Fenomena Terorisme.

Pikiran Rakyat
o
o
o
. n o

o Senin
1
17

---.

2
18

o Jan

3
19

0


Peb

Selaa

4

5

20

o Mar

6

21

OApr

Fenomena


Kamis

Rabu
7
8
22
23

OMei

9

@

OJUfl

F

25


8Jul

11

12

26

13

27

o Ags OSep

28

16

15

29

OOkt

mendalam, sesungguhnya teror
born yang teIjadi di Indonesia
merupakan masalah sosial yang
patologis sebagai wujud kerawanan sosial. Teror born yang
teIjadi adalah akumulasi dari
persoalan~persoalan sosial yang
berakar pada penyebab-penyebab "multifaktor" yang ada dalam masyarakat itu sendiri. Seperti disebutkan dalam naskah
kajian ImnIementasi Strategi
Penanggulangan Kerawanan
Sosial Dalam Rangka Mendu. kung Ketahanan Nasional (Dephankam RI, 2002, hal 8-12),
faktor-faktor yang memengaruhi kerawanan sosial disebabkan
kondisi masyarakat dengan
tingkatan secara beIjenjang dari bentuk keresahan, demonstrasi, ketidakadilan, dan tindakan anarkistis. Jenjang kerawanan sosial itu tampaknya
merupakan akumulasi "gejala
patologis" yang ada dalam masyarakat.
Bila dilihat dari sudut kriminal, bentuk kerawanan sosial,

pertama, yang bersifat makrostruktural yang biasanya terlihat
melalui bentuk konflik-konflik
masyarakat dengan penguasa,
perlakuan tidak adil dan represif, misalnya terumuskan dalam
KUHP, Buku II Bab V tentang
kejahatan terhadap ketertiban
umum, kejahatan yang memba-

pengertian tentang delik politik.
Karena pengertian-pengertian
delik politik tersebut digariskan
oleh yurisprudensi ataupun
oleh ilmu pengetahuan.
, Oleh karena itu, delik politik
dalam kaitannya dengan kejahatan terhadap keamanan negara yang terdapat dal.am
KHUP perlu pengkajian khusus
karena .dimensi delik politik
yang terkandung di dalamnya
menyangkut kebijakan tertentu
dengan nienggunakan sarana

politik itu sendiri, militer, sosial,ekonomi,keuangan,kebudayaan, dan sebagainya.
Menurut Hazewinkel Soeringa, terdapat empat teori untuk
menentukan apakah suatu perbuatan termasuk delik politik.
Pertama, teori objektif/absolut
yang mengeIl1Ukanbahwa kejahatan politik ditujukan terhadap negara dan berfungsinya
lembaga-lembaga negara. Kedua, teori subjektif/relatif
menganggap bahwa pada asasnya semua yang dilakukan dengan tujuan dan latar belakang
politik merupakan kejahatan
politik. Sementara yang ketiga
adalah teori predominan yang
membatasi pengertian yang luas dari kejahatan politik, terutahayakan keamanan umum bagi
ma terhadap teori subjeIctif/reorang atau barang, kejahatan
latif. Teori ini sangat memerhapenghancuran atau perusakan
tikan apa yang dianggap "domibarang. Dapat pula terlihat danan" dari suatu perbuatan. Apalam Buku III KUHP tentang pebila yang dianggap dominan
langgaran terhadap ketertiban
adalah kejahatan biasa maka
perbuatan tersebut tidak diseumum. Sementara yang kedua
but sebagai delik politik. Yang
adalah konflik-konflik yang bersifat mikroindividual, dalam hal
terakhir, adalahteori political

ini pada umumnya disebabkan
incidence yang memfokuskan
adanya ketegangan antara wardiri pada pertanyaan apakah
ga masyarakat secara individu
perbuatan tersebut dianggap semaupun berkelompok. Misalbagai bagian dari suatu kegiatan
politik dalam konteks relasi "kanya, peIjudian, kejahatan kesusilaan, perkelahian antarwarga,
rakter politik" yang menjadi dakenakalan remaja, dan lain-lain.
ya penggerak gerakan politik
Namun demikian, sesungtersebut? Apakah berupa gerakguhnya kedua bentuk pendekatan sosial atau hanya suatu lean konflik tersebut pada hakitupan di permukaan yang bersifat sporadis belaka?
katnya. bila ditinjau dari sudut
pandang patologi sosial berTeori predominan sekarang
muara pada pengertian keraini banyak dianut oleh negara di
dunia. Sementara dalam konwanan sosial yang didefinisikan
dalam naskah kajian Impleteks kejahatan terhadap 'kementasi Strategi Penangguamanan negara, sistem KUHP
langan Kerawanan Sosial DaIndonesia seperti halnya Inggris
lam Rangka Ketahanan Nasiomenganut ajaran teori objek-'
tif/absolut. Adapun Prancis senal (Dephankam, 2002, hal. 37), yaitu suatu kondisi masyarabagai negara asalnya kode penal
mempergunakan teori politica.l
kat yang rapuh terhadap perpecahan.
incidence.

