PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PROGRAM KURSUS WIRAUSAHA PEDESAAN BERBASIS POTENSI LOKAL UNTUK KEMANDIRIAN WARGA BELAJAR.

(1)

ix DAFTAR ISI

JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK...i

ABSTRACT...ii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH...iii

KATA PENGANTAR...iv

UCAPAN TERIMA KASIH...vi

DAFTAR ISI...………..….……...ix

DAFTAR TABEL...……….…...…... xii

DAFTAR GRAFIK...………....…....xiii

DAFTAR BAGAN...………xiv

DAFTAR LAMPIRAN...………...….….xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah... 1

B. Identifikasi masalah...12

C. Perumusan masalah dan pertanyaan penelitian...12

D. Definisi operasional...13

E. Tujuan penelitian...18

F. Manfaat penelitian ...19


(2)

x BAB II LANDASAN TEORETIK

A. Hakikat Pembelajaran dalam Pendidikan Nonformal...23

B. Hakikat Kursus...53

C. Hakikat Kewirausahaan...63

D. Hakikat Potensi Lokal...71

E. Hakikat Kemandirian...79

F. Hasil Penelitian yang Relevan...87

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan penelitian...92

B. Metode Penelitian ...93

C. Prosedur Penelitian...95

D. Lokasi dan Subjek Penelitian...99

E. Teknik dan Instrumen Pengumpul Data ...99

F. Teknik Analisis Data...105

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Deskripsi kondisi objektif pembelajaran program keterampilan yang dilaksanakan oleh PKBM Kecamatan Telaga………...111

B. Pengembangan Model Pembelajaran Program Kursus Wirausaha Pedesaan Berbasis Potensi Lokal untuk Kemandirian Warga belajar...121

C. Kajian Efektifitas Model...………..……...………..148


(3)

xi BAB V Kesimpulan dan Rekomendasi

A.Kesimpulan ...224

B. Rekomendasi ...228

DAFTAR PUSTAKA...………...231


(4)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Menghadapi era globalisasi dan semakin meningkatnya peradaban hidup manusia, maka yang pantas dilakukan oleh bangsa Indonesia adalah menata sumber daya manusia Indonesia menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Penjabaran dari upaya ini adalah kita harus menoleh ke belakang dan merasakan kondisi saat ini dengan tetap menatap jauh ke depan. Kita bisa mengambil pelajaran dari sejarah bangsa yang penuh semangat patriotik dan pantang menyerah untuk dijadikan daya dukung dalam upaya memajukan pembangunan bangsa dalam berbagai sektor kehidupan. Disisi lain kondisi kekinian dapat menjadi acuan untuk merumuskan lebih baik program pembangunan di masa datang.

Pembangunan di sektor pendidikan menjadi tumpuan harapan dari upaya penataan kualitas sumber daya manusia. Hal ini sungguh beralasan oleh karena pendidikan adalah proses memanusiakan manusia dalam arti mengaktualisasikan semua potensi yang dimiliki individu menjadi kemampuan yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat luas.

Pendidikan pada dasarnya merupakan usaha untuk mengembangkan potensi sumber daya manusia sehingga lebih fungsional dalam menjawab segala rangsangan yang datang pada dirinya. Usaha ini dinyatakan dalam kegiatan proses belajar yang diikuti oleh setiap orang yang membutuhkannya (Abdulhak, 1990:1). Muara dari suatu proses pendidikan adalah dunia kerja, baik sektor formal maupun sektor


(5)

2

nonformal (Sudjana, 2003:20). Selain itu dengan pendidikan diharapkan manusia dapat menghadapi tantangan di masa-masa yang akan datang serta menjadi manusia yang cerdas, terampil, mandiri, dan bertanggungjawab (Mulyana, 2008:2).

Agar pendidikan nasional dapat mengakomodir berbagai kebutuhan warga negara Indonesia, maka melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah ditetapkan bahwa penyelenggaraan pendidikan nasional dilaksanakan melalui tiga jalur, yakni jalur pendidikan formal, pendidikan informal, dan pendidikan nonformal.

Pendidikan nonformal sebagai salah satu jalur penyelenggaraan pendidikan nasional sejak dulu, saat ini lebih-lebih di masa akan datang akan memberikan peran yang nyata dalam penataan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan nonformal dengan keluwesan yang dimilikinya mampu memposisikan dirinya untuk terus menyesuaikan dengan tuntutan kebutuhan manusia seiring dengan dinamika peradaban manusia yang mengalami perubahan dan peningkatan. Keberadaan pendidikan nonformal seperti ini, dapat diartikan bahwa pendidikan nonformal sebagai sub sistem pendidikan nasional dilihat sebagai human investment yang mempunyai perspektif multidimensional baik itu sosial, budaya, ekonomi maupun politik.

Sebagai subsistem pendidikan nasional pendidikan nonformal dipandang memiliki beberapa keunggulan, sebagaimana dikemukakan Sudjana (2004:39), adalah 1) biaya penyelenggaraannya relatif lebih murah karena adanya program-program pendidikan yang dilakukan dalam waktu singkat untuk memenuhi kebutuhan


(6)

3

belajar tertentu. Selain itu, biaya bisa dikurangi dengan cara menggunakan seoptimal mungkin fasilitas yang dimiliki, membuat alat-alat belajar dengan memanfaatkan bahan yang terdapat di lingkungan setempat yang murah harganya, menyelenggarakan kegiatan belajar bersamaan dengan kegiatan berusaha, 2) program pendidikan nonformal lebih berkaitan dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan adanya a) tujuan program berhubungan erat dengan kebutuhan peserta didik, kebutuhan masyarakat setempat dan/atau kebutuhan lembaga tempat peserta didik itu bekerja, b) adanya hubungan erat antara isi program pendidikan dengan dunia kerja atau kegiatan usaha yang ada di masyarakat, c) pengorganisasian program pendidikan dilakukan dengan memanfaatkan pengalaman belajar baik dari peserta didik, nara sumber teknis maupun sumber-sumber belajar lainnya yang ada di lingkungan setempat, d) program pendidikan diarahkan untuk kepentingan peserta didik bukan mengutamakan penyelenggara program, e) kegiatan belajar tidak dipisahkan dari kegiatan bekerja atau kefungsian peserta didik di masyarakat, f) adanya kecocokan antara pendidikan dengan dunia kerja, maka program pendidikan nonformal dapat memberikan hasil balik yang relatif lebih cepat, 3) pendidikan nonformal memiliki program yang fleksibel. Hal ini ditandai oleh a) adanya program yang bermacam ragam dan menjadi tanggungjawab berbagai pihak baik pemerintah, swasta, perorangan atau kelompok, b) pengendalian dan pengawasan secara terpusat dilakukan sesederhana mungkin, c) otonomi dikembangkan pada tingkat pelaksana program dan daerah sehingga dapat mendorong program yang bercorak ragam sesuai dengan keragaman kebutuhan daerah, d) perubahan atau pengembangan program


(7)

4

disesuaikan dengan perubahan kebutuhan peserta didik dan perkembangan lingkungannya, sehingga dengan demikian program pendidikan yang sudah tidak relevan dengan kebutuhan akan cepat diketahui dan dapat segera dimodifikasi atau diakhiri.

Dengan berbagai keunggulan pendidikan nonformal di atas sangat memungkinkan bagi masyarakat pedesaan untuk dapat terlayani kebutuhan pendidikannya melalui ragam program pendidikan nonformal. Pelayanan akan kebutuhan pendidikan bagi masyarakat pedesaan dirasakan begitu amat penting mengingat bahwa masyarakat pedesaan merupakan bagian dari komunitas masyarakat Indonesia yang hidup dengan berbagai permasalahan sehingga hal ini menjadikan masyarakat pedesaan menjadi bagian permasalahan yang dihadapi oleh pembangunan nasional. Sudjana (2004:258) mengemukakan bahwa sejak tahun 1960-an negara-negara berkembang memandang masyarakat pedesaan sebagai masalah yang amat penting dalam pembangunan nasional. Fenomena ini terjadi disebabkan antara lain munculnya tantangan yang datang dari luar dan dari dalam masyarakat pedesaan itu sendiri.

Tantangan dari luar berupa perubahan ekonomi, sosial, dan teknologi dunia yang kurang memberi manfaat bagi masyarakat pedesaan bahkan sering menimbulkan kegoncangan tatanan ekonomi desa yang masih tradisional dan melemahkan integritas sosial dan budaya masyarakat pedesaan, rangsangan yang datang dari luar masyarakat melalui media massa. Rangsangan ini telah menumbuhkan keinginan-keinginan baru masyarakat desa terhadap pemilikan


(8)

5

barang-barang konsumsi dan kebutuhan sosial lainnya yang tidak diimbangi oleh kemampuan masyarakat untuk memiliki, memelihara, dan memanfaatkannya.

Tantangan dari dalam masyarakat itu sendiri antara lain adalah tekanan pertambahan penduduk yang tidak seimbang dengan luas lahan yang tersedia, adanya keinginan untuk memproduksi bahan-bahan yang dapat dijual, di samping untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, tetapi memproduksi dan memasarkannya masih rendah, dorongan urbanisasi untuk memperoleh pekerjaan, pendidikan atau kebutuhan lainnya di daerah perkotaan. Tantangan-tantangan ini sering menggoyahkan ikatan kekeluargaan dan kehidupan masyarakat pedesaan, menumbuhkan sikap masa bodoh atau sikap menolak tanpa dasar, bahkan dapat membangkitkan harapan dan tuntutan luar biasa yang tidak didasarkan atas kemampuan yang mereka miliki.

Berbagai tantangan yang dihadapi masyarakat pedesaan ini berdampak kepada munculnya berbagai permasalahan antara lain perkembangan masyarakat cenderung masih statis, sebagian besar anggota masyarakat desa bermata pencaharian dalam bidang pertanian yang masih terikat oleh adat istiadat dan tradisi yang kadang-kadang kurang mendukung, terdapat warga masyarakat yang masih menderita kemiskinan serta kebodohan dan keterlantaran pendidikan. Kondisi seperti ini antara lain membuat masyarakat pedesaaan khususnya usia angkatan kerja tidak memiliki pekerjaan tetap bahkan menjadi pengangguran. Hal seperti ini nampak di sebagian masyarakat di Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo, sebagian masyarakat dalam menjalani kehidupannya masih tergantung kepada orang lain karena tidak memiliki


(9)

6

pekerjaan tetap bahkan tidak ada pekerjaan sama sekali (pengangguran). Data menunjukkan bahwa di Kecamatan Telaga dari jumlah penduduk usia angkatan kerja berjumlah ±42.753 orang (68.10%) yang sudah bekerja baru berjumlah ±20.294 orang (47.47%).(BPS Kabupaten Gorontalo,2008). Dari data ini terlihat bahwa di Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo itu penduduk usia angkatan kerja yang belum bekerja berjumlah ±22.459 orang (52.53%). Jika diasumsikan bahwa yang belum bekerja itu adalah tidak mandiri, maka dapat dipahami bahwa di Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo, setidaknya terdapat penduduk berjumlah ±22.459 (52.53%) orang yang belum mandiri.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kemandirian adalah keadaan dapat berdiri sendiri, keadaan dapat mengurus atau mengatasi kepentingannya sendiri tanpa bergantung kepada orang lain. Mandiri berarti dalam keadaan berdiri sendiri (Poerwadarminta, 1976:51).

