PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS NARASI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN TEKNIK VISUAL-AUDITIF-TAKTIL : Penelitian pada siswa Sekolah Dasar di Kabupaten Cianjur.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i

LEMBAR PERSETUJUAN ii

KATA PENGANTAR iii

UCAPAN TERIMA KASIH v

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR GAMBAR xx

DAFTAR GRAFIK xxi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian………... 1

1.2 Identifikasi Masalah ………... 4

1.3 Perumusan Masalah………... 6

1.4 Tujuan Penelitian………... 7

1.5 Anggapan Dasar………... 8

1.6 Hipotesis………... 8

1.7 Definisi Operasional... 9

1.8 Manfaat Penelitian………....………... 10

BAB II MODEL, TIPE BELAJAR, DAN PEMBELAJARAN MENULIS NARASI 2.1 Konsep Model……….. 11

2.1.1 Pengertian Model ……….. 11

2.1.2 Struktur atau Unsur Pemodelan……….……. 13

2.1.3 Langkah-langkah Konstruksi Sebuah Model…….. 14

2.2 Model Pembelajaran………. 18

2.2.1 Pengertian……….. 18


(2)

2.2.3 Model Memorization sebagai Rumpun Model Pemrosesan I

Informasi... 23

2.3 Tipe Belajar ... 33

2.3.1 Pengertian Belajar... 33

2.3.2 Tipe Belajar Visual, Auditif, Taktil... 37

2.3.3 Bahasa dan Perkembangan Pikiran... 46

2.3.4 Accelerated Learning ……….……….. 49

2.3.5 Accelerated Teaching ……….………... 51

2.3.6 Quantum Writing ………. 58

2.4 Ihwal Menulis ... 63

2.4.1 Pengertian Menulis... 64

2.4.2 Fungsi Menulis... 66

2.4.3 Tujuan Menulis... 66

2.4.4 Manfaat Menulis... 67

2.5 Ihwal Narasi... 69

2.5.1 Pengertian Narasi... 69

2.5.2 Struktur Narasi... 70

2.5.3 Jenis Narasi... 84

2.5.4 Bentuk Khusus Narasi... 86

2.5.5 Karakteristik Tulisan Narasi... .. 88

2.5.6 Menulis dan Menyusun Teks Naratif... .. 88

2.5.7 Analisis Sebuah Narasi... .. 91

2.6 Pembelajaran Menulis Narasi... 93

2.6.1 Pendekatan Pembelajaran Menulis... 93

2.6.2 Belajar Menulis Cerita... 95

2.6.3 Konsep Cerita pada Anak-anak ... 95

2.6.4 Pengajaran dan Penelitian Menulis... 96

2.7 Pembelajaran Menulis dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD... 101


(3)

2.9 Tulisan dari Sudut Penulis ... 105

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian... 109

3.2 Variabel Penelitian... 111

3.3 Sumber Data penelitian... 112

3.4 Teknik Pengumpulan Data... 113

3.5 Prosedur Pengolahan Data... 115

3.5.1 Analisis Data Proses... 115

3.5.2 Analisis Data Hasil... 115

3.6 Instrumen Penelitian... 117

3.6.1 Lembar Soal... 118

3.6.2 Pedoman Penskoran dan Penilaian... 118

3.6.3 Pedoman Observasi... 124

3.6.4 Pedoman Wawancara... 124

3.6.5 Model Pembelajaran Menulis Narasi dengan Teknik Visual-Auditif-Taktil... 125

3.6.6 Deskripsi rencana Pelaksanaan Pengajaran... 131

3.6.7 Alat Peraga Gambar, Film, dan Konteks Lingkungan Alam132 3.7 Prosedur Penelitian... 132

3.7.1 Tahap Prapenelitian... 133

3.7.2 Tahap Penyusunan Rancangan Model... 134

3.7.3 Tahap Ujicoba Rancangan Model... 134

3.7.4 Tahap Perbaikan Rancangan Model ... 135

3.7.5 Tahap Penelitian Eksperimen... 135

BAB IV PENELITIAN PENULISAN NARASI 4.1 Langkah-langkah Penelitian Penulisan Narasi... 136

4.2 Deskripsi Contoh Tulisan Narasi... 140

4.2.1 Tulisan Narasi Pemula... 140

4.2.2 Tulisan Narasi Ahli... 152


(4)

4.4 Persiapan Pengembangan Model Pembelajaran Menulis Narasi

dengan Teknik Visual-Auditif-Taktil... 157

BAB V DESKRIPSI, ANALISIS, DAN PEMBAHASAN DATA PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN MENULIS NARASI 5.1 Deskripsi Data Model Pembelajaran Menulis Narasi dengan Teknik Visual-Auditif-Taktil... 159

5.1.1 Persiapan Model Pembelajaran... 159

5.1.2 Pelaksanaan Model Pembelajaran... 164

5.2 Analisis Data Model Pembelajaran Menulis Narasi dengan Teknik Visual-Auditif-Taktil... 188

5.3 Pembahasan Hasil Pelaksanaan Model Pembelajaran Menulis Narasi Dengan Teknik Visual-Auditif-Taktil... 220

5.4 Peningkatan Hasil Belajar... 295

5.5 Pengujian Sifat Data... 304

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan... 406

6.2 Saran... 424

DAFTAR PUSTAKA... 426

LAMPIRAN-LAMPIRAN... 431


(5)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah Dasar disebutkan bahwa standar kompetensi menulis untuk kelas V SD untuk masing-masing semester adalah: 1) mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman secara tertulis dalam bentuk karangan, surat undangan, dan dialog sederhana; 2) mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan fakta secara tertulis dalam bentuk ringkasan, laporan dan puisi bebas.

Masing-masing kompetensi dasarnya sebagai berikut. Semester I, 1) menulis karangan berdasarkan pengalaman dengan memperhatikan pilihan kata dan penggunaan ejaan; 2) menulis surat undangan (ulang tahun, acara agama, kegiatan sekolah, kenaikan kelas, dll) dengan kalimat efektif dan memperhatikan ejaan; 3) menuliskan dialog sederhana antara dua atau tiga tokoh dengan memperhatikan isi serta peranannya. Pada semester II, kompetensi dasarnya berbunyi: 1) meringkas isi buku yang dipilih sendiri dengan memperhatikan penggunaan ejaan; 2) menulis laporan pengamatan atau kunjungan berdasarkan tahapan (catatan, konsep awal, perbaikan, final) dengan memperhatikan penggunaan ejaan; 3) menulis puisi bebas dengan pilihan kata yang tepat (KTSP Kelas V, tahun 2004).

Berdasarkan kurikulum tersebut sangat jelas bahwa hasil pembelajaran pokok bahasan menulis Bahasa dan Sastra Indonesia ini adalah siswa memiliki kemampuan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman secara tertulis dalam berbagai bentuk tulisan.


(6)

2

Akan tetapi, dari hasil penelitian yang telah dilakukan Suparno dan Yunus (2008: 14) dijelaskan bahwa aspek pelajaran bahasa yang paling tidak disukai murid dan gurunya adalah menulis atau mengarang. Alasannya seperti yang disampaikan Graves (Suparno dan Yunus, 2008: 14) yang menyatakan bahwa seseorang enggan menulis karena tidak tahu untuk apa dia menulis, merasa tidak berbakat menulis. Ketidaksukaan tidak lepas dari pengaruh lingkungan keluarga dan masyarakatnya, serta pengalaman pembelajaran menulis di sekolah yang kurang memotivasi dan merangsang minat.

Alasan lain seperti yang disampaikan Smith (Suparno dan Yunus, 2008:14) yang menyebutkan juga bahwa pengalaman belajar menulis yang dialami siswa di sekolah tidak terlepas dari kondisi gurunya sendiri. Guru tidak dipersiapkan untuk terampil menulis dan mengajarkannya. Bahkan menurut Alwasilah dan Alwasilah (2005: 5) pembelajaran menulis tersebut sering ’dipersulit’ oleh mahasiswa dan dosen sendiri. Masalah lainnya sering juga tidak disadari oleh guru maupun siswa bahwa tujuan pembelajaran menulis adalah siswa terampil menulis. Tujuan ini sering terjebak hanya pada tataran pengetahuan menulis.

Berdasarkan uraian di atas, kesulitan menulis itu ternyata tidak hanya terjadi pada siswa tetapi juga pada mahasiswa. Satu teori quantum writing memberikan suatu pendekatan bahwa menulis dapat dilakukan siapa saja tanpa kemudian harus terjebak lebih dahulu dengan persoalan penyusunan kata yang baik dan benar (Hernowo, 2003: 9). Penelitian Pennebaker (Hernowo, 2003:31) terhadap para mahasiswa dengan menyuruh mahasiswa menuliskan pengalaman yang paling menggelisahkan atau paling traumatis dalam kehidupan dengan tidak terlalu


(7)

3

memikirkan tata bahasa, ejaan, atau struktur kalimat ternyata sangat mengagumkan. Mahasiswa mampu mengisahkan peristiwa yang demikian mendalam.

Jika potensi menulis mahasiswa dapat didekati dengan cara seperti yang dilakukan Pennebaker, maka tulisan ini mencoba membangkitkan potensi menulis yang ada pada para siswa. Disadari bahwa kemampuan bercerita siswa sekolah dasar merupakan modal yang utama bagi pengembangan keterampilan berbahasa lainnya. Akan tetapi, tidak jarang siswa mengalami kesulitan ketika kemampuan bercerita ini dituangkan ke dalam bahasa tulis. Menurut Bereiter dan Scardamalia (dalam Hyland, 2002:27) yang terpenting bagi penulis pemula adalah adanya kesanggupan untuk menyampaikan isi, memberitahukan sesuatu yang mereka bisa ingat berdasarkan tugas, topik, dan genre (model knowledge-telling)

Berdasarkan perkembangan kemampuan persepsi anak, usia 8-12 tahun (usia anak SD) termasuk pada fase analisis. Pada fase ini anak sudah mampu membedakan sifat-sifat sesuatu atas bagian-bagiannya yang dikenal walaupun masih tetap dalam hubungan keseluruhannya (Meumann dalam Budiman, 2006:59). Dorongan-dorongan itulah yang mendasari perlunya ditemukan sebuah metode yang paling tepat yang dapat menggugah siswa untuk mau dan mampu menulis.

