MODEL PEMBELAJARAN VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE VCT UNTUK MENANAMKAN KEMAMPUAN MENGENAL PERMASALAHAN SOSIAL DAN MENENTUKAN SIKAP TERHADAP PENGARUH GLOBALISASI PADA SISWA SEKOLAH DASAR:Studi Deskriptif di Sekolah Dasar Negeri 1 Penaruban Purbalingga.

(1)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN . . . ii

ABSTRAK . . . iii

KATA PENGANTAR . . . vi

UCAPAN TERIMAKASIH . . . vii

DAFTAR ISI . . . ix

DAFTAR TABEL . . . xi

DAFTAR GAMBAR. . . . . . xii

DAFTAR LAMPIRAN . . . . .. . . xiii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah . . . 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah . . . 8

C. Tujuan Penelitian . . . 9

D. Manfaat Penelitian . . . 9

E. Penjelasan Istilah . . . 10

F. Struktur Organisasi Tesis . . . 11

BAB II. LANDASAN TEORITIS A. Pendidikan IPS dan PKn di Sekolah Dasar . . . 14

B. Pengorganisasian Materi IPS di SD . . . 20

C. Dimensi Pendidikan IPS . . . 21

D. Sikap Nilai dan Moral 1. Sikap dan Nilai . . . 23

2. Moral . . . 24

3. Nilai dan Moral . . . 26

4. Kesulitan Pembelajaran Nilai- Sikap . . . 27

E. Keterpaduan IPS dan PKn Terkait Globalisasi . . . 29

F. Mengenal Permasalahan Sosial . . . 30

G. Menentukan Sikap terhadap Pengaruh Globalisasi . . . .. . . 32

H. Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) 1. Pengertian VCT . . . 40

2. Prinsip prinsip VCT . . . 42

3. Keunggulan Model Pembelajaran VCT . . . 43

4. Kelemahan VCT . . . 44

5. Cara Mengatasi Kelemahan VCT . . . 45

6. Langkah-langkah Pembelajarn VCT . . . 46


(2)

8. Langkah-langkah VCT metode Reportasi . . . 48

9. Media Foto dalam VCT Reportasi . . . 49

10.Peran Keterampilan Bertanya dalam VCT Reportasi . . . 60

11.Penelitian yang Relevan . . . 65

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian . . . 67

B. Prosedur Penelitian . . . 68

C. Lokasi dan Subyek Penelitian . . . 69

D. Teknik Pengumpulan Data . . .. . . 70

E. Teknik Analisis Data . . . . . 72

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Penelitian . . . 75

B. Hasil Penelitian 1. Cara Menanamkan Kemampuan Mengenal Masalah Sosial . . . 77

2. Cara Menumbuhkan Nilai dan Kemampuan Menentukan Sikap . . . 83

C. Pembahasan Hasil Penelitian . . . 94

BAB V. SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan . . . 106

B. Rekomendasi . . . 108

DAFTAR PUSTAKA . . . 111


(3)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Saat ini dunia pendidikan banyak mendapat sorotan sebagai penyebab gagalnya penanaman nilai dan moral pada siswa dan generasi muda pada umumnya. Menurunnya moralitas, pejabat yang korup, peningkatan kriminalitas, tawuran dan lunturnya rasa nasionalisme dianggap sebagai akibat ketimpangan pengelolaan pendidikan dan proses pembelajaran di kelas. Sikap dan moral merupakan internal side yang berperan sebagai pengendali diri perbuatan seseorang, apabila nilai yang paling dominan adalah nilai negatif maka siswa akan cenderung berbuat negatif demikian pula sebaliknya bila nilai yang dominan positif maka siswa akan cenderung melakukan perbuatan yang positif. Untuk inilah maka perlu ada upaya serius untuk menemukan cara menanamkan sikap dan moral pada siswa sejak dini.

Rapuhnya dunia pendidikan bisa ditelusuri dari pengelola pendidikan dari tingkat pusat sampai lini yang paling bawah. Hal ini nampak dari masih kuatnya budaya menunggu petunjuk dan perintah dari atasan sehingga ide-ide inovatif tidak mudah dilaksanakan. Sebagian guru masih tidak berani mengembangkan dan melakukan pengayaan kurikulum karena masih berpikir bahwa prestasi sekolah dan prestasi belajar masih berpatokan pada tercapai angka/nilai kognitif dan kelulusan ujian nasional yang 100%. Tidak jarang kepala sekolah dan


(4)

2

guru melakukan ketidak jujuran agar sekolahnya memperoleh hasil ujian nasional yang memuaskan.

Inovasi kurikulum dan perubahan kurikulum yang lamban menjadi penyebab kualitas sumber daya manusia rendah, namun yang lebih perlu memperoleh perhatian adalah perencanaan pembelajaran. Rencana pelaksanaan pembelajaran yang tertuliskan perlu tercapai ranah afektif ternyata hanya sekedar di atas kertas untuk memenuhi formalitas, padahal dalam pelaksaan pembelajaran tetap ranah kognitif yang diajarkan.

