UPACARA ADAT KATOBA PADA MASYARAKAT MUNA: Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra Lama di Sekolah Menengah Atas.

(1)

UPACARA ADAT KATOBA PADA MASYARAKAT MUNA

(Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra Lama di Sekolah Menengah Atas)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

oleh

SARMADAN NIM 1103846

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013


(2)

UPACARA ADAT KATOBA PADA MASYARAKAT MUNA

(Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra Lama di Sekolah Menengah Atas)

oleh

SARMADAN

Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung 2013

Sebuah Tesis yang Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan (M. Pd.) pada Sekolah Pascasarjana

Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

© Sarmadan 2013

Universitas Pendidikan Indonesia Juli 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa izin dari penulis


(3)

ABSTRAK

Upacara adat katoba sebagai bentuk tradisi lisan dari masyarakat suku Muna merupakan bagian yang integral dari kebudayaan masyarakat pendukungnya. Kelestariannya dimungkinkan oleh karena fungsinya bagi kehidupan kolektif masyarakatnya karena mengandung nilai-nilai luhur yang tinggi nilainya. Penelitian “Upacara Adat Katoba pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra Lama di Sekolah Menengah Atas)” yang berimplikasi dalam pendidikan pada tataran teoretis maupun praktis belum pernah dilakukan.

Secara umum penelitian ini bertujuan mendeskripsikan: 1) proses dan tata cara pelaksanaan upacara adat katoba pada masyarakat suku Muna dari awal sampai akhir pelaksanaan, 2) struktur teks ungkapan tradisional poga toba, 3) konteks penuturan ungkapan tradisional poga toba, 4) proses penciptaan ungkapan tradisional poga toba, 5) fungsi ungkapan tradisional pogau toba, 6) nilai-nilai kultural ungkapan tradisional poga toba dalam upacara adat katoba pada masyarakat suku Muna, dan 7) pemanfaatan ungkapan tradisional poga toba dalam pembelajaran bahasa, khususnya apresiasi sastra lama di sekolah menengah atas. Untuk meraih tujuan-tujuan itu, maka dalam tataran analisis peneliti menggunakan pendekatan struktural. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses dan tata cara pelaksanaan upacara adat katoba pada masyarakat Muna merupakan satu kesatuan yang sistematis dan terpadu. Dalam hal ini, antara tahap yang satu dengan tahap lainnya saling mengikat dan tidak bisa saling mendahului antartahapan, yaitu pembukaan, syarat-syarat toba, inti toba, dan penutup. Struktur teks ungkapan tradisional pogau toba dalam upacara adat katoba dari perspektif teori van Dijk ditinjau atas tiga jenis kerangka struktur teks tradisi lisan, yakni struktur makro, struktur alur, dan struktur mikro. Konteks penuturan ungkapan tradisional pogau toba semata-mata dilakukan melalui proses upacara adat yang secara khusus dilakukan untuk melegitimasi status keislaman seorang anak. Proses penciptaan ungkapan tradisional pogau toba tidak dapat dilepaskan dari dasar ideologi yang dianut oleh masyarakat pemiliknya dalam kerangka sistem kehidupan yang universal. Adapun fungsi dari pelaksanaan upacara adat katoba oleh masyarakat pemiliknya, yaitu fungsi legitimasi status keislaman seorang anak, fungsi kultural, fungsi penghormatan terhadap nenek moyang, fungsi pendidikan, dan fungsi kesatuan sosial masyarakat pemiliknya. Nilai-nilai kulturalnya adalah nilai religius, refleksi diri, menghormati sesama, tata krama, hak kepemilikan, dan nilai kebersamaan secara integral berada dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat Muna. Pemanfaatan ungkapan tradisonal pogau toba dalam pembelajaran apresiasi sastra lama di sekolah menengah atas merupakan upaya penanaman nilai-nilai karakter positif kepada peserta didik, proses aktualisasi budaya, dan usaha pelestarian budaya bangsa. Hal ini juga sejalan dengan visi dan misi rancangan kurikulum


(4)

2013 yang turut memperhatikan keragaman budaya dan kearifan lokal di Nusantara.


(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ………. i

LEMBAR PENGESAHAN ………. ii

LEMBAR PERNYATAAN ……… iii

KATA PENGANTAR ………. iv

UCAPAN TERIMA KASIH ……… v

ABSTRAK ……… viii

DAFTAR ISI ……… ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ……….. B. Identifikasi Masalah Penelitian ……….. 1 5 C. Batasan Masalah Penelitian ………... 5

D. Rumusan Masalah Penelitian ……… 6

E. Tujuan Penelitian ………... 7

F. Manfaat Penelitian ………. 8

G. Definisi Operasional ………. 9

BAB II PENGKAJIAN UPACARA ADAT KATOBA PADA MASYARAKAT MUNA A. Konsep Kebudayaan ……….. 11

1. Hakikat Kebudayaan ……… 2. Unsur-Unsur Kebudayaan ……… 3. Wujud Kebudayaan ……….. 4. Nilai Budaya ………..……….. 11 13 15 18 B. Konsep Folklor ………... 1. Hakikat Folklor ………... 2. Unsur-Unsur Folklor ………... 3. Jenis-Jenis Folklor ……….. 4. Upacara Adat dalam Kerangka Folklor ………... 5. Fungsi Folklor ………. 22 22 26 28 29 34 C. Konsep Tradisi Lisan ………. 35

1. Hakikat Tradisi Lisan ………... 2. Ungkapan Tradisional dalam Kerangka Tradisi Lisan ……… 3. Proses Pewarisan Tradisi Lisan ……… 4. Pelestarian dan Revitalisasi Tradisi Lisan ………... 35 40 44 46 D. Konsep Sastra Lisan ……….. 1. Hakikat Sastra Lisan ……… 2. Ciri-Ciri Sastra Lisan ………... 3. Fungsi Sastra Lisan ……….. E. Pendekatan Struktural Terhadap Teks Tradisi Lisan ………. 48 48 51 52 52 F. Konsep Model Pemanfaatan Ungkapan Tradisional Pogau Toba dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra Lama di Sekolah Menengah Atas (SMA) ………. 59


(6)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian ………. 64

B. Lokasi Penelitian ……… 64

C. Data dan Sumber Data ………... 65

D. Teknik Pengumpulan Data ………. 66

E. Instrumen Penelitian ……….. 66

F. Teknik Analisis Data ……….. 67 G. Pedoman Analisis data ………... H. Paradigma Penelitian ………..

68 70 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data ……… 1. Pendahuluan

a. Keadaan Geografis Kelurahan Wawombalata ……… b. Keadaan Demografis Kelurahan Wawombalata …………. c. Keadaan Ekonomi Masyarakat……… d. Keadaan Sosial Budaya Sosial Masyarakat ……… e. Perihal Upacara Adat Katoba ………. 2. Proses dan Tata Cara Pelaksanaan Upacara Adat Katoba pada Masyarakat Muna ……….

71 71 71 73 77 79 90 94 B. Hasil Analisis Data ……….

1. Proses dan Tata Cara Pelaksanaan Upacara Adat Katoba pada

Masyarakat Muna ……….

2. Analisis Struktural Teks Ungkapan Tradisional Pogau Toba dalam Upacara Adat Katoba ………. a. Analisis Struktur Makro ………... b. Analisis Struktur Alur ……….. c. Analisis Struktur Mikro ………

1) Analisis Sintaksis ……….... 2) Analisis Gaya Bahasa ………..

a) Diksi ………..

b) Paralelisme ………

c) Metafora ………

3. Konteks Penuturan Ungkapan Tradisional Pogau Toba dalam

Upacara Adat Katoba ………

4. Proses Penciptaan Ungkapan Tradisional Pogau Toba dalam

Upacara Adat Katoba ………

5. Fungsi Ungkapan Tradisional Pogau Toba dalam Upacara Adat Katoba pada Masyarakat Muna……… 6. Nilai-Nilai Kultural dan Kearifan Lokal Ungkapan

Tradisional Pogau Toba dalam Upacara Adat Katoba ……….

111 111 113 114 116 117 117 142 142 144 147 149 150 151 155 C. Pembahasan Hasil Analisis ………

1. Pembahasan Proses dan Tata Cara Pelaksanaan Upacara Adat

Katoba ………..

158 159


(7)

2. Pembahasan Struktural Teks Ungkapan Tradisional Pogau

Toba dalam Upacara Adat Katoba ………

a. Analisis Struktur Makro ……….. b. Analisis Struktur Alur ………. c. Analisis Struktur Mikro ……….. 3. Pembahasan Konteks Penuturan Ungkapan Tradisional Pogau

Toba dalam Upacara Adat Katoba ………

4. Pembahasan Proses Penciptaan Ungkapan Tradisional Pogau

Toba dalam Upacara Adat Katoba ………

5. Pembahasan Fungsi Ungkapan Tradisional Pogau Toba dalam

Upacara Adat Katoba ………

6. Pembahasan Nilai-Nilai Kultural Ungkapan Tradisional

Pogau Toba dalam Upacara Adat Katoba ………

175 175 176 178 180 181 182 184

BAB V PEMANFAATAN UNGKAPAN TRADISIONAL

POGAU TOBA DALAM PEMBELAJARAN APRESIASI

SASTRA LAMA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS

A.Landasan Pemikiran ………... B.Gambaran Pembelajaran Bahasa dan Sastra Lama ... C.Dampak yang Diharapkan ……….. D.Strategi Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Berbasis

Tradisi Lisan ………..

E. Praktik Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Berbasis Tradisi Lisan ………... F. Transformasi Upacara Adat Katoba Menjadi Bentuk Drama ……

186 188 192 193 196 202 BAB VI PENUTUP

A. Simpulan ………

B. Saran ………..

233 235 DAFTAR PUSTAKA


(8)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia di era globalisasi sekarang ini sudah mengarah pada krisis multidimensi. Permasalahan yang terjadi tidak saja menyentuh aspek fisik semata, tetapi juga berkaitan dengan perubahan non-fisik, yakni pergeseran budaya, kebiasaan dan tata perilaku sosial masyarakat. Menjamurnya budaya dan kebiasaan-kebiasaan Barat yang cenderung kontra dengan kebudayaan bangsa adalah suatu keniscayaan, dan mempunyai kekuatan untuk mengakulturasi bahkan menggeser kebudayaan lokal. Salah satu efek globalisasi yang paling terang dan nyata yang sedang dialami oleh bangsa ini adalah dekadensi moral. Beberapa kalangan beranggapan bahwa merosot dan rendahnya moral generasi muda disebabkan lunturnya apresiasi dan kecintaan terhadap nilai-nilai kultural bangsa.