Untuk tujuan itu, tulisan yang akan dikembangkan di sini adalah peningkatan kemampuan siswa dalam menulis narasi. Peningkatan kemampuan siswa ini dilakukan melalui penggunaan model pembelajaran teknik visual-auditif-taktil. Caranya adalah dengan pemanfaatan media visual-auditif dan pemanfaatan kecenderungan gaya belajar yang ada pada siswa di dalam mengolah bahan pelajaran yang disampaikan.


(8)

4

1.2 Identifikasi Masalah

Berkenaan dengan kemampuan anak, Ernest Meumann (Budiman, 2006: 59) mendeskripsikan bahwa perkembangan persepsi anak ada pada tiga fase, yakni fase sintetis fantastis (7-8 tahun), fase analisis (8-12 tahun), dan fase sintesis logis (12 tahun ke atas). Pada fase sintetis fantastis persepsi anak agak kabur dari peristiwa yang dilihat atau dialami, hanya beberapa bagian dalam alam sadar, selebihnya dipenuhi oleh fantasi. Pada fase analisis anak sudah mampu membedakan sifat-sifat sesuatu atas bagian-bagiannya yang dikenal walaupun masih tetap dalam hubungan keseluruhannya. Persepsi pada fase analisis ini berangsur-angsur bergeser pada persepsi yang kongkret. Selanjutnya, fase sintesis logis (12 tahun ke atas). Pada fase sintesis logis pengertian-pengertian dan faham intelektual menjadi matang menuju kesempurnaan. Sifat dan fungsi dihubungkan secara logis menjadi satu keseluruhan.

Berdasarkan kemampuan persepsi siswa seperti itu, guru sekolah dasar perlu mendesain pembelajaran sedemikian rupa sesuai dengan karakteristik perseptual siswa. Begitu pula dengan model pembelajaran menulis narasi yang akan dikembangkan dalam penelitian ini. Desain pembelajaran disusun sesuai dengan kondisi siswa.

Tidak dapat dipungkiri bahwa menulis merupakan kegiatan yang sangat penting bagi pengembangan diri. Keterampilan menulis, sebagai salah satu kemahiran berbahasa yang produktif ini, mendorong seseorang untuk menyampaikan ide, pikiran, keinginan dan perasaan kepada orang lain melalui bahasa tulis. Dalam proses menuju kemampuan itu, kegiatan menulis pada hakikatnya dapat dilatihkan, baik pada diri sendiri maupun dilatihkan pada orang lain. Dalam mempelajarinya dapat dilakukan baik secara bersama-sama maupun secara sendiri.


(9)

5

Bila dibandingkan dengan keterampilan berbahasa lainnya, sering sekali keterampilan menulis dianggap sebagai sebuah keterampilan yang paling sulit. Seperti yang disampaikan di atas, banyak alasan yang dikemukakan, antara lain karena kesulitan memulai mengekspresikan ide dalam bahasa tulis, kesulitan memilih kata-kata, kesulitan menentukan ide atau topik yang akan dituliskan, kekhawatiran salah ejaan, kekhawatiran salah dalam beretorika menulis, dan masih banyak lagi. Kesulitan dan kekhawatiran itu menyebabkan kemandegan dan akhirnya tidak menulis. Keadaan seperti itu tentu sangat tidak diharapkan karena pada hakikatnya menulis dapat dipelajari.

Dilatarbelakangi oleh dua kondisi di atas, yakni: menulis itu dapat dipelajari dan kondisi modal serta potensi kemampuan berbahasa yang ada pada siswa sekolah dasar, maka melalui penelitian ini akan dicobakan model pembelajaran guna mencoba mengurangi kesulitan-kesulitan di atas. Model ini perlu dilatihkan kepada para siswa dengan mulai melatih mereka dari awal, yakni dari awal seorang siswa mengenal menulis. Untuk itu, pelatihannya akan diproses dalam pembelajaran yang akan diberikan pada siswa sekolah dasar.

Dalam pembelajaran terlibat sejumlah komponen kegiatan belajar mengajar. Selain guru dan siswa, terdapat komponen lain seperti tujuan pembelajaran, bahan ajar, metode mengajar, media, juga evaluasi. Semuanya berpengaruh terhadap kegiatan belajar mengajar yang diciptakan.

Siswa merupakan pelaku utama dalam kegiatan belajar mengajar. Ia memiliki sejumlah potensi yang harus dikembangkan oleh guru. Guru sebagai fasilitator dalam kegiatan belajar mengajar harus mempunyai teknik yang tepat agar dapat menumbuhkembangkan potensi yang dimiliki siswa.


(10)

6

Potensi siswa akan tumbuh dengan baik dalam suasana pembelajaran yang baik pula. Untuk itulah guru perlu menciptakan suasana belajar yang menarik, yang dapat menggugah siswa untuk dapat merespon, menanggapi atas apa yang ia lihat, apa yang ia dengar, dan apa yang ia rasakan. Teknik mengajar harus dimiliki dan dikuasai guru. Bekal mencapai itu, guru harus mengetahui pula tipe belajar dan kondisi belajar yang ada sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan efektif.

Cara siswa mencari atau menerima pelajaran yang dibutuhkannya sangat variatif. Sikap responsif siswa terhadap bahan ajar sangat didasarkan pada pengalaman yang dialaminya sendiri, pengalaman dengan mempergunakan alat indranya.

Berdasarkan latar belakang itu, dapat diidentifikasi beberapa masalah berkenaan dengan tipe belajar siswa, teknik guru mengajar, serta hasil belajar siswa dalam menulis narasi. Karena itu, penelitian ini akan mencoba meneliti bagaimana penggunaan model pembelajaran menulis narasi dengan teknik visual-auditif-taktil dapat meningkatkan kemampuan menulis narasi siswa sekolah dasar.

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, penelitian ini akan mencoba mengkaji efektif tidaknya penggunaan model pembelajaran menulis dengan teknik visual-auditif-taktil dalam mengembangkan kemampuan menulis narasi pada siswa sekolah dasar. Untuk itu, guna memudahkan proses penelitian, dirumuskanlah masalah seperti berikut ini.


(11)

7

1) Bagaimanakah pelaksanaan model pembelajaran menulis narasi dengan teknik visual-auditif-taktil dalam meningkatkan kemampuan menulis narasi siswa sekolah dasar tersebut?

2) Bagaimanakah hasil model pembelajaran menulis narasi dengan teknik visual-auditif-taktil dalam meningkatkan kemampuan menulis narasi siswa sekolah dasar tersebut?

3) Seberapa tinggi hasil pelaksanaan model pembelajaran menulis narasi dengan teknik visual-auditif-taktil dapat meningkatkan kemampuan menulis narasi siswa sekolah dasar di Kabupaten Cianjur?

Mengkaji permasalahan di atas, terdapat dua titik perhatian (variabel) dalam penelitian ini, yaitu: a) variabel model pembelajaran menulis narasi dengan teknik visual-auditif-taktil sebagai variabel bebas; dan b) variabel kemampuan menulis narasi siswa sekolah dasar sebagai variabel terikat.

1.4 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk: 1) mendeskripsikan pelaksanaan model pembelajaran menulis narasi dengan teknik

visual-auditif-taktil;

2) menggambarkan hasil model pembelajaran menulis narasi dengan teknik visual-auditif-taktil;

3) menggambarkan hasil peningkatan kemampuan menulis siswa dalam pembelajaran menulis narasi dengan menggunakan teknik visual-auditif-taktil dan hasil tulisan siswa yang mengikuti pembelajaran menulis narasi dengan teknik mengarang bebas.


(12)

8

1.5 Anggapan Dasar

Penelitian ini dilandasi oleh anggapan dasar (asumsi) sebagai berikut.

1.5.1 Visual-Auditif-Taktil merupakan gaya belajar siswa di dalam memperoleh materi yang diajarkan.

1.5.2 Setiap guru harus mampu memanfaatkan potensi yang dimiliki setiap siswa. Satu di antaranya adalah kemampuan berbahasa siswa yang sangat beragam. 1.5.3 Segala hal yang diperoleh siswa dari hasil visual-auditif-taktil dapat

diceritakan oleh siswa dalam berbagai media bahasa, baik lisan maupun tertulis.

1.5.4 Gaya belajar siswa tidak sama. Karena itu, guru harus dapat memanfaatkan berbagai media, baik media visual, auditif, maupun visual-auditif.

1.5.5 Taktil akan tumbuh dan berkembang melalui pengoptimalan visual-auditif. 1.5.6 Kemampuan siswa bercerita dapat didasarkan atas pengalaman hasil

visual-auditif-taktil masing-masing.

1.5.7 Narasi merupakan salah satu bentuk karangan yang sifat utamanya adalah menceritakan sesuatu.

1.5.8 Semakin banyak hasil visual-auditif-taktil, semakin banyak gagasan/ide pikiran, dan perasaan yang akan terungkapkan.

1.6 Hipotesis Penelitian

Jawaban sementara penelitian ini adalah ”pada saat tes awal, tes akhir, dan gain terdapat perbedaan kemampuan yang signifikan pada taraf signifikansi (α) 0,05 antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol; kemampuan menulis narasi siswa kelas yang menggunakan model pembelajaran teknik visual-auditif-taktil lebih tinggi


(13)

9

dibandingkan dengan kemampuan menulis narasi siswa kelas yang tidak menggunakan model pembelajaran teknik visual-auditif-taktil, baik pada sekolah tipe A, tipe B, maupun tipe C”.

1.7 Definisi Operasional

Agar terdapat pemahaman yang sama, perlu dijelaskan terlebih dahulu maksud variabel-variabel yang terdapat di dalam tulisan ini.

1.7.1 Model pembelajaran teknik visual-audif-taktil

Yang dimaksud dengan model pembelajaran teknik visual-auditif-taktil ini adalah suatu model pembelajaran yang berdasar dan berakar pada pemanfaatan gaya belajar dan pemanfaatan media pembelajaran yang bertujuan pada penggalian potensi visual-auditif-taktil siswa. Gaya belajar dan media pembelajaran tersebut selanjutnya dikemas dan diramu di dalam sebuah model pembelajaran menulis narasi.

