KOMPETENSI GURU PEMBIMBING KHUSUS (GPK) PADA RESOURCE CENTER PENDIDIKAN INKLUSIF “X” DI KOTA BANDUNG MENURUT PERSPEKTIF KEPALA SEKOLAH, GURU, DAN ORANG TUA : Studi Fenomenologi Di SMP Negeri “Y”.

(1)

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERNYATAAN……….… i

ABSTRAK……….. ii

UCAPAN TERIMAKASIH……… iv

KATA PENGANTAR………. vii

DAFTAR ISI……… ix

DAFTAR TABEL……… ………. xi

DAFTAR GAMBAR…..………..……….. xii

DAFTAR GRAFIK/BAGAN…..……… xiii

DAFTAR FORMAT……… xiv

DAFTAR LAMPIRAN……… xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……….………. 1

B. Fokus Penelitian dan Rumusan Masalah……….……… 5

C. Tujuan Penelitian……….……… 7

D. Manfaat Penelitian……….………….. 8

E. Metode Penelitian……… 10

F. Lokasi Penelitian……….……… 11

BAB II KAJIAN TEORITIK A.Konsep Pendidikan Inklusif dan Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif (SPPI) 1. Konsep Pendidikan Inklusif……….. 13

2. Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif (SPPI)………. 18

B.Resource Center Pendukung Pendidikan Inklusif ……….. 22

C.Kompetensi Guru Pembimbing Khusus (GPK)……… 30

D.Kompetensi GPK Dalam Implementasi Pendidikan Inklusif Menurut Perspektif Kepala Sekolah, Guru, dan Orang Tua………. 37

E. Kajian Penelitian Terdahulu…………...………... 44 F.


(2)

x

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A.Pendekatan Penelitian……...……… 48

B.Strategi Penelitian………...……….. 49

C.Model Penelitian………….………..……… 50

D.Informan Penelitian………...……… 53

E. Prosedur Penelitian……….………..……… 54

F. Metode Pengumpulan Data………...……… 59

G.InstrumenPenelitian……….. 60

H.Teknik Pengolahan Data ……….….. 69

I. Autentifikasi Data………. 74

BAB IV ANALISIS DATA, TEMUAN PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN A.Analisis Data Pendapat Kepala Sekolah Tentang Kompetensi GPK……. 77

B.Analisis Data Pendapat Guru Tentang Kompetensi GPK……….. 85

C.Analisis Data Pendapat Orang Tua Tentang Kompetensi GPK…………. 93

D.Temuan Penelitian ………...………..……… 102

E. Pembahasan…...………... 112

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A.Kesimpulan …………..………...…………. 120

B.Implikasi ……….. 122

C.Saran/Rekomendasi……….. 124

DAFTAR PUSTAKA ………...…………..……….. 127

LAMPIRAN-LAMPIRAN……… 130


(3)

xi

DAFTAR TABEL

1. Daftar Peserta Didik Berkebutuhan Khusus di SMP “X”……….. 52

2. Daftar Informan Penelitian………….……… 53

3. Kisi-Kisi Instrumen Wawancara……… 62

4. Rekapitulasi Kompetensi Tugas GPK Berdasarkan

Pendapat Kepala Sekolah………... 84 5. Rekapitulasi Kompetensi Tugas GPK Berdasarkan

Pendapat Guru………. 92 6. Rekapitulasi Kompetensi Tugas GPK Berdasarkan

Pendapat Orang Tua………... 101 7. Rekapitulasi Kompetensi Tugas GPK Berdasarkan


(4)

xii

DAFTAR GAMBAR

1.

Tingkat Kompetensi…..……… 31


(5)

xiii

DAFTAR GRAFIK/BAGAN

1.

Pola Kerjasama RC dengan SPPI………. 27

2.

Alur Penelitian………. 58

3.

Tingkat Keberhasilan Kompetensi GPK……….. 111

4.

Rata-Rata Keberhasilan GPK……….. 111


(6)

xiv

DAFTAR FORMAT

1.

Contoh Format Transkrip Wawancara ….………. 71


(7)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

1.

Pedoman Wawancara ……… ... 130

2.

Contoh Transkrip ……….………. 135

3.

Rekapitulasi Hasil Wawancara Kepala Sekolah………...……. 148

4.

Rekapitulasi Hasil Wawancara Guru………. 155

5.

Rekapitulasi Hasil Wawancara Orang Tua……… 166

6.

Surat Pernyataan Informan……… 174

7.

SK Pembimbing………. 177


(8)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang dicanangkan pemerintah Indonesia pada tahun 1994 (Amuda, 2005) mewajibkan setiap anak berusia enam sampai lima belas tahun wajib mengenyam Pendidikan Dasar melalui Sekolah Dasar (SD), dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Madrasah Ibtidaiyah (MI), dan Madrasah Tsanawiyah (M.Ts). atau program penyetaraan Paket A (persamaan SD) dan paket B (persamaan SLTP). Hal ini berarti bahwa setiap anak Indonesia wajib menyelesaikan pendidikannya minimal hingga jenjang SLTP, tidak terkecuali berlaku pula bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) atau yang lebih dikenal sebagai anak luar biasa.

Kewajiban menyelesaikan pendidikan dasar hingga tingkat SLTP tersebut, dalam pelaksanaannya telah ditindaklanjuti dengan adanya berbagai sistem dukungan baik dari pemerintah maupun swasta, melalui berbagai program layanan pendidikan pada sekolah umum maupun sekolah khusus. Program-program tersebut antara lain pendidikan dasar gratis, bantuan operasional sekolah (BOS), beasiswa, peningkatan mutu layanan, dan lain sebagainya. Berbagai program tersebut pada dasarnya dimaksudkan untuk mensukseskan upaya pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana amanat UUD 1945.

Berbagai upaya memberikan layanan pendidikan di Indonesia dari tahun ke tahun dirasakan makin meningkat. Perjalanan peningkatan layanan pendidikan


(9)

2

khususnya layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) terlihat dari penyelenggaraan layanan pendidikan bagi ABK di Jawa Barat yang telah dikembangkan melalui beberapa pendekatan pendidikan kebutuhan khusus. Dimulai dari pelayanan yang bersifat segregasi, kemudian integrasi, maka saat ini layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus semakin berkembang dengan munculnya pendidikan inklusif.

Berkembangnya paradigma pendidikan inklusif sejalan dengan adanya kesadaran akan keharusan memberikan layanan pendidikan untuk semua (PUS), seperti yang dinyatakan dalam pernyataan resmi UNESCO dalam Garnida (2008) tentang pendidikan untuk semua ( Education For All atau EFA) pada tahun 1990. Dalam pernyataan tersebut diisyaratkan bahwa:

Setiap orang di dunia ini berhak untuk mendapatkan pendidikan. Hal ini berarti setiap anak memiliki hak yang sama untuk mendapatkan layanan pendidikan yang berkualitas sesuai kebutuhannya tanpa diskriminasi status sosial, gender, kondisi fisik dan lain sebagainya.

Layanan pendidikan inklusif secara lebih spesifik membutuhkan kemampuan setiap tenaga pendidik dan kependidikan untuk dapat menghargai dan melayani kelas dengan siswa beragam. Tenaga pendidik dan kependidikan yang terjun ke dalamnya selayaknya memiliki ketrampilan mendidik siswa dengan seluruh keberagaman yang ada.

Kewajiban memberikan layanan pendidikan terhadap seluruh siswa tanpa terkecuali anak berkebutuhan khusus (ABK) yang ada di sekolah-sekolah reguler yang berstatus sebagai sekolah penyelenggara pendidikan inklusif (SPPI) pada prakteknya menimbulkan permasalahan serius bagi SPPI. Dari hasil pra penelitian yang dilakukan penulis di Kota Bandung tahun 2011 ditemukan bahwa 100%


(10)

3

SPPI yang diteliti mengalami kesulitan dalam memberikan layanan pendidikan inklusif bagi ABK. Kesulitan utama SPPI adalah SDM yang belum kompeten dalam menangani ABK, sehingga SPPI membutuhkan dukungan agar dapat melayani kebutuhan ABK terutama dalam layanan pembelajarannya. Hal ini sesuai penelitian Dadang Garnida (2009), yang menemukan bahwa “Dukungan yang paling diharapkan sekolah penyelenggara pendidikan inklusif adalah dukungan yang berupa pendampingan dalam proses pembelajaran di mana di dalamnya terdapat Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)”. Berdasarkan hal tersebut maka keberhasilan pelaksanaan pendidikan inkusif di SPPI khususnya dalam praktek melayani ABK sangat membutuhkan adanya sistem dukungan.

Di Jawa Barat khusunya Kota Bandung, sistem dukungan terhadap pelaksanaan pendidikan inklusif telah memiliki beberapa wadah resmi yang diharapkan mampu mengupayakan keberhasilan pendidikan inklusif. Akan tetapi pada kenyataannya hasil survey yang dilakukan Garnida (2009), menemukan bahwa “…sistem dukungan penyelenggaraan pendidikan inklusif yang ada belum sepenuhnya dapat mendukung secara efektif dan efisien”.

Salah satu bentuk sistem dukungan yang termasuk belum mampu memberikan dukungan secara optimal terhadap pelaksanaan pendidikan inklusif sebagaimana hasil penelitian di atas adalah Resource Center (Pusat Sumber). Belum optimalnya dukungan Resource Center terhadap pendidikan inklusif khususnya dalam membantu sekolah penyelenggara pendidikan inklusif (SPPI) mengindikasikan bahwa Resource Center mengalami kesulitan dalam menjalankan peran dan fungsinya. Hal ini dibuktikan dengan hasil survey yang


(11)

4

dilakukan penulis pada awal penelitian yang menemukan bahwa dua dari tiga kepala Resource Center merasa kesulitan menjalankan peran dan fungsi lembaganya.

Salah satu bagian dari layanan Resource Center dalam mendukung SPPI melaksanakan pendidikan inklusif adalah dengan mengirimkan tenaga guru pembimbing khusus (GPK) ke sekolah-sekolah tersebut. Keberadaan GPK pada Resource Center sebagai sebuah fenomena terjadi seiring dengan perkembangan dukungan terhadap pendidikan inklusif. Kehadirannya melekat bersama munculnya Resource Center di Jawa Barat yang telah lahir sejak tahun 2005 (Amuda, 2009). Akan tetapi pada kenyataannya keberadaan GPK sebagai ujung tombak Resource Center dalam memberikan layanan bagi SPPI ternyata belum mampu memberikan kontribusi sesuai yang diharapkan bagi suksesnya pendidikan inklusif. Hasil penelitian Dyah S. (2008), menemukan bahwa:

…masih minimnya fungsi dari keberadaan GPK menjadikan pelaksanaan inklusif masih kurang baik dilihat dari sisi teori. Dari 11 sekolah dasar inklusif di Indonesia yang dijadikan sampel, GPK hanya ada di 8 sekolah dan hanya 3 diantaranya yang aktif. Hal ini menunjukan masih minimnya keberadaan GPK yang mumpuni untuk sekolah dasar inklusif di Indonesia.