Tradisi lisan merupakan wujud budaya yang menjadi kearifan lokal suatu masyarakat tertentu, di dalamnya mengandung nilai-nilai yang luhur. Globalisasi juga merupakan wujud budaya, yakni budaya masyarakat modern. Akan tetapi, perubahan pola kehidupan masyarakat oleh karena tawaran menyilaukan globalisasi semestinya tidak membuat kita terbawa arus global itu. Mengedepankan sikap fleksibel menanggapi globalisasi tanpa melepas kekuatan lokal akan membawa masyarakat ke dalam konteks kehidupan yang lebih maju. Pada prinsipnya, harus ada upaya mensinergikan antara lokal, nasional, dan global agar kebutuhan masyarakat di tengah zaman yang terus bergulir terakomodasi. Arus budaya global sepatutnya dipandang, disikapi, dipilah dan dipilih secara cerdas dengan melihat nilai-nilai substansi dan relevansinya dengan kebutuhan masyarakat setempat.

Tradisi lisan dan/atau folklor merupakan wujud kebudayaan sebagai cerminan kehidupan dan media pendidikan masyarakat. Folklor as a mirror of


(9)

2

lisan sebagai cerminan budaya itu merupakan warisan nenek moyang yang menyimpan nilai-nilai luhur yang tinggi. Keberadaan sebuah tradisi, semisal upacara adat (ritual) diyakini oleh masyarakat pendukungnya sebagai warisan leluhur yang mempunyai makna, nilai, dan fungsi tertentu. Sebagai media pendidikan, upacara ritual siklus hidup banyak memberikan hukum-hukum, nasihat, ataupun perintah agar seseorang dan sekelompok orang menjadi manusia yang baik.

Upacara adat katoba dilakukan oleh masyarakat suku Muna karena dirasakan dapat memenuhi suatu kebutuhan kehidupan, yakni relasi manusia dengan Tuhan, relasi antarmanusia, dan manusia dengan alam. Dalam inti pelaksanaannya, katoba menggunakan ungkapan tradisional pogau toba yang substansi ajarannya adalah pengakuan keyakinan bahwa tiada Tuhan yang disembah selain Allah SWT, serta Muhammad SAW adalah utusan-Nya. Selain itu, juga pesan kemanusiaan untuk memahami dan mengimplementasikan hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan menurut ajaran agama Islam dan ajaran adat. Ungkapan tradisional pogau toba dalam upacara adat katoba yang mengandung nilai-nilai itu akan dapat dihayati dan dipahami jika masyarakat pemiliknya betul-betul meyakininya sebagai suatu sugesti positif.

Keberadaan Upacara adat katoba dimungkinkan oleh karena fungsinya bagi kehidupan kolektif masyarakatnya karena mengandung nilai-nilai kultural yang amat tinggi nilainya. Sims (2005: 95) menyatakan bahwa ritual adalah bagian lama dari perilaku kelompok atau produk budaya masa lalu, namun seperti tradisi hal ini memungkinkan diselenggarakan kembali oleh masyarakat pendukungnya untuk mengekspresikan ide-ide penting. Selanjutnya, Sims mengemukakan bahwa peneliti folklor mempelajari upacara adat karena kompleksitas dan kualitas yang dramatis membuat upacara adat padat dengan arti. Upacara adat adalah ekspresi yang signifikan dari tradisi suatu kelompok, keyakinan, nilai-nilai dan identitas.

Substansi pelaksanaan upacara adat katoba diwujudkan dalam ungkapan-ungkapan tradisional pogau toba dari imam kepada anak. Salah satu ungkapan-ungkapan


(10)

3

tradisional poga toba dalam upacara adat katoba pada masyarakat suku Muna sebagai berikut.

Imam : Tososo, tososoemo itu rabunto modaino ne Allah taala, nekamokula moghane, nekomokula robine. Tososoemo itua.

‟Sesali, sesalilah perbuatan yang jelek kepada Allah SWT, kepada ayah, kepada ibu. Sesalilah itu‟

Anak : Umbe ‟ya‟

Ungkapan tradisional ini masih sangat diperlukan mengingat relevansinya terhadap perkembangan zaman. Dari ungkapan tradisional itu, tergambar bahwa seseorang yang mengikuti upacara adat katoba ditanamkan pikiran, sikap dan perilaku untuk menyesali perbuatan dosa yang telah dilakukan baik sengaja maupun yang tidak disengaja, yaitu berdosa kepada Allah, berdosa kepada ayah dan kepada ibu. Satu hal bahwa ungkapan tradisional ini merupakan warisan budaya nenek moyang masyarakat suku Muna yang di dalamnya sarat dengan nilai pengetahuan budi pekerti. Nilai-nilai itu mencerminkan kearifan lokal, kekayaan jiwa, filsafat, karakter, dan lingkungan sosial, serta segenap kepentingan-kepentingan tertentu dalam konstruk sistem kehidupan. Pendeskripsian dan analisis upacara adat katoba pada masyarakat suku Muna diharapkan akan menjadi medium yang efektif untuk menyampaikan pesan-pesan moral kepada generasi muda.

Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini pernah dilakukan oleh La Niampe (2008) yang dipresentasikan dalam Seminar Internasional Lisan VI Wakatobi dengan judul “Tuturan Tentang Katoba dalam Tradisi Lisan Muna:

Deskripsi Nilai dan Fungsi”. Sarmadan (2011) dalam skripsi dengan judul

“Makna Tuturan dalam Upacara Adat Katoba pada Masyarakat Muna.” Kemudian

La Tanampe (2012) dalam tesis dengan judul “Katoba Kajian Nilai-Nilai Budaya

dan Pembentukan Karakter Anak pada Suku Muna”. Masing-masing penelitian tersebut lebih menitikberatkan dan fokus pada makna, fungsi dan nilai-nilai pendidikan dalam Tuturan Katoba. Dalam artian bahwa kajiannya belum signifikan menyentuh aspek implikasi dalam pendidikan pada tataran teoretis maupun praktis. Selain itu, dari aspek pendekatan analisis penelitian


(11)

masing-4

masing juga berbeda. Dalam penelitian iniuntuk analisis teks peneliti menggunakan pendekatan struktural yang dikemukakan oleh van Dijk (Sibarani, 2012).

Harapan penulis adalah tradisi lisan dan warisan budaya yang mengandung nilai-nilai luhur itu dapat ditransfer, ditransformasi, diintegrasikan, dan diwadahi dalam kegiatan pendidikan dalam skop yang relatif besar. Dalam hal ini, hasil-hasil penelusuran dan penelitian terhadap tradisi lisan dapat dijadikan sebagai inspirasi dalam praktik pendidikan. Oleh karena itu, kiranya penting pendidikan nasional dirancang dengan menerapkan kurikulum, strategi, dan model pembelajaran, serta komponen belajar lainnya yang berbasis pada nilai-nilai kultural yang disesuaikan dengan konteks kedaerahan.

Perlu usaha pelestarian, pemertahanan, dan revitalisasi kebudayaan bangsa dengan berbagai bentuk kegiatan. Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia berbasis tradisi lisan, khususnya apresiasi sastra lama akan menjadi titik tolak dari wacana yang dihembuskan di atas. Diharapkan implementasi kebijakan dengan cara inovasi pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia berbasis tradisi lisan akan membawa pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia menjadi pembelajaran yang bermakna. Menurut hemat penulis, usaha ini akan berkontribusi terhadap kemajuan pendidikan di Indonesia yang memiliki jati diri dan berkarakter budaya bangsa sendiri. Jika direfleksi, pengenalan dan pelestarian tradisi lisan kepada generasi masa kini akan berdampak positif bagi keberlanjutan kehidupan di masa mendatang. Bagaimanapun juga, kita harus menyadari konsep ini dapat menjadi langkah strategis dalam upaya menanamkan nilai-nilai karakter positif bangsa kepada generasi muda, sebagai proses aktualisasi budaya dan usaha pelestarian budaya Indonesia.

Argumen yang dikemukakan di atas mengindikasikan bahwa saat ini diperlukan penelitian dan kajian terhadap tradisi lisan yang kelak dapat digunakan untuk mendongkrak wawasan kebangsaan, mempermantap identitas kebudayaan, kesadaran berbangsa, dan pendidikan karakter, serta perekat bangsa. Beranjak dari wacana tersebut, penulis memformulasikan judul penelitian “Upacara Adat


(12)

5

Katoba pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra Lama di Sekolah Menengah Atas)”.

B. Identifikasi Masalah Penelitian

Penelitian tradisi lisan merupakan penelitian yang unik dan cukup kompleks. Dalam penelitian bidang ini, seorang peneliti dituntut memiliki kejelian dan tingkat sensitivitas yang tinggi dalam memandang dan menghayati realitas dan fenomena kultural yang terjadi pada objek yang ditelitinya. Bentuk-bentuk fenomena kultural dapat memberikan suatu pengalaman dan pengajaran nilai-nilai, sistem dan pola hidup agar seorang individu taat pada asas-asas hidup bersama sebagai anggota masyarakat. Wujud tradisi lisan seperti upacara adat atau ritual, cerita rakyat, tradisi bertani, permainan rakyat, mantra, dan lain-lain sebaiknya diproyeksikan pada nilai pemanfaatan, pelestarian dan pemertahanannya. Dalam hal ini hasil temuan penelitian dapat mengungkap tentang hakikat makna, fungsi, kearifan lokal, kesatuan komunitas, atau lainnya yang berkonstribusi pada pemenuhan kepentingan kehidupan individu dan kolektif masyarakat.

Adapun identifikasi masalah dalam penelitian upacara adat katoba dan nilai-nilai kulturalnya, yaitu 1) eksistensi suatu tradisi khususnya upacara adat katoba dalam masyarakat pendukungnya cenderung berkurang. Jika keadaan ini dibiarkan berlanjut maka tidak menutup kemungkinan tradisi ini akan hilang dan punah ditelan zaman, 2) substansi suatu tradisi dijalankan oleh masyarakat pendukungnya adalah nilai manfaatnya. Dalam hal ini, kandungan nilai-nilai tersebut apakah masih dianggap penting atau tidak penting, serta relevan atau sudah tidak relevan dengan kebutuhan zaman, dan 3) bagaimana tradisi ini dapat berimplikasi pada kehidupan masa sekarang dan masa depan, baik praktis maupun teoretis.


(13)

6

C. Batasan Masalah Penelitian

Falsafah penelitian dalam bahasa Jerman das sein das sollen, artinya ada kesenjangan yang terjadi antara kenyataan dan harapan yang ideal. Dalam konteks penelitian ini, kebudayaan dipandang mengandung muatan nilai-nilai yang positif. Di dalam kebudayaan ada banyak kearifan lokal. Hal-hal yang masih relevan semestinya dijadikan pedoman dalam berkegiatan lisan, bersikap, dan bertingkah laku. Bertentangan dengan itu, betapa nilai-nilai kebudayaan yang mengadung nilai-nilai positif tersebut kurang lagi diindahkan. Hal ini dapat dikatakan bahwa terjadi suatu masalah. Harapan yang ideal adalah aspek-aspek budaya yang mengandung muatan nilai yang positif dan relevan semestinya dijadikan pedoman dalam kehidupan agar tercipta keharmonisan, kesejahteraan, dan keselamatan hidup dalam bermasyarakat.