Sebagai individu, sebenarnya setiap orang memiliki potensi berperilaku mandiri yang dapat dikembangkan melalui pendidikan, sehingga terbentuk manusia terdidik yang mempunyai kemampuan untuk memahami diri dan lingkungannya, menyesuaikan diri atau menjadi pelaku dari suatu perubahan, mengantisipasi sesuatu yang akan terjadi (Hatimah, 2005:2).

Kemandirian dalam konteks pendidikan nonformal merupakan tolok ukur utama dalam setiap pengembangan program-programnya. Sehingga kurikulum program pembelajaran pendidikan nonformal secara lebih khusus memiliki inti dasar yang mengacu pada menumbuhkembangkan nilai-nilai kemandirian bagi setiap


(10)

7

sasaran didiknya. Tanpa tujuan itu setiap program pembelajaran pendidikan nonformal menjadi tak bermakna (Kamil, 2003:93). Perilaku mandiri merupakan dasar bagi seseorang dalam meningkatkan kualitas kerja. Pada konteks dunia kerja, mandiri atau kemandirian muncul seiring dengan berkembangnya orientasi kerja yang mengarah pada sikap wirausaha. Sagir (1986:15) menyatakan mandiri adalah menciptakan kerja untuk diri sendiri maupun berkembang menjadi wirausaha yang mampu menciptakan lapangan kerja bagi orang lain, idenya, hasil penemuannya menjadikan masyarakat lebih baik, baik dalam bentuk inovasi teknologi maupun inovasi ilmu yang mampu mengembangkan ilmu lebih maju sebagai upaya preventif maupun represif untuk kelangsungan hidup sumber daya manusia. Pernyataan Sagir ini mengisyaratkan bahwa untuk membentuk individu yang mandiri dapat diwujudkan melalui upaya menumbuhkan perilaku wirausaha bagi individu yang bersangkutan. Perilaku wirausaha dapat tumbuh dan berkembang dalam diri individu jika individu tersebut dikenalkan dengan konsep bagaimana berperilaku wirausaha.

Mengenalkan perilaku wirausaha dapat dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada warga masyarakat menjadi warga belajar pendidikan nonformal antara lain melalui program kursus dan pelatihan. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 26 ayat 5 menyebutkan kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Penyelenggara program ini adalah satuan pendidikan nonformal seperti lembaga kursus dan


(11)

8

pelatihan, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), kelompok belajar, majelis taklim dan satuan pendidikan nonformal sejenis lainnya. Disamping itu program ini dapat dilaksanakan pula oleh Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) dan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) serta yayasan sosial lainnya. Dengan dikembangkannya program ini diharapkan masyarakat pedesaan dapat memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap berwirausaha. Selanjutnya dengan memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap berwirausaha ini individu diharapkan dapat hidup mandiri, memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya, dapat mengabdikan dirinya beribadah kepada sang khalik yang telah menciptakannya serta dapat memerankan fungsi sosialnya.

Memperhatikan uraian mengenai program pemerintah dalam mengembangkan kegiatan kursus dan pelatihan berorientasi kewirausahaan di atas, maka dapat dipahami bahwa secara konseptual kehadiran program pendidikan keterampilan ini diharapkan menjadi sebuah solusi untuk dapat menumbuhkan perilaku wirausaha bagi masyarakat di pedesaan.

Di Provinsi Gorontalo, khususnya di Kecamata Telaga, program keterampilan ini sudah dilaksanakan oleh PKBM. Kehadiran program ini diharapkan dapat memandirikan warga belajarnya, namun kenyataan menunjukkan bahwa di Kecamatan Telaga warga belajar yang dibina oleh PKBM melalui program keterampilannya belum dapat memanfaatkan hasil belajar yang diperolehnya untuk menjadikannya sebagai warga masyarakat mandiri, mereka belum memiliki pekerjaan tetap. Ini berarti menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran yang terjadi dalam pelaksanaan program keterampilan selama ini belum dapat mengantarkan warga


(12)

9

belajarnya kepada perubahan tingkah lakunya, dimana perubahan tingkah laku sendiri menjadi tujuan utama dari kegiatan pembelajaran. Sudjana (2004:67) mengemukakan bahwa tujuan belajar itu berkaitan dengan perubahan tingkah laku yang meliputi aspek pengetahuan, keteranpilan, sikap, dan aspirasi.

Suatu kegiatan pembelajaran yang belum dapat memenuhi tujuan belajarnya menunjukkan bahwa dalam pembelajaran itu mengalami masalah. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan suatu program pembelajaran yang dapat menciptakan kondisi belajar yang memungkinkan tercapainya tujuan pembelajaran tersebut. Abdulhak (2000:4) mengemukakan bahwa program pembelajaran pada hakikatnya merupakan jawaban terhadap masalah belajar yang dihadapi oleh perorangan atau sekelompok orang (calon peserta belajar). Lebih lanjut dikemukakannya bahwa fokus program pembelajaran pada hakikatnya ingin menjawab pertanyaan-pertanyaan, apa tujuan yang akan dicapai, materi apa yang akan disampaikan, belajar tentang apa, berapa orang, persyaratan tutor yang bagaimana yang paling tepat untuk mereka, sarana belajar apa yang tersedia dan diperlukan, media apa yang akan digunakan, kriteria apa yang akan dijadikan ukuran keberhasilannya, dan bagaimana tindak lanjut setelah selesai belajar. Selain itu dalam rangka mencapai tujuan belajar, maka suatu kegiatan pembelajaran perlu didukung dengan adanya model pembelajarannya. Sukmadinata (2004:209) berpandangan bahwa model pembelajaran adalah suatu desain yang menggambarkan proses rincian dan penciptaan situasi lingkungan yang memungkinkan peserta didik berinteraksi sehingga terjadi perubahan atau perkembangan pada peserta didik. Model pembelajaran merupakan bentuk kegiatan


(13)

10

pembelajaran yang dikembangkan atas kelengkapan dan pilihan karaktersitik strategi pembelajaran (Abdulhak, 2000:85).

Faktor lain yang perlu diperhatikan agar program pendidikan keterampilan dapat memenuhi tujuan yang diharapkan adalah bahwa dalam pelaksanaannya program keterampilan ini kegiatan pembelajarannya hendaknya memanfaatkan potensi yang ada di lingkungan warga belajar. Hal ini dimaksudkan agar potensi lokal dapat termanfaatkan. Pentingnya pemanfaatan potensi lokal adalah sebagai masukan lingkungan dalam lingkup komponen yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan program pendidikan nonformal. Masukan lingkungan mempunyai peran yang mendukung berlangsungnya proses pembelajaran. Potensi lokal dapat berupa sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber daya budaya, dan sumber daya teknologi (Sudjana, 2004:34). Dengan menggunakan potensi lokal dalam pembelajaran maka akan berdampak positif terhadap pemberdayaan warga belajar. Hal ini terjadi karena warga belajar tidak merasa asing dengan berbagai sarana yang dimanfaatkan dalam pembelajaran karena semuanya tersedia di lingkungan kehidupannya.

Berdasarkan informasi yang penulis peroleh dari beberapa pengelola PKBM yang menyelenggarakan program keterampilan bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran didasarkan kepada pengalaman yang mereka miliki selama ini, bagi pengelola PKBM yang terpenting adalah bagaimana tutor sebagai sumber belajar dapat mengajarkan dan melatih warga belajar untuk menguasai jenis keterampilan yang ditetapkan. Di samping itu juga tentang kegiatan pembelajaran yang dilakukan


(14)

11

belum memanfaatkan secara optimal potensi lokal yang dimiliki Kecamatan Telaga, dimana Kecamatan Telaga memiliki potensi lokal berupa (1) Limbah jagung sebagai hasil pertanian yang belum dimanfaatkan secara maksimal, (2) wilayahnya berada di pesisir danau Limboto sehingga sangat potensial untuk mengembangkan budi daya ikan tawar, budi daya eceng gondok, (3) salah satu kawasan industri rumah tangga dan kerajinan khas Gorontalo seperti gerabah, sulaman karawo, kue dan meubel rotan, (4) memiliki budaya suka bekerja sama (huyula) dan bertani yang sudah turun temurun, (5) adanya lembaga koperasi, LSM dan lembaga ekonomi lainnya, (6) tenaga terlatih di bidang pendidikan, pertanian, perikanan, dan home industri yang berpotensi sebagai sumber belajar.

Dari uraian di atas mengisyaratkan perlunya pengembangan model pembelajaran program kursus wirausaha pedesaan sebagai salah satu bentuk program pendidikan keterampilan yang selama ini diselenggarakan oleh PKBM di Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo. Dari apa yang sudah dilakukan oleh PKBM perlu diformulasikan suatu pengembangan model pembelajaran kursus wirausaha pedesaan berbasis potensi lokal yang diselenggarakan secara prosedural, sistematis, dan terarah, menggunakan prinsip dan pendekatan yang lazim dilakukan di pendidikan nonformal, serta efektif dalam menghasilkan lulusan/warga belajar yang mandiri.

Bagi Provinsi Gorontalo sebagai provinsi yang baru berusia delapan tahun percepatan pembangunan adalah pekerjaan utama jika menginginkan provinsi ini tidak ketinggalan jauh dengan provinsi lainnya di Indonesia, maka salah satu pilihan prioritas adalah mengupayakan masyarakat Gorontalo menjadi masyarakat yang


(15)

12

mandiri karena itu kehadiran program kursus wirausaha pedesaan berbasis potensi yang dimiliki Gorontalo dirasakan sebagai peran nyata dalam percepatan pembangunan di Provinsi Gorontalo.