Masih minimnya fungsi GPK memperlihatkan bahwa GPK mengalami kesulitan dalam menjalankan tugasnya. Hal ini dibuktikan dari hasil pra penelitian yang dilakukan peneliti di Kota Bandung bahwa seluruh GPK yang disurvey mengalami kesulitan dalam menjalankan tugasnya. Kesulitan GPK dalam menjalankan tugasnya diperkirakan salah satunya karena faktor kompetensi GPK. Dari lima GPK dan lima kepala SPPI yang di survey hanya satu yang menyatakan


(12)

5

bahwa GPK dari Resource Center memadai dari segi kompetensi, sisanya menganggap masih perlu dikembangkan, atau tidak tahu.

Pendapat kepala SPPI dan GPK yang menyatakan bahwa kompetensi GPK masih perlu dikembangkan menjadi hal yang menarik untuk dikaji karena SPPI sebagai pihak yang membutuhkan bantuan selayaknya mendapatkan layanan yang seoptimal mungkin dari GPK yang kompeten di bidangnya. Di sisi lain pendapat SPPI terhadap kompetensi GPK merupakan representasi dari tingkat kepuasan SPPI terhadap kinerja GPK serta merupakan tolok ukur keberhasilan kinerja GPK dalam membantu SPPI selama ini.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti memandang perlu untuk melihat kompetensi GPK pada Resource Center pendidikan inklusif di Kota Bandung provinsi Jawa Barat dalam melaksanakan tugasnya mendukung SPPI melaksanakan pendidikan inklusif menurut perspektif pengguna jasa GPK dalam hal ini adalah Kepala Sekolah dan Guru, serta Orang Tua ABK. Kompetensi GPK merupakan faktor penting dalam upaya mensukseskan pendidikan inklusif, sehingga adanya data tentang kompetensi GPK dari Resource Center akan sangat membantu upaya memaksimalkan peran dan fungsi Resource Center dalam mendukung pelaksanaan pendidikan inklusif.

B. Fokus Penelitian dan Rumusan Masalah

Pelaksanaan pendidikan inklusif di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif (SPPI) sangat membutuhkan suatu sistem dukungan bagi kelancaran prosesnya. Salah satu sistem dukungan tersebut adalah Resource Center yang


(13)

6

harus dipersiapkan dengan matang agar mampu memberikan kontribusi maksimal dalam membantu SPPI memberikan layanan pendidikan bagi siswa-siswanya terutama ABK. Untuk itu penulis/peneliti memandang perlu untuk lebih mengangkat permasalahan intern Resource Center, khususnya dalam segi kompetensi GPK yang ada di Resource Center pendidikan inklusif di Kota Bandung provinsi Jawa Barat.

Berdasarkan hal tersebut maka peneliti menetapkan fokus penelitian ini diarahkan untuk mengetahui kompetensi GPK pada Resource Center pendidikan inklusif di Kota Bandung provinsi Jawa Barat dalam melaksanakan tugasnya sebagai GPK menurut perspektif kepala sekolah, guru, dan orang tua ABK di SPPI.

Berdasarkan fokus penelitian yang telah ditetapkan, maka peneliti merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : Bagaimanakah kompetensi GPK pada Resource Center pendidikan inklusif di Kota Bandung provinsi Jawa Barat dalam melaksanakan tugasnya sebagai GPK menurut perspektif kepala sekolah, guru, dan orang tua ABK di SPPI?

Sebagai panduan bagi peneliti untuk meneliti obyek penelitian adalah rumusan pertanyaan penelitian yang spesifik untuk memperoleh gambaran tentang:

1. Bagaimanakah kompetensi Task Achievement GPK pada Resource Center pendidikan inklusif di kota Bandung provinsi Jawa Barat dalam menjalankan tugasnya sebagai GPK menurut perspektif kepala sekolah, guru, dan orang tua ABK di SPPI?


(14)

7

2. Bagaimanakah kompetensi Relationship GPK pada Resource Center pendidikan inklusif di Kota Bandung provinsi Jawa Barat dalam menjalankan tugasnya sebagai GPK menurut perspektif kepala sekolah, guru, dan orang tua ABK di SPPI?

3. Bagaimanakah kompetensi Personal Attribut GPK pada Resource Center pendidikan inklusif di Kota Bandung provinsi Jawa Barat dalam menjalankan tugasnya sebagai GPK menurut perspektif kepala sekolah, guru, dan orang tua ABK di SPPI?

4. Bagaimanakah kompetensi Managerial GPK pada Resource Center pendidikan inklusif di Kota Bandung provinsi Jawa Barat dalam menjalankan tugasnya sebagai GPK menurut perspektif kepala sekolah, guru, dan orang tua ABK di SPPI?

5. Bagaimanakah kompetensi Leadership GPK pada Resource Center pendidikan inklusif di Kota Bandung provinsi Jawa Barat dalam menjalankan tugasnya sebagai GPK menurut perspektif kepala sekolah, guru, dan orang tua ABK di SPPI?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang kompetensi Guru Pembimbing Khusus (GPK) pada Resource Center pendidikan inklusif di Kota Bandung provinsi Jawa Barat dalam menjalankan tugasnya sebagai GPK menurut perspektif kepala sekolah, guru, dan orang tua ABK di


(15)

8

sekolah penyelenggara pendidikan inklusif (SPPI) . Secara spesifik adalah untuk mengetahui gambaran tentang:

1. Kompetensi Task Achievement GPK pada Resource Center pendidikan inklusif di Kota Bandung provinsi Jawa Barat dalam menjalankan tugasnya sebagai GPK menurut perspektif kepala sekolah, guru, dan orang tua ABK di SPPI

2. Kompetensi Relationship GPK pada Resource Center pendidikan inklusif di Kota Bandung provinsi Jawa Barat dalam menjalankan tugasnya sebagai GPK menurut perspektif kepala sekolah, guru, dan orang tua ABK di SPPI 3. Kompetensi Personal Attribut GPK pada Resource Center pendidikan

inklusif di Kota Bandung provinsi Jawa Barat dalam menjalankan tugasnya sebagai GPK menurut perspektif kepala sekolah, guru, dan orang tua ABK di SPPI

4. Kompetensi Managerial GPK pada Resource Center pendidikan inklusif di Kota Bandung provinsi Jawa Barat dalam menjalankan tugasnya sebagai GPK menurut perspektif kepala sekolah, guru, dan orang tua ABK di SPPI 5. Kompetensi Leadership GPK pada Resource Center pendidikan inklusif di

Kota Bandung provinsi Jawa Barat dalam menjalankan tugasnya sebagai GPK menurut perspektif kepala sekolah, guru, dan orang tua ABK di SPPI.

D. Manfaat Penelitian

Bila tujuan penelitian dapat tercapai, maka hasil penelitian akan memiliki manfaat praktis dan teoritis.


(16)

9 1. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat bagi: a. Pusat Sumber (Resource Center):

Diperolehnya informasi tentang kompetensi GPK pada Resource Center pendidikan inklusif di Kota Bandung provinsi Jawa Barat akan membuat Resource Center pendukung pendidikan inklusif dapat mempersiapkan GPK yang kompeten dan mampu menjalankan tugasnya dengan baik. b. Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif (SPPI):

Diperolehnya gambaran tentang kompetensi GPK pada Resource Center pendidikan inklusif di Kota Bandung provinsi Jawa Barat maka akan memudahkan SPPI membuat program layanan bagi ABK serta memudahkan mengatur penugasan personil di SPPI yang menangani ABK

c. Guru Pembimbing Khusus (GPK):

Diperolehnya gambaran tentang kompetensi GPK pada Resource Center pendidikan inklusif di Kota Bandung provinsi Jawa Barat maka akan memacu GPK untuk lebih meningkatkan keahliannya dalam membantu SPPI terutama keahlian menangani ABK dan keahlian lainnya

d. Dinas Pendidikan:

Terungkapnya gambaran tentang kompetensi GPK pada Resource Center pendidikan inklusif di Kota Bandung provinsi Jawa Barat dapat digunakan sebagai acuan bagi Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat dalam membuat suatu kebijakan khususnya dalam merancang


(17)

program-10

program pengembangan sebuah Resource Center khususnya pengembangan sumber daya manusia.

c. Peneliti selanjutnya:

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi data dan fakta yang dapat digunakan sebagai dasar penelitian selanjutnya untuk mengetahui kompetensi GPK pada Resource Center pendidikan inklusif dari sudut pandang yang lain.

2. Manfaat Teoritis

Penelitian ini secara teoritis memiliki manfaat untuk:

a. Menjadi bahan kajian bagi pengembangan sumber daya manusia khususnya yang terkait dengan pengembangan pendidikan inklusif

b. Menjadi bahan kajian tentang konsep Guru Pembimbing Khusus (GPK) yang berkualitas dalam upaya pengembangan Resource Center sebagai sistem dukungan pendidikan inklusif.

c. Sebagai bahan evaluasi keterlaksanaan layanan pendidikan inklusif di SPPI.

E. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan strategi eksploratori, sedangkan model penelitian yang dipilih adalah fenomenologi (phenomenology). Fenomena yang diteliti adalah kompetensi guru pembimbing khusus (GPK) pada Resource Center yang bertugas di sekolah penyelenggara


(18)

11

pendidikan inklusif (SPPI). Subyek penelitian atau informan dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, guru, dan orang tua Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di sebuah SPPI. Data diperoleh dengan menggunakan metode wawancara mendalam. Pengolahan data dilakukan sepanjang penelitian, menggunakan kombinasi analisis pernyataan, analisis arti, dan deskripsi umum. Keabsahan data diperoleh dengan cara melakukan pengecekan terhadap data secara teliti dan melakukan kros cek kepada sumber data.

F. Lokasi Penelitian

Penelitian terhadap fenomena kompetensi Guru Pembimbing Khusus (GPK) ini dilakukan pada semester II tahun pelajaran 2010/2011. Fenomena yang diteliti adalah kompetensi GPK “X”, berasal dari Resource Center “X” Kota Bandung yang bertugas sebagai GPK salah satu sekolah penyelenggara pendidikan inklusif yaitu SMP Negeri “Y” Kota Bandung. Alasan memilih kompetensi GPK “X” sebagai fenomena yang akan diteliti adalah karena GPK tersebut ditugaskan secara resmi dari Resource Center “X” dan masih aktif menjalankan tugasnya hingga saat peneliti melakukan penelitian ini. Sedangkan alasan pemilihan lokasi penelitian yaitu di SMPN “Y” didasari oleh adanya fenomena dimaksud yang terlihat/terjadi di sekolah tersebut, disamping hal-hal berikut ini:

1. SMPN “Y” adalah sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif meskipun secara formal kedinasan tidak ditunjuk langsung sebagai sekolah inklusif. SMPN “Y” termasuk sekolah penyelenggara pendidikan inklusif


(19)

12

ditandai dengan adanya anak berkebutuhan khusus (ABK) yang beragam di sekolah tersebut, terdiri dari tunanetra, tunadaksa, autis serta ABK lainnya yang belum teridentifikasi dengan jelas

2. SMPN “Y” telah berusaha melayani kebutuhan ABK meskipun belum secara maksimal. SPPI ini dalam praktek melayani kebutuhan ABK mendapat bantuan Resource Center “X” dalam bentuk pengiriman guru pembimbing khusus (GPK)

3. SMPN “Y” memiliki personil yang bersikap terbuka terhadap penelitian pendidikan inklusif sehingga bersedia memberikan keterangan/informasi yang diperlukan peneliti.