Gaya belajar visual merupakan kecenderungan gaya seorang siswa di dalam mempelajari sesuatu. Siswa akan merasa lebih mudah memahami sebuah pelajaran jika bahan yang dipelajari itu dibantu dengan media visual. Sementara yang dimaksud dengan gaya belajar auditif adalah kecenderungan gaya seorang siswa yang akan lebih mudah mempelajari sesuatu jika bahan yang dipelajari dibantu dengan aspek auditif. Selanjutnya, istilah taktil di dalam model ini bukan diangkat dari tipe/gaya belajar siswa, tetapi diambil dari satu jenis daya yang dimiliki oleh seseorang di dalam mengekspresikan hasil imaji (imajeri/pencitraan) sesuatu. Aspek taktil ini berkenaan dengan sentuhan perasaan, yakni kemampuan mencitrakan


(14)

10

sesuatu di luar visual dan auditif. Aspek taktil berkenaan juga dengan hasil penciuman dan perabaan.

1.7.2 Peningkatan kemampuan menulis narasi

Variabel ini dimaknai sebagai suatu hasil yang diperoleh berdasarkan penelitian yang menunjukkan bahwa kemampuan belajar menulis narasi siswa SD mengalami peningkatan dari sebelum menggunakan model dengan setelah menggunakan model pembelajaran menulis narasi dengan teknik visual-auditif- taktil. Peningkatan kemampuan menulis narasi diperlihatkan dari meningkatnya hasil tes menulis narasi.

1.8 Manfaat Penelitian

Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai teori-teori atau prinsip-prinsip dasar di dalam pembelajaran menulis narasi khususnya, dan model pembelajaran pada umumnya.

Secara praktis, manfaat penelitian ini adalah menemukan teknik yang tepat dan efektif yang dapat digunakan oleh para pendidik di dalam rangka menggali potensi yang dimiliki oleh para siswa serta meningkatkan daya nalar siswa sesuai dengan kemampuan berpikirnya masing-masing. Dengan kata lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan landasan metodologis guna meningkatkan kualitas proses belajar mengajar, dan kualitas hasil belajar.


(15)

109 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Uraian pada bab ini berkaitan dengan paparan metodologi penelitian, yakni berbicara tentang segala hal yang diperlukan dan yang dilakukan sebelum, selama, dan setelah penelitian ini. Bab ini dapat dikatakan sebagai pisau bedah di dalam memecahkan sejumlah masalah penelitian yang sudah ditetapkan. Metode penelitian, teknik, instrumen, sumber data, langkah penelitian, dan prosedur pengolahan data merupakan inti pembahasan bab ini.

3.1 Metode Penelitian

Pada dasarnya model yang dikembangkan ini dilatarbelakangi oleh adanya teori tentang gaya belajar seseorang. Gaya belajar ini dijadikan sebagai sebuah bekal untuk dimanfaatkan dalam pembelajaran menulis narasi. Alasan tulisan narasi yang dijadikan objek penelitian ini adalah karena pada praktiknya, siswa sekolah dasar kelas V secara lisan pada umumnya memiliki kemampuan bercerita, akan tetapi ketika cerita itu diminta untuk dituliskan, ada kesulitan untuk menuangkannya ke dalam bahasa tulis. Untuk itulah penelitian dengan judul Peningkatan Kemampuan Menulis Narasi melalui Model Pembelajaran Menulis Narasi dengan Teknik Visual-Auditif-Taktil ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sebuah cara untuk mengatasi kesulitan tersebut.

Guna menguji keterhandalan model pembelajaran yang akan diteliti ini diperlukan sebuah metode penelitian yang tepat di dalam proses pengujiannya. Dari sekian metode penelitian yang ada, metode eksperimen lebih tepat digunakan untuk


(16)

110

penelitian ini. Adapun jenis eksperimen yang digunakan adalah the randomized pretest-posttest control group design (Fraenkel dan Wallen, 1993:248; Creswel, 1994:133; Cohen dan Manion, 1997: 167; Gall and Borg, 2003: 392). Adapun desainnya sebagai brikut:

Treatment Group R O X1 O

Control Group R O X2 O

R = Random Assigment untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol O = Pengukuran awal dan pengukuran akhir

X1 = Perlakuan pembelajaran melalui pengembangan menulis narasi dengan teknik VAT

X2 = Perlakuan pengajaran tanpa menggunakan model VAT.

Hal di atas seperti yang dikatakan Gall dan Borg (2003:392) yang menyebutkan bahwa

The following steps are involved in using a pretest-posttest control-group design: (1) random assignment of research participants to experimental and control groups, (2) administration of a tes awalt to both groups, (3) administration of the treatment to the experimental group but not to the control group, and (4) administration of the posttest to both groups. The experimental dan control groups must be treated as nearly alike as possible except for the treatment variable.

(Berikut ini adalah langkah-langkah yang terlibat dalam menggunakan pola tes awal-tes akhir kelompok kontrol: (1) tugas random pada partisipan penelitian baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol; (2) administrasi tes awal dari kedua kelompok; (3) administrasi perlakuan pada kelompok eksperimental, bukan pada kelompok eksperimen; (4) administrasi tes akhir pada kedua kelompok. Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol harus diperlakukan semirip mungkin kecuali untuk variabel perlakuan).


(17)

111

3.2 Variabel Penelitian

Supaya ada kejelasan maksud dari variabel yang dipermasalahkan, maka variabel di atas perlu diuraikan secara operasional. Adapun definisi operasionalnya sebagai berikut:

3.2.1 Model Pembelajaran Menulis Narasi dengan Teknik Visual-Auditif-Taktil

Yang dimaksud dengan Model Pembelajaran Menulis Narasi dengan Teknik Visual-Auditif-Taktil (Visual-Auditory-Tactile) adalah model pembelajaran menulis narasi yang akan dilaksanakam dengan memanfaatkan gaya belajar siswa. Potensi pada siswa digali dengan upaya pengembangan penggalian daya bayang indera siswa melalui pemanfaatan penglihatan, pendengaran, maupun perasaan. Teknik Visual-Auditif-Taktil digunakan sebagai suatu cara untuk mendorong (prodding) dan menggali (probing) pikiran, ide, gagasan, dan perasaan yang dimiliki siswa.

Dengan pertanyaan-pertanyaan apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan oleh siswa tentang sesuatu, maka ide, gagasan, pikiran, dan perasaan yang sifatnya masih abstrak dapat diungkapkan, disampaikan, dan diekspresikan (dikonkretkan) melalui kata-kata. Tujuannya adalah melatih ketajaman perasaan, penalaran, dan daya khayal serta menumbuhkan kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan alam sekitar.

3.2.2 Kemampuan Menulis Narasi

Yang dimaksud kemampuan menulis narasi dalam hal ini adalah kemampuan mengungkapkan ide, menyampaikan gagasan, pikiran, dan mengekspresikan perasaan melalui tulisan naratif. Sebagaimana halnya tulisan narasi, komponen-komponen yang terdapat di dalamnya, seperti tokoh, plot, waktu, dan tempat


(18)

112

terjadinya suatu peristiwa diharapkan dapat tergali melalui pemanfaatan VAT yang ada pada siswa.

3.3 Sumber Data Penelitian

Subjek populasi dalam penelitian ini adalah siswa sekolah dasar di Kabupaten Cianjur Tahun Ajaran 2007-2008. Pengambilan sampel didasarkan pada kelompok-kelompok tertentu. Karena itu, teknik yang digunakan untuk penelitian ini adalah Cluster Random Sampling. Berdasarkan hal itu, sampel yang akan digunakan adalah siswa dan guru kelas 5 sekolah dasar. Jumlah SD yang dijadikan sampel sebanyak tiga yakni sekolah dasar yang bertipe A, tipe B, dan tipe C.

Adapun parameter penentuan sampel didasarkan pada data dan informasi dari instrumen kelayakan yang diperoleh dari Dinas Pendidikan. Kelayakan tersebut meliputi: 1) Kurikulum dan Program Pembelajaran; 2) Administrasi dan Manajemen Sekolah; 3) Organisasi Kelembagaan; 4) Sarana dan Prasarana; 5) Ketenagaan; 6) Pembiayaan; 7) Peserta Didik; 8) Peran Serta Masyarakat; dan 9) Lingkungan dan Budaya. Berdasarkan komponen itulah kualitas sekolah dapat diketahui.

Karena penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan penggunaan sebuah model pembelajaran menulis narasi dengan teknik visual-auditif-taktil, maka sasaran utamanya adalah kemampuan siswa menulis narasi dengan menggunakan teknik VAT. Untuk itu, eksperimen dilakukan pada masing-masing dengan media konteks, gambar, dan film.

Uji coba instrumen dilakukan pada tiga kelas. Uji coba ini dilakukan guna pengujian instrumen model yang telah dibuat. Pengujian dilaksanakan dalam rangka perumusan dan perancangan model tersebut. Dari hasil uji coba ini, diperoleh


(19)

113

masukan-masukan dari para guru dan siswa di dalam melaksanakan model tersebut. Uji coba ini dilakukan lebih pada upaya kelanjutan sosialisasi model yang telah dibuat di dalam proses belajar mengajar.

Setelah uji coba dilakukan, barulah eksperimen dilakukan untuk mencari data keterhandalan atau keefektifan model yang penulis gunakan di dalam rangka meningkatkan kemampuan siswa menulis narasi.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memungkinkan pengukuran seberapa besar variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik tes, teknik observasi, teknik angket, dan teknik wawancara.

Tes dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan siswa dalam menulis narasi melalui pengembangan model visual-auditif-taktil. Jenis tes yang dilakukan adalah tes tulis dengan bentuk tesnya adalah essay. Pelaksanaan tes ini dilakukan sebelum dan sesudah penggunaan Model Pembelajaran Menulis Narasi dengan Teknik Visual-Auditif-Taktil.

Pelaksanaan eksperimen dilakukan selama tiga kali, yakni pemanfaatan media visual dengan konteks alam (lingkungan) sekitar siswa, gambar (foto), dan film. Guna menguji keterhandalan penggunaan model pembelajaran ini, peneliti mengujikannya pada beberapa tipe sekolah dan wilayah sekolah. Informasi dari Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur, berdasarkan tipe sekolahnya, terdapat sekolah dasar yang bertipe A, B, dan C. Sementara dari segi wilayah sekolah, ada sekolah


(20)

114

yang berlokasi di daerah, perbatasan, dan kota. Pengambilan sumber data lebih lanjut akan dibicarakan pada bagian sumber data.

Observasi dilakukan oleh pengamat yang berpengalaman dan yang berkapasitas dalam pembelajaran di sekolah. Pengamat ini penulis datangkan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan terkait. Observasi ditujukan untuk mengamati pelaksanaan pengembangan model pembelajaran menulis narasi dengan teknik visual-auditif-taktil. Data yang diperoleh berkenaan dengan segala perilaku siswa selama mengikuti pelaksanaan pengembangan model pembelajaran menulis narasi dengan teknik visual-auditif-taktil. Lembar observasi terlampir.

