PENERAPAN METODE MULTISENSORI DALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN MENYIMAK PADA ANAK TUNARUNGU.

(1)

PENERAPAN METODE MULTISENSORI DALAM

MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN MENYIMAK PADA

ANAK TUNARUNGU

(Penelitian Eksperimen dengan Desain Single Subject Research pada Anak Tunarungu Kelas I SLB B-C YGP Bl. Limbangan)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Departemen Pendidikan Khusus

Oleh : Elis Wartini

1106661

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KHUSUS

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2014


(2)

PENERAPAN METODE MULTISENSORI DALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN MENYIMAK PADA ANAK TUNARUNGU

(Penelitian Eksperimen dengan Desain Single Subject Research pada Anak Tunarungu Kelas I SLB B-C YGP Bl. Limbangan)

Oleh: Elis Wartini

1106661

Sebuah Skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan Departemen Pendidikan Khusus

© Elis Wartini 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto copi, atau cara lainnya tanpa izin dari penulis.


(3)

LEMBAR PENGESAHAN Elis Wartini

1106661

PENERAPAN METODE MULTISENSORI DALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN MENYIMAK PADA ANAK TUNARUNGU

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH :

Pembimbing I

Drs. Endang Rusyani, M. Pd NIP 195705101985031003

Pembimbing II

Dr. Nia Sutisna, M.Si NIP 195701311986031001

Diketahui

Ketua Departemen Pendidikan Khusus Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

UCAPAN TERIMA KASIH... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GRAFIK... ix

DAFTAR GAMBAR... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah... 4

C. Batasan Masalah... 5

D. Rumusan Masalah... 5

E. Tujuan Penelitian... 5

F. Manfaat Penelitian... 6

BAB II LANDASAN TEORI A. Deskripsi Teori... 7

1. Konsep Dasar Metode Multisensori... 7

a. Pengertian Metode Multisensori... 7

b. Penerapan Metode Multisensori... 9

2. Konsep Dasar Bahasa... 12

a. Pengertian Bahasa... 12

b. Keterampilan Berbahasa... 14


(5)

1) Pengertian Menyimak... 14

2) Tujuan Menyimak... 15

3) Tahap-tahap Menyimak... 15

4) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Menyimak.... 17

3. Konsep Dasar Anak Tunarungu... 19

a. Pengertian Anak Tunarungu... 19

b. Klasifikasi Anak Tunarungu... 20

c. Karakteristik Anak Tunarungu... 22

d. Perkembangan Belajar Bahasa Anak Tunarungu... 22

B. Penelitian Yang Relevan... 24

C. Kerangka Berpikir... 25

BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian... 26

1. Definisi Konsep Variabel ... 26

a. Metode Multisensori... 26

b. Keterampilan Menyimak... 26

2. Definisi Oprasional Variabel ... 27

a. Variabel Bebas... 27

b. Variabel Terikat... 28

B. Desain Penelitian... 29

C. Setting Penelitian Dan Karakteristik Subjek Penelitian... 30

1. Setting Penelitian... 30

2. Karakteristik Subjek Penelitian... 31


(6)

1. Persiapan Penelitian... 31

a. Studi Pendahuluan... 31

b. Pengurusan Perijinan... 31

c. Menyusun Instrumen Penelitian... 32

2. Pelaksanaan Penelitian... 32

a. Baseline 1 (A-1)... 32

b. Intervensi (B)... 32

c. Baseline 2 (A-2)... 33

E. Instrumen Penelitian... 33

F. Uji Coba Instrumen... 35

1. Uji Validitas... 35

2. Uji Reliabilitas... 36

G. Teknik Pengumpulan Data... 38

H. Teknik Pengolahan dan Analisis Data... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian... 44

B. Analisis Data... 45

C. Pembahasan... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 63

B. Saran... 63

DAFTAR PUSTAKA... 65 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(7)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

DAFTAR TABEL Tabel

2.1 Klasifikasi Anak Tunarungu Berdasarkan

Kepentingan Pendidikannya... 20 2.2 Klasifikasi Anak Tunarungu Berdasarkan

Ketajaman Pendengarannya... 21 3.1 Kisi-Kisi Instrumen Bahasa Reseptif Menyimak... 34 3.2 Kriteria Penilaian Bahasa Reseptif Menyimak... 34 4.1 Perkembangan Keterampilan Bahasa Reseptif Menyimak 44

4.2 Panjang Kondisi Penelitian (Desain A-B-A)... 46

4.3 Kecenderungan Arah... 48

4.4 Kecenderungan Stabilitas (Trend Stability)

Dalam Kondisi Desain A-B-A... 52

4.5 Jejak Data Dalam Kondisi Desain A-B-A... 52

4.6 Level Stabilitas Dan Rentang (Level Stability And Range) 53

4.7 Perubahan Level (Level Change)... 53

4.8 Rangkuman Hasil Analisis Dalam Kondisi... 54

4.9 Jumlah Variabel Yang Diubah Antar Kondisi... 55

4.10 Perubahan Kecenderungan Arah Dan Efeknya

(Change In Trend Variable And Effect) Antar Kondisi... 55 4.11 Perubahan Kecenderungan Stabilitas


(8)

4.13 Rangkuman Hasil Analisis Antar Kondisi... 59

DAFTAR GRAFIK Grafik

3.1 Grafik Pola Desain A-B-A... 30 4.1 Perkembangan Keterampilan Bahasa Reseptif Menyimak

Kondisi Baseline-1 (A-1), Intervensi, Baseline-2 (A-2)... 45 4.2 Kecenderungan Arah Kondisi Baseline-1 (A-1)

Intervensi (B), Baseline-2 (A-2) ... 47

4.3 Kecenderungan Stabilitas (Trend Stability)

Kondisi Baseline-1 (A-1)... 49 4.4 Kecenderungan Stabilitas (Trend Stability) Kondisi

Intervensi (B)... 50

4.5 Kecenderungan Stabilitas (Trend Stability)

Kondisi Baseline-2 (A-2) ... 51 4.6 Data Overlap Kondisi Baseline-1 (A-1)

Ke Intervensi (B)... 57 4.7 Data Overlap Kondisi Ke Intervensi (B)

Ke Baseline-2 (A-2)... 58 4.8 Rata-Rata Kemampuan Bahasa Reseptif Menyimak... 61


(9)

DAFTAR GAMBAR Gambar

2.1 Perkembangan Bahasa Anak Dengar

Menurut Myklebust... 23 2.3 Perkembangan Bahasa Anak Tunarungu

Menurut Myklebust... 24 3.1 Komponen-Komponen Grafik... 42


(10)

ABSTRAK

PENERAPAN METODE MULTISENSORI DALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN MENYIMAK PADA ANAK TUNARUNGU

(Penelitian Eksperimen dengan Desain Single Subject Research pada Anak Tunarungu Kelas I SLB B-C YGP Bl. Limbangan)

