Ensembel Musik Tiup Pada Upacara Adat Batak Toba - Analisis Perubahan Struktur Penyajian dan Repertoar Musik
ENSEMBEL MUSIK TIUP
PADA UPACARA ADAT BATAK TOBA
ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR PENYAJIAN DAN REPERTOAR
MUSIK
T E S I S
Untuk memperoleh gelar Magister Seni (M.Sn) dalam Program Studi
Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni pada Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara
Oleh
Monang Asi Sianturi
NIM: 097037003PROGRAM STUDI
MAGISTER (S2) PENCIPTAAN & PENGKAJIAN SENI
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
Judul Tesis : ENSEMBEL MUSIK TIUP PADA UPACARA ADAT BATAK TOBA ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR PENYAJIAN DAN REPERTOAR MUSIK
Nama : Monang Asi Sianturi
Nomor Pokok : 097037003
Program Studi : Magister (S2) dan Pengkajian Seni
Menyetujui Komisi Pembimbing
Dra. Rithaony Hutajulu, M.A
Ketua
NIP. 19631116 199703 2 001
Dr. Asmyta Surbakti, M.Si Anggota
NIP. 19600325 198601 1 001
Program Studi Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni
Drs. Irwansyah Harahap, M.A. NIP. 19621221 199703 1 001
Fakultas Ilmu Budaya Dekan
Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP. 19511013 197603 1 001
(3)
Tanggal lulus :
Telah diuji pada Tanggal
PANITIA PENGUJI UJIAN TESIS
Ketua : Drs. Irwansyah Harahap, M.A. ( ___________________ )
Sekretaris : Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. ( ____________________ )
Anggota I : Dra. Rithaony Hutajulu, M.A. ( ____________________ )
Anggota II : Dr. Asmyta Surbakti, M.Si. ( ____________________ )
(4)
ABSTRACT
The new interactions of religion the west point of few enentered the Batak Land and changed the basic culture up to the roots. The modern in impact, the development of education and prosperity are often expressed by doing something modern. The infiltration of Christian religion come to Batak Land is carried by Zending RMG missionaries. And the Gondang practicing become limited and reduced even though Batak Toba societies runs their cult ritual constantly.
Pre Christian in Batak Land, Gondang Sabangunan and Uning-uningan are used as a music in their cult tradition or others ritual ceremonies. They used them as a media of communication with the ancestors spirits and as a instruments music in wedding and dead ceremonies, also in the party of building monuments and etc.Gondang is called as an local identity of Batak people. Gondang Sabangunan has a strategies function in Batak tradition, but the same time with modern era, the Batakparties or ceremonies started using west music and brass band more than the Gondang.
In the development of culture, the brass band replaced the Gondang Sabangunans’ function by replacing structure music in Batak and West music. This changing happened when brass band in the first time were used as instrument music the church, but the same time they are used also in Batak’s tradition parties or ceremonies. But the brass band function in Batak’s cult or tradition still used Batak’s concept in his ownstructure music, even the basic material is different with Gondang.
The Batak Toba society who live in the post-modern era must see the global media and development of technology. They are influence peoples’ points of few or minds. It can be replaced the tradition Gondang music as an identity in Batak Toba culture.
Key words:
Gondang, brass band, acculturation, changing, post-modern and culture ceremony
(5)
INTISARI
Interaksi agama baru dan nilai-nilai Barat yang masuk ke tanah Batak mengubah pokok-pokok kebudayaan sampai ke akarnya. Identifikasi dengan nilai-nilai kemodern-an, kemajuan, pendidikan dan kemakmuran sering diekspresikan kepada apa yang dianggap modern. Dengan masuknya infiltrasi agama Kristen yang dibawa missionaris Badan Zending RMG, praktis pertunjukan tradisi gondang mulai dibatasi meskipun masyarakat Batak Toba tetap menjalankan ritual adatnya.
Pra Kristen di tanah Batak, musik yang digunakan di dalam setiap upacara adat atau acara ritual lainnya adalah Gondang Sabangunan dan Uning-uningan yang digunakan sebagai alat komunikasi dengan roh-roh nenek moyang dan sebagai pengiring seperti upacara perkawinan, upacara kematian, pesta tugu dan acara lainnya. Gondang sebagai kearifan lokal orang Batak, awalnya memiliki peran strategis dalam lingkungan kegiatan upacara adat masyarakat ini, namun seiring dengan perkembangan zaman sekarang ini, upacara atau pesta orang Batak secara berangsur-angsur lebih banyak menggunakan musik barat brass band dari pada gondang tersebut diatas.
Dalam tingkatan kebudayaan, penggunaan musik brass band menggeser peranan gondang sabangunan dengan menggantikan struktur dan repertoar musik dengan bentuk kaitan antara dua budaya yang berbeda, yaitu agama dan musik dengan pengtrankulturasian dua budaya (Batak dan Barat).
Perubahan terjadi ketika brass band yang semula kedudukannya mengiringi
nyanyian ibadah di gereja, akhirnya sudah digunakan dalam upacara adat tradisi Batak Toba. Penggunaan brass band yang dipakai dalam upacara adat, masih memakai konsep budaya Batak Toba dalam struktur penyajian dan repertoar musiknya, walaupun dengan materi yang pada dasarnya berbeda dengan gondang.
Masyarakat Batak Toba yang hidup dalam dunia post-modern dan harus menghadapi media global dan teknologi, banyak mempengaruhi pikiran dan selera setiap orang pengguna kebudayaan ini, dapat menghilangkan musik tradisi gondang dalam setiap upacara adat sebagai wujud kebudayaan Batak Toba.
Kata-kata kunci:
Gondang, musik brass band, transkulturasi, perubahan, post-modern dan upacara adat.
(6)
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis naikkan ke hadirat Tuhan Yang Maha
Kuasa dan Pengasih, karena dengan berkat dan kuasaNya yang
dilimpahkan menyertai dan memberi perlindungan kepada penulis sehingga
tesis ini dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk mencapai Strata
2 dalam Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Sumatera Utara.
Tesis ini berjudul Ensembel Musik Tiup Pada Upacara Adat Batak
Toba - Analisis Perubahan Struktur Penyajian dan Repertoar Musik
adalah memberi analisa terhadap perubahan yang terjadi pada struktur
penyajian dan repertoar musik ensembel tiup yang dipergunakan dalam
upacara adat masyarakat Batak Toba dalam lingkungan penganut agama
Kristen di Sumatera Utara.
Penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada seluruh pihak
yang memberikan dorongan dan membantu penulis dalam menuangkan
pikiran dan ide-ide dalam penulisan skripsi ini. Ucapan terimakasih
pertama sekali disampaikan sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. dr.
Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A sebagai
Dekan Fakultas Ilmu Budaya yang telah memberikan fasilitas dan sarana
(7)
Dalam kesempatan ini penulis juga memberikan penghormatan dan
ucapan terimakasih kepada Ibu Dra. Rithaony Hutajulu, M.A yang banyak
memberi masukan dalam mengorganisasikan tulisan saya ini sekaligus
sebagai Pembimbing I (pertama) dan Ibu Dr. Asmyta Surbakti, M.Si yang
dengan kesabaran dan kebijaksanaannya membimbing penulis dan
sekaligus sebagai Pembimbing II (kedua) dalam proses studi hingga
penyelesaian tesis ini. Rasa terimakasih saya sampaikan kepada Dosen
Penguji saya Drs. Setia Dermawan Purba, MSi dan kepada Bapak Drs.
Irwansyah Harahap, M.A, Ketua Prodi PPS USU sekaligus dosen yang
memberi pemahaman dasar keilmuan dalam tesis saya. Dan yang banyak
memberi saran serta memberi koreksi dalam tulisan saya Bapak Drs.
Torang Naiborhu, M.Hum, Sekretaris Prodi PPS USU sekaligus dosen,
saya sangat berterimakasih dan memberi rasa hormat atas perhatian beliau.
Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D, Ketua Prodi pertama dan
pengajar di Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni Universitas
Sumatera Utara yang dengan kesabaran memberikan masukan kepada
penulis sejak mengikuti kuliah hingga penyelesaian tesis ini. Begitu juga
dengan dosen-dosen lainnya, Prof. Mauly Purba, Ph.D, Drs. Kumalo
Tarigan, M.A, Dra. Frida Deliana Harahap, M.Si, Dra. Heristina Dewi,
M.Pd, Drs. Bebas Sembiring, M.A, Prof. Syaifuddin, M.A, Ph.D, Prof. Dr.
Tengku Silvana Sinar, M.A, Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S. Dan juga tidak
(8)
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan dosen
musik, staf dan unsur pegawai serta jajaran pimpinan STAKPN Tarutung
tempat penulis mengabdi, yang telah memberikan izin studi kepada penulis
selama masa perkuliahan. Tidak lupa rasa terimakasih kepada para
budayawan, pejabat gereja, rohaniawan pemusik dan pemerhati musik dan
adat Batak Toba yang penulis temui di lapangan dan memberikan waktu
untuk wawancara dan memberi informasi. Antara lain, Drs. Bonar Gultom
(Gorga), Edward C. Van Ness, Pdt. Dr. Langsung M. Sitorus, M.Th, Pdt.
Abraham Lincoln Hutasoit, M.Th, Pdt. Dr. Harry Panjaitan, M.Th, Marsius
Sitohang, S. Tambunan, Drs. Manguji Nababan, Pdt. Waldemar Silitonga,
Drs. Poltak Sinaga, dan para informan yang tidak dapat saya sebutkan satu
persatu, semoga Tuhan yang Kuasa melimpahkan berkat dan kesehatan
serta panjang umur kepada beliau-beliau tersebut. Kepada orangtua
penulis, ayah (alm) dan ibu yang menyertai penulis dengan doanya.
Teristimewa kepada istri penulis yang saya kasihi Albine R. Pangaribuan,
SH, yang selalu memberi semangat dan perhatian serta pengorbanan tulus
yang tidak terhingga selama penulis menjalani studi hingga proses
menyelesaikan tesis ini. Kedua anakku yang luar biasa dalam mendorong
penulis menyelesaikan tesis ini hingga rampung, Gorga Ben Nusantara dan
Gustofel Beleven Nafiri. Dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan
(9)
Tulisan yang tersusun ini, tentulah belum dapat dikatakan sempurna.
Untuk itu dengan kerendahan hati penulis menyadari kekurangan. Dan
untuk itu saya sangat mengharapkan masukan saran dan kritik membangun
dari para pembaca. Dan semoga tesis ini berguna dan bermanfaat untuk
kemajuan ilmu dalam perkembangan bidang etnomusikologi dan ilmu
lainnya di Indonesia.