Selain tes dan observasi, data lain yang dibutuhkan adalah data yang dikumpulkan dari hasil angket. Angket ini ditujukan kepada guru sebagai pengguna model pembelajaran. Angket diperlukan untuk mengetahui seberapa jauh kebermanfaatan model ini dilaksanakan di sekolah terutama dalam meningkatkan minat dan kemampuan siswa dalam menulis narasi. Lembar angket terlampir.

Pada bagian lain, dilakukan pula wawancara kepada para guru yang telah menggunakan model pembelajaran menulis ini. Wawancara dilakukan guna mengecek kembali prosedur pelaksanaan pembelajaran yang telah penulis buat. Hasil wawancara berguna untuk masukan-masukan bagi perbaikan pengembangan model ini.


(21)

115

3.5 Prosedur Pengolahan Data 3.5.1 Analisis Proses

Analisis terhadap proses dilakukan secara kualitatif selama kegiatan berlangsung berdasarkan instrumen yang digunakan. Analisis proses dilakukan dengan cara:

1) melakukan berbagai pencatatan berdasarkan hasil observasi pada saat pelaksanaan pembelajaran dilakukan, sehingga diperoleh data lapangan selama kegiatan berlangsung secara deskriptif;

2) melakukan pengkodean dan identifikasi data;

3) mengklasifikasikan data sesuai dengan karakteristiknya berdasarkan gejala yang dominan terjadi;

4) mengolah dan merumuskan data berdasarkan kriteria atau teori yang relevan, dan 5) menafsirkan data sebagai simpulan akhir.

3.5.2 Analisis Hasil

Teknik analisis terhadap hasil kegiatan (karangan siswa) dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif, karangan siswa dianalisis berdasarkan pedoman penilaian karangan yang telah dibuat dengan merujuk pada pedoman penilaian karangan dan penilaian kenaratifan sebuah karangan. Pedoman penilaian ini merupakan hasil penyaringan dari beberapa teori (seperti yang disampaikan Nurgiyantoro (2001: 307), dan Alwasilah). Aspek-aspek karangan yang dianalisis meliputi:

1) deskripsi visual, deskripsi auditif, deskripsi taktil; 2) kausalitas;


(22)

116

3) kronologis; dan

4) aspek-aspek narasinya meliputi: pelaku, waktu, tempat, dan peristiwa.

Selanjutnya, untuk menguji tingkat keefektifan pegembangan model pembelajaran menulis narasi dengan teknik VAT, teknik pengolahan data yang digunakan penulis dalam menganalisis data dilakukan dengan pemanfaatan program komputer software SPSS versi 15.0 for windows. Adapun langkah-langkah perhitungan dan pengolahannya sebagai berikut:

a. memilih dan memilah-milah karangan yang berjenis narasi;

b. memberi kode setiap karangan berdasarkan pengkodean (tipe sekolah, ada tidaknya perlakuan, prosedur tes, dan nomor urut siswa);

c. memeriksa setiap kalimat berdasarkan kategori deskripsi visual, auditif, taktil, kausalitas, dan kronologis melalui pengkodean yang telah ditetapkan;

d. memberi skor pada setiap karangan berdasarkan pensekoran yang telah ditentukan ;

e. menghitung hasil penskoran setiap karangan siswa; f. menentukan nilai akhir setiap karangan;

g. mentabulasi nilai tes awal dan tes akhir;

h. menguji normalitas kedua kelompok dengan uji Kolmogorov-Smirnov dengan mengambil taraf signifikasi (α) sebesar 0,05;

i. menguji homogenitas kedua kelompok dengan uji Leavene dengan mengambil taraf signifikasi (α) sebesar 0,05.

j. mencari persentase keberhasilan siswa dengan berpedoman kepada perhitungan persentase untuk skala sepuluh sebagai berikut:


(23)

117

Tabel 3.1

Interval Persentase Skala Sepuluh Interval Persentase

Tingkat Penguasaan

Nilai Ubahan Skala Sepuluh

Keterangan

1 2 3

96%-100% 86%-95% 76%-85% 66%-75% 56%- 65% 46%-55% 36%-45% 26%-35% 16%-25% 0%-15% 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 Sempurna Baik sekali Baik Cukup Sedang Hampir sedang Kurang Kurang sekali Buruk Buruk sekali (Nurgiyantoro, 1995:394) k. menghitung perbedaan nilai rata-rata tes awal dan tes akhir;

l. menentukan Mean (M), Standar Deviasi (SD) dan Standar Error (SE) dari nilai tes awal dan tes akhir;

m. mencari Standar Error perbedaan Mean antara kedua variabel tersebut; n. menafsirkan to dengan mempergunakan Tabel Nilai ‘t”;

o. menguji hipotesis; dan

p. menafsirkan hasil uji hipotesis.

Secara kualitatif, data dideskripsikan berdasarkan kemampuan siswa dalam mengungkapkan setiap aspek penilaian karangan yang telah ditentukan.

3.6 Instrumen Penelitian

Sesuai dengan teknik yang digunakan dalam penelitian ini, maka instrumen yang digunakan adalah lembar soal, pedoman penskoran dan penilaian, lembar observasi, lembar angket, dan lembar wawancara. Instrumen tes digunakan untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan kemampuan siswa dalam menulis narasi


(24)

118

setelah mengikuti pengembangan model pembelajaran menulis narasi dengan teknik visual-auditif-taktil. Hasil tes ini merupakan data utama yang diperlukan dalam penelitian ini.

Instrumen lainnya merupakan alat pendukung yang akan memberikan informasi penunjang sebagai data berkenaan dengan proses pelaksanaan dan tingkat pemanfaatan pengembangan model yang penulis gunakan. Lembar observasi dilakukan dalam mengamati kegiatan guru dan siswa pada saat pelaksanaan pengembangan model pembelajaran. Sementara lembar angket dan lembar wawancara ditujukan kepada para guru untuk mengetahui pendapat mereka tentang pengembangan model pembelajaran menulis narasi dengan teknik visual-auditif-taktil yang penulis buat.

3.6.1 Lembar Soal

Soal yang diujikan kepada para siswa adalah berkenaan dengan kemampuan siswa mengamati suatu peristiwa yang dilihat, didengar, dan dirasakan, kemudian menuangkannya ke dalam bentuk tulisan narasi. Langkah-langkahnya sesuai dengan petunjuk yang terdapat di dalam soal. Pertanyaan diawali dengan kemampuan siswa mendaftarkan sejumlah kata hasil penglihatan, pendengaran, ataupun perasaan semata, sebagai hasil pengamatan langsung atau tidak langsung. Naskah Soal terlampir.

3.6.2 Pedoman Pensekoran dan Penilaian

Pedoman pensekoran ini dapat mempermudah penulis di dalam mengukur kemampuan para siswa menulis narasi. Pedoman yang diperiksa meliputi aspek


(25)

119

kemampuan mendeskripsikan cerita berdasarkan hasil visual, auditif, dan taktil; kemampuan menyajikan kausalitas dan kronologis suatu narasi. Selain itu, diperhatikan pula aspek-aspek kenaratifan tulisan atau karangannya. Berikut pedoman penskoran dan penilaian yang digunakan.

Tabel 3.2

Pedoman Penilaian Karangan Narasi

Model Pembelajaran Menulis Narasi dengan Teknik Visual-Auditif-Taktil

No. Aspek yang Dinilai Tingkatan Skala Skor Nilai

1 2 3 4 5

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1. Deskripsi Visual 2. Deskripsi Auditif 3. Deskripsi Taktil 4. Kausalitas 5. Kronologis

Jumlah

Nilai Akhir = Skor yang Diperoleh Siswa X 100 Skor Ideal

Kriteria Penilaian

1. Aspek Pelaku, Waktu, Tempat, dan Peristiwa a. Derskripsi Visual

Skala 5: Lebih dari sepuluh penggunaan kata pembayangan visual dalam penggambaran pelaku, waktu, tempat, dan peristiwa sesuai topik

yang dipilih.

Skala 4: Ditemukan delapan sampai sepuluh penggunaan pembayangan visual dalam penggambaran pelaku, waktu, tempat, dan peristiwa sesuai topik yang dipilih.


(26)

120

Skala 3: Ditemukan lima sampai tujuh penggunaan pembayangan visual dalam penggambaran pelaku, waktu, tempat, dan peristiwa sesuai topik yang dipilih.

Skala 2: Ditemukan dua sampai empat penggunaan pembayangan visual dalam penggambaran pelaku, waktu, tempat, dan peristiwa sesuai topik yang dipilih.

Skala 1: Tidak lebih dari satu kata yang mewakili penggunaan pembayangan visual dalam penggambaran pelaku, waktu, tempat, dan peristiwa

sesuai topik yang dipilih.

b. Deskripsi Auditif

Skala 5: Lebih dari sepuluh penggunaan kata pembayangan auditif dalam penggambaran pelaku, waktu, tempat, dan peristiwa sesuai topik

yang dipilih.

Skala 4: Ditemukan delapan sampai sepuluh penggunaan pembayangan auditif dalam penggambaran pelaku, waktu, tempat, dan peristiwa sesuai topik yang dipilih.

Skala 3: Ditemukan lima sampai tujuh penggunaan pembayangan auditif dalam penggambaran pelaku, waktu, tempat, dan peristiwa sesuai topik yang dipilih.

Skala 2: Ditemukan dua sampai empat penggunaan pembayangan auditif dalam penggambaran pelaku, waktu, tempat, dan peristiwa sesuai topik yang dipilih.


(27)

121

Skala 1: Tidak lebih dari satu kata yang mewakili penggunaan pembayangan auditif dalam penggambaran pelaku, waktu, tempat, dan peristiwa

sesuai topik yang dipilih.

c. Derskripsi Taktil

Skala 5: Lebih dari sepuluh penggunaan kata pembayangan taktil dalam penggambaran pelaku, waktu, tempat, dan peristiwa sesuai topik

yang dipilih.

Skala 4: Ditemukan delapan sampai sepuluh penggunaan pembayangan taktil dalam penggambaran pelaku, waktu, tempat, dan peristiwa sesuai topik yang dipilih.

Skala 3: Ditemukan lima sampai tujuh penggunaan pembayangan taktil dalam penggambaran pelaku, waktu, tempat, dan peristiwa sesuai topik yang dipilih.