Hasil dan prestasi belajar saat ini diukur dengan terkuasai kemampuan kognitif yang banyak didominasi pada hapalan, sedangkan pendidikan nilai dan moral kurang memperoleh perhatian. Saat ini pemerintah dan guru lebih mementingkan perolehan hasil nilai kognitif dengan mengenyampingkan tercapainya nilai afektif. Kurang perhatian pada penanaman nilai nampak mata kuliah ilmu budaya dasar, ilmu sosial dasar, dihilangkan dan pendidikan karakter, pendidikan budi pekerti, pendidikan anti korupsi yang hanya disisipkan pada mata pelajaran yang lain.

Aspek kualitas pendidik atau kemampuan guru dalam mengajar juga merupakan faktor penyebab kurang tertanamnya pendidikan sikap moral pada siswa. Guru sebagai ujung tombak terdepan yang berhadapan langsung dengan siswa kurang dibekali kemampuan mengajarkan sikap dan moral. Dalam hal ini lembaga pendidikan tinggi


(5)

3

keguruan kurang menjalankan perannya dalam memberikan keterampilan guru dalam penguasaan pembelajaran ranah afektif. Guru juga kurang mampu mengangkat masalah sosial di sekitar siswa untuk dibahas dan diseleksi dengan tolok ukur nilai yang baku, sehingga siswa mampu mengenal dan memilih nilai yang akan diterima atau yang akan ditolak.

Realita permasalahan dalam kehidupan saat ini antara lain ketidakmampuan mengenal permasalahan sosial di daerahnya dan keraguan dalam menentukan sikap terhadap pengaruh globalisasi. Sikap merupakan keadaan kejiwaan sebelum seseorang mengambil keputusan untuk berbuat, dengan kata lain sikap adalah ambang batas sebelum berbuat. Untuk membentuk sikap positif maka perlu ditanamkan nilai-nilai positif dan target nilai yang berlandaskan norma dan moral.

Masalah sosial yang muncul dan berkembang menjadi akumulasi masalah dapat berupa akibat dari perkembangan teknologi produksi, perkembangan komunikasi dan transportasi. Masalah sosial ini bisa muncul karena masyarakat tidak memiliki value based atau nilai baku yang dijadikan tolok ukur untuk memilih sistem nilai baru yang muncul bersamaan dengan hadirnya teknologi produksi, perkembangan komunikasi dan transportasi.

Implikasi dari perlunya kemampuan mengenal permasalahan sosial maka pada mata pelajaran IPS kelas IV Semester 2 disusun


(6)

4

kompetensi dasar mengenal perkembangan teknologi produksi, komunikasi dan transportasi serta pengalaman menggunakannya dan mengenal permasalahan sosial di daerahnya. Selain itu ternyata dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah Dasar Kelas IV Semester 2 ada kompetensi dasar menentukan sikap terhadap pengaruh globalisasi yang terjadi di lingkungannya. (DitJen Mendikdasmen Dit Pembinaan TK dan SD. 2007).

Antara dua kompetensi dasar pada mata pelajaran tersebut memiliki kesamaan yaitu melalui IPS siswa mengenal perkembangan teknologi produksi komunikasi dan transportasi sebagai penyebab munculnya dampak negatif dari globalisasi, serta melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan diberikan kemampuan cara menentukan sikap terhadap pengaruh globalisasi yang terjadi di lingkungannya.

Nilai-nilai yang perlu disampaikan dalam dua mata pelajaran tersebut ada keterkaitan sehingga memudahkan bagi guru untuk menyampaikan dalam pembelajaran, namun dua mata pelajaran tersebut memiliki perbedaan tujuan yang cukup tajam. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Adapun tujuan Mata


(7)

5

Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial yaitu siswa memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.

Tujuan tersebut terkandung penanaman sikap agar siswa memiliki komitmen dan kesadaran taat terhadap tatanan sosial yang berlaku di masyarakat. Membentuk sikap memerlukan perencanaan dan pendekatan tertentu karena berada pada ranah afektif atau sikap. Pembentukan sikap pada siswa sekolah dasar bukan merupakan tanggung jawab satu mata pelajaran saja melainkan menjadi tanggung jawab semua mata pelajaran, karena pembentukan sikap merupakan proses penanaman yang memerlukan jangka waktu lama dan keterlibatan banyak pihak.

Oleh karena belajar bukan peristiwa yang pendek maka belajar memerlukan beberapa ekspose materi untuk mencerna dan memahaminya, karena ketika belajar secara pasif peserta didik mengalami proses tanpa rasa ingin tahu, tanpa pertanyaan, dan tanpa daya tarik hasil. Belajar secara aktif, pelajar mencari sesuatu. Dia ingin menjawab pertanyaan, memerlukan informasi untuk menyelesaikan masalah atau menyelidiki cara untuk melakukan pekerjaan. (Silberman,1996:6)

Lebih lanjut, pendidikan sikap tidak lepas dari pendidikan moral, pendidikan moral yang selama ini dilakukan menganggap bahwa setiap orang dewasa dapat menjadi pendidik moral (Linda & Eyre dalam Asri Budiningsih,2004:73). Dengan cara indoktrinasi anak dibawa menuju


(8)

6

kepada kedewasaan seperti yang dikehendaki orang-orang dewasa. Tujuan pembelajaran yang tidak sampai pada aspek penalaran dan penilaian, mengakibatkan anak hanya dapat melaksanakan nilai-nilai yang dikendaki orang dewasa, tetapi tidak memahami alasannya. Mereka dapat menghapalkan, tetapi tidak mengerti maknanya.