B. Identifikasi Masalah

Uraian di atas menunjukkan bahwa masalah pokok dalam pembelajaran program pendidikan keterampilan yang diselenggarakan oleh PKBM di Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo adalah warga belajar setelah mengikuti kegiatan belajar belum dapat memanfaatkan secara optimal hasil belajarnya untuk hidup mandiri. Dari masalah pokok ini dapat dipahami bahwa selama ini PKBM dalam melaksanakan program keterampilan cenderung mengajarkan berbagai materi yang bersifat vokasional, bagaimana warga belajar mampu atau tidak menggunakan keterampilan itu di dunia usaha belum memperoleh perhatian. Model pembelajaran yang ada saat ini belum mengakomodir berbagai hal yang berkaitan dengan kewirausahaan, kegiatan pembelajaran masih terfokus pada keterampilan produktif atau keterampilan untuk menghasilkan sesuatu barang dagangan, belum sampai kepada keterampilan lain yang lebih luas seperti keterampilan dalam peningkatan kualitas produksi, pengemasan, diversifikasi usaha, penggalian modal, pemasaran, jaringan kemitraan dan manajerial. Kegiatan pembelajaran seperti ini hanya akan bisa menghasilkan warga belajar sebagai masyarakat pekerja (worker society). Kegiatan pembelajaran yang diharapkan adalah kegiatan pembelajaran yang memungkinkan terjadinya pergeseran orientasi, yakni yang semula berorientasi terbentuknya masyarakat pekerja


(16)

13

(worker society) ke arah terbentuknya masyarakat pencipta pekerjaan (employee society).

Keberadaan lingkungan pada dasarnya memiliki potensi dan menjadi daya dukung bagi suatu aktivitas manusia dimana tingkat kemanfaatannya akan tergantung pada kemampuan manusia itu sendiri untuk mengolahnya. Kenyataan yang terjadi justru kemampuan untuk mengolah potensi lokal untuk kepentingan kegiatan pembelajaran di PKBM belum optimal.

Permasalahan lainnya yang dihadapi warga belajar sehingga mereka tidak dapat memanfaatkan hasil belajar untuk hidup mandiri adalah kesulitan memperoleh bahan baku sebagai modal membuka usaha, keterampilan yang mereka peroleh dari hasil belajarnya bahan bakunya mahal dan sulit diperoleh di lingkungannya. Ini berarti menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilakukan belum berorientasi kepada potensi lokal.

Berdasarkan permasalahan di atas terdapat kecenderungan belum adanya model pembelajaran mengenai pengembangan kursus wirausaha pedesaan berbasis potensi lokal untuk kemandirian warga belajar.

C. Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Berdasaran fokus penelitian maka ditetapkan rumusan masalah penelitian ini adalah ” Pengembangan Model Pembelajaran Program Kursus Wirausaha Pedesaan Berbasis Potensi Lokal bagaimana yang dapat membentuk kemandirian warga belajar PKBM di Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo”.


(17)

14

Dengan mengacu kepada rumusan masalah di atas, peneliti secara khusus menjabarkannya ke dalam rumusan pertanyaan penelitian, sebagai berikut:

1. Bagaimana deskripsi kondisi objektif pembelajaran program keterampilan yang dilaksanakan oleh Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo.

2. Bagaimana pengembangan model pembelajaran program kursus wirausaha pedesaan berbasis potensi lokal untuk kemandirian warga belajar yang dilaksanakan oleh Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo.

3. Bagaimana implementasi dan efektifitas model pembelajaran program kursus wirausaha pedesaan berbasis potensi lokal untuk kemandirian warga belajar yang dilaksanakan oleh Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo.

D. Definisi Operasional

Istilah-istilah yang digunakan dalam judul penelitian ini secara operasional dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pengembangan Model

Pengembangan adalah menjadikan sesuatu menjadi lebih sempurna (Poerwadarminta, 1976:415). Model adalah pola dari sesuatu yang akan dibuat (kamus besar bahasa Indonesia, 1976:534). Sukmadinata (2004;209) berpandangan bahwa model pembelajaran adalah suatu desain yang menggambarkan proses rincian dan penciptaan situasi lingkungan yang


(18)

15

memungkinkan peserta didik berinteraksi sehingga terjadi perubahan atau perkembangan pada diri peserta didik.

Dalam penelitian ini yang dimaksudkan dengan pengembangan model adalah menjadikan pola yang sudah ada dalam hal ini pembelajaran program keterampilan yang dilaksanakan oleh Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat menjadi lebih sempurna atau lebih efektif.

2. Pembelajaran Berbasis Potensi Lokal

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UU N0. 20 Tahun 2003). Sudjana (1993:67) mengemukakan bahwa kegiatan pembelajaran dalam pendidikan nonformal terjadi melalui interaksi antara warga belajar disatu pihak dan sumber belajar di pihak lainnya. Pembelajaran merupakan upaya pendidikan yang dilakukan secara sistematis dan disengaja untuk menciptakan kondisi yang kondusif agar terjadi kegiatan pembelajaran sehingga tujuan belajar dapat tercapai. Dari rumusan Sudjana ini dapat dipahami bahwa dalam pembelajaran terdapat kegiatan belajar dan kegiatan membelajarkan. Kegiatan belajar dilakukan dengan sengaja oleh warga belajar untuk mencapai tujuan belajar. Kegiatan membelajarkan dilakukan dengan sengaja oleh sumber belajar yang dapat menyebabkan warga belajar melakukan kegiatan belajar.

Potensi lokal adalah semua jenis sumber daya yang ada pada lingkungan masyarakat secara ilmiah yang berguna untuk meningkatkan taraf kehidupan. Potensi lokal dapat pula dipahami sebagai sumber daya/kekuatan yang dimiliki


(19)

16

oleh masing-masing daerah untuk dapat dimanfaatkan dalam kegiatan-kegiatan tertentu. Potensi lokal dapat berupa sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya budaya dan sumber daya teknologi (Sudjana, 2000:54).

Kecamatan Telaga sebagai lokasi penelitian memiliki potensi lokal berupa 1) daerah pertanian yang ditanami jagung sehingga memiliki limbah jagung yang belum dimanfaatkan secara maksimal, 2) wilayahnya berada di pesisir danau Limboto sangat potensial untuk mengembangkan budi daya ikan tawar, dan budi daya eceng gondok, 3) salah satu kawasan industri rumah tangga dan kerajinan khas Gorontalo seperti gerabah, sulaman karawo, kue dan meubel rotan, 4) memiliki budaya suka bekerja sama (huyula) dan bertani yang sudah turun temurun, 5) adanya lembaga koperasi, LSM dan lembaga ekonomi lainnya, 6) tenaga terlatih di bidang pendidikan, pertanian, perikanan dan yang berpotensi sebagai sumber belajar. Dari berbagai potensi lokal yang dimiliki Kecamatan Telaga, penelitian ini fokus utamanya adalah potensi bidang pertanian jagung yang mudah diperoleh dan banyak tersedia di Kecamatan Telaga dan dapat dijadikan sebagai bahan ajar dalam pembelajaran kursus.

Pembelajaran berbasis potensi lokal dalam penelitian ini adalah rangkaian kegiatan interaksi warga belajar dengan tutor di lingkungan belajar PKBM yang dilakukan secara sistematis dan disengaja dimulai dari kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pembinaan, penilaian dan pengembangan dengan memanfaatkan potensi lokal berupa sumber daya pertanian jagung yang dimiliki Kecamatan telaga Kabupaten Gorontalo sebagai bahan ajar.


(20)

17

3. Kursus Wirausaha Pedesaan

Program Kursus Wirausaha Pedesaan (KWD) adalah program pendidikan kecakapan hidup (PKH) yang diselenggarakan secara khusus untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat pedesaan agar memperoleh pengetahuan, keterampilan dan menumbuhkembangkan sikap mental kreatif, inovatif, bertanggungjawab serta berani menanggung resiko (sikap mental profesional) dalam mengelola potensi diri dan lingkungannya yang dapat dijadikan bekal untuk memperoleh pekerjaan tetap yang dapat menghasilkan pendapatan guna peningkatan kualitas hidupnya.

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan Program Kursus Wirausaha Pedesaan adalah program pendidikan keterampilan Kursus Wirausaha Pedesaan disingkat KWD yang diselenggarakan PKBM di Kecamatan Telaga

4. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa satuan pendidikan nonformal dapat berbentuk lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) adalah satuan pendidikan nonformal yang dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat yang ada di Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo dengan kegiatannya antara lain program pendidikan keterampilan, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Keaksaraan dan kesetaraan.


(21)

18

5. Kemandirian Warga Belajar

Kemandirian adalah keadaan dapat berdiri sendiri, keadaan dapat mengurus atau mengatasi kepentingan sendiri tanpa bergantung kepada orang lain (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1976:513). Sagir (1986:15) menyatakan bahwa mandiri berarti menciptakan kerja untuk diri sendiri, maupun berkembang menjadi wiraswasta yang mampu menciptakan lapangan kerja bagi orang lain ataupun mampu menjadi cendekiawan, manusia yang berkreasi, inovatif melalui ide-ide atau penemuannya menjadikan masyarakat lebih baik, baik dalam bentuk inovasi teknologi ataupun inovasi ilmu yang mampu mengembangkan ilmu lebih maju sebagai upaya preventif maupun represif untuk kelangsungan hidup sumber daya manusia. Ciri-ciri orang yang mandiri adalah sebagaimana dikemukakan oleh Rifaid (Sugiarto, 2008:95) meliputi 1) mempunyai rasa tanggung jawab, yakni adanya rasa dan kemauan, serta kemampuan dari individu untuk melakukan kewajiban dan memanfaatkan hak hidupnya secara sah dan wajar. Karena itu tanggung jawab tersebut berkaitan dengan aturan–aturan atau norma-norma hidup yang berlaku dan dipegang teguh oleh suatu kelompok masyarakat, 2) tidak tergantung pada orang lain, yakni invidu yang tidak merepotkan orang lain, baik dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi, maupun dalam bidang pemenuhan kebutuhan hidup lainnya. Karena itu individu yang mandiri menganggap bahwa bantuan orang lain tidak akan dijadikan sandaran, tetapi hanya sekedar pelengkap dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapinya. 3) memiliki etos kerja yang tinggi, hal ini ditandai oleh adanya keuletan dalam bekerja, memiliki semangat


(22)

19

kerja yang tinggi, memiliki prinsip keseimbangan kerja antara pemenuhan kebutuhan jasmani maupun rohaninya, 4) disiplin dan berani mengambil resiko, hal ini ditandai dengan memiliki sikap yang konsisten dan komitmen tentang pekerjaan, asalkan pekerjaan tersebut dapat memberikan nilai manfaat baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat dan lingkungan di sekitarnya, melaksanakan sesuatu berdasarkan keyakinan dirinya, serta tidak memiliki rasa takut akan kegagalan dari usahanya. Warga belajar adalah peserta didik dalam program pendidikan nonformal.

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kemandirian warga belajar adalah kemampuan peserta didik program Kursus Wirausaha Pedesaan Berbasis Potensi Lokal untuk bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab, tidak tergantung pada orang lain, memiliki etos kerja yang tinggi, memiliki disiplin dan berani mengambil resiko.

