KLONING GEN PENYANDI COAT PROTEIN (V1) GEMINIVIRUS DARI TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L).
“KLONING GEN PENYANDI COAT PROTEIN (V1) GEMINIVIRUS
DARI TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L)
ABSTRAK
Geminivirus menyerang tanaman yang bernilai ekonomis tinggi seperti Capsicum
annuum L (Cabai) hingga menyebabkan penurunan hasil yang signifikan. Sampai
saat ini belum ditemukan pengendalian yang tepat untuk mengatasi permasalahan
tersebut. Oleh sebab itu perakitan Capsicum annum transgenik resisten
Geminivirus merupakan salah satu cara untuk mengatasinya. Kloning gen
penyandi coat protein (V1) merupakan bagian penting dalam perakitan Capsicum
annuum tahan Geminivirus. Seperti yang diketahui, gen V1 adalah gen pengendali
dalam proses enkapsidasi virus. Gen ini telah banyak berhasil digunakan dalam
perakitan tanaman tahan. Penelitian ini telah diselesaikan di Laboratorium
Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian, Universitas Andalas
Padang. Kloning diawali dengan meligasikan gen V1 ke dalam plasmid pGEM®T Easy Vector berdasarkan protokol promega. Selanjutnya plasmid ditransformasi
menggunakan metode heat shock. Hasil platting menunjukkan adanya perbedaan
warna koloni yang tumbuh pada media LB padat selektif dengan rincian 8 koloni
berwarna biru muda (pale blue colonies) dan 40 koloni putih. Seluruh koloni
transforman yang diuji melalui PCR menggunakan primer spesifik T7/SP6 dan V1
BamHI/SmaI NT menunjukkan adanya 2 koloni positif yang mengandung gen
penyandi coat protein yaitu isolat 25 NP TD2 berasal dari daerah Tanah Datar
dan isolat dengan kode 25 berasal dari daerah Pesisir Selatan.. Hasil penjajaran
sekuens menunjukkan bahwa keragaman dari gen coat protein sampel Pesisir
Selatan tersebut rendah dengan persentase kecocokan sebesar 90%.
Kata Kunci :Coat Protein (V1), kloning, Metode Kejut Panas, Geminivirus
viii
CLONING OF GEMINIVIRUS COAT PROTEIN GENE (V1) FROM
CHILI PLANT (Capsicum annuum L)
ABSTRACT
Geminivirus affects plants which had high economic value like Capsicum annuum
L (chili) and causes decreasing significant production. Theres no precise control
to handle this problem yet. Because of that, developing of transgenic Capsicum
annum resistance of Geminivirus is one of way to handle it. Cloning of coat
protein (V1) gene was an important part for developing Capsicum annum
Geminivirus resistant. As known, V1 gene was a regulator gene on virus
encapsidation proccess. This gene had been succesfully used to develope
resistance plant. This research was done at Laboratory of Biotechnology and Plant
Breeding, Agriculture Faculty Andalas University Padang. Cloning has begun by
ligation of V1 gene to pGEM®-T Easy Vector plasmid based on promega
protocol. Furthermore plasmid had been transformed by using heat shock method.
Platting result had shown any differences of colony colour which was grown on
selective solid LB medium with details 8 colonies were pale blue and 40 colonies
were white. All transformant colonies assayed by PCR using spesific primer
T7/SP6 and V1 BamHI/SmaI NT showed 2 positive colonies containing coat
protein gene. They which was isolated 25 NP TD2 which was originated from
Tanah Datar and 25 from Pesisir Selatan. Result of sequence alignment showed
low variation on coat protein gene sequencing especially originated from Pesisir
Selatan, showed 90% homology.
Keywords :Coat Protein (V1), cloning, encapsidation, heat shock
Geminivirus
ix
method,
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang banyak mengkonsumsi cabai. Hal ini
disebabkan karena hampir semua makanan khas Indonesia menggunakan cabai
sebagai bumbunya. Oleh karena itu kebutuhan konsumen akan cabai tidak pernah
berhenti, khususnya di daerah Sumatera Barat (Joni, 2011). Namun, jumlah
produksi cabai tidak selalu dapat memenuhi kebutuhan konsumen sehingga harga
cabai sering mengalami fluktuasi. Menurut Jamsari et al. (2009) salah satu
penyebab fluktuasi harga dan produksi cabai disebabkan adanya serangan dari
virus, khususnya Geminivirus.
