PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KECAKAPAN HIDUP BIDANG BUSANA DALAM MEMBERDAYAKAN WARGA BELAJAR UNTUK MENCAPAI KEMANDIRIAN BERWIRAUSAHA.

(1)

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN

DAFTAR ISI Halaman PERSETUJUAN... PERNYATAAN... i ii

KATA PENGANTAR ……….. iii

UCAPAN TERIMA KASIH ……….... iv

DAFTAR ISI ………. v

DAFTAR TABEL ………. vi

DAFTAR GAMBAR ……… vii

DAFTAR GRAFIK ……… viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ...………... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ……… 12

1. Identifikasi Masalah ……….. 12

2. Perumusan Masalah ……….. 15

C. Definisi Operasional ………. 16

D. Tujuan Penelitian ………. 19

E. Manfaat Penelitian ……… 20

F. Kerangka Pemikiran ... 21

BAB II PEMBELAJARAN KECAKAP HIDUP BIDANG BUSANA DAN PEMBERDAYAAN BAGI KEMANDIRIAN BERWIRAUSAHA WARGA BELAJAR ……….. 25

A. Pendidikan Kecakapan Hidup Bidang Busana Sebagai Program Pendidikan Nonformal………. 25

1.Program Pendidikan Nonformal... 2.Pendidikan Kecakapan Hidup ………... 25 27 3. Pengelompokan Pendidikan Kecakapan Hidup …….……… 30

4. Karakteristik Pendidikan Kecakapan Hidup ………. 31

5. Prinsip Pendidikan Kecakapan Hidup ………... 34

6. Manfaat Pendidikan Kecakapan Hidup ……… 36

7. Busana sebagai Manifestasi Kecakapan Hidup ... 37

B. Pembelajaran Kecakapan Hidup Bidang Busana ……… 49

1. Pengertian Pembelajaran ………..… 49

2. Filsafat dan Teori Pembelajaran ………..……. 50 3. Kecakapan Hidup Bidang Busana sebagai Materi Pembelajaran


(2)

Pendidikan Nonformal…... 62

C. Konsep Pemberdayaan, Kemandirian dan Kewirausahaan ………. 64

1. Konsep Pemberdayaan ... 64

a. Pengertian Pemberdayaan ……….. 64

b. Proses dan Pendekatan Pemberdayaan ……….. 67

c. Strategi Pemberdayaan ……….. 68

d. Prinsip Pemberdayaan ……… 70

e. Karakteristik Pemberdayaan ……….. 70

f. Pemberdayaan Warga Belajar ……… 73

2. Konsep Kemandirian ……… 77

3. Konsep Kewirausahaan ……… 81

a. Pengertian Wirausaha ... 81

b. Ciri – ciri dan Karakteristik Wirausaha ………... 83

D. PKBM dalam Memberdayakan Warga Belajar Untuk Kemandirian Berwirausaha .……… 84

1. Tinjauan Umum PKBM ……… 84

2. PKBM dalam Pemberdayaan dan Kemandirian Berwirausaha…... 89

BAB III METODE PENELITIAN ………..…….. 95

A. Pendekatan Penelitian ... 95

B. Prosedur Penelitian ……… 97

C. Lokasi, Populasi dan Sampel penelitian ………... 100

D. Teknik Penyusunan Instrumen dan Pengumpulan Data ………… 102

1. Penelitian Tahap Pertama ……….. 102

a. Observasi ……….. 102

b. Wawancara ………... 103

c. Studi Dokumentasi ……… 104

2. Penelitian Tahap Kedua ………. 104

3. Penelitian Tahap Ketiga ………. 105

a. Observasi ……….. 105

b. Wawancara ………... 106

c. Angket ……….. 106

d. Tes ……… 107

E. Teknik Pengembangan Instrumen ……….. 107

1. Validasi dan Reliabilitas Istrumen ………. 107

2. Analisis Butir Soal ………. 110

a. Indeks Kesukaran ……… 110

b. Daya Pembeda (DP) ……… 111


(3)

a. Analisis kualitatif ……….. 114

b. Analisis Kuantitatif ……… 115

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……….. 122

A. Deskripsi Hasil Studi Awal ……… 122

1. Deskripsi Umum Kabupaten Bandung ……… 122

2. Deskripsi Profil Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat ……… 124

3. Analisis Masalah dan Alternatif Pembelajaran Kecakapan Hidup Bidang Busana dalam Meningkatkan Kemandirian Berwirausaha Warga Belajar ……… 130

4. Deskripsi dan Analisis Model Faktual Pembelajaran Kecakapan Hidup di PKBM Geger Sunten ………. 141

a. Deskripsi Model Faktual Pembelajaran Kecakapan Hidup di PKBM Geger Sunten ……….. 141

b.Analisis Model Faktual Pembelajaran Kecakapan Hidup di PKBM Geger Sunten ……….. 147

5. Analisis Kebutuhan Model Pembelajaran Kecakapan Hidup Bidang Busana di PKBM ………... 150

B. Pengembangan Model Konseptual Pembelajaran Kecakapan Hidup Bidang Busana di PKBM ... 153

1. Studi Lapangan Tahap I ………. 153

2. Studi Lapangan Tahap II ……… 154

3. Studi Lapangan Tahap III ……….. 155

4. Kriteria Keberhasilan Pengembangan Model PKH Bidang Busana . 157 5. Rencana Pengembangan Model Pembelajaran Kecakapan Hidup…. 158 6. Model Konseptual Pembelajaran Kecakapan Hidup Bidang Busana di PKBM ………... 167

a. Rasional ………... 167

b. Asumsi Model Pembelajaran Kecakapan Hidup ... 171

c. Tujuan ... 173

d. Komponen Model ……… 174

e. Pendekatan Model ……… 182

f. Indikator Keberhasilan ………. 182

g.Prosedur Penerapan Model ………... 183

C. Pengujian Model Pembelajaran Kecakapan Hidup ……… 184

1. Tahap Uji Kelayakan Model………. 184

2. Revisi Model Pasca Uji Kelayakan ……… 186


(4)

1. Pengujian Model Tahap Pertama ………... 189

2. Revisi Model Pasca Pengujian Tahap Pertama ………. 202

3. Pengujian Model Tahap Kedua ………. 203

4. Revisi Model Pasca Pengujian Tahap Kedua ……… 213

E. Gambaran Umum Hasil Uji Coba ... 214

1. Deskripsi Uji Efektivitas Hasil Belajar pada Kelas Uji Coba …….. 215

2. Deskripsi Uji Efektivitas Hasil Belajar pada Kelas Pembanding (Kontrol)……… 226

3. Pendapat Responden ………. 236

F. Temuan Penelitian ………. 236

G. Skenario Penerapan Model Pembelajaran Kecakapan Hidup ... 245

a. Tahap Perencanaan ……….. 245

b. Tahap Pengorganisasian ……….. 247

c. Tahap Pelaksanaan ……….. 249

d. Tahap evaluasi ………. 249

H. Pembahasan ……… 251

1. Pembahasan Umum ……… 251

2. Pembahasan Khusus ……….. 259

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI 266 A. Kesimpulan ……… 266

B. Implikasi ……….. 274

C. Rekomendasi ……… 276


(5)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Peningkatan kualitas sumber daya manusia saat ini menjadi suatu yang sangat penting, sebab berhasil atau gagalnya kehidupan sosial ekonomi suatu bangsa tidak lagi ditentukan oleh banyaknya sumber daya alam yang berlimpah ataupun jumlah penduduknya yang besar, akan tetapi sangat ditentukan oleh kualitas dari penduduk dan warga negaranya dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam tersebut. Dari penjelasan di atas, maka pendidikan memiliki peranan yang sangat strategi dalam pembangunan suatu bangsa. Ini dapat dilihat dan dibuktikan dengan banyaknya kajian yang dilakukan dan menunjukan hubungan yang signifikan antara pendidikan sebagai sarana untuk mengembangkan sumber daya manusia dengan tingkat perkembangan bangsa tersebut yang ditunjukkan oleh indikator ekonomi ataupun sosial budaya. Pendidikan memiliki peran sangat penting dalam kehidupan bangsa. Pendidikan mampu memfasilitasi terhadap perubahan yang terjadi yaitu dengan menyelenggarakan pendidikan yang merata bagi seluruh rakyat, pendidikan yang berkualitas dan sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat Dengan pendidikan diharapkan dapat membekali manusia menjadi cerdas, terampil dan bertanggung jawab. Sejalan dengan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam UU RI No 20 tahun 2003 pasal 3, sebagai berikut:


(6)

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar mendadi manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab

.

Dalam kehidupan di Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, masyarakat perlu banyak melakukan pembaharuan dalam cara fikir, cara tindak, sikap dan perilaku sesuai tingkat kemampuan masing-masing agar tetap survive. Mengamati realita kehidupan masyarakat di Indonesia sebagai Negara yang termasuk Negara sedang berkembang, setiap anggota masyarakat perlu di ajak berfikir kreatif, inovatif, memunculkan ide-ide untuk merencanakan kehidupan dan penghidupan yang lebih baik. Kehidupan dan penghidupan yang lebih baik, maju, berprestasi, adalah hak semua masyarakat, tetapi faktanya belum semua masyarakat mengenyamnya, masih ada masyarakat yang berpendidikan rendah, drop out bahkan tidak sempat sekolah. Kondisi masyarakat yang disebut di atas dapat tersebar di berbagai daerah terutama masyarakat pedesaan.

Masyarakat desa merupakan salah satu komponen bangsa yang perlu mendapat perhatian serius melalui cara-cara yang tepat dan akurat agar mampu memperbaiki kehidupan dan penghidupannya. Upaya untuk memperbaiki kehidupan dan penghidupan masyarakat desa, pembinaan melalui jalur pendidikan non formal merupakan alternatif terbaik dan paling tepat. D. Sudjana (1996:200-201) menegaskan bahwa “Pembangunan masyarakat pedesaan merupakan landasan bagi kehadiran dan perkembangan sub sistem


(7)

pendidikan non formal untuk berperan dalam pengembangan sumber daya manusia sebagai pelaku utama pengembangan masyarakat”. Pendidikan non formal sebagai suatu sistem pendidikan yang berkiprah di luar sekolah mempunyai kekuatan untuk memecahkan persoalan sebagai upaya pendidikan yang lebih fleksibel berdasarkan pada kebutuhan peserta didiknya. Program-program pendidikan non formal sangat bervariasi, sehingga memberi peluang kepada penyelenggara, baik pemerintah, badan, kelompok, perorangan untuk memiliki, menetapkan dan melaksanakan program yang relevan dengan persoalan dan kebutuhan masyarakat, terutama dalam upaya meningkatkan martabat dan mutu kehidupannya. Penyelenggaraan jalur pendidikan formal saja ternyata belum dapat memenuhi kebutuhan pendidikan masyarakat, oleh karena itu diperlukan pendidikan yang pelaksanaannya tidak membutuhkan waktu lama dan lebih bersifat praktis, agar segera dapat dimanfaatkan oleh peserta didik dalam kehidupannya. Sehubungan dengan kebutuhan tersebut pendidikan tersebut, maka pendidikan non formal merupakan pilihan yang perlu dikembangkan.