E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan model pembelajaran program kursus wirausaha pedesaan berbasis potensi lokal untuk kemandirian warga belajar yang diselenggarakan PKBM di Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo. 2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan kondisi objektif pembelajaran program keterampilan yang dilaksanakan oleh PKBM Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo


(23)

20

b. Mengembangkan model pembelajaran program kursus wirausaha pedesaan berbasis potensi lokal untuk kemandirian warga belajar yang dilaksanakan oleh PKBM Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo.

c. Mengkaji efektifitas pengembangan model Pembelajaran Program kursus wirausaha pedesaan berbasis potensi lokal untuk kemandirian warga belajar yang dilaksanakan oleh PKBM Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo. F. Manfaat Penelitian

Setelah penelitian ini dilakukan, hasilnya diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis.

Secara teoritis temuan dalam penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan keilmuan dan kajian pendidikan nonformal, tidak saja bagi penguatan program pembelajaran kewirausaahan tetapi juga dapat menjadi sumber inspirasi bagi lahirnya model-model pembelajaran baru dalam dimensi pendidikan non formal.

Secara praktis diharapkan dari hasil penelitian ini diperoleh manfaat :

1. Sebagai bahan kajian bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam rangka pembinaan usaha ekonomi produktif menuju kemandirian masyarakat

2. Memberikan masukan kepada lembaga pembina program dan satuan pendidikan nonformal dalam hal pengelolaan pembelajaran pendidikan keterampilan kursus wirausaha pedesaan

3. Menunjang tiga program unggulan provinsi Gorontalo di bidang pengembangan sumber daya manusia, pertanian, serta perikanan dan kelautan


(24)

21

4. Memberikan masukan kepada masyarakat dalam rangka pemanfaatan satuan pendidikan nonformal

5. Memberikan arah bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian lanjutan. G. Kerangka berpikir

Kemandirian warga belajar binaan PKBM dapat diwujudkan melalui pendidikan keterampilan yang dapat menumbuhkan motivasi berwirausaha dengan memanfaatkan potensi lokal. Program pendidikan nonformal yang bernuansa pendidikan keterampilan kewirausahaan berbasis potensi lokal adalah program kursus wirausaha pedesaan yang kegiatan pembelajarannya perlu didukung dengan pengembangan model pembelajaran bermuatan kewirausahaan berbasis potensi lokal.

Melalui pengembangan model ini diharapkan pembelajaran yang diselenggarakan untuk program kursus wirausaha pedesaan dapat memberikan motivasi berwirausaha dengan memanfaatkan potensi lokal dikalangan warga belajarnya. Hal ini dilakukan agar PKBM sebagai salah satu satuan pendidikan nonformal dapat mengakomodir dan memenuhi tuntutan kebutuhan belajar masyarakat.Acuan dalam penyusunan model ini mempertimbangkan beberapa faktor yang dapat dianalisis dan dianggap memberi peran terhadap pembelajaran pendidikan nonformal seperti asas-asas, prinsip-prinsip, manajemen pendidikan nonformal dan berbagai komponen yang terdapat dalam pendekatan sistem yang sudah lazim diterapkan dalam pembelajaran pendidikan nonformal.

Secara terinci kerangka berpikir dalam penelitian ini sebagaimana bagan 1.1. berikut ini.


(25)

(26)

(27)

(28)

92

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan kualitatif (qualitative approach) dan pendekatan kuantitatif (quantitative approach). Kedua pendekatan ini dapat digunakan bersama secara bergantian dan saling membantu. Bryman (Syamsudin dan Damaianti, 2007:141) menyebutkan bahwa cara penggabungan penelitian kuantitatif dan kualitatif dapat dilakukan dengan maksud untuk 1) logika triangulasi, temuan-temuan dari satu jenis studi dapat dicek pada temuan-temuan yang diperoleh dari jenis studi yang lain, 2) penelitian kualitatif membantu penelitian kuantitatif, 3) penelitian kuantitatif membantu penelitian kualitatif, 4) penelitian kualitatif dan kuantitatif digabungkan untuk memberikan gambaran umum.

Taylor & Bogdan (Moleong, 2008:4) menjelaskan bahwa pendekatan kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari orang-orang (subjek) itu sendiri, dilakukan dalam situasi wajar (natural setting), data dikumpulkan umumnya bersifat kualitatif, berdasarkan pada filsafat fenomenologis yang mempergunakan penghayatan dan berusaha memahami serta menafsirkan dalam situasi tertentu menurut perspektif peneliti. Pada penelitian ini pendekatan kualitatif digunakan pada tahap studi pendahuluan dan penyusunan pengembangan model.


(29)

93

Danim (2002:34) menjelaskan bahwa pendekatan kuantitatif merupakan penelitian dengan karakteristik penalaran logis dan deduktif, berbasis pengetahuan, hubungan sebab akibat, menguji teori, melakukan uji analisis statistik dan objektif. Pada penelitian ini pendekatan kuantitatif digunakan ditahap uji coba.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini dirancang dengan menggunakan metode penelitian dan pengembangan atau Research and Development (R & D). Gall and Borg (2003:569) mendefinisikan bahwa penelitian dan pengembangan dalam pendidikan adalah

“ Educational research and development (R &D) is a process used to develop and validate educational products. Goal of educational research is not to develop products, but rather to discover new knowledge (through basic research) or to answer specific questions about practical problems (through applied research).”

Dari definisi ini dapat dipahami bahwa penelitian dan pengembangan dalam pendidikan adalah suatu proses untuk mengembangkan dan memvalidasi produk. Tujuan penelitian dan pengembangan adalah tidak hanya untuk mengembangkan produk, namun lebih dari itu untuk menemukan pengetahuan baru (melalui penelitian dasar) atau untuk menjawab pertanyaan khusus mengenai masalah-masalah praktis (melalui penelitian terapan). Gall dan Borg (2003:570) mengemukakan bahwa model penelitian dan pengembangan dapat memberikan manfaat bagi perbaikan pendidikan sebab dalam R & D terdapat hubungan erat antara evaluasi program secara sistematis dengan pengembangan program.

Menurut Borg dan Gall (2003:572) yang dimaksud dengan produk pendidikan tidak hanya objek- objek material seperti buku teks dan film untuk pengajaran, tetapi


(30)

94

juga termasuk bangunan, prosedur, dan proses seperti metode mengajar dan organisasi pengajaran. Tujuan akhir dari Research and Development dibidang pendidikan adalah lahirnya produk baru atau perbaikan terhadap produk lama untuk meningkatkan unjuk kerja pendidikan, ini berarti bahwa melalui hasil Research and Development diharapkan proses pendidikan menjadi lebih efektif dan/atau lebih sesuai dengan tuntutan kebutuhan.

Secara garis besar ada tiga langkah Research and Development, yaitu 1) studi pendahuluan, mengkaji teori dan mengamati produk atau kegiatan yang ada, 2) melakukan pengembangan produk atau program kegiatan baru, 3) menguji atau memvalidasi produk atau program kegiatan yang baru. (Sukmadinata, 2005:57).

Aplikasi pendekatan Research and Development dalam penelitian ini adalah bahwa produk pendidikan yang akan dikembangkan dan divalidasi dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kursus wirausaha pedesaan berbasis potensi lokal untuk kemandirian warga belajar. Model pembelajaran ini dikembangkan dalam kegiatan pembelajaran di PKBM sebagai lokasi penelitian. Tujuan utamanya adalah dengan adanya pengembangan model pembelajaran kursus wirausaha pedesaan berbasis potensi lokal ini diharapkan pembelajaran program keterampilan di PKBM dapat mengintegrasikan konsep pembelajaran pendidikan nonformal berbasis potensi lokal dengan upaya menumbuhkan motivasi berwirausaha dikalangan warga belajar dengan memanfaatkan potensi lokal di wilayah lokasi penelitian.


(31)

95

C. Prosedur Penelitian

Borg and Gall (2003, 775) mengemukkakan sepuluh langkah yang harus ditempuh dalam pelaksanaan penelitian dan pengembangan (R&D), meliputi 1) research and information collecting, includes review of literature, class room observation, and preparation of report of state the art (penelitian pengumpulan informasi, termasuk didalamnya merujuk sumber atau literatur yang sesuai, observasi lapangan dan persiapan laporan), 2) planning, includes defining skills, stating objectives determining course sequence, and small scale feasibility testing. (Perencanaan, termasuk pendefinisian keahlian/kecakapan, penentuan urutan dan tes kelayakan dalam skala kecil), 3) develop preliminary form of product, includes preparation of instructional materials, handbooks, and evalution devices. (Mengembangkan produk awal, termasuk materi pengajaran, buku pegangan dan tujuan evaluasi), 4) preliminary field testing, conducted in from 1 to 3 scholls, using 6 to 12 subjects, interview, observational, and questionnaire data cloocted and analyzed (uji coba pengembangan produk awal, di ambil satu sampai tiga lembaga pendidikan, enam hingga 12 peserta didik. Kegiatan ini meliputi wawancara, pengamatan, pengumpulan data pertanyaan dan dianalisa), 5) main product revision- Revision of product as suggested by the preliminary field test results. (melakukan revisi dari model awal berdasarkan saran-saran dan hasil temuan pengujian lapangan model awal), 6) main field testing. (Pengujian lapangan utama, yaitu melakukan uji coba lapangan terhadap model yang sudah direvisi), 7) operational product revision), (Revisi produk operasional, maksudnya melakukan revisi terhadap hasil pengujian


(32)

96

pada langkah sebelumnya), 8) operasional field testing. (Pengujian lapangan operasional, maksudnya melakukan uji coba kembali), 9) final product revision. (Revisi produk akhir, maksudnya melakukan kembali revisi berdasarkan hasil langkah sebelumnya), 10) dissemination and distribution. (diseminasi dan distribusi, maksudnya penyebarluasan dan penerapan)

Aplikasi langkah-langkah penelitian tersebut di atas dalam penelitian ini secara operasional adalah a) melakukan studi pendahuluan, tahap ini merupakan kegiatan yang bertujuan untuk pengumpulan data sebagai dasar penyusunan dan pembuatan model konseptual. Kegiatannya berupa kajian kepustakaan, mengambil data di Badan Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo untuk mengetahui gambaran umum Kecamatan Telaga sebagai lokasi penelitian, melihat laporan penyelenggaraan program pendidikan keterampilan yang diselenggarakan oleh PKBM, mengamati secara umum terhadap penyelenggaraan kegiatan pembelajaran program pendidikan keterampilan yang diselenggarakan PKBM sehingga menemukan model di lapangan secara empirik (kondisi objektif), b) mengembangkan desain penelitian berdasarkan kerangka pemikiran pada langkah awal, c) mengembangkan instrument penelitian, c) mengembangkan model konseptual pembelajaran kewirausahaan program kursus wirausaha pedesaan berbasis potensi lokal. Kegiatan yang dilakukan dalam mengembangkan model konseptual ini meliputi mengolah dan mendeskripsikan temuan studi pendahuluan, menelaah berbagai laporan penyelenggaraan pembelajaran untuk dijadikan sebagai rujukan dalam penyusunan model konseptual, mengkaji berbagai teori dan konsep yang akan dijadikan acuan dalam pengembangan model.