Geminivirus yang telah tersebar di lahan pertanian saat ini merupakan
salah satu penyebab penyakit yang sangat merugikan bagi produksi pertanian
khususnya pada tanaman cabai. Geminivirus telah dilaporkan tersebar di beberapa
negara seperti Brasil, Venezuela, Kuba, Portugal, Tanzania, Thailand, USA,
Meksiko dan Karibia (Gusman et al., 1997; Ramos et al., 1996; Louro et al.,
1996; Chiang et al., 1997; Honda et al., 1983; Zebirin et al., 1996; Polston, 1996;
Pacheco et al., 1996). Di Indonesia sendiri juga telah dilaporkan adanya serangan
Geminivirus pada tanaman cabai (Rusli, 2000).
Tanaman cabai normal pada umumnya memiliki masa produktif selama
enam bulan dengan total jumlah produksi cabai yang dihasilkan selama satu kali
musim tanam mencapai 18 ton/ha. Namun, bila tanaman cabai terinfeksi oleh
Geminivirus sejak masa tanam masih sangat muda (30-35 hari setelah tanam)
produktivitasnya akan menurun hingga 70-100% dan hanya mampu menghasilkan
kurang dari 5 buah cabai per batang (Duriat, 2009). Kondisi seperti ini tentu
sangat merugikan produksi pertanian dan hingga kini masih belum ditemukan
pestisida yang tepat untuk mengendalikan virus tersebut.
Kegiatan yang telah dilakukan saat ini sebagai pengendalian preventif
yaitu melalui penggunaan benih bebas virus, kultur resisten, menekan penyebaran
virus dan pendeteksian virus secara dini yang dilakukan dengan teknik PCR
(Polymerase Chain Reaction) dan RFLP (Restriction Fragment Length
Polymorphism). Menurut Sudiono et al. (2004), pendeteksian keragaman biologi
2
Geminivirus melalui teknik PCR dan RFLP bisa mengetahui penyebaran dari
strain Geminivirus tersebut, khususnya di beberapa daerah di Indonesia. Namun,
cara preventif yang dilakukan tersebut masih belum cukup karena virus tersebut
masih terus berkembang dan menyerang tanaman. Selain itu, pengendalian secara
pemuliaan konvensional sendiri juga tidak mungkin dilakukan karena tidak
ditemukannya kerabat liar cabai yang memiliki ketahanan terhadap virus. Untuk
itu perlu dilakukan cara lain untuk mengatasi serangan dari Geminivirus.
Salah satu cara yang bisa dilakukan yaitu dengan merakit tanaman yang
resisten terhadap Geminivirus melalui rekayasa genetika. Melalui transformasi
genetik dapat dilakukan pengembangan kultivar resisten virus berdasarkan
pendekatan PDR (pathogen-derived resistance). Dengan demikian tanaman
tersebut akan memiliki kemampuan sendiri untuk melawan serangan Geminivirus
tanpa bantuan dari luar. Hal ini tentu akan memudahkan petani dalam mengatasi
permasalahan itu. Tak hanya itu, dari segi ekonomis juga sangat menguntungkan
karena bisa mengurangi penggunaan biaya untuk pembelian pestisida serta bisa
menstabilkan hasil produksi dari tanaman.
Strategi yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan berbasis PDR
ini dibagi menjadi dua mekanisme yaitu protein-based protection dan Nucleic
acid-based protection. Strategi coat protein mediated resistance (CPMR)
merupakan salah satu mekanisme dari protein-based protection. Gen coat protein
adalah gen yang relatif lebih mudah untuk diidentifikasi dan diperbanyak selain
itu juga paling banyak digunakan untuk menghasilkan tanaman yang resisten
terhadap virus (Powell-Abel, et al., 1986).
Gen penyandi coat protein adalah salah satu dari empat gen penting yang
menjadi struktur utama pembentuk Geminivirus. Gen lain yang juga menyusun
tubuh Geminivirus antara lain, gen MP (Movement Protein), gen replikasi serta
DNA satelit (Jamsari, 2009). Namun, yang paling menentukan virulensi dan
patogenesitas Geminivirus di dalam inangnya tersebut diawali dari kinerja fungsi
coat protein (Powell et al., 1989). Fungsi utama dari coat protein ini adalah
sebagai pintu masuk virus ke dalam inti sel inang. Selain itu coat protein juga
bertanggung jawab dalam proses pendeteksian, penginfeksian hingga akhirnya
virus tersebut bisa masuk ke dalam tubuh inangnya.