(20)

48

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini peneliti menyajikan uraian tentang berbagai hal yang berkaitan dengan metodologi penelitian. Metodologi yang dimaksud dalam hal ini adalah serangkaian hukum, aturan, dan tata cara tertentu yang dilakukan peneliti dalam melakukan penelitian, mencakup keseluruhan proses penelitian yang dilakukan sejak awal hingga akhir penelitian. Metodologi penelitian di sini termasuk penggunaan pendekatan penelitian, desain penelitian, metode penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisa data serta keabsahan data hasil penelitian, tercantum dalam uraian sebagai berikut:

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini bertujuan ingin memperoleh gambaran tentang kompetensi guru pembimbing khusus (GPK) pada Resource Center pendidikan inklusif di Kota Bandung provinsi Jawa Barat dalam menjalankan tugasnya sebagai GPK menurut perspektif kepala sekolah, guru, dan orang tua anak berkebutuhan khusus (ABK). Sehingga untuk mencapai tujuan penelitian dimaksud maka peneliti menggunakan pendekatan kualitatif.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain sebagainya (Maleong dalam Herdiansyah; 2010). Dengan pendekatan kualitatif peneliti dapat memperoleh gambaran yang lebih lengkap


(21)

49

atau lebih maksimal dari sebuah fenomena terkait permasalahan yang diteliti yaitu kompetensi GPK pada Resource Center.

Alasan lain penggunaan pendekatan kualitatif karena pendekatan ini dapat memberi gambaran tentang fenomena yang diteliti berdasarka perspektif kepala sekolah, guru dan orang tua yang bersifat subyektif (hanya berdasarkan pengetahuan dan pengalaman individual). Menurut Emzir (2008) pendekatan kualitatif merupakan satu pendekatan yang secara primer menggunakan paradigma pengetahuan berdasarkan pandangan konstruktivist (seperti makna jamak dari pengalaman individual, makna secara sosial dan historis dibangun dengan maksud mengembangkan suatu teori atau pola…”

Disamping hal tersebut, pendekatan kualitatif ini digunakan karena penelitian ini berlangsung dalam kondisi alamiah (tidak dikondisikan), situasi yang diteliti bersifat natural dan apa adanya. Menurut Sugiyono (2008) metode penelitian kualitatif adalah metode yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah. Peneliti sama sekali tidak melakukan pengkondisian lapangan maupun informan sehingga penekanan lebih kepada proses bukan hasil.

B. Strategi Penelitian

Untuk memahami fenomena tentang kompetensi guru pembimbing khusus (GPK) pada Resource Center menurut perspektif kepala sekolah, guru, dan orang tua anak berkebutuhan khusus (ABK), maka peneliti menggunakan strategi kualitatif eksploratori. Dengan menggunakan strategi kualitatif eksploratori peneliti dapat memperoleh/menggali pandangan informan secara


(22)

50

mendalam dan menyeluruh tentang permasalahan yang diteliti. Oei (2002) mengatakan bahwa riset eksploratori merupakan desain riset yang bertujuan utama memperoleh pandangan mendalam dan menyeluruh.

Kompetensi GPK merupakan hal yang menurut hemat peneliti sulit untuk diidentifikasi karena sangat kompleks disamping masih sedikit teori yang dapat menjelaskan hal tersebut, sehingga kompetensi GPK perlu dieksplorasi lebih jauh. Creswell dalam Herdiansyah (2010), mengemukakan sebuah topik perlu dieksplorasi apabila: (1) topik tidak mudah diidentifikasi, (2) tidak tersedianya teori yang dapat dijadikan landasan untuk menjelaskan suatu perilaku subyek (3) untuk keperluan pengembangan suatu teori tertentu. Dengan melakukan eksplorasi terhadap perspektif kepala sekolah, guru, dan orang tua ABK maka peneliti mendapatkan gambaran yang mendalam dan menyeluruh dari permasalahan yang diteliti.

C. Model Penelitian

Penelitian ini menggunakan model penelitian fenomenologi (phenomenology) karena fenomenologi lebih ditujukan untuk mendapatkan kejelasan dari fenomena dalam situasi natural yang dialami oleh individu setiap harinya (Herdiansyah; 2010). Dengan menggunakan fenomenologi peneliti dapat memperoleh gambaran yang jelas tentang fenomena yang diteliti melalui sudut pandang dan keyakinan individu sebagai subyek yang secara langsung bersentuhan dengan fenomena tersebut.


(23)

51

Kompetensi guru pembimbing khusus (GPK) pada Resource Center dalam penelitian ini adalah sebuah fenomena yang dialami oleh sekelompok individu sebagai bagian dari fenomena yang terjadi secara luas di Indonesia. Fenomena yang diteliti adalah kompetensi GPK “X” yang berasal dari Resource Center “X” di kota Bandung, yang bertugas di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif (SPPI) yaitu SMPN “Y”. GPK “X” sedang/masih bertugas memberi pelayanan di SMPN “Y” pada saat penelitian ini dilaksanakan yaitu tahun pelajaran 2010-2011. Disamping bertugas sebagai GPK maka jabatan lainnya adalah sebagai guru SLB dan koordinator inklusif di Resource Center / SLB tersebut. Latar belakang pendidikan GPK tersebut adalah sarjana (S1) jurusan Pendidikan Luar Biasa (PLB) dan sudah mendapat sertifikat guru tahun 2010. GPK yang bersangkutan juga telah beberapa kali mengikuti kegiatan terkait pengembangan pendidikan inklusif, seperti pelatihan, seminar dan sosialisasi.

Sedangkan Resource Center “X” dalam penelitian iniadalah Sekolah Luar Biasa (SLB) yang diberi fungsi tambahan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat sebagai Resource Center sejak tahun 2005. Sehingga keberadaan Resource Center dalam penelitian ini tidak dapat dipisahkan dari kedudukannya sebagai SLB. Hal tersebut karena disamping menjalankan fungsinya sebagai sekolah khusus lembaga tersebut juga melayani pihak-pihak yang memerlukan bantuan khususnya terkait layanan pendidikan bagi siswa berkebutuhan khusus di SPPI, sehingga guru yang ditugaskan sebagai GPK dari Resource Center tersebut juga merangkap sebagai guru SLB.


(24)

52

Adapun sekolah penyelenggara pendidikan inklusif (SPPI) dalam penelitian ini adalah sekolah reguler yang melayani siswa yang beragam termasuk anak berkebutuhan khusus (ABK). SPPI dalam penelitian ini adalah SMP Negeri “Y” yang terletak di Kota Bandung. Pada saat penelitian berlangsung lembaga ini tidak termasuk secara formal sebagai sekolah uji coba pendidikan inklusif atau memiliki label sekolah inklusif, tetapi berdasarkan pengakuan Kepala Sekolah lembaga ini mengakui sebagai sekolah inklusif karena menerima / memberikan layanan pendidikan inklusif bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) meskipun berdasarkan kemampuan yang ada. Dari hasil observasi serta wawancara yang dilakukan peneliti, maka di SMP Negeri “Y” sedikitnya terdapat 5 (lima) siswa berkebutuhan khusus dari 7 (tujuh) siswa yang disebutkan, 2 (dua) siswa di kelas 9 (Sembilan) tidak sempat ditemui peneliti karena telah selesai mengikuti ujian. Berikut adalah daftar siswa / peserta didik berkebutuhan khusus di SPPI yang bersangkutan:

Tabel 3.1

Daftar Peserta Didik Berkebutuhan Khusus Di SMPN “Y” Tahun Pelajaran 2010/2011

NO. NO. INDUK NAMA

SISWA

L/P KATEGORI

ABK

KLS NAMA

ORANG TUA

1. 1011.7.255 C P Autis 7 G D

2. 1011.7.028 RS P Hidrocephalus 7 A AA/R

3. 0910.7 LM P Low Vision 8 G SB/AS

4. 0910.7.057 IBT P Tunanetra 8 I IT/S

5. 0809.7.289 S L Tunadaksa 9 G LR

6. 0809.7.099 FSM P Lamban Belajar 9 C AM


(25)

53

D. Subyek / Informan Penelitian

Subyek atau Informan dalam penelitian ini terdiri dari seorang kepala sekolah, seorang guru yaitu guru yang juga bertugas sebagai PKS bagian kurikulum, serta salah satu orang tua ABK di SMPN “Y” tersebut. Pemilihan informan tersebut di atas berdasarkan pertimbangan kedekatan informan dengan fenomena yang diteliti. Seluruh informan demi pertimbangan etika tidak disebutkan nama aslinya, dan data ketiga informan tersebut tercantum dalam daftar sebagai berikut:

Tabel 3.2

Daftar Informan Penelitian

NO NA MA KATE

GORI INFOR MAN PEKERJA AN/ JABATAN PEN DIDI KAN SOSIALISASI/PELA TIHAN PENDIDIKAN INKLUSIF YANG PERNAH DIIKUTI

1. “Yudhistira” Kepala Sekolah

Kepala Sekolah

S2 Sosialisasi Peran Resource Center Pendidikan Inklusif danWorkshop Pendidikan Inklusif

2. “Bima” Guru PKS

Kuriku lum

S1 Sosialisasi Peran Resource Center Pendidikan Inklusif

3. “Srikandi” Orang

tua ABK

PNS S1 Sosialisasi Peran Resource Center Pendidikan Inklusif


(26)

54

Tahapan atau prosedur yang dilakukan peneliti sejak awal penelitian hingga penelitian dianggap telah berakhir adalah sebagai berikut:

1. Studi pendahuluan:

Pada awal penelitian sebenarnya peneliti ingin mengetahui kesiapan guru SLB yang juga berfungsi sebagai Rersource Center untuk menjadi guru pembimbing khusus (GPK). Hal ini dilatar belakangi oleh adanya fenomena GPK pada Resource Center yang diberi tugas membantu sekolah penyelenggara pendidikan inklusif. Penelitian Dyah (2008) menunjukkan kenyataan secara nasional bahwa GPK belum mampu menjalankan fungsinya secara optimal dalam menjalankan perannya. Juga hasil penelitian Garnida (2009) yang mengungkap bahwa sistem dukungan penyelenggaraan pendidikan inklusif yang ada belum mendukung secara efektif dan efisien. Sementara itu hasil penelitian Sunanto, dkk. (2008) menunjukkan bahwa indeks pelaksanaan pendidikan inklusif di sekolah dasar masih belum ideal.

Dari beberapa hasil penelitian tersebut peneliti mencoba melihat akar permasalahan yang dihadapi GPK. Peneliti berangkat dari permasalahan yang dihadapi Resource Center sebagai pangkalan induk (home base) GPK serta sekolah penyelenggara pendidikan inklusif (SPPI) sebagai pihak yang membutuhkan bantuan layanan GPK tersebut. Melalui survey terhadap 3 (tiga) Resource Center, dan 5 (lima) SPPI di kota Bandung maka peneliti menemukan banyak permasalahan dalam tubuh Resource Center termasuk permasalahan intern GPK itu sendiri. Sehingga pada akhirnya peneliti


(27)

55

melihat bahwa kompetensi GPK adalah sebuah fenomena yang layak untuk diteliti lebih mendalam.