(33)

97

Hasil kajian teori dapat menjadi kerangka berpikir peneliti, menyusun draf model konseptual berdasarkan kajian empirik dan konsep, membicarakan dengan praktisi melalui diskusi terbatas tentang model konseptual yang akan dikembangkan, dan merevisi draf model konseptual berdasarkan masukan dari praktisi, d) melakukan validasi model konseptual kepada teman sejawat, praktisi dan pakar bidang pendidikan nonformal, e) merevisi model konseptual berdasarkan masukan dari praktisi, pakar bidang pendidikan nonformal, dan teman sejawat, f) melakukan ujicoba model konseptual di lapangan yang ditujukan untuk menghasilkan model pembelajaran program kursus wirausaha pedesaan berbasis potensi lokal untuk kemandirian warga belajar yang diselenggarakan oleh PKBM. Kegiatan yang dilakukan meliputi : koordinasi dengan pengelola PKBM yang menjadi lokasi penelitian, melakukan sosialisasi mengenai model yang akan diuji cobakan kepada pengelola PKBM, dan melakukan uji coba model, g) Melakukan evaluasi hasil uji coba, h) Penyempurnaan model, dengan cara melakukan pengolahan dan analisa data temuan, melakukan revisi dan formulasi model, dan i) menyusun laporan penelitian sebagai akhir kegiatan penelitian,


(34)

(35)

99

D. Lokasi dan Subyek Penelitian

Lokasi yang dijadikan tempat penelitian adalah PKBM di Kecamatan Telaga kabupaten Gorontalo. PKBM ini dijadikan lokasi penelitian, atas dasar pertimbangan 1.PKBM ini sudah pernah menyelenggarakan program Kursus keterampilan 2.PKBM ini termasuk dalam kategori PKBM yang aktif

3.Adanya kesediaan pemerintah setempat dan pengelola PKBM untuk dijadikan sebagai lokasi penelitian

4.Tersedianya potensi lokal yang belum dimanfaatkan secara maksimal berupa sumber daya alam (pertanian jagung, tanaman hias, gerabah, meubel dan budidaya ikan tawar), dan sumber daya manusia yang responsif terhadap wirausaha.

Dengan mempertimbangkan bahwa fokus penelitian ini adalah pengembangan model program kursus wirausaha pedesaan berbasis potensi lokal, maka sumber utama sebagai subyek dalam penelitian ini adalah pengelola PKBM, tutor dan warga belajar dengan fokus penelitian pada program pembelajaran kursus wirausaha pedesaan.

E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Danim (2002:121) mengemukakan bahwa pada penelitian kualitatif teknik pengumpulan data dapat dilaksanakan dengan cara observasi, wawancara, dokumentasi, dan peralatan yang dapat memotret situasi seperti kamera. Margono (2007:158) mengemukakan teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara teknik observasi, teknik komunikasi, dan teknik pengukuran.


(36)

100

Dari pendapat di atas dapat dijelaskan teknik pengumpulan data penelitian sebagai berikut:

1. Teknik Observasi

Observasi merupakan pengamatan dan pencatatan sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti. Observasi ini ditekankan untuk membuat makna atas peristiwa atau kejadian dari situasi yang tampak dan memungkinkan untuk direfleksikan dari peristiwa-peristiwa tersebut. Kegiatan observasi dilakukan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Observasi langsung dilakukan dengan cara melakukan pengamatan dan pencatatan terhadap objek ditempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa sehingga kegiatan observasi berada bersama objek yang diamati. Observasi tidak langsung adalah pengamatan yang dilakukan tidak pada saat berlangsungnya suatu peristiwa yang akan diselidiki seperti melihat foto-foto dari objek penelitian dan dokumentasi lainnya yang relevan

2. Teknik Komunikasi

Teknik komunikasi adalah cara mengumpulkan data melalui kontak langsung atau hubungan pribadi antara pengumpul data dengan sumber data. Teknik komunikasi ini dalam pelaksanaannya dilakukan dengan cara teknik komunikasi langsung dan teknik komunikasi tidak langsung. Komunikasi langsung adalah teknik pengumpulan data dengan mempergunakan interviu atau wawancara sebagai alatnya. Komunikasi tidak langsung adalah teknik pengumpulan data dengan mempergunakan angket atau kuesioner sebagai alatnya


(37)

101

Wawancara merupakan kegiatan tanya jawab antara dua orang atau lebih antara pewawancara dengan responden. Wawancara merupakan proses dengan maksud untuk merekonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan organisasi, motivasi, perasaan dan sebagainya yang dilakukan dua pihak pewancara (interviewer) dan yang diwawancarai (interviewee).

Kuesioner adalah suatu alat pengumpul informasi dengan cara menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk menjawab secara tertulis pula oleh responden. Kuesioner seperti halnya wawancara dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang diri respon atau informasi tentang orang lain.

3. Teknik Pengukuran

Teknik pengukuran yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data antara lain adalah tes. Tes adalah seperangkat rangsangan (stimuli) yang diberikan kepada seseorang dengan maksud untuk mendapat jawaban yang dapat dijadikan dasar bagi penetapan skor angka.

Untuk menunjang pengumpulan data maka diperlukan peralatan yang dapat memotret situasi atau peristiwa yang terjadi berupa peralatan audio visual yang dapat membantu untuk melihat situasi dan memberikan gambaran yang nyata seperti melalui pemotretan. Pemotretan dapat memberikan informasi faktual dan spesifik yang dapat digunakan dalam kaitannya dengan sumber lain.

Instrumen penelitian pendekatan kualitatif adalah peneliti sendiri yang didukung oleh seperangkat alat bantu yang dapat merekam apa yang terjadi di lapangan, meliputi :


(38)

102

a. Untuk teknik observasi instrumennya menggunakan pedoman observasi b. Untuk teknik wawancara instrumennya menggunakan pedoman wawancara c. Untuk teknik tes menggunakan tes tertulis dengan instrumennya daftar pertanyaan yang sudah disediakan aternatif jawabannya (tes objektif pilihan ganda)

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, langkah-langkahnya secara garis besar dikelompokkan ke dalam tiga tahap pokok, yaitu 1) studi pendahuluan, 2) pengembangan model, dan 3) kajian efektifitas.

1) Studi Pendahuluan

Pengumpulan data yang dilakukan di studi pendahuluan dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran umum yang terkait dengan pembelajaran pendidikan keterampilan di PKBM serta berbagai faktor yang mempengaruhinya. Teknik pengumpulan data yang digunakan di studi pendahuluan ini adalah a) wawancara, b) observasi, dan c) mempelajari dokumen-dokumen.

Kegiatan wawancara dilakukan dengan pengelola PKBM, tutor dan masyarakat yang pernah menjadi warga belajar PKBM. Teknik wawancara ini dilakukan untuk mendapatkan data tentang (1) sejarah perkembangan PKBM, (2) struktur organisasi, program kerja, serta managemen pengelolaannya, (3) pelaksanaan pembelajaran keterampilan berwirausaha, (4) pelaksanaan pembinaan internal dan eksternal, (5) pelaksanaan evaluasi, (6) pengembangan, (7) program pascabelajar, (8) keadaan pengelola, tutor, warga belajar, (9) fasilitas yang tersedia, (10) aktivitas kemitraan, (11) penggalian sumber dana, (12) masalah yang ditemui dan upaya pemecahannya baik warga belajar, tutor maupun pengelola, (13) bagaimana pemanfaatan potensi


(39)

103

lokal, dan (14) tanggapan warga belajar terhadap penyelenggaraan pembelajaran keterampilan di PKBM.

Kegiatan observasi digunakan peneliti untuk mengamati secara langsung tentang (a) kondisi PKBM, (b) aktivitas di PKBM baik yang dilakukan pengelola, tutor maupun warga belajar, (c) proses pembelajaran keterampilan, (d) potensi yang ada di lingkungan masyarakat.

Kegiatan mempelajari dokumen dilakukan untuk memperoleh data pendukung hasil wawancara dan observasi seperti data daftar nama pengelola PKBM, tutor, dan warga belajar, daftar inventaris serta dokumen lainnya yang terkait dengan aktivitas pembelajaran di PKBM.

2) Pengembangan Model

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam pengembangan model adalah a) wawancara, dan b) mempelajari dokumentasi. Wawancara dilakukan dengan pakar, praktisi dan teman sejawat. Dokumentasi yang dipelajari adalah data yang terhimpun ketika studi pendahuluan dilakukan.

3) Kajian Efektifitas Model

Kajian efektifitas dilakukan melalui uji coba model dan uji efektifitas model. Pada tahap kajian efektifitas model ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah a) wawancara, b) observasi, c) mempelajari dokumen, d) tes.

Wawancara dilakukan dengan pengelola PKBM, penyelenggara kursus. tutor dan warga belajar. Wawancara dengan pengelola PKBM, penyelenggara kursus dan tutor dalam upaya memperoleh informasi mengenai (1) fasilitas yang tersedia yang


(40)

104

dapat digunakan pada uji coba model, (2) dukungan yang dapat diberikan pada saat uji coba model, (3) program yang akan disajikan pada saat uji coba model, (4) tanggapan terhadap model pembelajaran program kursus wirausaha pedesaan berbasis potensi lokal, (5) kemudahan dan kesulitan yang dihadapi dalam melakukan uji model, dan (6) tanggapan terhadap hasil belajar warga belajar. Wawancara dengan warga belajar dilakukan dalam upaya memperoleh informasi mengenai tanggapan terhadap (a) model pembelajaran program kursus wirausaha pedesaan berbasis potensi lokal, (b) kemudahan dan kesulitan yang dihadapi dalam proses uji model, dan (c) tanggapan terhadap hasil belajar

Observasi dilakukan untuk mengamati seluruh aktivitas terkait dengan uji coba model mulai dari tahap perencanaan sampai tahap pengembangan. Mempelajari dokumentasi dilakukan untuk mempelajari dokumen yang dihasilkan dari kegiatan uji coba model mulai dari tahap perencanaan sampai tahap pengembangan.

Tes dilakukan dalam bentuk post-test yang diberikan pada akhir kegiatan pembelajaran untuk mengetahui kemampuan akhir warga belajar setelah mengikuti pembelajaran.

Oleh karena dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dokumentasi dan tes maka peneliti menyiapkan kisi-kisi instumennya beserta pedoman wawancara, observasi, dokumentasi dan kisi-kisi-kisi-kisi test disertai uraian pertanyaannya. sebagaimana lampiran 1 sampai dengan lampiran 13.