Tunarungu merupakan kelainan secara fisik dimana seseorang tersebut mengalami kelainan dalam pendengarannya, salah satu dampak dari ketunarunguan tersebut adalah anak mengalami hambatan dalam perkembangan bahasa. Bahasa merupakan suatu keterampilan yang terdiri dari keretampilan berbahasa ekpresif (berbicara dan menulis) dan keterampilan berbahasa reseptif (menyimak dan membaca).Awal pemerolehan bahasa adalah melalui menyimak. Menyimak diakui sebagai suatu keahlian komunikasi verbal yang sulit dan unik dibandingkan dengan komunikasi verbal lainnya, karena menyimak tidak sekedar merupakan aktivitas mendengar tetapi merupakan sebuah proses memperoleh berbagai fakta, bukti atau informasi tertentu yang didasarkan pada penilaian dan penetapan sebuah reaksi individual yang memerlukan ketajaman perhatian, konsentrasi, sikap mental yang aktif dan kecerdasan dalam mengasimilasi serta menerapkan setiap gagasan. Pada umumnya pembelajaran menyimak pada anak tunarungu terbatas hanya dengan menggunakan indera penglihatan (visual), yaitu dengan menangkap ucapan orang lain (melalui gerak bibir pembicara), sehingga bila pembicara kurang jelas atau terlalu cepat melafalkannya secara otomatis anak akan kesulitan atau bahkan tidak akan mengerti maksud si pembicara.Oleh karena itu dibutuhkan suatu metode yang dapat lebih membantu anak tunarungu dalam proses pembelajaran menyimak. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan keterampilan menyimak anak tunarungu dengan menerapkan metode multisensori. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka disusunlah rumusan masalah sebagai berikut: “apakah penerapan metode multisensori dapat mengembangkan keterampilan menyimak pada anak tunarungu kelas1”?. Untuk menjawab rumusan masalah tersebut maka penulis melaksanakan penelitian di SLB B-C YGP BL. Limbangan Garut dengan subjek penelitian adalah seorang siswa kelas 1 SDLB. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen melalui pendekatan Single Subject Research dengan desain A-B-A. Hasil penelitian pada subjek “SL” menunjukkan adanya peningkatan persentase keterampilan menyimak setelah diberikan intervensi. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari hasil mean levelpada

baseline-1 (A-1) diperoleh persentase 0%, pada fase intervensi (B)menjadi 56,25%, dan 90% pada baseline-2 (A-2).Oleh sebab itu, peneliti merekomendasikan penerapan metode multisensori dalam proses pembelajaran pengembanganketerampilan menyimak pada anak tunarungu, karena dengan memanfaatkan seluruh kemampuan indera yang dimiliki anak, anak mendapatkan pengalaman yang lebih mendalam sehingga tujuan peneliti dapat tercapai.


(11)

Kata kunci : Metode multisensori, keterampian menyimak, anak tunarungu. ABSTRACT

APPLICATION METHODINDEVELOPINGMULTISENSORYLISTENING SKILLSDEAFCHILDREN

(Research ExperimentswithSingleSubjectDesignResearchin Childrenwith Hearing ImpairmentsSLBBCClass IYGPBl. Limbangan)

Hearing impairmentis aphysicaldisorderin whicha personis experiencingabnormalitiesin thehearing, one of the effectsof hearing-impairedchildrenareexperiencingbarriersin language development. Language isaskillthat consistsofkeretampilanexpressivelanguage(speaking andwriting) andreceptivelanguage skills(listening andreading). Earlylanguage

acquisitionisthroughlistening. Listeningis

recognizedasadifficultverbalcommunicationskillsanduniquecompared

tootherverbalcommunication, becauselisteningis anactivitynotjusthearbut it isaprocessto obtainthe facts, evidenceorspecificinformationbased on theassessmentand determination ofanindividualreactionthat requiresalertness,

concentration, mental

attitudeandintelligenceactiveinassimilatingandapplyinganyideas. In general,learningto listento thedeaf childis limitedonlybyusingthe sense of sight(visual), ieby capturing thespeechof others (through the speaker'slipmovements), so that whenthe speakeris lessobviousortooquicklyrecitedautomaticallybedifficultorevenchildrenwill

notunderstand the meaning ofspeaker.Thereforewe need amethodthatcanbetter helpchildren with hearing impairmentin the learning processof listening.This researchaimstodeveloplistening skillsof deafchildrenby applyingmultisensorymethod. Based on these problems, then draftedformulation of the problemas follows: "whether the application of multisensorymethodcandeveloplistening skillsindeaf childrengrade1"?.To answertheproblem formulation, the authors carry outresearchinSLBBCYGP BL. LimbanganGaruttheresearch subjectisa student in grade1SLB. This studyused an experimental methodthrough theSingleSubjectResearchapproachto the design ofthe ABA. The resultsof researchon the subject"SL" indicates an increase inthe percentage oflistening skillsafter being givenintervention. This increasecan be seenfromthe results ofthe meanlevelsatbaseline-1 (A-1) obtainedthe percentage of0%, in theinterventionphase(B) to 56.25%, and90% atbaseline-2 (A-2). Therefore, theresearchersrecommendthe application ofmultisensorymethodin learninglistening skilldevelopmentinchildren with hearing impairment, dueto


(12)

theability toutilize allthe sensesof the children, childrengaina deeperexperienceso thatresearchers canachievethe goal.

Key Word :Multisensori disability, listening ability, children with listening disability


(13)

1

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pendidikan luar biasa adalah pendidikan bagi peserta didik yang menyandang kelainan, baik secara fisik, mental maupun perilaku atau emosi, atau mereka yang memiliki bakat istimewa agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan bagi pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar. Hal ini tercermin juga dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) pasal 32 ayat (1) bahwa “Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/ atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa”.

Salah satu bagian dari pendidikan luar biasa adalah pendidikan bagi anak tunarungu. Tunarungu merupakan kelainan secara fisik dimana seseorang tersebut mengalami kelainan dalam pendengarannya. Andreas Dwidjosumarto yang dikutip oleh Somantri (2006:93) mengemukakan bahwa: „Seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan tunarungu‟.

Salah satu dampak dari ketunarunguan tersebut adalah anak mengalami hambatan dalam perkembangan bahasa sehingga kesulitan dalam hal-hal yang berhubungan dengan komunikasi. Komunikasi merupakan salah satu kebutuhan primer manusia, sama seperti kebutuhan terhadap sandang, pangan, papan, air dan udara. Setiap orang harus berkomunikasi untuk mendapatkan sesuatu, begitu pula halnya dengan anak tunarungu. Komunikasi memerlukan bahasa, baik bahasa reseptif (menyimak dan membaca) ataupun bahasa ekpresif (berbicara dan menulis). Bahasa merupakan hal terpenting dalam berkomunikasi dengan bahasa setiap manusia dapat mengembangkan diri, menyesuaikan diri, dan untuk


(14)

2

memenuhi kehidupan dalam proses belajarnya. Bahasa pada hakekatnya adalah bunyi-bunyi yang dikeluarkan oleh alat bicara manusia dan harus bermakna. Menurut Tarigan (1986: 1) bahwa “Keterampilan berbahasa ini mencakup empat aspek, yaitu : Keterampilan menyimak (listening skills), berbicara (speaking skills), membaca (reading skills) dan menulis (writing skills)”. Keempat keterampilan tersebut merupakan satu kesatuan (catur-tunggal).

Dalam memperoleh keterampilan berbahasa, biasanya kita melalui suatu hubungan urutan yang teratur, mula-mula pada masa kecil kita belajar menyimak

bahasa, kemudian berbicara, sesudah itu kita belajar membaca dan menulis. Menyimak diakui sebagai suatu keahlian komunikasi verbal yang sulit dan unik dibandingkan dengan komunikasi verbal lainnya seperti berbicara, menulis dan membaca. Seperti yang diungkapkan oleh Hermawan (2012:30)

Menyimak tidak sekedar merupakan aktivitas mendengar tetapi merupakan sebuah proses memperoleh berbagai fakta, bukti atau informasi tertentu yang didasarkan pada penilaian dan penetapan sebuah reaksi individual. Menyimak merupakan keterampilan yang kompleks yang memerlukan ketajaman perhatian, konsentrasi, sikap mental yang aktif dan kecerdasan dalam mengasimilasi serta menerapkan setiap gagasan.

Menyimak seperti telah diungkapkan diatas merupakan salah satu tahap dari pemerolehan bahasa. Perolehan bahasa pada anak tunarungu tidak seperti anak ada umumnya. Perolehan bahasa bagi anak yang mendengar diajarkan melalui kata-kata yang didengarnya kemudian diajarkan artinya, sedangkan untuk anak tunarungu melalui apa yang dilihat dan dirasakanya kemudian ia belajar menghubungkan antara pengalaman dan lambang bahasa yang diperoleh melalui apa yang dilihatnya dan dirasakannya tersebut. Setelah itu anak mulai memahami hubungan antara lambang bahasa dengan benda atau kejadian yang dialaminya, dan terbentuklah keterampilan menyimak.