Pendidikan non formal merupakan program pendidikan luar sekolah yang bersifat kemasyarakatan dan diselenggarakan dengan sengaja, tertib, terarah, dan berencana, di luar kegiatan persekolahan, seperti tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 Bab I ayat (2) bahwa “ Pendidikan non formal merupakan pendidikan yang tidak harus berjenjang dan berkesinambungan.”


(8)

Tujuan dari pendidikan non formal yaitu memberikan kesempatan bagi warga masyarakat dalam meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam menekuni bidang tertentu sesuai dengan bakat dan minatnya, sehingga mereka memiliki bekal kemampuan yang dapat meningkatkan kualitas hidupnya.

Pada saat ini menunjukkan bahwa kondisi masyarakat dihadapkan dengan sejumlah permasalahan yang sangat rumit. Rendahnya kualitas sumber daya manusia , tingkat kemiskinan yang tinggi diakibatkan tingginya drop out. Sebagaimana di ungkapkan Kepala Dinas Pendidikan Jabar (Dadang Dally,2008) bahwa “ Sedikitnya 1,139 juta siswa sekolah dasar (SD) dan menengah (SMP dan SMA) di Jawa Barat terancam putus sekolah (Drop Out/ DO) “ Kondisi tersebut pada gilirannya berdampak terhadap aspek-aspek kehidupan masyarakat lainnya, sehingga perlu segera ditanggulangi dan diberdayakan agar warga masyarakat mandiri. Sebagaimana yang diungkapkan Glickman (Robinson, B. dan Hanan, M.G. 1994) tentang pemberdayaan bahwa “ Pemberdayaan adalah proses meningkatkan kekuatan dan kemampuan dalam diri seseorang seperti kompetensi, kreativitas malalui kontrol internal dalam bertindak dan memecahkan masalah-masalahnya secara mandiri.” Pendapat lain tentang pemberdayaan menurut Gunawan Sumodiningrat (1996:254) bahwa:

Upaya pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari sudut pandang : pertama, penciptaan suasana atau iklim yang memungkinkan masyarakat berkembang, kedua;peningkatan kemampuan masyarakat dalam membangun melalui berbagai bantuan dana, pelatihan, pembangunan prasarana dan sarana baik fisik mapun sosial serta pengembangan kelembagaan di daerah, ketiga; perlindungan melalui peningkatan kepada


(9)

yang lemah untuk mencegah persaingan yang tidak seimbang dan menciptakan kemitraan yang saling menguntungkan.

Departemen Pendidikan Nasional untuk menjawab tantangan tersebut di atas, telah menetapkan berbagai kebijakan dan upaya dalam memberdayakan masyarakat antara lain dengan mengusahakan perluasan akses terhadap pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi pendidikan serta mengembangkan manajemen pendidikan yang berbasis masyarakat ( community based

management ). Sejalan dengan era desentralisasi pendidikan khusus berkenaan

dengan kualitas dan relevansi, di samping mengembangkan kurikulum pendidikan yang berbasis kompetensi, juga mengarahkan sistem pendidikan di berbagai jalur, jenis dan jenjang , pendidikan pada kecakapan atau keterampilan hidup. Pendidikan Kecakapan Hidup yang diselenggarakan melalui jalur pendidikan luar sekolah sebagaimana yang dikemukakan Fasli Jalal (2004:9) bahwa:

Meningkatkan keterampilan, pengetahuan, dan sikap warga belajar di bidang pekerjaan/usaha tertentu sesuai dengan bakat, minat, perkembangan fisik dan jiwanya, serta potensi lingkungannya, sehingga mereka memiliki bekal kemampuan untuk bekerja atau meningkatkan kualitas hidupnya.

Pelaksanaan program life skills dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa tidak semua anak usia sekolah dasar dan menengah masuk sekolah dapat menyelesaikan pendidikannya atau putus sekolah. Bertitik tolak dari masalah tersebut di atas, kiranya perlu di lakukan konsolidasi, agar pendidikan dapat membekali warga belajar dengan kecakapan hidup. Pendidikan Kecakapan Hidup lebih luas dari keterampilan bekerja. Pendidikan Kecakapan Hidup


(10)

merupakan konsep pendidikan yang bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik memiliki keberanian dan kemauan menghadapi masalah hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemandirian secara kreatif, menemukan solusi serta mampu mengatasinya. Artinya peserta didik yang telah mengikuti pendidikan kecakapan hidup memiliki keterampilan tertentu yang dapat digunakan sebagai keahlian untuk meningkatkan pendapatan ekonomi kehidupannya sesuai dengan minat, bakat, kemampuan, dan sumber daya yang tersedia di lingkungannya. Pendidikan kecakapan hidup adalah program pendidikan yang dapat mensinergikan berbagai mata pelajaran menjadi kecakapan hidup, yang diperlukan seseorang dimanapun ia berada, bekerja apapun profesinya. Para lulusan dengan berbekal kecakapan hidup tersebut diharapkan akan mampu memecahkan problema kehidupan yang dihadapi, termasuk mencari atau menciptakan pekerjaan bagi mereka yang tidak melanjutkan atau bagi mereka yang ingin meningkatkan penghasilan lebih tinggi. Sesuai dengan pendapat Colin Rose and Malcolm, J.Nicholl ( 1997: 2) bahwa “ Your ability to learn is directly propportional to your ability to learn “

Dari kutipan tersebut dimaksudkan ialah kemampuan seseorang akan berpenghasilan lebih tinggi sesuai dengan kemampuan belajarnya.

Program pendidikan life skills sebagai salah satu program untuk memfasilitasi warga belajar terutama yang drop out, dengan harapan akan terjadinya peningkatan kemampuan pengetahuan, sikap dan keterampilannyanya untuk meningkatkan kehidupannya sehingga mereka mandiri. Untuk itu perlu upaya penelitian dalam mengembangkan program


(11)

pendidikan kecakapan hidup untuk memberdayakan warga belajar yang drop out dalam meningkatkan kemandirian berwirausaha.

Kondisi tersebut di atas, saat ini kegiatan untuk membantu kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan warga belajar putus sekolah, pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan program pendidikan luar sekolah, salah satu program yang akan ditampilkan pada penelitian ini adalah program kecakapan hidup atau life skills yang dilaksanakan di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) merupakan sentra pembelajaran masyarakat yang ada di sekitar kehidupan masyarakat. Sesuai yang dikemukakan Ruchiyat ( 2006: 4 ) bahwa :

PKBM adalah tempat pembelajaran dan sumber informasi bagi masyarakat yang dibentuk dan dikelola oleh masyarakat berisi berbagai jenis keterampilan fungsional yang berorientasi pada pemberdayaan potensi setempat untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap masyarakat dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya.

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat merupakan salah satu alternatif untuk dijadikan wahana pemberdayaan masyarakat. Artinya bahwa melalui Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) akan ditumbuhkan dan didayagunakan melalui pendekatan-pendekatan kultural dan persuasif.

Pelembagaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat menempatkan PKBM sebagai basis penyelenggaraan program pendidikan masyarakat di tingkat operasional (desa/kelurahan). Pelembagaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat merupakan salah satu upaya untuk membangkitkan dan menunjukkan kemampuan masyarakat di dalam merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan program PLS sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat.


(12)

Tujuan PKBM menurut DINAS PENDIDIKAN Propinsi Jawa Barat (2006:7)) adalah “ Untuk memperluas kesempatan warga belajar masyarakat khususnya yang tidak mampu untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri dan meningkatkan kualitas hidupnya”.

Khusus bagi warga belajar yang tidak mampu, yang berkesempatan sekolah tetapi mengalami drop uot atau putus sekolah, PKBM merupakan salah satu alternatif untuk memecahkan masalah tersebut. Program kegiatan PKBM pada prinsipnnya mencakup segala bentuk kegiatan belajar yang dibutuhkan oleh masyarakat dapat dilakukan di PKBM.

Program pembelajaran yang diselenggarakan di PKBM, salah satunya program kecakapan hidup bidang busana yang bertujuan agar : Peserta didik atau warga belajar diharapkan menguasai pengetahuan dan keterampilan dalam membuat busana yang dibutuhkan untuk keperluan sendiri, keluarga dan untuk meningkatkan taraf hidupnya di bidang ekonomi. (Direktorat tenaga Teknis, 2005:52).

Melalui pembelajaran kecakapan hidup bidang busana ini diharapkan peserta didik atau warga belajar memiliki bekal pengetahuan, keterampilan, sikap kreatif, disiplin dan sikap wirausaha untuk memasuki dunia kerja atau berusaha mandiri minimal dapat membuat busana sendiri dan keluarganya serta dapat dikembangkan untuk membuka lapangan kerja di bidang busana seperti modiste, attelier, konfeksi dan apabila warga belajar lebih kreatif bisa sampai


(13)

membuka butik, sehingga peserta didik atau warga belajar memperoleh pekerjaan dengan penghasilan yang layak

Dari studi awal penelitian di PKBM Kabupaten Bandung, terungkap bahwa kegiatan belajar kecakapan hidup bidang busana, yang telah di sampaikan instruktur atau sumber belajar kepada warga belajar masih ditemukan kekurangannya, seperti pada program pembelajarannya, pengelolaan pembelajarannya, strategi dan metode pembelajaran serta evaluasi pembelajaran sehingga hasil yang dicapai belum optimal. Kondisi seperti ini disebabkan karena kurangnya kemampuan sumber daya yang dimiliki oleh pihak pengelola dalam menyusun kurikulum (program ) pembelajaran, pengelolaan pembelajaran serta mengaplikasikan metode dan strategi pembelajaran serta evaluasi pembelajaran.Oleh karena itu perlu diungkap model penyelenggaraan dan proses pembelajaran kecakapan hidup bidang busana pada PKBM saat ini.

Dari permasalahan tersebut di atas, kaitannya dengan hasil penelitian terdahulu yang relevan, mengenai PKBM yang dilakukan Ihat Hatimah (2005:13) mengemukakan “ Pelembagaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat merupakan salah satu upaya untuk membangkitkan dan menunjukkan kemampuan masyarakat di dalam merencanakan, melaksanakan, mengendalikan program PLS sesuai dengan kebutuhan dan kondisi mayarakat.”