Jika disimak dengan lebih _ Terorbo~ gi Indonesiadapat

Kli~in9

'inggu

14

30

31

ONov ODes

Terorisme

Oleh YESMIL ANWAR

ENOMENA teror born
di Hotel J.W. Marriott

dan Ritz-Carlton yang
baru teIjadi pada'dasarnya merupakan satu indikator dari sekian banyak indikator sosial
yang ada dalam kaitannya dengan berbagai problem besar
bangsa ini. Bisa saja teIjadi karena orang-orang yang dipinggirkan yang dulunya pernah
berkuasa, orang yang ingin berkuasa ataupun orang-orang
yang merasa kepentingannya
terganggu mencari "jalan terobosan" untuk mengekspresikan
ketidakpuasannya dengan cara
yang bertentangan dengan hukum. Sebab patla dasarnya, lahirnya budaya kekerasan dalam
khazanah politik bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri dan
tidaklah merupakan sesuatu
yang baru. Bukankah ada ungkapan "politik itu kotor"? Di dalamnya tersirat adanya makna
budaya kekerasan, meskipun
ungkapan itu belum tentu benar, namun paling tidCJ.k
dimensi kekerasan dalam panggung
politik tidaklah dapat diabaikan
begitu ,saja.
Dapat dikatakan, teror merupakan bentuk dari delik kekerasan, walaupun didorong oleh
motifpolitik dan dilakukan dengan latar belakang politik yang
dapat dilakukan oleh perorangan atau kelompok tertentu. Delik politik dalam perundang-undangan di Indonesia dalam

konteks kodifikasi KUHP bersumber pada Undang-Undang
NO.1 Tahun 1946. Namun demikian, menurut Prof. H. Oemar Seno Adji, dalam perundang-undangan kita, khususnya
dalam KUHP Buku II, Bab I tidak ditemukan secara eksplisit

Si'btu

Jumat

111

Humos

Unpod

2009

.

disebabkan oleh faktor internal
ataupun faktor eksternal. Akan

tetapi, yang jelas ada beberapa
faktor penting bisa menimbulkan kerawanan sosial yang diwujudkan dalam bentuk teror,
yaitu adanya ketidakadilan sosial secara nasional" regional,
ataupun global. Negara tidak
peka terhadap rakyatnya, rasa
keadilan masyarakat terlukai
oleh perilaku para pemimpinnya. Bahkan, seolah~olah para
pemimpin dalam masyarakat
mempertontonkan kekuasaannya dengan cara mengabaikan
hukum, mereka seolah-olah kebal terhadap hukum dengan
"memelintir" keberadaan hukum untuk kepentingan dirinya
atau kelompoknya sendiri. Hal
ini dapat memicu pelampiasan
rasa sakit hati yang mendalam
kepada orang yang berkuasa dengan cara menggunakan kekerasan teror.
Orang boleh saja mengaitngaitkan maraknya teror born
di Indonesia pelakunya ditudingkan pada kelompok tertentu yang kalah pemilu, atau agama, maupun negara tertentu.
Boleh jadi betu~. Akan tetapi,
barangkalijuga situasi yang buruk itu dimanfaatkan kelompok
ataupun agama tertentu mengekspresikan ketidakpuasannya
bagi kepentingan tertentu. Apalagi, dengan adanya kondisi saling tuding antara berbagai kekuatan nasional, regional, ataupun internasional bahwa pelakunya adalah kelompok, agama,
atau negara tertentu maka kerawanan sosial mewarnai kehidupan sehari-hari.
Sikap arogan negara adikuasa menumbuhkan rasa antipati
negara-negara
berkembang,
karena merasa diperlakukan tidak adil terutama daIam aspek
ekonomi dan politik global negara adikuasa tersebut yang selalu berpihak pada negara tertentu yang menjadi sekutunya.
Contohnya embargo ekonomi,
pelarangan untuk berkunjung
ke suatu negara pada warga negaranya, ancaman-ancaman
untuk menghentikan bantuan,
dan lain-lain. Semuanya menumbuhsuburkan konflik-konflik internal maupun global
yang berujung pada lahirnya
frustasi sosial yang pada gilirannya memicu kerawanan sosial itu sendiri.
Ak4irnya, dalam penanggulangan teror dan terorisme
yang menjadi salah satu pemi-

eu terjadinya kerawanan sosial
di samping dibutuhkan adanya
penanganan dengan pendekatan sosial ekonomi dan politik,
dibutuhkan pula bentuk perianganan hukum. Karena hukum
dapat dijadikan "alat untuk memelihara ketertiban" dalam
masyarakat. Dengan demikian,
adalah layak apabila hukum
dapat .berperan dalam penanggulangan kerawanan sosial. Artinya, hukum mengembalikan
keadaan yang tidak tertib menjadi tertib, keadaan yang tidak
aman menjadi aman, dan keadaan yang rawan menjadi stabil dan penuh kepastian sehingga warga masyarakat dapat
hidup seeara layak di bawah
naungan hukum.
Menurut hemat penulis, cara
yang paling tepat untuk menanggulangi kerawanan sosial
di Indonesia yang salah satunya disebabkan oleh teror dan
terorisme selain harus disikapi
dengan eara memperbaiki perekonomian masyarakat, perbaikan sistem politik dan keadilan
sosial seeara internal ataupun
global, juga dihutuhkan penerapan hukum yang mengedepankan adanya kepastian hukum dan keadilan dalam penegakan hukum di Indonesia. ***
Penulis,
dosen Fakultas
Hukum
Unpad.
-'-"'"
--........-~~