Kenyataannya, menurut Foster yang didukung oleh hasil penelitian Dowell (Asri Budiningsih, 2004:81) bahwa kebanyakan persoalan yang terjadi di masyarakat disebabkan ketidakmampuan untuk membayangkan aspek batiniah dari kehidupan orang lain. Guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang mengupayakan peningkatan kemampuan siswa melalui praktek mengambil sudut pandang orang lain dan mengungkapkan nilai-nilai dirinya.

Dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial harus mampu mengembangkan aspek pengetahuan, aspek sikap nilai serta aspek keterampilan. Aspek pengetahuan berkaitan dengan dunia dan kehidupan masyarakat, sedang aspek keterampilan yang terdiri dari keterampilan sosial dan keterampilan intelektual diharapkan siswa tanggap terhadap permasalahan sosial dan mampu bekerja sama dengan orang lain. Aspek sikap berkaitan dengan dasar etika dan norma yang akan menjadi orientasi nilai dalam kehidupan di masyarakat. Menyimak aspek-aspek tersebut maka diperlukan metoda pembelajaran yang menanamkan nilai-nilai tetapi tetap harus memperhatikan nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa.


(9)

7

Sementara ini mata pelajaran IPS dirasakan menjadi beban bagi siswa karena berisikan bahan-bahan yang harus dihapalkan. Demikian pula bagi guru mata pelajaran IPS merupakan beban karena materi harus disampaikan semua agar siswa memperoleh hasil belajar kognitif yang tinggi, padahal keunggulan penguasaan kognitif tidak menjamin sukses dalam karir hidupnya.

Pencapaian tujuan kognitif berbeda dengan pencapaian tujuan afektif atau sikap/nilai. Untuk mengajarkan dan menanamkan sikap nilai maka ada metode yang menekankan pada penggalian nilai siswa yaitu Teknik Mengklarifikasi Nilai (Value Clarification Technique) disingkat VCT. Value Clarification Technique merupakan teknik pengajaran untuk membantu siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa. (Sanjaya, 2006:283).

Dalam salah satu pendekatan pengajaran afektif yaitu pendekatan evokasi (ekspresi spontan) yaitu siswa diberi kebebasan dan kesempatan penuh untuk mengungkapkan mengekspresikan tanggapan perasaan penilaian terhadap sesuatu yang dirangsangkan guru. Pendekatan evokasi perlu dijabarkan dalam suatu pilihan strategi dan metode yang tepat. Metode Reportasi adalah memperagakan sejumlah gambar yang memuat masalah afeksi selanjutnya siswa diberi pertanyaan kearah penggalian sikap melalui pemberian


(10)

8

pandangan/pendapat, penilaian/ekspresi hati, mengungkap pilihannnya. (Djahiri,1987:40).

Berdasarkan paparan di atas, perlu ditemukan model pembelajaran value clarification technique inovatif yang dapat diterapkan untuk menanamkan sikap sekaligus mengenalkan permasalahan sosial yang ada di lingkungan siswa. Oleh karena itulah, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) untuk Menanamkan Kemampuan Mengenal Permasalahan Sosial dan Menentukan Sikap Terhadap Pengaruh Globalisasi Pada Siswa Sekolah Dasar.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat

dirumuskan permasalahan “Bagaimana pelaksanaan pembelajaran IPS dengan menggunakan model pembelajaran Value Clarification Technique metode Reportasi untuk menanamkan kemampuan mengenal permasalahan sosial dan menentukan sikap terhadap pengaruh globalisasi di daerahnya pada siswa kelas 4 Sekolah Dasar Negeri 1 Penaruban

Purbalingga?”

Untuk mempermudah pemecahan masalah tersebut disusun rincian masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana cara menanamkan kemampuan mengenal permasalahan sosial sebagai akibat globalisasi di daerahnya ?


(11)

9

2. Bagaimana cara menumbuhkan nilai melalui model pembelajaran value clarification technique dengan metode reportasi agar mampu menentukan sikap terhadap pengaruh globalisasi yang terjadi di lingkungannya?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui cara menanamkan nilai melalui model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) metode reportasi, agar siswa mampu mengenal permasalahan sosial dan mampu menentukan sikap terhadap pengaruh globalisasi di daerahnya.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis:

Kegunaan untuk mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan terkait dengan model pembelajaran Value Clarification Technique (teknik klarifikasi nilai).

2. Manfaat Praktis:

Kegunaan praktis ialah untuk mengenal permasalahan sosial di lingkungan siswa dan lebih lanjut diharapkan memiliki sikap untuk menerima atau menolak pengaruh globalisasi sehingga siswa mampu memecahkan dan mengantisipasi dampak negatif dari masalah yang ada.

Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pikiran dalam penggunaan model pembelajaran teknik klarifikasi nilai pada pembelajaran IPS di Sekolah Dasar, serta secara khusus diharapkan


(12)

10

a. Bagi siswa dengan penerapan teknik klarifikasi nilai (VCT) diharapkan dapat memperoleh pengalaman dan keterampilan yang berharga untuk menentukan sikap yang sesuai dengan nilai yang tertanam pada dirinya, merasa senang dengan nilai pilihannya dan berniat untuk mencoba melaksanakannya.

b. Bagi guru diharapkan memperoleh pengalaman dan keterampilan menggunakan teknik klarifikasi nilai (VCT) Reportasi dalam pembelajaran IPS di SD.

c. Bagi peneliti sejenis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber rujukan dan bacaan dalam mengembangkan penelitian yang terkait dengan teknik klarifikasi nilai (VCT) pada siswa sekolah dasar.

E. Penjelasan Istilah

1. Model pembelajaran Value Clarification Technique adalah metode mengajar guru untuk menolong siswa dalam menetapkan nilai pilihannya dari sejumlah alternatif nilai yang dihadapinya. Penanaman nilai pada diri anak dilakukan oleh guru dan anak menentukan nilai-nilai yang dipilihnya itu sendiri dengan demikian siswa akan mempunyai kepribadian yang kuat, tidak apatis, tidak bersikap tidak konsisten dan tidak mengalami kekacauan nilai, dan lebih bertanggung jawab atas pilihannnya. (Suharyono dalam Raths, L.E., Harmin, M. dan Simon, S.B., 1978:7-8).


(13)

11

2. Metode Reportasi adalah pembelajaran dengan memperlihatkan sesuatu atau gambar yang memuat masalah afeksi kepada siswa dan siswa diberi kesempatan memberikan pandangan / pendapat/ penilaian / ekspresi hati. Selanjutnya pandangan siswa ini dilanjutkan atau diklarifikasi (dikupas/dikaji/diperjelas/diungkap) lebih detail dengan VCT. (Kosasih, 1985: 40).

3. Kemampuan mengenal masalah sosial di daerahnya adalah mengenal masalah yang berkembang sebagai dampak globalisasi karena perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi. 4. Kemampuan menentukan sikap terhadap pengaruh globalisasi adalah

keadaan kesiapan secara umum untuk melakukan tingkah laku yang sesuai dengan yang dikehendaki yaitu siswa menolak atau menerima pengaruh globalisasi.

5. Pengaruh dari era globalisasi ditandai dengan adanya persaingan yang semakin tajam, padatnya informasi, kuatnya komunikasi dan keterbukaan.

F. Struktur Organisasi Tesis

Pada Bab I Pendahuluan berisikan latar belakang masalah yang memaparkan kemerosotan nilai moral sebagai akibat kurang perhatian dunia pendidikan terhadap pendidikan afektif yaitu sikap nilai moral. Sebaliknya pendidikan kini banyak mengejar tercapainya kognitif saja, yang berakibat pencapaian nilai sikap sebagai target formalitas belaka. Untuk itu maka pendidikan ilmu pengetahuan sosial harus mampu


(14)

12

mengembangkan sikap dan nilai selain pengetahuan dan skill, selanjutnya identifikasi dan perumusan masalah yang memaparkan masalah secara umum dan secara khusus, tujuan penelitian yaitu bagaimana cara menanamkan kemampuan mengenal permasalahan sosial sebagai akibat globalisasi di daerahnya dan bagaimana cara menumbuhkan nilai melalui model pembelajaran value clarification technique dengan metode reportasi agar mampu menentukan sikap terhadap pengaruh globalisasi yang terjadi di lingkungannya, selanjutnya dibahas manfaat dan definisi operasional.

Selanjutnya Bab II Landasan Teoritis memaparkan keterdekatan pendidikan IPS dan PKn di Sekolah, dimensi pendidikan IPS dan posisi Sikap Nilai dan Moral serta kesulitan dalaam pembelajaran nilai sikap sebagai internal side yang relatif nampak dalam perilaku siswa. Pada bab ini juga dipaparkan mengenal permasalahan sosial dan cara menentukan sikap terhadap pengaruh globalisasi. Selanjutnya disampaikan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT), keunggulan dan kelemahannya. Dalam penelitian ini model VCT menggunakan metoda Reportasi dan media foto/gambar. Disajikan pula keterampilan bertanya sebagai cara mengungkapkan komentar/pendapat siswa sebagai bentuk pernyataan sikap.

Pada Bab III Metodologi Penelitian yang berisi metode, prosedur penelitian, lokasi dan subyek serta teknik pengumpulan dan analisis data.


(15)

13

Selanjutnya Bab IV berisi Hasil Penelitian dan Pembahasan, yang memaparkan hasil penelitian yang meliputi persiapan penelitian yang terdiri dari kegiatan awal, kegiatan inti, tindak lanjut dan kegiatan penutup. Dilanjutkan pembahasan hasil penelitian, yang satu persatu berusaha menemukan jawaban dari tujuan dan perumusan masalah. Pada Bab V yang berisi Simpulan dan Rekomendasi, yaitu simpulan yang menjawab rumusan masalah dan rekomendasi yang ditujukan pada berbagai pihak yang terkait dengan hasil penelitian tesis ini.


(16)

106

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) untuk Menanamkan Kemampuan Mengenal Permasalahan Sosial dan Menentukan Sikap Terhadap Pengaruh Globalisasi Pada Siswa Sekolah Dasar dapat disimpulkan;

1. Kesimpulan Umum

Model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) berhasil untuk menanamkan kemampuan mengenal permasalahan sosial dan menentukan sikap terhadap pengaruh globalisasi pada siswa sekolah dasar.