Medan, April 2012
Penulis,
(10)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Monang Asi Sianturi
NIP : 196712152003121001
Tempat/Tanggal Lahir : Tapanuli Utara, 15 Desember 1967
Alamat : Jalan Markisa No. 176 Perumahan Pagar Beringin
Permai
Sipoholon-Tapanuli Utara
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Dosen Musik Gerejawi STAKPN Tarutung
Dosen Musik Gereja di STT Sola Gratia Medan
Pendidikan : 1. Sarjana Seni (S.Sn) dari Fakultas Sastra
Universitas
Sumatera Utara, Jurusan Etnomusikologi,
lulus tahun 1994
2. Akta Mengajar IV dari STAKPN Tarutung,
lulus tahun 2007
3. SMA Negeri 11 Medan, lulus tahun 1986
Pada tahun akademi 2009/2010 diterima menjadi mahasiswa pada
Program Studi Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu
(11)
ENSEMBEL MUSIK TIUP
PADA UPACARA ADAT BATAK TOBA
ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR PENYAJIAN DAN REPERTOAR
MUSIK
T E S I S
Oleh:
Monang Asi Sianturi
NIM: 097037003PROGRAM STUDI
MAGISTER (S2) PENCIPTAAN & PENGKAJIAN SENI
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(12)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ……….. i
HALAMAN PENGESAHAN ……… iii
ABSTRACT ……….. iv
INTISARI ……….. v
PRAKATA ……… vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……….. ix
DAFTAR ISI ……….. x
DAFTAR TABEL ……….. xviii
DAFTAR GAMBAR ……….. xix
HALAMAN PERNYATAAN ……… xx
BAB I PENDAHULUAN ……….………. 1
1.1. Latar Belakang ………. 1
1.2. Rumusan Masalah ……….……….. 15
1.3. Tujuan dan Manfaat ……….……….. 17
1.3.1. Tujuan Penelitian…………..………. 17
1.3.2. Manfaat Penelitian………….……… 18
1.4. Kajian Pustaka ……….………. 19
1.5. Kerangka Konsep ……… 23
(13)
1.5.1.1. Analisis Perubahan……… 27
1.5.1.2. Analisis Perubahan Struktur ……… 33
1.5.2. Repertoar Musik Tiup Batak Toba ……….. 36
1.6. Metodologi Penelitian……… 39
1.6.1. Observasi/Teknik Pengumpulan Data ………..……. 41
1.6.2. Wawancara ……… 43
1.6.3. Dokumen ………..…………..……… 44
1.6.4. Analisis Data ……… 45
1.6.5. Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ……… 46
1.6.6. Lokasi Penelitian ………….……… 47
BAB. II. MASYARAKAT BATAK TOBA ………. 48
2.1. Tinjauan Kesejarahan Masyarakat Batak Toba ……….. 48
2.1.1. Asal-usul Masyarakat Batak Toba …….……… 48
2.1.2. Konsep Budaya Masyarakat Batak Toba …………..……… 52
2.2. Sistem Sosial Kekerabatan Masyarakat Batak Toba……… 56
2.2.1. Sistem Kemasyarakatan ………. 58
2.2.2. Sistem Kekerabatan ……… 59
2.2.3. Kepercayaan Tradisional ……… 62
2.2.4. Fungsi Kekerabatan ………. 65
(14)
2.3. Gambaran Umum Wilayah Batak Toba ….……… 68
2.3.1. Letak Geografis Tanah Batak ………. 68
2.3.2. Wilayah Budaya Batak Toba ………. 72
2.3.3. Sistem Mata Pencaharian Penduduk ……….. 73
2.4. Konteks Historis: Batak Toba di Bona Pasogit ……… 77
2.5. Diaspora Masyarakat Batak Toba………. 82
2.5.1. Komunitas Batak Toba di Simalungun………. 86
2.5.2. Komunitas Batak Toba di Medan ……… 89
2.5.3. Komunitas Batak Toba di Jakarta………. 91
2.6. Adat Batak Dalam Siklus Kehidupan Masyarakat ……….. 95
2.6.1. Upacara Adat Kelahiran ……… 97
2.6.2. Upacara Perkawinan Adat Na Gok ……… 98
2.6.3. Upacara Adat Kematian ……… 100
2.6.4. Upacara Adat Pesta Tugu ……… 105
2.6.5. Upacara Adat Ulang Tahun ……… 109
2.6.6. Upacara Adat Memasuki Rumah Baru ……… 111
2.7. Transformasi Adat Batak Toba Ke Dalam Agama Kristen …….. 113
2.7.1. Sejarah Awal Gereja Batak di Perantauan………. 114
(15)
BAB. III. PERSEBARAN AGAMA KRISTEN DI TANAH BATAK……. 120
3.1. Aspek-aspek Penyebaran Injil Di Tanah Batak ……… 120
3.1.1. Aspek Sosial Politik ……… 121
3.1.1. Aspek Sosial Budaya ……….. 122
3.2. Penyebaran Misi Zending RMG di Tanah Batak ………. 123
3.2.1. Periode Zending Gereja Babtis Inggris Tahun 1820-1824 ……….. 128
3.2.2. Periode Zending Boston Amerika Serikat Tahun 1834 …… 131
3.2.3. Periode Zending Nederlandsch Zending Ganootschap Ermelo-Belanda Tahun 1856-1860 ………. 133
3.2.4. Periode Zending Rheinishe Mission Gesselschaft (RMG) Barmen-Jerman Tahun 1861-1863 ……… 135
3.3. Perkembangan Zending RMG Barmen di Tanah Batak …………. 140
3.4. Tokoh-tokoh Misionir Penting di Tanah Batak ……… 141
3.4.1. Dr. Ingwer Ludwig Nommensen (1834-1918) ………. 141
3.4.2. Pdt. Gerrit van Asselt ………. 147
3.4.3. Pdt. Dr. Johannes Warneck ………. 151
3.5. Pemberitaan Injil Pada Gereja Batak ………. 157
3.5.1. Pertumbuhan Jemaat Gereja Batak ……… 161
3.5.2. Peranan Evangelis di Gereja Batak ………. 165
3.5.3. Berdirinya Sekolah Guru Jemaat ……… 171
(16)
BAB. IV. MUSIK TIUP DALAM KEBUDAYAAN BATAK ……… 184
4.1. Aktivitas Musik Dalam Upacara Adat ……… 184
4.1.1. Pengertian Musik Pada Masyarakat Batak Toba ………….. 184
4.1.2. Pandangan Masyarakat Terhadap Musik Tiup ……… 186
4.1.3. Folk Taksonomi Gondang Batak Toba ……….. 189
4.2. Penggunaan Gondang dalam Upacara Adat ………. 192
4.2.1. Ensembel Gondang Sabangunan ……… 196
4.2.2. Ensembel Gondang Hasapi ……….. 197
4.3. Sejarah Musik Tiup ……….. 206
4.3.1. Masuknya Musik Tiup di Tanah Batak ……… 211
4.3.2. Musik Tiup Dalam Ibadah Gereja ……….……… 223
4.3.3. Persebaran Musik Tiup ………. 227
4.4. Musisi Musik Tiup Batak Toba ……… 231
4.4.1. Kompensasi Pekerjaan Pemain ……….. 231
4.4.2. Status Musisi ……… 234
4.4.3. Musisi Dalam Mengiringi Upacara Adat ……….. 236
4.5. Struktur Penyajian Musik Tiup Pada Upacara Adat ……… 240
4.6. Deskripsi Instrumentasi Ensembel Musik Tiup ……… 242
4.6.1. Instrumen Trumpet ………. 243
4.6.2. Instrumen Saxophone ……….. 244
4.6.3. Instrumen Trombone ………. 245
(17)
4.6.5. Instrumen Sulim ……… 248
4.6.6. Instrumen Drum Set ……… 249
4.6.7. Instrumen Gitar Strings ……… 250
4.6.8. Instrumen Gitar Bas ……….. 251
4.7. Faktor Penggunaan Musik Tiup ……… 252
4.7.1. Faktor Legitimasi Gereja ……….. 252
4.7.2. Faktor Penggunaan Yang Terbatas ……… 253
4.7.3. Faktor Status Sosial ……….. 254
4.7.4. Faktor Resiko Kesalahan ……….. 254
4.7.5. Faktor Hiburan ……… 256
4.7.6. Faktor Teknologi ………. 257
4.8. Peranan Musik Tiup Dalam Upacara Adat ……….. 259
4.8.1 Tahapan Proses Adat Batak ……….. 264
4.8.1.1. Tahap Persiapan ………. 264
4.8.1.2. Tahap Pelaksanaan Upacara ……….. 265
4.8.1.3. Tahap Sesudah Upacara Adat ……… 269
4.8.2. Musik Tiup Dalam Acara Adat Batak Toba ……….. 270
4.8.2.1. Dalam Upacara Adat Kematian Saur Matua ………….. 272
4.8.2.2. Dalam Upacara Adat Perkawinan ………. 273
4.8.2.3. Dalam Kegiatan Diluar Konteks Adat ……….. 275
4.9. Teknik Bermain Musik Tiup ………. 276
(18)
4.11. Perkembangan Repertoar Musik Tiup Batak Toba ………. 284
BAB. V. ANALISIS STRUKTUR PENYAJIAN MUSIK TIUP DALAM UPACARA ADAT BATAK TOBA ………. 287
5.1. Penggunaan Lagu Dalam Musik Tiup ………. 287
5.1.1. Cara Dalam Penentuan Lagu ………. 288
5.1.2. Penggunaan Nada Dasar (Key Signature) ……… 289
5.1.3. Aspek Estetika Musik ……….. 292
5.2. Analisis Musikal Musik Tiup ……… 294
5.2.1. Transkripsi Repertoar Musik Tiup ………. 295
5.2.1.1. Repertoar Pertama ………. 297
5.2.1.2. Repertoar Kedua ……… 301
5.2.1.2. Repertoar Ketiga ……… 316
5.2.2. Analisis Repertoar Lagu ……….. 317
5.2.2.1. Tangga Nada dan Nada Dasar ………. 317
5.2.2.2. Wilayah Nada ……… 319
5.2.2.3. Dasar Ritmik Musik Tiup ………. 321
5.2.2.4. Pola Meter Musik Tiup ……… 321
5.2.2.5. Tempo Musik Tiup ………. 322
5.2.2.6. Frasa Musik Tiup ……….. 324
5.2.2.7. Unsur-unsur Harmoni Musik Tiup ……….. 343
(19)
BAB VI. KESIMPULAN ………. 347
6.1. Kesimpulan ……… 347
6.2. Saran ……….. 347
6.3. Rangkuman ……….. 348
KEPUSTAKAAN ……… 356 DAFTAR INFORMAN ………. GLOSARIUM ………
(20)
DAFTAR TABEL
Hal.
Tabel. 1. Peristiwa Musikal dalam siklus feedback ……… 28
Tabel. 2. Bilangan Sundut Tarombo dalam Stratifikasi Sosial Batak Toba ……… 51
Tabel. 3. Diagram Kelompok Dalihan Natolu ……….. 62
Tabel. 4. Pemimpin Gereja Batak-Mission hingga menjadi HKBP ………. 156
Tabel. 5. Gereja-gereja yang tergabung dalam PGI Wilayah Sumatera Utara …. 164 Tabel. 6. Struktur Pimpinan di Gereja Batak Protestan ……….. 176
Tabel. 7. Diagram penamaan musik tiup dalam Tiga Pandangan ……… 186
Tabel. 8. Diagram Konsepsi Musik Batak Toba. ……….. 188
Tabel. 9. Skema Penggunaan Musik dalam Masyarakat Batak Toba ……… 204
Tabel 10. Gereja pengguna musik tiup ……… 226
Tabel.11. Kelompok Musik Tiup di Sumatera Utara ………..………. 231
Tabel.12. Komposisi Musisi Dalam Kelompok Bahana Musik Tarutung ………… 236
Tabel. 13. Substitusi Instrumen Tiup Dalam Gondang Sabangunan ……… 238
Tabel. 14. Struktur Penyajian Musik Tiup ……… 241
Tabel. 15. Kedudukan Musik tiup dalam Upacara Adat Batak Toba ……….. 272
(21)
DAFTAR GAMBAR
Hal.