3
Pengembangan tanaman resisten virus berbasis gen coat protein telah
banyak yang berhasil dilakukan. Salah satu contohnya adalah pepaya transgenik
yang resisten terhadap PRSV (Papaya ringspot virus) (Gonsalves, 2002).
Perakitan tanaman yang resisten terhadap Geminivirus bukanlah suatu hal yang
mudah, karena kegiatan itu membutuhkan proses dan prosedur yang panjang.
Banyak tahapan yang harus dilakukan dalam proses tersebut, salah satunya adalah
kloning.
Kloning adalah proses perbanyakan suatu fragmen DNA tertentu dalam
agen pembawa yang dapat bereplikasi contohnya plasmid. Agen pembawa
tersebut selanjutnya diintroduksikan kedalam sel bakteri agar dapat menghasilkan
salinan DNA yang identik dalam jumlah jutaan (Alberts et al., 1994). Melalui
proses kloning, gen target dapat dipertahankan dalam jangka waktu yang panjang
selama koloni bakteri tersebut dalam keadaan hidup.
Mempertimbangkan adanya kemungkinan akan keberhasilan perakitan
tanaman resisten virus berbasis gen coat protein serta semakin maraknya
perkembangan dan serangan Geminivirus dalam lahan pertanian cabai saat ini,
maka salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan merakit tanaman
transgenik yang resisten Geminivirus. Oleh sebab itu penulis telah melakukan
penelitian berjudul “Kloning Gen Penyandi Coat Protein (V1) Geminivirus
dari Capsicum annuum”
1.2 Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkloning gen penyandi coat protein dari
Geminivirus ke dalam Escherichia coli sehingga dapat digunakan untuk keperluan
transformasi lanjutan ke dalam sel tanaman.
1.3 Hipotesis
Berdasarkan penggunaan metode transformasi yang telah ditentukan maka
akan didapatkan koloni Escherichia coli transforman.
KLONING GEN PENYANDI COAT PROTEIN (V1) GEMINIVIRUS DARI
TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L)
OLEH
ESTER KRISTIN NATALIA
0810212169
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2012
KLONING GEN PENYANDI COAT PROTEIN (V1) GEMINIVIRUS DARI
TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L)
OLEH
ESTER KRISTIN NATALIA
0810212169
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2012
DARI TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L)
ABSTRAK
Geminivirus menyerang tanaman yang bernilai ekonomis tinggi seperti Capsicum
annuum L (Cabai) hingga menyebabkan penurunan hasil yang signifikan. Sampai
saat ini belum ditemukan pengendalian yang tepat untuk mengatasi permasalahan
tersebut. Oleh sebab itu perakitan Capsicum annum transgenik resisten
Geminivirus merupakan salah satu cara untuk mengatasinya. Kloning gen
penyandi coat protein (V1) merupakan bagian penting dalam perakitan Capsicum
annuum tahan Geminivirus. Seperti yang diketahui, gen V1 adalah gen pengendali
dalam proses enkapsidasi virus. Gen ini telah banyak berhasil digunakan dalam
perakitan tanaman tahan. Penelitian ini telah diselesaikan di Laboratorium
Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian, Universitas Andalas
Padang. Kloning diawali dengan meligasikan gen V1 ke dalam plasmid pGEM®T Easy Vector berdasarkan protokol promega. Selanjutnya plasmid ditransformasi
menggunakan metode heat shock. Hasil platting menunjukkan adanya perbedaan
warna koloni yang tumbuh pada media LB padat selektif dengan rincian 8 koloni
berwarna biru muda (pale blue colonies) dan 40 koloni putih. Seluruh koloni
transforman yang diuji melalui PCR menggunakan primer spesifik T7/SP6 dan V1
BamHI/SmaI NT menunjukkan adanya 2 koloni positif yang mengandung gen
penyandi coat protein yaitu isolat 25 NP TD2 berasal dari daerah Tanah Datar
dan isolat dengan kode 25 berasal dari daerah Pesisir Selatan.. Hasil penjajaran
sekuens menunjukkan bahwa keragaman dari gen coat protein sampel Pesisir
Selatan tersebut rendah dengan persentase kecocokan sebesar 90%.