Skala 2: Ditemukan dua sampai empat penggunaan pembayangan taktil dalam penggambaran pelaku, waktu, tempat, dan peristiwa sesuai topik yang dipilih.

Skala 1: Tidak lebih dari satu kata yang mewakili penggunaan pembayangan taktil dalam penggambaran pelaku, waktu, tempat, dan peristiwa

sesuai topik yang dipilih. 2. Aspek Kausalitas

Skala 5: Pendahuluan, konteks, waktu kejadian, kapan dan di mana, konflik kecil, siapa yang terlibat, latar belakang rinciannya, apa yang

terjadi, kejadian yang mengarah ke musibah, klimaks, konflik utama, resolusi, konflik kecil lain, konklusi tersusun dengan jelas.


(28)

122

Skala 4: Ditemukan satu ketidakjelasan keterkaitan antara pendahuluan konteks, waktu kejadian, kapan dan di mana, konflik kecil, siapa

yang terlibat, latar belakang dan rinciannya, apa yang terjadi, kejadian yang mengarah ke musibah, klimaks, konflik

utama, resolusi, konflik kecil lain, dan konklusi

Skala 3: Ditemukan dua ketidakjelasan keterkaitan antara pendahuluan, konteks, waktu kejadian, kapan dan di mana, konflik kecil, siapa

yang terlibat, latar belakang dan rinciannya, apa yang terjadi, kejadian yang mengarah ke musibah, klimaks, konflik

utama, resolusi, konflik kecil lain, konklusi

Skala 2: Ditemukan tiga ketidakjelasan keterkaitan antara pendahuluan, konteks, waktu kejadian, kapan dan di mana, konflik kecil, siapa

yang terlibat, latar belakang dan rinciannya, apa yang terjadi, kejadian yang mengarah ke musibah, klimaks, konflik

utama, resolusi, konflik kecil lain, konklusi.

Skala 1: Ditemukan empat atau lebih ketidakjelasan hubungan antara pendahuluan, konteks, waktu kejadian, kapan dan di mana,

konflik kecil, siapa yang terlibat, latar belakang dan rinciannya, apa yang terjadi, kejadian yang mengarah ke musibah, klimaks, konflik utama, resolusi, konflik kecil lain, juga tidak terdapat konklusi.

3. Aspek Kronologis

Skala 5: Urutan waktu yang mengikat jalinan peristiwa dalam pendahuluan, konteks, waktu kejadian, kapan dan di mana, konflik kecil, siapa


(29)

123

yang terlibat, latar belakang dan rinciannya, apa yang terjadi, kejadian yang mengarah ke musibah, klimaks, konflik utama, resolusi, konflik kecil lain, dan konklusi terpaparkan dengan jelas. Skala 4: Ditemukan satu ketidakjelasan urutan waktu antara pendahuluan,

konteks, waktu kejadian, kapan dan di mana, konflik kecil, siapa yang terlibat, latar belakang dan rinciannya, apa yang terjadi, kejadian yang mengarah ke musibah, klimaks, konflik utama, resolusi, konflik kecil lain, dan konklusi

Skala 3: Ditemukan dua ketidakjelasan urutan waktu antara pendahuluan, konteks, waktu kejadian, kapan dan di mana, konflik kecil, siapa yang terlibat, latar belakang dan rinciannya, apa yang terjadi, kejadian yang mengarah ke musibah, klimaks, konflik utama, resolusi, konflik kecil lain, konklusi.

Skala 2: Ditemukan tiga ketidakjelasan urutan waktu antara pendahuluan, konteks, waktu kejadian, kapan dan di mana, konflik kecil, siapa yang terlibat, latar belakang dan rinciannya, apa yang terjadi, kejadian yang mengarah musibah, klimaks, konflik utama, resolusi, konflik kecil lain, dan konklusi.

Skala 1: Ditemukan empat atau lebih ketidakjelasan urutan waktu antara pendahuluan, konteks, waktu kejadian, kapan dan dimana, konflik kecil, siapa yang terlibat, latar belakang dan rinciannya, apa yang terjadi, kejadian yang mengarah ke musibah, klimaks, konflik utama, resolusi, konflik kecil lain, juga tidak terdapat konklusi.


(30)

124

(Alwasilah, 2005: 119; Keraf, 2004: 136; Nurgiyantoro, 1995: 304; Halim, 1974: 118; Cohen, 1994: 321) Adapun penentuan patokan hasil pensekoran di atas ditentukan dengan berdasarkan pada perhitungan untuk skala lima sebagai berikut.

Tabel 3.3 Patokan Skala Lima

3.6.3 Pedoman Observasi

Lembar ini digunakan untuk melihat pelaksanaan pengembangan model pembelajaran menulis narasi dengan teknik visual-auditif-taktil. Pengamatan diarahkan pada kegiatan guru dan siswa selama mengikuti/melaksanakan model pembelajaran menulis narasi. Pengamatan dilakukan pada proses kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Kisi-kisi dan lembar observasi terlampir.

3.6.4 Pedoman Wawancara

Lembar wawancara diperlukan untuk pedoman penulis ketika melakukan wawancara pada para guru yang telah melaksanakan pengembangan model pembelajaran menulis narasi dengan teknik visual-auditil-taktil. Pedoman wawancara ini berkaitan dengan beberapa pertanyaan tentang proses belajar mengajar yang dilaksanakan guru. Adapun tujuannya adalah ingin mengetahui seberapa jauh pelaksanaan PMN-VAT dapat meningkatkan kreativitas siswa dalam menulis. Lembar wawancara terlampir.

Skala Lima Keterangan

1 2

5 4 3 2 1

Baik sekali Baik Cukup Kurang Gagal


(31)

125

3.6.5 Model Pembelajaran Menulis Narasi dengan Teknik Visual-Auditif-Taktil

Guna mengetahui bagaimana pengembangan model pembelajaran narasi dengan teknik visual-auditif-taktil ini dilaksanakan, model dibuat didasarkan pada rancangan pembuatan sebuah model. Berikut rancangan model yang dimaksud. 3.6.5.1 Skenario

Pembelajaran menulis narasi dengan teknik visual-auditif-taktil ini didasarkan pada standar kompetensi menulis siswa sekolah dasar yang berbunyi siswa mampu ”mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman secara tertulis dalam bentuk karangan, surat undangan, dan dialog tertulis”. Kompetensi dasarnya adalah menulis karangan berdasarkan pengalaman dengan memperhatikan pilihan kata dan penggunaa ejaan. Indikator yang akan dikembangkan adalah mengamati kejadian atau peristiwa yang ada; mengungkapkan pikiran, ide, gagasan, perasaan ke dalam tulisan; mendaftarkan kata hasil VAT; mengelompokkan kata hasil VAT; mengembangkan kata menjadi kalimat; menulis cerita berdasarkan pengamatan pada peristiwa yang ada.

Sebelum pelaksanaan model, guru dikondisikan untuk bertanya kepada siswa mengenai kemampuan siswa bercerita. Selain itu juga guru melakukan tes awal menguji kemampuan siswa dalam menulis karangan narasi. Kegiatan inti dan akhir dalam pelaksanaan model ini lebih jelas terlihat dalam deskripsi rencana pelaksanaan pembelajaran dan silabus pembelajaran.


(32)

126

3.6.5.2 Orientasi Model

Model pembelajaran menulis narasi dengan teknik visual-auditif-taktil ini merujuk kepada teori Model Pemrosesan Informasi menurut Joyce dan Weil. Selain itu, pengembangan model pembelajaran ini berorientasi pula pada tipe atau gaya belajar seseorang yang dikemukakan DePorter.

Menurut Joyce dan Weil (1992: 197-211; Sulaeman, 1988: 146) model pemrosesan informasi ini adalah “… cara-cara orang mengatur perangsang yang berasal dari lingkungan, mengorganisasikan data, merasakan masalah, memecahkan masalah, melahirkan konsep-konsep serta mempergunakan lambang-lambang verbal dan nonverbal.”

Tujuan Pemrosesan Informasi merupakan tujuan kognitif yang memusatkan pada penguasaan pengetahuan melalui analisis data yang diperoleh dari lingkungan alam sekitar. Pemrosesan Informasi lebih menekankan pada pertumbuhan intelektual daripada pengembangan sosial dan emosional individu. Pertumbuhan intelektual pada siswa ini dicapai melalui keterlibatan siswa secara aktif dengan lingkungan.

Berkenaan dengan tipe/gaya belajar seseorang, pengembangan model pembelajaran menulis narasi ini menggunakan teknik visual-auditif-taktil. Seperti yang disampaikan DePorter bahwa pada dasarnya, setiap anak dilahirkan dengan aspek kecerdasan yang berbeda sesuai dengan fungsi otaknya. Otak berkaitan dengan mata dan dengan modalitas. Modalitas menurut DePorter (2005: 84) merupakan jaringan kerja saraf yang jauh lebih kompleks daripada televisi. Modalitas yang dimaksud adalah modalitas visual, auditorial, dan kinestetik. Setiap


(33)

127

jaringan saraf memiliki kemungkinan tidak terbatas, semuanya berasal dari tempat yang sama.

Pengembangan model pembelajaran narasi ini melihat juga aspek-aspek narasi dan prinsip sebuah narasi. Aspek-aspek yang selalu ada di dalam setiap narasi adalah adanya aspek pelaku, waktu, tempat, dan peristiwa. Prinsipnya adalah sebuah narasi terjalin karena adanya pendeskripsian aspek tersebut, dan adanya hubungan kausalitas dan hubungan kronologis dari peristiwa yang dipaparkan.

Selain itu, di dalam pembelajarannya, pengembangan model ini berorientasi pula pada pembelajaran menulis narasi yang disampaikan Thompkins. Tujuan utama penulisan narasi adalah agar siswa dapat mengungkapkan pikiran, perasaan, ide, gagasan melalui kemampuan menyampaikannya kembali dengan bercerita. Kemampuan bercerita melalui tulisan narasi ini dapat digali dengan pengungkapan daya-daya yang dimiliki siswa, baik daya hasil penglihatan, daya hasil pendengaran, maupun daya hasil perasaan. Daya-daya itu dapat dimanfaatkan oleh siswa sebagai suatu cara mengekspresikan pikiran, perasaan, ide, dan gagasan.