Terkait dengan hasil penelitian tentang pembelajaran berbasis potensi lokal di PKBM, dalam kesimpulan Ihat Hatimat (2005:210) mengemukakan bahwa:


(14)

(1)Dalam tahap perencanaan pengelola PKBM, tutor dan warga belajar untuk bersama-sama merencanakan cara mengidentifikasi kebutuhan belajar, cara mengidentifikasi potensi, cara perumusan tujuan, cara menentukan bahan pembelajaran, cara penggalian sumber dana, cara menentukan motode, media dan evaluasi, cara penggunaan alat Bantu, cara penentuan waktu, dan cara pemasaran hasil. (2) Pelaksanaan pembelajaran berorientasi pada student centered sehingga model pembelajaran partisipatif lebih dominan digunakan oleh tutor, termasuk materi bahan pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan belajar yang disesuaikan dengan potensi yang ada di masyarakat. (3) Kegiatan evaluasi dilakukan secara teratur dan menyeluruh, yaitu menyangkut evaluasi program dan evaluasi hasil pembelajaran warga belajar.

Implementasi dalam proses pembelajaran merupakan kegiatan pemberdayaan yang pada dasarnya mengupayakan agar seseorang menjadi sadar, sebab dengan kesadaran itu mereka dapat berbuat dan mengontrol aktivitas dirinya dan penuh makna dalam hidupnya. Seperti hasil penelitian berkenaan dalam memberdayakan masyarakat pelaku usaha kecil yang dilakukan. Asep Saepudin (2006:329) mengungkapkan bahwa:

Dalam memberdayakan kelompok pelaku usaha perlu difasilitasi belajar untuk meningkatkan kemampuannya, melalui model fasilitasi belajar sehingga mereka memiliki kemampuan pengetahuan, dan keterampilan yang dibutuhkan bagi peningkatan usaha produktifnya. Langkah-langkah pembelajaran sebagai komponen model adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi. Pemaknaan model fasilitasi belajar sebagai upaya pemberdayaan masyarakat, sesungguhnya merupakan aktualisasi peranan pendidikan luar sekolah yaitu sebagai pendekatan awal untuk menumbuhkan kesadaran mereka terhadap permasalahan yang dihadapi serta pemahaman yang lebih mendalam tentang usaha kecil yang ditekuninya, di samping itu pendidikan luar sekolah berperan membantu para usaha kecil untuk menumbuhkan minat usaha produktif melalui upaya peningkatan pengetahuan, keterampilan serta sikap mental wirausaha.

Mandiri memacu keberanian seseorang untuk berbuat atau beraksi, tidak pasrah dan beku, tetapi dinamis, energik dan selalu optimis menuju kemasa depan. Mandiri adalah sumber percaya diri, mandiri membuat kita lebih tentram


(15)

diri, bangsa mandiri yang mempunyai harga diri. Keuntungan apabila seseorang atau suatu kelompok memiliki kemandirian atau hidup mandiri adalah; akan memiliki wibawa, makin percaya diri dalam menghadapi hidup, memiliki mental yang mantap.

Penelitian yang relevan, dilakukan E. Dede Suryaman (2008:30) berkenaan dengan peningkatan kemandirian peserta didik pada kelompok belajar usaha mengemukakan bahwa:

Kemandirian yang menjadi indikator keberhasilan pembelajaran terpadu pada KBU adalah kemandirian dalam belajar, kemandirian dalam mengambil prakarsa, inisiatif dan pemecahan masalah dalam kegiatan belajar, kemandirian dalam pengelolaan usaha, kemandirian bekerja dan berkarya dan kemandirian dalam ekonomi yaitu dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara minimal, sehingga mandiri dimaknai sebagai suatu sifat yang mempunyai idealisme dan integritas kepribadian yang tinggi tanpa tergantung kepada orang lain dan mampu menghasilkan karya nyata dalam bentuk usaha yang produktif dan bermanfaat

Penelitian berkenaan dengan keuletan dalam berwirausaha adalah sifat-sifat yang umum dimiliki oleh pelaku usaha di Tasikmalaya dan sekitarnya yang dilakukan oleh Yugo Sariyun (1997:163) mengemukakan bahwa :

Keuletan berusaha akan membuat pengusaha menjadi tangguh, karena pengalaman yang tidak menggembirakan akan selalu menjadi tanda bahaya. Kegagalan pertama akan menjadi pendorong untuk lebih giat dan berhati-hati dalam usaha.

Peneliti mencermati permasalahan model pembelajaran kecakapan hidup bidang busana di PKBM, dalam memberdayakan warga belajar untuk mencapai kemandirian berwirausaha. Perlu dikaji keefektifan, faktor pendukung dan penghambat penerapan model pembelajaran kecakapan hidup bidang busana pada PKBM yang dapat meningkatkan kemandirian


(16)

berwirausaha bagi warga belajar. Tiga pokok persoalan tersebut perlu diungkap lebih jauh melalui suatu penelitian dan pengembangan. Dari penelitian melalui, pengembangan dan uji coba model pembelajaran, diharapkan adanya model pembelajaran yang memiliki keunggulan, sehingga menjadi salah satu sumbangan bagi pencapaian keberhasilan penyelenggaraan kecakapan hidup bidang busana di PKBM.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Masalah-masalah yang akan muncul dari fenomena warga belajar dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Warga belajar yang drop out (putus) sekolah akan berpotensial, apabila diberdayakan dengan cara diberikan pengetahuan, sikap dan keterampilan kecakapan hidup bidang busana.

2. Kesenjangan pengetahuan, sikap dan keterampilan warga belajar drop out (putus) sekolah menjadi masalah yang harus dijembatani dan dicari solusinya dengan cara meningkatkan program pembelajaran kecakapan hidup bidang busana.

3. Kegiatan yang memberikan penghasilan sangat dibutuhkan oleh warga belajar drop out (putus) sekolah supaya bisa hidup mandiri, akan tetapi hal ini tidak mudah karena terbentur pada berbagai kendala internal dan ekternal warga belajar.

Secara umum masyarakat khususnya yang drop out sekolah baik SD, SMP maupun SMA menghadapi problema yang dikotomis, satu sisi di


(17)

posisikan warga belajar sebagai masyarakat yang harus berkembang dan disisi lain masyarakat tersebut kemampuan pengetahuan, sikap dan keterampilan wirausaha masih terbatas dalam arti belum dapat meningkatkan kemandirian berwirausaha. Rendahnya kemandirian warga belajar dalam berwirausaha adalah muara dari kompleksitas faktor penyebab yang dihadapinya, baik bersifat internal maupun eksternal yang merupakan suatu jalinan saling terkait. Faktor yang bersifat internal yaitu rendahnya tingkat pendidikan dan pendapatan, terikat tradisi dan motivasi belajar rendah. Faktor yang bersifat ekternal adalah berbagai kendala yang dialami sebagai hambatan warga belajar. Dari hasil studi eksplorasi dapat dikemukakan bahwa kendala yang dihadapi warga belajar perlu diberdayakan melalui program life skills yang diwadahi melalui PKBM. Penyelenggaraan program pembelajaran di PKBM bertujuan memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan sikap kreatif dan disiplin kepada warga belajar tentang kewirausahaan untuk memasuki dunia kerja dalam mencapai kemandirian berwirausaha.

Dari uraian di atas, maka diperlukan suatu studi pengembangan model pembelajaran kecakapan hidup bidang busana bagi warga belajar, yaitu suatu program pembelajaran yang diarahkan untuk membantu warga belajar untuk meningkatkan kemampuan pengetahuan, sikap dan keterampilan kecakapan hidup bidang busana. Pembelajaran kecakapan hidup bidang busana tersebut dilakukan melalui proses kegiatan: (1) mengidentifikasi permasalahan dan kebutuhan, (2) merencanakan, (3) mengorganisir, (4) melaksanakan, dan (5) menilai kegiatan pembelajaran, serta upaya-upaya yang ditempuh bagi


(18)

pengembangan program berikutnya secara bersama-sama oleh warga belajar bersama sumber belajar.

Beberapa alasan perlunya dilakukan studi pengembangan model pembelajaran kecakapan hidup bidang busana adalah sebagai berikut: Pertama, terdapat kesenjangan antara pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dimiliki warga belajar dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang harus dimiliki dalam meningkatkan kemandirian berwirausaha. Kesenjangan tersebut menjadi sebuah masalah (problem) yang harus dijembatani dan dicari solusinya. Untuk itu, diperlukan program pembelajaran kecakapan hidup bidang busana yang dirumuskan berdasarkan kebutuhan belajar bagi warga belajar. Pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan yang berpusat pada pemecahan masalah, sehingga program pembelajaran memiliki subtansi pengetahuan, sikap dan keterampilan (content centred approach) bagi warga belajar. Kedua, program pembelajaran yang memperhatikan warga belajar diprediksi dapat menunjang terhadap kelancaran proses pembelajaran, hasil belajar dan dampak positif bagi kehidupan warga belajar dalam meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan pada kecakapan hidup bidang busana, bagi warga belajar akan mampu meningkatkan kemandirian berwirausaha.

Ketiga, Kegiatan pembelajaran merupakan fungsi kesesuaian antara program

dengan kondisi warga belajar, sehingga subtansinya harus didasarkan pada kebutuhan belajar. Warga belajar adalah orang dewasa, yang memiliki karakteristik internal, sehingga keberdayaannya harus diposisikan sebagai orang dewasa yang belajar, sedangkan sumber belajar berperan sebagai


(19)

fasilitator, sehingga pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan andragogi dan pendekatan partisipatif. Keempat. Model program pembelajaran sebagai satuan pendidikan luar sekolah, bagi warga belajar masih terbatas, terutama dalam menumbuhkan masyarakat gemar belajar (learning

society) khususnya bagi warga belajar di Kabupaten Bandung dalam

meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk mencapai kemandirian warga belajar dalam berwirausaha

2. Perumusan Masalah

Permasalahan umum dalam penelitian ini adalah bagaimana model

pembelajaran kecakapan hidup bidang busana dalam memberdayakan warga

belajar untuk mencapai kemandirian berwirausaha setelah tamat ?

Dari masalah umum tersebut, dirumuskan empat permasalahan khusus yaitu :

1. Bagaimana pembelajaran kecakapan hidup bidang busana yang telah dilaksanakan di PKBM saat ini ?

2. Bagaimana pengembangan model pembelajaran kecakapan hidup bidang busana di PKBM yang efektif dalam upaya meningkatkan kemampuan warga belajar untuk mencapai kemandirian berwirausaha ?

3. Bagaimana implementasi model pembelajaran kecakapan hidup bidang busana dalam memberdayakan warga belajar untuk mencapai kemandirian berwirausaha?.


(20)

4. Bagaimana model pembelajaran kecakapan hidup bidang busana yang dapat direkomendasikan dalam memberdayakan warga belajar untuk mencapai kemandirian berwirausaha ?

C. Definisi Operasional

Agar memiliki pemahaman yang sama terhadap penelitian yang dilakukan maka akan dianalisis secara singkat beberapa istilah yang berkenaan dengan judul penelitian ini.

1. Model

Model menurut Randolph Quirk (1978:699) bahwa “…a person or thing that can serve as a perfect example or patten, worthy be followed or copied”.

Dari pendapat tersebut diartikan bahwa model adalah orang atau benda yang dapat berfungsi sebagai contoh atau pola yang sempurna dan sangat berharga untuk diikuti atau ditiru.