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dipaparkan di atas, penulis membatasi masalah penelitian sebagai berikut: 1) proses dan tata cara pelaksanaan upacara adat katoba pada masyarakat suku Muna dari awal sampai akhir pelaksanaan, 2) struktur teks ungkapan tradisional poga toba, 3) konteks penuturan ungkapan tradisional poga toba, 4) proses penciptaan ungkapan tradisional poga toba, 5) fungsi ungkapan tradisional pogau toba, 6) nilai-nilai kultural ungkapan tradisional poga toba dalam upacara adat katoba pada masyarakat suku Muna, dan 7) pemanfaatan ungkapan tradisional poga toba dalam pembelajaran bahasa, khususnya apresiasi sastra lama di sekolah menengah atas.

D. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian batasan masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah proses dan tata cara pelaksanaan upacara adat katoba pada masyarakat suku Muna dari awal sampai akhir pelaksanaan?


(14)

7

3. Bagaimanakah konteks penuturan ungkapan tradisional poga toba dalam upacara adat katoba pada masyarakat suku Muna?

4. Bagaimanakah proses penciptaan ungkapan tradisional poga toba dalam upacara adat katoba pada masyarakat suku Muna?

5. Bagaimanakah fungsi ungkapan tradisional pogau toba dalam upacara adat katoba pada masyarakat suku Muna?

6. Bagaimanakah nilai-nilai kultural ungkapan tradisional poga toba dalam upacara adat katoba pada masyarakat suku Muna?

7. Bagaimanakah pemanfaatan ungkapan tradisional poga toba dalam pembelajaran apresiasi sastra lama di sekolah menengah atas?

E. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk melestarikan salah satu kebudayaan daerah atau tradisi lisan yang berkembang pada masyarakat pendukungnya. Adapun tujuan khususnya adalah untuk memperoleh deskripsi berkaitan dengan:

1. proses dan tata cara pelaksanaan upacara adat katoba pada masyarakat suku Muna dari awal sampai akhir pelaksanaan;

2. struktur teks ungkapan tradisional pogau toba dalam upacara adat katoba pada masyarakat suku Muna;

3. konteks penuturan ungkapan tradisional poga toba dalam upacara adat katoba pada masyarakat suku Muna;

4. proses penciptaan ungkapan tradisional poga toba dalam upacara adat katoba pada masyarakat suku Muna;

5. fungsi ungkapan tradisional pogau toba dalam upacara adat katoba pada masyarakat suku Muna;

6. nilai-nilai kultural ungkapan tradisional poga toba dalam upacara adat katoba pada masyarakat suku Muna;

7. pemanfaatan ungkapan tradisional poga toba dalam pembelajaran apresiasi sastra lama di sekolah menengah atas;


(15)

8

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi khalayak pembaca dari latar belakang manapun. Secara lebih spesifik manfaat tersebut adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut.

a. Merefleksikan jejak-jejak budaya yang pernah diukir oleh nenek moyang tentang pola hidup dan eksistensi mereka dalam kehidupan di zamannya. b. Memberikan wawasan kepada semua pihak, khususnya penggiat ilmu

budaya atau tradisi lisan tentang khazanah budaya dan tradisi lisan Nusantara.

c. Mengenalkan kepada khalayak pembaca bahwa tradisi lisan „upacara adat

katoba‟ sarat dengan nilai-nilai kultural sehingga perlu dilestarikan di

tengah-tengah kehidupan masyarakat pendukungnya.

d. Mengembangkan dan mempublikasikan nilai-nilai positif, kebenaran moral, nilai edukatif, sikap sosial, kearifan lokal kepada generasi kini dan generasi masa depan.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut.

a. Bagi masyarakat hasil penelitian ini dapat menumbuhkan motivasi dan sikap kepemilikan budaya, serta memberikan identitas kultural masyarakat pendukungnya.

b. Bagi pendidikan formal hasil penelitian ini dapat menjadi inspirasi model pembelajaran di sekolah. Dalam perkataan lain, hasil penelitian ini akan


(16)

9

diimplementasikan dalam pengajaran bahasa dan sastra Indonesia berbasis tradisi lisan, khususnya apresiasi sastra lama.

c. Bagi masa depan budaya hasil penelitian ini dapat menjadi usaha revitalisasi dalam mencegah item-item budaya yang terancam punah di tengah kehidupan zaman yang terus bergulir.

d. Bagi peneliti selanjutnya hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan referensi untuk meneliti objek-objek yang relevan dengan penelitian ini.

G. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah pengertian variabel penelitian berdasarkan konteks yang diteliti. Oleh karena itu, untuk menghindari kesalahan penafsiran tentang istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka peneliti dapat menjelaskan beberapa istilah sebagai berikut.

1. Katoba secara harfiah dapat diartikan sebagai „penobatan‟ yaitu, sebuah

bentuk upacara adat Islami pada masyarakat Muna yang disampaikan secara lisan oleh imam (penutur) kepada yang ditoba/anak-anak (objek tutur) yang hendak beranjak dewasa dengan pokok isi ajarannya adalah pesan kemanusiaan untuk memahami dan mengimplementasikan hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan menurut ajaran agama Islam dan ajaran adat.

2. Pogau toba adalah ungkapan tradisional dalam upacara adat katoba yang

diucapkan oleh imam kepada anak-anak yang ditoba dengan basis dan orientasi pendidikan keagamaan Islam dan pendidikan adat.

3. Analisis struktur teks ungkapan tradisional pogau toba adalah analisis terhadap teks ungkapan tradisional pogau toba dalam upacara adat katoba melalui pendekatan struktur teks tradisi lisan yang dikemukakan oleh van Dijk (Sibarani, 2012).

4. Nilai-nilai kultural adalah nilai-nilai yang terkandung dalam ungkapan tradisional pogau toba yang diidentifikasi sebagai kearifan lokal masyarakat pemiliknya.


(17)

10

5. Pemanfaatan ungkapan tradisional pogau toba dalam pembelajaran apresiasi sastra lama adalah suatu upaya bagaimana ungkapan tradisional pogau toba dalam upacara adat katoba yang mengandung nilai-nilai kultural dapat ditransfer, ditransformasi, diintegrasikan, dan diwadahi dalam kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah menengah atas.


(18)

64

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian tradisi lisan merupakan obyek kajian yang cukup kompleks. Kompleksitas kajian tradisi lisan, semisal upacara adat dapat disebabkan oleh nuansa tuturan verbal, simbol tertentu, gerakan, dan makna yang terintegrasi dalam sebuah kegiatan upacara. Dapat dikatakan bahwa penelitian tradisi lisan merupakan perpaduan antara kajian bahasa, sastra, dan antropologi. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan analisis struktural.

Pendekatan struktural adalah kajian tentang teks sastra untuk menggali makna teks dan keseluruhan komponen yang membangun sistem, baik yang tersurat maupun yang tersirat dalam karya itu. Dalam konteks penelitian ini, perspektif pendekatan struktural akan melihat wujud bangun item kebudayaan tersebut secara komprehensif untuk diperoleh pengertian dan pemahaman dari sudut pandang peneliti. Proses dan tata cara pelaksanaan upacara adat juga dapat didekati dengan pendekatan struktural, serta teks ungkapan tradisional pogau toba akan dianalisis dengan pendekatan yang sama. Oleh karena itu, diperlukan suatu pendekatan struktural untuk menggali, mengetahui, dan memahami hakikat di dalam keseluruhan proses dan tata cara upacara adat katoba pada masyarakat pemiliknya.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini berada di wilayah Kota Kendari. Terdapat beberapa wilayah di Kota Kendari yang dalam interaksi sosialnya didominasi oleh pola perilaku adat istiadat masyarakat suku Muna, seperti Gunung Jati dan Jati Mekar di Kecamatan Kendari, Abeli Dalam di Kecamatan Abeli, Anduonohu di Kecamatan Poasia, Tobuuha dan Lalodati di Kecamatan Puuwatu, serta Alolama dan Wawombalata


(19)

65

di Kecamatan Mandonga. Tempat yang disebutkan terakhir itu (Wawombalata, khususnya RT 06 dan RT 07) menjadi objek penelitian.

Pemilihan Kelurahan Wawombalata sebagai wilayah penelitian sebab di daerah ini merupakan salah satu basis pemukiman masyarakat suku Muna di Kota Kendari. Di tempat ini meskipun wilayahnya bukanlah kampung nenek moyang masyarakat suku Muna (Kota Kendari merupakan daerah kekuasaan Kerajaan Konawe tempo dulu dengan suku asli Tolaki), tetapi sebagian besar masyarakatnya masih mempertahankan kehidupan tradisional, masih memegang teguh ajaran nenek moyang, misalnya gotong-royong, pelaksanaan upacara adat daur hidup, peringatan hari besar agama Islam, dan bentuk-bentuk tradisi lainnya. Dari penelitian pada objek ini, juga dapat diketahui tata cara upacara atau ungkapan-ungkapan, simbol-simbol yang digunakan apakah masih sama dengan tradisi yang dilakukan di tanah leluhur, yakni di Kabupaten Muna.

C. Data dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini adalah teks ungkapan tradisional pogau toba yang ada dalam upacara adat katoba yang diungkapkan oleh imam dan anak yang ditoba. Data ini dijaring langsung pada saat pelaksanaan upacara adat katoba. Data pendukung lainnya adalah data dari hasil observasi partisipatif dan wawancara dengan para informan perihal upacara adat katoba pada masyarakat suku Muna. Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah informan yang terdiri dari imam, tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, serta masyarakat pendukungnya. Adapun kriteria dalam pemilihan dan penentuan informan, yaitu (1) Orang yang bersangkutan memiliki pengalaman pribadi dan paham tentang substansi upacara adat katoba; (2) Usia telah dewasa, (3) Sehat jasmani dan rohani; (4) Fleksibel dan memiliki cukup waktu untuk memberikan informasi yang dibutuhkan; dan (5) Bersikap netral, dalam artian tidak memiliki kepentingan pribadi.


(20)

66

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu dengan cara triangulasi atau gabungan dari teknik observasi, wawancara, dan catatan lapangan. Teknik observasi yang digunakan adalah teknik observasi partisipatif. Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam. Catatan lapangan digunakan pada saat observasi dan wawancara untuk mencatat hal-hal penting yang kemungkinan dilewatkan dalam observasi dan wawancara. Triangulasi diharapkan dapat menghasilkan informasi dan data-data akurat, sehingga interpretasi yang diambil akan lebih tepat.

Untuk memudahkan kerja peneliti dalam mengumpulkan data, maka peneliti menggunakan instrumen atau alat penelitian, yakni pedoman wawancara, pedoman observasi, catatan lapangan, taperecorder dan handycam. Masing-masing perangkat tersebut memiliki fungsi sebagai berikut.

1. Pedoman wawancara digunakan sebagai rujukan pertanyaan yang akan diajukan terhadap responden dalam melaukan wawancara.

2. Pedoman observasi digunakan sebagai patokan dalam melakukan observasi ketika berada di lapangan penelitian.

3. Catatan lapangan digunakan untuk mencatat bagian-bagian penting dari observasi dan wawancara yang mungkin mempengaruhi hasil pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian yang dilakukan.

