PEMBINAAN KEAGAMAAN ANAK-ANAK PANTI ASUHAN :Studi Deskriptif pada Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar Lembang.

(1)

No Daftar FPIPS: 1474/UN.40.2.6.1/PL/2013

PEMBINAAN KEAGAMAAN ANAK-ANAK PANTI ASUHAN

(Studi Deskriptif pada Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauar Lembang)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam

Oleh

Amy Hygiawati Wijaya 0900638

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG


(2)

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI AMY HYGIAWATI WIJAYA

(0900638)

PEMBINAAN KEAGAMAAN ANAK-ANAK PANTI ASUHAN (Studi Deskriptif pada Panti Sosial Asuhan Anak Al-Kauar Lembang)

Disetujui dan disahkan oleh Pembimbing : Pembimbing I

Prof. Dr. H. Makhmud Syafe’i, M.Ag., M.Pd.I. NIP. 19550428 198803 1 001

Pembimbing II

Wawan Hermawan, M.Ag. NIP. 19740209 2005011 002

Mengetahui,

Ketua Prodi Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam Universitas Pendidikan Indonesia

Dr. H. Endis Firdaus, M.Ag. NIP. 19570303 198803 1 001


(3)

Skripsi ini telah diuji pada :

Hari/Tanggal : Kamis, 28 Februari 2013 Tempat : Gedung FPIPS UPI Panitia Ujian

1. Ketua :

Prof. Dr. H. Karim Suryadi, M.Si NIP. 19700814 199402 1 001

2. Sekretaris :

Dr. H. Endis Firdaus, M. Ag NIP. 19570303 198803 1 001 3. Penguji :

3.1 Dr. H. Aam Abdussalam, M.Pd NIP. 19570402 198601 1 001

3.2Drs. Udin Supriadi, M.Pd NIP. 19590617 198601 1 001

3.3Saepul Anwar, S.Pd.I, M.Ag NIP. 19811109 200501 1 001


(4)

Pembinaan Keagamaan Anak-anak

Panti Asuhan

(Studi Deskriptif pada Panti Sosial

Asuhan Anak

Al Kau

ar

Lembang)

Oleh

Amy Hygiawati Wijaya

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis

© Amy Hygiawati Wijaya 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

April 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(5)

ABSTRAK

PEMBINAAN KEAGAMAAN ANAK-ANAK PANTI ASUHAN (Studi Deskriptif pada Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauar Lembang)

Oleh

Amy Hygiawati Wijaya (0900638)

Pembinaan keagamaan merupakan pondasi utama dalam membentuk pribadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allāh SWT. Untuk merealisasikan nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan perlu adanya suatu pembinaan keagamaan yang dilakukan secara terus menerus khususnya pada tingkat anak-anak.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan upaya-upaya yang dilakukan oleh panti asuhan khususnya Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar

Lembang. Upaya tersebut meliputi perencanaan, pelaksanaan serta hasil yang dicapai dari pembinaan keagamaan di Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar

Lembang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Pertimbangan penggunaan metode ini adalah untuk mengungkap realitas dan aktualitas mengenai pembinaan keagamaan pada Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar Lembang. Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan

empat metode yaitu observasi, wawancara, studi dokumentasi dan studi literatur. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran mengenai perencanaan pembinaan keagamaan secara umum pada Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar

Lembang yaitu dengan mengacu kepada visi, misi serta tujuan pendirian Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar Lembang yang mana tujuan inti dari pendirian

Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar Lembang membentuk masyarakat yang

beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Pelaksanaan pembinaan keagamaan di Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar Lembang menggunakan pendekatan

langsung (direct contact) yang berpola asuh demokratis dilaksanakan dengan menggunakan metode keteladanan (uṣwaħ) melalui metode pembelajaran yang berpusat pada kemandirian anak (student centered learning).

Hasil dari pembinaan keagamaan di Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar

adalah terbentuknya manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allāh SWT. Hal ini dapat dilihat dari kebiasaan anak asuh sehari-hari dalam mengikuti pembinaan keagamaan, ketaatan anak asuh kepada tata tertib panti asuhan, dan prestasi keagamaan anak asuh ketika berada di luar panti asuhan ataupun di dalam panti asuhan. Adanya perubahan tingkah laku dan peningkatan kemampuannya dalam bidang agama menjadi tolak ukur berhasilya pembinaan keagamaan. Pembinaan yang dilakukan secara terus menerus di panti asuhan, keluarga, ataupun masyarakat akan mempengaruhi proses terbentuknya pribadi yang beriman dan bertaqwa kepada Allāh SWT.


(6)

ABSTRACT

RELIGIOUS GUIDANCE ORPHANAGE CHILD CARE

(Descriptive Studies in Social Therapeutic Child Care Al Kausar Lembang) By

Amy Hygiawati Wijaya (0900638)

Religious formation is a major foundation in forming the human person who is faithful and devoted to God Almighty. To realize the religious values in life there needs to be a religious building is done on a continuous basis especially at the level of the children.

This study aims to describe the efforts made by them in particular Social Therapeutic Child Care Al Kauṡar Lembang. These efforts include the planning,

implementation and outcomes of religious building in Social Therapeutic Child Care Al Kauṡar Lembang. This study used a qualitative approach with descriptive

methods. Consideration of the use of this method is to uncover the reality and actuality of the religious guidance on Social Therapeutic Child Care Al Kauṡar

Lembang. In collecting the data the researcher used four methods: observation, interviews, documentation and literature.

Based on the results obtained a description of the general plan of religious guidance on Social Therapeutic Child Care Al Kauṡar Lembang is with reference

to the vision, mission and purpose of the establishment of Social Therapeutic Child Care Al Kauṡar Lembang which the core objectives of the establishment of

Social Therapeutic Child Care Al Kauṡar Lembang form people are faithful and

devoted to God. Implementation of religious guidance in Social Therapeutic Child Care Al Kauṡar Lembang approach (direct contact) were patterned foster

democratic implemented using exemplary (uswah) through a learning method based on the independence of the child (student centered learning).

The result of religious guidance in Social Therapeutic Child Care Al Kauṡar

is a human creation faithful and devoted to God Almighty. It can be seen from the habits of daily foster care in following the religious guidance, obedience to the order of foster children orphanages and religious achievements of foster children when outside the orphanage or in an orphanage. A change in behavior and increased ability in the field of religion as a benchmark the success of religious guidance. Coaching is done on a continuous basis at the orphanage, family, or society will affect the process of personal formation faithful and devoted to God Almighty.


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... Error! Bookmark not defined. ABSTRACT ... Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR ... Error! Bookmark not defined. UCAPAN TERIMA KASIH ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI ...1 PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR TABEL ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR LAMPIRAN ... Error! Bookmark not defined. BAB I Error! Bookmark not defined.PENDAHULUAN .... Error! Bookmark not

defined.

A. Latar Belakang Masalah... Error! Bookmark not defined. B. Rumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined. C. Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. D. Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined. E. Struktur Organisasi Skripsi ... Error! Bookmark not defined.

BAB II PEMBINAAN KEAGAMAAN ANAK-ANAK PANTI ASUHAN

Error! Bookmark not defined.

A. Konsep Pembinaan ... Error! Bookmark not defined. 1. Pengertian Pembinaan ... Error! Bookmark not defined. 2. Ruang Lingkup Pembinaan ... Error! Bookmark not defined. 3. Pendekatan pembinaan ... Error! Bookmark not defined. 4. Prosedur Pembinaan ... Error! Bookmark not defined. 5. Pembinaan Keagamaan ... Error! Bookmark not defined. B. Panti Sosial Asuhan Anak ... Error! Bookmark not defined. 1. Pengertian Panti Sosial Asuhan Anak ... Error! Bookmark not defined. 2. Tujuan dan Sifat Pelayanan Panti Sosial Asuhan Anak .. Error! Bookmark

not defined.

C. Fungsi Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) ... Error! Bookmark not defined. D. Jenis Pelayanan dan bentuk Asuhan Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA)


(8)

1. Jenis Pelayanan Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) Error! Bookmark not

defined.

2. Bentuk Asuhan Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) Error! Bookmark not

defined.

E. Hak dan Kewajiban Anak Asuh ... Error! Bookmark not defined.

BAB IIIMETODE PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined.

A. Metode dan Pendekatan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 1. Metode Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 2. Pendekatan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. B. Instrumen Penelitian ... Error! Bookmark not defined. C. Teknik Pengumpulan Data ... Error! Bookmark not defined. 1. Observasi ... Error! Bookmark not defined. 2. Wawancara ... Error! Bookmark not defined. 3. Studi Dokumentasi ... Error! Bookmark not defined. D. Lokasi dan Subjek Penelitian ... Error! Bookmark not defined. E. Tahap Penelitian ... Error! Bookmark not defined. F. Teknik Pengolahan Data ... Error! Bookmark not defined. 1. Analisis Data ... Error! Bookmark not defined. 2. Reduksi Data ... Error! Bookmark not defined. 3. Display Data (Data Display) ... Error! Bookmark not defined. 4. Triangulasi Data ... Error! Bookmark not defined. 5. Member Check ... Error! Bookmark not defined.

G. Definisi Operasional ... Error! Bookmark not defined. 1. Pembinaan Keagamaan ... Error! Bookmark not defined. 2. Panti Sosial Asuhan Anak ... Error! Bookmark not defined.

BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ... Error!

Bookmark not defined.

A. PANTI SOSIAL ASUHAN ANAK AL KAU AR LEMBANG ... Error!

Bookmark not defined.


(9)

2. Letak Geografis PSAA Al Kau ar Lembang ... Error! Bookmark not

defined.

3. Latar Belakang berdirinya PSAA Al Kau ar Lembang .. Error! Bookmark

not defined.

4. Visi dan Misi PSAA Al Kau ar Lembang Error! Bookmark not defined. 5. Tujuan PSAA Al Kau ar Lembang ... Error! Bookmark not defined. 6. Dasar Pemikiran Pendirian PSAA Al Kau ar Lembang . Error! Bookmark

not defined.

7. Sarana dan Prasarana ... Error! Bookmark not defined. 8. Struktur Organisasi PSAA Al Kau ar Lembang ... Error! Bookmark not

defined.

9. Daftar Nominatif Anak Asuh PSAA Al Kau ar berdasarkan Sekolah Error! Bookmark not defined.

10. Pegawai PSAA Al Kau ar Lembang ... Error! Bookmark not defined. 11. Kegiatan anak asuh di PSAA Al Kau ar Lembang Error! Bookmark not

defined.

12. Anggaran Biaya Tahunan PSAA Al Kau ar ... Error! Bookmark not

defined.

B. PEMBINAAN KEAGAMAAN DI PSAA AL KAU AR LEMBANG ... Error! Bookmark not defined.

1. Perencanaan Pembinaan Keagamaan di PSAA Al Kau ar Lembang . Error!

Bookmark not defined.

2. Pelaksanaan Pembinaan Keagamaan di PSAA Al-Kau ar Lembang Error!

Bookmark not defined.

3. Hasil Pembinaan Keagamaan di PSAA Al Kau ar Lembang ... Error!

Bookmark not defined.

C. PEMBAHASAN PEMBINAAN KEAGAMAAN DI P PSAA AL KAU AR LEMBANG ... Error! Bookmark not defined. 1. Perencanaan Pembinaan Keagamaan di PSAA Al Kau ar Lembang Error!


(10)

2. Pelaksanaan Pembinaan Keagamaan di PSAA Al Kau ar Lembang . Error!

Bookmark not defined.

3. Hasil Pembinaan Keagamaan di PSAA Al Kau ar Lembang... Error!

Bookmark not defined.

BAB VKESIMPULAN DAN REKOMENDASI .. Error! Bookmark not defined.

A. KESIMPULAN ... Error! Bookmark not defined. B. REKOMENDASI ... Error! Bookmark not defined.


(11)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan berkembangnya zaman berbagai kemajuan cepat merambah dalam berbagai bentuk kehidupan. Kemajuan zaman yang paling disoroti saat ini yakni terdapat pada pola hidup yang serba instan terkadang bisa mempengaruhi kehidupan sosial dan keagamaan seseorang. Keberagamaan tidak hanya dibutuhkan oleh orang tertentu saja tetapi oleh semua orang yang beragama Islām dimanapun dia berada.

Pendidikan keagamaan bisa dimulai dari diri sendiri, lingkungan, keluarga maupun kehidupan nyata di masyarakat. Namun hal yang paling mendasar yang bisa mempengaruhi kehidupan seseorang yaitu keluarga karena keluarga merupakan salah faktor terpenting yang bisa mempengaruhi kehidupan seseorang. Lalu bagaimana halnya pembinaan keagamaan seseorang yang tak mempunyai keluarga? Hal ini akan dijawab oleh realitas yang ada di Indonesia itu sendiri sebagaimana disebutkan dalam UUD 1945 pasal 34 yang dikutip oleh Muhsin (2003: 19) bahwa “Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara.

Untuk kriteria dan katagori umur yang berhak untuk masuk ke dalam pengertian panti asuhan itu sendiri sebernarnya tergantung kebijakan dari pengelola panti asuhan itu sendiri ada yang menghuni panti semenjak dilahirkan ada pula sudah besar baru masuk panti asuhan. Mereka Anak-anak yatīm dan anak terlantar yang hidupnya di jalanan, yakni anak yang telah putus hubungan dengan orang tuanya dan tidak sekolah terlebih bagi mereka yang anak yatīm yang keluarganya tidak mampu.

Sehubungan dengan itu juga Allāh SWT berfirman dalam surat al-m ‟ūn ayat 1-2 yaitu :






















(12)

Artinya :

1.” Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?”

2. “Itulah orang yang menghardik anak yatīm” (Q.S Al-mā’ūn [107]:1-21

Dengan adanya dalil di atas maka jelaslah tugas kita sebagai umat Islām agar selalu melindungi anak yatīm dimanapun dia berada. Anak-anak Yatīm piatu tentulah terlahir dari berbagai keluarga yang berbeda-beda dan masing-masing anak pasti mempunyai latar belakang dan karakter yang berbeda-beda pula.

Namun pada kenyataannya banyak orang-orang yang tahu agama tetapi mereka tidak peduli terhadap hak-hak anak-anak yatīm yang seharusnya terpenuhi. Dan kepedulian terhadap anak yatīm merupakan salah satu bentuk kebaikan yang Allāh SWT perintahkan kepada umat Islām. Sebagian orang yang tidak mengerti agama lebih banyak mementingkan kepentingan pribadi dari pada kepentingan orang lain.

Padahal sesungguhnya jika kita melihat kenyataan yang ada yang mengacu kepada ketentuan hukum yang berlaku masih banyak tugas sosial yang harus kita laksanakan. Kebutuhan sosial yang harus kita laksanakan sangat banyak salah satunya yakni memenuhi hak-hak anak yatīm karena mereka sudah tidak mempunyai orang tua. Mereka hanya bisa menyandarkan hidupnya pada dunia, yayasan yang peduli kehidupan mereka dan orang-orang yang mempunyai dedikasi yang tinggi.

Anak-anak asuh kebanyakan bukan hanya membutuhkan pendidikan tetapi juga pembinaan baik secara lahir maupun batin. Yang menjadi dasar pembinaan adalah ajaran-ajaran yang ada dalam al Qur`ān dan al-Ḥadī yang semua telah difirmankan oleh Allāh SWT dan telah disabdakan oleh Rasūlullah SAW sebagaimana tertulis di dalam al

Qur`ān Q.S. li‟imr n ayat 104 :















*

Seluruh teks dan terjemah Al Qur’an dalam skripsi ini dikutip dari Qur`ān in Word, yang disesuaikan dengan Al Qur’an dan terjemahnya. Penerjemah: Tim Penerjemah Departemen Agama RI. Bandung: PT Sygma Examedia Arkanleema. 2009


(13)

















Artinya :

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”

(QS. li Imr n [3] : 104).

Dengan demikian orang yang beriman harus menyelamatkan dirinya dan warganya sesama manusia dari kerusakan budi pekerti serta untuk mencapai kebahagiaan yang berimbang antara dunia akhirat dengan cara memberi bimbingan agar mereka mempunyai budi pekerti yang luhur, segala perbuatannya berpedoman pada ajaran Islām. Adapun tujuan dari pembinaan keagamaan ini tidak dapat terlepas dari tujuan hidup manusia, yakni untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat sebagaimana firman Allāh dalam surat al-Qaṣaṣ : 77.







هل





















هل















ل










(14)

Artinya :

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allāh kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allāh telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allāh tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (al-Qaṣaṣ [28]: 77).

Dalil di atas menunjukkan bahwa kita sebagai manusia harus bisa berbuat baik selama hidup di dunia untuk menggapai kebahagiaan di akhirat salah satunya dengan berbuat baik kepada sesama manusia dan lingkungan. Perbuatan baik itu akan muncul ketika manusia selalu diberikan pembinaan keagamaan yang baik dan benar.

Fiṭrah manusia adalah menjalani kehidupan ini sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allāh SWT karena Dia yang Maha Segala-Nya. Sebagaimana firman-Nya dalam al Qur`ān surat al-Najm ayat 32 :


































































(15)

Artinya :

“(Yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Luas ampunan-Nya. dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa. “(QS. An-Najm [53] : 32).

Fiṭrah ini pula yang akan mengangkat harkat dan martabat manusia pada posisi yang seharusnya yaitu sebagai makhluk yang paling mulia yang diciptakan oleh Allāh SWT diantaranya dapat tetap terpelihara dengan didukung oleh keberhasilan suatu proses pendidikan. Dan dengan adanya pendidikan dan pembinaan manusia akan mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan makhluk yang lainnya sebagaimana firman Allāh dalam al Qur`ān surat al-Muj dilah ayat 11 yaitu :























هل













هل

















هل









Artinya :


(16)

“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allāh akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allāh akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allāh Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

(QS. Al-Muj dilah [58] : 11).

Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah melalui kegiatan pembinaan, pengajaran, dan latihan yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiakan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang. Pendidikan adalah pengalaman-pengalaman belajar terprogram dalam bentuk pendidikan formal, non formal dan informal di sekolah dan di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup yang bertujuan optimalisasi pertimbangan kemampuan-kemampuan individu, agar di kemudian hari dapat memainkan peranan hidup secara tepat (Mudyaharjo, 2002: 23).

Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa suatu Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Tidak bisa dipungkiri bahwa pendidikan Islām, baik sebagai sistem maupun institusinya, merupakan warisan budaya bangsa, yang berakar pada masyarakat bangsa Indonesia. Dengan demikian jelas bahwa pendidikan

Islām merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional (Hasbull h, 2005: 23).

Kebutuhan akan pendidikan merupakan hal yang tidak bisa dipungkiri, bahkan semua itu merupakan hak warga negara. Berkenaan dengan ini, di dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat 1 secara tegas disebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran. Tujuan pendidikan nasional dinyatakan dalam


(17)

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 3 bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Hasbull h, 2005: 35).

Dalam al Qur`ān surat Al-Nahl ayat 78 Allāh SWT berfirman :

هل































Artinya :

“Dan Allāh mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”(QS. Al-Nahl [16] : 78).

Tidak semua tugas pendidik dapat dilakukan oleh orang tua dalam keluarga terutama dalam hal ilmu pengetahuan. Oleh karena itu dikirimlah anak ke sekolah untuk menggali ilmu yang lebih banyak lagi. Dengan demikian, sebenarnya pendidikan di sekolah adalah bagian dari pendidikan dalam keluarga. Dengan masuknya anak ke sekolah, maka terbentuklah hubungan antara rumah dan sekolah karena antara kedua lingkungan itu terdapat objek dan tujuan yang sama, yakni mendidik anak-anak (Daradjat, 1992: 19).

Dengan adanya pernyataan di atas jelas bahwa anak bisa melakukan pembelajaran oleh orang lain ataupun lembaga lain di luar ranah keluarganya. Salah satu anak yang paling banyak mengambil pelajaran di luar rumahnya yaitu anak yatīm piatu, anak-anak jalanan, dan lain-lain. Namun dalam hal ini akan


(18)

digarisbawahi mengenai pembinaan anak-anak panti asuhan yang hidup tanpa keluarga dan mereka hanya bisa menuai pendidikan dalam lingkungan yang terbatas saja yang seolah-seolah telah menjadi keluarganya.

Islām dengan tegas telah mewajibkan agar umatnya menerapkan pendidikan melalui perintah membaca, sebagaimana firman Allāh dalam al

Qur`ān surat al-„Alaq ayat 3-5 :





























Artinya :

“Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”(QS. al-„Alaq [96] : 3-5).

Arifin (1987: 92) menjelaskan bahwa dalam bukunya ayat tersebut juga menunjukkan jika manusia tanpa melalui belajar, niscaya tidak akan dapat mengetahui segala sesuatu yang ia butuhkan bagi kelangsungan hidupnya di dunia dan akhirat. Pengetahuan manusia akan berkembang jika diperoleh melalui proses belajar mengajar yang diawali dengan kemampuan menulis dengan pena dan membaca dalam arti luas, yaitu tidak hanya dengan membaca tulisan melainkan juga membaca segala yang tersirat di dalam ciptaan Allāh SWT. Dengan demikian pendidikan sangat penting bagi kelangsungan hidup di dunia. Pendidikan jugalah yang akan membuat pengetahuan manusia berkembang.

Sedangkan pendidikan agama diartikan sebagai suatu kegiatan yang bertujuan membentuk manusia agamis dengan menanamkan aqīdah keimanan, amaliah dan budi pekerti atau akhlaq yang terpuji untuk menjadi manusia yang taqwa kepada Allāh SWT (Usman, 2002: 31).


(19)

Menurut Marimba (Uhbiyati, 1998: 9) menerangkan bahwa pendidikan

Islām adalah pembinaan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islām menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islām. Dengan pengertian yang lain seringkali beliau mengatakan kepribadian utama tersebut dengan istilah “kepribadian muslīm”, yaitu kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islām, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islām, dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islām.

Pendidikan Islām sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia dari aspek-aspek kerohanian dan jasmaninya juga harus berlangsung secara bertahap. Oleh karena suatu pematangan yang bertitik akhir pada optimalisasi perkembangan atau pertumbuhan, baru dapat tercapai bila mana berlangsung melalui proses demi proses kearah tujuan akhir perkembangan atau pertumbuhannya (Arifin, 1987: 12).

Pengertian-pengertian di atas pada dasarnya mengandung pengertian yang sama meskipun susunan bahasanya berbeda oleh karena itu dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan Islām adalah pembinaan dan usaha yang diberikan pada seseorang dalam pertumbuhan jasmani dan usaha rohani agar tertanam nilai-nilai ajaran agama Islām untuk menuju pada tingkat membentuk kepribadian muslim yang mencapai kehidupan dunia dan akhirat.

Seyogyanya proses belajar megajar jadi lebih hidup sebab ketika manusia berpikir maka merupakan cerminan jiwa dan gambaran kehidupan serta eksistensi kehidupan itu sendiri. Dengan berpikir seperti itu maka sesungguhnya mereka telah memanusiakan manusia, uangkapan ini menggambarkan bahwa sesungguhnya banyak orang yang belum memperlakukan manusia secara manusiawi, maka manusia perlu dimanusiakna lagi agar pendidikan menjadi sebuah kualitas (Santoso, 2002: 27).

Sedangkan kebanyakan pendidikan di Indonesia belum menyentuh tatanan praktis yang dapat menciptakan suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan bagi sasarannya. Bila tutunan yang termaktub dalam Undang-Undang Sisdiknas


(20)

tersebut dapat direalisasikan maka out put yang dihasilkan lebih optimal bila didukung dengan diberikannya ruang untuk berekspresi. Oleh karena itu kegiatan belajar mengajar yang efektif dan efisien tidak akan lepas dari cara atau metode mengajar yang diterapkan oleh seorang guru adalah menguasai materi yang diajarkannya dan mampu mengajarkannya (Russeffendi, 2008: 11).

Dari pernyataan di atas jelas bahwa pembinaan keagamaan yang akan dilaksanakan seyogyanya diberikan oleh pembina yang kompeten baik dalam hal penguasaan materi maupun dalam menerapkan metode. Seperti dalam firman

Allāh SWT dalam al Qur`ān surat asy-Syūr ayat 52 :

























































Artinya :

“Dan Demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Qurān) dengan perintah kami. sebelumnya kamu tidaklah mengetahui Apakah Al kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui Apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Qurān itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan Dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. dan Sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.”(QS. Asy-Syūr [42] : 52).

Dalam firman Allāh SWT di atas memberikan petunjuk bahwa pembinaan di samping perlu dilakukan terhadap orang lain karena memungkinkan


(21)

keberhasilannya, juga tugas demikian dipandang sebagai salah satu ciri dan jiwa orang yang beriman.

Untuk selanjutnya penulis memperhatikan masalah tersebut dengan alasan bahwa pembinaan keagamaan merupakan bagian integral dalam sistem mata pelajaran nasional. Pembinaan kegamaan dapat dilakukan oleh siapa saja yang mempunya dasar pengetahuan agama yang tinggi tentang agama. Namun tetap harus diperhatikan cara pembinaan keagamaan yang dilakukan oleh orang ataupun lembaga itu seperti apa. Pembinaan keagamaan yang penulis pahami secara tidak langsung memungkinkan adanya pembinaan secara jasmani dan rohani manusia mengenai keagamaan terutama agama Islām sebagai pedoman hidupnya.

Semua orang bisa mendapatkan pembinaan dari mana saja yang terpenting bagaiman orang itu bisa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Keluarga sebagai inti kecil dari masyarakat juga mempunyai peran yang sangat penting dalam membina keagamaan anak. Namun apabila seseorang tidak mempunyai keluarga dari manakah dia mendapatkan pembinaan yang lebih intensif? Itu semua tidak bisa didapatkan dengan mudah kecuali ada suatu lembaga yang ingin menyumbangkan sumbangsihnya dalam hal pembinaan keagamaan. Terlihat sekilas bahwa rata-rata di sebuah Panti Asuhan terkadang pembinaan keagamaan itu hanya sedikit diberikan kepada anak asuhnya, namun ada juga yang memberikan pembinaan keagamaan kepada anak asuhnya sebagai bahan pokok kehidupan mereka selama di Panti Asuhan meskipun anak-anak yang berada di sana berbeda-beda asal muasalnya yang berimbas pada karekteristik siswa yang berbeda pula.

Dengan adanya karakter anak-anak asuh yang berbeda tersebut maka ini termasuk kepada tugas baru kader-kader muslim. Dimana pendidikan diberikan secara fleksibel semuanya disesuaikan dengan kebutuhan anak asuh. Maka sebagai umat Islām kita tentu harus bisa memberikan pendidikan dan pembinaan keagamaan kepada anak-anak yang mempunyai karakter yang berbeda-beda. Tetapi, bisakah kita menanamkan nilai-nilai keagamaan kepada anak-anak panti asuhan yang berbeda karakternya? Metode apa yang akan kita pakai untuk


(22)

membina mereka? Maka untuk mengetahui jawabannya penulis tertarik untuk melakukan penelitian penelitian kualitatif yang berjudul “Pembinaan

Keagamaan anak-anak Panti Asuhan (Studi Deskriptif pada Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauar Lembang)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dirumuskan menjadi rumusan masalah umum dan rumusan masalah khusus.