2. Pemetaan Lapangan:

Setelah fenomena ditentukan, peneliti selanjutnya melakukan pemetaan lapangan. Peneliti mengidentifikasi berbagai hal yang akan diteliti terkait dengan fenomena tersebut, misalnya menentukan kompetensi GPK dari Resource Center tertentu, subyek penelitian/informan yang dapat dimintai keterangan, cara menggali informasi dari informan tersebut, dan sebagainya.

3. Memasuki Lapangan:

Untuk lebih memudahkan peneliti dalam memilih informan, mengenal dan membangun hubungan dengan subyek yang diteliti serta memastikan keterkaitan subyek dengan fenomena yang akan diteliti, sekaligus sebagai upaya peneliti untuk memperkenalkan topik yang akan diteliti di SPPI tersebut, maka peneliti bekerjasama dengan SPPI mengadakan acara sosialisasi tentang “Peran Resource Center dalam membantu implementasi pendidikan inklusif di SPPI” pada tanggal 11 Mei 2011. Acara tersebut melibatkan SPPI, beberapa Resource Center Kota Bandung, Dinas Pendidikan Kota Bandung, dengan pembicara dari UPI dan Pengawas Sekolah PLB Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.

4. Proses Pengumpulan Data:

Peneliti mulai mengumpulkan informasi/data yang lebih spesifik tentang topik penelitian dari informan yang telah ditetapkan dengan


(28)

56

menggunakan instrumen yang sudah dikonsultasikan kepada ahli dalam hal ini adalah dosen pembimbing. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mewawancarai masing-masing informan secara terpisah. Dalam setiap wawancara peneliti membuat dokumentasi data dalam bentuk catatan lapangan, merekam isi wawancara, serta mengambil gambar saat wawancara. 5. Proses Analisa Data:

Pada dasarnya analisa data dilakukan sepanjang proses penelitian, sejak studi pendahuluan hingga berhasil menarik kesimpulan penelitian. Setelah proses wawancara maka peneliti akan segera melakukan analisa terhadap data tersebut melalui proses pembuatan transkrip, membaca kembali catatan wawancara/catatan lapangan, kemudian menginterpretasi maksud informan dalam isi wawancara tersebut.

6. Proses Validasi Data:

Proses validasi data dilakukan dengan kembali menemui informan serta meminta persetujuan atas semua proses penelitian dan data yang telah ada, melalui kegiatan: mendengarkan isi rekaman wawancara, membaca transkrip wawancara, membaca interpretasi peneliti mengenai isi rekaman, serta membaca catatan peneliti dalam proses wawancara. Proses validasi juga melibatkan seluruh key informan yaitu kepala sekolah, guru, dan orang tua ABK, serta melibatkan dosen pembimbing yang mengawal seluruh proses penelitian dari awal hingga akhir penelitian.


(29)

57

Peneliti menganggap penelitian telah berakhir apabila seluruh data dianggap cukup untuk dapat menjawab seluruh permasalahan penelitian, semua informan telah memvalidasi data, dan telah dapat menghasilkan sebuah kesimpulan penelitian.

Secara ringkas prosedur penelitian yang dilakukan peneliti dapat dilihat dalam alur penelitian berikut ini:


(30)

58 Cara

Bagan 3.1. Alur Penelitian

Managerial Personal Attribute Relationship Analisis Cara/Teknik Informan Tempat Task Achievement Leadership Leadership Mengum pulkan Informasi Infor man Pemetaan Lapangan Kepala Sekolah Guru Orang Tua Analisis Gambaran Kompetensi GPK Analisis KESIMPULAN KOMPETENSI GPK

Analisis Studi Pendahuluan FENO

MENA

V a l i d a s i Key Informan


(31)

59

F. Metode Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data penelitian, peneliti menggunakan wawancara mendalam. Proses wawancara mendalam dilakukan untuk memperoleh data berupa perspektif informan terkait fokus penelitian dari informan yang telah ditetapkan. Proses wawancara antar informan terpisah satu sama lain baik tempat maupun jadwal wawancara dan dilakukan secara mendalam. Dalam wawancara peneliti mengupayakan terjadi interaksi dua arah, dalam arti pewancara (interviewer) dan orang yang diwawancarai (interviewee) saling berinteraksi dan terlibat dalam percakapan yang saling melengkapi atau terjadi pertukaran informasi. Gambaran interaksi yang terjadi antara peneliti dan informan dalam proses wawancara adalah sebagai berikut :

Dua parties (pewawancara

dan terwawancara) Terjadi pertukaran persepsi antara pewawancara dengan terwawancara

Terjadi pertukaran peran (role) antara pewawancara (R)dengan

terwawancara (E)

Tiga tahapan

Interaksi

3

2 1

Communication Interactions

Gambar 3.1. Model Interaksi Komunikasi Sumber: Steward & Cash dalam Herdiansyah (2010)

Role Role

E

R E

R Perception


(32)

60

Bentuk wawancara yang digunakan peneliti adalah wawancara semiterstruktur. Menggunakan moderately open questions yaitu pertanyaan terbuka tetapi ada batasan tema dan alur pembicaraan meskipun informan bebas memberikan jawaban atau bersifat fleksibel tetapi terkontrol, Kecepatan wawancara diatur, peneliti mengendalikan alur pembicaraan serta menyesuaikan waktu dan tempat yang telah disepakati dengan informan. Dalam melakukan wawancara peneliti menggunakan pedoman wawancara sebagai panduan tetapi tidak menutup kemungkinan peneliti melakukan probing (pertanyaan sekunder) apabila informan memberikan reaksi tertentu atau jawaban yang diberikan informan masih dirasakan kurang oleh peneliti.

Dalam melakukan pengumpulan data peneliti telah berusaha semaksimal mungkin menggali informasi dari para informan, namun karena keterbatasan kemampuan peneliti dalam melakukan wawancara, luasnya aspek yang diteliti, serta keterbatasan waktu yang dimiliki informan maupun peneliti maka masih terdapat data yang kurang spesifik menggambarkan maksud informan sesuai tuntutan sebuah penelitian kualitatif. Sehingga untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya kesalahan interpretasi maka peneliti ketika menginterpretasi data melibatkan informan.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah panduan wawancara. Panduan yang digunakan untuk mengumpulkan data disusun oleh peneliti dengan


(33)

61

mempertimbangkan aspek-aspek yang dapat menunjang proses penelitian terutama kemampuan instrumen untuk dapat mengakomodir kebutuhan data yang diperlukan. Adapun langkah-langkah penyusunan instrumen yang dilakukan antara lain:

a. Penyusunan kisi-kisi instrumen

Kisi-kisi instrumen merupakan garis besar dari materi yang akan dituangkan sebagai bentuk pertanyaan dalam pedoman wawancara. Kisi-kisi dibuat berdasarkan fokus atau fenomena penelitian. Kisi-kisi instrumen wawancara yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dengan mengkombinasikan kompetensi umum berdasarkan batasan Zwell dan tugas GPK berdasarkan batasan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Kisi-kisi yang dibuat peneliti memuat 34 butir indikator yang merupakan sub kompetensi dari lima kompetensi yang akan diukur. Masing-masing indikator diperuntukkan untuk satu pertanyaan sesuai 9 (sembilan) tugas GPK.

Selain berisi 34 butir pertanyaan, peneliti juga menyediakan ruang khusus untuk memberi catatan tambahan berupa saran atau pendapat yang belum terakomodir dalam 34 butir pertanyaan tersebut. Berikut adalah bentuk kisi-kisi tersebut:


(34)

62

Tabel 3.3. Kisi-Kisi Instrumen Wawancara NO KATEGORI

KOMPETENSI

SUB KATEGORI KOMPETENSI

INDIKATOR NO. SOAL

BUNYI PERTANYAAN

1. Task Achievement (a) Orientasi pada hasil (b) Mengelola kinerja (c) Memengaruhi inisiatif (d) Efisien (e) Fleksibilitas (f) Inovatif

Menunjukkan keberhasilan ketika melaksanakan

sembilan tugas GPK Menunjukkan kemampuan mengelola kinerja ketika melaksanakan sembilan tugas GPK

Menunjukkan kemampuan memengaruhi inisiatif (menjadi inspirator) bagi orang lain ketika

menjalankan sembilan tugas GPK

Menunjukan kemampuan bekerja secara efisien ketika melaksanakan sembilan tugas GPK

Menunjukkan kemampuan bekerja secara fleksibel ketika melaksanakan sembilan tugas GPK Menunjukkan kemampuan membuat inovasi ketika

1 2 3 4 5 6

Menurut pendapat Bapak /Ibu bagaimana keberhasilan GPK dari RC ketika melaksanakan sembilan tugas GPK?

Menurut pendapat Bapak /Ibu bagaimana kemampuan GPK dari RC dalam mengelola kinerjanya ketika melaksanakan sembilan tugas GPK

Menurut pendapat Bapak /Ibu bagaimana kemampuan GPK dari RC dalam memengaruhi inisiatif (menjadi inspirator) bagi orang lain ketika menjalankan sembilan tugas GPK

Menurut pendapat Bapak /Ibu bagaimana

kemampuan GPK dari RC bekerja secara efisien ketika melaksanakan sembilan tugas GPK

Menurut pendapat Bapak /Ibu bagaimana

kemampuan GPK dari RC bekerja secara fleksibel ketika melaksanakan sembilan tugas GPK

Menurut pendapat Bapak /Ibu bagaimana kemampuan GPK dari RC membuat inovasi ketika melaksanakan sembilan tugas GPK


(35)

63

(g) Perduli pada kualitas (h) Melakukan perbaikan berkelanjutan (i) Keahlian teknis. melaksanakan sembilan tugas GPK

Menunjukkan keperdulian terhadap kualitas pekerjaan ketika melaksanakan

sembilan tugas GPK Menunjukkan kemampuan untuk melakukan perbaikan berkelanjutan ketika melaksanakan sembilan tugas GPK

Menunjukkan keahlian secara teknis ketika melaksanakan sembilan tugas GPK

7

8

9

Menurut pendapat Bapak /Ibu bagaimana kepedulian GPK dari RC terhadap kualitas pekerjaan ketika melaksanakan sembilan tugas GPK

Menurut pendapat Bapak /Ibu bagaimana kemampuan GPK dari RC untuk melakukan perbaikan berkelanjutan ketika melaksanakan sembilan tugas GPK

Menurut pendapat Bapak /Ibu bagaimana keahlian secara teknis GPK dari RC ketika melaksanakan sembilan tugas GPK

2. Relationship (Hubungan dengan orang lain)

(a) Kerjasama

(b) Orientasi pada pelayanan

(c) Kepedulian antar pribadi

Menunjukkan kemampuan bekerjasama dengan orang lain ketika melaksanakan sembilan tugas GP