4. Tape recorder digunakan untuk merekam proses wawancara yang

dilakukan oleh peneliti dan responden, serta untuk merekam tuturan katoba yang digunakan. Hasil rekaman ini selanjutnya ditranskripsi dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

5. Handycam digunakan untuk merekam gambar (proses upacara katoba)

yang menjadi objek penelitian.

E. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti merupakan instrumen kunci. Hal ini didasarkan atas pendapat Nasution (2003: 55-56) bahwa:


(21)

67

1. Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi penelitian.

2. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.

3. Tiap situasi merupakan suatu keseluruhan. Tidak ada suatu instrumen berupa tes atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi, kecuali manusia. Hanya manusia sebagai instrumen dapat memahami situasi dalam segala seluk-beluknya.

4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat dipahami dengan pengetahuan semata-mata. Untuk memahaminya kita sering perlu merasakannya, menyelaminya berdasarkan penghayatan kita.

5. Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh. Ia dapat menafsirkannya, melahirkan hipotesis dengan segera untuk menentukan arah pengamatan untuk mentes yang timbul seketika.

6. Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan segera menggunakannya sebagai balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan, atau penolakan.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan terus menerus baik ketika masih dalam tahap pengumpulan data maupun setelah data terkumpul seluruhnya. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah (1) reduksi data, (2) display data, (3) verifikasi atau mengambil sebuah kesimpulan. Tahap reduksi data maksudnya adalah data yang diperoleh dari lapangan ditulis dalam bentuk uraian atau laporan yang terinci. Uraian atau laporan itu perlu direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema atau polanya. Hal ini akan memudahkan peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya. Tahap display data adalah penyajian data yang biasanya dilakukan dalam bentuk uraian


(22)

68

singkat, bagan, hubungan antarkategori, yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang dipahami tersebut. Tahap berikutnya dalam analisis data tahap verifikasi atau mengambil sebuah simpulan (Sugiyono, 2010: 95). Untuk lebih jelasnya langkah-langkah analisis data dapat dilihat sebagai berikut.

1. Mengumpulkan, mengklasifikasi, dan mengkategorisasi data yang telah didapat dari lapangan.

2. Menerjemahkan hasil wawancara dari bahasa daerah Muna ke dalam bahasa Indonesia guna memudahkan proses analisis.

3. Menyusun secara sistematis data-data tersebut dan menguraikannya secara deskriptif.

4. Menganalisis data sesuai dengan pisau analisis (menggunakan pendekatan struktural).

5. Menyusun dan merancang model pemanfaatannya dalam pengajaran apresiasi sastra lama di sekolah menengah atas.

6. Menarik simpulan penelitian.

G. Pedoman Analisis Data

Pedoman analisis digunakan sebagai acuan peneliti dalam melakukan analisis data penelitian. Hal ini dilakukan agar peneliti konsisten pada pencarian jawaban atas masalah-masalah penelitian yang telah ditetapkan. Pedoman analisis dalam penelitian ini mencakup proses upacara adat katoba, analisis teks ungkapan tradisonal pogau toba, konteks penuturan, proses penciptaan, fungsi ungkapan tradisional pogau toba, nilai-nilai kultural dalam ungkapan tradisional pogau toba, serta pemanfaatan ungkapan tradisional pogau toba dalam pengajaran apresiasi sastra lama di sekolah menengah atas.


(23)

69

Tabel 3.1

Pedoman Analisis Upacara Adat Katoba dan Nilai-Nilai Kulturalnya pada Masyarakat Suku Muna, serta Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Apresiasi

Sastra Lama di Sekolah Menengah Atas

No. Tujuan penelitian Data temuan Teori analisis 1. Mendeskripsikan dan

menganalisis proses upacara adat katoba pada masyarakat suku Muna?

Tahap-tahap

pelaksanaan upacara adat katoba pada masyarakat suku Muna.

Teori folklor, tradisi lisan, dan teori upacara adat

2. Mendeskripsikan dan menganalisis teks ungkapan tradisional pogau toba: struktur makro, struktur alur, dan struktur mikro.

Teks ungkapan

tradisional pogau toba: struktur makro, struktur alur, dan struktur mikro.

Teori struktural Van Dijk:

struktur makro, struktur alur, dan struktur mikro. 3. Konteks penuturan

ungkapan tradisional pogau toba dalam upacara adat katoba

Waktu, suasana, tempat, tujuan

penuturan, penutur, dan pendengar mantra.

Teori Lord,

4. Proses penciptaan ungkapan tradisional pogau toba dalam upacara adat katoba

Pewarisan ungkapan tradisional pogau toba dalam upacara adat katoba

Teori Lord

5. Fungsi ungkapan tradisional pogau toba

Fungsi legitimasi keislaman seorang anak, fungsi pendidikan, fungsi sosial, fungsi budaya.

Teori etnografi dan fungsi folklor

6. Nilai-nilai kultural dalam ungkapan tradisional pogau toba dalam upacara adat katoba

Nilai religi, refleksi diri, menghormati sesame, tata krama, hak kepemilikan, dan nilai kebersamaan.

Teori nilai budaya

7. Upaya pemanfaatan ungkapan tradisional pogau toba dalam pembelajaran apresiasi sastra lama di sekolah menengah atas.

Pemanfaatan hasil penelitian dalam pembelajaran apresiasi sastra lama di sekolah menengah atas (SMA).

Pembelajaran sastra lama


(24)

70

H. Paradigma Penelitian

Upacara adat merupakan manifestasi budaya masyarakat pendukungnya. Untuk menganalisisnya diperlukan teori dan pendekatan penelitian yang sesuai agar nilai-nilai sebagai representasi angan-angan, ide-ide, gagasan, estetika dan cita-cita kelompok masyarakatnya dapat diungkapkan dengan sebaik-baiknya. Upacara adat katoba pada masyarakat Muna akan dianalisis dengan menggunakan pendekatan struktural, khususnya pada komponen teks ungkapan tradisional pogau toba. Untuk lebih menjelaskan alur kerja penelitian ini, maka dapat disusun paradigma penelitian pada bagan di bawah ini.

Bagan 3.1

Proses Upacara Adat Katoba

Teks Ungkapan Tradisional Pogau Toba

Struktur Makro: makna global atau makna umum teks

Struktur Alur: kerangka atau skema

teks

Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra Lama di Sekolah Menengah Atas (SMA)

Pendekatan Struktural

Konteks Penuturan, Proses Penciptaan, Fungsi, Nilai-Nilai Kultural

Struktur Mikro: sintaksis, diksi, dan


(25)

71

Paradigma Penelitian dan Alur Analisis Upacara Adat Katoba dan Nilai-Nilai Kulturalnya pada Masyarakat Suku Muna, serta Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra Lama di Sekolah Menengah Atas (SMA)


(26)

186

Sarmadan, 2013

Upacara Adat Katoba Pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan

Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra Lama di Sekolah Menengah Atas) Universitas BAB V

PEMANFAATAN DALAM PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA LAMA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

Bab V dalam tulisan ini adalah konsep bagaimana hasil penelitian dapat ditularkan dalam konteks pendidikan. Hal ini penting dilakukan sebab apa yang dihasilkan dari penelitian ini cukup memiliki corak variatif dan berpeluang untuk diimplementasikan dalam konteks pendidikan, khususnya pembelajaran apresiasi sastra lama di jenjang sekolah menengah atas (SMA). Ditinjau dari perspektif bentuk upacara dan kandungan nilai-nilai yang terkandung dalam upacara adat katoba sangat relevan dengan kebutuhan pengajaran apresiasi dan ekspresi terhadap genre sastra lama. Hal ini juga sejalan dengan visi dan misi rancangan Kurikulum 2013 yang turut memperhatikan keragaman budaya dan kearifan lokal di Nusantara. Oleh sebab itu, perlu dirancang pemanfaatan hasil penelitian ini dalam pembelajaran apresiasi sastra lama di jenjang sekolah menengah atas.

A. Landasan Pemikiran

Kebudayaan dan pendidikan merupakan dua hal yang sama-sama merujuk pada manusia sebagai obyek sekaligus subyek. Dalam kebudayaan terdapat nilai-nilai pendidikan yang universal dan luhur, sebab kebudayaan dihasilkan dari kecerdasan dan kearifan masyarakat dalam merespon kehidupannya. Sebaliknya, pendidikan harus merespon dimensi-dimensi kebudayaan masyarakat untuk menciptakan manusia yang cerdas secara intelektual sekaligus juga cerdas secara emosional dan spiritual berbasis budaya. Oleh karena itu, pendidikan dapat dilihat sebagai alat untuk mengendalikan gerak budaya.

Proses pembudayaan di sekolah merupakan proses pembudayaan yang formal institusional. Pannen (Suprayekti, 2004: 48) mengemukakan bahwa ”proses


(27)

187

Sarmadan, 2013

Upacara Adat Katoba Pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan

akulturasi bukan semata-mata transmisi budaya atau adopsi budaya, tetapi juga perubahan budaya”. Pendidikan merupakan faktor dominan yang mengakibatkan terjadinya beragam perubahan dalam berbagai bidang, baik sosial, politik, ekonomi, maupun agama. Namun di samping itu, pada saat bersamaan, pendidikan juga merupakan alat untuk memelihara dan melestarikan budaya.

Pendidikan mempunyai andil besar dalam proses alkulturasi. Oleh karena itu proses pendidikan menjadi wahana utama untuk pengenalan dan pemahaman beragam budaya yang akan diadopsi oleh siswa untuk kemudian dinternalisasi dalam kehidupannya. Pendidikan, melalui proses pembelajaran, dapat mengintegrasikan unsur-unsur budaya yang ada di lingkungan sekitar dimana proses pendidikan berlangsung sebagai bagian dari upaya mengembangkan budaya baru yang lebih bermakna bagi kehidupan siswa dan masyarakatnya.

Faktanya, sampai sekarang masih banyak kita temui hasil pendidikan yang justru memberikan dampak negatif pada budaya. Pendidikan terkadang melahirkan jarak yang cukup signifikan antara anak dengan lehidupannya, tak terkecuali pada budayanya. Banyak pandangan yang mengabaikan eksistensi pengetahuan, nila, dan norma yang terkandung dalam budaya lokal, dan meyakini bahwa pendidikan di sekolah yang telah mereka tempuh membuat mereka menjadi lebih superior dari anggota lainnya yang tidak berpendidikan dalam komunitas budayanya. Pannen (Suprayekti, 2004: 4.9) mengenai hal ini mengemukakan:

“Pada kenyataannya, periode sekolah akan memisahkan seseorang dari komunitas budayanya, karena sekolah memiliki budaya sendiri, dan mata pelajaran yang diajarkan juga mengenalkan budaya yang lain (atau bahkan bertentangan) dengan tradisi budaya komunitasnya”.