1. Rumusan Masalah Umum

Bagaimana pembinaan keagamaan anak-anak panti asuhan pada Panti Sosial Asuhan Anak Al Kau ar Lembang?

2. Rumusan Masalah Khusus

Dari rumusan masalah umum di atas, peneliti menjabarkan beberapa rumusan masalah secara khusus yang mendasari peneliti untuk melakukan penelitian diantaranya :


(23)

a. Bagaimana perencanaan pembinaan keagamaan anak-anak panti asuhan di Panti Sosial Asuhan Anak Al Kau ar Lembang?

b. Bagaimana pelaksanaan pembinaan keagamaan anak-anak panti asuhan di Panti Sosial Asuhan Anak Al Kau ar Lembang?

c. Bagaimana hasil pembinaan keagamaan anak-anak panti asuhan di Panti Sosial Asuhan Anak Al Kau ar Lembang?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum peneliti ingin melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui pembinaan keagamaan anak-anak panti asuhan pada Panti Sosial Asuhan Anak Al Kau ar Lembang.

2. Sedangkan tujuan khusus peneliti untuk melakukan penelitian ini diantaranya :

a. Untuk mengetahui perencanaan pembinaan keagamaan anak-anak panti asuhan di Panti Sosial Asuhan Anak Al Kau ar Lembang. b. Untuk mengetahui pelaksanaan pembinaan keagamaan anak-anak

panti asuhan di Panti Sosial Asuhan Anak Al Kau ar Lembang. c. Untuk mengetahui hasil pembinaan keagamaan anak-anak panti

asuhan di Panti Sosial Asuhan Anak Al Kau ar Lembang.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoretis

Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan yang dapat digunakan untuk mengembangkan pembinaan keagamaan di Panti Asuhan.

2. Secara Praktis

Sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam upaya pembinaan keagamaan anak-anak Panti Asuhan.


(24)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pembina khususnya dalam pembinaan keagamaan.

b. Bagi Anak Asuh

Bertambahnya ilmu dan pengalaman yang diberikan oleh pembina tentang pembinaan keagamaan.

c. Bagi Peneliti

Memberikan wawasan keilmuan dan gambaran yang jelas mengenai pembinaan keagamaan anak-anak panti asuhan.

d. Bagi Civitas Akademik

Hasil penelitian ini bisa dijadikan bahan rujukan penelitian perluasan bagi peneliti lainnya.

E. Struktur Organisasi Skripsi BAB I PENDAHULUAN

A.Latar belakang Masalah B.Rumusan masalah C.Tujuan Penelitian D.Manfaat penelitian

E. Struktur Organisasi Skripsi

BAB II PEMBINAAN KEAGAMAAN ANAK-ANAK PANTI ASUHAN

A. Konsep Pembinaan

1. Pengertian Pembinaan

2. Ruang Lingkup Pembinaan 3. Pendekatan pembinaan

4. Prosedur Pembinaan 5. Pembinaan Keagamaan B. Panti Sosial Asuhan Anak

1. Pengertian Panti Sosial Asuhan Anak 2. Tujuan dan Sifat Panti Sosial Asuhan Anak


(25)

3. Fungsi Panti Sosial Asuhan Anak

4. Jenis pelayanan dan Bentuk Panti Sosial Asuhan Anak 5. Hak dan Kewajiban Anak Asuh

6. Pola Pengasuhan Anak-anak Asuh

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode dan Pendekatan Penelitian 1. Metode Penelitian

2. Pendekatan Penelitian B. Instrumen Penelitian C.Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi 2. Wawancara

3. Studi Dokumentasi D.Lokasi dan Subjek Penelitian E. Tahap Penelitian

F. Teknik Pengolahan Data G.Definisi Operasional

BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

A. PSAA AL-KAU AR LEMBANG 1. Profil Umum PSAA Al Kau ar

2. Letak Geografis PSAA Al Kau ar Lembang

3. Latar Belakang Berdirinya PSAA Al Kau ar Lembang 4. Visi dan Misi PSAA Al Kau ar Lembang

5. Tujuan didirikannya PSAA Al Kau ar Lembang 6. Dasar Pemikiran pendirian PSAA Al Kau ar Lembang 7. Sarana dan prasarana PSAA Al Kau ar Lembang 8. Struktur Organisasi PSAA Al Kau ar Lembang

9. Daftar Nominatif Anak Asuh PSAA Al Kau ar Lembang 10. Daftar Pegawai PSAA Al Kau ar Lembang


(26)

11. Kegiatan anak asuh PSAA Al Kau ar Lembang 12. Anggaran Tahunan PSAA Al Kau ar Lembang

C. PEMBINAAN KEAGAMAAN DI PSAA AL KAU AR LEMBANG 1. Perencaanaan Pembinaan Keagamaan di PSAA Al Kau ar

Lembang.

2. Pelaksanaan Pembinaan Keagamaan di PSAA Al Kau ar Lembang. 3. Hasil Pembinaan Keagamaan di PSAA Al Kau ar Lembang.

D. PEMBAHASAN PEMBINAAN KEAGAMAAN DI PSAA AL

KAU AR LEMBANG

1. Perencaanaan Pembinaan Keagamaan di PSAA Al Kau ar Lembang.

2. Pelaksanaan Pembinaan Keagamaan di PSAA Al Kau ar Lembang. 3. Hasil Pembinaan Keagamaan di PSAA Al Kau ar Lembang.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. KESIMPULAN B. REKOMENDASI

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(27)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Metode dan Pendekatan Penelitian

1. Metode Penelitian

Dalam menyusun suatu penelitian diperlukan suatu metode. Pada dasarnya penggunaan metode penelitian harus disesuaikan dengan tujuan penelitian dan masalah yang akan diteliti. Karena itu dalam setiap penelitian yang dilakukan dapat menggunakan metode yang berbeda, sesuai dengan masalah penelitian itu.

Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2011: 3).

Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yaitu suatu bentuk penelitian yang paling dasar yang ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena yang bersifat alamiah atau rekayasa manusia (Sukmadinata, 2010: 72). Sedangkan menurut Mardalis (2009: 26):

Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang saat ini berlaku. Di dalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada. Dengan kata lain penelitian deskriptif bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi yang ada saat ini, dan melihat kaitan antara variabel-variabel yang ada. Penelitian ini tidak menguji hipotesa atau tidak menggunakan hipotesa, malainkan hanya mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variabel-variabel yang diteliti.

Moleong (2012: 11) mengatakan bahwa “metode deskriptif akan menghasilkan laporan penelitian yang berisi kutipan-kutipan data (berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka) untuk memberi gambaran penyajian

laporan tersebut”.

Dengan menggunakan metode ini penulis berharap hasil penelitiannya bisa mengungkapkan rasa keingintahuan yang penulis rasa serta dapat dengan mudah dimengerti oleh pembaca karena bukan merupakan angka-angka melainkan berisi informasi deskriptif yang berupa kata-kata serta gambar-gambar yang membantu memperjelas, sehingga bisa bermanfaat bagi orang banyak.


(28)

Sedangkan menurut Suryabrata (2010: 75) tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat pecandraan secara sistematis, faktual dan akurat menganai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Surakhmad (1998: 139) sebagai berikut :

“Penelitian deskriptif tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada masa

sekarang. Pelaksanaan metode deskriptif tidak terbatas hanya sampai pada pengumpulan dan penyusunan data, tetapi meliputi analisis dan interpretasi data

itu.”

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif. Bogdan dan Taylor dalam (Moleong, 2012: 4) mengemukakan bahwa “Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa data-data tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati”. Adapun pendapat Kirk dan Miller dalam (Moleong, 2012: 4) bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya.

Moleong (2012: 6) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilakn prosedur analisi yang tidak menggunakan prosedur analisi statistik atau cara kuantifikasi lainnya. Jelas bahwa pengertian ini mempertentangkan penelitian kualitatif dengan penelitian yang bernuansa kuantitatif dengan menonjolkan bahwa usaha kuantifikasi apapun tidak perlu digunakan pada penelitian kualitatif.

Moleong (2012: 7) berpendapat bahwa penelitian kualitatif dimanfaatkan untuk keperluan :

 pada penelitian awal dimana subjek penelitian tidak didefinisikan secara baik dan kurang dipahami.

 pada upaya pemehaman penelitian perilaku dan penelitian motivasional.

 untuk penelitian konsultatif.

 memahami isu-isu rumit sesuatu proses.

 memahami isu-isu rinci tentang situasi dan kenyataan yang dihadapi seseorang.

 untuk memahami isu-isu yang sensitif.

 untuk keperluan evaluasi.

 untuk meneliti latar belakang fenomena yang tidak dapat diteliti melalui penelitian kuantitatif.


(29)

 digunakan untuk menemukan perspektif baru tentang hal-hal yang berkaitan dengan latar belakang subjek penelitian.

 digunakan untuk dapat lebih memahami setiap fenomena yang sampai sekarang belum banyak diketahui.

 digunakan untuk menemukan perspektif baru tentang hal-hal yang sudah banyak diketahui.

 digunakan oleh peneliti bermaksud meneliti sesuatu secara mendalam.

 dimanfaatkan oleh peneliti yang berminat untuk menelaah sesuatu latar belakang misalnya tentang motivasi, peranan, nilai, sikap dan persepsi.h peneliti yang berkeinginan untuk menggunakan hal-hal yang belum banyak diketahui ilmu pengetahuan.

 dimanfaatkan oleh peneliti yang ingin meneliti sesuatu dari segi prosesnya.