(41)

105

F. Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penggabungan antara analisis deskriptif dan kuantitatif. Untuk analisis deskrptif didasari atas pertimbangan bahwa secara harfiah penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk 1) membuat pencandraan (deskripsi) mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian. Penelitian deskriptif biasa juga disebut penelitian survey yang bertujuan untuk mencari informasi faktual mendetail yang mencandra gejala yang ada. 2) mengidentifikasi masalah-masalah atau untuk mendapatkan justifikasi keadaan dan praktek-praktek yang sedang berlangsung, membuat komparasi dan evaluasi, 3) untuk mengetahui apa yang dikerjakan oleh orang-orang lain dalam menangani masalah atau situasi yang sama agar dapat belajar dari mereka untuk kepentingan pembuatan rencana dan pengambilan keputusan di masa depan (Suryabrata, 2003:41).

Digunakannya analisis deskriptif dalam penelitian ini mengingat bahwa penelitian ini dilakukan untuk a) mencari informasi faktual yang mendetail mengenai model pembelajaran pendidikan keterampilan yang dilaksanakan PKBM selama ini maupun model yang dikembangkan, b) untuk mengidentifikasi masalah-masalah atau untuk mendapatkan justifikasi keadaan dan praktek-praktek yang sedang berlangsung baik mengenai model pembelajaran pendidikan keterampilan yang dilaksanakan PKBM selama ini maupun model yang dikembangkan, c) untuk membuat komparasi dan evaluasi mengenai model pembelajaran pendidikan keterampilan yang dilaksanakan PKBM selama ini dan model yang dikembangkan, dan d) untuk


(42)

106

mengetahui apa yang dikerjakan oleh pengelola PKBM, penyelenggara kursus, tutor dan warga belajar dalam menangani kegiatan pembelajaran baik itu mengenai pembelajaran pendidikan keterampilan yang dilaksanakan PKBM selama ini maupun model yang dikembangkan yakni model pembelajaran kursus wirausaha pedesaan berbasis potensi lokal untuk kepentingan pembuatan model pembelajaran yang direkomendasikan.

Aplikasi teknik analisis data dalam penelitian ini dikelompokkan atas tiga tahap, yakni studi pendahuluan, pengembangan model dan kajian efektivitas.

1) Tahap Studi Pendahuluan

Pada tahap studi pendahuluan digunakan teknik analisis data kualititatif. Huberman dan Miles (Bungin, 2003;63) mengatakan bahwa analisis data dan pengumpulan data kualitatif memperlihatkan sifat interaktif, sebagai suatu sistem dan merupakan siklus. Pengumpulan data ditempatkan sebagai bagian komponen yang merupakan bagian integral dari kegiatan analisis data sebagaimana gambar berikut.

Gambar 3.2

Komponen-Komponen Analisis Data Model Interaktif (sumber, Bungin, 2003)

Data collection

Data Dispaly Data

Reduction

Conclusion Drawing verification


(43)

107

Berdasarkan gambar di atas dapat dipahami bahwa analisis data terdiri dari a) reduksi data, yaitu data yang dikumpulkan dipisahkan sedemikian rupa mulai dari editing, koding dan tabulasi termasuk di dalamnya kegiatan mengikhtisarkan hasil pengumpulan data selengkap mungkin dan memilah-milahnya kedalam satuan konsep tertentu, kategori tertentu atau tema tertentu, b) display data, adalah seperangkat hasil reduksi data diorganisasikan kedalam suatu bentuk tertentu sehingga terlihat sosoknya lebih utuh. Hal ini dapat berbentuk sketsa, sinopsis, matriks, atau chart, c) pengambilan keputusan dan verifikasi, yaitu pemaparan kesimpulan yang diperoleh dari display data, dan tahap berikutnya adalah teknik triangulasi data, yaitu pengumpulan dan pemeriksaan kebenaran data yang diperoleh dari pihak lain (pihak ketiga).

2) Tahap Pengembangan Model

Pada tahap pengembangan model dilakukan analisis kualitatif deskriptif, dimana berdasarkan hasil studi pendahuluan dan kajian teoritik peneliti menyusun model pembelajaran kursus wirausaha pedesaan berbasis potensi lokal. Model yang disusun ini kemudian divalidasi oleh pakar, praktisi, dan teman sejawat serta dikonsultasikan dengan dosen pembimbing.

3) Tahap Kajian Efektivitas Model

Pada tahap kajian efektifitas model ini menggunakan analisis deskriptif kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan terhadap instrumen observasi, wawancara dan dokumentasi sedangkan analisis kuantitatif digunakan terhadap tes hasil belajar.


(44)

108

Analisa data kuantitatif dalam penelitian ini menggunakan model eksperimen ”RANDOMIZED POSTTEST-ONLY CONTROL GROUP DESIGN” (Desain kelompok kontrol Pasca test beracak) yang bagannya sebagai berikut :

KELOMPOK PERLAKUAN PASCATEST

A (KE) X 0 B (KK) 0 (Diadaptasi dari, Sukmadinata;2005; 206) Keterangan :

A : Kelompok yang dibentuk B : Kelompok yang dibentuk KE : Kelompok Eksperimen KK : Kelompok Kontrol

X : Perlakukan yang diberikan 0 : Tes yang diberikan

Kelompok A dan kelompok B memiliki karakteristik yang sama atau homogen. Kelompok A diberi perlakuan dalam hal ini kegiatan pembelajarannya menggunakan model pembelajaran program kursus wirausaha pedesaan berbasis potensi lokal (model yang dikembangkan). Kelompok B kegiatan pembelajarannya menggunakan model yang selama ini biasa dilaksanakan di PKBM. Setelah kegiatan pembelajaran berakhir kelompok A dan Kelompok B diberi tes yang sama. Hasil tes kedua kelompok ini diuji perbedaannya dengan menggunakan statistika melalui Uji t.

Sukmadinata (2005:204) mengemukakan bahwa dalam pelaksanaan penelitian, kesamaan karakteristik subjek memang dibuat sama atau disamakan. Penyamaannya dilakukan melalui pengujian kecerdasan, bakat, kecakapan, ketahanan fisk dan lain-lain. Pengujian tersebut dalam bidang sosial, seringkali tidak bisa dilakukan terhadap


(45)

109

semua karakteristik dan kemampuan. Apabila tidak bisa dilakukan pengujian, maka kesamaan (penyamaan) karakteristik tersebut didasarkan atas asumsi atau keyakinan peneliti. Asumsi tersebut diambil berdasarkan alasan yang kuat, yang diambil dari hasil-hasil penelitian terdahulu, fakta-fakta atau alasan logis yang kuat.

Aplikasi dalam penelitian ini adalah warga belajar yang dijadikan peneliti sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dalam penelitian ini adalah kelompok yang sengaja dibentuk secara acak yang nama-namnya diambil dari data warga belajar yang ada di PKBM. 35 orang dijadikan sebagai kelompok eksperimen, 35 orang lainnya dijadikan sebagai kelompok kontrol, terbagi atas 15 orang pada uji coba tahap pertama dan 20 orang lainnya pada uji coba tahap kedua. Kelompok yang dibentuk ini diyakini oleh peneliti memiliki karakteristik yang sama dengan alasan a) mempunyai tujuan yang sama, yakni ingin memiliki keterampilan tertentu yang dipelajarinya di PKBM, b) Rentang usia yang relatif sama, berkisar antara 20 s.d. 35 tahun, c) latar belakang pendidikan yang relatif sama, yakni lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sederajat, dan d) belum memiliki pekerjaan tetap sebagai bekal hidup mandiri.

Penetapan kelompok memperhatikan hal-hal sebagai berikut : (a) penetapan warga belajar sebagai anggota kelompok baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol dilakukan secara rambang (acak), (b) kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berdomisili tidak dalam satu wilayah (kelurahan) sehingga kecenderungan untuk saling mengenal dan berhubungan terjaga, (c) kegiatan pembelajaran kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berlainan lokasi/tempat


(46)

110

sehingga kecenderungan untuk saling melihat pelaksanaan pembelajaran terjaga. Penetapan kelompok yang demikian ini sengaja dilakukan sebagai upaya agar beberapa faktor pengganggu dapat dikontrol, walaupun dari aspek efeknya terutama mengenai history dan maturation-nya tidak dapat diperhitungkan.


(47)

224

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan

Secara keseluruhan penelitian ini telah mencapai tujuan umum dan tujuan khusus penelitian. Tujuan umum penelitian ini adalah menemukan model pembelajaran program kursus wirausaha pedesaan berbasis potensi lokal untuk kemandirian warga belajar. Tujuan khusus penelitian ini adalah 1) mendeskripsikan kondisi objektif pembelajaran program keterampilan yang dilaksanakan oleh Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo, 2) mengembangkan model pembelajaran program kursus wirausaha pedesaan berbasis potensi lokal untuk kemandirian warga belajar yang dilaksanakan oleh PKBM Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo, 3) mengkaji efektifitas model pembelajaran program kursus wirausaha pedesaan berbasis potensi lokal untuk kemandirian warga belajar yang dilaksanakan oleh PKBM Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo. 1. Deskripsi Kondisi Objektif Pembelajaran Program Keterampilan yang dilaksanakan oleh PKBM Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo

Pembelajaran program keterampilan yang dilaksanakan oleh PKBM di Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo belum berlangsung secara optimal. Hal ini terlihat pada kegiatan yang dilaksanakan ditahap perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pembinaan, penilaian dan pengembangan serta kekurang mampuan warga belajar mengaplikasikan hasil belajarnya dalam kehidupannya setelah ia mengikuti kegiatan belajar.


(48)

225

Studi pendahuluan menunjukkan bahwa: 1) ditahap perencanaan, rekrutmen calon warga belajar tidak disertai dengan upaya mengetahui karakteristik calon warga belajar, program keterampilan ditentukan sendiri oleh pengelola PKBM tanpa melalui identifikasi kebutuhan yang melibatkan warga belajar, penyusunan program pembelajaran belum berorientasi kepada pemanfaatan potensi lokal dan kewirausahaan sehingga warga belajar setelah mengikuti kegiatan belajar baru sekedar mengetahui apa yang ia pelajari belum sampai kepada merasakan manfaatnya, 2) ditahap pengorganisasian, pembagian tugas penyelenggara program dan tutor dilakukan sendiri oleh pengelola PKBM, uraian tugas yang disusun pengelola PKBM kurang lengkap dan proporsional, 3) ditahap pelaksanaan, pendekatan andragogi dan metode pembelajaran partisipatif belum diterapkan secara optimal seperti kurangnya tutor melakukan bina keakraban di awal pembelajaran, kurangnya tutor memberikan kesempatan kepada warga belajar untuk bertanya atau menjawab pertanyaan, 4) ditahap pembinaan, kegiatannya belum optimal dan tidak terdokumen dengan baik sehingga sulit untuk melakukan tindak lanjut, 5) ditahap penilaian, kegiatannya berbentuk nontes yang dilakukan tutor disaat proses belajar berlangsung dan hasil pelaksanaannya tidak terdokumentasi dengan baik. Akibatnya hasil evaluasi tidak terkomunikasikan kepada warga belajar kursus, 6) ditahap pengembangan, pengelola PKBM dan penyelenggara membentuk kelompok usaha mandiri tanpa ada pendampingan teknis maupun program jaringan kemitraan yang jelas sehingga hal ini menyebabkan antara lain warga belajar mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan hasil belajarnya.