Gambar. 1. Daerah Pemukiman Orang Batak Toba ……… 82
Gambar. 2. Musik Tiup Pada Upacara Adat Perkawinan Batak Toba ……… 100
Gambar. 3. Upacara Adat Kematian Saur Matua ………. 103
Gambar. 4. Tugu Batak Toba ………..……….. 109
Gambar. 5. Pdt. Dr. Theol. Ingwer Ludwig Nommensen ……… 147
Gambar. 6. Pdt. Gerrit van Asselt ……… 151
Gambar. 7. Pdt. Dr. Johannes Warneck ……….……… 154
Gambar. 8. Sekolah Seminarium HKBP Sipoholon ……… 174
Gambar. 9. Kelompok Musik Tiup Batak Toba ………. 208
Gambar. 10. Instrumen Tiup Trumpet ……….……… 244
Gambar. 11. Instrumen Tiup Saxaphone ……….……… 245
Gambar. 12. Instrumen Tiup Trombone ……….……… 246
Gambar. 13. Instrumen Keyboard …….……….……… 248
Gambar. 14. Instrumen Sulim ……….……….……… 249
Gambar. 15. Instrumen Drum Set ……….……… 250
Gambar. 16. Instrumen Gitar Strings ..……….……… 250
Gambar. 17. Instrumen Gitar Bas …….……….……… 251
Gambar. 18. Sistem Kode Penjarian menunjukkan nada dasar F ……….. 277
Gambar. 19. Sistem Kode Penjarian menunjukkan nada dasar Bes ……… 277
Gambar. 20. Sistem Kode Penjarian menunjukkan nada dasar Es ……….. 278
Gambar. 21. Sistem Kode Penjarian menunjukkan nada dasar As ………. 278
Gambar. 22. Sistem Kode Penjarian menunjukkan nada dasar G ……… 278
Gambar. 23. Sistem Kode Penjarian menunjukkan nada dasar D ……….. 279
Gambar. 24. Sistem Kode Penjarian menunjukkan nada dasar A ……….. 279
Gambar. 25 .Sistem Kode Penjarian menunjukkan nada dasar E ………. 279
Gambar. 26. Sistem Kode Penjarian menunjukkan nada dasar VI Minor ……… 280
(22)
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan,
Monang Asi Sianturi
(23)
ABSTRACT
The new interactions of religion the west point of few enentered the Batak Land and changed the basic culture up to the roots. The modern in impact, the development of education and prosperity are often expressed by doing something modern. The infiltration of Christian religion come to Batak Land is carried by Zending RMG missionaries. And the Gondang practicing become limited and reduced even though Batak Toba societies runs their cult ritual constantly.
Pre Christian in Batak Land, Gondang Sabangunan and Uning-uningan are used as a music in their cult tradition or others ritual ceremonies. They used them as a media of communication with the ancestors spirits and as a instruments music in wedding and dead ceremonies, also in the party of building monuments and etc.Gondang is called as an local identity of Batak people. Gondang Sabangunan has a strategies function in Batak tradition, but the same time with modern era, the Batakparties or ceremonies started using west music and brass band more than the Gondang.
In the development of culture, the brass band replaced the Gondang Sabangunans’ function by replacing structure music in Batak and West music. This changing happened when brass band in the first time were used as instrument music the church, but the same time they are used also in Batak’s tradition parties or ceremonies. But the brass band function in Batak’s cult or tradition still used Batak’s concept in his ownstructure music, even the basic material is different with Gondang.
The Batak Toba society who live in the post-modern era must see the global media and development of technology. They are influence peoples’ points of few or minds. It can be replaced the tradition Gondang music as an identity in Batak Toba culture.
Key words:
Gondang, brass band, acculturation, changing, post-modern and culture ceremony
(24)
INTISARI
Interaksi agama baru dan nilai-nilai Barat yang masuk ke tanah Batak mengubah pokok-pokok kebudayaan sampai ke akarnya. Identifikasi dengan nilai-nilai kemodern-an, kemajuan, pendidikan dan kemakmuran sering diekspresikan kepada apa yang dianggap modern. Dengan masuknya infiltrasi agama Kristen yang dibawa missionaris Badan Zending RMG, praktis pertunjukan tradisi gondang mulai dibatasi meskipun masyarakat Batak Toba tetap menjalankan ritual adatnya.
Pra Kristen di tanah Batak, musik yang digunakan di dalam setiap upacara adat atau acara ritual lainnya adalah Gondang Sabangunan dan Uning-uningan yang digunakan sebagai alat komunikasi dengan roh-roh nenek moyang dan sebagai pengiring seperti upacara perkawinan, upacara kematian, pesta tugu dan acara lainnya. Gondang sebagai kearifan lokal orang Batak, awalnya memiliki peran strategis dalam lingkungan kegiatan upacara adat masyarakat ini, namun seiring dengan perkembangan zaman sekarang ini, upacara atau pesta orang Batak secara berangsur-angsur lebih banyak menggunakan musik barat brass band dari pada gondang tersebut diatas.
Dalam tingkatan kebudayaan, penggunaan musik brass band menggeser peranan gondang sabangunan dengan menggantikan struktur dan repertoar musik dengan bentuk kaitan antara dua budaya yang berbeda, yaitu agama dan musik dengan pengtrankulturasian dua budaya (Batak dan Barat).
Perubahan terjadi ketika brass band yang semula kedudukannya mengiringi
nyanyian ibadah di gereja, akhirnya sudah digunakan dalam upacara adat tradisi Batak Toba. Penggunaan brass band yang dipakai dalam upacara adat, masih memakai konsep budaya Batak Toba dalam struktur penyajian dan repertoar musiknya, walaupun dengan materi yang pada dasarnya berbeda dengan gondang.
Masyarakat Batak Toba yang hidup dalam dunia post-modern dan harus menghadapi media global dan teknologi, banyak mempengaruhi pikiran dan selera setiap orang pengguna kebudayaan ini, dapat menghilangkan musik tradisi gondang dalam setiap upacara adat sebagai wujud kebudayaan Batak Toba.
Kata-kata kunci:
Gondang, musik brass band, transkulturasi, perubahan, post-modern dan upacara adat.
(25)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Aktivitas upacara adat dan kegiatan ritual seremonial masyarakat Batak Toba,
selalu berdampingan dengan tradisi musik dalam mengiringi kegiatan adat maupun
ritual keagamaan. Perilaku budaya ini, masih terus berlangsung sebagai wujud
rangkaian sistem ide atau gagasan, hasil karya cipta, karsa dan rasa nyata yang
terdapat dalam masyarakat Batak Toba. Dalam kehidupan sosial masyarakat ini,
kegiatan bermain musik dipergunakan pada konteks adat dan ritual keagamaan atau
pertunjukan musik yang bersifat hiburan. Kegiatan musikal masyarakat Batak Toba
ini dikenal dengan margondang1, sebuah aktivitas melakukan pertunjukan musik
sebagai wujud dari bentuk gagasan konsep dalihan natolu2
Sebelum kekristenan muncul di tanah Batak, musik yang digunakan di dalam
acara adat tradisi, ataupun acara ritual lainnya adalah ensembel Gondang Sabangunan
dan ensembel Uning-uningan yang digunakan memanggil arwah nenek moyang dan
dan dalam konteks acara adat lainnya, gondang sebagai kearifan lokal orang Batak
memiliki peran strategis dalam lingkungan kegiatan kebudayaan masyarakat ini. pada masyarakat Batak
Toba.
1
Aktivitas bermain musik dalam bentuk ensembel gondang sabangunan sebagai heritage pada masyarakat Batak Toba. Dapat diartikan dengan “bermusik” yang dipergunakan dalam mengiringi berbagai dalam konteks bentuk upacara adat.
2
Gagasan kebudayaan yang mengatur tata kehidupan masyarakat Batak Toba secara tradisional dalam sebuah sistem sosial kemasyarakatan. Pengertian harafiah Dalihan na tolu adalah tungku nan tiga, sebuah sistem hubungan sosial atas tiga elemen dasar yakni: dongan tubu (kekerabatan primordial dari pihak saudara laki-laki yang seibu), hula-hula (pihak keluarga pemberi istri) dan boru (pihak keluarga penerima istri).
(26)
Pemahaman musik, dalam hal ini musik tiup oleh masyarakat Batak Toba
untuk setiap upacara adatnya telah keluar dari kegiatan keagamaan dengan
mengadaptasi musik yang dipakai pada upacara di gereja, menuju kegiatan upacara
lain di luar gereja dengan alasan: dapat dipergunakan sebagai pengiring upacara adat
atau upacara lainnya yang di dalamnya ada unsur kegiatan keagamaan dan dapat
diiringi oleh musik dari barat ini. Konsep awalnya bahwa musik barat yang semula
kedudukannya mengiringi kebaktian gereja; akhirnya musik barat ini digunakan pada
acara adat tradisi upacara adat pesta perkawinan, upacara ritual orang yang
meninggal dunia saur matua, menggali tulang belulang mangongkal holi, pesta tugu
dan upacara adat lainnya pada masyarakat Batak Toba.
Musik yang dipakai dalam kegiatan upacara adat masyarakat Batak Toba
memperlihatkan adanya aktivitas musik yang sudah dipengaruhi oleh kekristenan.
Adanya perubahan mendasar yang terjadi dalam kehidupan tradisi margondang
diawali dengan masuknya pengaruh agama Kristen. Beberapa aturan yang diterbitkan
oleh badan zending, membatasi bahkan melarang kegiatan pertunjukan tradisi
gondang dalam beberapa konteks upacara adat Batak Toba yang memeluk agama
Kristen. Dan gereja sebagai perpanjangan tangan badan misi ini membuat aturan
kebijakan yang dilegalisasi melalui hukum yang harus dipatuhi masyarakat Batak
Toba pemeluk agama Kristen. (Purba, 2000; 32-35). Kebijakan-kebijakan yang
diambil gereja sebagai sikap menolak keberadaan tradisi musik gondang ini, memiliki
alasan bahwa praktek pertunjukan gondang adalah elemen budaya yang terkait
(27)
bagian dari upaya kristenisasi misi Rheinische Mission-Gessellschaft (RMG) dari
Jerman pada tahun 1860-an di seluruh kawasan tanah Batak. Masyarakat ini yang
sudah memeluk agama ‘baru” mereka, tidak mau menerima resiko dikeluarkan (
di-ban, istilah yang digunakan dalam Tata Gereja) dari keanggotaan komunitas gereja,
hanya karena terlibat dalam praktek pertunjukan margondang.
Pembatasan dan bahkan pelarangan yang dilakukan pihak gereja membawa
konsekuensi kepada sebuah perubahan kegiatan pertunjukan musikal ini. Missionaris
yang membawa paham agama Kristen dalam kesempatan ini mulai memperkenalkan
musik Barat, diawali dengan satu alat tiup trumpet dan selanjutnya menjadi sebuah
ensembel musik tiup (brass music) yang dipergunakan untuk kegiatan religi di gereja
sebagai pengiring dalam ibadah.
Memahami perubahan kebudayaan sebagai paradigma dinamika dalam
sebuah masyarakat, penting dilakukan dengan menganalisa seni dalam kebudayaan.
Dengan mengkaji apakah ada keterkaitan hubungan saling mempengaruhi diantara
faktor-faktor dalam dua kebudayaan itu. Memiliki arti, masuknya pengaruh
kebudayaan asing terhadap suatu kelompok masyarakat adalah proses perubahan
yang saling mempengaruhi antara seni itu sendiri. Perubahan itu dapat terjadi melalui
proses yang berbeda-beda, seperti: persebaran misi agama, kolonialisme, sistem
perdagangan, perpindahan penduduk, industri pariwisata dan lainnya. Perubahan ini
(28)
budaya penerima informasi. Budaya yang mempengaruhi, lambat laun terserap masuk
dalam sistem tata nilai masyarakat Batak Toba.3
Infiltrasi budaya Barat ke dalam budaya Batak, terdapat pada perubahan yang
membentuk orang Batak dalam ajaran kepercayaan lama beralih menjadi penganut
ajaran agama Kristen Protestan dengan segala akibat yang ditimbulkan. Pendekatan
sistematis budaya Barat ini dilakukan dalam dua hal pokok, yakni membawa ajaran
agama ini di satu pihak, dan terbangunnya sistem tata tertib sosial kemasyarakatan
menurut metoda Barat, menyentuh ke seluruh sendi kehidupan, salah satunya adalah
tradisi musikal gondang. Para missionaris dalam penginjilannya membawa tradisi
Barat, tradisi yang dipergunakan dalam mengimplementasikan misi kekristenan
sebagai sarana pendukung di dalam penyampaian pelayanan pengabaran Injil di tanah
Batak. (Hutauruk, 2010:26). Sejak itu, masyarakat ini mulai mengalami hal baru dan
asing sebagai tatanan hidup baru perihal kehidupan sosial masyarakat dan
keagamaan. Terjadinya proses transmisi dua budaya yang berbeda pada pokoknya
adalah dimana satu kebudayaan menerima nilai-nilai kebudayaan lain, nilai baru
masuk bercampur dalam kebudayaan lama. Dua kebudayaan yang berbeda
berhadapan bertemu muka dan memberi pengaruh satu sama lain.