Sedangkan Nasution (2006: 18) menjelaskan bahwa :

Penelitian kualitatif disebut juga penelitian naturalistic. Disebut kualitatif karena sifat data yang dikumpulkan yang bercorak kualitatif bukan kuantitatif, karena manggunakan alat-alat pengukur. Disebut naturalistic

karena siatuasi lapangan penelitian bersifat “natural” atau wajar,

sebagaimana adanya tanpa dimanipulasi.

Penelitian kualitatif memiliki karakteistik tertetu, seperti yang dikemukakan oleh Lincoln dan Guba dalam (Moleong, 2012: 8) sebagai berikut : Latar alamiah, manusia sebagai alat atau instrumen, menggunakan metode kualitatif, teori berasal dari dasar, penelitian bersifat deskriptif, lebih mementingkan proses daripada hasil, pembatasan penelitian berdasarkan fokus, adanya kriteria khusus untuk keabsahan data, desain yang bersifat sementara, dan hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama.

Ciri-ciri penelitian kualitatif dikemukakan oleh Nasution (2006: 9) yaitu sebagai berikut :

1. Sumber data, ialah situasi yang wajar atau “natural setting” 2. Peneliti sebagai instrumen penelitian

3. Sangat deskriptif

4. Mementingkan proses maupun produk 5. Mencari makna

6. Mengutamakan data langsung 7. Triangulasi

8. Menonjolkan rincian kontekstual


(30)

10. Menggunakan perspektif emic 11. Verifikasi

12. Sampling yang purposive 13. Menggunakan audit trail 14. Pastisipasi tanpa mengganggu

15. Mengadakan analisis sejak awal penelitian 16. Desain penelitian tampil dalam proses penelitian

Berdasarkan ciri-ciri terssbut di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa seorang peneliti dapat berkomuniakasi secara langsung dengan subjek yang diteliti serta dapat mengamati mereka sejak awal sampai akhir proses penelitan. Fakta atau data itulah yang nantinya diberi makna sesuai dengan teori-teori yang terkait dengan fokus masalah yang diteliti.

B. Instrumen Penelitian

Sugiyono (2011: 305) berpendapat bahwa dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh

karena itu peneliti sebagai instrumen yang harus “divalidasi” seberapa jauh

penelitian kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan. Validasi terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi validasi terhadap pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki obyek penelitian, baik secara akademik maupun logistiknya. Yang melakukan validasi adalah peneliti sendiri, melalui evaluasi dari seberapa jauh pemahaman terhadap metode kualitatif, penguasaan teori dan wawasan terhadap bidang yang diteliti, serta kesiapan dan bekal memasuki lapangan. Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama. Hal itu dilakukan karena jika memanfaatkan alat yang bukan manusia dan mempersiapkan dirinya terlebih dahulu sebagai yang lazim digunakan dalam penelitian klasik, maka sangat tidak mungkin untuk mengadakan penyesuaian terhadap kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan. Selain itu hanya manusia sebagai alat sajalah yang dapat berhubungan dengan responden atau objek lainnya, dan hanya manusialah yang mampu memahami kaitan kenyataan-kenyataan di lapangan. Hanya manusia sebagai instrument pulalah yang dapat menilai apakah kehadirannya menjadi


(31)

faktor penganggu sehingga apabila terjadi hal yang demikian ia pasti dapat menyadarinya serta dapat mengatasinya (Moleong, 2012: 9).

Dalam hal instrumen penelitian kualitatif, Lincoln and Guba (Sugiyono, 2011: 306) menyatakan bahwa “The instrument of choice in naturalistic inquiry is

the human. We shall see that other forms of instrumentation may be used in later phases of the inquiry, but the human is the initial and continuing mainstay. But if the human instrument can be constructed that is grounded in the data that the human instrument has product”.

Selanjutnya Nasution (Sugiyono, 2011: 306) menyatakan bahwa dalam penelitian, kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya.

Berdasarkan dua pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa dalam penelitian kualitatif pada awalnya dimana permasalahan belum jelas dan pasti, maka yang menjadi instrumen adalah peneliti sendiri. Tetapi setelah masalahnya yang akan dipelajari jelas, maka dapat dikembangkan suatu instrumen.

Jadi dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen utamanya adalah peneliti sendiri, namun selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka kemungkinan akan dikembangkan instrumen penelitian sederhana, yang diharapkan dapat melangkapi data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi dan wawancara.

Menurut Nasution (Sugiyono, 2011: 307) peneliti sebagai instrumen penelitian serasi untuk penelitian serupa karena memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi penelitian.


(32)

2. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.

3. Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrumen berupa test atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi, kecuali manusia.

4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat dipahami dengan pengetahuan semata. Untuk memahaminya kita perlu sering merasakannya, menyelaminya berdasarkan pengetahuan kita.

5. Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh. Ia dapat menafsirkannya, melahirkan hipotesis dengan segera menentukan arah pengamatan, untuk mentest hipotesis yang timbul seketika.

6. Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan menggunakan segera sebagai balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan atau pelakan.

7. Dalam penelitian dengan menggunakan test atau angket yang bersifat kuantitatif yang diutamakan adalah respon yang dapat dikuantifikasi agar dapat diolah secara statistik, sedangkan yang menyimpang dari itu tidak dihiraukan. Dengan manusia sebagai instrumen, respon yang aneh, yang menyimpang justru diberi perhatian. Respon yang lain daripada yang lain, bahkan yang bertentangan dipakai untuk mempertinggi tingkat kepercayaan dan tingkat pemahaman mengenai aspek yang diteliti.

C.Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam penelitian, karena itu seorang peneliti harus terampil dalam mengumpulkan data agar mendapatkan data yang valid. Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Proses pengumpulan data yang penulis lakukan yaitu :


(33)

1. Observasi

Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang utama dalam penelitian sosial terutama dalam penelitian kualitatif. Menurut Sutrisno Hadi dalam (Sugiyono, 2011: 203) mengemukakan bahwa “observasi merupakan suatu proses yang tersusun dari pelbagai biologis dan psikologis. Dua diantara yang paling penting adalah proses-proses

pengamatan dan ingatan”.

Moleong tidak memberikan batasan tentang observasi, tetapi menguraikan beberapa pokok persoalan dalam membahas observasi, diantaranya: a) alasan pemanfaatan pengamatan, b) macam-macam pengamatan dan derajat peranan pengamat (Moleong, 2012: 174).

A. Manfaat Pengamatan

Menurut Guba dan Lincoln (1981: 191 – 193 dalam Moleong (2012: 174-175) alasan-alasan pengamatan (observasi) dimanfaatkan sebesar-besarnya dalam penelitian kualitatif, intinya karena:

1) Pengamatan merupakan pengalaman langsung, dan pengalaman langsung dinilai merupakan alat yang ampuh untuk memperoleh kebenaran. Apabila informasi yang diperoleh kurang meyakinkan, maka peneliti dapat melakukan pengamatan sendiri secara langsung untuk mengecek kebenaran informasi tersebut.

2) Dengan pengamatan dimungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang sebenarnya. 3) Pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa yang berkaitan

dengan pengetahuan yang relevan maupun pengetahuan yang diperoleh dari data.

4)Sering terjadi keragu-raguan pada peneliti terhadap informasi yang diperoleh yang dikarenakan kekhawatiran adanya bias atau penyimpangan. Bias atau penyimpangan dimungkinkan karena responden kurang mengingat peristiwa yang terjadi atau adanya jarak psikologis antara peneliti dengan


(34)

yang diwawancarai. Jalan yang terbaik untuk menghilangkan keragu-raguan tersebut, biasanya peneliti memanfaatkan pengamatan.

5)Pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi yang rumit. Situasi yang rumit mungkin terjadi jika peneliti ingin memperhatikan beberapa tingkah laku sekaligus. Jadi pengamatan dapat menjadi alat yang ampuh untuk situasi-situasi yang rumit dan untuk perilaku yang kompleks. 6)Dalam kasus-kasus tertentu dimana teknik komunikasi lainnya tidak

dimungkinkan, pengamatan menjadi alat yang sangat bermanfaat. Misalkan seseorang mengamati perilaku bayi yang belum bisa berbicara atau mengamati orang-orang luar biasa, dan sebagainya.

Perlu ditekankan disini pengamatan dimaksudkan agar memungkinkan pengamat melihat dunia sebagaimana yang dilihat oleh subjek yang diteliti, menangkap makna fenomena dan budaya dari pemahaman subjek. Pengamatan memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan dan dihayati oleh subjek, bukan apa yang dirasakan dan dihayati oleh peneliti. Jadi interpretasi peneliti harus berdasarkan interpretasi subjek yang diteliti.