Kata Kunci :Coat Protein (V1), kloning, Metode Kejut Panas, Geminivirus
viii
CLONING OF GEMINIVIRUS COAT PROTEIN GENE (V1) FROM
CHILI PLANT (Capsicum annuum L)
ABSTRACT
Geminivirus affects plants which had high economic value like Capsicum annuum
L (chili) and causes decreasing significant production. Theres no precise control
to handle this problem yet. Because of that, developing of transgenic Capsicum
annum resistance of Geminivirus is one of way to handle it. Cloning of coat
protein (V1) gene was an important part for developing Capsicum annum
Geminivirus resistant. As known, V1 gene was a regulator gene on virus
encapsidation proccess. This gene had been succesfully used to develope
resistance plant. This research was done at Laboratory of Biotechnology and Plant
Breeding, Agriculture Faculty Andalas University Padang. Cloning has begun by
ligation of V1 gene to pGEM®-T Easy Vector plasmid based on promega
protocol. Furthermore plasmid had been transformed by using heat shock method.
Platting result had shown any differences of colony colour which was grown on
selective solid LB medium with details 8 colonies were pale blue and 40 colonies
were white. All transformant colonies assayed by PCR using spesific primer
T7/SP6 and V1 BamHI/SmaI NT showed 2 positive colonies containing coat
protein gene. They which was isolated 25 NP TD2 which was originated from
Tanah Datar and 25 from Pesisir Selatan. Result of sequence alignment showed
low variation on coat protein gene sequencing especially originated from Pesisir
Selatan, showed 90% homology.
Keywords :Coat Protein (V1), cloning, encapsidation, heat shock
Geminivirus
ix
method,
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang banyak mengkonsumsi cabai. Hal ini
disebabkan karena hampir semua makanan khas Indonesia menggunakan cabai
sebagai bumbunya. Oleh karena itu kebutuhan konsumen akan cabai tidak pernah
berhenti, khususnya di daerah Sumatera Barat (Joni, 2011). Namun, jumlah
produksi cabai tidak selalu dapat memenuhi kebutuhan konsumen sehingga harga
cabai sering mengalami fluktuasi. Menurut Jamsari et al. (2009) salah satu
penyebab fluktuasi harga dan produksi cabai disebabkan adanya serangan dari
virus, khususnya Geminivirus.
Geminivirus yang telah tersebar di lahan pertanian saat ini merupakan
salah satu penyebab penyakit yang sangat merugikan bagi produksi pertanian
khususnya pada tanaman cabai. Geminivirus telah dilaporkan tersebar di beberapa
negara seperti Brasil, Venezuela, Kuba, Portugal, Tanzania, Thailand, USA,
Meksiko dan Karibia (Gusman et al., 1997; Ramos et al., 1996; Louro et al.,
1996; Chiang et al., 1997; Honda et al., 1983; Zebirin et al., 1996; Polston, 1996;
Pacheco et al., 1996). Di Indonesia sendiri juga telah dilaporkan adanya serangan
Geminivirus pada tanaman cabai (Rusli, 2000).
Tanaman cabai normal pada umumnya memiliki masa produktif selama
enam bulan dengan total jumlah produksi cabai yang dihasilkan selama satu kali
musim tanam mencapai 18 ton/ha. Namun, bila tanaman cabai terinfeksi oleh
Geminivirus sejak masa tanam masih sangat muda (30-35 hari setelah tanam)
produktivitasnya akan menurun hingga 70-100% dan hanya mampu menghasilkan
kurang dari 5 buah cabai per batang (Duriat, 2009). Kondisi seperti ini tentu
sangat merugikan produksi pertanian dan hingga kini masih belum ditemukan
pestisida yang tepat untuk mengendalikan virus tersebut.
Kegiatan yang telah dilakukan saat ini sebagai pengendalian preventif
yaitu melalui penggunaan benih bebas virus, kultur resisten, menekan penyebaran
virus dan pendeteksian virus secara dini yang dilakukan dengan teknik PCR
(Polymerase Chain Reaction) dan RFLP (Restriction Fragment Length
Polymorphism). Menurut Sudiono et al. (2004), pendeteksian keragaman biologi
2
Geminivirus melalui teknik PCR dan RFLP bisa mengetahui penyebaran dari
strain Geminivirus tersebut, khususnya di beberapa daerah di Indonesia. Namun,
cara preventif yang dilakukan tersebut masih belum cukup karena virus tersebut
masih terus berkembang dan menyerang tanaman. Selain itu, pengendalian secara
pemuliaan konvensional sendiri juga tidak mungkin dilakukan karena tidak
ditemukannya kerabat liar cabai yang memiliki ketahanan terhadap virus. Untuk
itu perlu dilakukan cara lain untuk mengatasi serangan dari Geminivirus.