Dalam penelitian ini, model dimaksud adalah contoh atau pola yang diikuti dan sangat berharga dalam kegiatan pembelajaran kecakapan hidup bidang busana yang dapat menjadi pedoman dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai kemandirian berwirausaha bagi warga belajar.

2. Pembelajaran

Pembelajaran diartikan sebagai upaya yang dilaksanakan secara sengaja dan sistematis untuk menciptakan kondisi-kondisi agar terjadi kegiatan belajar membelajarkan. Dalam kegiatan ini terjadi interaksi edukatif antara dua belah pihak yaitu antara peserta didik (warga belajar) yang melakukan


(21)

kegiatan belajar dengan pendidik (sumber belajar) yang melakukan kegiatan membelajarkan (Djudju Sudjana, 1993:5).

Pembelajaran yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada pendapat Djudju Sudjana tersebut di atas, sehingga yang dimaksud pembelajaran adalah suatu proses kegiatan pembelajaran ditandai oleh keikutsertaan peserta didik (warga belajar) dan pendidik (sumber belajar) berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan program kegiatan belajar membelajarkan yang berkenaan dengan kecakapan hidup bidang busana.

3. Kecakapan Hidup Bidang Busana

Kecakapan hidup menurut Fasli Jalal (2004:5) adalah” Interaksi berbagai pengetahuan dan kecakapan yang sangat penting dimiliki oleh seseorang sehingga mereka dapat hidup mandiri”. Kecakapan hidup yang dimaksud dalam penelitian ini adalah memberikan pelayanan pada kecakapan hidup kepada peserta didik atau warga belajar agar, memiliki keterampilan, pengetahuan dan sikap yang dibutuhkan dalam memasuki dunia kerja baik bekerja mandiri atau wirausaha untuk bekerja pada suatu perusahaaan produksi atau jasa dengan penghasilan yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Bidang busana yang dimaksud adalah memberikan kecakapan hidup mendasar dalam pengembangan kepribadian, tanggung jawab, keuletan dalam bidang busana terutama dalam pembuatan busana melalui kursus


(22)

menjahit. Kursus menjahit menurut Direktorat Pendidikan Masyarakat (1982:1) bahwa :

Kursus menjahit adalah pendidikan non formal yang diselenggarakan oleh masyarakat dan dilaksanakan di tengah-tengah masyarakat dengan daya dan dana sendiri. Kursus menjahit dilaksanakan dalam rangka mempersiapkan tenaga-tenaga yang berpengetahuan dan terampil dalam bidang busana dengan sikap mental yang bertanggung jawab di tengah - tengah masyarakat.

Kecakapan hidup bidang busana dalam penelitian ini adalah kecakapan hidup bidang busana diperuntukkan bagi warga belajar putus sekolah dalam rangka mempersiapkan tenaga-tenaga yang berpengetahuan dan terampil dalam bidang busana untuk memasuki dunia kerja baik untuk bekerja mandiri maupun bekerja pada suatu perusahaan busana sehingga dapat meningkatkan penghidupannya.

4. Pemberdayaan

Pemberdayaan menurut Aileen Mitchell Stewart (1994:47), adalah “ sebagai upaya yang dilakukan untuk membuat mampu yakni memastikan bahwa individu mempunyai segala sumber daya yang mereka perlukan untuk diberdayakan”.

Pemberdayaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu proses peningkatan kemampuan warga belajar melalui keikutsertaan dalam program life skills bidang busana dengan ditandai oleh kesadaran, keterlibatan, dan partisipasi agar warga belajar memperoleh keahlian dalam bidang busana.


(23)

5. Kemandirian

Bathia (1977:5) berpendapat, kemandirian adalah “Merupakan perilaku yang aktifitasnya diarahkan kepada diri sendiri, tanpa meminta bantuan orang lain”. Kemandirian yang di maksud dalam penelitian ini adalah perilaku yang diarahkan pada aktivitas sendiri dengan ciri-ciri memiliki etos kerja yang tinggi, disiplin, memiliki keterampilan tertentu yaitu keterampilan bidang busana paling mendasar untuk mempersiapkan tenaga-tenaga yang berpengetahuan dan terampil dalam bidang busana, sehingga dapat membuat busana minimal untuk kebutuhan sendiri dan keluarganya dan lebih lanjut dapat dijadikan mata pencaharian dan memiliki penghasilan yang lebih baik dari sebelumnya, serta memiliki pengetahuan dan keterampilan kewirausahaan.

6. Berwirausaha

Berwirausaha menurut Djatmiko Danuhadimejo (1998:49), adalah “kreativitas dan sikap manusia yang mampu mengkoordinir sumber alam, tenaga, manusia dan peralatannya menjadi benda-benda dan jasa-jasa

ekonomi”. Berwirausaha yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada

pendapat Djatmiko, sehingga pengertian berwirausaha adalah wirausahawan yang kreatif dan melakukan usaha untuk mendapatkan penghasilan.

D. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menemukan model pembelajaran kecakapan hidup bidang buisana dalam memberdayakan warga belajar untuk mencapai kemandirian berwirausaha. Di dalam tujuan


(24)

umum tersebut, terliput tujuan khusus penelitian. Tujuan khusus penelitian ini ialah untuk mendapatkan gambaran mengenai:

1. Pembelajaran kecakapan hidup bidang busana di PKBM yang sedang Dijalani dalam memberdayakan warga belajar untuk mencapai kemandirian

berwirausaha.

2.. Model pembelajaran kecakapan hidup bidang busana di PKBM yang efektif dalam upaya meningkatkan kemampuan warga belajar untuk mencapai

kemandirian berwirausaha.

3. Implementasi model pembelajaran kecakapan hidup bidang busana di PKBM sebagai upaya dalam memberdayakan warga belajar untuk mencapai kemandirian berwirausaha.

4. Model pembelajaran kecakapan hidup yang dapat direkomendasikan di dalam pembelajaran bidang busana di PKBM sebagai upaya dalam memberdayakan warga belajar untuk mencapai kemandirian berwirausaha. E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :

1. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengembangan keilmuan dalam pendidikan luar sekolah, melalui penyusunan proposisi sekitar pembelajaran kecakapan hidup bagi warga belajar untuk mencapai kemandirian.


(25)

2. Secara Praktis hasil penelitian ini diharapkan sebagai masukan bagi pihak yang diberikan rekomendasi dalam upaya merespon kebutuhan belajar bagi warga belajar untuk mencapai kemandirian, dengan adanya model yang relatif telah teruji yang disertai pemaparan keunggulan dan kelemahan model.

F. Kerangka Pemikiran

Model pemberdayaan warga belajar, khususnya pada kegiatan pembelajaran kecakapan hidup bidang busana dalam studi ini didasari oleh asumsi, bahwa pada saat ini menunjukan kondisi masyarakat dihadapkan dengan sejumlah permasalahan yang sangat rumit. Rendahnya kualitas sumber daya manusia, tingkat kemiskinan yang tinggi diakibatkan tingginya drop out. Kondisi tersebut pada gilirannya berdampak terhadap pada aspek-aspek kehidupan masyarakat lainnya, sehingga perlu segera ditanggulangi dan diberdayakan agar warga masyarakat mandiri.

Untuk menjawab tantangan tersebut, perlu menetapkan berbagai kebijakan dan upaya dalam memberdayakan masyarakat antara lain dengan mengusahakan perluasan akses terhadap pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi pendidikan serta mengembangkan manajemen pendidikan yang berbasis sekolah (school based managemen) dan masyarakat (community based

manajemen). Sebagai sasaran pemberdayaan bagi warga belajar adalah

meningkatkan kemampuan pengetahuan, sikap dan keterampilan, melalui intervensi kondusif dalam upaya membantu warga belajar dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang dihadapi melalui proses


(26)

pembelajaran yang sejalan dengan kebutuhan dan cara- cara yang dapat diterima dan dilakukan oleh warga belajar.

Penelitian ini dilakukan sebagai upaya pengembangan model pembelajaran kecakapan hidup bidang busana di PKBM bagi warga belajar mencapai kemandirian yang bersifat inovatif yang memiliki dampak positif terhadap peningkatan kemampuan pengetahuan, perubahan sikap dan kemampuan keterampilan warga belajar dalam mengembangkan kemandirian berwirausaha dalam bidang busana.

Model pembelajaran kecakapan hidup bidang busana di PKBM merupakan layanan proses pembelajaran dalam meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan bagi warga belajar, yang dilakukan oleh sumber belajar atau tutor untuk membantu warga belajar dalam memecahkan masalah yang menjadi kendala dalam meningkatkan penghasilan keluarganya. Untuk itu penting, bagi sumber belajar atau tutor untuk memiliki kemampuan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dibutuhkan dan membina hubungan baik dengan warga belajar sejak dari awal kegiatan belajar terutama dalam menentukan kebutuhan belajar. Melalui iklim yang demikian dapat dilakukan diagnosis yang memungkinkan sumber belajar mengenal tiga tahap kegiatan, yaitu : mengembangkan model keadaan akhir dari kegiatan pembelajaran kecakapan hidup bidang busana yang diinginkan, mengukur tingkat kemampuan pengetahuan dan keterampilan warga belajar pada awal pertemuan. Sumber belajar dan warga belajar bersama-sama mengidentifikasi kebutuhan belajar dan merumuskan tujuan belajar. Selanjutnya setelah kegitan tersebut


(27)

dilakukan, maka sumber belajar dipandang perlu untuk mengikutsertakan para warga belajar dalam merancang pola pengalaman belajar yang diinginkan, mencakup keseimbangan, urutan dan integrasi diantara berbagai kegiatan.

Pusat Kegiatan Masyarakat (PKBM) merupakan sentra pembelajaran masyarakat yang ada di sekitar kehidupan masyarakat. Pelembagaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat menempatkan PKBM sebagai basis penyelenggaraan program pendidikan masyarakat di tingkat operasional (desa/kelurahan). Pelembagaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat merupakan salah satu upaya untuk membangkitkan dan menunjukkan kemampuan masyarakat di dalam merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan program PLS sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat.

Dari pemikiran di atas, model pembelajaran kecakapan hidup bidang busana kaitannya dengan kemandirian berwirausaha warga belajar diimplementasikan setelah melalui tahapan pengembangan dengan mengadakan kajian terhadap konsep dari teori (Theoretical Model), kajian terhadap kondisi lapangan (Empirical Model) serta validasi dari pakar dan praktisi yang kompeten dalam pendidikan luar sekolah. Kerangka pemikiran dalam kaitannya dengan upaya mencapai kemandirian berwirausaha bagi warga belajar di PKBM yang diadopsi dari Paradigma Engking Suwarma. Hasan (2001:34) divisualisasikan seperti gambar pada halaman berikut.