B. Macam-macam Pengamat dan Derajat Pengamat

Menurut Moleong (2012: 176) pengamatan dapat dibedakan menjadi: a) pengamatan berperan serta, b) pengamatan tidak berperan serta. Pengamatan juga dapat diklasifikasikan menjadi: a) pengamatan terbuka, apabila keberadaan pengamat diketahui oleh subjek yang diteliti, dan subjek memberikan kesempatan kepada pengamat untuk mengamati peristiwa yang terjadi dan subjek menyadari adanya orang yang mengamati apa yang subjek kerjakan, b) pengamatan tertutup apabila pengamat melakukan pengamatan tanpa diketahui oleh subjek yang diamati. Pengamatan juga dapat diklasifikasikan menjadi: a) pengamatan dengan latar alamiah atau pengamatan tidak terstruktur dan b) pengamatan buatan atau pengamatan terstruktur. Pengamatan terstruktur ini disebut eksperimen biasa digunakan dalam penelitian kuantitatif. Sedang pengamatan alamiah atau pengamatan tidak terstruktur inilah yang biasa digunakan dalam penelitian kualitatif.


(35)

Selanjutnya Bunford Junker dalam (Moleong, 2012: 176) membagi peran peneliti sebagai pengamat menjadi 4 (empat) jenis, yaitu:

1) Berperan serta secara lengkap (the complete participant). Pengamat dalam hal ini menjadi anggota penuh dari suatu kelompok yang diamati, artinya peneliti bergabung secara penuh atau menjadi anggota secara penuh dalam kelompok yang diamati sendiri oleh peneliti. Dengan demikian peneliti dapat memperoleh informasi apa saja yang dibutuhkannya, termasuk yang rahasia.

2) Pemeran serta sebagai pengamat (the participant as observer). Peneliti tidak sepenuhnya menjadi anggota kelompok yang diamati (misalnya anggota kehormatan), tetapi masih dapat melakukan fungsi pengamatan. Hal-hal rahasia masih dapat diketahui.

3) Pengamat sebagai pemeran serta (the observer as participant). Peranan pengamat secara terbuka diketahui oleh umum, karena segala macam informasi termasuk yang rahasia dapat dengan mudah diperoleh.

4) Pengamat penuh (the complete observer). Biasanya hal ini terjadi pada pengamatan suatu eksperimen dilaboratorium yang menggunakan kaca sepihak. Peneliti dengan bebas mengamati secara jelas subjeknya dari belakang kaca, sedang subjeknya sama sekali tidak mengetahui apakah mereka sedang diamati atau tidak.

C.Tahapan Observasi

Menurut spradley (1980) dalam (Sugiyono, 2011: 315) menyatakan bahwa tahapan observasi ditunjukkan seperti gambar 3.1 berikut terlihat bahwa tahapan observasi ada tiga yaitu 1) observasi deskriptif, 2) observasi terfokus, 3) observasi terseleksi.

1) Observasi Deskriptif

Observasi deskriptif dilakukan peneliti pada saat memasuki situasi sosial tertentu sebagai obyek penelitian. Pada tahap ini peneliti belum membawa masalah yang akan diteliti, maka peneliti melakukan penjelajah umum, dan


(36)

menyeluruh, melakukan deskripsi terhadap semua yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Semua data direkam, Oleh karena itu hasil dari observasi ini disimpulkan dalam keadaan yang belum tertata. Observasi tahap ni sering disebut sebagai grand tour observation, dan peneliti menghasilkan kesimpulan pertama. Bila dari segi analisis maka peneliti melakukan analisis domain, sehingga mampu mendeskripsikan terhadap semua yang ditemui.

Gambar 3.1

Tahap Observasi

2) Observasi Terfokus

Pada tahap ini peneliti sudah melakukan mini tour observation, yaitu suatu observasi yang telah dipersempit untuk difokuskan pada aspek tertentu. Observasi ini juga dinamakan observasi terfokus, karena pada tahap ini peneliti melakukan analisis taksonomi sehingga dapat menemukan fokus.

3) Observasi Terseleksi

Pada tahap observasi ini peneliti telah menguraikan fokus yang ditemukan sehingga datanya lebih rinci. Dengan melakukan analisis komponensial terhadap fokus, maka pada tahap ini peneliti telah menemukan karakteristik,

kontras-Tahap

Deskripsi

Memasuki situasi

sosial :

Ada tempat,

aktor, aktivitas

Tahap Reduksi

Menentukan

fokus memilih

diantara yang

telah

dideskripsikan

Tahap Seleksi

Mengurai fokus

menjadi

komponen

menjadi yang

lebih rinci


(37)

kontras/perbedaan dan kesamaan antar kategori yang lain. Pada tahap ini diharapkan peneliti telah dapat menemukan pemahaman yang mendalam atau hipotesis.

Dari beberapa pendapat tentang pengamatan (observasi) dapat disimpulkan bahwa pengamatan (observasi) dalam konteks penelitian ilmiah adalah studi yang disengaja dan dilakukan secara sistematis, terencana, terarah pada suatu tujuan dengan mengamati dan mencatat fenomena atau perilaku satu atau sekelompok orang dalam konteks kehidupan sehari-hari, dan memperhatikan syarat-syarat penelitian ilmiah. Dengan demikian hasil pengamatan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Dalam penelitian ini peneliti mengamati secara langsung dan peneliti berperan sebagai pengamat penuh dalam mengamati kegiatan pembinaan yang dilaksanakan di Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar Lembang.

2. Wawancara

Teknik wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu (Moleong, 2012: 186). Teknik ini dilakukan dengan cara mengadakan wawancara dengan berbagai sumber data yang dapat memberikan informasi atau data.

Sebagaimana menurut Esterberg (2002) dalam Sugiyono (2011: 317) mendefinisikan interview sebagai berikut ”a meeting of two persons to exchange

information and idea throught question and responses, resulting in communication and joint construction of meaning about particular topic”. Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstuksikan makna dalam suatu topik tertentu.

Menurut Arikunto (2002: 132), wawancara atau interview atau kuesionerlisan adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer ) untuk memperoleh informasi dari terwawancara (interviewer ).

Merujuk pada beberapan pendapat di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa wawancara adalah pertemuan dua orang yang bertukar informasi melalui kegiatan tanya jawab mengenai suatu topik tertentu untuk memahami dan menggambarkan suatu fenomena secara lebih mendalam.


(38)

Menurut Patton (1980: 197) dalam Moleong (2012: 187) teknik wawancara dalam penelitian pendekatan kualitatif dibagi menjadi tiga kategori yaitu :

A.Wawancara Dengan Cara Melakukan Pembicaraan Informal

Pada jenis ini pertanyaan yang diajukan sangat bergantung pada pewawancara itu sendiri, jadi bergantung pada spontanitasnya dalam mengajukan pertanyaan kepada terwawancara. Hubungan pewawancara dengan terwawancara adalah suasana biasa, wajar, sedangkan pertanyaan dan jawabannya berjalan seperti pembicaraan biasa dalam kehidupan sehari-hari saja. Sewaktu pembicaraan berjalan, terwawancara malah barangkali tidak mengetahui atau tidak menyadari bahwa ia sedang diwawancara.

B.Pendekatan MenggunakanPetunjuk Umum Wawancara

Jenis wawancara ini mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan garis besar pokok-pokok yang dirumuskan tidak perlu dipertanyakan secara berurutan. Demikian pula penggunaan kata-kata untuk wawancara dalam hal-hal tertentu tidak perlu dilakukan sebelumnya. Petunjuk wawancara hanyalah berisi petunjuk secara garis besar besar tentang proses dan isi wawancara untuk menjaga agar pokok-pokok yang direncanakan dapat seluruhnya tercakup. Petunjuk itu mendasarkan diri atas anggapan bahwa ada jawaban yang secara umum akan sama diberikan oleh para responden, tetapi yang jelas tidak ada perangkat pertanyaan baku yang disiapkan terlebih dahulu. Pelaksanaan wawancara dan pengurutan pertanyaan disesuaikan dengan keadaan responden dalam konteks wawancara yang sebenarnya.

C.Wawancara Baku Terbuka

Jenis wawancara ini adalah wawancara yang menggunakan seperangkat pertanyaan baku. Urutan pertanyaan, kata-katanya, dan cara penyajiannya pun sama untuk setiap responden. Keluwesan mengadakan pertanyaan


(39)

pendalaman (probing) terbatas, dan hal itu bergantung pada situasi

wawancara dan kecakapan pewawancara. Wawancara demikian digunakan jika dipandang sangat perlu untuk mengurangi sedapat-dapatnya variasi yang bisa terjadi antara seorang terwawancara dengan yang lainnya. Maksud pelaksanaan tidak lain merupakan usaha untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya kekeliruan. Wawancara jenis ini bermanfaat pula dilakukan apabila pewawancara ada beberapa orang dan terwawancara cukup banyak jumlahnya.

Wawancara yang dilakukan oleh penulis di sini mendekati jenis pendekatan wawancara informal yang mana wawancara dilakukan secara spontan, bersifat wajar, dan mengalir namun masih tetap mempertahankan hal-hal pokok yang akan dipertanyakan sebagai tujuan utama wawancara.