Pengembangan keterampilan menyimak pada anak tunarungu diharapkan anak dapat menangkap, memahami atau menghayati pesan, ide, gagasan yang tersirat dalam bahasa yang disimak sehingga anak dapat berkomunikasi dengan lingkungan sekitar.


(15)

3

“Menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi, serta memahami makna komunikasi yang tidak disampaikan oleh si pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan” (Tarigan, 1986:19).

Pada umumnya menyimak untuk anak tunarungu terbatas hanya dengan penglihatan (visual), yaitu dengan menangkap ucapan orang lain (melalui gerak bibir pembicara), sehingga bila pembicara kurang jelas atau terlalu cepat melafalkannya secara otomatis anak akan kesulitan atau bahkan tidak akan mengerti maksud si pembicara.

Fenomena dilapangan memberikan keterangan bahwa anak tunarungu pada usia kelas 1 Sekolah Dasar mengalami hambatan dalam berbahasa khususnya keterampilan menyimak. Hal tersebut ada kaitannya dengan proses mendengar anak tunarungu yang mengalami hambatan sehingga tidak ada pengalaman bunyi bahasa yang didengarnya hal ini menyebabkan miskinnya perbendaharaan kata dan proses menyimak.

Masalah di atas selain karena hambatan dalam proses mendengar bisa juga disebabkan oleh media atau metode pembelajaran atau penyampaian yang kurang tepat dan kurang menarik. Apalagi kondisi subyek yang akan diteliti oleh penulis adalah seorang anak yang belum memiliki konsep bahasa, sehingga dia tidak mengerti intruksi atau pembicaraan yang disampaikan oleh orang lain. Selama ini pembelajaran di kelas hanya terpaku pada bermain puzzle dan membaca ujaran guru saja, anak terpaku pada indera visual.

Peranan kemampuan menyimak sangatlah penting, karena merupakan tahap pertama dalam perkembangan bahasa anak tunarungu. Bila fase ini dapat berkembang bagus atau lebih cepat maka akan mempengaruhi fase berikutnya sehingga perkembangan bahasanya bisa optimal sehingga anak bisa berkomunikasi dengan lingkungannya.

Metode multisensori diharapkan dapat mengatasi masalah diatas, yaitu anak tidak terbatas memanfaatkan satu inderanya (hanya indera visual) tapi bisa memanfaatkan atau mengoptimalkan seluruh inderanya. Yusuf (2003:95)


(16)

4

menyatakan bahwa “Pendekatan multisensori mendasarkan pada asumsi bahwa anak akan dapat belajar dengan baik apabila materi pelajaran disajikan dalam berbagai modalitas alat indera”.

Prinsip VAKT pada praktiknya diterapkan dengan menggunakan alat bantu, yang mewakili fungsi-fungsi alat indera yang ada. Seperti yang diungkapkan Hamalik yang dikutip oleh Arsyad (2006:16) bahwa „Pemakaian media pada proses pembelajaran dapat membangkitkan keinginan dan minat baru, membangkitkan motivasi, memberikan rangsangan kegiatan belajar pada siswa‟. Media akan menarik minat anak dan akhirnya akan berkonsentrasi untuk belajar.

Penelitian dengan metode multisensori diharapkan dapat mengoptimalkan seluruh kemampuan atau potensi yang dimiliki anak tunarungu sehingga keterampilan menyimaknya dapat berkembang lebih bagus.

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah-masalah yang terindentifikasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Salah satu dampak dari ketunarunguan adalah anak mengalami hambatan dalam perkembangan bahasa, baik bahasa reseptif maupun bahasa ekpresif.

2. Media atau metode pembelajaran dan penyampaian yang kurang tepat atau kurang menarik menyebabkan kurang berkembangnya kemampuan anak khususnya kemampuan bahasa reseptif menyimak.

3. Subjek belum memiliki konsep bahasa, sehingga dia tidak mengerti intruksi atau pembicaraan yang disampaikan oleh orang lain.

4. Penelitian dengan metode multisensori diharapkan dapat mengoptimalkan seluruh kemampuan atau potensi yang dimiliki anak tunarungu sehingga keterampilan menyimaknya dapat berkembang lebih bagus.


(17)

5

C.Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah metode multisensori diharapkan dapat mengoptimalkan seluruh kemampuan atau potensi yang dimiliki anak tunarungu sehingga keterampilan menyimak dapat berkembang lebih bagus.

D.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah

Apakah penerapan metode multisensori dapat mengembangkan keterampilan menyimak pada anak tunarungu kelas 1 SLB B-C YGP Bl. Limbangan Garut”?.

E.Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan bahasa reseptif menyimak anak tunarungu pada siswa kelas 1 SDLB B di SLB B-C YGP Bl. Limbangan Garut.

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

a. Mengetahui keterampilan menyimak siswa tunarungu kelas 1 SDLB SLB B-C YGP Bl. Limbangan Garut sebelum pembelajaran dengan menggunakan metode multisensori.

b. Mengetahui keterampilan menyimak siswa tunarungu kelas 1 SDLB SLB B-C YGP Bl. Limbangan Garut sesudah pembelajaran dengan menggunakan metode multissensori.

c. Memperoleh gambaran tentang penerapan metode multisensori dalam mengembangkan keterampilan menyimak pada anak tunarungu kelas 1 SLB B-C YGP Bl. Limbangan Garut.


(18)

6

F. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Menambah wawasan pengetahuan khususnya bagi guru- guru pendidikan luar biasa yang berminat untuk mengembangkan keterampilan menyimak anak didiknya dan umumnya bagi dunia pendidikan tanah air sehingga lebih terinspirasi lagi dan tertarik pada pendidikan luar bisa

2. Penerapan metode multisensori dalam mengembangkan keterampilan menyimak anak tunarungu ini dapat dijadikan acuan atau referensi untuk diterapkan pada anak lain (walaupun setiap individu itu berbeda).

3. Bagi siswa, dapat membantu meningkatkan keterampilan menyimak sehingga siswa tidak mengalami kesulitan untuk berkomunikasi seperti sebelumnya.

4. Khusus bagi peneliti dengan adanya study eksperimen ini dapat menambah pengalaman dan mengetahui sejauh mana penerapan metode multisensori dapat mengembangkan keterampilan menyimak anak tunarungu kelas 1 SLB B-C YGP Bl. Limbangan Garut.


(19)

26

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Variabel Penelitian

Variabel merupakan istilah dasar dalam penelitian eksperimen, termasuk penelitian dengan subjek tunggal. Menurut Sugiono (2009:38) Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek dari kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

1. Definisi Konsep Variabel a. Metode Multisensori

Metode multisensori adalah suatu jalan atau prosedur atau operasi yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan dengan menggunakan atau memfungsikan lebih dari dua indera (dalam hal ini indera penglihatan, pendengaran, gerak dan rabaan) untuk menerima informasi dari luar atau lingkungan sekitar. Metode multisensori berdasarkan asumsi bahwa anak akan dapat belajar dengan baik jika materi pengajaran disajikan dengan berbagai modalitas. Modalitas yang sering dipakai adalah visual

(penglihatan), auditory (pendengaran), tactile (perabaan) dan kinestetik

(gerakan) keempatnya dikenal dengan VAKT.

b. Keterampilan Menyimak

Bahasa merupakan sistem lambang yang digunakan untuk berkomunikasi dan berfikir sehingga timbul pandangan ekstrim bahwa kemampuan berbahasa adalah yang utama dan bahwa pikiran hanyalah bicara yang tidak kedengaran. Keterampilan menyimak merupakan langkah awal supaya anak bisa berkomunikasi dengan lingkungan


(20)

27

sekitarnya. Karena dengan menyimak anak dapat memperoleh informasi, menangkap isi, serta memahami makna komunikasi yang hendak disampaikan oleh si pembicara melalui ujaran. Menyimak untuk anak tunarungu adalah suatu proses kegiatan memperhatikan dengan indera visual lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi, untuk memperoleh informasi yang tidak disampaikan oleh si pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan.