(28)

Gambar 1.1

Paradigma Kemandirian Berwirausaha

Adaptasi dari Engking Soewarman Hasan (2001 : 34)

AKTIVITAS WARGA BELAJAR

INTERAKSI INTERNAL LINGKUNGAN

PKBM

SISDIK

PKBM BERWIRAUSAHA KEMANDIRIAN

BUSANA KONDISI

DAERAH ASAL WARGA BELAJAR

WARGA BELAJAR

PROSES PEMBELAJARAN

LIFE SKILLS BUSANA

PERUBAHAN PENGETAHUAN

SIKAP KETERAMPILAN

BUSANA

MODEL PEMBELAJARAN

LIFE SKILLS

BUSANA FAKTOR

SOSIAL

EKONOMI SOSIAL BUDAYA FAKTOR


(29)

(30)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini dirancang dengan pendekatan “Penelitian dan pengembangan” (Research and Development) (Borg & Gall, 1979:624). Model

analisisnya menggunakan analisis kualitatif dan uji empirik. Uji empirik dengan penelitian eksperimental dilakukan dengan rancangan penelitian eksperimental semu menggunakan desain Nonrandomized Control- Groups Pre-test -

Post-test Design (Stephen Issac & William B. Michael, 1977:69).

Borg and Gall (1979) menjelaskan bahwa penelitian dan pengembangan

adalah : “a process used to develop and validate educational products”.

Pengertian tersebut mengandung makna bahwa penelitian dan pengembangan dalam bidang pendidikan pada prinsipnya merupakan proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan. Dalam konteks penelitian ini, pruduk pendidikan yang akan dikembangkan dan divalidasi adalah model pembelajaran kecakapan hidup bidang busana di PKBM. Lebih lanjut Borg dan Gall (1979) mengemukakan yang dimaksud dengan produk pendidikan tidak hanya objek-objek material, berupa buku teks, film untuk pengajaran dan sebagainya, tetapi juga termasuk bangunan, prosedur dan proses, seperti metode mengajar, pengorganisasian pengajaran yang meliputi tujuan belajar, metode, kurikulum, evaluasi, baik perangkat keras, lunak maupun cara atau prosedurnya.


(31)

Tujuan akhir dalam penelitian ini adalah untuk menemukan atau membuat model baru pembelajaran kecakapan hidup bidang busana dalam memberdayakan warga belajar untuk mencapai kemandirian berwirausaha. Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan dalam proses penelitian pengembangan tersebut adalah sebagai berikut: (1) Meneliti dan mengumpulkan informasi melalui studi literatur, melakukan observasi serta menyiapkan laporan tentang kebutuhan pengembangan. (2) Merencanakan prototif komponen yang akan dikembangkan termasuk mendefinisikan kemandirian yang akan dikembangkan termasuk merumuskan tujuan, menentukan urutan kegiatan serta membuat skala pengukuran khusus. (3) Mengembangkan prototif awal, meliputi membuat rancangan model pembelajaran kecakapan hidup bidang busana bagi warga belajar. (4) Melakukan uji coba terbatas terhadap model awal. Pada langkah ini dilakukan analisis data berdasarkan pada hasil pengamatan dan wawancara sebagai bahan penyempurnaan model awal. (5) Merevisi model awal, yang dilakukan berdasarkan hasil uji coba serta analisis yang dilakukan pada studi pendahuluan dan uji coba model awal. (6) Melakukan uji coba lapangan. (7) Melakukan revisi hasil, yang didasarkan pada hasil uji coba lapangan dan analisis data pada tahap keenam. (8) Melakukan uji lapangan secara operasional. (9) Melakukan revisi akhir terhadap model, dilakukan berdasarkan implementasi model (10) Melakukan desimiminasi dan penyebaran model ke berbagai pihak, baik melalui publisitas maupun dengan cara-cara difusi lainnya. Ini dilakukan sebagai kontrol terhadap hasil akhir.


(32)

B. Prosedur Penelitian

Studi ini secara konseptual berbingkai penelitian dan pengembangan, namun demikian secara operasional dilakukan modifikasi dan improvisasi, terutama dalam langkah-langkahnya. Langkah-langhah penelitian pengembangan sebagaimana diungkapkan Borg dan Gall (1979) adalah sebagai berikut: (a) penelitian pengumpulan informasi, (b) perencanaan, (c) membuat rancangan model awal, (d) uji coba pendahuluan, (e) revisi terhadap rancangan awal, (f) uji coba produk utama, (g) revisi terhadap produk utama, (h) uji coba operasional, (i) revisi produk operasional, (j) desiminasi dan retribusi.

Prosedur penelitian merujuk pada langkah-langkah di atas, maka secara operasional prosedur penelitian pengembangan ini dilakukan dalam tujuh langkah:

1) Empirik(lapangan), yaitu penemuan kegiatan di lapangan secara empirik,

tentang sistem pembelajaran pada warga belajar mulai perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi.

2) Kepustakaan, yaitu kajian teori umum, konsep-konsep pokok serta konsep

dan teori pendukung, berkenaan dengan konsep pembelajaran, kecakapan hidup, pemberdayaan dan wirausaha.

3) Penyususnan model konseptual, melalui kegiatan analisis kerangka teori

dan data empirik, menjabarkan teori dalam model konseptual, menetapkan instrument test efektivitas model dan menetapkan kerangka model.

4) Verifikasi model, yakni kegiatan validasi teori dan model kepada


(33)

5) Uji coba model (Implementasi). yakni mengorganisir sampel penelitian,

sosialisasi model, menentukan ukuran-ukuran kondisi awal sampel, mengukur kondisi awal perlakuan, perlakuan (penerapan) model, serta mengukur kondisi pasca perlakuan.

6) Analisis dan revisi model, yaitu memberikan pertimbangan nilai dan

manfaat model dalam hal perencanaan tindak lanjut, serta revisi model. 7) Model akhir sebagai hasil implementasi, yakni model yang

direkomendasikan sebagai model pembelajaran inovatif di dalam pemberdayaan bagi warga belajar.

Dari tahapan dan langkah operasianal penelitian pengembangan sebagaimana diuraikan di atas, maka kerangka pendekatan penelitian dalam rangka penyusunan model yang akan dilakukan, penulis gambarkan sebagai berikut:


(34)

Gambar 3.1 Alur Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Model

EMPIRIK (LAPANGAN)

KEPUSTAKAAN

UJI COBA TAHAP I

UJI COBA

TAHAP II REVISI

MODEL

MODEL AKHIR PEMBELAJARAN KECAKAPAN HIDUP BIDANG BUSANA DALAM PMEMBERDAYAKAN WARGA

BELAJAR UNTUK MENCAPAI KEMANDIRIAN BERWIRAUSAHA STUDI

PENDAHULUAN

PENYUSUNAN MODEL KONSEPTUAL AHLI DAN

PRAKTISI VALIDASI MODEL


(35)

C. Lokasi, Populasi dan Sampel penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di kabupaten Bandung. Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan Sub Dinas Pendidikan Luar Sekolah Propinsi Jawa Barat tahun 2006, jumlah PKBM yang aktif di Kabupaten Bandung adalah sebanyak 63 PKBM.

Pengambilan sampel untuk penelitian korelasional menggunakan

purposif sampling, yaitu PKBM yang menyelenggarakan program life skills

bidang busana. Setelah diketahui sampel PKBM, selanjutnya setiap PKBM ditetapkan masing-masing satu orang instruktur dan satu orang ketua PKBM sebagai pengelola.

Penarikan sample dalam penelitian eksperimental menggunakan teknik

purposif sampling dengan menentukan dua PKBM yang hampir sama

karakteristiknya, terutama keadaan warga belajarnya. Kedua PKBM yang dipilih didasarkan atas beberapa pertimbangan. Pertama, pemilihan kelompok kontrol ditetapkan setelah kelompok eksperimen telah terpilih. Kedua, PKBM yang dijadikan kelompok eksperimen dipilih dengan mempertimbangkan kekompleksan, dalam arti komponen-komponen yang terlibat dalam PKBM terutama sarana/prasarana telah memenuhi standar ideal. Ketiga, PKBM yang dijadikan kelompok kontrol dipilih dengan mempertimbangkan: (1) Waktu perekrutan warga belajar dan pelaksanaan pembelajaran hampir bersamaan dengan kelompok eksperimen. (2) Jumlah warga belajar dan karakteristiknya relatif sama dengan kelompok eksperimen. (3) Komponen-komponen sistem


(36)

pembelajaran pada PKBM kelompok kontrol mendekati kesamaan dengan kelompok eksperimen.

Berdasarkan teknik tersebut, diperoleh sampel sebanyak 27 PKBM, 27 instruktur, 27 ketua dan 420 warga belajar.Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.1 Sampel Penelitian

Sumber : Direktorat PKBM Propinsi Jawa Barat (2006)

No Nama PKBM Kecamatan Jumlah Ketua Jumlah Instuktur Jumlah Warga Belajar

1 Kencana

Makar Sari

Padalarang 1

1

1 1

15 17

2 Lam Alif Cikalong Wetan 1 1 14

3 Mutiara

Koneng Sari

Ngamprah 1

1

1 1

10 15

4 Taruna Bakti

Al-Kausar Citatah Endah

Cipatat 1

1 1 1 1 1 16 15 14

5 Bina Karya

Salafiah

Cipendeuy 1

1

1 1

10 13

6 Jaya Giri

Geger Sunten Sampurna

Lembang 1

1 1 1 1 1 20 20 20

7 Suka Baru Parongpong 1 1 18

8 Bina Swakarsa

Al-Hikmah

Batujajar 1

1

1 1

10 14

9 Mandiri Cihampelas 1 1 15

10 Bina Insan Mandiri Baeturohman

Cisarua 1

1

1 1

20 17

11 Jayanti

Al-Amin

Rongga 1

1

1 1

15 20

12 Kihajar dewantara Sindangkerta 1 1 15

13 Mandiri Cipongkor 1 1 10

14 Al-Amanah Cililin 1 1 17

15 Al-Hidayah Gunung Halu 1 1 17

16 Nurul Falah Ciwidey 1 1 17


(37)

Dari pernyataan di atas, maka terpilih PKBM Geger Sunten sebagai kelompok eksperimen, dan PKBM Jaya Giri sebagai kelompok control.

D. Teknik Penyusunan Instrumen dan Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap, untuk itu penggunaan instrument dan teknik pengumpulan data digunakan disesuaikan dengan setiap tahapnya. Dalam studi ini dilakukan teknik pengumpulan data melalui tiga tahap penelitian yaitu:

1. Penelitian Tahap Pertama

Penelitian yang dilakukan pada tahap pertama ini adalah mencari informasi tentang objek penelitian sebagai proses pengumpulan data yang lebih terarah dan spesifik, Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data berdasarkan catatan lapangan (fild notes) yang disusun oleh peneliti. Catatan lapangan tersebut disusun melalui (1) observasi, (2) wawancara, dan (3) studi dekumentasi.

a. Observasi

Observasi atau pengamatan dilakukan untuk mengetahui dari dekat kegiatan dan peristiwa tertentu yang dilakukan oleh kasus sehingga dapat memberikan informasi yang berguna sesuai fokus penelitian.