Menunjukkan kemampuan melayani orang lain dalam melaksanakan Sembilan tugas GPK

Menunjukkan memiliki keperdulian terhadap orang lain dalam melaksanakan

10

11

12

Menurut pendapat Bapak /Ibu bagaimana kemampuan GPK dari RC bekerjasama dengan orang lain dalam melaksanakan sembilan tugas GPK

Menurut pendapat Bapak /Ibu bagaimana kemampuan GPK dari RC melayani orang lain dalam melaksanakan Sembilan tugas GPK

Menurut pendapat Bapak /Ibu bagaimana keperdulian terhadap orang lain yang dimiliki GPK dari RC dalam melaksanakan sembilan


(36)

64 (d) Kecerdasan organisasional (e) Membangun hubungan (f) Penyelesaian konflik

(g) Perhatian pada komunikasi

(h) Sensitifitas lintas budaya.

sembilan tugas GPK Menunjukkan memiliki kecerdasan organisasional dalam melaksanakan sembilan tugas GPK

Menunjukkan kemampuan membangun hubungan (membuat jejaring) dalam melaksanakan sembilan tugas GPK

Menunjukkan kemampuan menyelesaikan konflik yang muncul dalam

melaksanakan Sembilan tugas GPK

Menunjukkan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain dalam

melaksanakan Sembilan tugas GPK

Menunjukkan memiliki sensitifitas terhadap perbedaan budaya dalam melaksanakan Sembilan tugas GPK 13 14 15 16 17 tugas GPK

Menurut pendapat Bapak /Ibu bagaimana

kecerdasan berorganisasi yang dimiliki oleh GPK dari RC dalam melaksanakan sembilan tugas GPK

Menurut pendapat Bapak /Ibu bagaimana kemampuan GPK dari RC membangun hubungan (membuat jejaring) dalam melaksanakan sembilan tugas GPK

Menurut pendapat Bapak /Ibu bagaimana

kemampuan GPK dari RC menyelesaikan konflik yang muncul dalam melaksanakan Sembilan tugas GPK

Menurut pendapat Bapak /Ibu bagaimana

kemampuan GPK dari RC berkomunikasi dengan orang lain dalam melaksanakan Sembilan tugas GPK

Menurut pendapat Bapak /Ibu bagaimana sensitifitas terhadap perbedaan budaya

yang dimiliki GPK dari RC dalam melaksanakan sembilan tugas GPK


(37)

65

3. Personal Attribute (a) Kejujuran

(b) Pengembangan diri (c) Ketegasan (d) Kualitas keputusan (e) Manajemen stress

(f) Berfikir analitis

Menunjukkan memiliki kejujuran dalam

melaksanakan sembilan tugas GPK

Menunjukkan kemampuan mengembangkan diri ketika melaksanakan sembilan tugas GPK Menunjukkan memiliki ketegasan dalam melaksanakan sembilan tugas GPK Menunjukkan memiliki kemampuan dalam

mengambil keputusan yang berkualitas ketika

melaksanakan sembilan tugas GPK

Menunjukkan kemampuan dalam menghadapi stress yang terjadi pada diri sendiri maupun orang lain ketika melaksanakan sembilan tugas GPK

Menunjukkan kemampuan berfikir analitis ketika

18 19 20 21 22 23

Menurut pendapat Bapak /Ibu bagaimana kejujuran yang dimiliki GPK dari RC dalam melaksanakan sembilan tugas GPK

Menurut pendapat Bapak /Ibu bagaimana kemampuan GPK dari RC mengembangkan diri dalam melaksanakan sembilan tugas GPK

Menurut pendapat Bapak /Ibu bagaimana ketegasan yang dimiliki GPK dari RC dalam melaksanakan sembilan tugas GPK

Menurut pendapat Bapak /Ibu bagaimana kemampuan yang dimiliki GPK dari RC dalam mengambil sebuah keputusan yang berkualitas ketika melaksanakan sembilan tugas GPK

Menurut pendapat Bapak /Ibu bagaimana kemampuan GPK dari RC dalam menghadapi stress yang terjadi pada diri sendiri maupun orang lain ketika melaksanakan sembilan tugas GPK

Menurut pendapat Bapak /Ibu bagaimana kemampuan GPK dari RC dalam menganalisis


(38)

66 (g) Berfikir konseptual melaksanakan sembilan tugas GPK Menunjukkan kemampuan berfikir konseptual ketika melaksanakan sembilan tugas GPK

24

sebuah permasalahan ketika melaksanakan sembilan tugas GPK

Menurut pendapat Bapak /Ibu bagaimana kemampuan berfikir konseptual GPK dari RC ketika melaksanakan sembilan tugas GPK

4. Managerial (a) Memotivasi

(b) Memberdaya kan

(c) Mengembang- kan orang lain

Menunjukkan kemampuan memotivasi orang lain ketika melaksanakan sembilan tugas GPK

Menunjukkan kemampuan memberdayakan segala sumber daya yang ada ketika melaksanakan sembilan tugas GPK

Menunjukkan kemampuan mengembangkan orang lain ketika melaksanakan sembilan tugas GPK

25

26

27

Menurut pendapat Bapak /Ibu bagaimana kemampuan GPK dari RC dalam memotivasi orang lain ketika melaksanakan sembilan tugas GPK

Menurut pendapat Bapak /Ibu bagaimana kemampuan GPK dari RC dalam

memberdayakan segala sumber daya yang ada ketika melaksanakan sembilan tugas GPK

Menurut pendapat Bapak /Ibu bagaimana kemampuan GPK dari RC dalam

mengembangkan orang lain ketika melaksanakan sembilan tugas GPK


(39)

67

5. Leadership (a) Kepemimpinan

visioner (b) Berfikir strategis (c) Orientasi kewirausahaan (d) Manajemen perubahan (e) Membangun komitmen organisasional (f) Membangun

fokus dan

Menunjukkan memiliki kemampuan memimpin kearah masa depan ketika melaksanakan sembilan tugas GPK

Menunjukkan mampu berfikir strategis ketika melaksanakan sembilan tugas GPK

Menunjukkan memiliki kemampuan berwirausaha ketika melaksanakan sembilan tugas GPK Menunjukkan kemampuan dalam mengelola

perubahan ketika melaksanakan sembilan tugas GPK

Menunjukkan kemampuan membangun komitmen organisasional ketika melaksanakan sembilan tugas GPK

Menunjukkan kemampuan membangun fokus dan

28 29 30 31 32 33

Menurut pendapat Bapak /Ibu bagaimana

kemampuan memimpin ke arah masa depan yang dimiliki GPK dari RC ketika melaksanakan sembilan tugas GPK

Menurut pendapat Bapak /Ibu bagaimana kemampuan berfikir strategis GPK dari RC ketika melaksanakan sembilan tugas GPK

Menurut pendapat Bapak /Ibu bagaimana kemampuan berwirausaha GPK dari RC ketika melaksanakan sembilan tugas GPK

Menurut pendapat Bapak /Ibu bagaimana kemampuan GPK dari RC dalam mengelola adanya sebuah perubahan ketika melaksanakan sembilan tugas GPK

Menurut pendapat Bapak /Ibu bagaimana kemampuan GPK dari RC dalam membangun komitmen organisasional ketika melaksanakan sembilan tugas GPK

Menurut pendapat Bapak /Ibu bagaimana kemampuan GPK dari RC dalam membangun


(40)

68

maksud

(g) Membangun dasar-dasar dan nilai

maksud dari pengembangan pendidikan inklusif ketika melaksanakan sembilan tugas GPK

Menunjukkan kemampuan membangun dasar-dasar dan nilai pendidikan inklusif ketika melaksanakan

sembilan tugas GPK

34

fokus dan maksud dari pengembangan pendidikan inklusif ketika melaksanakan sembilan tugas GPK

Menurut pendapat Bapak /Ibu bagaimana kemampuan GPK dari RC dalam membangun dasar-dasar dan nilai pendidikan inklusif ketika melaksanakan sembilan tugas GPK

CATATAN TAMBAHAN

Saran / Masukan dari Bapak /Ibu :

……… ………


(41)

69

b. Pembuatan instrumen

Instrumen dikembangkan berdasarkan kisi-kisi yang telah disusun sebelumnya. Instrumen yang dikembangkan berupa pedoman wawancara (terlampir) dan telah melalui proses pengujian kebaikan mengenai isi/materi, ketepatan bahasa, teknik yang digunakan dalam wawancara, dan alat-alat pendukung yaitu tape recorder dan catatan lapangan. Proses pengujian kebaikan instrumen dilakukan dengan berkonsultasi dengan dosen pembimbing. Instrumen memuat 34 butir pertanyaan sesuai indikator kompetensi, kemudian setiap indikator tersebut dipecah menjadi 9 (sembilan) sub indikator sesuai tugas GPK yang akan di analisis. Artinya untuk sebuah pertanyaan digunakan untuk menjawab 9 (sembilan) tugas GPK, sehingga total jawaban informan meliputi 306 (tiga ratus enam) butir jawaban. Sub indikator tidak ditulis dalam instrumen karena sudah terakomodir dalam 34 butir indikator utama.

H. Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan secara simultan sejak awal penelitian hingga data dianggap telah jenuh. Jenuh yang dimaksud peneliti adalah tidak ada lagi data yang perlu diubah, ditambah atau dikurangi yang mungkin terjadi akibat kesalahan ucap, kekuranglengkapan jawaban informan ataupun kesalahan interpretasi peneliti. Selain hal tersebut peneliti telah menganggap data yang diperoleh telah memenuhi harapan peneliti untuk dapat menjawab rumusan masalah atau pertanyaan penelitian.


(42)

70

Melalui proses wawancara mendalam dihasilkan data dalam bentuk rekaman wawancara dan catatan lapangan. Selanjutnya peneliti mengolah data tersebut sehingga menjadi suatu hal yang bermakna. Terdapat tiga informan yang diminta memberikan data yaitu kepala sekolah, guru dan orang tua ABK. Analisis data dilakukan terhadap masing-masing informan serta gabungan ketiga informan tersebut. Proses analisa data dari hasil wawancara terhadap informan dilakukan sedetil mungkin dan tidak memasukkan pendapat peneliti. Langkah-langkah analisis data yang dilakukan peneliti merujuk pada konsep Miles & Huberman dalam Sugiyono (2008), yaitu data reduction, data display, dan congclusion drawing/verification.

Proses analisa data yang mencakup ketiga hal tersebut dilakukan secara tumpang tindih dan terus menerus terhadap seluruh data yang terkumpul, yaitu: a. Reduksi Data:

Proses reduksi data dimulai setelah wawancara selesai dilakukan. Rekaman wawancara (data suara) disusun menjadi sebuah transkrip wawancara. Transkrip dibuat dengan format untuk seluruh pertanyaan. Pembuatan transkrip dilakukan sesederhana mungkin dan sistematis agar lebih mudah di pahami oleh peneliti. Hanya pertanyaan global saja yang ditulis oleh peneliti, tugas GPK yang dimaksud juga hanya ditulis nomor tugasnya saja. Dalam bagian ini peneliti hanya menyajikan contoh transkrip untuk satu pertanyaan saja dari 34 (tiga puluh empat) butir pertanyaan yang diajukan kepada kepala sekolah. (Transkrip selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran hal. 5-37).Berikut adalah contoh transkrip tersebut:


(43)

71

Format 3.1 Contoh Format Transkrip Wawancara TRANSKRIP WAWANCARA

KOMPETENSI GPK MENURUT PENDAPAT INFORMAN

Nama Informan : “Yudhistira”

Kategori : Kepala Sekolah

Tgl. Wawancara : 27 Mei, 4 Juni, dan 16 Juni 2011 Tempat : Ruang Kepala Sekolah

1. “Menurut pendapat Bapak /Ibu bagaimana keberhasilan GPK dari RC ketika melaksanakan sembilan tugas GPK?”