Salah satu cara yang bisa dilakukan yaitu dengan merakit tanaman yang
resisten terhadap Geminivirus melalui rekayasa genetika. Melalui transformasi
genetik dapat dilakukan pengembangan kultivar resisten virus berdasarkan
pendekatan PDR (pathogen-derived resistance). Dengan demikian tanaman
tersebut akan memiliki kemampuan sendiri untuk melawan serangan Geminivirus
tanpa bantuan dari luar. Hal ini tentu akan memudahkan petani dalam mengatasi
permasalahan itu. Tak hanya itu, dari segi ekonomis juga sangat menguntungkan
karena bisa mengurangi penggunaan biaya untuk pembelian pestisida serta bisa
menstabilkan hasil produksi dari tanaman.
Strategi yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan berbasis PDR
ini dibagi menjadi dua mekanisme yaitu protein-based protection dan Nucleic
acid-based protection. Strategi coat protein mediated resistance (CPMR)
merupakan salah satu mekanisme dari protein-based protection. Gen coat protein
adalah gen yang relatif lebih mudah untuk diidentifikasi dan diperbanyak selain
itu juga paling banyak digunakan untuk menghasilkan tanaman yang resisten
terhadap virus (Powell-Abel, et al., 1986).
Gen penyandi coat protein adalah salah satu dari empat gen penting yang
menjadi struktur utama pembentuk Geminivirus. Gen lain yang juga menyusun
tubuh Geminivirus antara lain, gen MP (Movement Protein), gen replikasi serta
DNA satelit (Jamsari, 2009). Namun, yang paling menentukan virulensi dan
patogenesitas Geminivirus di dalam inangnya tersebut diawali dari kinerja fungsi
coat protein (Powell et al., 1989). Fungsi utama dari coat protein ini adalah
sebagai pintu masuk virus ke dalam inti sel inang. Selain itu coat protein juga
bertanggung jawab dalam proses pendeteksian, penginfeksian hingga akhirnya
virus tersebut bisa masuk ke dalam tubuh inangnya.
3
Pengembangan tanaman resisten virus berbasis gen coat protein telah
banyak yang berhasil dilakukan. Salah satu contohnya adalah pepaya transgenik
yang resisten terhadap PRSV (Papaya ringspot virus) (Gonsalves, 2002).
Perakitan tanaman yang resisten terhadap Geminivirus bukanlah suatu hal yang
mudah, karena kegiatan itu membutuhkan proses dan prosedur yang panjang.
Banyak tahapan yang harus dilakukan dalam proses tersebut, salah satunya adalah
kloning.
Kloning adalah proses perbanyakan suatu fragmen DNA tertentu dalam
agen pembawa yang dapat bereplikasi contohnya plasmid. Agen pembawa
tersebut selanjutnya diintroduksikan kedalam sel bakteri agar dapat menghasilkan
salinan DNA yang identik dalam jumlah jutaan (Alberts et al., 1994). Melalui
proses kloning, gen target dapat dipertahankan dalam jangka waktu yang panjang
selama koloni bakteri tersebut dalam keadaan hidup.
Mempertimbangkan adanya kemungkinan akan keberhasilan perakitan
tanaman resisten virus berbasis gen coat protein serta semakin maraknya
perkembangan dan serangan Geminivirus dalam lahan pertanian cabai saat ini,
maka salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan merakit tanaman
transgenik yang resisten Geminivirus. Oleh sebab itu penulis telah melakukan
penelitian berjudul “Kloning Gen Penyandi Coat Protein (V1) Geminivirus
dari Capsicum annuum”
1.2 Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkloning gen penyandi coat protein dari
Geminivirus ke dalam Escherichia coli sehingga dapat digunakan untuk keperluan
transformasi lanjutan ke dalam sel tanaman.
1.3 Hipotesis
Berdasarkan penggunaan metode transformasi yang telah ditentukan maka
akan didapatkan koloni Escherichia coli transforman.
KLONING GEN PENYANDI COAT PROTEIN (V1) GEMINIVIRUS DARI
TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L)
OLEH
ESTER KRISTIN NATALIA
0810212169
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2012
KLONING GEN PENYANDI COAT PROTEIN (V1) GEMINIVIRUS DARI
TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L)
OLEH
ESTER KRISTIN NATALIA
0810212169
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2012