Observasi dilakukan secara langsung pada objek penelitian yang diteliti yaitu tentang proses pembelajaran pada pelaksanaan model pembelajaran kecakapan hidup bidang busana. Observasi dalam penelitian ini adalah upaya aktif peneliti mengumpulkan data dengan berbuat sesuatu, memilih apa yang diamati, dan terlibat secara aktif di dalamnya.


(38)

Observasi yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini yaitu terkait dengan aspek-aspek sebagai berikut: a) Kegiatan pembelajaran, b) Sarana dan prasarana pembelajaran, c) Biaya penyelenggaraan, d) Kurikulum pembelajaran.

b. Wawancara

Wawancara adalah alat pengumpulan informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk di jawab secara lisan pula. Ciri utama wawancara adalah kontak langsung dan tatap muka antara pencari informasi (interviewer) dan sumber informasi (informan). (Sugiyono, 2006: 154). .Wawancara ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik subjek penelitian. Setelah diketahui, maka selanjutnya peneliti menggunakan pedoman wawancara untuk memandu agar pembicaraan tidak terlalu menyimpang dari masalah yang sedang dibahas sehingga data atau informasi yang diperlukan mudah untuk digali karena pembicaraan sudah sesuai dengan fokus masalah dalam penelitian.

Wawancara yang dillakukan dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan data atau informan yang dirasakan, dialami, dan dilakukan oleh pengelola, tutor dan warga belajar. Wawancara yang dilakukan dengan pengelola ditujukan untuk mengetahui tentang gambaran umum penyelenggaraan pembelajaran kecakapan hidup bidang busana. Wawancara yang dilakukan dengan tutor diarahkan untuk mengetahui sistem pengajaran yang diterapkan dalam pembelajaran kecakapan hidup bidang busana.


(39)

Wawancara dengan warga belajar diarahkan untuk mengetahui relevansi, efektifitas dan efesien pembelajaran yang dilakukan.

c. Studi Dekumentasi

Kegiatan studi dekumentasi yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan tujuan untuk mengumpulkan data informasi tertulis yang berkenaan dengan kegiatan administrasi di PKBM. Walaupun data-data dalam penelitian naturalistik kebanyakan diperoleh dari sumber manusia melalui wawancara dan observasi, akan tetapi perlu juga informasi yang bersumber bukan manusia yaitu dokumentasi. Dalam penelitian ini dokumen dapat dijadikan bahan triangulasi untuk mengecek kesesuaian data. Data administrasi berupa program kegiatan di PKBM dan jumlah seluruh warga belajar yang mengikuti kegiatan kecakapan hidup bidang busana, jumlah pengelola dan jumlah instruktur.

2. Penelitian Tahap Kedua

Penelitian tahap kedua adalah pengembangan model pembelajaran kecakapan hidup bidang busana. Kegiatan ini dilakukan melalui kegiatan : (1) penyusunan model hipotetik/konseptual, dan (2) pengujian model hipotetik/konseptual oleh pembimbing, para ahli dan rekan sejawat.

Instrumen yang digunakan untuk mengukur tingkat kelayakan model hipotetik/konseptual adalah panduan diskusi atau Focus Group Discussion (FGD). Kaitannya dengan pengembangan model, teknik FGD digunakan untuk tujuan menghimpun data sebanyak-banyaknya dari informan yang bersifat kelompok, sehingga akan diperoleh informasi kelompok, sikap kelompok,


(40)

pendapat kelompok dan keputusan kelompok tentang model yang dikembangkan. Dengan demikian maka ketepatan tentang kelayakan model yang dikembangkan bukan lagi ketepatan kelayakan menurut perorangan (subjektif) namun menjadi ketetapan kelayakan model menurut inter subjektif. 3. Penelitian Tahap Ketiga

Penelitian pada tahap ketiga adalah berkenaan dengan perlakuan model program pembelajaran kecakapan hidup bidang busana terhadap warga belajar. Dalam studi ini model tersebut merupakan instrument bagi warga belajar yang dievaluasi melalui: (1) observasi, (2) wawancara, (3) angket, dan (4) tes. Berikut akan diuraikan penggunaan ketiga teknik tersebut.

a. Observasi

Kegiatan observasi atau pengamatan pada tahap ketiga ini digunakan untuk mendapatkan data tentang situasi kegiatan pembelajaran kecakapan hidup bidang busana pada saat dan setelah adanya perlakuan model pembelajaran kecakapan hidup bidang busana. Situasi yang diobservasi adalah berkenaan dengan model pembelajaran kecakapan hidup bidang busana dan perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan warga belajar.

Dalam kegiatan observasi ini, peneliti berperan sebagai participant

observer maupun non participant observer. Peneliti memainkan perannya

sebagai participant observer ketika dilakukan implementasi model, karena perlu mengetahui dan memahami perubahan, nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku diantara mereka, sehingga model dapat diterapkan sesuai dengan kondisi mereka. Peran ini dilakukan secara hati-hati agar kehadiran peneliti


(41)

tidak mengganggu komunitas subjek sehingga mereka tidak akan memanipulasi perilaku. Teknik yang digunakan adalah daftar isian yang dioprasionalkan dengan cara berkunjung langsung ke lokasi penelitian dan bertanya kepada warga belajar.

Kegiatan atau pengamatan juga untuk menilai aspek keterampilan saat dilakukan uji coba model. Untuk itu disusun lembar penilaian dan pembuatan butir-butir penilaian keterampilan yang disarankan Subino (1987:74) sebagai berikut: (a) disusun berupa pertanyaan-pertanyaan tentang aspek-aspek perilaku yang hendak diamati dan diukur, (b) disusun secara logis dan sistematis, (c) setiap aspek disediakan kemungkinan skor dari minimum sampai maksimum. b. Wawancara

Kegiatan wawancara terstruktur yang digunakan untuk melengkapi data tentang warga belajar sebagai peserta belajar dalam mengembangkan kemampunannya. Instrumen ini berupa pertanyaan yang berkenaan dengan kegiatan pengelolaan (perencanan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi) penerapan model pembelajaran kecakapan hidup bidang busana.

c. Angket

Angket merupakan alat untuk mengungkapkan informasi atau data tentang pengelolaan kegiatan pembelajaran kecakapan hidup bidang busana. Aspek-aspek yang diungkapkan berkenaan dengan tanggapan peserta belajar terhadap: (1) kegiatan perencanaan, (2) kegiatan pengorganisasian, (3) kegiatan pelaksanaan dan (4) kegiatan evaluasi. Angket yang dibuat dalam bentuk pilihan ganda yang disebarkan kepada warga belajar sebagai peserta belajar.


(42)

d. Tes

Instrumen tes yang disusun untuk mengetahui tingkat pemahaman dan aplikasi subjek terhadap bahan belajar yang akan dan telah disampaikan. Tes diberikan sebelum (pre test) dan setelah proses pembelajaran berlangsung (post

test). Menurut Suharsimi Arikunto (1996:123) “tes adalah serentetan

pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dimiliki individu anggota

kelompok”.Tes yang digunakan dalam studi ini adalah bukan tes standar (standardized test), tetapi tes buatan yang disusun oleh peneliti, dan telah diuji validitas serta reliabilitasnya.

E. Teknik Pengembangan Instrumen 1. Validasi dan Reliabilitas Istrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk mengukur aspek pengetahuan dan aspek sikap, untuk pembelajaran life skills bidang busana. Sedangkan aspek keterampilan pembuatan buasana analisis instrument dilakukan secara kualitatif (qualitatif control) dan kuantitatif (quantitative

control).

Analisis kualitatif sering juga disebut validitas logis (logical validity) yaitu berupa penelaahan yang dimaksudkan untuk menganalisa instrument ditinjau dari segi formal penulisan (konstruksi), isi (materi), dan editor (bahasa). Sedangkan analisis kuantitatif yang menekankan pada analisis karakteristik internal tes melalui data yang diperoleh secara empirik.


(43)

Karakteristik internal secara kuantitatif dimaksudkan meliputi parameter validitas, tingkat kesukaran daya pembeda.

Dari instrument dan teknik pengumpulan data yang digunakan, maka terhadap instrument tes dilakukan uji validasi dan reliabilitas. Untuk mendapatkan validitas dan reliabilitas instrument ini, dilakukan uji coba instrument terhadap 10 warga belajar di PKBM Sampurna Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat, yang memiliki karakteristik yang sama dengan warga belajar yang menjadi sampel penelitian.

Validitas adalah suatu konsep yang berkaitan dengan sejauhmana tes telah mengukur apa yang seharusnya diukur, sedangkan reliabilitas bertujuan untuk menunjukkan sejauhmana tes yang diberikan ajeg dari waktu ke waktu, sehingga memberikan skor yang sama. Selain itu diketahui sejauhmana pertanyaan dapat dipahami sehingga tidak menyebabkan beda interpretasi dalam pemahaman pertanyaan tersebut.

Untuk menguji validitas alat ukur aspek pengetahuan digunakan rumusan Point Biserial. Point biserial dipilih dengan alasan variable butir soal pada aspek pengetahuan bersifat dikotomi yakni bentuk soal pilihan ganda dimana soal yang benar diberi angka satu (1) dan yang salah diberi angka nol (0). Korelasi besirial ditentukan dengan menggunakan persamaan:

q p S

M M


(44)

Dasar pengambilan keputusan untuk korelasi point biserial yaitu jika koefisien validasi > 0,30 maka item pertanyaan tersebut valid. Sedangkan jika koefisien validitas > 0,30 maka item pertanyaan tersebut tidak valid (Sumarna Surapratnata, 2005:12).

Untuk menguji validitas alat ukur yang berupa angket sikap terhadap kegiatan pembelajaran digunakan koefisien korelasi item-total yang terkoreksi karena skala pengukuran ordinal. Langkah pertama dicari harga korelasi antara bagian-bagian dari alat ukur dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor butir dengan menggunakan rumus korelasi Product Moment sebagai berikut:

)

)

(

(

)

)

(

(

2 2 i2 i 2

i i ix

Y

Y

n

X

X

n

X

Y

X

Y

n

r

(Sudjana,1992:369)

Uji reabilitas untuk mengukur aspek pengetahuan dengan menggunakan Koefisien Reabilitas Kuder Richardson 20 ( KR 20). Alasan penggunaan rumusan tersebut adalah bahwa KR 20 merupakan bentuk pengujian reabilitas yang khusus dipergunakan pada butir – butir yang dikotomi seperti soal pilihan ganda. Persamaan Kuder Richardson 20 adalah sebagai berikut:

)

(

1

11 t t

V

pq

V

k

k

r

(Sumarna Surapranata, 2005:114)

Untuk menguji reliabilitas dalam aspek sikap, penulis menggunakan Koefisien Alpha (α) atau dikenal dengan reliabilitas Alpha Cronbach. Rumus persamaan koefisiensi alpha adalah :


(45)

][

1

)

1

[

2

2

x i

S

S

k

k

(Sumarna Surapranata, 2005:114)

Dasar pengambilan keputusan untuk dikatakan reliable dan berhasil mengukur variable yang diukur jika koefisien reliabilitasnya lebih dari atau sama dengan 0,700. (Sumarna Surapratnata, 2005:8).