Dengan kondisi anomali kebudayaan itu, musik tiup yang dikenal sebagai
musik yang sebelumnya terdapat di gedung gereja saja, bergeser keluar
3
Masyarakat Batak Toba telah melakukan persebaran di luar wilayah Tapanuli sejak 1912 ke beberapa wilayah di Indonesia secara Enkapsulasi (pengelompokan suku/etnik tertentu di kota besar). Lihat Johan Hasselgren. Batak Toba di Medan-Perkembangan Identitas Etno Religius Batak Toba di Medan
(1912-1965). 2008. Hal 46. Lihat juga OHS. Purba dan Elvis F. Purba dalam Migran Batak Toba Di luar Tapanuli Utara: Suatu Deskripsi. 1998. Hal. 98.
(29)
(transpalanted) dari lingkungan gereja menuju ranah kehidupan adat religi dan ritual
masyarakat Batak Toba dan menggerus peranan dan aktivitas gondang Batak sebagai
kearifan lokal, yang sengaja ditinggalkan akibat perubahan sosial oleh tekanan
budaya asing dan diterima masyarakat Batak Toba sebagai tindakan kemapanan
dalam merespon kebudayaan baru yang dianggap exotic. Dan hal itu mendapat
tempat akibat adanya pemahaman bahwa gondang yang dulunya dianggap sakral
sebagai bagian dari kegiatan kebudayaan, dapat digantikan oleh peranan musik tiup
sebagai komoditas baru untuk menyelenggarakan posisi fungsi dan kegunaan
gondang4. Gondang Batak itu sendiri secara utuh, dalam konteks permainan
ensembel pada sebuah upacara maupun pertunjukan telah menunjukkan grafik turun,
bahkan dalam satu area kultur budaya Batak telah hilang sama sekali. Kegiatan
pertunjukan Gondang Batak secara rutin masih dapat dilihat dalam komunitas kecil.5
Penelitian yang dilakukan terhadap fenomena perubahan dalam sebuah
kebudayaan, telah dimulai sejak tahun 1880 oleh Powell dengan memberi istilah
pencampuran dua budaya itu dengan culture borrowing sebagai peminjaman budaya.
4
Sebagian masyarakat memiliki budaya lokal yang kuat dan dilatari oleh agama suku atau agama
tribal menaruh lex non scripta bahwa semua yang milik sendiri adalah yang paling mulia dan semua yang di luar lingkungannya dianggap buruk. Lihat selanjutnya, penekanan oleh kolonial Belanda terhadap upacara-upacara ritual parugamo Batak Toba menunjukkan legimitasi dari misi kekristenan oleh badan zending dan pelarangan yang terjadi secara periodik dan setengah hati oleh gereja, karena bagian-bagian tertentu dari upacara adatnya dianggap bertentangan dengan kepercayaan Kristen (Van Den End, 1989:308)
5
Kegiatan musikal Gondang Sabangunan secara utuh dapat dilihat pada upacara Sipaha Lima (sekitar bulan Agustus) dan pertunjukan Gondang Hasapi pada upacara Sipaha Sada (pada bulan Januari) dalam komunitas masyarakat Ugamo Malim yang menganut paham pulitanisme (mengharamkan yang berlebihan) di Hutatinggi, Laguboti Kabupaten Toba Samosir. Kegiatan ini, rutin dilakukan setiap tahunnya untuk memperingati hari-hari besar Ugamo Malim. Pemakaian Gondang Hasapi sangat essensial mengingat fungsinya yang amat vital sebagai penyampai tonggotonggo (doa), pengintegrasi (jati diri) kaum Parmalim maupun sebagai pengiring tarian ritual (tortor).
(30)
Rumusan lebih seksama kemudian dilakukan oleh sebuah organisasi Social Science
Research Council, yang dipelopori oleh R. Redfield, R. Linton dan M. Herskovits
menyebutkan akulturasi sebagai satu fenomena perubahan dalam kebudayaan:
“Acculturation comprehends those phenomena which result when groups of individuals having different cultures come into continous first-hand contact, with subsequent changes in the original cultural patterns of either or both groups”. (Bakker, 1989:115)
Dalam memahami perubahan kebudayaan sebagai fenomena yang terjadi
dalam sebuah kelompok masyarakat ataupun pribadi mengartikan perubahan yang
berlangsung secara terus menerus dari hal lama kepada hal yang baru, serta
perubahan berikutnya dalam tatanan dua kelompok budaya.
Dalam tulisan ini, juga dibahas tentang perkembangan sebuah kebudayaan
yakni cultural dynamics yang terjadi pada masyarakat Batak Toba. Adalah bahagian
dari sebuah proses difusi yang membawa perubahan-perubahan dengan meminjam
budaya asing. Perubahan dimaksud membuat kebudayaan asli Batak Toba
mengalami akselerasi kebudayaan dari dalam menjadi budaya yang bercampur.
Terjadinya proses hubungan antara budaya Barat (Eropa) dengan masyarakat Batak
Toba dalam konteks masuknya agama Kristen menyangkut perubahan sistem nilai,
mengubah keyakinan dari ajaran asli yang dianut masyarakat Batak kepada ajaran
agama baru, yaitu: Kristen. Sekaligus terdapat perubahan tatanan dalam perspektif
”berperilaku musik” sebagai akibat akulturasi yang terjadi pada upacara adat
(31)
Pengamatan perubahan sosial dalam sistem perilaku musik bagi orang Batak
Toba, dari bentuk ensembel gondang sabangunan dan gondang hasapi hingga
bentuk-bentuk lain dalam kelompok musik yang berperan dalam upacara adat dimaksud juga
dilakukan. Karena, dengan mengkaji perubahan struktur musik pengiring dalam
upacara adatnya, adalah penelitian yang tidak sederhana atau berdimensi tunggal,
tetapi muncul dari kombinasi dari hasil keadaan yang nyata sekarang ini. Sehingga,
penelitian ini secara holistik akan mengkaji ruang dan waktu pada aspek perubahan
struktur penyajian dan repertoar musik yang dipergunakan dalam upacara adat Batak
Toba antara lain:
1. Unsur-unsur pokok ensembel musik, meliputi: jumlah dan jenis kelompok
pemusik ensembel gondang sabangunan, kelompok musik tiup. Pengkajian
dilakukan terhadap: Penyajian musikal oleh ensembel musik tiup dan
Repertoar musik yang dimainkan dalam mengiringi pesta adat masyarakat
Batak Toba.
2. Hubungan antar unsur struktur musik, meliputi: hubungan kelompok musik
dengan pemilik pesta, integrasi pemusik dalam kelompoknya, loyalitas
pemusik terhadap jenis pekerjaannya dan hubungan antar pemusik itu sendiri.
Sistem rekrutmen pemusik dalam sebuah kelompok musik yang mencakup
siapa, syarat keahlian dan prinsip memenuhi aturan.
Pengkajian perubahan struktur penyajian dan repertoar musik dalam upacara
adat Batak Toba, adalah penting menandainya sebagai saintifik (ilmu pengetahuan)
(32)
upacara adat Batak Toba sekarang ini merupakan kontiniutas kesenian dari
masa-masa sebelumnya yang mengalami berbagai perubahan yang disebabkan faktor
internal dan eksternal, sehingga perlu melakukan kajian aspek sejarah, seperti
disebutkan Steward:
In cultural studies it is important to distinguish a scientific, generalizing approach from a historical, particularizing approach. The former attempts to arrange phenomena in orderly catagories, to recognize consistent interrelationships between them, to establish laws of regularities, and to make formulations which have predictive value. (1976:3)
Di dalam mengkaji kebudayaan, perlu dilakukan pendekatan ilmu
pengetahuan secara umum menuju pendekatan kesejarahan secara khusus. Usaha
pertama dilakukan dengan merancang fenomena dalam katagori-katagori yang
teratur, untuk melihat adanya hubungan yang konsisten antara dua budaya itu, untuk
mendirikan keteraturan hukumnya dan membuat rumusan-rumusan yang mempunyai
nilai perkiraan.
Hal tersebut sejalan dengan pentingnya mengkaji sejarah dalam ranah ilmu
Etnomusikologi seperti yang dikemukakan oleh Merriam, bahwa penggunaan musik
dalam sebuah kebudayaan adalah perlu untuk mengetahui teknik merekonstruksi
sejarah budaya, dengan menerapkan metodologi yang berhubungan dengan teori
evolusi dan difusi dalam ilmu antropologi. (Merriam 1964:302).6
6
Dalam disiplin ilmu etnomusikologi, teori evolusi digunakan untuk mengkaji perubahan musik (alat musik, genre, melodi, ritme, tangga nada dan sebagainya) dari bentuk yang sederhana hingga yang lebih kompleks. Cabang dari teori ini adalah teori monogenesis, yang berarti adalah satu alat musik lahir dari satu kebudayaan tertentu. Teori lainnya adalah poligenesis yang menyatakan beberapa unsur kebudayaan atau musik memiliki bentuk dan fungsi yang sama, namun kebetulan sama fungsi secara umum dalam kebudayaan manusia. Selain itu digunakan pula teori difusi, yaitu persebaran kebudayaan dari satu tempat ke tempat lainnya. Teori difusi ini berhubungan erat dengan teori monogenesis.
(33)
Penulis melihat, keadaan ini merupakan jalan keluar untuk membuat kerangka
teoritis dalam memahami sejarah untuk dikaji lebih meluas, terutama karena di dalam
peng’akulturasi’an dua budaya (Batak dan Barat) dalam pengkajian ini, penulis
melihat adanya bentuk kaitan antara dua paham budaya yang berbeda, dengan
menelusuri aspek kesejarahan agama dan musik dari dua budaya.
Karena kehidupan sebuah masyarakat harus dilihat sebagai suatu sistem unsur
sosial, yaitu bentuk keseluruhan dari unsur-unsur yang saling memiliki hubungan
dan interaksi dalam suatu kesatuan. Bagaimana karakteristik masyarakat yang
menerima pengaruh pada sebuah perubahan dirumuskan dengan: (1) bagaimana dua
orang atau lebih saling mempengaruhi, (2) dalam tindakannya mereka
memperhitungkan bagaimana orang lain bertindak terhadap mereka sendiri, dan (3)
adakalanya mereka bertindak bersama untuk mengejar tujuan bersama. (Poloma,
1992: 187).
Perubahan sosial (social change) terjadi dalam pola interaksi masyarakat
seiring dengan berubahnya sebuah kebudayaan yang muncul dari sebuah proses
utama terhadap adanya pengetahuan, teknologi dan pengalaman baru berakibat pada
penyesuaian cara hidup dan kebiasaan dalam situasi yang baru pula. Seperti,
masuknya agama Kristen di tanah Batak sebagai peradaban atau kebudayaan baru.
Perubahan sebenarnya berlangsung secara terus menerus. Terjadi reorganisasi
berkelanjutan yang merupakan sifat mendasar dari sifat utama dari sebuah perubahan.