Seperti apa yang disampaikan Thompkins (1994: 213) para siswa menggunakan tulisan naratif untuk membuat cerita yang menghibur. Mereka menceritakan kembali cerita yang terkenal, menulis sambungan dan episode baru untuk tokoh favorit, dan dapat juga mengarang cerita sendiri. Dalam hal itu, siswa dapat memanfaatkan segala kemampuan indrawi yang dimilikinya.


(34)

128

3.6.5.3 Model Mengajar 3.6.5.3.1 Sintaksis

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengembangan model pembelajaran menulis narasi dengan teknik visual-auditif-taktil ini pada beberapa bagian didasarkan pada media yang digunakan. Media yang digunakan sesuai dengan perlakuan yang diujicobakan, yakni melalui konteks, gambar, dan film. Akan tetapi, secara keseluruhan, tahapan dilaksanakan sebagai berikut: Tahap I, siswa menerima stimulus dari guru sesuai media yang digunakan; Tahap II, brainstorming (siswa memilih sebuah topik, mendaftar semua kata yang terlintas dalam pikiran di dalam menanggapi topik yang ada); Tahap III, siswa memetakan setiap kata hasil visual-auditif-taktil berdasarkan komponen maknanya (Clustering/prosesnya hampir sama dengan brainstorming, kecuali pada hal ini semua kata yang dihasilkan dilingkari kemudian dihubungkan dengan sebuah kata inti. Hasilnya lebih terlihat sebagai sebuah gambar daripada sebuah daftar. Tahap IV adalah Quickwriting (strategi yang lebih memperhatikan isi daripada mekanisme. Pada quickwriting ini siswa dibiarkan berpikir sebebas mungkin tanpa berfokus pada mekanisme atau revisi. Melalui quickwriting ini, para siswa bebas menuangkan apa saja di atas kertas yang menghasilkan sejumlah kata serta pemikiran dan pengembangan kelancaran menulis.

3.6.5.3.2 Sistem Sosial

Hubungan yang terjalin antara guru dan siswa di dalam pengembangan model ini ialah: guru memberikan stimulus kepada siswa melalui media yang diperlihatkan; siswa bersama-sama menentukan topik yang akan diceritakan; guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menentukan sendiri topik pilihan; guru menuntun


(35)

129

siswa untuk mendaftarkan sejumlah kata berdasarkan peraga yang ada; guru membantu siswa di dalam memetakan daftar kata yang ada berdasarkan komponen maknanya; siswa dalam bimbingan guru mengembangkan kata ke dalam kalimat, kalimat ke dalam tulisan narasi.

3.6.5.3.3 Prinsip-Prinsip Reaksi

Pelaksanaan pengembangan model pembelajaran menulis narasi dengan teknik visual-auditif-taktil ini berusaha mendorong dan membangkitkan minat serta motivasi siswa untuk mau menulis. Hal ini didasarkan pada potensi yang dimiliki siswa yang sebenarnya dalam keterampilan berbicara, siswa terampil bercerita. Kemampuan bercerita secara lisan itu tampak dari kelancarannya seorang anak bercerita atau mendongengkan kembali tentang peristiwa atau pengalamannya kepada orang lain.

Kondisi ini berbeda dengan ketika seorang anak disuruh menuliskan cerita itu. Untuk itulah, pengembangan model pembelajaran menulis narasi ini di dalam prosesnya mengajak siswa untuk mau menulis dengan mudah sesuai dengan apa yang dilihat, apa yang didengar, dan apa yang dirasakan.

3.6.5.3.4 Sistem Penunjang

Dalam pelaksanaan pengembangan model pembelajaran menulis narasi dengan teknik visual-auditif-taktil diperlukan sarana, baik sarana visual, maupun sarana visual-auditif. Yang paling penting sarana ini digunakan sebagai media untuk memotivasi siswa, membangkitkan kemampuan yang ada pada siswa dengan mencermati apa-apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan.


(36)

130

3.6.5.4 Penerapan

Pengembanagn model pembelajaran menulis narasi dengan teknik visual-auditif-taktil ini diterapkan untuk menjawab kesulitan siswa di dalam menuangkan ide, gagasan, pikiran, dan perasaannya di dalam bahasa tulis. Media diperlukan sebagai perangsang dalam membangkitkan potensi tanggap yang ada pada siswa dengan memanfaatkan alat indra. Menuangkan kembali apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan.

Dalam model ini siswa diajak untuk mencermati apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Kegiatan dapat dilakukan sesuai dengan media yang digunakan. Misalnya, pembelajaran menulis narasi dengan teknik visual-auditif-taktil ini dilakukan dengan media konteks. Tahapan yang dapat dilakukan guru dan siswa seperti membawa siswa kelompok VAT ke luar kelas; membagikan kartu kata untuk mendaftarkan kata-kata hasil kegiatan visual-auditif-taktil; guru mempersilakan siswa untuk mengamati apa yang terjadi di sekitar mereka (yang terlihat, terdengar, ataupun terasakan); mendaftarkan sejumlah kata hasil pengamatan visual-auditory-taktil; mengembangkan kata yang terdaftar ke dalam kalimat atau karangan; dan menentukan judul tulisan.

3.6.5.5 Dampak Instruksional dan Penyerta

Dampak instruksional sebagai tujuan belajar yang diharapkan terjadi dari model ini adalah: a) meningkatkan keterampilan menulis siswa dalam menentukan topik tulisan berdasarkan pengalaman atau peristiwa yang ada; b) meningkatkan kemampuan siswa dalam mencermati peristiwa berdasarkan apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan; c) meningkatkan daya tangkap siswa untuk memetakan


(37)

131

sejumlah kata visual-audory-taktil sesuai dengan komponen maknanya; d) meningkatkan kemampuan menulis siswa melalui pengembangan sejumlah kata hasil visual-auditory-taktil ke dalam kalimat; dan e) meningkatkan kemampuan menulis narasi pada siswa berdasarkan pengembangan kalimat hasil visual-auditory-taktil.

Adapun dampak penyerta dari model ini adalah: a) memupuk sikap tanggap siswa terhadap lingkungan (respect dengan dunia luar dirinya) berdasarkan apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan; b) memupuk sikap empati terhadap sesama; c) belajar mengemukakan pendapat serta menanggapi pendapat orang lain; d) memupuk kerja sama antarsiswa; e) menanamkan sikap senang menulis dengan menulis itu menyenangkan; dan f) memupuk sikap berani menyampaikan pendapat melalui tulisan.

3.6.6 Deskripsi Rencana Pelaksanaan Pengajaran

Rencana ini dipersiapkan untuk pengembangan model pembelajaran menulis narasi dengan teknik visual-auditif-taktil. Pembuatan rencana dilakukan melalui beberapa tahapan. Pertama, rencana yang dibuat penulis kemudian disosialisasikan. Kedua, berdasarkan masukan hasil sosialisasi model awal, dibuat rencana perbaikan, lalu diujicobakan secara terbatas. Ketiga, dari hasil ujicoba terbatas didapat masukan baru, kemudian diujicobkan secara luas. Berdasarkan hasil ujicoba luas itu, dibuatlah rancangan model yang akan dieksperimenkan. Dengan demikian, terdapat perkembangan dan perubahan pada beberapa bagian untuk sampai kepada rancangan model yang akan dieksperimenkan. Berikut rancangan yang dimaksud.

3.6.6.1 Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Awal


(38)

132

3.6.6.3 Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Ujicoba Luas

3.6.6.4 Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kesatu dengan Media Konteks

3.6.6.5 Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kedua dengan Media Gambar

3.6.6.6 Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Eksperimen Ketiga dengan Media Film

3.6.7 Alat Peraga Konteks, Gambar, dan Film

Semua media digunakan untuk mendorong siswa agar mereka mau menulis, alat peraga yang dibawa dalam pengembangan model ini adalah: gambar peristiwa tsunami, film cerita anak-anak, film Titanic, dan peristiwa-peristiwa langsung yang terjadi di sekitar siswa (kontekstual).

3.7 Prosedur Penelitian

Seperti yang diuraikan di atas, penelitian ini menggunakan prosedur penelitian eksperimen. Sebelum eksperimen model dilakukan, terlebih dahulu dilakukan kegiatan studi pendahuluan dan persiapan pengujian instrumen. Persiapan pengujian instrumen dilakukan guna melihat kekurangan dan kelebihan model tersebut sebelum sampai pada kegiatan eksperimen murni. Persiapan pengujian instrumen ini dilakukan pada beberapa sekolah yang mempunyai kemiripan dengan sekolah-sekolah yang akan dijadikan sumber data. Pengujian model awal lebih ditekankan pada pencarian respon dan tanggapan pengguna model, baik dari guru


(39)

133

maupun dari siswa. Berdasarkan hal itu kerangka berpikir penelitian ini dapat digambarkan seperti bagan di bawah ini:

Gambar 3.1 Kerangka Berpikir Penelitian

Apabila dideskripsikan, terlihat jelas bahwa penelitain ini mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.

3.7.1 Tahap Prapenelitian

Pada tahap ini, penulis melakukan studi pustaka dan survei lapangan. Studi pendahuluan dilakukan untuk melihat fakta teoretis dan fakta empiris di dalam rangka menemukan potensi dan masalah terutama berkaitan dengan pengajaran menulis, khususnya pengajaran narasi. Selain itu, studi pustaka diarahkan pula pada objek masalah teknik membelajarkan siswa. Teknik yang dimaksud adalah teknik

Tujuan Penelitian

Metodologi Penelitian

LBMP Fakta

Teoretis Fakta

Empiris

Rumusan Masalah

Desain Model PMN-VAT

Analisis Data Data

Simpulan

Hasil: Model PMN-VAT


(40)

134

visual, auditif, dan taktil. Istilah tersebut diangkat dari tipe/gaya belajar yang dikemukakan oleh Debby DePorter. Porter menyebutnya dengan gaya/tipe belajar visual, auditif, dan kinestetik. Selanjutnya, dalam penelitian ini tipe/gaya belajar siswa tersebut sekaligus dijadikan sebagai sebuah teknik yang digunakan guru untuk melatih siswa agar mampu dan mau menulis narasi. Sementara istilah taktil diangkat dari teori pengimajian. Seseorang bisa berimajinasi dengan sesuatu yang pernah dilihat (visual), yang pernah didengar (auditif), dan yang pernah dirasakan (taktil).