2. Kesimpulan Khusus

a. Cara menanamkan kemampuan mengenal permasalahan sosial dengan VCT metoda reportasi yang memanfaatkan media foto yang mengandung afeksi terbukti mampu mengenalkan siswa pada permasalahan sosial. Hal ini didukung dari hasil spontanitas wajah saat mengenal permasalahan sosial sebagai dampak Globalisasi., yaitu sebagian besar raut muka berbinar-binar karena siswa sangat yakin bahwa foto yang diterimanya terkait dengan dampak globalisasi.. Hasil komentar spontan saat mengenal permasalahan sosial sebagai dampak globalisasi, yaitu ditemukan sikap dan perilaku siswa yang langsung menerima, sikap dan perilaku siswa


(17)

107

yang langsung menolak, dan sikap dan perilaku siswa yang selektif yatu perlu pertimbangan moral untuk menerima atau menolak suatu perilaku.

Dalam menanamkan nilai dapat melalui keteladanan, pembiasaan, pemberian motivasi, pendidikan dan pelaksanaan sanksi yang tegas. Dengan melaksanakan lima cara di atas akan memudahkan siswa mengenal masalah sosial atau nilai negatif karena mudah dikenali yaitu tidak bisa diterima oleh masyarakat.

b. Cara menumbuhkan nilai melalui model pembelajaran value clarification technique dengan teknik reportasi agar mampu menentukan sikap, dilakukan dengan cara; guru memperhatikan ungkapan terperinci dan argumentasi yang muncul, merumuskan kejelasan jawaban/tanggapan siswa sambil tetap mengarahkan ke konsep/materi pelajaran. Guru menumbuhkan nilai yang baku atau

value based, selanjutnya arahkan siswa agar siswa melakukan

perbuatan yang dilandasi rasa kesadaran (moral awareness) akan terasa ringan dan berani mempertahankan keyakinan atas perbuatannya daripada melakukan perbuatan karena didasari rasa kewajiban (moral obligation).

Apabila siswa memilih atau tertarik dengan pilihan nilai yang negatif maka guru wajib memaksakan (intervensi) agar siswa memilih nilai yang baku. Guru yang membiarkan siswa berkomentar memilih nilai


(18)

108

yang negatif maka akan dianggap oleh semua siswa bahwa guru setuju dengan nilai negatif tersebut,

B. Rekomendasi

Berkaitan dengan penelitian yang telah peneliti lakukan dengan menerapkan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) untuk Menanamkan Kemampuan Mengenal Permasalahan Sosial dan Menentukan Sikap terhadap Pengaruh Globalisasi pada Siswa Sekolah Dasar, peneliti memberikan beberapa rekomendasi sebagai berikut: 1. Penanaman sikap, nilai, moral pada siswa perlu perhatian yang serius

dari jajaran pendidikan karena pengaruh globalisasi juga membawa budaya permisif yang menyulitkan siswa memilih menyeleksi nilai yang patut dan tidak patut ditiru. Bentuk perhatian ini bisa diwujudkan dalam menyeimbangkan tuntutan target perolehan nilai yang tidak sekedar nilai kognitif tetapi juga lebih mengedepankan nilai proses pada ranah afektif, yaitu penilaian sikap.

2. Penanaman sikap dan nilai tidak hanya sekedar disisipkan pada mata pelajaran yang lain, tetapi perlu pendekatan penataan suasana sekolah, penataan sekitar sekolah dan pengembangan ekstra kurikuler. Keterpaduan langkah ini diperlukan karena kesalahan dalam memilih sikap nilai banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan pengalaman siswa.


(19)

109

3. Guru sebagai ujung tombak menanamkan sikap dan nilai pada siswa harus memiliki keterampilan mengajar menggunakan model, metoda, teknik yang mampu mengungkap internal side siswa, sehingga siswa terungkap nilai dirinya, nilai yang dipegangmnya dan selanjutnya guru bisa melakukan diagnosa dan melakukan treatment/perlakuan, yang bila dipandang perlu memaksakan (intervensi) nilai baku/value

based untuk menggantikan nilai siswa yang keliru.

4. Pembelajaran VCT metode reportasi yang memanfaatkan media foto berhasil mengungkap sikap dan nilai diri siswa, tetapi media foto bukan satu-satunya media yang mampu mengungkap sikap nilai siswa. Media lain yang bisa digunakan adalah tayangan video yang mengandung nilai afeksi, cerita rakyat, epos, fabel, nyanyian daerah, pepatah dan nilai-nilai religius/agama.

5. Perlu usaha untuk mempublikasikan, melestarikan, menanamkan dan menjaga nilai-nilai luhur bangsa, norma masyarakat, norma agama melalui berbagai pendekatan. Misal di lingkungan sekolah menggunakan slogan-slogan, melalui televisi ada iklan layanan masyarakat yang berisikan sikap dan nilai kebaikan. Sebaliknya memberikan peringatan pada tayangan yang tidak patut ditiru dengan tulisan tidak patut ditiru yang dimunculkan pada saat acara tersebut ditayangkan.