Selain itu, digunakan pula teori floating terms, yang dapat diartikan dengan memakai istilah yang sama namun bentuknya berbeda.
(34)
Sebab sistem sosial masyarakat sesungguhnya selalu memiliki sifat dinamis yang
disadari atau tidak berjalan menurut proses perubahan itu sendiri. (Ranjabar,
2006:16).
Dengan dimulainya perubahan sosial ini menunjukkan munculnya peradaban
baru yang mempertemukan dua kutub budaya antara masyarakat Batak Toba dan
ajaran agama Kristen dengan peradaban baru. Datangnya agama Kristen dan
peradaban Barat telah memasukkan unsur pencampuran ke dalam masyarakat Batak
yang dianggap masih asli dan purba. Hakikat peradaban masyarakat sebagai
komunitas yang hidup bersama dan menghasilkan sebuah kebudayaan sesuai dengan
karakternya dengan ajarannya (lihat Sumarjan, 1988: 21), menunjukkan adanya
keyakinan bagi masyarakat Batak Toba, bahwa sesuatu apapun tidak boleh berubah.
Apa yang telah dibuat dan diajarkan para leluhur orang Batak, serta merta diikuti oleh
keturunan berikutnya untuk mempertahankan dan tetap memelihara persekutuan adat
mereka dan berlangsung hingga sekarang.7
Perubahan pada konsep sosial masyarakat adakalanya tidak terjadi secara
menyeluruh, kaitannya dalam penelitian ini hanya terbatas pada ruang lingkup musik Sehingga ada anggapan kepada hal-hal
yang dianggap baru sebagai akibat sebuah perubahan, adalah sebuah bentuk
penyimpangan yang fatal dari norma adat mereka. (Schreiner. 2002:11).
7
Dalam menghormati leluhur Batak, adalah melakukan hal-hal yang digariskan adat. Karena adat merupakan sistem persekutuan yang tidak boleh dilanggar. Umpama adalah bagian dari adat merupakan petuah berbentuk ungkapan peribahasa yang disusun menjadi untaian sebuah kalimat dengan rangkaian kata-kata yang jelas, ringkas, memiliki defenisi dan makna. Umpama dalam makna denotatif berbunyi: “Ompu Raja Ijolo martungkot Siala Gundi, Pinungka ni Ompunta si jolo tubu, Si Ihuthonon ni Na Parpudi”. Mengartikan; apa yang dipetuahkan oleh para leluhur, harus dikerjakan oleh keturunannya. (band. T.M. Sihombing dalam Jambar Hata, Dongan tu Ulaon Adat. 1989: 8)
(35)
pengiring yang dipergunakan dalam upacara adat masyarakat Batak Toba sekarang
ini. Karena penulis melihat ketika terdapat perubahan pada sistem nilai musikal orang
Batak tetap dipakai, sistem sosial lainnya tetap dianggap utuh tanpa menimbulkan
akibat besar pada unsur lain dari sistem kebudayaan masyarakat ini. Misalnya, bahasa
sebagai komunikasi, masih tetap dipergunakan dalam kegiatan-kegiatan upacara adat.
Pengaruh musik luar, dalam sebutan musik Barat yang datang dalam
komunitas masyarakat Batak, diawali dari aktivitas keagamaan oleh gereja pertama di
tanah Batak. Missionaris membawa instrumen musik aerophone trumpet selain
harmonium (organ pipa yang disandang)yang digunakan di gereja dalam mengiringi
nyanyian-nyanyian kebaktian. Konsep nyanyian yang berorientasi pada budaya barat,
dengan mengajarkan lagu-lagu diatonik.8
Pada periode selanjutnya, pemakaian musik dikembangkan dalam bentuk
organium (pipe organ) dan ensembel musik tiup (brass), dan digunakan sebagai
pengiring nyanyian pada tata kebaktian di tanah Batak dalam satu kurun waktu.
Sejalan adanya hubungan misi oleh Rijnsche Zending (Reinisch Mission) yang
memberi kontribusi terhadap misi pelayanan di gereja suku di tanah Batak dengan
mengirimkan bantuan organium dan set brass musik tiup. (lihat Pedersen, 1975 dalam
Tampubolon, 1999: 27).
8
Dalam nyanyian Ibadah di gereja Lutheran suku aliran Kristen Protestan yang dianut masyarakat Batak, berafliasi terhadap ajaran dan sistem menurut konsep Barat, termasuk sistem tangga nadanya yang memakai Tangga Nada Diatonis. Yakni, tangga nada berdasarkan jarak 1 (tonos) dan jarak ½ (semi tonos).
(36)
Proses difusi (diffusion) musik tiup yang dipakai di gereja Lutheran di
Sumatera Utara, seperti disebutkan dalam Macmillan Dictionary of Antropology
adalah pentransmisian elemen-elemen kebudayaan (material maupun non material)
yang berlangsung karena terjadinya migrasi pemilik kebudayaan tersebut ke teritorial
yang baru, atau proses tersebut terjadi akibat adanya kontak budaya (Syernour-Smith
1986:77-78). 9 Dan hingga kini, dalam beberapa gereja Lutheran di Sumatera Utara
masih terdapat ensembel musik tiup yang dipergunakan dalam mengiringi tata ibadah
kebaktian di berbagai daerah di bona pasogit 10 dan di luar daerah tujuan utama
persebaran ajaran agama Kristen Protestan, tempat diaspora masyarakat Batak Toba,
bahkan di daerah Tapanuli11
9
Lihat Mauly Purba dalam Arkeomusikologi-Seri Perkembangan Arkeologi Sumatera Bagian Utara No.0108. Alat Musik Tiup Berlidah Ganda di Sumatera Utara: Dari manakah Asal usulnya ?. 2008, Hal 54. Balai Arkeologi Medan.
sendiri kegiatan musikal ini masih ada dijumpai. Saat
ini disetiap denominasi gereja khususnya Lutheran, bahwa musik pengiring kebaktian
didominasi instrumen kelompok synthesizer seperti organ box, keyboard dari
berbagai tipe dan instrumen musik tiup/brass.
10
Istilah bona pasogit, berorientasi pada paham ‘kampung’ tempat asal orang Batak. Perantau Batak yang melakukan perpindahan (diaspora) pada kantong-kantong Batak di daerah lain, akan menyebut istilah ini untuk tempat dia berasal di Tanah Batak. Sehingga, nama Tanah Batak (Afdeeling Bataklanden) menyebut kepada tempat dimana kelompok-kelompok Batak bermukim pada awalnya. Seperti: Kabupaten Tapanuli Utara, Toba Samosir, Humbang Hasundutan dan Samosir. Sebutan Tapanuli identik dengan bona pasogit yang meliputi area culture masyarakat Batak yang mendiaminya. Lihat Sitor Situmorang. 2009, hal 24. Toba Na Sae. Komunitas Bambu.
11
Pada masa penjajahan Belanda, Tapanuli adalah sebuah Keresidenan seperti Keresidenan Sumatera Timur. Dalam jaman kemerdekaan Tapanuli menjadi Kabupaten yang memiliki area luas. Kabupaten ini melahirkan Kabupaten baru: Tahun 1954 Kabupaten Dairi, Tahun 2003 Kabupaten Toba Samosir, Tahun 2004 Kabupaten Humbang Hasundutan. Sedang Kabupaten Pakpak Bharat, berpisah dari Kabupaten Dairi dan Kabupaten Samosir berpisah dari Kabupaten Toba Samosir. Lihat Edward Tigor Siahaan. 1999. Tapanuli Utara New Life in Hills & Valleys. The Journal of Indonesia. Regency series. BAPPEDA Tapanuli Utara. Jakarta.
(37)
Proses kontak budaya yang berbeda ini dapat melahirkan suatu genre yang
berasal dari dua budaya atau lebih yang lahir akibat dari adanya percampuran gaya
yang berbeda dan saling mempengaruhi melalui proses yang panjang. Proses dari
suatu kontak budaya selalu menghasilkan hal-hal baru. Integrasi antara musik Barat
dan non-Barat yang terjadi pada masyarakat Batak Toba dalam upacara adatnya,
melahirkan genre musik baru. Budaya baru ini adalah lahir dari akibat sebuah proses
sinthesis12
Dalam pelaksanaan sebuah upacara adat, penggunaan musik untuk mengiringi
aktivitas adat menjadi sebuah bagian yang melekat dengan kegiatan adat itu. Musik
sudah menjadi bagian penting dalam konteks iringan tarian, institusi gereja dan
masyarakat menyetujui musik dalam adat menjadi bagian yang tidak terpisahkan. , memberikan anggapan bahwa musik yang baru ini adalah tidak “asli”.
Penulis dari barat sendiri, cenderung tidak menerima “musik baru“ yang lahir dari
sebuah pencampuran musik Barat dan non-Barat. Alasan ketidak setujuan mereka
terhadap pencampuran musik Barat dan non-Barat sering kabur. Namun, penulis
sendiri tidak mengabaikan perubahan itu dan memandang penting proses
pencampuran yang terjadi, berakibat pada adanya perubahan struktur dalam
pandangan, hubungan sosial, ikatan institusi dan sistem kemasyarakatan pada upacara
adat masyarakat Batak Toba, adalah sesuatu yang perlu diteliti.
Penelitian ini akan memberi penekanan adanya pengaruh dalam pemakaian
alat musik yang dipergunakan dalam mengiringi upacara adat yaitu musik tiup.
12
Pencampuran atau kombinasi dari beberapa unsur ide, gagasan yang berbeda kemudian menjadi satu.
(38)
Sejak masuknya pengaruh musik tiup yang dibawa missionaries Kristen ke
tanah Batak hingga dalam perjalanan pemakaiannya sekarang ini, lahir dari kebaruan
yang ditimbulkan oleh masuknya ajaran agama Kristen ke tanah Batak oleh RMG
(Rheinische Mission-Gessellschaft) ke tanah Batak tahun 1861. (ibid. 2002:8).
Namun, penulis tidak menggeneralisasikan pendapat bahwa seluruh bentuk kegiatan
upacara adat masyarakat Batak Toba selalu beradaptasi terhadap masuknya teknologi
baru sebagai acuan dalam menjalankan tradisi upacara adat; tetapi dengan memberi
batasan terhadap akibat yang ditimbulkan dari perubahan teknologi musik pengiring
yang dipakai dalam upacara adat Batak Toba, seperti: musik tiup.
Munculnya pemahaman musik pengiring yang dipakai dalam kegiatan
upacara adat masyarakat Batak Toba sekarang ini, dikenal sebagai marmusik telah
menyebabkan perubahan pada level sosial kemasyarakatan dengan pergeseran budaya
meliputi sistem religi dari seni musik sebagai pengguna alat musik pengiring pada
kegiatan upacara adat masyarakat Batak Toba. Adanya musik pengganti dari gondang
Batak dikonversi ke alat musik tiup yang dipakai dalam upacara adat Batak Toba
sekarang ini, dimulai dengan pengawasan ketat oleh pihak gereja mengakibatkan
adanya kecenderungan menggunakan ensembel musik tiup. Perubahan itu juga terjadi
pada jenis repertoar yang dimainkan. Jenis repertoar yang dimainkan berasal dari
lagu-lagu rakyat Sumatera Utara, lagu-lagu opera Batak dan repertoar lagu
uning-uningan, lagu-lagu rohani Kristen, lagu-lagu Batak popular, seperti: Kasihnya Seperti
(39)
Tolu Sahundulan, Sitala Sari, Sibunga Ri, Sampur Marmeme, Botou-Botou,
Sahat-sahat ni Solu dan lainnya.