Dengan didasari oleh teori tentang tipe atau gaya belajar siswa, serta teknik berimajinasi tersebut, selanjutnya penulis memadukan potensi dan masalah yang ditemukan itu ke dalam sebuah kemasan model pembelajaran menulis dengan judul Peningkatan Kemampuan Menulis Narasi melalui Model Pembelajaran Teknik Visual-Auditif-Taktil.

3.7.2 Tahap Penyusunan Rancangan Model

Berdasarkan potensi dan masalah yang ada, dirumuskanlah permasalahan dan tujuan penelitian yang ingin dicapai. Barulah disusun sebuah model pembelajaran menulis tersebut. Model pembelajaran yang telah disusun didiskusikan dan dibicarakan dengan promotor, juga para ahli lainnya. Selain meminta pengarahan kepada para pembimbing, penulis juga meminta pendapat kepada para guru. Selanjutnya, model hasil validasi disusun dan disosialisasikan kepada guru-guru. Pada tahap ini sosialisasi diberikan kepada sejumlah guru kelas 5 dari beberapa kecamatan.


(41)

135

3.7.3 Tahap Persiapan Pengujian

Model pembelajaran yang telah disusun dan divalidasi, serta disosialisasikan kepada para guru tersebut, diujicobakan ke beberapa SD. Pengujian ini dilakukan lebih pada persiapan pengujian agar model yang akan dieksperimenkan itu benar-benar sesuai dengan yang diharapkan. Sesuai dengan keperluan di lapangan.

3.7.4 Tahap Perbaikan Rancangan Model

Berdasarkan hasil ujicoba itu, rancangan model awal pada beberapa bagian dilakukan perbaikan. Rancangan perbaikan divalidasi bersama para pembimbing dan para ahli lainnya. Bidang yang diperbaiki berkenaan dengan proses pembelajaran yang diharapkan lebih baik lagi.

3.7.5 Tahap Penelitian Eksperimen

Pada tahap ini eksperimen diberikan kepada tiga tipe sekolah sesuai sampel yang telah ditetapkan. Sekolah yang diambil didasarkan pada kriteria awal, yakni sekolah bertipe A, B, dan C. Untuk menguji keterhandalan model yang digunakan, pelaksanaan penelitian dilakukan dengan masing-masing tiga kali perlakuan sesuai tuntutan teknik VAT. Selama perlakuan yang diberikan kepada kelas eksperimen, penulis membandingkan penggunaan model pembelajaran menulis narasi di kelas eksperimen tersebut dengan model menulis konvensional di kelas kontrol.

Pada setiap eksperimen, data dikumpulkan melalui pengamatan selama proses belajar mengajar dan pengumpulan data hasil tes belajar. Data proses dan hasil tes itulah yang akan diolah dan sekaligus sumber informasi tentang kehandalan model yang penulis gunakan.


(42)

426

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar dan Senny Suzanna Alwasilah. 2005. Pokoknya Menulis. Bandung: Kiblat.inaan Kemampuan Menulis

Akhadiah, Sabarti, dkk. 1995. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Brady, Laurie. 1985. Models and Methods of Teaching. Australia: Prentice- Hall. Brannen, Julia. 2005. Memadu Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif. Alih

Bahasa-Kurde, N.A.,dkk. Yogyakarta: Fakultas tarbiyyah IAIN Antasari Samarinda & Pustaka Pelajar.

Budiman, Nandang. 2006. Memahami Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikti Direktorat Ketenagaan.

Chamot, A.U. [et al.]. 1999. The Learning Strategis Handbook. Addison Wesley Longman.

Cohen, Louis, & Manion, Lawrence. 1994. Research Methosds in Education. New York: Routledge.

Cohen, Andrew D. 1994. Assesing Language Ability in the Classroom. Second Edition. Boston: Heinle & Heinle Publishers.

Dahar, Ratna Wilis. 1996. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

DePorter & Hernacki. 1992. Quantum Learning. NewYork: Dell Publishing.

Ditjen Dikdasmen Depdiknas. 2003. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL). Jakarta: Ditjen Dikdasmen.

Dimyati dan Mudijono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Eddy, Nyoman Tusthi. 1991. Kamus Istilah Sastra Indonesia. Flores: Nusa Indah. Gall, Meredith D., Gall, Joyce P. & Borg, Walter R. 2003. Educational Research.

Boston: Pearson Education, Inc.


(43)

427

Gani, Rizanur. 1988. Pengajaran Sastra Indonesia, Respons dan Analisis. Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti, PPLPTK.

Hadi, Amirul dan Haryono. 1998. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.

Halim, Amran, dkk. 1974. Ujian Bahasa. Bandung: Ganaco N.V. Hernowo. 2003. Quantum Writing. Bandung: MLC.

Hyland, Ken. 2002. Teaching and Researching Writing. Great Britain. Jabrohim, dkk. 2003. Cara Menulis Kreatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Joyce, Bruce & Marsha Weil. 1992. Models of Teaching. USA: Allyn and Bacon. Joyce, Bruce & Marsha Weil. 2000. Models of Teaching. Amerika: A. Pearson

Education Copmpany.

Karsidi dan Nafron Hasjim. 2006. Gemar Berbahasa Indonesia 5 untuk Kelas V SD dan MI. Solo: Serangkai Pustaka Mandiri.

Kartono, Kartini. 1990. Psikologi Umum. Bandung: Mandar Maju.

Kessler, C. [ed]. 1992. Cooperative Language Learning. New Jersey: Englewood Cliffs.

Keraf, Gorys. 1995. Eksposisi Komposisi Lanjutan II. Jakarta: Grasindo.

---. 2004. Argumentasi dan Narasi, Komposisi Lanjutan III. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.

Kimtafsirah. 2003. Meningkatkan Apresiasi Sastra dengan Strategi ResponPembaca dalam Konteks Indonesia. Makalah Seminar Nasional. FKM PPS UPI Bandung.

Mudyahardjo, Redja. 2002. Filsafat Ilmu Pendidikan. Bandung: Rosdakarya.

Nadeak, Wilson. 1984. Sekilas Gambaran Dunia Sastra Indonesia. Ende-Flores: Nusa Indah.

Norton, Donna E. 1993. Through the Eyes of a Chield: An Introduction to Children’s Literature. Ohio: Charles E. Menril Publishing Co.

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Edisi 2. Yogyakarta: BPFE.


(44)

428

---. 1998. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Poerwadarminta, W.J.S. 1984. ABC Karang-Mengarang. Yogya: U.P.Indonesia. Pradopo, Rachmat Djoko. 1995. Beberapa Teori sastra, Metode Kritik, dan

Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Pradopo, Rachmat Djoko. 1999. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Rahmanto, B. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.

Ridwan dan Sunarto. 2007 Pengantar Statistika untuk Penelitian Pendidikan, Sosial, Ekonomi, Komunikasi, dan Bisnis Lengkap dengan Aplikasi SPSS 14. Bandung: Alfabeta.

Ristiani, Iis. 2002. Keefektifan Model Struktural-Semiotik dalam Pengajaran Novel melalui Pendekatan Keterampilan Proses. Tesis. Pascasarjana UPI Bandung.

Rose, Colin dan Malcolm J. Nicholl. 2006. Accelerated Learning. Terjemahan: Dedy Ahimsa. Bandung: Nuansa

Santoso, Singgih. 2001. SPSS Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Jakarta: Gramedia.

Santoso. 2002. Pemodelan dan Simulasi Weight Feeder Clinker Di Finish Mill Area II-41 PT. Semen Gresik (Persero) dalam Jurnal Teknik Elektro. September 2002/Volume 2/ nomor 2.

Sapani, Suardi. Tentang Model-Model Mengajar dan Model Pengajaran Bahasa. Makalah: Mata Tataran Metodik Khusus Model-Model Mengajar. Bandung: IKIP.

Segers, Rien T. 1978. Diterjemahkan oleh Sayuti, S.A. (2000). Evaluasi Teks Sastra. Yogyakarta: Adicita.

Siberman, Melvin L. 2004. Active Learning. Terjemahan: Raisul Muttaqien. Bandung: Nusa Media dan Nuansa.

Soeryabrata, Soemadi. 1980. Psikologi Pendidikan. Jakarta: CV. Rajawali. Sudirman, dkk. 1988. Ilmu Pendidikan. Bandung: Remadja Karya.


(45)

429

Sudjana, Nana dan Wari Suwariyah. 1991. Model-model Mengajar CBSA. Bandung: Sinar Baru.

Sugiyono dan Eri, W. 2004. Statistika untuk Penelitian dan Aplikasinya dengan SPSS 10.0 for Windows. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sumardjo, Jakob. 1980. Seluk-Beluk Cerita Pendek. Bandung: Mitra Srangenge. Suparno dan Muhammad Yunus. 2008. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta:

Universitas Terbuka.

Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Rosdakarya.

Tarigan, Henry Guntur. 1982. Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Thompkins, Gail E. 1993. Teaching Writing: Balancing Process and Product. New York: Macmillan College Publishing Company.

Waluyo, Herman J. 1995. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.

Weir, Cyril J. 1990. Communicative Language Testing. New York: Prentice Hall International.

Wenger, Win. 2004. Beyond Teaching & Learning. Terjemahan: Ria Sirait dan Purwanto. Bandung: Nuansa

Widya, Wendi, dkk. 2006. Bahasa Indonesia Kelas V untuk SD dan MI. Klaten: Intan Pariwara, Klaten.

Wilson, Nadeak. 1985. Pengajaran Apresiasi Puisi (untuk Sekolah Lanjutan Atas). Bandung: Sinar Baru.

Winkel, W.S. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo.

WS, Hasanudin. 2002. Membaca dan Menilai Sajak, Pengantar Pengkajian dan Interpretasi. Bandung: Angkasa.


(46)

430

www.florestemania.tripod.com. Unified Modelling Language.

www.Dept.Comp. Soc. BFI. Langkah-langkah Konstruksi Model.

Yusuf, Syamsu, dkk. 1993. Dasar-dasar Pembinaan Kemampuan Proses Belajar Mengajar. Bandung: Andira.


(1)

135

3.7.3 Tahap Persiapan Pengujian

Model pembelajaran yang telah disusun dan divalidasi, serta disosialisasikan kepada para guru tersebut, diujicobakan ke beberapa SD. Pengujian ini dilakukan lebih pada persiapan pengujian agar model yang akan dieksperimenkan itu benar-benar sesuai dengan yang diharapkan. Sesuai dengan keperluan di lapangan.