Jawaban :

“Dari kesembilan poin kehadiran GPK pada sekolah kami, yang pertama ketenangan bagi Bpk/ibu guru… yang artinya ada yang menangani ABK sesuai bidangnya dan kemampuannya…yang kedua anak anak ABKnya sendiri e…merasa ada perlindungan gitu, dalam arti dia bertanya sesuatu itu langsung menghubungi orang tersebut .. dengan GPK tersebut…yang ketiga guru maupun wali kelas bisa komunikatif dengan GPK tapi tidak seluruhnya ya…. terutama wali kelas yang terkait yang ada ABK dikelasnya”

No 1 : “Mengunjungi belum seluruhnya tiap hari bu… belum optimal…belum setiap saat ada di lokasi disekolah kami…walaupun bimbingan bagi ABK sebaiknya setiap hari, jangan hanya sekedar mau ulangan… belum berhasil, belum optimal bu…”

No 2 : “Dikategorikan berhasil bu…sebab salah satunya setelah kami tanya kepada GPk tsb sekalipun tidak ada orang tuanya dia bisa menjelaskan bu…ya..bahwa anak tersebut ..e..hubungan di keluarganya, kemudian sistem belajarnya, termasuk kemajuan pembelajarannya gitu.. bisa……ada hasilnya” No 3 : “Dikategorikan sangat relatif ya… ada keberhasilannya dan ada belumnya gitu ya, dikatakan berhasilnya begini setelah anak itu tampil di hadapan teman-temannya dia sifat konfiden..percaya diri sudah tertanam, karena sudah ada satu metoda yang diterapkan oleh GPK tersebut… memberikan suport kepada anak ketika membaca puisi ketika menyanyikan lagu…, belum berhasilnya… anak2 tsb masih harus ada guru pendamping dimana anak seharusnya sudah dilepas, misalnya dalam olah raga… relative berhasil…walaupun belum maksimal”

No 4 : “Belum kalau prakarsa dari GPK itu sendiri … yang kami gambarkan yang menjadi beban mungkin dari anggarannya … kalo didalam mengaktualisasikan program saya menilai mampu… yang belum mampu

adalah kerjasama untuk mengadakan satu…mampu hambatannya

pendanaan…..”

No 5 : “Selalu hadir ketika diundang…., selain dia hadir membawa hubungannya dengan mitra kerja lainnya…saya salut…artinya tidak hanya mengikuti keinginan atau keperluannya sendiri tapi ada korelasi dengan yang laini…berhasil…mampu”

No 6 : “Ya sama itu..”

No 7 : “Dengan adanya dia menghubungi wali kelas dan guru mata pelajaran tertentu… saya kategorikan itu meneliti walaupun tidak secara formal…pernah lihat dan minta ijin…menghubungi …berhasil…menghubungi untuk keperluan ABK tersebut”

No 8 : “Rasanya masih belum bisa diaktualisasikan… belum berhasil…belum lihat….”

No 9 : “Dikatakan berhasil…jika diberikan peluang memilih… bagi peran GPK sudah nampak… ketika anak upacara dia ditempatkan dibarisan depan untuk tidak mengganggu yang lainnya…berhasil bu…”


(44)

72

Setelah proses pembuatan transkrip selesai, maka proses reduksi data selanjutnya adalah membuat intisari dari jawaban informan yang belum secara spesifik memberikan jawaban, misalnya untuk jawaban “Sama dengan atas…” maka peneliti akan membuat interpretasi jawaban tersebut dengan memasukkan jawaban seperti pertanyaan sebelumnya melalui izin kepada informan terlebih dahulu. Intisari jawaban informan tersebut lalu dibuat rekapannya, dan menyajikan rekapan tersebut dalam sebuah matrik agar lebih mudah dibaca.

Selanjutnya peneliti meggunakan intisari jawaban tersebut sebagai tema yang muncul dari jawaban informan serta mengelompokkan tema-tema tersebut berdasarkan kecenderungan terhadap indikasi kompetensi tertentu. Dari beragam tema yang muncul peneliti melihat jawaban informan mengelompok pada 3 (tiga) kelompok kompetensi yaitu kelompok yang mengindikasikan GPK kurang kompeten, cukup kompeten, dan kompeten dalam menjalankan tugasnya. Pengelompokkan kompetensi dari jawaban informan didasarkan pada apa yang diungkapkan informan misalnya untuk kelompok jawaban yang mengindikasikan kurang kompeten adalah jawaban informan yang diawali kata seperti “Belum optimal…”, “Kurang berhasil…”, “Belum mampu…”, “Belum nampak…”, dan sejenisnya. Untuk kelompok yang mengindikasikan GPK cukup kompeten misalnya jawaban informan “Ada upaya…”, “Cukup mampu…”, “Hasil belum maksimal…”, dan jawaban senada lainnya. Untuk kelompok jawaban yang mengindikasikan GPK kompeten dalam menjalankan tugasnya adalah pendapat informan


(45)

73

seperti “Bagus…”, “Mampu…”, “Berhasil…”, Bisa…” dan jawaban serupa lainnya. Dalam membuat interpretasi terhadap adanya kecenderungan jawaban informan yang mengelompok pada tiga kelompok kompetensi di atas, peneliti meminta pendapat sekaligus persetujuan informan.

Dari tema-tema yang telah dapat dilihat kecenderungan mengelompok pada indikasi kompetensi tersebut peneliti kemudian mengorganisasikan data dengan membuat interpretasi atau menggambarkan data dari berbagai sudut pandang, misalnya kompetensi untuk masing-masing tugas GPK, atau kompetensi GPK berdasarkan lima aspek kompetensi Zwell yaitu task achievement, relationship, personal attribute, managerial, atau kompetensi leadership. Semua proses reduksi data dilakukan melalui analisis mendalam terhadap setiap data dari masing-masing informan secara terpisah kemudian data tersebut digabung untuk melihat pola kompetensi berdasarkan pendapat ketiga informan. Penggabungan data dilakukan dengan mengelompokkan jawaban seluruh informan sesuai hasil interpretasi terhadap kondisi kompetensi berdasarkan banyak sedikitnya indikator dalam kelompok tersebut.

b. Penyajian Data:

Seluruh data setelah direduksi kemudian disajikan dalam bentuk sistematis dan sesederhana mungkin agar lebih mudah dibaca dan dipahami oleh pembaca maupun oleh peneliti. Data yang disajikan dalam bentuk matrik adalah data yang telah melewati proses analisis, sehingga hanya intisari dari


(46)

74

jawaban informan yang ditampilkan peneliti. Poin-poin pertanyaan yang diajukan juga tidak ditulis ulang, tetapi telah diatur sedemikian rupa sehingga data yang ditampilkan telah berupa matrik yang menggambarkan kaitan berbagai aspek penelitian.

c. Gambaran / Verifikasi Data:

Seluruh hasil rekaman dalam bentuk suara maupun yang telah dijadikan transkrip, termasuk hasil interpretasi peneliti terhadap isi rekaman kemudian disusun / dikelompokkan berdasarkan kecenderungan kondisi kompetensi tertentu. Dari kelompok tersebut kemudian diinterpretasikan oleh peneliti menjadi sebuah gambaran kondisi kompetensi GPK sesuai yang dimaksud informan. Gambaran tentang kompetensi GPK tersebut secara lengkap terurai dalam proses analisis data, temuan penelitian berikut pembahasannya yang tercantum di dalam bab IV.

I. AUTENTIFIKASI DATA

Seluruh data dalam bentuk hasil rekaman, transkrip berikut interpretasi peneliti kemudian diperlihatkan/diperdengarkan kembali kepada informan untuk dilakukan validasi bahwa benar data dan proses penelitian bersumber dari informan, bukan buatan peneliti. Dalam proses ini seluruh informan menandatangani setiap berkas (penyajian data) kemudian menandatangi surat pernyataan validasi. Berikut adalah surat pernyataan validasi tersebut:


(47)

75

Format 3.2

Surat pernyataan informan tentang validitas data penelitian

No/Nama Informan : ………. Kategori : ……….

Setelah melalui proses penelaahan terhadap bukti-bukti data dan proses penelitian berupa kegiatan:

1. Mendengarkan isi rekaman wawancara 2. Membaca transkrip rekaman wawancara

3. Membaca intepretasi peneliti mengenai isi rekaman 4. Membaca catatan peneliti dalam proses wawancara

Maka saya menyatakan bahwa semua data yang tercantum dalam bukti-bukti penelitian sebagaimana tersebut di atas adalah benar berasal dari saya, dan tidak ada kesalah pahaman interpretasi peneliti terhadap apa yang saya maksudkan melalui kata-kata saya dalam rekaman tersebut.

Demikian surat pernyataan ini sekaligus sebagai persetujuan saya atas semua data dan proses penelitian yang dilakukan peneliti.

Bandung, ……….. Pembuat pernyataan,

( ………...)

Untuk menjaga keautentikan atau validitas dan reliabilitas data maka peneliti berusaha meningkatkan atau mengoptimalkan rigor penelitian. Herdiansyah (2010) mengemukakan bahwa rigor adalah tingkat atau derajat di mana hasil temuan dalam penelitian kualitatif bersifat autentik dan memiliki interpretasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Semakin maksimal rigor penelitian maka data yang diperoleh benar-benar mewakili atau menggambarkan maksud dan sudut pandang yang sebenarnya dari informan terhadap fenomena


(48)

76

tertentu. Hal-hal yang dilakukan peneliti untuk memaksimalkan rigor penelitian adalah sebagai berikut:

1. Menjaga kereaktifan (reactivity) antara peneliti dan informan, sehingga disamping peneliti berusaha membina keakraban tetapi tetap menjaga kealamiahan sikap dan perilaku informan maupun peneliti.

2. Meminimalisir bias yang bersumber dari peneliti (researcher biases). Peneliti sama sekali tidak mengintervensi pendapat informan. Jika kadang peneliti perlu menegaskan sesuatu maka peneliti misalnya mengatakan “Maaf ini pendapat Bapak ya…saya hanya membantu”.

3. Meminimalisir bias yang bersumber dari informan/responden (respondent biases). Peneliti berusaha memastikan bahwa apa yang diungkapkan informan bukan merupakan kebohongan, yaitu dengan memberi pertanyaan-pertanyaan susulan (probing) untuk mendukung kebenaran pernyataan yang diberikan. Cara lainnya adalah memastikan kepada informan bahwa jawaban yang diberikan tidak mengandung resiko apapun yang akan merugikan atau menguntungkan informan.