Analisa terhadap struktur dan repertoar yang timbul dari penyajian musikal
dalam mengiringi upacara adat Batak Toba, menimbulkan beberapa masalah yang
akan dibahas dalam tesis ini menyangkut penyajian lagu sebagai gondang dan
jenis-jenis repertoar dalam “Sipitu Gondang” 13 pada masyarakat Batak Toba.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari rangkaian keberadaan musik Barat yang mendominasi
kegiatan upacara adat masyarakat Batak Toba dan hal yang paling pokok tentang
terjadinya akulturasi musik yang dipakai dalam kegiatan budaya Batak Toba, dan
melihat adanya perspektif dua budaya yang berbeda. Dengan hal itu, penulis akan
meneliti melalui metode etnografi dengan aplikasi fenomena sosial yang terjadi
dalam kasus ini sebagai suatu discourse, yakni penelitian yang dilakukan dengan
melihat kasus-kasus yang melekat pada dua kebudayaan yang saling berhubungan.
Penelitian ini akan mendeskripsikan perubahan yang terjadi pada budaya
masyarakat Batak Toba tanpa distorsi dari penulis. Rumusan masalah dari penelitian
yang digunakan dalam pengkajian ini, penulis membagi tiga (3) hal pokok
permasalahan antara lain:
(1) Bagaimana struktur itu bagi masyarakat Batak Toba ?
13
Konsep Sipitu Gondang merupakan tujuh unsur repertoar yang harus dimainkan oleh gondang sebagai instrumen pengiring. Namun, dengan perkembangannya dimainkan lima atau tiga repertoar saja dalam satu siklus permainan gondang (misal: repertoar somba digabungkan dengan mula-mula
(40)
Akan melihat proses kehidupan sosial dengan aktivitas-aktivitas individu
masyarakat Batak Toba demi kelangsungan hidup struktur sosial masyarakatnya.
(2) Bagaimana penggunaan musik barat ke dalam kegiatan upacara adat
masyarakat Batak Toba ?
Penggunaan dimaksud, dengan melihat substansi alat musik barat yang
dipergunakan dalam upacara adat masyarakat Batak Toba, hubungannya
terhadap persepsi masyarakat Batak Toba terhadap eksistensi musik tiup.
(3) Bagaimana bentuk struktur penyajian dan penyajian repertoar musik brass band yang dipergunakan dalam mengiringi kegiatan upacara adat Batak Toba ?
Struktur yang akan dikaji dalam penelitian ini dibatasi pada konteks peranan
setiap alat musik pengiring dengan gaya penyajian dan landasan konseptual teknik
belajar pemusik tiup serta menganalisa aspek musikologis pada struktur panggarapan
melodi dari jenis repertoar lagu menurut gaya dan improvisasi yang disajikan serta
konsep apa yang dipakai oleh musisi tiup dalam menggarap lagu-lagu yang
dimainkan dalam upacara adat pada masyarakat Batak Toba.
Dari tiga hal pokok permasalahan tersebut diatas, penulis akan membuat
beberapa alasan dalam melakukan pengajuan hipotesis atas dasar dua hubungan yang
berbeda pada domain budaya Batak dan budaya Barat dengan mengkaji perubahan
pada masyarakat Batak Toba dalam konteks pemeluk Kristen dan perkembangan
etniknya. Berikut deskripsi masyarakat Batak Toba dengan denominasi tertentu yang
(41)
(parserahan). Hal ini, dianggap perlu untuk menunjukkan azas-azas sebuah penelitian
untuk menarik kesimpulan sementara yang akan dijadikan langkah untuk
membuktikan apakah penelitian ini absah dan menguji ketepatan cara hubungan dua
hal yang berbeda. (Spradley, 1997:168)
1.3. Tujuan dan Manfaat 1.3.1 Tujuan Penelitian
Berangkat dari latar belakang dan rumusan masalah yang telah dipaparkan,
tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk memperoleh pengetahuan tentang
perubahan yang terjadi pada aspek musikal musik tiup secara kontekstual yang
dipakai dalam upacara adat Batak Toba sebagai salah satu ekspresi budaya. Sehingga
tujuan penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:
(1). Untuk mengetahui fungsi perubahan musik tiup pada upacara adat masyarakat
Batak Toba.
(2) Untuk memberikan gambaran lebih rinci tentang adaptasi musik tiup yang
dipergunakan dalam mengiringi upacara adat masyarakat Batak Toba
dengan pendekatan studi etnografi dan seni pertunjukan.
(3) Dapat menjelaskan dan mendeskripsikan perubahan struktur penyajian dan
repertoar musik tiup dengan mengkaji aspek-aspek musikologis melalui
analisa bentuk dan jenis repertoar musik yang dipergunakan dalam upacara
(42)
Pengkajian ini ditujukan untuk memperoleh informasi yang luas tentang
bagaimana keberadaan ensembel musik tiup dapat hidup di tengah-tengah komunitas
masyarakat Batak Toba dalam konteks budaya post modern dengan melakukan
pendokumentasian musik tiup di tiga wilayah diaspora masyarakat Batak Toba.
Penelitian ini juga akan membahas proses perjalanan evolusi kesejarahan secara
umum tentangn perkembangan musik tiup sejak masuknya pengaruh Kristen di tanah
Batak hingga keberadaannya sekarang ini yang dipergunakan masyarakat Batak Toba
dalam kegiatan upacara adat.
1.3.2. Manfaat Penelitian
Manfaat analisa melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberi pemahaman
dan pengetahuan akan adanya sebuah genre14
(a) Mengetahui perubahan struktur penyajian dan repertoar ensembel musik tiup
yang digunakan dalam upacara adat Batak Toba.
musikal dalam masyarakat Batak Toba,
yang penulis angkat sebagai topik bahasan penelitian dengan mengkaji lebih jauh
peristiwa musik ini. Diuraikan sebagai berikut:
(b) Untuk mengetahui lebih mendalam sejarah terbentuknya penggunaan musik
tiup dalam mengiringi upacaraadat masyarakat Batak Toba.
(c) Memberi analisa perspektif dan deskriptif perubahan struktur penyajian oleh
musik tiup yang dipergunakan dalam kegiatan upacara adat Batak Toba
14
Katagorial musik untuk melihat jenis-jenisnya seperti himne, ballada, mars. (band. David Willoughby dalan The World of Music edisi ke tiga, Brown & Benchmark Publisher, Susquehanna University, 1996. hlm. 26)
(43)
sekarang ini dan memberi analisa bentuk dan jenis repertoar musik tiup yang
dipergunakan dalam mengiringi upacara adat masyarakat Batak Toba.
(d) Mengetahui rekonstruksi munculnya musik tiup yang digunakan dalam
kebudayaan Batak Toba, dari pendekatan kesejarahan sebagai bagian studi
dalam disiplin etnomusikologi.
1.4. Kajian Pustaka
Beberapa tulisan sebagai sumber bacaan untuk mengkaji dalam menganalisis
struktur penyajian dan repertoar musik tiup pada upacara adat Batak Toba, menurut
pengamatan penulis sejauh ini penelitian dengan topik yang sama belum pernah
dilakukan secara mendalam. Namun, kajian pustaka perlu dilakukan terhadap sumber
informasi yang diperlukan dari tulisan-tulisan dan buku-buku yang berkaitan dengan
topik tulisan ini sebagai bahan perbandingan untuk mendukung dan melengkapi
data-data yang penulis peroleh selama melakukan penelitian. Hal ini berguna untuk
menghindari adanya kesamaan (linear) bahan diskusi dalam ranah penelitian yang
sama. Sehingga penulis memaparkan beberapa tulisan terdahulu yang berkaitan
dengan konteks upacara adat Batak Toba yang diiringi musik brass band.
Penelitian yang dilakukan Tetty Aritonang, 1992, dalam “Analisa Melodi
Musik Brass Pada Upacara Adat Saur Matua di Kotamadya Medan”, adalah memberi
deskripsi tentang upacara adat kematian masyarakat Batak Toba melalui pendekatan
analisa melodi musik yang dimainkan oleh kelompok musik tiup dengan
(44)
sebuah upacara adat kematian, termasuk aspek mar-gondang. Aspek musikologis
dari ensembel musik tiup dalam tulisan ini, fokus pada repertoar lagu yang dimainkan
dalam upacara adat kematian. Bahwa untuk mengkaji musik tiup sebagai musik
pengiring adalah juga dipakai untuk beberapa kegiatan adat lainnya seperti upacara
adat perkawinan, upacara ulang tahun perkawinan, upacara tugu dan lainnya.
Selanjutnya tulisan Emerson Tarihoran, 1994, yang menggarap “Analisa
Perbandingan Struktur Repertoar Musik Brass Band Dengan Gondang Sabangunan
Dalam Sipitu Gondang”. Tulisan ini tertuju pada analisa perbandingan terhadap
repertoar yang dimainkan menurut konsep masyarakat Batak akan Sipitu Gondang
oleh ensembel gondang sabangunan dan ensembel brass band. Hasil analisa yang
dilakukan penulis ini, ada tiga (3) garapan repertoar yang sama dimainkan oleh dua
kelompok ensembel tersebut. Yaitu, gondang Mula-mula/Somba-somba, gondang
Sampurmarmeme dan gondang Hasahatan, menunjukkan adanya perbedaan dari tiga
repertoar ini. Tidak disebutkan, ketiga repertoar yang dimainkan ini diperuntukkan
untuk kegiatan upacara adat yang bagaimana. Padahal, setiap kegiatan musikal brass
band yang dimaksud tidak terlepas dari konteks sebuah perhelatan acara seremonial
ataupun upacara ritual untuk melihat apakah ada terjadi perubahan kontekstualnya.
Perbandingan yang dilakukan terhadap analisa musik dari berbagai aspek oleh
Tarihoran, membantu penulis akan pembenaran adanya perubahan struktur penyajian
dan analisis repertoar musiknya. Meskipun, ada sejumlah kritik penggunaan
ensembel ini menurut penggunaan dan beberapa penolakan atas asumsi-asumsi yang
(45)
Dan dalam konteks yang sama, tulisan Horasman Sinurat, 2001, yang
mengkaji “Perkembangan Musik Brass Di Kota Medan Dengan Masuknya Unsur
Musik Tradisi Batak Toba” pada satu kelompok musik di kota Medan. Tulisan serupa
yang mendeskripsikan eksistensi musik tiup atau ensembel brass band dalam konteks
pengkajian dengan objek berbeda, juga dijadikan sebagai penulis sebagai bahan
pembanding untuk penelitian ini. Seperti, Berliana Tampubolon, 1999, dalam “Aspek
Penggarapan Melodi pada Instrumen Trumpet dan Suling dalam Ansambel Musik
tiup pada Masyarakat Batak Toba di Medan”, Ikin Hutagalung, 2009, dalam
“Deskripsi Panyajian Musik Brass Band sebagai Pengiring Pesta Adat Perkawinan
Masyarakat Batak Toba di Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara” dan Jonson Siburian,
2009, dalam “Studi Deskriptif dan Musikologi Musik Brass di HKBP Simatupang
Kecamatan Muara”, menjadi pilihan penulis dalam menelusuri tentang perubahan
yang terjadi.
Tulisan lain yang ditinjau penulis adalah “Music, Identity, and Religious
Change among the Toba Batak People of North Sumatra”. Sebuah disertasi oleh
Yoshiko Okazaki, 1994, untuk degree Doctor of Philosophy in Etnomusicology,
University of California Los Angeles. Disertasi ini membahas secara holistik arti
upacara adat masyarakat Batak Toba berikut pembahasan gondang yang dipakai
dalam upacara seremonial gereja Katolik di daerah kultur Batak Toba. Tulisan ini
lebih menitikberatkan instrumen musik yang masuk ke dalam gereja sebagai
inkulturasi dan pembahasan gondang yang dipergunakan dalam upacara adat Batak
(46)
mengkaji agama Katolik daripada Kristen Protestan sebagai sumber musik tiup)
sebagai genre yang telah berada ditengah-tengah masyarakat. Karena Yoshiko
Okazaki luput memperhatikan gejala baru ini, sementara tulisan disertasi ini banyak
mengungkap adat Batak Toba secara holistik termasuk masyarakat Batak yang
mendapat pengaruh luar seperti kekristenan. Sehingga, menurut pengamatan penulis
Yoshiko sudah memberi pengertian analisis adanya struktur musik Batak Toba dalam
kehadirannya di gereja Katolik di tanah Batak.