Adapun pembagian lain yang dikemukakan oleh Guba dan Lincoln (1981: 160-170) dalam Moleong (2012: 188) pembagian mereka adalah :

a. Wawancara oleh Tim Panel

Wawancara oelh tim berarti wawancara dilakukan tidak hanya oleh satu orang tetapi oleh dua orang atau lebih terhadap seorang yang diwawancarai. b. Wawancara Tertutup dan Wawancara Terbuka (Covert And Overt Interview) Pada wawancara tertutup biasanya yang diwawancarai tidak mengetahui dan tidak menyadari bahwa mereka diwawancarai. Mereka tidak mengetahui tujuan wawancara. Cara demikian tidak terlalu sesuai dengan penelitian kualitatif yang biasanya berpandangan terbuka. Jadi, dalam penelitian kualitatif sebaiknya digunakan wawancara terbuka yang para subjeknya tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula apa maksud dan tujuan wawancara itu.

c. Wawancara Riwayat secara Lisan

Maksud wawancara ini ialah untuk mengungkapkan riwayat hidup, pekerjaannya, kesenangannya, ketekunannya, pergaulannya, dan lain-lain. Wawancara semacam ini dilakukan sedemikian rupa sehingga terwawancara


(40)

berbicara terus menerus, sedangkan pewawancara duduk mendengarkan dengan baik diselingin dengan sekali-kali mengajukan pertanyaan.

d. Wawancara Terstruktur dan Wawancara Tidak Terstruktur

Wawancara terstruktur adalah wawancara yang pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. Jenis wawancara ini tampaknya bersamaan dengan apa yang dinamakan wawancara baku terbuka. Sedangkan yang dinamakan wawancara tak terstruktur merupakan wawancara yang berbeda dengan yang terstruktur dalam hal waktu bertanya dan cara memberikan respons yaitu jenis ini jauh lebih bebas iramanya. Responden biasanya terdiri atas mereka yang terpilih saja karena sifat-sifatnya yang khas. Biasanya mereka memiliki pengetahuan dan mendalami situasi, dan mereka lebih mengetahui informasi yang diperlukan.

Menurut Moleong (2012: 191) wawancara tak terstruktur dilakukan pada keadaan-keadaan berikut :

-Bila pewawancara berhubungan dengan orang penting;

-Jika pewawancara ingin menanyakan sesuatu secara lebih mendalam lagi pada seorang subjek tertentu;

-Apabila pewawancara menyelenggarakan kegiatan yang bersifat penemuan;

-Jika ia tertarik untuk mempersoalkan bagian-bagian tertentu yang tak normal

-Jika ia tertarik untuk berhubungan langsung dengan salah seorang responden;

-Apabila ia tertarik untuk mengungkapkan motivasi, maksud, atau penjelasan dari responden;

-Apabila ia mau mencoba mengungkapkan pengertiansuatu peristiwa, situasi, atau keadaan tertentu.

Menurut Arikunto (2002: 202) pedoman wawancara terstrukur yaitu pedoman wawancara yang disusun secara terperinci sehingga menyerupai chek list.

Sedangkan wawancara tidak terstruktur, adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk mengumpulkan datanya. Pedoman


(41)

wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan (Sugiyono, 2011: 197).

Lincoln dan Guba dalam Sugiyono (2011: 235) mengemukakan tujuh langkah dalam penggunaan wawancara untuk mengumpulkan data dalam penelitian kualitatif, yaitu:

1) Menetapkan kepada siapa wawancara itu dilakukan;

2) Menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan pembicaraan;

3) Mengawali atau membuka alur wawancara;

4) Melangsungkan alur wawancara;

5) Mengkonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya;

6) Menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan;

7) Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang diperoleh.

Wawancara mempunyai keunikan yang menguntungkan, yaitu tidak memerlukan kesimpulan, tetapi memerlukan kelanjutan (Moleong, 2012: 203).

Pada tahap ini penulis menggunakan teknik wawancara terbuka dan tidak terstruktur karena wawancara itu sendiri dilakukan bersifat fleksibel tetapi tidak menyimpang dari tujuan wawancara yang telah ditetapkan yakni memperoleh data mengenai pembinaan keagamaan di Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar Lembang.

Dalam penelitian ini penulis mengadakan wawancara pada pihak-pihak yang dianggap bisa memberikan informasi mengenai pembinaan keagamaan di

Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar Lembang seperti :

a. Pimpinan Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar Lembang.

b. Pembina Keagamaan Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar Lembang. c. Anak-anak asuh Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar Lembang.

3. Studi Dokumentasi

Menurut Sugiyono (2011: 329) studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.


(42)

Hal senada diungkapkan Nasution (2006: 85) bahwa meski metode observasi dan wawancara menempati posisi dominan dalam penelitian kualitatif, metode dokumenter sekarang ini perlu mendapatkan perhatian selayaknya, dimana dahulu bahan dari jenis ini kurang dimanfaatkan secara maksimal.

Ada catatan penting dari Sugiyono (2011: 330) mengenai pemanfaatan bahan dokumenter ini, bahwa tidak semua dokumen memiliki kredibilitas yang tinggi, sehingga harus selektif dan hati-hati dalam pemanfaatannya.

Ada beberapa keuntungan dari penggunaan studi dokumen dalam penelitian kualitatif, seperti yang dikemukakan (Nasution, 2006: 85):

a) Bahan dokumenter itu telah ada, telah tersedia, dan siap pakai.

b) Penggunaan bahan ini tidak meminta biaya, hanya memerlukan waktu untuk mempelajarinya.

c) Banyak yang dapat ditimba pengetahuan dari bahan itu bila dianalisis dengan cermat, yang berguna bagi penelitian yang dijalankan.

d) Dapat memberikan latar belakang yang lebih luas mengenai pokok penelitian.

e) Dapat dijadikan bahan triangulasi untuk mengecek kesesuaian data. f) Merupakan bahan utama dalam penelitian historis.

Dokumen sebagai sumber data banyak dimanfaatkan oleh para peneliti, terutama untuk untuk menguji, menafsirkan dan bahkan untuk meramalkan. Dokumen dan record digunakan untuk keperluan penelitian, menurut Guba dan Lincoln (1981: 235) dalam Moleong (2012: 217), karena alasan-alasan yang dapat dipertanggung jawabkan seperti berikut ini.

a) Dokumen dan record digunakan karena merupakan sumber yang stabil, kaya dan mendorong.

b) Berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian.

c) Keduanya Berguna dan sesuai karena sifatnya yang alamiah, sesuai dengan konteks, lahir, dan berada dalam konteks.

d) Relatif murah dan tidak sukar ditemukan, tetapi dokumen harus dicari dan ditemukan.

e) Hasil pengkajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas tubuh pengetahuan terhadap sesuatu yang diselidiki.


(43)

D. Lokasi dan Subjek Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar

Lembang yang beralamat di Jl. Mutiara Utama No. 176 Lembang Kabupaten Bandung Barat 40391, Telp. (022) 2788882 Fax. (022) 2787964 Email : psaa_alkautsar@yahoo.com

Alasan peneliti memilih lokasi ini karena dinilai cukup representatif dengan apa yang diteliti oleh penulis.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah sumber yang dapat memberikan informasi tentang pembinaan keagamaan di Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar Lembang.

Adapun yang dijadikan subjek penelitian ini adalah sebagai berikut : a) Pimpinan Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar Lembang;

b) Pembina/pengasuh Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar Lembang;

c) Anak-anak asuh Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar Lembang.

E. Tahap Penelitian

Menurut Moleong (2012: 127) tahap penelitian secara umum ada tiga tahap yaitu :

Gambar 3.2

Tahap-tahap penelitian

Pra-lapangan

Pekerjaan Lapangan


(44)

Dalam uraian di bawah ini disajikan lebih rinci langkah-langkah pengumpulan data.

1. Pra-lapangan

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan segala hal yang dapat menunjang kelancaran penelitian. Hal yang dilakukan adalah mengadakan survei awal ke lapangan untuk menentukan dan mengidentifikasi masalah yang terjadi di lapangan yang sekiranya dapat dijadikan masalah penelitian. Kemudian peneliti membuat rancangan penelitian (proposal penelitian) untuk diajukan dan dibimbingkan kepada dosen pembimbing untuk disetujui. Setelah itu peneliti mempersiapkan pedoman wawancara yang akan digunakan. Selanjutnya mengurus surat izin mengadakan penelitian. Selanjutnya peneliti menjajaki keadaan lapangan yang tepatnya di PSAA Al Kauṡar Lembang, serta mempersiapkan

perlengkapan penelitian.

2. Tahap Pekerjaan Lapangan

Uraian tentang tahap pekerjaan lapangan dibagi atas tiga bagian, yaitu: (1) memahami latar penelitian, dan persiapan diri,

(2) memasuki lapangan, dan

(3) berperanserta sambil mengumpulkan data.

Pada tahap ini peneliti melakukan penggalian informasi data secara mendalam, dengan mengenal lebih dekat kepada subjek penelitian, mengadakan pengenalan lingkungan subjek penelitian. Selanjutnya peneliti melakukan pengumpulan data dan meneliti sumber-sumber tertulis yang berhubungan dengan fokus penelitian.

3. Analisis Data

Dalam tahap ini peneliti melakukan pengecekan, pemeriksaan dari data yang telah diperoleh di lapangan terutama untuk memperoleh keabsahan data. Menggunakan teknik-teknik pengolahan data yang dianggap dapat


(45)

mendukung jalannya penelitian yakni analisis, reduksi data, display data, triangulasi data dan member check.