4. Memperpanjang waktu penelitian dan cek ulang untuk mempertinggi ketelitian

5. Melakukan triangulasi data untuk pertanyaan penelitian yang dibahas oleh lebih dari satu informan atau triangulasi antara pernyataan satu dengan pernyataan lainnya dari sumber yang sama.


(49)

(50)

120

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah menganalisis hasil / temuan penelitian terhadap kompetensi GPK pada Resource Center pendidikan inklusif dalam menjalankan tugasnya sebagai GPK menurut perspektif kepala sekolah, guru, dan orang tua ABK, maka penelitian ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Kompetensi Task Achievement

Pertama, menurut pendapat kepala sekolah, guru, dan orang tua, GPK yang bertugas di SPPI bersangkutan dipandang masih kurang kompeten dalam menjalankan tugasnya dilihat dari sisi Task Achievement. Tetapi pada dasarnya baik kepala sekolah, guru, maupun orang tua ketika mengganggap kompetensi Task Achievement GPK masih kurang kompeten maka ada berbagai faktor penyebab bukan semata-mata karena kondisi kompetensi GPK itu sendiri berdasarkan landasan keilmuan yang dimilikinya. Berbagai faktor tersebut misalnya hambatan di pendanaan, adanya keterbatasan birokrasi, belum diberdayakan, belum difasilitasi, sistem belum terbangun, kurangnya waktu yang dimiliki GPK, atau kendala lainnya.

Kedua, GPK bersangkutan memiliki keperdulian yang tinggi terhadap pengembangan pendidikan inklusif meskipun hanya sebagai peserta dalam lokakarya maupun sosialisasi berkenaan dengan pendidikan inklusif bukan sebagai pemrakarsa.


(51)

121 2. Kompetensi Relationship

Pertama, GPK masih dipandang kompeten dalam melaksanakan tugasnya dari sisi kompetensi Relationship menurut pendapat para informan. Kedua, GPK paling kompeten membangun Relationship atau berhubungan dengan orang lain, ketika berkunjung ke SPPI atau berpartisipasi dalam acara lokakarya dan sosialisi, tetapi dalam hal melaksanakan tugas pelatihan dan penelitian tentang pendidikan inklusif GPK kurang kompeten membangun Relationship yang baik.

3. Kompetensi Personal Attribute

Pertama, menurut pendapat kepala sekolah, guru, dan orang tua GPK memiliki kompetensi Personal Attribute (potensi intrinsik) yaitu kemampuan berfikir, merasakan, keinginan belajar dan berkembang yang paling baik dibanding kompetensi lainnya. Kedua, secara pribadi GPK memiliki tujuan yang baik untuk dapat mengembangkan pendidikan inklusif dengan datang ke SPPI. Sementara aspek kompetensi kepribadiannya belum mampu menunjang tugas penelitian dan pengembangan tentang pendidikan inklusif itu sendiri.

4. Kompetensi Managerial

Pertama. GPK dari Resource Center menurut pendapat para informan kompeten dalam mengelola, mengawasi, dan mengembangkan orang lain. Kedua, dalam kunjungannya ke SPPI, GPK kompeten mengelola, mengawasi


(52)

122

serta mengembangkan orang-orang yang ada dalam jejaring yang dibuatnya serta berimbas pada lingkungan pendidikan yang semakin ramah di SPPI tersebut. Tetapi GPK kurang kompeten dalam memenej pelatihan dan penelitian tentang pendidikan inklusif.

5. Kompetensi Leadership

Pertama, GPK dapat dianggap kompeten melaksanakan tugasnya dalam aspek Leadership atau dapat dikatakan bahwa GPK kompeten dalam memimpin sebuah organisasi khususnya dalam mengorganisir implementasi pendidikan inklusif di SPPI. Kedua, kepemimpinan GPK yang tertinggi terjadi ketika memimpin orang-orang dalam jaringan yang melibatkan para pihak di SPPI. Tetapi GPK paling rendah kepemimpinannya dalam mengadakan pelatihan dan penelitian pengembangan pendidikan inkusif.

B. Implikasi:

Pertama, kepala sekolah, guru, dan orang tua, menyatakan bahwa GPK yang bertugas di SPPI bersangkutan masih kurang kompeten dalam menjalankan tugasnya dilihat dari sisi Task Achievement, tetapi hal itu bukan semata-mata karena kondisi kompetensi GPK itu sendiri berdasarkan landasan keilmuan yang dimilikinya. Implikasinya adalah ketika seorang GPK ditugaskan untuk membantu implementasi pendidikan inklusif di SPPI maka harus dibarengi dengan kebijakan lain yang mendukung tugas GPK tersebut. Sementara itu meskipun GPK memiliki keperdulian yang tinggi terhadap pengembangan


(53)

121

pendidikan inklusif namun baru sebatas sebagai peserta dalam lokakarya maupun sosialisasi berkenaan dengan pendidikan inklusif bukan sebagai pemrakarsa. Sehingga perlu diciptakan kondisi dimana GPK dapat meningkatkan perannya untuk mampu menjadi pemrakarsa untuk mengadakan lokakarya maupun sosialisasi mengenai pendidikan inklusif.

Kedua, menurut pendapat para informan GPK masih dipandang kompeten dalam melaksanakan tugasnya dari sisi kompetensi Relationship. Implikasinya kompetensi GPK bersangkutan dapat dimanfaatkan untuk menunjang pelaksanaan tugas-tugasnya, terutama dalam tugas selain pelatihan dan penelitian tentang pendidikan inklusif. Untuk tugas pelatihan dan penelitian tentang pendidikan inklusif kompetensi Relationship GPK harus lebih dikembangkan lagi.

Ketiga, Personal Attribute merupakan kompetensi terbaik yang dimiliki GPK. Implikasinya GPK yang bersangkutan memiliki dasar yang sangat baik untuk dapat membantu pelaksanaan pendidikan inklusif di SPPI. Hal itu karena di luar hal-hal yang bersifat teknis GPK memiliki kepribadian yang baik, yang dapat menunjang pengembangan kompetensi yang lainnya. Hal tersebut akan berdampak positif terhadap keberhasilan tugas-tugasnya, khususnya untuk keberhasilan tugas penelitian dan pengembangan tentang pendidikan inklusif yang belum berhasil.

Keempat. GPK dari Resource Center menurut pendapat para informan kompeten dalam mengelola, mengawasi serta mengembangkan orang-orang yang ada dalam jejaring yang dibuatnya serta berimbas pada lingkungan pendidikan yang semakin ramah di SPPI tersebut. Implikasinya GPK sebenarnya


(54)

124

mampu mengatasi segala kesulitan yang dihadapinya di lapangan dengan kemampuannya mengelola jejaring untuk keberhasilan implementasi pendidikan inklusif di SPPI. Sehingga GPK selayaknya diberi ruang serta dukungan yang lebih luas dari semua pihak untuk dapat mengembangkan kompetensinya. Terutama untuk menunjang kemampuan managerial dalam tugas pelatihan dan penelitian tentang pendidikan inklusif.

Kelima, GPK kompeten melaksanakan tugasnya dalam aspek Leadership atau dapat dikatakan bahwa GPK kompeten dalam memimpin sebuah organisasi khususnya dalam mengorganisir implementasi pendidikan inklusif di SPPI. Implikasinya GPK pada Resource Center mampu menjadi ujung tombak lembaga tersebut dalam membantu imlementasi pendidikan inklusif di SPPI, sehingga perlu diberi kepercayaan dan dukungan yang cukup oleh semua pihak untuk dapat mengembangkan kompetensinya. Khususnya kompetensi Leadership yang berkaitan dengan keberhasilan tugas pelatihan dan penelitian pengembangan pendidikan inkusif yang saat ini dipandang masih belum berhasil.

C. Saran /Rekomendasi :

1. Bagi Pusat Sumber (Resource Center)

Pertama, Ketika Resource Center hendak menugaskan seorang GPK untuk membantu implementasi pendidikan inklusif di SPPI maka harus dibarengi dengan kebijakan lain yang mendukung tugas GPK tersebut. Misalnya mengatur jadwal kerja yang tegas/permanen, membangun koordinasi yang baik dengan SPPI, membuka akses yang lebih luas bagi


(55)

125

GPK, memfasilitasi kebutuhan GPK, mengatur mekanisme kerja GPK, dan sebagainya.

Kedua, Untuk dapat mempersiapkan GPK yang kompeten dalam menjalankan tugas-tugasnya, Resource Center perlu memperhatikan pengembangan kompetensi yang paling kurang keberhasilannya yaitu Task Achievement sebagai prioritas utama disusul dengan pengembangan Relationship, Leadership, Managerial, dan prioritas terakhir Personal Attribute. Resource Center perlu mengembangkan pelatihan-pelatihan khususnya untuk mempersiapkan GPK agar mampu menjadi pemrakarsa suatu kegiatan sosialisasi atau lokakarya mengenai pendidikan inklusif.

2. Bagi Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif (SPPI):

Untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik maka GPK membutuhkan dukungan dari SPPI. Sehingga bagi SPPI disarankan untuk lebih memfasilitasi GPK agar dapat berperan lebih baik, misalnya dengan meningkatkan komunikasi dan koordinasi semua pihak di SPPI melalui keterlibatan GPK. Terutama untuk lebih mengoptimalkan program-program pelatihan dan penelitian tentang pendidikan inklusif bagi personil di SPPI bersangkutan.

3. Bagi Guru Pembimbing Khusus (GPK):

GPK memiliki Personal Attribute yang paling baik kompetensinya dibanding kompetensi yang lain, sehingga disarankan bagi GPK lebih


(56)

126

mengoptimalkan kelebihannya tersebut untuk dapat mengembangkan kompetensi lain yang masih kurang, misalnya dengan banyak belajar mandiri, khususnya untuk meningkatkan kemampuan terkait pelatihan dan penelitian serta pengembangan pendidikan inklusif.

4. Bagi Dinas Pendidikan:

Pertama, Meskipun rata-rata kompetensi GPK pada Resource Center termasuk berhasil, tetapi hampir semua aspek kompetensi memiliki bagian-bagian yang perlu dikembangkan, sehingga bagi Dinas Pendidikan disarankan agar membuat skala pelatihan yang lebih besar mencakup keseluruhan aspek kompetensi ketika ingin mengembangkan Guru Pembimbing Khusus yang benar-benar kompeten. Kedua, Dinas Pendidikan disarankan untuk lebih mengoptimalkan peran dan fungsi Resource Center sebagai home base GPK melalui pembuatan / penerapan kebijakan yang mendukung peran dan fungsi Resource Center, termasuk pembinaan dan segala aspek terkait lainnya. 5. Bagi Peneliti Selanjutnya:

Kompetensi GPK yang terungkap dalam penelitian ini masih banyak yang perlu digali lebih dalam, misalnya pendapat orang tua yang cenderung memberi penilaian yang relative lebih rendah dibanding penilaian guru maupun kepala sekolah. Kemudian kompetensi Task Achievement GPK merupakan yang paling rendah dibandingkan dengan kompetensi lainnya, sehingga disarankan kepada peneliti lain untuk lebih menggali aspek-aspek tersebut dalam penelitian selanjutnya.