2. Definisi Operasional Variabel a. Variabel Bebas

Variabel bebas disebut sebagai variabel stimulus, prediktor, antecendent. Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat).

Penerapan metode multisensori ini didasarkan pada modalitas yang dimiliki anak, walaupun begitu indera visual tetap yang lebih utama. Langkah-langkah metode multisensori dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut:

1) Dengan Visual, anak diminta untuk melihat alat bantu pembelajaran yang telah disediakan berupa kartu gambar atau kartu kata atau benda aslinya sambil melihat ujaran guru (membaca bibir). Kartu gambar atau kartu kata atau benda aslinya dipegang guru dan diletakkan di samping mulut guru dengan harapan anak dapat berkonsentrasi melihat ujaran guru mengenai benda tersebut dan memahaminya.

2) Dengan Auditori, anak yang masih memiliki sisa pendengaran baik menggunakan ABM atau tidak menggunakan ABM mendengarkan ucapan guru atau bunyi-bunyi dari pelafalan benda yang diperlihatkan oleh guru.


(21)

28

3) Dengan Taktil kinestetik, anak meraba benda yang disebutkan guru kemudian anak dapat merasakan getaran-getaran suaranya melalui tangan yang diletakkan melalui salah satu anggota tubuh. Misalnya

bunyi kata “hidung” tangan anak diletakkan di atas kepala atau

dibawah dagu untuk merasakan getaran vokal “hi” dan kemudian di depan bibir untuk merasakan letupan lembut suku kata “dung”, anak

menelusuri, menunjuk atau mengambil benda yang disebutkan guru. 4) Untuk selanjutnya bila anak sudah mengetahui dan memahami

nama-nama benda yang telah diperlihatkan oleh guru, guru

memberikan intruksi sederhana seperti “Ambil”,”Tunjuk” atau guru memberikan pertanyaan “Mana” dan kata perintah “Pasangkan”

sambil mencontohkan intruksi atau pertanyaan tersebut.

b. Variabel Terikat

Target behavior dalam penelitian ini adalah berkembangnya keterampilan menyimak anak tunarungu. Anak mampu menyimak adalah anak mampu memahami ucapan atau ungkapan yang disampaikan guru atau lawan bicaranya secara visual.

Variabel terikat disebut juga out put, kriteria, konsekuen. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Adapun keterampilan yang diukur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1). Apabila anak mampu memahami intruksi yang diucapkan guru secara visual dengan penambahan kata tanya “Mana” maka anak memperoleh skor 1 (satu) dan apabila anak tidak memahami intruksi yang diucapkan guru maka anak memperolah skor 0 (nol) Contoh: “Mana mata?”,

2). Apabila anak mampu memahami intruksi yang diucapkan guru secara visual dengan penambahan kata perintah “Pasangkan” potongan gambar bagian tubuh ke posisi yang tepat maka anak


(22)

29

memperoleh skor 2 (dua) dan apabila anak tidak memahami intruksi yang diucapkan guru maka anak memperolah skor 1 (satu)

Contoh: “Pasangkan mata dengan gambar mata!”.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini yang digunakan dalam penelitian ini, adalah metode ekperimen. Menurut Syaodih (2009:57) Penelitian ekperimental merupakan penelitian laboratorium, walaupun bisa juga dilakukan di luar laboratorium tetapi pelaksanaannya menerapkan prinsip-prinsip penelitian laboratorium, terutama dalam pengontrolan terhadap hal-hal yang mempengaruhi jalannya ekperimen.

Sedangkan menurut Sugiono (2009:72) Metode penelitian ekperimen adalah metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan.

Metode ini bersifat validation atau menguji (Krathwohl 1997,h7), yaitu menguji pengaruh satu atau lebih variabel terhadap veriabel lainnya. Variabel yang memberi pengaruh dikelompokkan menjadi variabel bebas (independent variables) dan variabel yang dipengaruhi dikelompokkan sebagai variabel terikat (dependent variables).

Karena penelitian ini bersifat menguji, maka semua variabel yang diuji harus diukur dengan menggunakan instrumen pengukuran atau tes yang sudah distandardisasikan atau dibakukan.

Metode eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode penelitian subjek tunggal atau Single Subject Research

(SSR), yaitu suatu metode yang bertujuan untuk memperoleh data yang diperlukan dengan melibatkan hasil tentang ada tidaknya akibat dari suatu perlakuan yang diberikan secara berulang-ulang dalam waktu tertentu.

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian Single Subject Research

(SSR), adalah sedain A-B-A dimana desain ini menunjukkan adanya hubungan sebab akibat antara variabel terikat dan variabel bebas.


(23)

30

Desain ini terdiri dari tiga tahapan yaitu mula-mula perilaku sasaran diukur secara kontinu pada kondisi baseline (A1) dengan periode waktu tertentu, kemudian pada kondisi intervensi (B), setelah itu pengukuran pada kondisi baseline kedua (A2). Penggunakan desain A-B-A dimaksudkan untuk menarik kesimpulan adanya hubungan fungsional antara variabel bebas dan variabel terikat lebih kuat.

Desain A-B-A bila digambarkan dalam bentuk grafik adalah sebagai berikut:

Grafik 3.1

Grafik Pola Desain A-B-A

C. Setting Penelitian Dan Karakteristik Subjek Penelitian 1. Setting Penelitian

Tempat penelitian dilaksanakan di SLB B-C YGP BL.Limbangan Garut, yang beralamat di Jln. Dalem Kasep (Blk Pos & Giro) Limbangan Timur BL.Limbangan Garut 44186.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Perkembang an Keterampilan Menyimak Sesi Pr ese ntas e (%) pe rk emb angan k et era mp il an men yimak


(24)

31

2. Karakteristik Subjek Penelitian

Subjek dari penelitian ini adalah anak tunarungu, yaitu siswa kelas 1 SDLB di SLB B-C YGP BL.Limbangan Garut yang berinisial SL, untuk lebih lengkapnya identitas anak tersebut sebagai berikut:

Nama : SL

Tempat Tanggal Lahir : Garut, 24 Juli 2007

Anak ke- : 2

Kelainan : Tunarungu

Taraf ketunarunguan : -

Alamat : Kp. Cilolohan Rt 03 Rw 12 Desa Majasari Kec. Cibiuk Garut

Agama : Islam

Kemampuan Bahasa : Baru bisa berguman

D. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah persiapan yang dilakukan untuk memperlancar penelitian adalah sebagai berikut:

1. Persiapan Penelitian a. Studi Pendahuluan

Kurang lebih 1 bulan peneliti melakukan studi pendahuluan untuk memperoleh permasalahan yang akan diteliti. Peneliti juga mencari penyebab terjadinya masalah dengan melakukan wawancara pada guru kelas, dan mencari solusi yang diperkirakan dapat menyelesaikan masalah yang ada.

b. Pengurusan Perijinan

Peneliti mengurus surat perijinan mulai dari tingkat departemen PLB FIP UPI, tingkat Fakultas, tingkat Universitas, sampai pada tingkat Dinas Litbang, Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat, sehingga pada akhirnya dikeluarkan surat ijin untuk melakukan penelitian di SLB-BC YGP BL.Limbangan Garut.


(25)

32

c. Menyusun Instrumen Penelitian

Peneliti menyusun instrumen penelitian untuk mengumpulkan data. Instrumen disusun dalam bentuk tes. Tes yang dibuat berupa tes perbuatan. Soal dalam instrumen adalah 10 jenis kata benda (nama-nama anggota tubuh manusia).