F. Teknik Pengolahan Data 1. Analisis Data

Kegiatan analisis data dilakukan setelah data yang diperlukan terkumpul. Sugiyono (2011: 334) mendefinisikan analisis data sebagai berikut :

“Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan data ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang yang penting dan mana yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun oleh orang

lain.”

Teknik analisis data yang peneliti gunakan ialah menggunakan teknik analisis data kualitatif, yaitu data yang berbentuk uraian yang menuntut peneliti agar menafsirkan lebih jauh untuk mendapatkan makna yang terkandung di dalamnya.

2. Reduksi Data

Reduksi data menurut Sugiyono (2011: 338) “Reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, dicari tema dan polanya serta membuang yang tidak perlu”.

Pada tahap ini peneliti merangkum dan memilih data mana saja yang penting yang diperoleh dari lapangan yang akan digunakan untuk dijadikan bahan laporan. Hasil data yang sudah direduksi inilah yang akan memberikan gambaran yang jelas dan mempermudah peneliti untuk mengumpulkan data selanjutnya.

3. Display Data (Data Display)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Menurut Sugiyono (2011: 341) dalam penelitian kualitatif penyajian data


(1)

105

Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar dapat dilihat dari perubahan tingkah laku anak asuh dan kesadaran anak asuh dalam hal beribadah, kepada sesama manusia, dan lingkungan sekitarnya. Adanya perubahan tingkah laku dan peningkatan kemampuannya dalam bidang agama menjadi tolak ukur dalam pembinaan keagamaan. Pembinaan yang dilakukan secara terus menerus di panti asuhan, keluarga, ataupun masyarakat akan mempengaruhi proses terbentuknya pribadi yang beriman dan bertaqwa kepada Allāh SWT.

Adapun untuk evaluasi pembinaan diadakan setiap tiga bulan sekali sehingga dapat terlihat perkembangan drai hasil pembinaan keagamaan anak asuh itu apakah sudah berhasil atau tidak. Evaluasi yang diadakan oleh para pembina dapat menjadi salah tolak ukur keberhasilan program yang dilaksanakan apakah sesuai dengan rencana awal atau tidak. Jika ada program yang tidak terlaksana maka program tersebut akan dilaksanakan kembali dengan cara-cara yang berbeda agar menghasilkan pembinaan keagamaan yang lebih baik dari sebelumnya. Beberapa hasil dari pembinaan keagamaan yang penulis lihat di Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar diantaranya meningkatnya motivasi anak asuh dalam melaksanakan ibadahnya dengan baik dan benar. Bertambahnya pengetahuan anak asuh tentang agama islam yang terangkum dalam berbagai materi yang disampaikan setiap harinya oleh para pengajar dan kemajuan hafalan al Qur`ān yang dilaksanakan setiap hari. Meningkatnya prestasi belajar anak asuh terutama dalam hal agama Islām. Meningkatnya motivasi anak asuh sehingga dapat berperilaku baik (berakhlaqul karīmah) yang tergambar dari kedisiplinan dan ketaatannya terhadap tata tertib Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar. Meningkatnya kedisiplinan, kekeluargaan, kemandirian dan keteladanan anak asuh dalam kehidupan sehari-hari baik secara individu maupun kelompok yang

terlihat dari hasil laporan anak asuh setiap ba’da ṣubuh.

Secara keseluruhan pembinaan keagamaan di Panti Sosial Asuhan Anak Al

Kauṡar berjalan dengan baik karena terlihat dari perubahan sikap anak-anak asuh

yang semakin baik dan antusias mereka dalam mengikuti pembinaan keagamaan cukup tinggi. Selain itu juga hasil pembinaan keagamaan yang diperoleh anak-anak panti asuhan sesuai dengan perencanaan awal panti asuhan yang sejalan


(2)

dengan tujuan PSAA Al Kauṡar yaitu meningkatkan kualitas SDM menuju

masyarakat sejahtera lahir dan batin, yang berbasis keimanan dan ketaqwaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

B. REKOMENDASI

Berdasarkan kesimpulan yang diambil, maka penulis mengajukan beberapa saran yang kiranya bisa dijadikan masukan dalam upaya meningkatkan program pelayanan kesejahteraan di Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar

Lembang. Adapun saran yang diajukan adalah sebagai berikut : 1. Pemerintah

a. Pemerintah hendaknya membuat berbagai penyuluhan dan pelatihan pada seluruh pembina panti asuhan agar program pelayanan kesejahteraan yang diterapkan oleh masing-masing panti asuhan lebih berkualitas.

b. Pemerintah hendaknya menganggarkan dana khusus untuk membantu penyelanggaraan pelayananan kesejahteraan sosial di panti asuhan.

2. Masyarakat

a. Masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap panti asuhan sebaiknya berpartisipasi secara langsung.

b. Masyarakat yang memilki kompetensi dan keterampilan yang lebih dalam bidang keagamaan sebaiknya bisa menyalurkannya kepada anak-anak asuh.

3. Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar Lembang

a. Program-program yang sudah ada sebaiknya lebih ditingkatkan lagi agar pembinaan keagamaan di panti asuhan semakin baik.

b. Panti asuhan hendaknya lebih terbuka terhadap berbagai elemen masyarakat, agar masyarakat lebih memahami dan bisa berpartisipasi dalam kegiatan di panti asuhan terutama dalam bidang pendidikan.


(3)

107

4. Anak-anak asuh

a. Anak-anak asuh hendaknya lebih taat dan patuh terhadap tata tertib yang ada di panti asuhan.

b. Anak-anak asuh hendaknya lebih terbuka dan partisipatif terhadap semua kegiatan yang dilaksanakan di Panti Sosial Asuhan Anak Al

Kauṡar Lembang.

c. Anak-anak yang berada di Panti Sosial Asuhan Anak Al Kauṡar Lembang hendaknya lebih mampu beradaptasi dengan para pengasuh maupun para pembina agar tidak mempersulit proses pembinaan keagamaan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

_______. (2009). Al Qur`ān dan terjemahnya (Penerj) Tim Penerjemah Departemen Agama RI. Jakarta: PT Sygma Examedia Arkanleema. Ahmadi, A. (2007). Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.

Arief, A. (2002). Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Pers.

Arifin, M. (1987). Filsafat Pendidikan Islām. Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Azwar, S. (1996). Tes Prestasi: Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi

Belajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Barzan, B. (1999). Panti Asuhan sebagai Lingkungan Keluarga. Yogyakarta: Rineka Cipta.

Dagun, S. M. (1997). Kamus Besar Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara.

Daradjat, Z. (1992). Ilmu Pendidikan Islām. Jakarta: Bumi Aksara.

Dinsos. (2004). Pedoman Pelayanan Kesejahteraan Sosial Anak Melalui Panti

Asuhan Anak. Bandung: Pemprov Jabar.

Djuju, S. (2008). Evaluasi Program Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya. Harjanto. (1997). Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Pustaka.

Hasbullāh. (2005). Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Hurlock, E. B. (1993). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang Kehidupan. Terjemahan. Jakarta: Erlangga.

Ilyas, A. (1998). Mendambakan Anak Shaleh. Bandung: Al Bayan.

Mardalis. (2009). Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara.

Moleong, L. J. (2012). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Mudyaharjo, R. (2002). Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Grafindo persada. Muhsin. (2003). Mari Mencintai Anak Yatim. Jakarta: Gema Insani.


(5)

109

Mulahajati, A. (1999). Pedoman Mengasuh Anak dalam Panti Asuhan. Jakarta: Bumi Aksara.

Mulyasa, E. (2006). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosda Karya. Munawwir, A. (2002). Kamus Arab-Indonesia. Yogyakarta: PP. Al Munawwir. Nasution, S. (2006). Penelitian Ilmiah. Jakarta: Bumi Aksara.

Nata, A. (2001). Filsafat Pendidikan Islam . Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu. Nawawi, I. (2007). Hadits Arba'in An-Nawawiyah dan Terjemahnya. Surakarta:

Media Insani Press.

Purwanto, N. (2007). Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Ramayulis. (2008). Ilmu Pendidikan Islām. Jakarta: Kalam Mulia.

Russeffendi. (2008). Pengajaran Matematika Modern untuk Orang Tua Murid,

Guru dan SPG. Bandung: Tarsito.

Saefullah, K. (2009). Pengantar Manajemen . Jakarta: Salemba Empat. Sagala, S. (2006). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Santoso, A. R. (2002). Mengembangkan Otak Kanan Anak-anak. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

Siagian, S. P. (1999). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara. Siswanto, H. (2005). Pengantar Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara.

Sudjana, D. (2010). Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Sudjana, N. (1988). Cara Belajar Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, N. S. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Surakhmad, W. (1998). Pengantar Metodologi Ilmiah. Bandung: Tarsito. Suryabrata, S. (2010). Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali Press. Terry, G. R. (2003). Dasar-dasar Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara.


(6)

Uhbiyati, N. (1998). Ilmu Pendidikan Islām. Bandung: Pustaka Setia. Ulwan, A. N. (2001). Pedoman Pendidikan Anak dalam Islām. (Penerj)

Jamaluddin Miri. Semarang: Asy-Syifa`.

Uno, H. B. (2008). Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara. Usman, M. B. (2002). Metodologi Pembelajaran Islām. Jakarta: Ciputat Pers. Westwood, P. S. (2008). What Teacher . Victoria: Acer Press.