(57)

(58)

127

DAFTAR PUSTAKA

Alimin, Z. ( 2008). Pembelajaran anak berbakat. (Online) Tersedia: http://z-alimin.blogspot.com (16 Juli 2011 pukul 12:48)

Alimin, Z. (2010).

Menjangkau Anak-Anak Yang Terabaikan Melalui

Pendekatan Inklusif Dalam Pendidikan. Program Studi pendidikan

Kebutuhan Khusus, Sekolah Pascasarajana UPI. (On line). Tersedia: http://z-alimin.blogspot.com. (14 Juli 2011 Pukul 9:47PM) Amuda, H. (2005). Pedoman RC Anak Autis. Bandung: Bidang PLB Dinas

Pendidikan Provinsi Jawa Barat.

Amuda, H. (2009). Pedoman Resource Center. Bandung: Bidang PLB Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.

Chatib, M. (2010). Sekolahnya Manusia. Bandung: PT. Mizan Pustaka.

CSIE. (2008) The UNESCO Salamanca Statement. Tersedia on line di http://www.csie.org.uk/inclusion/unesco-salamanca

Depdiknas (2009). Salinan Permendiknas No 70 Tahun 2009. Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Digilib.petra.n(2011) Kerangka Teori, Pengertian Opini. (Online). Tersedia: http://digilib.petra.ac.id/viewer.php. (21 Februari 2011) Diksia.com. (2011). Pendidikan Inklusi Untuk Anak Berkebutuhan Khusus .

(Online). Tersedia:http://diksia.com/pendidikan-inklusi-untuk-anak-berkebutuhan-khusus (21 Februari 2011)

Dyah, S. (2008). Pengkajian Pendidikan Inklusif Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Laporan Penelitian. (Online). Tersedia: di www.puslitjaknov.org.

Edo (2008). Anomali Perspektif. (Online). Tersedia: http://www.edo.web.id/wp/ 2008/02/19/anomali-perspektif/ (21 Februari 2011)

Emzir (2008), Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif,

Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada

Fauziah, N. (2007) (Penerjemah). The Power of Learning Styles: Memacu anak Melejitkan Prestasi Dengan Mengenali Gaya Belajarnya. Diterjemahkan dari The Power of Diversity New Ways of Learning and


(1)

125

GPK, memfasilitasi kebutuhan GPK, mengatur mekanisme kerja GPK, dan sebagainya.

Kedua, Untuk dapat mempersiapkan GPK yang kompeten dalam menjalankan tugas-tugasnya, Resource Center perlu memperhatikan pengembangan kompetensi yang paling kurang keberhasilannya yaitu Task Achievement sebagai prioritas utama disusul dengan pengembangan Relationship, Leadership, Managerial, dan prioritas terakhir Personal Attribute. Resource Center perlu mengembangkan pelatihan-pelatihan khususnya untuk mempersiapkan GPK agar mampu menjadi pemrakarsa suatu kegiatan sosialisasi atau lokakarya mengenai pendidikan inklusif.

2. Bagi Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif (SPPI):

Untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik maka GPK membutuhkan dukungan dari SPPI. Sehingga bagi SPPI disarankan untuk lebih memfasilitasi GPK agar dapat berperan lebih baik, misalnya dengan meningkatkan komunikasi dan koordinasi semua pihak di SPPI melalui keterlibatan GPK. Terutama untuk lebih mengoptimalkan program-program pelatihan dan penelitian tentang pendidikan inklusif bagi personil di SPPI bersangkutan.

3. Bagi Guru Pembimbing Khusus (GPK):

GPK memiliki Personal Attribute yang paling baik kompetensinya dibanding kompetensi yang lain, sehingga disarankan bagi GPK lebih


(2)

126

mengoptimalkan kelebihannya tersebut untuk dapat mengembangkan kompetensi lain yang masih kurang, misalnya dengan banyak belajar mandiri, khususnya untuk meningkatkan kemampuan terkait pelatihan dan penelitian serta pengembangan pendidikan inklusif.

4. Bagi Dinas Pendidikan:

Pertama, Meskipun rata-rata kompetensi GPK pada Resource Center termasuk berhasil, tetapi hampir semua aspek kompetensi memiliki bagian-bagian yang perlu dikembangkan, sehingga bagi Dinas Pendidikan disarankan agar membuat skala pelatihan yang lebih besar mencakup keseluruhan aspek kompetensi ketika ingin mengembangkan Guru Pembimbing Khusus yang benar-benar kompeten. Kedua, Dinas Pendidikan disarankan untuk lebih mengoptimalkan peran dan fungsi Resource Center sebagai home base GPK melalui pembuatan / penerapan kebijakan yang mendukung peran dan fungsi Resource Center, termasuk pembinaan dan segala aspek terkait lainnya. 5. Bagi Peneliti Selanjutnya:

Kompetensi GPK yang terungkap dalam penelitian ini masih banyak yang perlu digali lebih dalam, misalnya pendapat orang tua yang cenderung memberi penilaian yang relative lebih rendah dibanding penilaian guru maupun kepala sekolah. Kemudian kompetensi Task Achievement GPK merupakan yang paling rendah dibandingkan dengan kompetensi lainnya, sehingga disarankan kepada peneliti lain untuk lebih menggali aspek-aspek tersebut dalam penelitian selanjutnya.


(3)

(4)

127

DAFTAR PUSTAKA

Alimin, Z. ( 2008). Pembelajaran anak berbakat. (Online) Tersedia: http://z-alimin.blogspot.com (16 Juli 2011 pukul 12:48)

Alimin, Z. (2010).

Menjangkau Anak-Anak Yang Terabaikan Melalui

Pendekatan Inklusif Dalam Pendidikan. Program Studi pendidikan

Kebutuhan Khusus, Sekolah Pascasarajana UPI. (On line). Tersedia: http://z-alimin.blogspot.com. (14 Juli 2011 Pukul 9:47PM) Amuda, H. (2005). Pedoman RC Anak Autis. Bandung: Bidang PLB Dinas

Pendidikan Provinsi Jawa Barat.

Amuda, H. (2009). Pedoman Resource Center. Bandung: Bidang PLB Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.

Chatib, M. (2010). Sekolahnya Manusia. Bandung: PT. Mizan Pustaka.

CSIE. (2008) The UNESCO Salamanca Statement. Tersedia on line di http://www.csie.org.uk/inclusion/unesco-salamanca

Depdiknas (2009). Salinan Permendiknas No 70 Tahun 2009. Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Digilib.petra.n(2011) Kerangka Teori, Pengertian Opini. (Online). Tersedia: http://digilib.petra.ac.id/viewer.php. (21 Februari 2011) Diksia.com. (2011). Pendidikan Inklusi Untuk Anak Berkebutuhan Khusus .

(Online). Tersedia:http://diksia.com/pendidikan-inklusi-untuk-anak-berkebutuhan-khusus (21 Februari 2011)

Dyah, S. (2008). Pengkajian Pendidikan Inklusif Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Laporan Penelitian. (Online). Tersedia: di www.puslitjaknov.org.

Edo (2008). Anomali Perspektif. (Online). Tersedia: http://www.edo.web.id/wp/ 2008/02/19/anomali-perspektif/ (21 Februari 2011)

Emzir (2008), Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif, Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada Fauziah, N. (2007) (Penerjemah). The Power of Learning Styles: Memacu anak

Melejitkan Prestasi Dengan Mengenali Gaya Belajarnya. Diterjemahkan dari The Power of Diversity New Ways of Learning and


(5)

128

Teaching through Learning Style. Karya Barbara Prashnig. Bandung. PT. Mizan Pustaka.

Frederickson, N. & Cline, T. (2009). Special Educational Needs, Inclusion and Diversity. Second Edition. England. Open University Press.

Garnida, D. (2008). Peran Dan Fungsi Supporting System Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. Proposal Penelitian. Bandung. Garnida, D. (2009) Sistem Dukungan (Supporting System) Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. Studi tentang peran dan fungsi sistem dukungan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif di kota Bandung. Tersedia online di www.curriki.org/xwiki

Herdiansyah, H. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta. Salemba Humanika.

Kemendiknas RI. (2011). Pengembangan Model Pendidikan Dasar Inklusif Pedoman Pengembangan Kurikulum di SMP/Mts Penyelenggara Pendidikan Inklusif. Pusat Penelitian Kebijakan Badan Penelitian Dan Pengembangan Kementrian Pendidikan Nasional,

Landorf, H. & Nevin, A. (2007). Inclusive global education: implications for social justice”. Journal of Educational Administration Vol.45 No.6.2007. USA. Florida International University.

Mahmud, M. (2003). Layanan Bimbingan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Dasar Wilayah Kota Bandung. Tesis. Program BP-BAKPPs UPI. (Online). Terdapat di http://file.upi.edu (14 Juli 2011)

Permendiknas RI No. 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa. (Online). Tersedia: peduliinklusi.blogspot.com/

Peters, Susan J. (2007). “Education for All”. A Historical Analysis of International Inclusive Education Policy and Individuals With Disabilities. Journal of Disability Policy Studies Vol.18/No.2/2007/PP.98-108. Academic Research Library. Michigan State University.

Sapon-Shevin, M. (2011), Inclusive Education Introduction. Tersedia on line di http://www.marasapon-shevin.org/ (22 Februari 2011) Sedarmayanti (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia. Reformasi Birokrasi

dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Cetakan ke-3. Bandung: PT. Refika Aditama


(6)

129

Setiaman, A. (2008). Perspektif Sosiologi . (Online). Tersedia: http://agussetiaman.wordpress.com/2008/11/25/perspektif-sosiologi (21 Februari 2011)

Svensson, H. (1993), The Need for Centralisation in a Decentralised System: the Swedish Model for Supporting Visually Impaired Pupils in Mainstream Education."On line di www.ssc.education.ed.ac.uk/resources/vi.../ Sugiono (2008). Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: CV Alfabeta.

Sukardjo, M. & Komarudin, U. (2009). Landasan Pendidikan. Konsep dan Aplikasinya.Jakarta. PT. RajaGrafindo Persada.

Sunanto, J. dkk. (2008). Profil Implementasi Pendidikan Inklusif Sekolah Dasar di Kota Bandung. Laporan Penelitian. Tersedia (on line) di file.upi.edu Tarsidi, D. (2011). Paradigma HAM dalam Pendidikan Inklusif : Kesempatan

dan Tantangan. Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). (Online). Tersedia di http://d-tarsidi.blogspot.com . (14 Juli 2011, 9:06PM) Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan

Dosen .(online) Tersedia (on line) di http://tienkartina.files.wordpress.com (22/07/2011, pukul 11:37 PM). Wasliman, I. (2007). Manajemen Sistem Pendidikan Kebutuhann Khusus.

Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung. Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus, Sekolah Pasca Sarjana, UPI.

Wibowo (2007). Manajemen Kinerja.Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Yuwono, J. (2010). Guru Pendamping Dalam Setting Pendidikan Inklusif.

(Online). Tersedia: http://www.jokoyuwono.com/index (diakses 20 Februari 2011)