2. Analisis Butir Soal

Analisis butir soal dilakukan untuk mengetahui berfungsi tidaknya sebuah alat tes. Menurut Sumarna Supranata (2005:1-3) analisis pada umumnya dilakukan melalui dua cara, yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif berupa penelaahan soal ditinjau dari segi materi (isi), konstruksi (teknis), dan bahasa (editorrial). Sedangkan analisis kuantitatif dimaksudkan penelaahan yang meliputi parameter soal tingkat kesukaran, daya pembeda dan reliabilitasnya.

Pada penelitian ini digunakan soal bentuk tes yang dianalisis melalui analisis kualitatif melalui penelaahan para ahli dan analisis kuantitatif melalui pengukuran tingkat atau indeks kesukaran dan daya pembeda.

a. Indeks Kesukaran

Kesukaran soal merupakan nilai rata-rata dari kelompok peserta tes, yang digunakan dengan tujuan untuk mengukur kesukaran soal dengan kemampuan peserta tes. Tingkat kesukaran dicari dengan rumus:


(46)

n x s

x p

m

 (Sumarna Surapranata, 2005:12)

p : Tingkat kesukaran atau proporsi menjawab benar

x : Banyak peserta yang menjawab benar Sm : Skor maksimum

n : Jumlah peserta tes

Kategori tingkat kesukaran ditentukan pada tabel berikut:

Tabel 3.2

Nilai dan kategori TIngkat Kesukaran Nilai P Kategori

p < 0,3 Sukar

0,3 < p <0,7 Sedang

p > 0,7 Mudah

b. Daya Pembeda (DP)

Salah Satu analisis kuantitatif soal adalah menentukan dapat tidaknya suatu soal membedakan kelompok dalam aspek yang diukur. Indeks daya pembeda (item discrimination) digunakan dengan tujuan untuk membedakan antara peserta tes yang berkemampuan tinggi dengan peserta tes yang berkemampuan rendah. Daya pembeda soal dicari dengan menggunakan rumus:

B A n

B n

A

D  (Sumarna Surapranata, 2005:31) D : Indeks daya pembeda


(47)

B : Jumlah peserta tes yang menjawab benar pada kelompok bawah nA : Jumlah peserta tes kelompok atas

nB : Jumlah peserta tes kelompok bawah

Klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda yang digunakan adalah (Erman Suherman, 1990 : 202) :

DP < 0,00 sangat jelek 0,00 < DP < 0,20 jelek 0,20 < DP <_ 0.40

cukup

0,40 < DP < 0,70 baik 0,70 < DP 5 1,00 sangat baik

Klasifikasi interpretasi untuk tingkat kesukaran dan daya pembeda yang digunakan diukur sebagaimana tabel berikut:

Tabel 3.3

Ukuran Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda

Kriteria Koefisien Keputusan

Tingkat Kesukaran

0.30 s.d 0.70 Diterima

0.10 s.d 0.29 atau 0.70 s.d 0.90 Revisi <0.10 dan>0.90 Ditolak

Daya Pembeda >0.30 Diterima

0.10 s.d 0.29 Revisi

<0.10 Ditolak

Dari Hasil uji validitas dan reliabilitas terhadap seluruh item instrumen, menunjukan tidak terdapat butir soal (item) yang ditolak. Untuk aspek pengetahuan busana tidak terdapat item yang ditolak. Dengan demikian 9 item pertanyaan pengetahuan busana yang digunakan. semuanya valid. Demikian pula untuk aspek


(48)

pengetahuan cara mengoperasikan mesin jahit 5 item dan menjahit busana 6 item semuanya valid, sehingga semua butir pertanyaan yang digunakan diterima.

Aspek sikap, semua butir pertanyaan baik untuk tujuan , materi, metoda, media dan evaluasi semuanya valid sehingga tidak ada butir soal yang ditolak.

Tebaran data pengolahan validitas dan reliabilitas item untuk instrument dipaparkan pada tabel berikut:

Tabel 3.4

Validitas dan Reliabilitas Asepk Pengetahuan dan Sikap

Aspek Sub Aspek Jml item awal

Jml item Valid

Jml Item didrop R

Pengetahuan Pengetahuan Busana 9 9 0 0.896

Cara mengoperasikan mesin Jahit

5 5 0 0.740

Menjahit Busana 6 6 0 0.841

Jumlah 20 20 0

Sikap

Tujuan 2 2 0 0.766

Materi 13 13 0 0.886

Metode 7 7 0 0.817

Media 3 3 0 0.731

Evaluasi 5 5 0 0.753

Jumiah 30 30 0

Hasil analisis butir soal (anabut) yang dilakukan terhadap alat tes pengetahuan life skills bidang busana diterangkan sebagai berikut: pertama tingkat kesukaran soal alat tes rata-rata berada pada rentang 0,30 < p < 0,70. Dengan demikian setiap butir soal diterima Kedua koefisien daya pembeda (DP) rata-rata nilainya berada antara 0,30 – 0,80 atau D > 0,30 dimana untuk tes aspek pengetahuan semuanya tidak ada yang kurang dari 0.30. ada 11 item pertanyaan dengan daya pembeda cukup, ada 7


(49)

item pertanyaan dengan daya pembeda baik dan 2 butir pertanyaan dengan daya pembeda sangat baik. Dengan demikian setiap butir soal alat tes tersebut diterima.

F. Analisis Data

Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini mencakup analisis kualitatif, analisis kuantitatif dan analisis deskriptif. Kombinasi metode analisis data diharapkan dapat memperoleh temuan yang lebih komprehenshif dari penelitian pengembangan model ini.

a. Analisis kualitatif

Analisis ini akan digunakan untuk menganalisis data dari hasil pengamatan (observasi) dan wawancara, baik yang dikumpulkan pada saat studi pendahuluan, selama berlangsung uji coba dan validasi empiris model, maupun sesudah validasi. Langkah-langkah yang ditempuh untuk menganalisa data kualitatif pada tahap penelitian pendahuluan ini adalah: 1) mengkatagorikan dan mengkodefikasi data, 2) mereduksi data, (a) merangkum laporan lapangan, (b) mencatat semua data, (c) melakukan klasifikasi, 3) mendeskripsikan dan mengklasifikasi data dalam bentuk tabel dan grafik, 4) mendeskripsikan, memverifikasi dan menyimpulkan.

Untuk menjaga validitas, reliabilitas dan objektifitas temuan data kualitatif dilakukan melalui pengujian validitas internal (credibility), validitas eksternal (transferability), reliabilitas (dependability) dan objektifitas (confirmability). Validitas internal dilakukan dalam bentuk kredibilitas (tarap kepercayaan). Validitas eksternal dinyatakan dalam transferabilitas, dilakukan


(50)

dengan maksud melihat sejuhmana hasil penelitian dapat ditransfer kepada subjek lain atau diaplikasikan dalam situasi lain. Reliabilitas penelitian ini dinyatakan dalam bentuk dependibilitas, berkaitan dengan sejauhmana kualitas proses dalam mengkonseptualisasikan penelitian, pengumpulan data, interpretasi temuan, dan pelaporan hasil, serta dilakukan audit trail. Trail diartikan jejak yang dapat dilacak ataupun diikuti, sedangkan audit diartikan pemeriksaan terhadap ketelitian yang dilakukan sehingga timbul keyakinan bahwa apa yang dilaporkan itu demikian adanya. Objektivitas penelitian dilakukan dalam bentuk confirmabilitas, yaitu untuk menjamin kepastian data, dilakukan dengan pengecekan kembali hasil temuan sementara dengan data yang baru diperoleh yang terangkum dalam catatan observasi, wawancara dan tes.

b. Analisis Kuantitatif 1). Analisis Perbedaan

Efektifitas model yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah untuk menentukan sejauhmana tingkat keberdayaan warga belajar setelah mengikuti proses pembelajaran.

Dalam penelitian ini, efektifitas model menggunakan quasi experimental. Rumusan disain yang digunakan untuk mengkaji efektifitas model adalah dengan menggunakan disain penelitian uji lapangan “ Nonrandomized Control Group Pretest-Posttes Desain”. Desain uji lapangan


(51)

Gambar 3.2 Desain Nonrandomized Control Groups Pretest-Posttest Dari uraian di atas, analisis perbedaan dilakukan terhadap data sebelum (pretest) dan sesudah (posttest) proses pembelajaran (treatmen). Jika terjadi perbedaan yang signifikan antara hasil pre-test dan post-test, maka perbedaan yang terjadi itu sebagai dampak atau pengaruh dari implementasi model pembelajaran yang diujicobakan. Hasil pengujian terhadap pengujian terhadap uji perbedaan ini dilakukan dengan menggunakan tabel pemeriksaan hasil pengujian sbb:

Tabel 3.5

Pemeriksaan Hasil pengujian

Variabel tj (hitung) atau Z (hitung) t_tabel atau Z (hitung) Kesimpulan

Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Analisis data kualitatif dilakukan melalui wawancara mendalam, diskusi dan refleksi pengalaman belajar, sedangkan data yang sifatnya kuantitatif dianalisis dari data instrument. Penentuan signifikansi atas analisis

KE X

.


(52)

data instrummen dilakukan dengan menggunakan analisis perbedaan terhadap data yang diolah menggunakan teknik statistik parametrik dan non parametrik.

Selanjutnya prosedur pengolahan data untuk analisis perbedaan dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

e. Mengetes normalitas distribusi dari masing-masing kelompok dengan menggunakan rumus uji liliefors (Sudjana, 1989:466).

f. Jika kedua data (pretest dan posttest) berdistribusi normal, dengan analisis perbedaan uji t berpasangan. Rumus uji t berpasangan yang digunakan:

B

s n B

t (Sugiono, 2004:48)

g. Tetapi jika minimal satu dari dua kelompok data tersebut tidak berdistribusi normal, maka uji perbedaan menggunakan statistika non parametrik dalam hal ini menggunakan test Wilcoxon untuk sample berpasangan. Statistik uji Wilcoxon : ) 1 2 )( 1 ( 24 1 1 ( 4 1      n n n n n T

p (Sugiono, 2004:48)

Dari karakteristik jenis data dari setiap aspek penelitian, dapat diprediksikan teknik statistik dan analisis perbedaan yang akan dilakukan. Untuk aspek pengetahuan pada life skills bidang busana, karena data berskala interval berdistribusi normal, maka digunakan teknik statistik parametrik dengan analisis perbedaan menggunakan uji t berpasangan. Untuk aspek sikap


(1)

_______ (2001). Learning in Later Life; an introduction for educator and carers. London: Kogan Page Limited.

_______ (2002). The Age of Learning: Education and the Knowledge Society. London; Kogan Page Limited.

Jones, D. (1988). Adult Education and Cultural Development. London and New York: Routledge.