Dari beberapa tinjauan pustaka yang diuraikan di atas, penelitian yang akan
dilakukan penulis dari hasil studi di lapangan (field work) terhadap hubungan diantara
keduanya, yaitu hasil temuan dengan teori dan asumsi para penulis sebelumnya.
Dengan itu diharapkan, dapat ditemukan hubungan keterkaitan topik yang
dikemukakan penulis dengan pendapat para penulis buku, sekaligus memberi
pembenaran dan sanggahan akan pernyataan-pernyataan mereka. Karena jawaban
akan dapat ditemukan setelah mengkaji dan menganalisis fenomena musik dalam
disiplin ilmu etnomusikologi ini dengan studi lapangan dan studi laboratorium,
dimana studi laboratorioum harus berdasarkan atas studi lapangan, dan harus mencari
keseimbangan di antara keduanya (dual nature), bukan memberi tekanan khusus pada
salah satu. (Merriam,1964; 39).
Menurut penulis, untuk mengkaji struktur dan repertoar musik yang
menyangkut upacara adat dalam masyarakat Batak Toba, juga perlu menggunakan
buku-buku yang berkaitan struktur, perkembangan, metodologi penelitian, analisis
(47)
Etnomusikologi Defenisi dan Perkembangannya, terjemahan Santosa dan Rizaldi
Siagian, 1992; The Anthropology of Music, tulisan Alan P. Mariam, 1964; Theory and
Method in Ethnomusicolgy, tulisan Bruno Nettl, 1964; Music Cultures of the Pasific:
The Near East and Asia, karya William P. Malm, 1977; Cultural Studies-Teori dan
Praktik, tulisan Chris Barker, 2005; Song Structure and Sosial Structure, 1962 dan
Folk Song Style and Culture tulisan Alan Lomax, 1978; Analisis
Pariwisata-Komodifikasi Budaya Populer dalam Pariwisata, karya Asmyta Surbakti, 2008;
Struktur Sosial dan Sistem Politik Batak Toba, karya Bungaran Simanjuntak, 2006;
Sosiologi Perubahan Sosial, tulisan Piotr Sztompka, 2008; Metodologi Penelitian
Kualitatif, karya Lexy J. Moleong, 2000; Metodologi Penelitian Seni Pertunjukan
dan Seni Rupa, oleh R.M. Soedarsono, 1999; Metode Etnografi oleh James P.
Spradley, 1997 dan buku-buku lain yang dianggap mendukung penelitian tesis ini.
1.5. Kerangka Konsep
Konsep penamaan musik tiup oleh pemusik sendiri mengalami perubahan
sejak dipakainya istilah ini untuk identitasnya. Nama musik tiup awalnya dipakai
untuk kelompok musik dalam mengiringi upacara adat, mereka mengadaptasi nama
itu dari musik tiup yang dipergunakan di gereja, juga karena perangkat yang mereka
pergunakan seluruh instrumennya memang terdiri dari instrumen tiup.
Dalam perjalanannya sekitar tahun 1992, identitas kelompok musik ini
berubah seiring perubahan instrumen yang menyertai alat musik tiup dalam sebuah
(48)
Hal ini membuat musisi tidak berani lagi menyebut kelompok musik ini dengan
musik tiup disandingkan dengan nama kelompok mereka. Pada dekade selanjutnya
sekitar tahun 2005, kelompok musik tiup di Medan membuat kolaborasi dengan
menambah perangkat ensembel gondang sabangunan menempel pada kelompok ini.
Nama mereka tetap menyandang nama kelompok musiknya, namun perubahan terjadi
pada struktur instrumentasi dan tetap menggunakan perangkat sound system sebagai
penguat amplitude.
Masyarakat pengguna ensembel ini ketika menggunakannya dalam
acara-acara adat Batak sekarang ini menyebut mereka dengan musik saja, hanya ketika
permintaan dilakukan si pemilik pesta, mereka menyepakati bentuk kelompok musik
yang akan mengiringi kegiatan dimaksud. Ada dua bentuk yang ditawarkan oleh
pemusik. Bentuk pertama, untuk perangkat musik yang hanya terdiri dari bagian
musik tiup saja (trumpet, saksaphone, keyboard, gitar string, gitar bas, sulim dan set
drum), pemilik pesta akan menyebut dengan musik saja. Dan bentuk kedua, dengan
menambahkan ensembel gondang sabangunan (perangkat ogung sabangunan:
taganing-gordang, sarune, perangkat ogung (oloan, ihutan, doal dan panggora) dan
hesek. Masyarakat pengguna kelompok ini menyebutnya dengan musik lengkap atau
musik komplit. Mereka tidak menyebutnya dengan musik tiup.
Istilah yang digunakan oleh pemusik dan masyarakat, menjadi satu idiom baru
dalam menyebut musik tiup. Ketika penulis melakukan perbincangan dengan para
narasumber, penyebutan istilah untuk nama kelompok ini disepakati bersama. Namun
(49)
pemusik meng-iakan nama itu adalah bagian dari musik tiup. Mereka menyebutkan,
apapun namanya kelompok musiknya tetap menggunakan sebagian instrumen musik
tiup. Dalam pengamatan penulis sebenarnya, kelompok musik ini sudah lebih dekat
kepada kelompok musik combo band karena perangkat musik yang digunakan lebih
dominan kepada full band, hanya dibedakan dengan penambahan instrumen sulim
dan beberapa alat musik tiup.
Sehingga, penulis memberi asumsi bahwa musik tiup sekarang ini dalam
kehidupan berkesenian orang Batak adalah sebuah genre yang disepakati masyarakat
Batak Toba dengan mengadaptasi combo band ke dalam bentuk permainannya.
Selanjutnya penulis memakai istilah musik tiup dalam tulisan ini berikutnya-sesuai
dengan istilah ensembel ini oleh masyarakat pengguna.
Mengkaji gejala sosial dalam sebuah kelompok kebudayaan masyarakat, bila
dilihat dari kerangka konseptualnya selalu tertuju pada gejala pada perubahan yang
menggambarkan realitas sosial masyarakatnya. Perubahan yang terjadi pada sebuah
kebudayaan selalu berlandaskan pada konsep-konsep masyarakat pendukung
kebudayaan itu mengakibatkan adanya persepsi yang tidak sama dalam memberi
kesimpulan terhadap konsep perubahan itu sendiri. Untuk melihat permasalahan ini
secara objektif, maka diperlukan beberapa teori dan metodologi dengan pendekatan
etnomusikologis serta pengkajian dari beberapa sudut pandang teori lainnya dalam
memahami permasalahan budaya ini sebagai produk dari tingkah laku masyarakat
(the product of the behavior). Karena teori adalah satu usaha menerangkan atau
(50)
bagaimana suatu peristiwa terjadi. Lauer (2001: 35) mengatakan bahwa teori adalah
seperangkat pernyataan atau proposisi yang berhubungan secara logis, yang
menerangkan fenomena tertentu. Dengan demikian, untuk menguraikan sebuah
fenomena dibutuhkan landasan teori yang tepat, sesuai dengan fenomena yang
diamati.
1.5.1. Landasan Teori
Pandangan ini senada dengan pendekatan dalam disiplin ilmu etnomusikologi
(band. Merriam, 1964: 202) tentang (1) musik dalam kebudayaan, dan (2) musik di
dalam konteks kebudayaan (Mantle Hood, 1969:298). Ini, memberi pemahaman
bahwa penelitian dalam ranah etnomusikologi adalah penelitian etnografi yang
berkaitan dengan perilaku musik itu sendiri, pertunjukan musik serta mempelajari dan
memberi analisa keberadaan musik dalam kehidupan masyarakatnya.
Karena sejak adanya penelitian tentang perubahan yang terjadi dalam
masyarakat, tujuannya adalah bagaimana memahami tranformasi dasar yang terjadi
pada masyarakat tradisional ke masyarakat modern. Hal itu tampak munculnya
sebuah tatanan baru dalam masyarakat urban, industrial bahkan menjadi kapitalis
(Sztompka, 2008: 65). Masyarakat Batak Toba dalam kehidupan sosialnya
mengalami perubahan dimaksud sejak awal abad 19 dalam perjalanannya masyarakat
ini mengalami transisi global yang menjangkau sistem kebudayaan ke pola baru.
Dalam mengurai analisis permasalahan terhadap topik penelitian, penulis
mengaplikasikan beberapa teori yang dianggap mewakili penelitian penulis sebagai
(51)
1.5.1.1. Analisis Perubahan
Teori yang dipergunakan seperti disebutkan Lauer (2001: 35) adalah
bagaimana menerangkan gambaran suatu fenomena tertentu atau suatu pemikiran
untuk menerangkan bagaimana suatu peristiwa terjadi. Dijelaskan bahwa teori adalah
seperangkat pernyataan atau proposisi yang berhubungan secara logis, yang
menerangkan fenomena tertentu. Sehingga untuk menguraikan sebuah fenomena
kebudayaan dibutuhkan landasan teori yang tepat, sesuai dengan permasalahannya.
Untuk menjelaskan makna analisis perubahan struktur penyajian dan repertoar
musik tiup yang terjadi dan fungsinya pada upacara adat masyarakat Batak Toba,
penelitian ini menggunakan penggabungan beberapa teori yang diajukan oleh
Merriam, Herskovits, Chris Barker, Piotr Sztompka dan Malinowski yang membahas
teori akulturasi dan transkulturasi, teori analisis musik, teori perubahan (changes and
continiutas) dan teori fungsi musik. Pengertian analisis itu sendiri dilakukan untuk
mengkaji sebuah peristiwa budaya, arti analisis sebagai:
a. Penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan dan
sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab akibat, duduk persoalannya dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya.
b. Penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya itu sendiri serta hubungan
antar bagian-bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.
c. Proses pemecahan persoalan yang dimulai dengan dugaan akan
kebenarannya.
d. Penguraian karya sastra atas unsur-unsurnya untuk memahami pertalian
antar unsur-unsur tersebut.
e. Proses akal yang memecahkan masalah ke dalam bagiannya menurut
metode yang konsisten untuk mencapai pengertian-pengertian tentang prinsip dasarnya. (band. KBBI, 2002:43)
(52)
diterima tidak diterima
Merriam (1964:32-35) menyebutkan, bahwa pekerjaan menganalisis suatu
peristiwa musikal, penting untuk memperhatikan berbagai aspek antara lain: (a) bunyi
musikal, (b) konsep-konsep mengenai musik, dan (c) tingkah laku manusianya yang
berhubungan dengan bunyi musikal yang mempengaruhi konsep-konsep musik.