Setelah instrumen selesai disusun, instrumen tersebut di uji validitasnya dengan meminta penilaian para ahli (judgement experts). Ahli yang diminta pendapatnya yaitu satu orang dosen bidang kajian anak tunarungu (Dr. Hj. Tati Hernawati, M.Pd) dan satu orang praktisi guru SLB-BC YGP BL.Limbangan Garut (Undang Hidayat, S.Pd).

2. Pelaksanaan Penelitian a. Baseline 1 (A-1)

Pada tahap ini peneliti melakukan asesmen awal keterampilan menyimak anak, tujuannya untuk mengetahui keterampilan menyimak anak dengan melakukan tes perbuatan. Jumlah tes yang diberikan sebanyak 20 soal, yang dijabarkan sebagai berikut :

- Pertama, untuk mengukur kemampuan anak dalam menjawab pertanyaan dengan kalimat perintah “Mana”. Pengukuran pada fase ini melalui tes perbuatan, yaitu pertanyaan mengenai nama-nama bagian anggota badan. - Kedua, untuk mengukur kemampuan anak dalam menjawab pertanyaan dengan

perintah “pasangkan”, yaitu memasangkan bagian-bagian tubuh dengan dengan/ke gambar tubuh atau tubuh aslinya. Pengukuran pada fase ini melalui tes tertulis.

b. Intervensi (B)

Kegiatan intervensi dilaksanakan sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah dibuat yaitu delapan kali pertemuan dengan menerapkan metode multisensori. Setiap pertemuan dilakukan selama 2 x 30


(26)

33

menit dengan langkah-langkah kegiatan sesuai dengan yang tercantum di RPP. Intervensi yang dilakukan pada siswa adalah

- Mengkondisikan siswa dalam kelas tertentu, supaya peneliti dan subjek bisa fokus dalam pelaksanaannya.

- Tahap intervensi awal yaitu memberikan stimulasi visual auditory, anak diminta memperhatikan ucapan guru (termasuk gerak bibir , artikulasi dan suara), kemudian guru memperlihatkan gambar dan mengucapkan kembali kata sesuai dengan gambar tersebut. Setelah itu peneliti melakukan evaluasi sementara, apakah sampai tahap ini anak sudah faham atau belum. Bila belum maka dilanjutkan ketahap intervensi berikutnya yaitu memberikan stimulasi taktil dan kinestetik.

c. Baseline 2 (A-2)

Tahap baseline 2 ini merupakan tahap pengulangan dari baseline 1 (A-1), dengan soal tes yang sama dan prosedur pelaksanaan yang sama pula. Pada tahap ini diharapkan mendapatkan kesimpulan sejauh mana penerapan metode multisensori dalam mengembangkan keterampilan menyimak anak yang menjadi subjek penelitian.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes, yaitu tes perbuatan. Instrumen tes ini berupa rangkaian soal yang dibuat berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SKKD) kelas 1 (satu) SDLB B dengan mengambil tema Diri Sendiri yang terdiri dari dua mata pelajaran yaitu Bahasa Indonesia dan IPA.

Penyusunan instrumen penelitian dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu : 1. Menyusun kisi-kisi instrumen


(27)

34

Tabel 3.1

Kisi-Kisi Instrumen Keterampilan Menyimak

Aspek

Kemampuan Indikator Jml Soal No. Soal

Keterampilan Menyimak

1. Menunjukkan bagian-bagian anggota

tubuh yang diucapkan guru. 10 1-10

2. Memasangkan gambar bagian-bagian anggota tubuh dengan persamaan gambarnya atau benda aslinya

10 11-20

Jumlah 20

2. Menyusun butir soal

Butir soal disusun berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat. 3. Menyusun kriteria penilaian

Kriteria penilaian dibuat untuk mengolah hasil tes, kriteria penilaian tersebut adalah :

Tabel 3.2

Kriteria Penilaian Keterampilan Menyimak

Nomor Soal Kriteria Kinerja

1-10 -Setiap butir soal yang dijawab tepat diberi skor 1, dan setiap butir soal yang dijawab tidak tepat diberi skor atau 0 (nol). Skor maksimal adalah 10

Nilai = skor perolehan


(28)

35

11-20 -Setiap butir soal yang dijawab tepat (menempatkan gambar bagian tubuh sesuai dengan posisinya) diberi skor 2, dan setiap butir soal yang dijawab tidak tepat diberi skor atau 1 (satu). Skor maksimal adalah 20

Nilai = skor perolehan

skor maksimal

x

100 = ...(b)

-Nilai akhir = nilai a + nilai (b)

2 = ...

F. Uji Coba Instrumen

Uji coba instrumen dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat validitas dan reliabilitas instrumen penelitian. “Suatu tes dinyatakan valid jika perangkat tes yang butir-butirnya benar-benar mengukur sasaran tes yang berupa kemampuan dalam bidang tertentu dan bukan kemampuan yang lainnya.”(Susetyo, 2011:88). Instrumen yang reliabel yaitu “Suatu perangkat ukur yang dapat dipercaya adalah alat ukur yang hasilnya tidak berubah atau hasilnya relatif sama jika dilakukan pengetesan secara berulang-ulang. ” (Susetyo, 2011: 105). Dengan menggunakan instrumen yang valid dan reliabel dalam pengumpulan data, maka diharapkan akan diperoleh data yang dapat dipercaya kebenarannya.

1. Uji Validitas

Ada dua cara jika dilihat dari pelaksanaan yang dapat digunakan untuk mengetahui validitas yaitu, sebelum alat ukur dicobakan dan setelah alat ukur dicobakan. Menurut Azwar (1996:52) yang dikutip oleh Susetyo (2011:89) Pengujian validitas sebelum alat ukur diujicobakan dilakukan dengan „analisis rasional atau lewat professional judgment yaitu mengadakan diskusi panel atau

penilaian para ahli dalam bidang tertentu‟. “Hasil dari diskusi atau penilaian


(29)

36

mengukur kemampuan sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan.” (Susetyo, 2011: 89).

Para ahli yang diminta pendapatnya yaitu satu orang dosen bidang kajian anak tunarungu (Dr. Tati Hernawati, M.Pd ) dan satu orang praktisi guru SLB -BC YGP BL.Limbangan Garut (Undang Hidayat, S.Pd).

Perhitungan kecocokan terhadap validitas isi dilakukan dengan menghitung besarnya persentase pada pernyataan cocok, yaitu „persentase kecocokan suatu butir dengan tujuan atau indikator berdasarkan penilaian guru/dosen atau ahli‟, seperti yang diungkapkan oleh Noer (1987:112) yang dikutip oleh Susetyo (2001:92). Butir tes dinyatakan valid jika kecocokannya dengan indikator mencapai lebih besar dari 50%.

Skor hasil validitas diolah dengan menggunakan rumus :

% 100

x f f resentase P

 Keterangan :

tpenilai ocokmenuru

frekuensic f

fJumlah penilai

Hasil uji validitas instrumen yaitu P = 2/2 x 100% = 100%, dengan demikian instrumen yang digunakan dapat dikatakan valid. Untuk penjelasan hasil uji validitas terlampir.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas data penelitian sangat menentukan kualitas hasil penelitian. Salah satu syarat agar hasil penelitian dapat dipercaya yaitu data penelitian tersebut harus reliabel. Untuk mengetahui pencatatan data sudah reliabel atau belum, instrumen diujicobakan pada subjek yang memiliki karakteristik sama


(30)

37

atau mendekati karakteristik subjek yang hampir sama yaitu siswa tunarungu yang belum memiliki konsep bahasa.