Pembelajaran di sekolah yang terpisah dari budaya lokal dapat mengakibatkan siswa menjauh dari akar budaya komunitasnya yang pada akhirnya akan membuat anak tidak mempunyai dasar nilai dan norma-norma sebagai bekal dalam mengarungi


(28)

188

Sarmadan, 2013

Upacara Adat Katoba Pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan

Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra Lama di Sekolah Menengah Atas) Universitas kehidupan yang terus maju. Hal ini terutama disebabkan jarang ada sekolah atau guru yang mau dan mampu mengintegrasikan tradisi-tradisi budaya lokal dalam mata pelajaran yang diberikannya.

Katoba pada masyarakat Muna yang di dalamnya sarat dengan ajaran agama, adat, sosial, budaya tidak dapat dipungkiri memuat nilai-nilai luhur yang sangat penting. Nilai-nilai luhur tersebut dapat berimplikasi positif dalam kehidupan masyarakat Muna, baik pada level individu, keluarga, masyarakat, serta dalam pendidikan secara institusional. Implikasi implementasi pembelajaran berbasis budaya akan mengakibatkan perubahan-perubahan budaya pembelajaran. Nilai-nilai luhur yang terdapat dalam keseluruhan upacara adat katoba dalam pembelajaran oleh dunia pendidikan akan ditransformasi ke dalam konteks dan suasana yang konkrit. Pemahaman dan penghayatan terhadap nilai-nilai tersebut akan menciptakan suasana pembelajaran kontekstual, kreatif, dan inspiratif.

B. Gambaran Pembelajaran Bahasa dan Sastra Lama

Pembelajaran bahasa dan sastra lama dalam dunia pendidikan sangat penting dan diperlukan karena untuk membentuk jati diri anak didik agar menjadi manusia yang unggul dan berkarakter budaya bangsa sendiri. Rusyana (1984) menyatakan bahwa sastra adalah hasil kegiatan kreatif manusia dalam pengungkapan penghayatannya tentang hidup dan kehidupan, tentang manusia dan kemanusiaan yang menggunakan bahasa. Dari pendapat itu dapat ditarik makna bahwa karya sastra adalah karya seni, mediumnya (alat penyampainya) adalah bahasa, isinya adalah tentang manusia, bahasannya adalah tentang hidup dan kehidupan, tentang manusia dan kemanusiaan.

Pengajaran sastra, khususnya sastra lama di sekolah dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa mengapresiasi karya sastra sekaligus mengenal


(29)

189

Sarmadan, 2013

Upacara Adat Katoba Pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan

budaya daerah sebagi bukti kecintaan anak pada nilai luhur bangsa. Hal ini dikaitkan dengan aktivitas mempertajam perasaan dan kepekaan terhadap nilai-nilai yang ada dalam kebudayaannya. Hal itu dikaitkan dengan kondisi akhir-akhir ini pendidikan karakter agak dikesampingkan, maka kadar moral anak didik menjadi rendah, sehingga terjadi kerapuhan moral di masyarakat, rendahnya rasa kemanusiaan, rendahnya kemampuan pengendalian dan kontrol diri, rendahnya empati, serta penghargaan kepada orang lain.

Pembelajaran bahasa dan sastra lama akan memperkuat visi kebudayaan yang menempatkan manusia sebagai masyarakat yang siap menghadapi tantangan-tantangan zaman dalam lingkungan sosial dan budayanya. Hal ini secara nyata dapat diwujudkan pada pembelajaran di sekolah dalam kurikulum berkarakter yang termuat dalam silabus. Selain itu dengan daya kretaifitas seorang guru, mereka dapat mengeksplorasi dan mentransformasi bentuk kebudayaan menjadi bentuk-bentuk lainseperti tradisi lisan ke dalam bentuk drama yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran.

Materi sastra lama dan kegiatan pengembangan diri termasuk ke dalam isi kurikulum. Upacara adat katoba dalam masyarakat suku Muna sebagai salah satu karya sastra lama dapat dijadikan sebagai materi ajar yang dikaji dari berbagai aspek, baik bentuk teks maupun makna yang dikandungnya. Untuk mendapatkan pemahaman lebih jelas yang berkenaan dengan pengajaran ini, siswa dapat mempelajarinya melalui pelajaran bahasa Indonesia khususnya materi sastra lama. Dari aspek makna, nilai-nilai moral yang terkandung dalam ungkapan pogau toba tersebut dapat mangajarkan anak tentang; 1) ajaran agama dan adat agar perbuatannya baik dan terpuji, 2) bertutur kata yang baik, sopan, enak dan menyenangkan orang lain, 3) memiliki etika, tata krama, sopan santun, 4) memiliki kepandaian dan keterampilan berusaha dan berkarya untuk dirinya sendiri, keluarga, masyarakat,


(30)

190

Sarmadan, 2013

Upacara Adat Katoba Pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan

Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra Lama di Sekolah Menengah Atas) Universitas bangsa dan negara, dan 5) selalu berbuat baik agar hidupnya selamat, bahagia dan sejahtera.

Siswa yang mempelajari sastra lama dapat memulainya dengan membaca sekilas keseluruhan tuturan katoba, selanjutnya menekuni bagian-bagian dikaji dan melakukan pembacaan ulang, baru dilanjutkan dengan kegitan diskusi dan analisis bagian penting. Hal ini mengandung keuntungan yang memungkinkan siswa merasa bertanggung jawab untuk mengemukakan kesimpulan sendiri. Siswa diharapkan dan didorong agar memperluas cakrawala bacaanya, kalau perlu menjangkau masalah-masalah lebih mendalam sehingga dapat mempertajam minat dan perhatiannya.

Dalam pengajaran sastra ada strategi yang diterapkan yaitu:

1. Tahap penjelajahan; pada tahap ini guru harus memberikan rangsangan kepada siswa untuk membaca atau menonton tuturan tokoh agama, serta memperhatikan ungkapan tradisional pogau toba dalam upacara adat katoba pada masyarakat Muna.

2. Tahap interprestasi; hasil baca atau tontonan mereka didiskusikan dan guru memberikan pertanyan-pertanyaan mengenai kesan mereka.

3. Tahap apresiasi dan ekspresi; guru melatih siswa mencoba dan melafalkan ungkapan tradisional pogau toba dalam upacara adat katoba pada masyarakat Muna.

Melalui pengajaran sastra yang ditampilkan, selain dapat mempelajari dan menikmatinya, siswa dapat memahami masalah yang disodorkan di dalamnya tentang masyarakat dan sekaligus belajar tentang isi sastra, serta mempertinggi pengertian mereka tentang bahasa lisan dalam sastra lama. Berdasarkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), hasil penelitian tentang tuturan lisan dalam kegiatan katoba pada masyarakat Muna dapat dijadikan bahan ajar di SMA kelas X. Dikatakan demikian, kerena ungkapan tradisonal pogau toba ini diperoleh dari data tuturan tokoh agama


(31)

191

Sarmadan, 2013

Upacara Adat Katoba Pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan

pada saat proses upacara adat katoba dalam masyarakat Muna. Dapat dilihat pada standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta indikator sebagai berikut:

1. Menyimpulkan isi informasi yang disampaikan melalui tuturan langsung yang berindikator siswa mampu mencatat pokok-pokok yang disampaikan melalui tuturan langsung, menyimpulkan isi informasi dengan urutan yang runtut dan mudah dipahami, dan menyampaikan secara lisan isi informasi yang tertulis dengan runtut dan jelas. Dengan alokasi waktu 2x45 menit dalam 1 kali pertemuan.

2. Menyimpulkan isi informasi yang didengar melalui informasi tuturan tidak langsung (rekaman atau teks yang dibacakan). Indikator penyampaiannya adalah siswa mampu mencatat pokok-pokok isi informasi melalui rekaman atau teks yang dibacakan, menyampaikan secara lisan isi informasi secara runtut dan jelas, dan menyimpulkan isi informasi yang didengar. Dengan alokasi waktu 2x45 menit dalam 1 kali pertemuan.

Pengembangan pembelajaran sastra lama dengan media bahasa daerah di sekolah mempunyai maksud untuk meningkatkan mutu pengajaran tentang kekayaan lokal. Tercapainya target itu, akan menghasilkan masyarakat pemiliknya yang memiliki keterampilan berbahasa daerah, pengetahuan yang baik tentang bahasa daerah, dan sikap positif terhadap bahasa daerah, serta akan selalu berupaya untuk menggali, dan menjaganya dari kepunahan.

Pembelajaran sastra lama di sekolah pada dasarnya mempunyai dua tujuan, yakni tujuan umum dan tujuan khusus. (1) Secara umum, pembelajaran sastra lama bertujuan membina dan melestarikan kebudayaan daerah yang menjadi modal dasar bagi pembinaan dan pengembangan kebudayaan nasional, dan mengembangkan kepribadian anak didik menjadi manusia seutuhnya yang menghayati dan mengamalkan Pancasila. (2) Secara khusus, bertujuan membina sikap peserta didik


(32)

192

Sarmadan, 2013

Upacara Adat Katoba Pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan

Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra Lama di Sekolah Menengah Atas) Universitas agar memiliki pengetahuan tentang sastra lama, bahasa daerah dan budayanya, mengembangkan kepribadian peserta didik agar mampu berpikir dengan penalaran dan daya kritis yang membangun, serta memiliki sikap positif terhadap kebudayaannya.

Terkait dengan pembelajaran sastra lama dengan media bahasa daerah, pembelajaran tersebut di Sulawesi Tenggara pada umumnya sudah mulai dicanangkan dan dilaksanakan. Hal ini akan menjadi tantangan besar bagi guru-guru yang mengajarkan sastra lama untuk selalu kreatif dan inovatif. Hubungannya dengan kesuksesan kegiatan belajar mengajar guru merupakan tombak dalam kesuksesan pembelajaran, demikian pula dalam pembelajaran sastra lama. Kemampuan guru dalam meramu pembelajaran yang berbasis pada siswa dan budayanya sangat perlu, karena menurut pandangan tradisional bahwa gurulah yang menjadi kunci utama bagi berhasil tidaknya pembelajaran.

Dari beberapa uraian di atas, maka hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan di sekolah-sekolah dengan maksud untuk memperkenalkan upacara adat katoba pada masyarakat Muna sebagai salah satu keanekaragaman budaya daerah. Hal tersebut akan termuat pada pembelajaran sastra lama. Hal ini didasarkan pada rancangan kurikulum 2013 yang disusun sesuai jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan peningkatan iman dan takwa; peningkatan akhlak mulia; peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; keragaman potensi daerah dan lingkungan; tuntutan pembangunan daerah dan nasional; tuntutan dunia kerja; perkembangan dunia pengetahuan, teknologi dan seni; agama; dinamika perkembangan global; persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.