Ketiga hal tersebut, mempunyai keterkaitan yang sama dalam menghasilkan produksi
bunyi musik. Perilaku manusia terhadap konsep musik itu, tentu dilandasi dari
konsep-konsep yang berlaku dalam masyarakat. Ketiga aspek ini, produksi bunyi
yang dihasilkan musik tiup sebagai kegiatan musikal; penggunaan ensembel ini dalam
konteks upacara adat; dan perilaku masyarakat pengguna ensembel musik tiup ini
terhadap kegiatan upacara adatnya, selalu berkaitan berulang sebagai satu pola
lingkaran yang saling memberi. Ashley M. Turner15 dalam handout-nya memberi
istilah pada pola ini dengan siclus feedback atau umpan balik.
konsep (k); perilaku (p); bunyi musikal (bm)
Tabel. 1. Diagram Peristiwa Musikal dalam siklus feedback
Sumber: Hand out materi perkuliahan Ashley M. Turner
15
Dosen dan konsultan Ford Foundation pada Departemen Etnomusikologi USU Tahun 1991-1993, juga memberi materi mata kuliah Seminar Etnomusikologi. Ashley memberi pengertian, antara konsep, perilaku dan bunyi musikal adalah sebuah rangkaian yang mencerminkan ketiga hal itu dapat terlihat sekaligus. Namun, konsep bunyi musikal tidak selalu diterima seperti konsep musik yang diterima dalam berperilaku musik.
k
(53)
Selanjutnya Merriam menyebutkan, titik perhatian dari manusia yang utama
adalah manusia itu sendiri dengan segala aktivitas yang dilakukannya, termasuk
kegiatan musik sebagai bagian dari pekerjaan diri sendiri.
The ultimate interest of man him self, and music is part of what he does and part of what he studies about himself. (Merriam, 1964: 16).
Hal tersebut menggambarkan, bahwa studi tentang manusia adalah hal penting. Salah
satu untuk mengungkap perilaku manusia itu adalah melalui musik, dan sebaliknya
untuk membahas tentang musik, juga perlu melihat faktor manusianya yang terlibat
dalam kegiatan musik itu. Jadi dua hal tentang musik sebagai produk tingkah laku
yang menjadi gambaran manusia adalah satu hal yang sangat berkaitan.
Dalam tulisan Herskovits, untuk mengungkap teori perubahan (dalam Lauer,
2001: 403) memberi definisi tentang perubahan sebagai suatu sebuah perubahan
pengkajian meliputi fenomena yang dihasilkan sejak dua kelompok budaya yang
berbeda melakukan kontak langsung, dan diikuti oleh perubahan pada pola
kebudayaan masyarakat asli dari salah satu atau kedua kelompok itu. Defenisi ini
lebih menjelaskan bahwa anggota masyarakat adalah hanya sebagai perantara dan
pendukung kebudayaan, walaupun terdapat individu yang mengubah kebiasaan
berperilaku dan keyakinan yang mereka anut, sebenarnya adat masyarakat pemilik
kebudayaan itu yang mengalami perubahan.
Teori lain yang dipergunakan untuk mengkaji perubahan yakni aspek musik
tiup yang dipakai dalam upacara adat masyarakat Batak Toba dengan teori perubahan
(54)
daerah perkotaan, dengan memberi perlakuan terhadap penggunaan kelompok musik
ini dalam upacara adatnya.
Salah adalah tulisan Marx (dalam Lauer, 2001: 205) yang secara ringkas
menulis tentang perubahan, memberi penekanan pentingnya pengaruh teknologi
terhadap sebuah perubahan. Hal yang sama juga ditekankan oleh Velben dan Ogburn
yang menyatakan bahwa pola keyakinan dan perilaku manusia, terutama dibentuk
oleh cara mencari nafkah dan mendapatkan kesejahteraannya, yang selanjutnya
disebut sebagai fungsi teknologi.
Ogburn menyatakan manusia selamanya berupaya memelihara dan dan
menyesuaikan diri dengan alam yang senantiasa diperbaharui oleh teknologi. Velben
dan Ogburn (dalam Lauer, 2001: 112-116) menunjukkan bagaimana cara perubahan
teknologi menimbulkan masalah bagi manusia dalam 4 (empat). Pertama, teknologi
sebagai satu faktor yang sangat mempengaruhi perubahan. Kedua, teknologi sebagai
kekuatan berpengaruh yang tak terelakkan terhadap perubahan. Ketiga, teknologi
sebagai juru selamat. Keempat, teknologi sebagai anti kristen. Keempat pandangan
Marx yang diajukan oleh Velben dan Ogburn ini, telah mendapat kritikan
berdasarkan kasus-kasus tertentu yang diteliti pada ahli antropologi lainnya.
Randall (dalam Sztompka, 2004: 3) mengatakan, berbicara tentang sebuah
perubahan, adalah membayangkan sesuatu yang terjadi setelah jangka waktu tertentu;
kita berurusan dengan perbedaan keadaan yang diamati antara sebelum dan sesudah
jangka waktu tertentu. Untuk dapat menyatakan perbedaannya, ciri-ciri awal unit
(55)
mengatakan bahwa konsep dasar perubahan sosial mencakup tiga gagasan: (1)
perbedaan; (2) pada waktu berbeda; (3) di antara keadaan sistem sosial yang sama.
Perubahan pemakaian alat musik tradisional dalam mengiringi upacara adat
Batak Toba sejalan dengan konsep perubahan yang dikemukakan oleh Randal dan
Stzompka, yaitu adanya satu bentuk perubahan yang digunakan dalam waktu berbeda
dan dalam satu sistem sosial yang sama. Namun, penulis lebih mengedepankan
pendapat Robert Bee yang mengurai perubahan yang terdapat dalam satu kebudayaan
menyebutkan: perubahan itu datang dari pokok-pokok fikiran dari ide yang muncul.
Penulis juga melihat teori yang disampaikan Chris Barker (2000:213), dengan
melihat perubahan sebuah kebudayaan sebagai akibat adanya proses sosial dan
kultural. Hal ini terkait dengan faktor individualisasi, diferensiasi (proses
pembedaan), komodifikasi, urbanisasi, rasionalisasi, birokratisasi dan pengawasan.
Lebih lanjut Barker mengemukakan, pengaruh modernisme dan postmodernisme
sebagai konsep-konsep kultural yang mengemukakan pengalaman hidup sehari-hari
dengan berbagai gaya dan gerakan artistik.
Modernisme dipisahkan dengan postmodernisme. Ia mencontohkan,
pengalaman hidup dalam modernitas melibatkan kecepatan, perubahan, ambiguitas,
resiko, keraguan dan revisi pengetahuan yang berlangsung secara terus menerus. Dan
sebagai ciri budaya postmodernisme menyangkut kehidupan yang ter-fragmentasi
(bagian dari sesuatu), ambigu dan tak pasti yang mengandung tingkat refleksifitas
(56)
Kehadiran musik tiup di Batak Toba adalah sebuah perubahan akibat
modernisasi dari pengaruh yang dibawa oleh budaya Barat. Berbeda dengan sifat
westernisasi yang membuat semua perilaku kebudayan, yaitu elemen musik dan
sistem musikalnya mengadopsi metoda-metoda tradisi musik barat. Perbedaan tipis
antara modernitas dengan westernisasi dapat dibedakan dengan pendapat Bruno Nettl
untuk menjelaskan perbedaan itu. Modernisasi dalam musik tiup memberi arti
gambaran, elemen barat dalam hal instrumentasi dipergunakan dan tetap memakai
sistem lama atau konsep dasar musikal tradisi Batak Toba. Hal serupa dapat dilihat
dari fenomena musik gamelan campur sari dalam tradisi musikal Jawa.
Hal serupa, juga digambarkan oleh Asmyta Surbakti (2008: 16) yang
merefleksikan kajian budaya (cultural studies) dengan teori-teori budaya popular
mencakup pengkajian dari dimensi sosial-budaya, teori komodifikasi mencakup ke
arah dimensi ekonomi dan teori hegemoni mencakup dimensi politik. Ketiga hal ini
merupakan konsep dari threefolding (tiga pilar) dalam melihat teori-teori budaya
popular.
Pendapat tersebut diatas, menunjukkan sejak munculnya musik tiup sebagai
genre dalam kehidupan adat masyarakat Batak Toba adalah sebagai akibat dari
modernitas, dan keberadaannya sebagai ensembel pengiring dalam upacara adat
Batak Toba yang dipakai hingga kini adalah merupakan ciri-ciri budaya
postmodernitas yang mengadaptasi berbagai jenis budaya, untuk mempertahankan
(1)
Gambar Pendiri Musik Tambunan Balige A. Tambunan (Photo Tahun 1982) Sumber: Reproduksi Photo seijin pemilik W) . Tambunan (Anak A. Tambunan
Gambar Pendiri Musik Tambunan Balige A. Tambunan (Photo Tahun 1982) Sumber: Reproduksi Photo seijin pemilik W) . Tambunan (Anak A. Tambunan
(2)
Gambar A. Tambunan saat memberi pelajaran dalam Kelompok Musik Tiup Tambunan
Sumber: Reproduksi Photo seijin pemilik W. Tambunan (Photo 1982)
Gambar Kelompok Musik Tiup Tambunan Balige dengan 12 orang pemain. Tahun 1982 Latar belakang Gereja HKBP Tambunan Balige
(3)
Gambar Kelompok Musik Tiup Lembaga Sisingamangaraja XII Tambunan Balige melakukan rekaman di studio Mini Record/Top Record.
Sumber: Reproduksi Photo seijin pemilik W. Tambunan
Gambar Kelompok Musik Tiup Tambunan Balige dalam pementasan mengiringi paduan suara pada Upacara Peringatan Proklamasi RI Tahun 1983 di Balige. Sumber: Reproduksi Photo seijin pemilik W. Tambunan
(4)
Gambar Piagam Penghargaan untuk Kelompok Musik Tiup Tambunan Balige, yang selanjutnya berubah nama menjadi Korps Musik Lembaga Sisingamangaraja XII Tambunan. Sumber: Reproduksi Photo seijin pemilik W. Tambunan
Gambar Piagam Penghargaan untuk Kelompok Musik Tiup Tambunan Balige, yang selanjutnya berubah nama menjadi Korps Musik Lembaga Sisingamangaraja XII Tambunan. Sumber: Reproduksi Photo seijin pemilik W. Tambunan
(5)
DAFTAR INFORMAN
No. Nama Umur Pekerjaan Alamat
1. Pdt. Dr. Langsung M. Sitorus, MTh 52 Tahun Ephorus HKI P. Siantar 2. Pdt. Abraham Lincoln Hutasoit, MA 53 Tahun Pendeta P. Sidempuan 3. Bagian Panjaitan 58 Tahun Pekerja Seni Tobasa
4. M. Tobing 62 Tahun Pemusik Tiup Tarutung
5. Drs. Darwis Malau 52 Tahun Pemusik P.Siantar 6. Pdt. Waldemar Silitonga 81 Tahun Penggubah Lagu Tarutung 7. Drs. Bonar Gultom 72 Tahun Penggubah Lagu Jakarta 8. Pdt. W.T.P. Simarmata, MTh 56 Tahun Pendeta HKBP P. Siantar 9. J. Pangaribuan 62 Tahun Pemusik Tiup Medan
10. Daulat Manurung 57 Tahun Pengusaha Medan
11. Marsius Sitohang 56 Tahun Pemusik Medan
12. M. Silaban 52 Tahun Pengusaha Medan
13. Dr. Belferik Manulang 58 Tahun Dosen Medan 14. Ir. Monang Naipospos 54 Tahun Budayawan Tobasa 15. Dr. Burju Purba, M.Th 56 Tahun Dosen Medan 16. Pdt. Toljun Lumbantobing, M.Th 54 Tahun Pendeta Jakarta
(6)
18. B. Pangaribuan 58 Tahun Pemusik Medan
19 B. Sitorus 59 Tahun Pengetua Adat Tobasa
20 John Kennedy Aritonang 54 Tahun Pengusaha Batam 21 Edward C. van Ness, M.A 61 Tahun Dosen/Pemusik Jakarta
22 Drs. Nelson Lumbantoruan, M.Hum 45 Tahun Budayawan Dolok Sanggul 23 Drs. Manguji Nababan 42 Tahun Budayawan Medan
24 Dr. Pr. Christ P. Manalu, M.A 58 Tahun Pastur Medan 25 Sio Hong Wai/Frederick Parluhutan 58 Tahun Pengusaha Tarutung