Pengujian reliabilitas instrumen menggunakan satu perangkat ukur yaitu

test-retest. Test-retest dilakukan dengan cara mencobakan instrumen beberapa kali kepada subjek penelitian. Dalam hal ini, instrumen yang digunakan sama, subjek yang sama, tetapi waktunya berbeda. Reliabilitas diukur dari koefisien korelasi antara percobaan pertama dan berikutnya. “Jika jawaban peserta relatif sama atau tidak banyak berubah maka perangkat tes reliabel.” (Susetyo, 2011: 108). Perhitungan koefisien korelasi antara percobaan pertama dan berikutnya yaitu dengan menggunakan rumus korelasi product moment dari Spearman.

A1A2 = N.

A1A2(

 

A1)( A2)

1 (

1 ) (

2 )(

2) } .

{N A 2 A 2 N A 2 A 2

Keterangan :

A1A2 = koefisien reliabilitas

N = jumlah peserta tes

A1 = nilai ujian ke satu

A2 = nilai ujian ke dua

Kriteria angka koefisien korelasi (r) menurut Seoharsono adalah sebagai berikut :

0,00 –0,20 → sangat rendah (hampir tidak ada korelasi) 0,21 –0,40 → korelasi rendah

0,41 –0,60 → korelasi cukup 0,61 –0,80 → korelasi tinggi


(31)

38

0,81 –1,00 → korelasi sangat tinggi (sempurna). Perhitungan dan hasil reliabilitas terlampir.

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah pengumpulan data kuantitatif. Pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara tidak terstruktur dan tes. Bentuk tes yang digunakan berupa tes perbuatan dan tertulis. Rangkaian soal dari tes ini dibuat berdasarkan indikator yang telah ditetapkan yang mengacu pada standar kompetensi dan kompetensi dasar kelas 1 SDLB B.

H. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data merupakan tahap terakhir sebelum penarikan kesimpulan. Teknis analisis data untuk penelitian subjek tunggal menggunakan statistik deskriptif yang sederhana yang terfokus pada data individu. Statistik deskriptif dan ditampilkan dalam grafik bentuk. Statistik deskriptif adalah

“statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan

atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi”. (Sugiyono, 2009: 147).

Tujuan utama analisis data adalah untuk mengetahui ada tidaknya efek variabel bebas atau intervensi terhadap variabel terikat atau perilaku sasaran yang ingin diubah (target behavior).

Komponen-komponen analisis data pada penelitian ini antara lain :

1. Analisis dalam Kondisi

Analisis dalam kondisi adalah analisis perubahan data dalam suatu kondisi misalnya kondisi baseline atau kondisi intervensi. Komponen-komponen yang dianalisis meliputi :


(32)

39

a. Panjang Kondisi

Panjang kondisi menunjukkan banyaknya data dan sesi yang ada pada suatu kondisi atau fase. Semakin banyak data dan sesi menggambarkan bahwa dalam kondisi atau fase tersebut dilakukan waktu yang lebih lama. Panjang kondisi atau banyaknya data dalam kondisi tidak ada ketentuan pasti. Pengukuran pada fase

baseline dilanjutkan atau dikumpulkan sampai data menunjukkan arah yang jelas.

b. Kecenderunga Arah (Trend Direction)

Kecenderungan arah digambarkan oleh garis lurus yang melintasi semua data dalam suatu kondisi. Untuk membuat garis, dapat dilakukan dengan 1) metode tangan bebas (freehand) yaitu membuat garis secara langsung pada suatu kondisi sehingga membelah data sama banyak yang terletak di atas dan di bawah garis tersebut. 2) metode belah tengah (split-middle), yaitu membuat garis lurus yang membelah data dalam suatu kondisi berdasarkan median.

c. Kecenderungan Stabilitas (Trend Stability)

Kecenderungan stabilitas (trend stability) yaitu menunjukkan tingkat homogenitas data dalam suatu kondisi. Tingkat kestabilan data dapat ditentukan dengan menghitung banyaknya data point yang berada di dalam rentang, kemudian dibagi banyaknya data point, dan dikalikan 100%. Jika presentase stabilitas sebesar 85-90% maka data tersebut dikatakan stabil, sedangkan diluar itu dikatakan tidak stabil.

d. Tingkat perubahan Level (Level Change)

Tingkat perubahan level yaitu menunjukkan besarnya perubahan antara dua data. Tingkat perubahan data dapat dihitung untuk data dalam kondisi maupun data antar kondisi. Dalam suatu kondisi merupakan selisih antara data pertama dan data terakhir sedangkan data antar kondisi merupakan selisih antara data terakhir pada kondisi pertama dengan data pertama pada kondisi berikutnya.


(33)

40

Jejak data yaitu perubahan dari data satu ke data lain dalam suatu kondisi. Perubahan data satu ke data berikutnya dapat terjadi tiga kemungkinan, yaitu : menaik, menurun, dan mendatar.

f. Rentang

Rentang merupakan jarak antara data pertama dengan data terakhir. Rentang memberikan informasi yang sama sebagaimana pada analisis tentang tingkat perubahan level (level change).

2. Analisis antar Kondisi

Analisis antar kondisi adalah perubahan data antar suatu kondisi, misalnya kondisi baseline (A) ke kondisi intervensi (B). Komponen-komponen analisis antar kondisi meliputi :

a. Variabel yang Diubah

Dalam analisis data antar kondisi sebaiknya variabel terikat atau perilaku sasaran difokuskan pada satu perilaku. Analisis ditekankan pada efek atau pengaruh intervensi terhadap perilaku sasaran.

b. Perubahan Kecenderungan Arah dan Efeknya

Dalam analisis data antar kondisi, perubahan kecenderungan arah grafik antara kondisi baseline dan intervensi menunjukkan makna perubahan perilaku sasaran (target behavior) yang disebabkan oleh intervensi. Kemungkinan kecenderungan grafik antar kondisi adalah 1) mendatar ke mendatar, 2) mendatar ke menaik, 3) mendatar ke menurun, 4) menaik ke menaik, 5) menaik ke mendatar, 6) menaik ke menurun, 7) menurun ke menaik, 8) menurun ke mendatar, 9) menurun ke menurun. Sedangkan makna efek tergantung pada tujuan intervensi.


(34)

41

c. Perubahan Kecenderungan Stabilitas dan Efeknya

Perubahan kecenderungan stabilitas yaitu menunjukkan tingkat stabilitas perubahan dari serentetan data. Data dikatakan stabil apabila data tersebut menunjukkan arah (mendatar, menaik dan menurun) secara konsisten.

d. Perubahan Level Data

Perubahan level data yaitu menunjukkan seberapa besar data berubah. Tingkat perubahan data antar kondisi ditunjukkan dengan selisih antara data terakhir pada kondisi pertama (baseline) dengan data pertama pada kondisi berikutnya (intervensi). Nilai selisih menggambarkan seberapa besar terjadi perubahan perilaku akibat pengaruh intervensi.

e. Data yang Tumpang Tindih (Overlap)

Data yang tumpang tindih antara dua kondisi adalah terjadi data yang sama pada kedua kondisi (baseline dengan intervensi). Data yang tumpang tindih menunjukkan tidak adanya perubahan pada kedua kondisi dan semakin banyak data tumpang tindih, semakin menguatkan dugaan tidak adanya perubahan pada kedua kondisi. Jika data pada kondisi baseline lebih dari 90% yang tumpang tindih pada kondisi intervensi. Dengan demikian, diketahui bahwa pengaruh intervensi terhadap perubahan perilaku tidak dapat diyakinkan.

Dalam penelitian ini, bentuk grafik yang digunakan untuk menganalisis data adalah grafik garis. Penggunaan analisis dengan grafik ini diharapkan dapat lebih memperjelas gambaran dari pelaksanaan eksperimen.