6. Pada lembaga pendidikan tinggi keguruan, harus memberikan keterampilan mengajar pada calon guru untuk mengajarkan materi


(20)

110

yang bermuatan sikap/nilai. Selain itu mulai selektif dalam menerima mahasiswa calon guru agar memperoleh mahasiswa calon guru yang benar-benar memiliki dasar sikap moral yang baik.


(21)

111

Daftar Pustaka

Arsyad, Azhar. (2005). Media Pembelajaran. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Azwar, Saefuddin. (1995). Sikap Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Bachman. Edmund. Ph.D, 2005, Metode Belajar Berpikir Kritis dan Inovatif, Jakarta : Prestasi Pustaka.

Bertens, K. (2001). Etika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Budiningsih. Asri. Dr.C., (2004). Pembelajaran Moral – Berpijak pada Karakteristik Siswa dan Budayanya, Jakarta : Rineka Cipta.

Benninga. Jacques S., (1991), Moral Character and Civic Education in The Elementary

School, New York London : Teachers College Columbia University.

Chaplin, J.R. dan Messick., R.G (1992). Elementary Sosial Studies; A Practical Guide.

2 en ed. New York: Longman.

Darmadi, Hanid. (2007). Dasar Konsep Pendidikan Moral. Bandung : Alfabeta

Daroeso, Bambang. (1989). Dasar dan Konsep Pendidikan Moral Pancasila. Semarang : Aneka Ilmu.

Djamarah, Syaiful Bahri Dkk. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.

Faisal. Sanapiah danMulyadi.(1992). Metodologi Penelitian

Pendidikan.Surabaya:Usaha Nasional.

Hamalik, Oemar. (1994). Media Pendidikan. Bandung : PT Citra Aditya Bakti.

Hamzah B. Uno. (2008). Teori Motivasi & Pengukurannya – Analisis di Bidang Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara..

Iskandar. (2009). Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial – Kuantitatif Kualitatif,

Jakarta : Gaung Persada Press.

Jarolimek. John,.(1977), Social Studies Competencies and Skills : Learning to Teach as

an Intern, New York: MacMillan Publishing Co.Inc.

Kaelan. (2002). Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.

Kosasih, Ahmad Djahiri. (1985). Strategi Pengajaran Afektif – Nilai – Moral VCT dan Games dalam VCT, PMPKN FPIPS IKIP Bandung.

Mulyana. Rochmat, Dr. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Bandung : Alfabeta

Munandar. Utami, Prof, Dr,.(2004). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, Jakarta : Rineka Cipta.


(22)

112

Pribadi. Benny A., (2009). Model Desain Sistem Pembelajaran, Jakarta : Dian Rakyat Rusffendi E.T., (2005). Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta Lainnya,

Bandung : Tarsito.

Sanjaya. Wina.(2006) Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

___________., (2007) Kajian Kurikulum dan Pembelajaran, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Sugiyono. (2008). Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sumaatmaja, Nursid. (2002). Metodologi Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Bandung. Alumni.

Tukiran dkk, (2011). Model-model Pembelajaran Inovatif, Bandung: Alfabeta. ____________, (2011). Pendidikan Kewargaan Negara, Bandung: Alfabeta.

Wihardit, Kuswaya dan Sumaatmadja, Nursid (2007). Perspektif Global. Jakarta : Universitas Terbuka.

Ruminiati. (2007). Modul Pendidikan Kewarganegaraan SD: Untuk Program S1.

Sadiman, Arif, S. dkk. (1986). Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan dan

Pemanfaatannnya. Jakarta :CV Rajawali.

Sapriya. (2009). Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Savage. Tom V & David G. Armstrong, (1996). Effective Teaching in Elementary

Social Studies, Englewood Cliffs New Jersey : Prentice Hall.

Silberman Mel,(2007) Active Learning 101 Strategi Pembelajaran Aktif, Yogyakarta : Pustaka Insan Madani.

Soegito, dkk. (2003). Pendidikan Pancasila. Semarang: Uness Press.

Sudjana, Nana. (1988). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru. ____________, (2005). Media Pengajaran. Bandung : Sinar Baru Algensindo.

Trianto, S.Pd.M.Pd., (2007). Model Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi

Konstruktivistik – Konsep Landasan Teoritis Praktis dan Implememtasinya,

Prestasi Pustaka.

Wahyudin, Dinn dan kawan-kawan. (2007). Pengantar Pendidikan. Jakarta : Universitas Terbuka.

Widodo, Erna dan Mukhtar. (2000). Konstruksi Ke Arah Penelitian Deskriptif. Yogyakarta:Avyrouz.


(1)

yang langsung menolak, dan sikap dan perilaku siswa yang selektif yatu perlu pertimbangan moral untuk menerima atau menolak suatu perilaku.

Dalam menanamkan nilai dapat melalui keteladanan, pembiasaan, pemberian motivasi, pendidikan dan pelaksanaan sanksi yang tegas. Dengan melaksanakan lima cara di atas akan memudahkan siswa mengenal masalah sosial atau nilai negatif karena mudah dikenali yaitu tidak bisa diterima oleh masyarakat.

b. Cara menumbuhkan nilai melalui model pembelajaran value clarification technique dengan teknik reportasi agar mampu menentukan sikap, dilakukan dengan cara; guru memperhatikan ungkapan terperinci dan argumentasi yang muncul, merumuskan kejelasan jawaban/tanggapan siswa sambil tetap mengarahkan ke konsep/materi pelajaran. Guru menumbuhkan nilai yang baku atau

value based, selanjutnya arahkan siswa agar siswa melakukan

perbuatan yang dilandasi rasa kesadaran (moral awareness) akan terasa ringan dan berani mempertahankan keyakinan atas perbuatannya daripada melakukan perbuatan karena didasari rasa kewajiban (moral obligation).