3.7.4 Tahap Perbaikan Rancangan Model

Berdasarkan hasil ujicoba itu, rancangan model awal pada beberapa bagian dilakukan perbaikan. Rancangan perbaikan divalidasi bersama para pembimbing dan para ahli lainnya. Bidang yang diperbaiki berkenaan dengan proses pembelajaran yang diharapkan lebih baik lagi.

3.7.5 Tahap Penelitian Eksperimen

Pada tahap ini eksperimen diberikan kepada tiga tipe sekolah sesuai sampel yang telah ditetapkan. Sekolah yang diambil didasarkan pada kriteria awal, yakni sekolah bertipe A, B, dan C. Untuk menguji keterhandalan model yang digunakan, pelaksanaan penelitian dilakukan dengan masing-masing tiga kali perlakuan sesuai tuntutan teknik VAT. Selama perlakuan yang diberikan kepada kelas eksperimen, penulis membandingkan penggunaan model pembelajaran menulis narasi di kelas eksperimen tersebut dengan model menulis konvensional di kelas kontrol.

Pada setiap eksperimen, data dikumpulkan melalui pengamatan selama proses belajar mengajar dan pengumpulan data hasil tes belajar. Data proses dan hasil tes itulah yang akan diolah dan sekaligus sumber informasi tentang kehandalan model yang penulis gunakan.


(2)

426

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar dan Senny Suzanna Alwasilah. 2005. Pokoknya Menulis. Bandung: Kiblat.inaan Kemampuan Menulis

Akhadiah, Sabarti, dkk. 1995. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Brady, Laurie. 1985. Models and Methods of Teaching. Australia: Prentice- Hall. Brannen, Julia. 2005. Memadu Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif. Alih

Bahasa-Kurde, N.A.,dkk. Yogyakarta: Fakultas tarbiyyah IAIN Antasari Samarinda & Pustaka Pelajar.

Budiman, Nandang. 2006. Memahami Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikti Direktorat Ketenagaan.

Chamot, A.U. [et al.]. 1999. The Learning Strategis Handbook. Addison Wesley Longman.

Cohen, Louis, & Manion, Lawrence. 1994. Research Methosds in Education. New York: Routledge.

Cohen, Andrew D. 1994. Assesing Language Ability in the Classroom. Second Edition. Boston: Heinle & Heinle Publishers.

Dahar, Ratna Wilis. 1996. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

DePorter & Hernacki. 1992. Quantum Learning. NewYork: Dell Publishing.

Ditjen Dikdasmen Depdiknas. 2003. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL). Jakarta: Ditjen Dikdasmen.

Dimyati dan Mudijono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Eddy, Nyoman Tusthi. 1991. Kamus Istilah Sastra Indonesia. Flores: Nusa Indah. Gall, Meredith D., Gall, Joyce P. & Borg, Walter R. 2003. Educational Research.

Boston: Pearson Education, Inc.


(3)

427

Gani, Rizanur. 1988. Pengajaran Sastra Indonesia, Respons dan Analisis. Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti, PPLPTK.

Hadi, Amirul dan Haryono. 1998. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.

Halim, Amran, dkk. 1974. Ujian Bahasa. Bandung: Ganaco N.V. Hernowo. 2003. Quantum Writing. Bandung: MLC.

Hyland, Ken. 2002. Teaching and Researching Writing. Great Britain. Jabrohim, dkk. 2003. Cara Menulis Kreatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Joyce, Bruce & Marsha Weil. 1992. Models of Teaching. USA: Allyn and Bacon. Joyce, Bruce & Marsha Weil. 2000. Models of Teaching. Amerika: A. Pearson

Education Copmpany.

Karsidi dan Nafron Hasjim. 2006. Gemar Berbahasa Indonesia 5 untuk Kelas V SD dan MI. Solo: Serangkai Pustaka Mandiri.

Kartono, Kartini. 1990. Psikologi Umum. Bandung: Mandar Maju.

Kessler, C. [ed]. 1992. Cooperative Language Learning. New Jersey: Englewood Cliffs.

Keraf, Gorys. 1995. Eksposisi Komposisi Lanjutan II. Jakarta: Grasindo.

---. 2004. Argumentasi dan Narasi, Komposisi Lanjutan III. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.

Kimtafsirah. 2003. Meningkatkan Apresiasi Sastra dengan Strategi Respon Pembaca dalam Konteks Indonesia. Makalah Seminar Nasional. FKM PPS UPI Bandung.

Mudyahardjo, Redja. 2002. Filsafat Ilmu Pendidikan. Bandung: Rosdakarya.

Nadeak, Wilson. 1984. Sekilas Gambaran Dunia Sastra Indonesia. Ende-Flores: Nusa Indah.

Norton, Donna E. 1993. Through the Eyes of a Chield: An Introduction to Children’s Literature. Ohio: Charles E. Menril Publishing Co.

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Edisi 2. Yogyakarta: BPFE.


(4)

---. 1998. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Poerwadarminta, W.J.S. 1984. ABC Karang-Mengarang. Yogya: U.P.Indonesia. Pradopo, Rachmat Djoko. 1995. Beberapa Teori sastra, Metode Kritik, dan

Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Pradopo, Rachmat Djoko. 1999. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Rahmanto, B. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.

Ridwan dan Sunarto. 2007 Pengantar Statistika untuk Penelitian Pendidikan, Sosial, Ekonomi, Komunikasi, dan Bisnis Lengkap dengan Aplikasi SPSS 14. Bandung: Alfabeta.

Ristiani, Iis. 2002. Keefektifan Model Struktural-Semiotik dalam Pengajaran Novel melalui Pendekatan Keterampilan Proses. Tesis. Pascasarjana UPI Bandung.

Rose, Colin dan Malcolm J. Nicholl. 2006. Accelerated Learning. Terjemahan: Dedy Ahimsa. Bandung: Nuansa

Santoso, Singgih. 2001. SPSS Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Jakarta: Gramedia.

Santoso. 2002. Pemodelan dan Simulasi Weight Feeder Clinker Di Finish Mill Area II-41 PT. Semen Gresik (Persero) dalam Jurnal Teknik Elektro. September 2002/Volume 2/ nomor 2.

Sapani, Suardi. Tentang Model-Model Mengajar dan Model Pengajaran Bahasa. Makalah: Mata Tataran Metodik Khusus Model-Model Mengajar. Bandung: IKIP.

Segers, Rien T. 1978. Diterjemahkan oleh Sayuti, S.A. (2000). Evaluasi Teks Sastra. Yogyakarta: Adicita.

Siberman, Melvin L. 2004. Active Learning. Terjemahan: Raisul Muttaqien. Bandung: Nusa Media dan Nuansa.

Soeryabrata, Soemadi. 1980. Psikologi Pendidikan. Jakarta: CV. Rajawali. Sudirman, dkk. 1988. Ilmu Pendidikan. Bandung: Remadja Karya.


(5)

429

Sudjana, Nana dan Wari Suwariyah. 1991. Model-model Mengajar CBSA. Bandung: Sinar Baru.

Sugiyono dan Eri, W. 2004. Statistika untuk Penelitian dan Aplikasinya dengan SPSS 10.0 for Windows. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sumardjo, Jakob. 1980. Seluk-Beluk Cerita Pendek. Bandung: Mitra Srangenge. Suparno dan Muhammad Yunus. 2008. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta:

Universitas Terbuka.

Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Rosdakarya.

Tarigan, Henry Guntur. 1982. Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Thompkins, Gail E. 1993. Teaching Writing: Balancing Process and Product. New York: Macmillan College Publishing Company.

Waluyo, Herman J. 1995. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.

Weir, Cyril J. 1990. Communicative Language Testing. New York: Prentice Hall International.

Wenger, Win. 2004. Beyond Teaching & Learning. Terjemahan: Ria Sirait dan Purwanto. Bandung: Nuansa

Widya, Wendi, dkk. 2006. Bahasa Indonesia Kelas V untuk SD dan MI. Klaten: Intan Pariwara, Klaten.

Wilson, Nadeak. 1985. Pengajaran Apresiasi Puisi (untuk Sekolah Lanjutan Atas). Bandung: Sinar Baru.

Winkel, W.S. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo.

WS, Hasanudin. 2002. Membaca dan Menilai Sajak, Pengantar Pengkajian dan Interpretasi. Bandung: Angkasa.


(6)

www.florestemania.tripod.com. Unified Modelling Language.

www.Dept.Comp. Soc. BFI. Langkah-langkah Konstruksi Model.

Yusuf, Syamsu, dkk. 1993. Dasar-dasar Pembinaan Kemampuan Proses Belajar Mengajar. Bandung: Andira.


Dokumen yang terkait

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI DENGAN MEDIA TEKS WAWANCARA PADA SISWA SMA TARUNA MANDIRI PAMULANG – TANGERANG SELATAN

0 4 115

Peningkatan kemampuan membaca permulaan Melalui model pembelajaran kooperatif Pada siswa kelas 1 Sekolah Dasar

0 2 88

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN NARASI MELALUI MODEL PICTURE AND PICTURE DALAM MATA PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN NARASI MELALUI MODEL PICTURE AND PICTURE DALAM MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA PADA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI

0 0 16

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS NARASI MENGGUNAKAN MEDIA TABEL MELALUI MODEL PEMBELAJARAN Peningkatan Kemampuan Menulis Narasi Menggunakan Media Tabel Melalui Model Pembelajaran Quantum Learning pada Siswa Kelas VII B di SMP Muhammadiyah I Surakarta Tahu

0 0 13

PENGARUH TEKNIK KLUSTER 5W+1H TERHADAP KEMAMPUAN SISWA MENULIS KARANGAN NARASI DI SEKOLAH DASAR.

2 7 31

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS NARASI MELALUI METODE PEMBELAJARAN EXAMPLES NON EXAMPLES Peningkatan Kemampuan Menulis Narasi Melalui Metode Pembelajaran Examples Pada Siswa Kelas V SD Negeri 01 Sentono Kecamatan Karangdowo Kabupaten Klaten Yahun Ajaran 20

0 1 18

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MENULIS TERBIMBING TERHADAP KREATIVITAS DAN KETERAMPILAN MENULIS NARASI SISWA SEKOLAH DASAR.

0 3 55

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PANTUN MELALUI PENERAPAN TEKNIK CARD SORT PADA SISWA SEKOLAH DASAR

0 1 8

PENGARUH PEMBELAJARAN MIND MAP TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI DI SEKOLAH DASAR

0 0 10

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS NARASI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CONCEPT SENTENCE PADA SISWA SEKOLAH DASAR

0 0 7