Sunanto, et al. (2006: 30) menyatakan komponen-komponen yang harus dipenuhi untuk membuat grafik, antara lain :

1. Absis adalah sumbu X yang merupakan sumbu mendatar yang menunjukkan satuan untuk waktu (misalnya sesi, hari, dan tanggal)

2. Ordinat adalah sumbu Y yang merupakan sumbu vertikal yang menunjukkan satuan untuk variabel terikat atau perilaku sasaran (misalnya persen, frekuensi dan durasi)

3. Titik Awal merupakan pertemuan antara sumbu X dengan sumbu Y yang menunjukkan ukuran (misalnya 0%, 25%, 50% dan 75%)


(35)

42

4. Label Kondisi yaitu keterangan yang menggambarkan kondisi eksperimen, misalnya baseline atau intervensi

5. Garis Perubahan Kondisi, yaitu garis vertikal yang menunjukkan adanya perubahan dari kondisi ke kondisi lainnya, biasanya dalam bentuk garis putus-putus.

6. Judul grafik judul yang mengarahkan perhatian pembaca agar segera diketahui hubungan antara variabel bebas dan terikat.

Gambar 3.1

Komponen-Komponen Grafik

Perhitungan dalam mengolah data yaitu menggunakan persentase (%).

Sunanto, et al. (2006: 16) menyatakan bahwa “persentase menunjukkan

jumlah terjadinya suatu perilaku atau peristiwa dibandingkan dengan keseluruhan

kemungkinan terjadinya peristiwa tersebut dikalikan dengan 100%.” Alasan

menggunakan persentase karena peneliti akan mencari skor hasil tes sebelum dan sesudah diberikan perlakuan (intervensi) dengan cara menghitung skor yang

20 40 60 60 80

100 Label kondisi

skala

titik awal

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Label kondisi

absis (X)

garis perubah kondisi

o

rdi

nat (Y)


(36)

43

dijawab benar dengan skor yang dijawab salah, kemudian skor yang dijawab benar dibagi jumlah skor keseluruhan dan dikalikan 100%.

% 100 x n keseluruha skor

jumlah Hasil

benar dijawab yang

jawaban skor

Hasil Nilai


(37)

63

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan penerapan metode multisensori yang bertujuan untuk mengembangkan keterampilan menyimak anak tunarungu kelas I SDLB, memiliki dampak yang positif terhadap peningkatan kemampuan target behavior yang diinginkan.

Perkembangan keterampilan menyimak subjek ditunjukkan melalui meningkatnya mean level. Subjek SL mean level-nya meningkat dari 0% pada

baseline-1 (A-1), menjadi 56,25% pada intervensi (B), dan 90% pada baseline-2 (A-2). Data tersebut menunjukkan bahwa penerapan metode multisensori berpengaruh terhadap perkembangan keterampilan menyimak pada anak tunarungu.

Dengan demikian penerapan metode multisensori dapat mengembangkan keterampilan menyimak pada anak tunarungu, siswa kelas I SDLB B B-C YGP Bl.Limbangan Garut.

B. Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan penelitian, maka peneliti mengajukan rekomendasi yaitu kepada :

1. Guru

Metode multisensori dapat diterapkan sebagai intervensi untuk mengembangkan keterampilan menyimak pada anak tunarungu. Pengalaman multisensori, melalui melihat dan membaca gerak bibir saat pengucapan kata-kata (sensori visual), melalui pendengarannya (sensori auditori) jika anak masih memiliki sisa pendengaran dapat mendengar pengucapan kata-kata, dan melalui taktil kinestetik dapat merasakan gerakan otot artikulasi (mulut dan leher) pada saat mengucapkan kata-kata dan menelusuri atau menunjuk bentuk anggota badan yang diucapkan, metode ini sangat berguna dalam memberikan


(38)

64

penguatan dan pengalaman yang lebih mendalam pada proses pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran pengembangan keterampilan menyimak khususnya pada mata pelajaran bahasa Indonesia dan IPA dapat tercapai.

2. Peneliti selanjutnya

Penelitian ini dilakukan pada satu subjek kelas 1 SDLB, tetapi meskipun demikian berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas data, metode ini dapat diterapkan pada semua anak tunarungu yang belum memiliki bahasa atau kemampuan bahasanya masih dalam katagori nol (0). Untuk itu, peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian pada subjek lain yang jumlahnya lebih banyak dengan tingkat kehilangan pendengaran yang beragam, sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih baik dan dapat melengkapi kekurangan penelitian yang penulis lakukan. Untuk objektivitas tes, peneliti selanjutnya juga dapat menggunakan tes lisan dan tes tertulis, tes lisan diberikan bila anak memungkinkan bicara dan tertulis bila anak sudah mampu “menulis”.

Temuan dalam penelitian ini yang sangat penting yaitu, proses menyimak untuk anak tunarungu yang sebagian orang menganggap bahwa cukup hanya dengan menggunakan satu indera yaitu indera visual, karena menganggap proses menyimak tidak ubahnya sama dengan proses mendengar pada orang mendengar, ternyata dengan multisensori proses menyimak pada anak tunarungu itu lebih cepat dibandingkan dengan hanya menggunakan satu indera (meskipun indera visual lebih dominan). Perlu diingat menyimak tidak sama dengan proses mendengar, menyimak tingkatannya lebih tinggi dari pada mendengar, karena menyimak memerlukan perhatian dan atensi yang cukup, dengan multisensori perhatian dan atensi itu dapat terbangun dengan baik.


(39)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, Mulyono (2009). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar . Jakarta: PT. Rineka Cipta

Bunawan, Lani (2001). Materi Pelatihan Metode Maternal Reflektif Tingkat Nasional. Jakarta: Depdiknas Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat PLB

Chaniago, Amran (1995). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta: CV.Pustaka Setia

Erina, Bunda. (2013). Ayah Bundaku Terapisku. Jakarta: Raih Asa Sukses (Penebar Swadaya Grup)

Hermawan, H. (2012). Menyimak Keterampilan Berkomunikasi yang Terabaikan. Yogyakarta: Graha Ilmu

http://alvin-sidiq.blogspot.com/2011/12/ptk-metode-multisensori.html, diunduh (31 Agustus 2013)

http://eprints.undip.ac.id/10438/1/Lucky_Ade_S._M2A_003_037.pdf, diunduh (31 Agustus 2013)

http://pemberhentiansingkat.blogspot.com/2011/09/multisensori.html, (diunduh 5 Januari 2013)

Iskandar, J. (2014). Penelitian Administrasi. Bandung: Pusapag

Lestari, Ristian P . (2008). Penerapan Pendekatan Multisensori Dalam Meningkatkan Kemampuan Menghafal Bacaan Shalat Pada Anak Tunarungu. (Studi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VI SDLB SLB-B

Sukapura Kota Bandung). Skripsi Sarjana pada PLB FIP UPI Bandung : tidak diterbitkan

Munjin, Ahmad (2009). Metode dan Teknik Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT. Refika Aditama

Mutiara, Mara I . (2013). Penggunaan Media Komunikasi Visual Dalam Meningkatkan Bahasa Reseptif Anak Tunarungu. (Studi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII SLB-B Sukapura Kota Bandung). Skripsi Sarjana pada PLB FIP UPI Bandung : tidak diterbitkan

Sadja’ah, Edja (2003). Bina Bicara Persepsi Bunyi dan Irama. Bandung: San


(40)

Somad, P. dan Hernawati, T. (1996). Ortopedagogik Anak Tunarungu. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Somantri, T. Sutjiati. (2007). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama.