(49)

226

2. Pengembangan Model Pembelajaran Program Kursus Wirausaha Pedesaan Berbasis Potensi Lokal untuk Kemandirian Warga Belajar

Pengembangan model pembelajaran ini landasan konsepnya adalah kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri dan/atau melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi (UU Nomor 20 tentang Sisdiknas Tahun 2003).

Untuk memudahkan pemahaman mengaplikasikan model pembelajaran ini, mekanisme kerjanya menggunakan pendekatan fungsi manajemen pendidikan nonformal meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pembinaan, penilaian dan pengembangan dengan memilah secara jelas komponen, proses dan tujuannya. 1) perencanaan, meliputi: rekrutmen calon warga belajar, identifikasi kebutuhan dan sumber serta kemungkinan hambatan, rekrutmen calon tutor, menyusun program pembelajaran, menyusun tata tertib kursus, 2) pengorganisasian, meliputi; pembentukan penanggung jawab kursus, pembagian tugas pengelola PKBM, penyelenggara kursus, tutor dan warga belajar, 3) pelaksanaan, terdiri dari orientasi bagi penyelenggara dan tutor mengenai mekanisme pembelajaran, proses pembelajaran yang dilaksanakan dengan menerapkan pendekatan andragogi dan metode pembelajaran partisipatif dan bimbingan individual, 4) pembinaan, meliputi: pembinaan internal yang dilakukan oleh pengelola PKBM, penyelenggara kursus dan tutor, pembinaan eksternal dilakukan oleh instansi teknis seperti Dinas Pendidikan Kecamatan/Kabupaten//Provinsi. 5) Penilaian, dilakukan untuk menilai: kegiatan


(50)

227

belajar, hasil belajar, dan pascabelajar, 6) Pengembangan, berupa: pembentukan kelompok usaha, pendampingan teknis, dan jaringan kemitraan

Untuk mengetahui keberhasilan model pembelajaran yang dikembangkan ini ditetapkan indikator-indikator sebagai kriteria keberhasilannya, yaitu kriteria dilihat dari aspek proses pembelajaran dan kriteria dilihat dari pasca belajar.

3. Kajian Efektifitas Model Pembelajaran Program Kursus Wirausaha Pedesaan Berbasis Potensi Lokal untuk Kemandirian Warga Belajar

Efektifitas model pembelajaran Progran Kursus Wirausaha Pedesaan berbasis potensi lokal untuk kemandirian warga belajar ditunjukkan oleh adanya apresiasi positif dari pihak pengelola PKBM, penyelenggara kursus, tutor dan warga belajar terhadap model yang sudah diimplementasikan. Mereka mengungkapkan bahwa a) langkah-langkah yang dilakukan dalam implementasi sistematik dan urutannya sangat tepat karena diawali dari perencanaan sampai pengembangan sehingga mudah dipahami dan diaplikasikan b) pendekatan andragogi, metode pembelajaran partisipatif dan bimbingan individual yang diterapkan dalam proses pembelajaran mampu menumbuhkan suasana belajar yang menyenangkan dan memberi kesempatan kepada setiap orang untuk berperan aktif c) materi kursus terdiri dari materi keterampilan berbasis potensi lokal dan materi kewirausahaan dapat menumbuhkan motivasi berusaha di kalangan warga belajar dengan memanfaatkan potensi lokal, selain itu memberi kesan bahwa warga belajar kursus tidak merasa asing dalam pemanfaatannya, mudah menyiapkannnya, murah mengadakannya, menumbuhkan rasa kebanggaan atas daerahnya, warga belajar kursus dapat


(51)

228

mewujudkan partisipasinya sebagai warga masyarakat menunjang salah satu program unggulan provinsi Gorontalo di bidang pertanian jagung. f) pembinaan program yang dilakukan membuat kegiatan kursus berjalan optimal dan jika ada permasalahan yang ditemui segera beroleh penyelesaiannya, g) hasil belajar yang diperoleh warga belajar disertai pengembangan program melalui pembentukan kelompok usaha, pendampingan tehnis, jaringan kemitraaan dan bantuan modal usaha dirasakan oleh warga belajar mampu menumbuhkan perilaku mandiri pada dirinya. Sikap-sikap seperti memiliki rasa tanggung jawab, tidak tergantung kepada orang lain, memiliki etos kerja yang tinggi, disiplin dan berani menanggung resiko dapat ditunjukkan oleh warga belajar selama mereka mengikuti kegiatan kelompok usaha yang dibentuk oleh PKBM.

Efektifitas model pembelajaran ini juga ditunjukkan oleh adanya hasil analisis data kuantitatif terhadap tes hasil belajar melalui uji t bahwa 1) kelompok eksperimen tingkat penguasaan materi pembelajarannya lebih merata dibanding kelompok kontrol, 2) rata hasil tes kelompok eksperimen lebih tinggi dari rata-rata hasil tes kelompok kontrol, 3) telah terjadi peningkatan prestasi belajar warga belajar dari pelaksanaan uji coba tahap pertama ke uji coba tahap kedua.

B. Rekomendasi

1. Rekomendasi Untuk Perluasan Penerapan Model

Model pembelajaran kursus wirausaha pedesaan berbasis potensi lokal untuk kemandirian warga belajar ini terbukti efektif digunakan dalam pembelajaran program keterampilan di PKBM. Model pembelajaran ini disusun secara sederhana,


(52)

229

praktis dan sistematis sehingga mudah dipelajari dan diterapkan dalam satuan pendidikan nonformal. Data menunjukkan bahwa dalam implementasinya model pembelajaran ini telah mampu menghasilkan prestasi belajar warga belajar kursus dengan nilai hasil belajar yang diperoleh berkategori baik dan baik sekali (rentang nilai 61 s.d. 100). Hasil ini lebih baik dibandingkan dengan kelompok kontrol. Selain itu data menunjukkan bahwa sejumlah 35 orang peserta kursus merasakan manfaat dari model pembelajaran ini berupa adanya motivasi berwirausaha dengan memanfaatkan potensi lokal dan tumbuhnya perilaku mandiri.

Agar model pembelajaran program kursus wirausaha pedesaan berbasis potensi lokal ini dapat memberi peran kepada pengelolaan pembelajaran di bidang pendidikan nonformal, diperlukan upaya penyebarluasan kepada satuan pendidikan nonformal untuk dapat dijadikan sebagai pedoman dalam menyelenggarakan program pembelajaran keterampilan.

Untuk keperluan di atas peneliti merasa tepat memberikan rekomondasi kepada: a) pemerintah yang bertanggungjawab membina program pendidikan nonformal khususnya subdin/bidang yang menangani pendidikan nonformal di Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota/Provinsi untuk mempertimbangkan menerima model pembelajaran program kursus wirausaha pedesaan berbasis potensi lokal ini sebagai salah satu pedoman penyelenggaraan program pendidikan keterampilan di wilayahnya masing-masing sekaligus mensosialisasikannya kepada satuan pendidikan nonformal yang ada, b) Pengelola PKBM untuk mempertimbangkan menerima model pembelajaran kursus wirausaha pedesaan berbasis potensi lokal ini sebagai pedoman dalam


(53)

230

melaksanakan program keterampilan di PKBM yang dikelolanya, c) Tutor keterampilan di satuan pendidikan nonformal untuk mempertimbangkan mempelajari dan menguasai mekanisme pembelajaran yang ada dalam model pembelajaran ini sekaligus dapat mengaplikasikannya dalam kegiatan pembelajaran, d) Petugas lapangan pendidikan nonformal (Penilik PNF dan Tenaga Lapangan Dikmas) untuk mempertimbangkan mempelajari model pembelajaran ini sekaligus menjadikannya sebagai salah satu referensi dalam melaksanakan tugas pembinaan program pendidikan nonformal

2. Rekomendasi Untuk Penelitian Lanjutan

Untuk kepentingan penelitian lanjutan dapat direkomendasikan mengambil beberapa tema yang bersumber dari hasil penelitian ini baik yang bersifat repleksi maupun perluasannya. Penelitian ini menemukan banyak hal yang sesungguhnya menarik untuk dilakukan penelitian lanjutan. Keterbatasan waktu dan kompleksitasnya pendidikan nonformal membuat ada hal-hal yang masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut sebagaimana disebutkan dalam keterbatasan penelitian, faktor pendukung dan faktor penghambat.


(54)

(55)

231

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak, I. (2000). Metodelogi pembelajaran orang dewasa. Bandung: Andira Adimihardja, K. (2008). Dinamika Budaya Lokal. Bandung: CV Indra Prahasta Anwar. (2006). Pendidikan Kecakapan Hidup. Bandung: Alfabeta

Arif, Z. (1984). Andragogi. Bandung: Angkasa

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineke Cipta

______(2004). Evaluasi Program Pendidikan, pedoman teoritis praktis bagi praktisi pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara

As’ad, M. (1991). Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty

Borg, W.R. & Gall, M.D. (1979). Educational Research, An Introduction. New York & London: Longman

BPPLS dan UNESCO. (2001). Standar Minimal Manajemen Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Indonesia. Bandung: BPPLS

Brown, Lewis, Harclerrroad. (1977). Instruction, Technology, Media, and Methods. New York: Mc. Grow-Hill Book Company

Buchari, A. (2006). Kewirausahaan untuk Mahasiswa dan Umum. Bandung: Alfabeta Budi P.T. (2006). SPSS 13.0 Terapan, riset statistik Parametrik. Jogyakarta: CV.