(33)

193

Sarmadan, 2013

Upacara Adat Katoba Pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan

Dampak yang diharapkan dari upaya pemanfaatan hasil penelitian ini dalam pembelajaran sastra lama (bahasa Indonesia) di sekolah adalah terbentuknya sikap positif peserta didik, guru, atau tenaga kependidikan tentang pentingnya budaya. Salah satu usaha pelestarian ini akan mendorong pelestarian upacara adat katoba melalui pembelajaran apresiasi sastra (drama) di sekolah adalah sebagai berikut:

1) Siswa lebih mengenali dan menghargai keragaman budaya, khususna upacara adat katoba yang digunakannya sebagai karya sastra daerahnya yang mengandung nilai-nilai luhur. Kegiatan ini merupakan bagian dari apresiasi budaya.

2) Siswa dapat memperoleh pengetahuan tambahan tentang upacara adat kaoba, serta dapat memetik nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. 3) Para guru Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah dapat memanfaatkan

upacara adat katoba sebagai alternatif bahan ajar untuk pengajaran sastra lama dan pertunjukkan drama.

D. Strategi Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Berbasis Tradisi Lisan

Setiap peserta didik dapat belajar dari pengalaman berseni sastra di lingkungan pendidikan sekolah, keluarga, dan masyarakat, dengan menguasai sejumlah keterampilan yang bermanfaat untuk merespon kebutuhan hidupnya. Dalam sastra banyak hal yang ditampilkan, seperti bahasa suatu komunitas, pola hidup, kebiasaan, sikap individual, sikap kelompok, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya. Ini berarti juga bahwa konten tradisi lisan (sastra lama) sulit dilepaskan dari pendidikan secara umum. Terjadinya proses internalisasi nilai-nilai luhur tradisi lisan dalam diri peserta didik akan berdampak positif cukup luas, bahkan menyentuh segenap aspek kehidupan peserta didik.


(34)

194

Sarmadan, 2013

Upacara Adat Katoba Pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan

Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra Lama di Sekolah Menengah Atas) Universitas Pada umumnya, setiap individu hidup berdasarkan kebiasaan yang dijalaninya sejak kecil sampai pada keadaan ia menyadari keberlangsungan eksistensi dirinya. Landasan kebiasaan hidup itu biasanya dihayati dan dilaksanakan bersumber dari tradisi yang dihayati dalam dirinya. Tradisi yang melekat dalam hati sanubari itu dipertahankan karena mempunyai kegunaan dalam kehidupan individu dan kolektif. Hal ini mengandung keuntungan yang memungkinkan peserta didik merasa bertanggung jawab untuk menunjukan kearifan diri sekaligus kearifan lokal lamanya dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Peserta didik diharapkan dan didorong agar memperluas cakrawala pengetahuan dan wawasannya, kalau perlu menjangkau masalah-masalah lebih mendalam sehingga dapat mempertajam kepekaan, minat, dan perhatiannya terhadap kehidupan faktual.

Dalam pembelajaran bahasa dan sastra lama berbasis tradisi lisan, kaitan dengan mempertajam kepekaan, minat, dan perhatiannya terhadap kehidupan faktual maka terdapat beberapa strategi dan langkah yang dapat dilakukan sebagai berikut.

1. Identifikasi unsur-unsur budaya; pada tahap ini peserta didik diarahkan untuk mengidentifikasi produk-produk budaya yang ada di dalam masyarakat. Budaya yang masih dilaksanakan ataupun yang sudah punah diidentifikasi. Seperti, cerita rakyat, mantra, dongeng, legenda, mite, upacara adat, nyanyian rakyat, makanan tradisional, arsitektur tradisional, dan lainnya.

2. Identifikasi masalah budaya; pada tahap ini peserta didik ditantang untuk dapat memilih bentuk dan konten budaya yang seperti apa yang akan dipelajarinya. Dari sekian contoh yang dipaparkan pada poin (1) di atas, peserta didik dapat memilih salah satunya, serta mendiagnosis masalah apa yang terjadi dalam produk budaya yang dipilihnya.

3. Penjelajahan budaya; pada tahap ini guru harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menyaksikan langsung (terjun ke lapangan),


(35)

195

Sarmadan, 2013

Upacara Adat Katoba Pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan

bahkan berpartisipasi pada penyelenggaraan budaya untuk produk budaya yang dipilihnya untuk ia pelajari. Sedangkan untuk budaya yang sudah punah, usaha yang dapat ditempuh adalah dengan melakukan wawancara kepada tokoh yang mengetahui dan mengenali perihal histori budaya yang akan diteliti peserta didik.

4. Interpretasi dan analisis; dari hasil penjelajahan yang telah mereka lakukan, maka peserta didik ditantang untuk melakukan interpretasi dan analisis unsur budaya, yakni interpretasi dan analisis bentuk dan isi. Kemudian guru memberikan pertanyan-pertanyaan mengenai temuan dan kesan mereka terhadap budaya yang dipelajarinya.

5. Evaluasi; pada tahap ini guru berdiskusi dengan peserta didik perihal temuan-temuan yang mereka dapatkan selama proses pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia berbasis tradisi lisan ini. Hasil diskusi diarahkan pada tawaran/rekomendasi tentang usaha yang akan dilakukan untuk melestarikan atau merevitalisasi kebudayaan tersebut.

6. Rekreasi budaya; guru mengajak peserta didik melakukan wisata budaya ke daerah tertentu untuk melihat dan merasakan keanekaragaman budaya bangsa yang tersebar di seluruh pelosok Nusantara.

7. Apresiasi budaya; guru memberikan tugas individu atau proyek kepada siswa dengan melakukan kegiatan apresiasi budaya. Dalam konteks penelitian ini, siswa akan membentuk kelompok untuk mendramatisasikan upacara adat katoba.

Melalui pembelajaran bahasa dan sastra lama berbasis tradisi lisan ini, diharapkan peserta didik dapat mempelajari dan menikmatinya, juga dapat memahami masalah-masalah yang terjadi di dalam masyarakat. Ditinjau dari sudut pandang antropologi bahwa manusia dan budaya adalah satu kesatuan dalam proses


(36)

196

Sarmadan, 2013

Upacara Adat Katoba Pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan

Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra Lama di Sekolah Menengah Atas) Universitas keharusan untuk beradaptasi dengan lingkungannya secara optimal, maka lingkungan harus ditanggapi sebagai lingkungan manusiawi, juga lingkungan budaya. Dengan demikian, lingkungan budaya dapat ditransfer ke lingkungan pendidikan. Asumsi sederhana bahwa proses pendidikan adalah proses berbudaya.

Belajar tentang bentuk tradisi lisan, peserta didik akan memahami teks, ko-teks, dan konteks budaya yang dipelajarinya. Sedangkan isi tradisi lisan, akan mempertinggi pengertian peserta didik tentang makna, fungsi, nilai, dan kearifan lokal yang terkandung di dalamnya. Sibarani (2012: 244) menyatakan bahwa penelitian (termasuk pembelajaran) tradisi lisan harus mampu menjelaskan tiga komponen besar tradisi lisan, yakni bentuk, isi, dan model revitalisasi. Bentuk mencakup teks, ko-teks, dan konteks. Isi mencakup makna atau fungsi, nilai atau norma budaya, dan kearifan lokal. Model revitalisasi mencakup penghidupan/pengaktifan kembali, pengelolaan, dan proses pewarisan tradisi lisan, serta kearifan lokal kepada komunitas pendukungnya. Bagian dari model revitalisasi dapat dilaksanakan melalui jalur pendidikan.

Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia berbasis tradisi lisansastra lama paling tidak harus menunjukan tiga landasan keilmuan sebagai berikut.

1. Landasan ilmu kebahasaan; artinya bahwa aspek-aspek kebahasaan dalam proses pembelajaran memberikan ruang bagi diskusi dan dialog aspek kebahasaan, seperti frasa, kata, klausa, kalimat, paragraf, wacana, dan lainnya.

2. Landasan ilmu sastra; artinya bahwa aspek-aspek sastra dalam proses pembelajaran memfasilitasi keperluan peserta didik untuk belajar ilmu sastra, yaitu teori sastra, kritik sastra, sejarah sastra, dan ekspresi sastra.

3. Landasan ilmu budaya (tradisi lisan); artinya bahwa dalam pembelajaran mengintegrasikan karakter budaya dan kearifan lokal yang bernilai positif.


(37)

197

Sarmadan, 2013

Upacara Adat Katoba Pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan

Suatu pembelajaran selayaknya dapat menunjang potensi dan bakat tertentu yang dimiliki peserta didik. Peserta didik didorong untuk menggunakan akalnya, berpikir kritis, inovatif dan kreatif. Strategi yang dibuat dapat menjadi media pengekspresian pengalaman, pemahaman, dan pengetahuan peserta didik tentang ihwal tradisi lisan. Perlu pula dicatat di sini, bahwa sebuah strategi diusahakan memuat karakteristik keilmuan pembelajaran bahasa dan sastra itu sendiri.

E. Praktik Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Berbasis Tradisi Lisan

Tradisi lisan sebagai sebuah bentuk sastra (lama) adalah ujung pangkal perkembangan sastra modern dewasa ini. Sebagai bagian dari hasil kebudayaan tradisi lisan perlu diperhatikan sebagaimana pelestarian pada produk-produk budaya yang lain. Pembelajaran sastra lama di sekolah merupakan pengenalan kepada peserta didik tentang khasanah sastra Indonesia yang beragam dan khas di masing-masing daerah. Pengenalan tradisi lisan khususnya sastra lama akan turut memberi konstribusi bagi upaya pelestarian budaya dari ambang kepunahan.

Pembelajaran berbasis budaya merupakan strategi pembelajaran yang saat ini sedang berkembang di berbagai negara. Oleh karena itu, pengenalan tradisi lisan dalam ranah pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di lembaga pendidikan, khususnya jenjang pendidikan dasar dan menengah merupakan upaya penanaman nilai-nilai karakter positif kepada peserta didik, proses aktualisasi budaya, dan usaha pelestarian budaya Indonesia. Dalam konteks ini perlu pengembangan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang berbasis tradisi lisan, khususnya dalam penerapan media dan bahan ajar tradisi lisan dalam kerangka prosedur pembelajaran.

Pembelajaran tradisi lisan (sastra lama) pada lembaga pendidikan seharusnya mampu menjadi guiding light yang berfungsi untuk menuntun manusia berbudi pekerti luhur (Khisbiyah, 2003). Sebagai contoh adalah menghargai dan menghormati


(38)

198

Sarmadan, 2013

Upacara Adat Katoba Pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan

Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra Lama di Sekolah Menengah Atas) Universitas keanekaragaman, menghargai dan mempraktikan nilai-nilai demokrasi yang terdapat dalam tradisi lisan. Oleh karena itu, wawasan pluralisme dan multikulturalisme perlu dikembangkan sebagai wujud Bhinneka Tunggal Ika di kalangan peserta didik. Pendekatan pendidikan yang sentralistis selama ini tampaknya tidak mempertimbangkan keunikan budaya lokal, sehingga menyebabkan tidak timbulnya apresiasi terhadap budaya-budaya lain yang berbeda.

Tujuan pengajaran sastra lama dan sastra modern secara umum sama karena keduanya memiliki nilai-nilai positif untuk pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh Rahmanto (1988: 16) bahwa pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi empat manfaat, yaitu membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjang pembentukan watak. Pengenalan materi mantra tidak mengurangi esensi dari tujuan pendidikan dan tujuan pengajaran sastra sebab melalui bahasa mantra dan tuturan tradisional lainnya dapat menambah keterampilan berbahasa peserta didik. Hal ini dapat mengasah keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, lebih mengenal khasanah sastra lamanya, mengembangkan cipta dan rasa, dan bisa menunjang pembentukkan watak.

Pada pengembangan silabus mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia kelas XII semester 1 tingkat sekolah menengah atas (SMA) memuat standar kompetensi dan kompetensi dasar dan materi pembelajaran yang berkenaan dengan tradisi lisan (sastra lama) dalam hal ini puisi lama. Pada silabus tercantum Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar sebagai berikut.

Mata pelajaran : Bahasa Indonesia Kelas/Semester : XII/1

Standar Kompetensi : Berbicara (menanggapi pembacaan tentang puisi lama).


(39)

199

Sarmadan, 2013

Upacara Adat Katoba Pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan

Dasar Pembelajaran Pembelajaran Bahan Ajar

Menanggapi pembacaan puisi lama tentang lafal, intonasi, dan ekspresi

- Puisi lama - Menanggapi

pembacaan puisi dari segi lafal, intonasi dan ekspresi

-Membacakan puisi lama di depan teman-teman dengan lafal, intonasi, dan ekspresi.

-Menaggapi pembacaan puisi lama tentang lafal, intonasi dan ekspresi.

-Memperbaiki cara pembacaan

berdasarkan masukan dari guru dan teman-teman

- Handout

- Kaset rekaman. - Radio.

Berdasarkan pedoman silabus tersebut, ungkapan tradisional pogau toba dalam upacara adat katoba mempunyai kesempatan yang baik untuk dijadikan sebagai salah satu bahan pembelajaran apresiasi sastra lama dalam mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Dalam kesempatan itu upacara katoba dapat dikenali oleh peserta didik sebagai salah satu budaya dan tradisi daerahnya. Hal ini akan dapat menimbulkan rasa bangga pada diri peserta didik dan optimis terhadap budaya dan tradisi daerahnya. Pengenalan sastra lama pada peserta didik ditujukan untuk menimbulkan sikap apresiatif terhadap tradisi lisan sebagai salah satu kearifan lokal.


(40)

200

Sarmadan, 2013

Upacara Adat Katoba Pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan

Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra Lama di Sekolah Menengah Atas) Universitas Bahan ajar yang digunakan bekenaan dengan sastra lama ini adalah bahan ajar berupa bahan ajar cetak, yakni dalam bentuk buku praktis proses dan tata cara pelaksanaan upacara adat katoba pada masyarakat Muna dan audio. Pemilihan bahan ajar berupa buku praktis disebabkan bahan ajar ini sederhana, menyajikan informasi yang lebih banyak, serta lebih terperinci. Pemilihan bahan ajar berupa audio dipilih berdasarkan pada tujuan dan penilaian yang dilakukan terhadap hasil karya peserta didik, yaitu menirukan apa yang mereka dengar. Dalam hal ini peserta didik membacakan ungkapan tradisional pogau toba dengan lafal, intonasi dan ekspresi yang tepat berdasarkan apa yang mereka dengar dari bahan ajar audio tersebut.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Nama Sekolah : SMA Negeri 1 Raha

Mata Pelajaran : Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas/ Semester : XII/1

Alokasi waktu : 2 x 45 menit (1 x pertemuan)

1. Standar kompetensi

Berbicara: mengungkapkan pendapat tentang pembacaan puisi lama 2. Kompetensi dasar

Menanggapi pembacaan puisi lama tentang lafal, intonasi, dan ekspresi 3. Indikator

a. Mampu membacakan puisi lama di depan teman-teman dengan lafal. Intonasi dan ekspresi yang sesuai.

b. Mampu menanggapi pembacaan puisi lama tentang lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat.


(41)

201

Sarmadan, 2013

Upacara Adat Katoba Pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan Puisi lama

5. Model pembelajaran

Pada pembelajaran ini, model yang digunakan adalah berdasarkan pendekatan CTL (Contextual Teaching Learning) dengan beberapa strateginya yaitu menemukan, konstruktisme, bertanya, masyarakat belajar, dan refleksi serta penilaian yang sebenarnya.

6. Kegiatan pembelajaran

Kegiatan Awal

a. Guru membuka pelajaran (2 menit).

b. Guru menyampaikan informasi tentang standar kompetensi, kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan (3 menit).

c. Guru menyampaikan secara garis besar tentang puisi lama (12 menit).

d. Guru bercerita singkat tentang upacara katoba serta tuturan yang digunakan (15 menit).

e. Guru menjelaskan tentang lafal, intonasi dan ekspresi dalam pembacaan puisi lama (7 menit).

Kegiatan Inti

a. Peserta didik membaca handout yang berisi materi tentang pusi lama, teks tuturan pogau toba dalam upacara katoba (2 menit).

b. Peserta didik menyimak pembacaan tuturan pogau toba melalui radio (5 menit).

c. Peserta didik berdiskusi tentang lafal, intonasi, dan ekspresi tuturan pogau toba dalam upacara katoba (7 menit).

d. Peserta didik secara bergiliran membacakan teks tuturan pogau toba dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang sesuai di depan teman-temannya (15 menit).


(42)

202

Sarmadan, 2013

Upacara Adat Katoba Pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan

Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra Lama di Sekolah Menengah Atas) Universitas e. Peserta didik mendengarkan dan menanggapinya serta memberi masukan

yang tepat (10 menit).

Kegiatan Akhir

a. Peserta didik menyimpulkan puisi lama berdasarkan lafal, intonasi, dan ekspresi (10 menit).

b. Guru menutup pembelajaran (2 menit). 7. Media dan Sumber Belajar

a. Media:

Kaset rekaman pembacaan ungkapan tradisional pogau toba dalam upacara adat katoba.

 radio b. Sumber Belajar:

Teks ungkapan tradisional pogau toba dalam upacara adat katoba. Buku teks mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia.

8. Penilaian

 Jenis : tugas individu.  Bentuk : performansi. Soal evaluasi :

1. Bacakanlah secara nyaring di hadapan teman-teman Anda teks tuturan pogau toba dalam upacara katoba dengan memerhatikan lafal, intonasi dan ekspresi yang tepat!

2. Tanggapilah pembacaan tuturan pogau toba yang dibacakan oleh teman Anda tentang lafal, intonasi dan ekspresinya!

Pedoman penilaian: Nama peserta didik:


(43)

203

Sarmadan, 2013

Upacara Adat Katoba Pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan Lafal

Intonasi Ekspresi

Keterangan: Sangat tepat = 8, Tepat = 7, Tidak tepat = 6

F. Transformasi Upacara Adat Katoba Menjadi Bentuk Drama

Transformasi adalah pengubahan bentuk dan fungsi. Pembicaraan mengenai transformasi upacara adat katoba adalah pengubahan bentuk upacara adat katoba ke dalam bentuk naskah drama. Transformasi ini dilakukan untuk menjadikan upacara adat katoba lebih mudah diapresiasi oleh masyarakat pendukungnya, khususnya peserta didik di institusi pendidikan. Naskah drama yang disusun ini dapat dijadikan sebagai bahan ajar drama di sekolah-sekolah ataupun sanggar-sanggar seni di masyarakat. Transformasi yang pertama dilakukan adalah transformasi bahasa, yakni dari bahasa daerah Muna ke bahasa Indonesia kemudian transformasi dari segi alur dan konteks penuturannya. Bahasa yang digunakan dalam naskah ini menggunakan bebeapa kutipan teks ungkapan tradisional pogau toba dalam upacara adat katoba. Naskah drama tentang upacara adat katoba ini dapat dijadikan sebagai seni pertunjukkan teater yang dapat di lakukan oleh siswa di sekolah maupun sanggar-sanggar seni di Kabupaten Muna.

Menurut Rahmanto (1988: 89) “drama adalah bentuk sastra yang dapat merangsang gairah dan mengasyikkan para pemain dan penonton sehingga sangat digemari masyarakat”. Berbeda dengan prosa, drama dapat ditonton oleh banyak orang dan menyenangkan sebab ada tindakan atau gerak (action) dari para


(44)

204

Sarmadan, 2013

Upacara Adat Katoba Pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan

Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra Lama di Sekolah Menengah Atas) Universitas pemainnya. Drama biasanya berupa pemaparan kehidupan yang nyata yang dipentaskan di atas panggung.

Tujuan utama dalam mempelajari drama adalah untuk memahami bagaimana suatu tokoh harus diperankan dengan sebaik-baiknya dalam suatu pementasan. Dalam pembelajaran drama di sekolah, guru atau pelatih bertanggung jawab untuk memperkenalkan siswa pada kondisi pementasan drama (Rahmanto, 1988:90). Upacara adat katoba dapat dijadikan sebagai bahan untuk pembelajaran drama di sekolah. Tujuannya adalah sama dengan bahan ajar puisi lama di atas yaitu sama-sama melestarikan tradisi, serta untuk mendekatkan siswa dengan lingkungan budayanya sendiri. Berikut disajikan naskah drama upacara adat katoba dengan judul katoba. Drama ini terdiri dari empat adegan, memiliki alur yang sederhana dan karakter tokoh yang datar.

Judul: katoba Para Pemain:

Imam

Anak (peserta upacara adat katoba) Hadirin

BABAK I PEMBUKAAN (DOFETAPA)

Panggung menggambarkan sebuah ruang, nampak imam, anak, dan para hadirin bersiap memulai upacara adat katoba.

Imam : Aitu aesaloane maafu newise ntoomu, arumato anemo toba anahi inia. (Sekarang saya minta maaf dihadapan kita sekalian, saya akan sampaikan toba anak- anak ini)


(45)

205

Sarmadan, 2013

Upacara Adat Katoba Pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan Hadirin : Umbe (kolektif)

(Ya)

Imam : Pedahamai afotoba inia, tangkahano inodi manusia biasa. Taaka mesiti damandehaane naini sakatahano fotobano maitu sikadji metaa, nitoba sikadji modai. Aitu datumobamo ini.

(Bagaimana mestinya saya melakukan toba, sedangkan saya sendiri adalah manusia biasa. Tetapi yang perlu diketahui bahwa yang menyampaikan toba itu adalah orang yang mempunyai niat yang baik, yang ditoba akan diajarkan perilaku yang baik untuk meninggalkan perilaku yang tidak baik. Sekarang akan kita mulai toba.)

Hadirin : Umbe (kolektif) (Ya)

Imam : Datumobadamo anahi ini (jamak) (Kita akan toba anak-anak ini) Hadirin : Umbe (kolektif)

(Ya)

Imam : atumobaemo anahi ini (tunggal) (Saya akan toba anak-anak ini) Hadirin : Umbe (kolektif)

(Ya)

Imam : atumobakoomu ini (jamak) (Saya akan toba kalian ini) Anak : Umbe (kolektif)

(Ya)

Imam : atumobakomo ini (tunggal) (Saya akan toba kalian ini)


(1)

235

memberikan perspektif yang lebih luas tentang nilai-nilai dan hakikat kehidupan kolektif masyarakatnya.