Joyce, B. dkk. (2000). Models of Theaching. A Pearson Education Company. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (1991). Jakarta : Balai Pustaka.

Khairuddin. (1992). Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta: Liberty

Kindervatter, S. (1979). Non Formal Education as Empowering Process. Maschusetts Center For Internasional Education University Of Maschusetts.

Knowles, M. S. (1977). The Modern Praktice of Adult Education: Andragogy Versus Paedagogy. New York: Association Press.

_____________ ( 1990). The Adult Learner: A Neglected Species, Houston, London, Paris, Zurich, Tokyo: Gulf Publishing Company.

Krathwohl. D.R. (1993). Methods of Educationnal and Sosial Science Research. New York & London: Longman.

Krech. et al. (1988). Individual In Society. Singapore: Mc Graw-Hill Co.

Laird. (1995). Approaches To Training and Development. Massachusetts. Addison-Wesley Publishing Company.

Leigbody. (1968). Methode of teaching shop and technical subjects. New York: Delmar Publishing.

Lovell, R.B. (1980). Adult Learning. New York: John Wiley & Sons. Lunandi, A.G. (1989). Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta: Gramedia.

Magnis-Suseno, F. (1991). Etika Dasar Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral. Yogyakarta : kanisius.

Mahroji, O. Siswa Terancam DO. Subscribe to this comment’s feed. Show/Hide Comment form. Smailler/bigger. (2008, Juli 20).


(2)

Majid, A. (2005). Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Mappa, S & Basleman, A. (1994). Teori Belajar Orang Dewasa. Jakarta: Proyek Pembinaan dan Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan, Dirjen Dikti, Depdikbud.

Marbun, B.N. (1993). Keburukan dan Kelemahan Perusahaan Kecil. Jakarta: PT. Pustaka Budiman Pressindo.

Mills. (1977). Teaching and Training. Londo: the Mavmillan Press. Ltd.

Millan, Mc. J. dan Schumacher, S. (2001). Research in Education: A Conceptual Introduction. Horrisonburg: RR. Donnelley & Son. Inc.

Mitcell Stewart, A. (1994). Empowering Peopple. Britain. Pitman Publishing-Division of Longman Group UK. Ltd.

Moleong, J. Lexy. (1993). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Motik, D. (1991). Tata Krama Berbusana dan Bergaul. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Mulyana, E. (2003). Pengembangan Model Tukar Belajar (Learning Exchange) Dalam Pelaksanaan Kuliah Kerja Usaha (KKU). Disertasi PPs. UPI. __________. (2005). Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik dan

Implementasi. Bandung: Rosdakarya.

Nasution. (1997). Metode Research. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

________(1998). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Yogyakarta : Raka Sarasin.

Natawidjaya, R. (1988). Pengolahan Data Secara Statistik. FPS IKIP Bandung. ____________. (1999). Penyusunan Instrumen Penelitian. PPS Universitas

Pendidikan Indonesian.

Ndraha, T. (1987). Pembangunan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.

Nurasa, H. (2003). Pemberdayaan Masyarakat Miskin Perkotaan: Intervensi Program melalui Pendampingan dan Pembelajaran Masyarakat Miskin Menuju Active Learning Society. (Online). Available: http:/www.forum-inovasi.or.id/jurnal.html (2004.Juli 15).


(3)

Ordonez. (1999). Basic Education for Empowerment of The Poor. Rapor of a Regional Study on Literacy as a Tool for Empowerment of the Poor. Bangkok: UNESCO PROAP.

Pemerintah Propinsi Jawa Barat DINAS PENDIDIKAN Sub Dinas Pendidikan Luar Sekolah. (2006). Direktori Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Provinsi Jawa Barat.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 73 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah.

PKBM dan UNISCO. (2001). Standar Minimal Manajemen Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Berbasis Masyarakat.

Prijono, O.S dan A.M.W, Pranarka. (1996). Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan dan Implementasi. Jakarta : Centre For Strategic And International Studies.

Quirk, R. (1978).Longman Dictionary Of Contemporary English. Printed in Great Britain at The Pitman Prees, Bath.

Rifaid. (2000). Dampak Pelatihan Keterampilan Terhadap Perubahan Sikap dan Perilaku Serta Kemandirian Bekas Wanita Tuna Susila di Nusatenggara Barat. Bandung: Tesis PPs UPI.

Robinson, B. dan Hanna, M.G. (1994). Strategies for Community Empowerment: Direct Action and Trassformative Approach to Sosial Change Practice. New York: The Edwin Mellen Press.

Rogers. (1994). Adult Learning. Philadelphia: Open Universitu Press.

Rose, C and Malcolm, J.Nicholl (1997). Acclerated Learning For The 21 ST Century. New York : Published Simultaneously in Canada.

Ruchiyat. (2006). Direktorat Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Propinsi Jawa Barat. Dinas Pendidikan Sub Dinas Pendidikan Luar Sekolah.

Sadulloh, U. (1996). Pengantar Filasafat Pendidikan. Bandung : ALFABETA Saepudin, A. (2006). Pengembangan Model Fasilitasi Belajar Dalam

Memberdayakan Masyarakat Pelaku Usaha Kecil.Disertasi pada PPS UPI Bandung: ( tidak diterbitkan )

Safir, E. (1972). International Encyclopedia of Social Sciences. New York : The Macmillan Company & The Free Press.


(4)

Safuri. (2005). Evaluasi Program Pembelajaran dan Pembelajaran dan Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Yayasan Pengkajian Pendidikan Non Formal.

Sariyun, Yugo. (1997). Kewirausahaan dan Hubungannya dengan Pembentukan Usaha dan Pembentukan Modal Kasus Wirausaha Orang Sunda di Tasikmalaya dan Ciamis. Disertasi PPs Universitas Padjadjaran. Bandung. (tidak diterbitkan).

Sarwoto. (1979). Dasar-dasar Organisasi Management. Jakarta-Surabaya-Medan-Yogya-Bandung : Ghalia Indonesia.

Soetomo. (1990). Pembangunan Masyarakat: Beberapa Tinjauan Kasus. Yogyakarta: Liberty.

Soewarman Hasan, E. (2007). Strategi Menciptakan Manusia Yang Bersumber Daya Unggul. Karya Ilmiah. Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.

_________________ (2001). Pengembangan Model Pendidikan Keterampilan Dalam Sistem Pendidikan Terpadu Pesantren Sebagai Proses Pemberdayaan Santri. Disertasi pasa PPS UPI Bandung : Tidak diterbitkan.

_____________ (2008). Reoptimalisasi Manajemen Pendidikan Luar Sekolah Dalam Konstalasi Dan Praktis. Dalam Rangka Purna Bakti Dosen PLS-FIP Universitas Pendidikan Indonesia. Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.

______________( t tn). Refleksi Dan Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah. Universitas Pendidikan Indonesia.

Soemanto, W. (1989). Sekuncup Ide Operasional Pendidikan Wiraswasta. Jakarta : PT. Bina Aksara.

Srinivasan, L. (1977). Perspectives of Nonformal Adult Learning. Nort Haven: The van Dyih Printing Co.

Sri Sulastri Rifa’i, M (2007). Promosi Implementasi Nilai-nilai Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Sebagai Kecakapan Hidup di Berbagai Lingkungan Kehidupan. Kuliah Pamungkas. Bandung : Jurusan PKK FPTK UPI..

Subandi Ibrahim, I danYosal I. (1996). Fashion sebagai Komunikasi. Yogyakarta & Bandung. Jalasutra.


(5)

Subino. (1987). Konstruksi dan Analisis Sosial Tes Bentuk Pilihan Ganda. Bandung: FIP IKIP.

______. (1987). Konstruksi dan Analisis Tes: Suatu Pengantar Teori Tes dan Pengukuran. Jakarta: Dirjen DIKTI. Depdikbud.

Sudjana. (1996). Metode Statistik. Bandung: Tarsito.

Sudjana, D.H.(1996). Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif. Dalam Pendidikan Luar Sekolah Bandung:Nusantara Pres

___________(2000). Strategi Pembelajaran. Bandung: Fallah Production.

___________(2000). Manajemen Program Pendidikan. Bandung: Fallah Production.

Sugiono.(2006). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung :Alfabeta

Suhamijaya, S. (2003). Pendidikan Karakter Mandiri dan Kewirausahaan: Suatu Upaya Bagi Keberhasilan Program Pendidikan Berbasis Luas/Broad Based Education dan Life Skills. Bandung. Angkasa.

Sukmadinata, N.S. (2004). Kurikulum Dan Pembalajaran Kompetensi. Bandung: Yayasan Kesuma Karya.

Sulekale, D.S. (2003). Pemberdayaan Masyarakat Miskin di Era Otonomi Daerah.(Online). Avaible: http:/www. Ekonomi rakyat. Org/edisi-14/artikel-.htm. (2004, July 120.

Sumaatmadja, N. (1996). Manusia dalam Konteks Sosial, Budaya dan Lingkungan Hidup. Bandung; CV. Alfabeta.

Sumodiningrat, G. (1996). Memberdayakan Masyarakat: Kumpulan Makalah Tentang Inpres Desa Tertinggal. Jakarta. Penakencana Nusadwipa.

Sumahamijaya, S. (1979). Membina Sikap Mental Wiraswasta. Jakarta: Gunung Jati.

Suprayogi, U. (2005). Pengembangan Model Program Pendidikan Luar Sekolah Dalam Memberdayakan Kelompok Masyarakat Lanjut Usia Mencapai Kemandirian. Disertasi pada PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Surakhmad, W. (1985). Pengantar Penelitian Ilmiah:Dasar Metodik Teknik. Bandung: Tarsito.


(6)

Supranata, S. (2005). Analisis, Validitas, Reliabilitas dan Interpretasi Hasil Tes. Bandung: Rosda Karya.

Surya, M. (2002). Aspirasi Peningkatan Kemampuan Profesional dan Kesejahteraan Guru. Jurnal Depdikbud No. 021. Jakarta:2000.

Susanto, P.A. (1997). Jalan Kesuksesan Hidup. Jakarta: Sribudi.

Travers. (1972). Learning Analisis and Aplication. New York: David Meckay.Co.Inc

Trisnamansyah, S. (1988). Pendidikan Kemasyarakatan. Bandung: PLS FIP. ______________. (2003). Filsafat, Teori dan Konsep Dasar PLS. Bandung:

Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

______________. (1984). Pengaruh Motif Berafiliasi, Keterbukaan Berkomunikasi, Persepsi dan Status Sosial Ekonomi Terhadap Perilaku Modern Petani. Disertasi pada PPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan. Undang-undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan

Nasional..

Universitas Pendidikan Indonesia. (2008). Pedoman Penilisan Karya Ilmiah.Universitas Pendidikan Indonesia.