Suanto, J, Koji, Takeuchi, dkk (2006). Penelitian dengan Subjek Tunggal. Bandung: UPI PRESS

Sugiono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: CV Alfabeta

Sukmadinata, Syaodih Nana (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Susetyo, Budi. (2011). Menyusun Tes Hasil Belajar. Bandung: CV Cakra

Tarigan, Guntur (1986). Menyimak Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa

Tarigan, Guntur (1989). Pengajaran Kompetensi Bahasa. Bandung: Angkasa Tim BNSP. (2006). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SDLB

Tunarungu. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional

Tim Dosen PLB (2013). Artikulsi dan Optimalisasi Fungsi Pendengaran (Modul). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Tim Dosen UPI (2011). Pedoman Penulisan Skripsi dan Makalah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Tim Redaksi Fokusmedia. (2003). Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Fokusmedia

Yusuf, S, Sugandhi, N, dkk (2011). Perkembangan Peserta Didik. Depok: Rajagrafindo Persada


(1)

4. Label Kondisi yaitu keterangan yang menggambarkan kondisi eksperimen, misalnya baseline atau intervensi

5. Garis Perubahan Kondisi, yaitu garis vertikal yang menunjukkan adanya perubahan dari kondisi ke kondisi lainnya, biasanya dalam bentuk garis putus-putus.

6. Judul grafik judul yang mengarahkan perhatian pembaca agar segera diketahui hubungan antara variabel bebas dan terikat.

Gambar 3.1

Komponen-Komponen Grafik

Perhitungan dalam mengolah data yaitu menggunakan persentase (%). Sunanto, et al. (2006: 16) menyatakan bahwa “persentase menunjukkan jumlah terjadinya suatu perilaku atau peristiwa dibandingkan dengan keseluruhan kemungkinan terjadinya peristiwa tersebut dikalikan dengan 100%.” Alasan menggunakan persentase karena peneliti akan mencari skor hasil tes sebelum dan

20 40 60 60 80

100 Label kondisi

skala

titik awal

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Label kondisi

absis (X)

garis perubah kondisi

o

rdi

nat (Y)


(2)

43

dijawab benar dengan skor yang dijawab salah, kemudian skor yang dijawab benar dibagi jumlah skor keseluruhan dan dikalikan 100%.

% 100 x n keseluruha skor

jumlah Hasil

benar dijawab yang

jawaban skor

Hasil Nilai


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan penerapan metode multisensori yang bertujuan untuk mengembangkan keterampilan menyimak anak tunarungu kelas I SDLB, memiliki dampak yang positif terhadap peningkatan kemampuan target behavior yang diinginkan.

Perkembangan keterampilan menyimak subjek ditunjukkan melalui meningkatnya mean level. Subjek SL mean level-nya meningkat dari 0% pada baseline-1 (A-1), menjadi 56,25% pada intervensi (B), dan 90% pada baseline-2 (A-2). Data tersebut menunjukkan bahwa penerapan metode multisensori berpengaruh terhadap perkembangan keterampilan menyimak pada anak tunarungu.

Dengan demikian penerapan metode multisensori dapat mengembangkan keterampilan menyimak pada anak tunarungu, siswa kelas I SDLB B B-C YGP Bl.Limbangan Garut.

B. Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan penelitian, maka peneliti mengajukan rekomendasi yaitu kepada :

1. Guru

Metode multisensori dapat diterapkan sebagai intervensi untuk mengembangkan keterampilan menyimak pada anak tunarungu. Pengalaman multisensori, melalui melihat dan membaca gerak bibir saat pengucapan kata-kata (sensori visual), melalui pendengarannya (sensori auditori) jika anak


(4)

64

penguatan dan pengalaman yang lebih mendalam pada proses pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran pengembangan keterampilan menyimak khususnya pada mata pelajaran bahasa Indonesia dan IPA dapat tercapai. 2. Peneliti selanjutnya

Penelitian ini dilakukan pada satu subjek kelas 1 SDLB, tetapi meskipun demikian berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas data, metode ini dapat diterapkan pada semua anak tunarungu yang belum memiliki bahasa atau kemampuan bahasanya masih dalam katagori nol (0). Untuk itu, peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian pada subjek lain yang jumlahnya lebih banyak dengan tingkat kehilangan pendengaran yang beragam, sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih baik dan dapat melengkapi kekurangan penelitian yang penulis lakukan. Untuk objektivitas tes, peneliti selanjutnya juga dapat menggunakan tes lisan dan tes tertulis, tes lisan diberikan bila anak memungkinkan bicara dan tertulis bila anak sudah mampu “menulis”.

Temuan dalam penelitian ini yang sangat penting yaitu, proses menyimak untuk anak tunarungu yang sebagian orang menganggap bahwa cukup hanya dengan menggunakan satu indera yaitu indera visual, karena menganggap proses menyimak tidak ubahnya sama dengan proses mendengar pada orang mendengar, ternyata dengan multisensori proses menyimak pada anak tunarungu itu lebih cepat dibandingkan dengan hanya menggunakan satu indera (meskipun indera visual lebih dominan). Perlu diingat menyimak tidak sama dengan proses mendengar, menyimak tingkatannya lebih tinggi dari pada mendengar, karena menyimak memerlukan perhatian dan atensi yang cukup, dengan multisensori perhatian dan atensi itu dapat terbangun dengan baik.


(5)

Jakarta: PT. Rineka Cipta

Bunawan, Lani (2001). Materi Pelatihan Metode Maternal Reflektif Tingkat Nasional. Jakarta: Depdiknas Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat PLB

Chaniago, Amran (1995). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta: CV.Pustaka Setia

Erina, Bunda. (2013). Ayah Bundaku Terapisku. Jakarta: Raih Asa Sukses (Penebar Swadaya Grup)

Hermawan, H. (2012). Menyimak Keterampilan Berkomunikasi yang Terabaikan. Yogyakarta: Graha Ilmu

http://alvin-sidiq.blogspot.com/2011/12/ptk-metode-multisensori.html, diunduh (31 Agustus 2013)

http://eprints.undip.ac.id/10438/1/Lucky_Ade_S._M2A_003_037.pdf, diunduh (31 Agustus 2013)

http://pemberhentiansingkat.blogspot.com/2011/09/multisensori.html, (diunduh 5 Januari 2013)

Iskandar, J. (2014). Penelitian Administrasi. Bandung: Pusapag

Lestari, Ristian P . (2008). Penerapan Pendekatan Multisensori Dalam Meningkatkan Kemampuan Menghafal Bacaan Shalat Pada Anak Tunarungu. (Studi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VI SDLB SLB-B Sukapura Kota Bandung). Skripsi Sarjana pada PLB FIP UPI Bandung : tidak diterbitkan

Munjin, Ahmad (2009). Metode dan Teknik Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT. Refika Aditama

Mutiara, Mara I . (2013). Penggunaan Media Komunikasi Visual Dalam Meningkatkan Bahasa Reseptif Anak Tunarungu. (Studi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII SLB-B Sukapura Kota Bandung). Skripsi Sarjana pada PLB FIP UPI Bandung : tidak diterbitkan


(6)

Somad, P. dan Hernawati, T. (1996). Ortopedagogik Anak Tunarungu. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Somantri, T. Sutjiati. (2007). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama.

Suanto, J, Koji, Takeuchi, dkk (2006). Penelitian dengan Subjek Tunggal. Bandung: UPI PRESS

Sugiono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: CV Alfabeta

Sukmadinata, Syaodih Nana (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Susetyo, Budi. (2011). Menyusun Tes Hasil Belajar. Bandung: CV Cakra

Tarigan, Guntur (1986). Menyimak Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa

Tarigan, Guntur (1989). Pengajaran Kompetensi Bahasa. Bandung: Angkasa Tim BNSP. (2006). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SDLB

Tunarungu. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional

Tim Dosen PLB (2013). Artikulsi dan Optimalisasi Fungsi Pendengaran (Modul). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Tim Dosen UPI (2011). Pedoman Penulisan Skripsi dan Makalah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Tim Redaksi Fokusmedia. (2003). Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Fokusmedia

Yusuf, S, Sugandhi, N, dkk (2011). Perkembangan Peserta Didik. Depok: Rajagrafindo Persada