Apabila siswa memilih atau tertarik dengan pilihan nilai yang negatif maka guru wajib memaksakan (intervensi) agar siswa memilih nilai yang baku. Guru yang membiarkan siswa berkomentar memilih nilai


(2)

Sri Harmianto, 2012

Model Pembelajaran Value Clarification Technique (Vct) Untuk Menanamkan Kemampuan Mengenal Permasalahan Sosial Dan Menentukan Sikap Terhadap Pengaruh Globalisasi Pada Siswa Sekolah Dasar

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

yang negatif maka akan dianggap oleh semua siswa bahwa guru setuju dengan nilai negatif tersebut,

B. Rekomendasi

Berkaitan dengan penelitian yang telah peneliti lakukan dengan menerapkan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) untuk Menanamkan Kemampuan Mengenal Permasalahan Sosial dan Menentukan Sikap terhadap Pengaruh Globalisasi pada Siswa Sekolah Dasar, peneliti memberikan beberapa rekomendasi sebagai berikut: 1. Penanaman sikap, nilai, moral pada siswa perlu perhatian yang serius

dari jajaran pendidikan karena pengaruh globalisasi juga membawa budaya permisif yang menyulitkan siswa memilih menyeleksi nilai yang patut dan tidak patut ditiru. Bentuk perhatian ini bisa diwujudkan dalam menyeimbangkan tuntutan target perolehan nilai yang tidak sekedar nilai kognitif tetapi juga lebih mengedepankan nilai proses pada ranah afektif, yaitu penilaian sikap.

2. Penanaman sikap dan nilai tidak hanya sekedar disisipkan pada mata pelajaran yang lain, tetapi perlu pendekatan penataan suasana sekolah, penataan sekitar sekolah dan pengembangan ekstra kurikuler. Keterpaduan langkah ini diperlukan karena kesalahan dalam memilih sikap nilai banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan pengalaman siswa.


(3)

3. Guru sebagai ujung tombak menanamkan sikap dan nilai pada siswa harus memiliki keterampilan mengajar menggunakan model, metoda, teknik yang mampu mengungkap internal side siswa, sehingga siswa terungkap nilai dirinya, nilai yang dipegangmnya dan selanjutnya guru bisa melakukan diagnosa dan melakukan treatment/perlakuan, yang bila dipandang perlu memaksakan (intervensi) nilai baku/value

based untuk menggantikan nilai siswa yang keliru.

4. Pembelajaran VCT metode reportasi yang memanfaatkan media foto berhasil mengungkap sikap dan nilai diri siswa, tetapi media foto bukan satu-satunya media yang mampu mengungkap sikap nilai siswa. Media lain yang bisa digunakan adalah tayangan video yang mengandung nilai afeksi, cerita rakyat, epos, fabel, nyanyian daerah, pepatah dan nilai-nilai religius/agama.

5. Perlu usaha untuk mempublikasikan, melestarikan, menanamkan dan menjaga nilai-nilai luhur bangsa, norma masyarakat, norma agama melalui berbagai pendekatan. Misal di lingkungan sekolah menggunakan slogan-slogan, melalui televisi ada iklan layanan masyarakat yang berisikan sikap dan nilai kebaikan. Sebaliknya memberikan peringatan pada tayangan yang tidak patut ditiru dengan tulisan tidak patut ditiru yang dimunculkan pada saat acara tersebut ditayangkan.


(4)

Sri Harmianto, 2012

Model Pembelajaran Value Clarification Technique (Vct) Untuk Menanamkan Kemampuan Mengenal Permasalahan Sosial Dan Menentukan Sikap Terhadap Pengaruh Globalisasi Pada Siswa Sekolah Dasar

Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

yang bermuatan sikap/nilai. Selain itu mulai selektif dalam menerima mahasiswa calon guru agar memperoleh mahasiswa calon guru yang benar-benar memiliki dasar sikap moral yang baik.


(5)

Daftar Pustaka

Arsyad, Azhar. (2005). Media Pembelajaran. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Azwar, Saefuddin. (1995). Sikap Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Bachman. Edmund. Ph.D, 2005, Metode Belajar Berpikir Kritis dan Inovatif, Jakarta : Prestasi Pustaka.

Bertens, K. (2001). Etika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Budiningsih. Asri. Dr.C., (2004). Pembelajaran Moral – Berpijak pada Karakteristik Siswa dan Budayanya, Jakarta : Rineka Cipta.

Benninga. Jacques S., (1991), Moral Character and Civic Education in The Elementary

School, New York London : Teachers College Columbia University.

Chaplin, J.R. dan Messick., R.G (1992). Elementary Sosial Studies; A Practical Guide.

2 en ed. New York: Longman.

