mencapai target yang diharapkan, disebabkan oleh keterbatasan waktu.

6.2. Saran

Dari hasil penelitian yang didapat, maka muncul beberapa saran dari peneliti, yaitu:


(4)

(1) Memberikan penjelasan kepada responden tentang penyakit tuberkulosis berupa gejala dan penularan penyakit tuberkulosis sehingga responden dapat memahami dengan benar penyakit tuberkulosis.

(2) Memberikan penjelasan kepada responden tentang pengobatan tuberkulosis berupa efek samping, aturan pemakaian, penghentian dan pentingnya pengobatan tuberkulosis sehingga responden dapat memahami dengan benar pengobatan tuberkulosis dan dapat mengaplikasikannya dengan baik dan benar.

b. Masukan kepada responden yang menjalani pengobatan di RSUP. H. Adam Malik Medan, supaya lebih sering dan aktif bertanya tentang penyakit dan pengobatan yang belum dipahami kepada dokter dan mematuhi dan mengaplikasikan dengan baik dan benar pengobatan tuberkulosis.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Y., 2009. Qualitatif Research. Medan: Keperawatan STIKES Deli Husada. Available from: http// gambaran-pengetahuan-pasien-tbparu.html. {Accessed 01 April 2010}.

Dorland, W.A., 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. EGC, Jakarta, 2306. Ebook Keperawatan. 2009. Jakarta:

Guyton &Hall., 2002. Tuberkulosis. Dalam: Buku Ajar Fiiologo Kedokteran. Edisi sebelas. Jakarta: EGC, 556.

Jawetz, Mk & Adelberg. 1996. Mikobakteria. Dalam: Setiawan, Irawati. ed. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: EGC, 302-304.


(5)

(1) Memberikan penjelasan kepada responden tentang penyakit tuberkulosis berupa gejala dan penularan penyakit tuberkulosis sehingga responden dapat memahami dengan benar penyakit tuberkulosis.

(2) Memberikan penjelasan kepada responden tentang pengobatan tuberkulosis berupa efek samping, aturan pemakaian, penghentian dan pentingnya pengobatan tuberkulosis sehingga responden dapat memahami dengan benar pengobatan tuberkulosis dan dapat mengaplikasikannya dengan baik dan benar.

b. Masukan kepada responden yang menjalani pengobatan di RSUP. H. Adam Malik Medan, supaya lebih sering dan aktif bertanya tentang penyakit dan pengobatan yang belum dipahami kepada dokter dan mematuhi dan mengaplikasikan dengan baik dan benar pengobatan tuberkulosis.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Y., 2009. Qualitatif Research. Medan: Keperawatan STIKES Deli Husada. Available from: http// gambaran-pengetahuan-pasien-tbparu.html. {Accessed 01 April 2010}.

Dorland, W.A., 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. EGC, Jakarta, 2306. Ebook Keperawatan. 2009. Jakarta:

Guyton &Hall., 2002. Tuberkulosis. Dalam: Buku Ajar Fiiologo Kedokteran. Edisi sebelas. Jakarta: EGC, 556.

Jawetz, Mk & Adelberg. 1996. Mikobakteria. Dalam: Setiawan, Irawati. ed. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: EGC, 302-304.


(6)

Katzung, Bertram G., 1998. Obat-Obat Anti Mikobakterial. Dalam: Agoes, Azwar. Ed. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi Keenam. Jakarta: EGC, 37-741.

Laban, Y, Yohanes. 2006. Jakarta: Tb Indonesia. Available from : Resensi buku. {Accessed 25 April 2010}.

Medicastore. 2006. Qualitatif Research. Bandung: PT. Meprofarm Pharmaceutical

Industries. Available from:

Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. 2007. Jakarta: Tb Indonesia. Available From: {Accessed 25 April 2010}.

Price, S.A.,Wilson, L.M., 2006. Tuberkulosis Paru. Dalam: Hartanto, Huriawati, dkk. ed. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi Keenam. Jakarta: EGC, 852-862.

Sastroasmoro,S.,Ismael, S., Perkiraan Besar Sampel. Dalam: Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi kedua. J

Seminar TBC Resisten. 2007. Qualitatif Research. Jakarta: Pengurus Pusat PPTI. Available from: Sumber PPTI Pusat. {Accessed 01 April 2010}.

Sudoyo, A.W., et al, 2006. Tuberkulosis Paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 998-993.

Wahyuni, A.S., Statistika Kedokteran (Disertai Aplikasi dengan SPSS). Bamboedoea Communication., Jakarta.