5. Fungsi dari pelaksanaan upacara adat katoba oleh masyarakat Muna, yaitu fungsi legitimasi status keislaman seorang anak, fungsi pendidikan, fungsi sosial, dan budaya yakni menyambung amal jariah para leluhur yang telah menyusun peradaban di Muna.

6. Nilai-nilai kultural dalam ungkapan tradisional pogau toba merupakan jiwa dari kebudayaan dan menjadi sistem dasar dari segenap tindakan-tindakan dan perilaku masyarakatnya. Nilai-nilai tersebut adalah nilai religius, refleksi diri, menghormati sesama, tata krama, hak kepemilikan, dan nilai kebersamaan secara integral berada dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat Muna. Dengan demikian, nilai-nilai kultural yang terkandung dalam ungkapan tradisional pogau

toba dalam upacara adat katoba adalah suatu kepastian hukum yang dapat

mengatur segenap kehidupan masyarakat pemiliknya. Hal ini juga menjadi gambaran bahwa apa yang dilakukan tersebut adalah hakikat keberadaan mereka sebagai suatu komunitas.

7. Pemanfaatan ungkapan tradisional pogau toba dalam pembelajaran apresiasi sastra lama di sekolah menengah atas merupakan upaya penanaman nilai-nilai karakter positif kepada peserta didik, proses aktualisasi budaya, dan usaha pelestarian budaya bangsa. Hal ini juga sejalan dengan visi dan misi rancangan kurikulum 2013 yang turut memperhatikan keragaman budaya dan kearifan lokal di Nusantara.

B.Saran

Sehubungan dengan upaya revitalisasi dan pelestarian kebudayaan, khususunya untuk melestarikan upacara adat katoba penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut.


(2)

236

1. Aset budaya yang terdapat di daerah beserta tantangan tertentu yang dihadapi potensi budaya perlu ditanggapi dengan aksi nyata.

2. Jenis aksi yang paling baik dilakukan adalah melalui kegiatan penelitian untuk mencari dan mengenali kreativitas masyarakat dalam segala bentuk bingkai kebudayaan.

3. Laporan tentang hasil penelitian sumber daya budaya sebaiknya direkomendasi kepada pihak terkait (pemerintah daerah dan swasta) untuk diambil langkah strategis untuk langkah pelestarian dan upaya populerisasi asset budaya. Usaha ini akan berefek pada kesejahteraan masyarakat, misalnya melalui penguatan aspek seni dan pariwisata.

4. Para peneliti selanjutnya yang ingin menggali lebih dalam hal-hal yang belum terungkap atau yang lebih spesifik tentang tradisi dan budaya daerah untuk mengeksplor kajian nilai-nilai secara holistik dan komprehensif.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Azhar, Al. 1985. Upah-Upah, Upacara Tradisional Orang Tambusai. Pekan Baru: Depdikbud.

Bendix, Regina. 1997. In Search of Authenticity: The formation of Folklore

Studies. Madison, Wisconsin: The University of Wisconsin Press.

Bronner, J. Simon. 2007. The Meaning of Folklore: The Analytical Essays of Alan

Dundes. Logan, Utah: Utah State University Press.

Couvreur, J. 2001. Sejarah dan Kebudayaan Kerajaan Muna. Diterjemahkan oleh René van den Berg. Kupang: Arta Wacana Press.

Danandjaja, James. 1995. Folklore Indonesia (Ilmu Gosip, Dongeng, dan

Lain-Lain). Jakarta: Graffiti.

Danandjaja, James. 2007. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan

Lain-Lain. Jakarta: Grafiti.

Danesi, Marcel. 2004. Messages, Signs, and Meanings: A Basic Textbook in

Semiotics and Communication Theory, 3rd Edition. Canada: Canadian Scholars’ Press Inc.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Djuweng, Stepanus. 2008. “Tradisi Lisan Dayak dan Modernisasi: Refleksi Metodologis Penelitian Sosial Positif dan Penelitian Partisipatoris”.

Pudentia MPPS (Editor). Metodologi Kajian Tradisi Lisan. Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan.

Endraswara, Suwardi. 2006. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Endraswara, Suwardi. 2009. Metodologi Penelitian Folklor: Konsep, Teori, dan

Aplikasi. Yogyakarta: MedPress.

Green, Thomas A. 1997. Folklore: An Encyclopedia of Beliefs, Customs, Tales,

Music, and Art. Santa Barbara, California: ABC-CLIO, Inc.

Halliday, M. A. & Ruqaiya Hasan. 1985. Bahasa, Konteks, dan Teks:

Aspek-Aspek bahasa dalam Pandangan Semiotik Sosial. Terjemahan oleh


(4)

Hutomo, Suripan S. 1983. Panduan Penelitian Sastra Lisan/Daerah. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Hutomo, Suripan S. 1991. Mutiara yang Terlupakan. Surabaya: HISKI.

Koentjaraningrat. 1985. Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.

Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru. Koentjaraningrat. 1990. Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta: PT

Gramedia.

Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru. Kuntjara, Esther. 2006. Penelitian Kebudayaan, Sebuah Panduan Praktis.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

La Fariki. 2010. Sistem Pendidikan ”Toba” pada Masyarakat Buton dan Muna

Sulawesi Tenggara. Kendari: Komunika.

La Niampe. 2008. Tuturan Tentang Katoba dalam Tradisi Lisan Muna. Deskripsi

Nilai dan Fungsi (Makalah: Disajikan dalam Seminar Internasional Lisan

VI Wakatobi). Kendari: Universitas Haluoleo.

La Tanampe. 2011. Katoba Kajian Nilai-Nilai Budaya dan Pembentukan

Karakter Anak pada Suku Muna. Tesis tidak diterbitkan. Kendari: FKIP

Universitas Haluoleo.

Liliweri, Alo. 2009. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Magara, Irma. 2010. Nilai-Nilai Pendidikan dalam Tuturan Katoba pada

Masyarakat Mawasangka. Skripsi. Kendari: FKIP Unhalu.

Maryaeni. 2005. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara. Naisbitt, John. 1994. Global Paradox. Jakarta: Binarupa Aksara.

Nasution. 2003. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Peursen, Van. 1988. Strategi Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius.

Pradopo, Rachmat Djoko. 2010. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.


(5)

Pudentia. 2008. Metodologi Kajian Tradisi Lisan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Ranjabar, Jacobus. 2006. Sistem Sosial Budaya Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia.

Rusyana, Yus. 1978. Sastra Lisan Sunda Cerita Karuhan, Kajajaden, dan

Dedemit. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Rusyana, Yus. 1984. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius

Rusyana, Yus. 2008. Tradisi sebagai Tumpuan Kreatifitas Seni. Bandung: Sunan Ambu Press.

Sarmadan. 2011. Makna Tuturan dalam Upacara Adat Katoba pada Masyarakat

Muna. Skripsi tidak diterbitkan. Kendari: FKIP Universitas Haluoleo.

Sedyawati, Edi. 2008. Keindonesiaan dalam Budaya (Buku 2). Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

Sherman, Josepha. 2008. Storytelling: An Encyclopedia of Mythology and

Folklore. Armonk, NY: M.E. Sharpe, Inc.

Sibarani, Robert. 2012. Kearifan Lokal: Hakikat, Peran, dan Metode Tradisi

Lisan. Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan.

Sims, Martha C. & Martine Stephens. 2005. Living Folklore: An Introduction to

the Study of People and Their Traditions. Logan, Utah: Utah State

University Press.

Siswantoro. 2010. Metode Penelitian Sastra Analisis Struktur Puisi. Surakarta: Pustaka Pelajar.

Sudiarga, I Made. 2004. Nilai Budaya dalam Geguritan Sudamala. Jakarta: Depdiknas.

Sudikan, Setya Yuwana. 2001. Metode Penelitian Kebudayaan. Surabaya: Citra Wacana.

Sudikan, Setya Yuwana. 2007. Antropologi Sastra. Surabaya: Unesa University Press.

Sugiyono. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sukatman. 2009. Butir-Butir Tradisi Lisan Indonesia Pengantar Teori dan


(6)

Suprayekti. 2004. Pembaharuan Pembelajaran di SD. Jakarta: Pusat Penerbitan UT.

Taum, Yoseph Yapi. 2011. Studi Sastra Lisan. Yogyakarta: Lamalera.

Tilaar, H.A.R. 2002. Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani

Indonesia: Strategi Reformasi Pendidikan Nasional. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Tulius, Juniator. 2004. Family Stories: Oral Tradition, Memories of the Past, and

Contemporary Conflicts Over Land in Mentawai – Indonesia. Amsterdam:

Sjoukje Rienks.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.


Dokumen yang terkait

Ensembel Musik Tiup Pada Upacara Adat Batak Toba - Analisis Perubahan Struktur Penyajian dan Repertoar Musik

9 218 396

NILAI MORAL DALAM NOVEL SANG PENCERAH KARYA AKMAL NASERY BASRAL DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS

23 124 79

PENDAHULUAN Unsur-Unsur Budaya Dalam Legenda Upacara Adat Mandhasiya Di Pancot Karanganyar: Tinjauan Antropologi Sastra Dan Relevansinya Dalam Pembelajaran Sastra Di Sekolah Menengah Atas.

0 2 5

KAJIAN STRUKTUR, FUNGSI, DAN NILAI SOSIOLOGIS LEGENDA TANJUNG LESUNG DI PANDEGLANG DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR APRESIASI SASTRA DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

29 720 103

Kajian Struktural dan Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Cerita Pendek Keagamaan serta Pemanfaatannya sebagai Bahan Ajar dan Kegiatan Pembelajaran Apresiasi Sastra di Sekolah Menengah Pertama.

0 2 21

NILAI BUDAYA DAN NILAI PENDIDIKAN KARAKTER CERITA RAKYAT DI PULAU BANGKA DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN AJAR APERSIASI SASTRA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS.

2 28 69

KAJIAN STRUKTUR DAN NILAI-NILAI KARAKTER DALAM CERITA RAKYAT DI DAERAH SUMEDANG SEBAGAI BAHAN AJAR APRESIASI SASTRA DAN PROSES PEMBELAJARANNYA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS.

5 50 84

NILAI KECERDASAN INTRAOPERASIONAL DAN KECERDASAN PERSONAL DALAM NOVEL DIBAWAH LINDUNGAN KA'BAH DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA.

2 4 27

Konflik Batin dan Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel 12 Menit Karya Oka Aurora serta Relevansinya sebagai Materi Pembelajaran Apresiasi Sastra di Sekolah Menengah Atas.

0 1 16

NOVEL SALA DADI LER-LERAN KARYA SRI HADIDJOJO: ANALISIS STRUKTURAL, NILAI PENDIDIKAN, DAN RELEVANSINYA SEBAGAI MATERI PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA JAWA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS - UNS Institutional Repository

0 1 19