Darmadi, Hanid. (2007). Dasar Konsep Pendidikan Moral. Bandung : Alfabeta

Daroeso, Bambang. (1989). Dasar dan Konsep Pendidikan Moral Pancasila. Semarang : Aneka Ilmu.

Djamarah, Syaiful Bahri Dkk. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.

Faisal. Sanapiah danMulyadi.(1992). Metodologi Penelitian

Pendidikan.Surabaya:Usaha Nasional.

Hamalik, Oemar. (1994). Media Pendidikan. Bandung : PT Citra Aditya Bakti.

Hamzah B. Uno. (2008). Teori Motivasi & Pengukurannya – Analisis di Bidang Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara..

Iskandar. (2009). Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial – Kuantitatif Kualitatif,

Jakarta : Gaung Persada Press.

Jarolimek. John,.(1977), Social Studies Competencies and Skills : Learning to Teach as

an Intern, New York: MacMillan Publishing Co.Inc.

Kaelan. (2002). Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.

Kosasih, Ahmad Djahiri. (1985). Strategi Pengajaran Afektif – Nilai – Moral VCT dan Games dalam VCT, PMPKN FPIPS IKIP Bandung.

Mulyana. Rochmat, Dr. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Bandung : Alfabeta


(6)

Sri Harmianto, 2012

Model Pembelajaran Value Clarification Technique (Vct) Untuk Menanamkan Kemampuan Mengenal Permasalahan Sosial Dan Menentukan Sikap Terhadap Pengaruh Globalisasi Pada Siswa Sekolah Dasar Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu

Pribadi. Benny A., (2009). Model Desain Sistem Pembelajaran, Jakarta : Dian Rakyat Rusffendi E.T., (2005). Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta Lainnya,

Bandung : Tarsito.

Sanjaya. Wina.(2006) Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

___________., (2007) Kajian Kurikulum dan Pembelajaran, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Sugiyono. (2008). Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sumaatmaja, Nursid. (2002). Metodologi Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Bandung. Alumni.

Tukiran dkk, (2011). Model-model Pembelajaran Inovatif, Bandung: Alfabeta. ____________, (2011). Pendidikan Kewargaan Negara, Bandung: Alfabeta.

Wihardit, Kuswaya dan Sumaatmadja, Nursid (2007). Perspektif Global. Jakarta : Universitas Terbuka.

Ruminiati. (2007). Modul Pendidikan Kewarganegaraan SD: Untuk Program S1.

Sadiman, Arif, S. dkk. (1986). Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan dan

Pemanfaatannnya. Jakarta :CV Rajawali.

Sapriya. (2009). Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Savage. Tom V & David G. Armstrong, (1996). Effective Teaching in Elementary

Social Studies, Englewood Cliffs New Jersey : Prentice Hall.

Silberman Mel,(2007) Active Learning 101 Strategi Pembelajaran Aktif, Yogyakarta : Pustaka Insan Madani.

Soegito, dkk. (2003). Pendidikan Pancasila. Semarang: Uness Press.

Sudjana, Nana. (1988). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru. ____________, (2005). Media Pengajaran. Bandung : Sinar Baru Algensindo.

Trianto, S.Pd.M.Pd., (2007). Model Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi

Konstruktivistik – Konsep Landasan Teoritis Praktis dan Implememtasinya,

Prestasi Pustaka.

Wahyudin, Dinn dan kawan-kawan. (2007). Pengantar Pendidikan. Jakarta : Universitas Terbuka.

Widodo, Erna dan Mukhtar. (2000). Konstruksi Ke Arah Penelitian Deskriptif. Yogyakarta:Avyrouz.


Dokumen yang terkait

PEMBINAAN RASA NASIONALISME DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE (VCT)

2 12 101

STUDI PERBANDINGAN MORALITAS SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE (VCT) DAN STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DENGAN MEMPERHATIKAN SIKAP TERHADAP PELAJARAN IPS

0 7 123

STUDI PERBANDINGAN MORALITAS SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE (VCT) DAN STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DENGAN MEMPERHATIKAN SIKAP TERHADAP PELAJARAN IPS

1 16 120

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN VCT (VALUE CLARIFICATION Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) Pada Mata pelajaran PKn Kelas V di SD Negeri 2 Nogosari Kabupaten Boyolali

0 0 17

UPAYA MENGUBAH SIKAP SISWA MELALUI PEMBELAJARAN IPS MENGGUNAKAN METODE VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE (VCT).

0 0 35

Pengaruh Penerapan Value Clarification Technique (VCT) Terhadap Sikap Ecoliteracy dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SD.

0 4 39

PENGARUH VCT (VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE) TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN GERAK TARI SISWA KELAS VIII-5 SMP NEGERI 3 BANDUNG.

0 4 85

PENGARUH METODE VCT (VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE) DALAM PEMBELAJARAN PKn TERHADAP KECERDASAN MORAL SISWA KELAS V SD NEGERI TUKANGAN.

0 0 200

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN VCT (VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE) UNTUK MENINGKATKAN SIKAP DEMOKRATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN PKN DI SEKOLAH DASAR

1 4 11

PENGARUH MODEL VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE (VCT) DRAFT/MATRIK TERHADAP PRESTASI BELAJAR DAN TANGGUNG JAWAB PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN) DI KELAS IV SEKOLAH DASAR - repository perpustakaan

0 0 14