Andi Offset

Bungin, B. (2003). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana

Combs dan Ahmad, M. (1973). New Path to Learning. New York: International Counciil for Educational Development

______(1984). Attaking Rural Poverty, How Nonformal Education Can Help. (Memerangi Kemiskinan di Pedesaan Melalui Pendidikan Nonformal). Jakarta: Rajawali


(56)

232

Hamalik, O. (2003). Perencanaan Pengajaran Berdasarkan pendekatan Sistem. Bandung: Bumi Aksara

Hariyati, M. (2007). Model dan teknik penilaian pada Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta ; Tim Gaung Persada Press

Havelock, R.G. (1975). The Change Agent’s Guide to Innovation in Education. New Jersey : Education Tehnology Publications

Jalal, F. & Supriadi, D. (2001). Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa

Joyce, B. dkk. (2000). Models Of Teaching. A Pearson Education: Company Kartasasmita, K. (1996). Pembangunan untuk rakyat. Jakarta: Cides

Knowles, M.S (1973). The Adult Learner : Neglected Species. Houston: Gulf Publishing

______(1975). Self-Directed Learning. Chicago: Association Press Follett Publishing Co.

______(1977). The Modern Practice of Adult Education: Andragogy Versus Pedagogy. New York: Association Press

______(1984). Andragogy in Action (Applying Modern Prinsiples of Adult Learning). San Fransisco: Jossey-Bass Publishers.

Kumalaningsih, S. (2008). Mindset Revolution, Saatnya berubaha (cara baru melihat peluang dari lingkungan). Surabaya; Linguakata

Marbun, BN. (1993). Kekuatan dan Kelemahan Usaha Kecil. Jakarta: PPM

Maslow, A.H. (1984). Motivation and Personality (Motivasi dan Kepribadian). Jakarta: P.T. Gramedia

Moleong, L.J. (2008). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda

Muhammad, F. (1999). Industrialisasi dan Wiraswasta. Jakarta: Warta Global Indonesia


(1)

231

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak, I. (2000). Metodelogi pembelajaran orang dewasa. Bandung: Andira Adimihardja, K. (2008). Dinamika Budaya Lokal. Bandung: CV Indra Prahasta Anwar. (2006). Pendidikan Kecakapan Hidup. Bandung: Alfabeta

Arif, Z. (1984). Andragogi. Bandung: Angkasa

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineke Cipta

______(2004). Evaluasi Program Pendidikan, pedoman teoritis praktis bagi praktisi pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara

As’ad, M. (1991). Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty

Borg, W.R. & Gall, M.D. (1979). Educational Research, An Introduction. New York & London: Longman

BPPLS dan UNESCO. (2001). Standar Minimal Manajemen Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Indonesia. Bandung: BPPLS

Brown, Lewis, Harclerrroad. (1977). Instruction, Technology, Media, and Methods. New York: Mc. Grow-Hill Book Company

Buchari, A. (2006). Kewirausahaan untuk Mahasiswa dan Umum. Bandung: Alfabeta Budi P.T. (2006). SPSS 13.0 Terapan, riset statistik Parametrik. Jogyakarta: CV.

Andi Offset

Bungin, B. (2003). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana

Combs dan Ahmad, M. (1973). New Path to Learning. New York: International Counciil for Educational Development

______(1984). Attaking Rural Poverty, How Nonformal Education Can Help. (Memerangi Kemiskinan di Pedesaan Melalui Pendidikan Nonformal). Jakarta: Rajawali


(2)

232

Hamalik, O. (2003). Perencanaan Pengajaran Berdasarkan pendekatan Sistem. Bandung: Bumi Aksara

Hariyati, M. (2007). Model dan teknik penilaian pada Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta ; Tim Gaung Persada Press

Havelock, R.G. (1975). The Change Agent’s Guide to Innovation in Education. New Jersey : Education Tehnology Publications

Jalal, F. & Supriadi, D. (2001). Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa

Joyce, B. dkk. (2000). Models Of Teaching. A Pearson Education: Company Kartasasmita, K. (1996). Pembangunan untuk rakyat. Jakarta: Cides

Knowles, M.S (1973). The Adult Learner : Neglected Species. Houston: Gulf Publishing

______(1975). Self-Directed Learning. Chicago: Association Press Follett Publishing Co.

______(1977). The Modern Practice of Adult Education: Andragogy Versus Pedagogy. New York: Association Press

______(1984). Andragogy in Action (Applying Modern Prinsiples of Adult Learning). San Fransisco: Jossey-Bass Publishers.

Kumalaningsih, S. (2008). Mindset Revolution, Saatnya berubaha (cara baru melihat peluang dari lingkungan). Surabaya; Linguakata

Marbun, BN. (1993). Kekuatan dan Kelemahan Usaha Kecil. Jakarta: PPM

Maslow, A.H. (1984). Motivation and Personality (Motivasi dan Kepribadian). Jakarta: P.T. Gramedia

Moleong, L.J. (2008). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda

Muhammad, F. (1999). Industrialisasi dan Wiraswasta. Jakarta: Warta Global Indonesia


(3)

233

______(2007). Inovasi sebuah pilihan Membangun Negeri. Jakarta: Public Opinion Institute

Mulyana, E. 2008 Model Tukar Belajar (Learning Exchange) dalam perspektif Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: Alfabeta

Purwadarminta. W.J.S. (1976). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Rachmawati, E. (2004). Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia Sebagai Basis Meraih Keunggulan Kompetitif. Yogyakarta: Ekonisia

Rogers, J. (1994). Adults Learning. Third Edition, Milton Keynes. Philadelpia: Open University Press

Ridwan (2009). Pengantar Statistika Sosial. Bandung : Alfabeta

Sadulloh, U (1994). Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung : Media Iptek Sagala, S (2005). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

Sagir, S (1992). Peran Pendidikan Nonformal dalam Meningkatkan Keterampilan Tenaga Kerja. Bandung: IKIP

Sahabuddin, (1985). Pendidikan Nonformal; Suatu Pengantar kedalam Pemahaman Konsep dan Prinsip-Prinsip Pengembangan. Ujung Pandang : IKIP

Seels, B & Richey, R.C, alih bahasa Prawiradilaga, dkk. (1994). Tekonologi Pembelajaran. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta

Sihombing, U. (1999). Pendidikan Luar Sekolah, Kini dan Masa Depan. Jakarta: PD Mahkota

Simamora, H. (1995). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: STIE YKPN Soedomo, M. (1989). Pendidikan Luar Sekolah kearah Pengembangan Sistem

Belajar Masyarakat. Jakarta: P2LPTK Depdikbud RI

Soemanto, W. (2002). Pendidikan Wiraswasta. Jakarta: Bumi Aksara

Srinivasan, L. (1977). Perspective of Noformal Adult Learning;Functional ducation for Individual, Community, and National Development. Nort Haven, Connecticut: The Van Dyik Printing, Co


(4)

234

Sudjana, N. (1989), Metode Statistika. Bandung: Tarsito

______(1989), Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosda Karya

Sudjana, D. (2004). Pendidikan Non Formal. Bandung: Falah Production

______(2004). Manajemen Program Pendidikan untuk Pendidikan Non Formal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: Falah Production.-

______(1993). Strategi Pembelajaran Dalam Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: Nusantara Press

______(2006). Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah, Bandung: Remaja Rosdakarya

Sugiarto, A.N. (2008). Pengembangan Model Pengelolaan Program Pembelajaran Kolaboratif untuk Kemandirian Anak Jalanan di Rumah Singgah. Disertasi Doktor pada SPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan

Sukardi, M (2008), Evaluasi Pendidikan, Prinsip dan Operasionalnya. Jakarta : Bumi Aksara.

Sukmadinata, S.N. (2004). Kurikulum dan Pembelajaran Kompotensi. Bandung: Yayasan Kusuma Karya

______ (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya Sumahamijaya. dkk. (2003). Pendidikan Karakter Mandiri dan Kewiraswastaan.

Bandung: Angkasa

Suryabrata, S. (2003). Metodelogi Penelitian. Jakarta; Raja Grafindo Persada

Syamsudin dan Damaianti, V. (2007). Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung: PT Remaja Rosda Karya

Trianto. (2007). Model-Model pembelajaran Inovatif berorientasi konstruktivistik : Konsep, Landasan, Teoritis, Praktis dan Implementasinya. Jakarta: Perpustakaan Nasional


(5)

235

Trisnamansyah, S. (1984). Perencanaan Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: FIP IKIP

______(1988). Pendidikan Kemasyarakatan. Bandung: FIP IKIP

______(1993). Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Upaya Mempersiapkan Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun.

Victorino, D. (2004). Global Responsibility and Local Knowledge System. Conference held in Egypt

Zimmerer, T. (1996). Enterpreneurship and The New Venture Formation. New Jersey, Prentice Hall International, IN

Sumber lain :

Ahmad, A. (2006). Model Pelatihan dan Bimbingan Kewirausahaan Berkelanjutan bagi Peningkatan Kemampuan Pengusaha Kecil. Disertasi Doktor pada SPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan

Arief, A. ((2007). Model pembelajaran bahasa Arab dengan memanfaatkan multi media. Disertasi Doktor pada SPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan

Balai Pengembangan Kegiatan Belajar Jayagiri. (1982). Suatu Petunjuk untuk Pelatih dala Pendekatan Andragogy. Bandung: BPKB

Depdiknas RI. (2003). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasiona. Jakarta : Depdiknas RI

Ditjen PLS. (1999). Petunjuk Pelaksanaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat. Jakarta: Depdikbud RI

Hatimah, I. (2005). Pengembangan model pengelolaan pembelajaran berbasis potensi lokal. Disertasi Doktor pada SPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan. Indra J.K. (2007). Model Pelatihan Kecakapan Hidup dan Berwirausaha untuk

Pemberdayaan Pemuda. Disertasi Doktor pada SPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan

Kamil, M. (2002). Model pembelajaran magang bagi peningkatan kemandirian warga belajar. Disertasi Doktor pada SPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan


(6)

236

Depdikbud RI. (1981). Keputusan Mendikbud RI Nomor 015a/U/1981 mengenai Pembinaan Kursus. Jakarta : Depdikbud RI

Komar, 0. (2001). Spektrum Tenaga Kependidikan pada Satuan Pendidikan Luar Sekolah Kursus. Disertasi Doktor pada SPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

(2005). Bandung: Fokus Media

Ruhimat, T. (2007). Pengembangan Model Pembelajaran untuk mengoptimalkan kemampuan berpikir dan kemampuan berpikir siswa sesuai potensi individu. Disertasi Doktor pada SPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Suprayogi, U. (2005). Pengembangan Model Program Pendidikan Luar Sekolah dalam Memberdayakan Kelompok Masyarakat Lanjut Usia mencapai Kemandirian. Disertasi Doktor pada SPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Suryaman, E.D. (2008). Pembelajaran Terpadu pada Kelompok Belajar Usaha untuk Peningkatan Kemandirian Peserta Didik. Disertasi Doktor pada SPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional. (2003).Jakarta : Cemerlang

UPI. (2006). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung : UPI

Yunus, M. (2007). Pengembangan Model Penyelenggaraan Sistem Pembelajaran pada Lembaga Kursus dalam Upaya memberdayakan warga belajar. Disertasi Doktor pada SPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan

Yuliadi, Rahmat. (2006). Pengembangan model pembelajaran partisipatif pada pelatihan keterampilan fungsional bagiu peningkatan kewirausahaan. Disertasi Doktor pada SPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan.