kajian filsafat dalam ilmu hukum

Nama : Anthonius Karianga
Nim : 15202108019

TUGAS FILSAFAT HUKUM
Bagaimana filsafat mengkaji atau bergerak didalam ilmu hukum dan
apa-apa saja teori – teori tentang hukum menurut para ahli?
Jawaban
Filsafat Hukum berasal dari 2 kata yaitu filsafat dan hukum. Filsafat
berasal dari bahasa yunani, yaitu; Philosophia, kata philo (philein) berarti cinta,
dan
kata sophia berarti kebijaksanaan. Jadi philosophia berarti cinta
kebijaksanaan atau love of wisdom. Jika seseorang cinta pada kebijaksanaan,
maka segala pikiran, perkataan dan perbuatannya akan selalu berorientasi pada
kebijaksanaan yaitu dari kebijaksanaan menuju kebenaran dan keadilan. Oleh
karena itu, filsafat hukum berupaya untuk mencari dan menemukan hukum secara
hakiki secara arif bijaksana. Dengan demikian diharapkan kearifan itu para hakim
dapat melakukan tugas pokoknya yaitu untuk mencari dan menemukan kebenaran
dan keadilan. Hukum yang benar da[at melahirkan rasa keadilan, sdangkan hukum
yang baik dapat menimbulkan keberpihakan, dan hukum yang adil mampu
menenteramkan. Lalu apa yang disebut kebijaksanaan atau kearifan agar
seseorang mampu mencari dan menemukan hukum yang adil dan benar untuk

mencapai keadilan?
Pengertian philosophia atau philosophein, jika diperluas maka kata ini
akan bermakna “berusaha menemukan” yaitu berusaha untuk menemukan
kebenaran dan jika dikatikan dengan hukum (ius), maka akebenaran hukum itu
adalah keadilan (iustitia). Secara sunstansial antara filsafat hukum, ilmu hukum
dan teori hukum itu saling berkaitan tetapi juga berbeda. Filsafat hukum memiliki
ruang lingkup lebih luas karena di dalam filsafat hukum memuat teori hukum,
metode penelitian hukum, tujuan hukum dan manfaat hukum. Sedangkan teori
hukum hanya bersifat memberikan penjelasan tentang sebuah fenomena hukum
atau fakta hukum. Ruang lingkupnya lebih sempit dan tidak terlalu mendasar.
Filsafat hukum memberikan penjelsan tentang hukum yang sangat mendasar dan
holistic. Teori hukum ialah ilmu hukum yang memberikan penekanan pada segi
bentuk, sedangkan filsafat hukum memberikan penekanan substansi (isi).
Latar belakang seseorang berfilsafat ada banyak sebab. Pertama, karena
rasa ingin tahu terhadap sesuatu; kedua, karena rasa heran terhadap sesuatu yang
berbeda dari atau dengan yang lain; ketiga, karena ingin menjawab pertanyaan-

pertanyaan mengapa terjadi benturan-benturan dan bagaimana menemukan
ketenteraman, kedamaian, dan keadilan; keempat, karena ada keragu-raguan dari
seseorang terhadap pendapat atau realitas yang nyata ini.

Filsafat hukum dimulai atau dikatakan seseorang memulai berfilsafat
hukum karena pengetahuannya tentang hukum berhenti. Artinya manusia
memiliki keterbatasan potensial kemampuan, sehingga untuk melanjutkan
keterbatasan tersebut atau untuk memperluas kemampuan pengetahuan tersebut
maka diperlukan filsafat hukum, untuk mengkaji dan menjawab pengetahuan,
dimana pengetahuan berhenti disitulah filsafat akan memulai. Timbullah
pertanyaan, mengapa ada keraguraguan? Ada keheranan? Ada rasa ingin tahu?
Sebagai contoh misalnya para penganut paradigma filsafat hukum sejarah dan
kebudayaan merasa tidak puas terhadap hukum yang sedang berlaku, bahwa
hukum yang sedang berlaku itu tidak sesuai dengan keadaan masyarakat yang
diatur olehnya.
Dalam ilmu pengetahuan sosial sering orang mengatakan bahwa
timbulnya pertanyaan-pertanyaan itu karena adanya kesenjangan antara das sollen
dengan das sein. Dalam konteks ini isi hukum positif yang berlaku saat ini
dipandang sebagai hukum yang diragukan keadilannya, disangsikan
kebenarannya, karena hukum positif mengandung unsur keterpihakan. Bahkan ada
penilaian bahwa hukum positif itu sudah dijadian alat eksploitasi, alat konspirasi
kekuasaan seperti analisis norma hukum yang terkandung dalamnya dapat
digunakan sebagai alat evaluasi, alat penilaian atau ukuran untuk manilai tindakan
orang, penguuasa dan pemerintah. Disini ada ketegangan antara aturan-aturan

hukum yang dibuat dan rasa keadilan atau pendirian tentang apa yang dianggap
adil atau benar dari mereka yang menggunakan atau yang dikenakan hukum itu.
Sajipto raharjo mengatakan bahwa filsafat hukum mempelajari
pertanyaan-pertanyaan mendasar dari hukum, tentang hakikat hukum dan tentang
dasar bagi kekuatan mengikat dan memaksa dari hukum. Atas dasar yang
demikian itu filsafat hukum membahas dan mengkaji serta mengkritisi bahanbahan hukum, seperti undang-undang, putusan hakim, perjanjian/perikatan,
kebiasaan/adat istiadat dan hukum adat. Tetapi masing-masing orang sebagai
penganut sebuah aliran mengambil posisi dan sudut pandang yang sering kalo
berbeda sama sekali.
Filsafat hukum akan berfungsi dengan baik apabila ia menjalankan
tugasnya dengan baik pula. Apa tugas filsafat hukum itu? Tugas filsafat hukum
adaah memformulasi cita-cita politik dalam konsep keadilan dan ketertiban
hukum. Rabruch mengatakan “alle grossen politischen wandlungen waren von der

recht philosophie, am ende die revolution.” Artinya pada awalnya ada filsafat dan
berakhir dengan revolusi. segala perubahan besar dalam bidang politik selalui di
dahului oleh filsafat hukum.
Persoalan filsafat hukum hanya terbatas pada keadilan, hubungan hukum
alam dan hukum positif, serta sebagai hubungan anatara negara dan hukum, oleh
karena itu di bidang kajian filsafat hukum hanya mempersoalkan apa yang

dimaksudkan dengan hukum atau yang disebut dengan ontology hukum. Damun
dalam perkembangannya tidak hanya otnology dan aksiologii hukum, tetapi juga
sudah mempersoalkan metodelogi hukum yaitu bagaimana substansi hukum itu
dicari, ditemukan dan diterapkan. Perkembangan epistemologi hukum ini
merupakan kelanjutan dari perbedaan antara berbagai pandangan dalam soalan
pokok dalam ilmu hukum. Akan tetapi persoalan-persoalan itu tidak terlepas dari
filsafat hukum. Oleh karena persoalannya semamin luas dan kompleks. Menurut
Lili rasyidi, bidang-bidang garapan filsafat hukum meliputi:
1. Hukubungan hukum dengan kekuasaan
2. Hubungan hukum denghan nilainilai sociial budaya
3. Apa sebabnya negara berhak menghukum seseorang
4. Apa sebab orang mentaati hukum
5. Masalah pertanggungjawaban
6. Masalah hak milik
7. Masalah kontrak
8. Masalah pernana hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat
9. Masalah hukum sebagai kontrol sosial dalam masyarakat
10. Sejarah perkembangan hukum
Persoalan pokok filsafat lebih substantive yaitu persoalan pokok filsafat
sejatinya berkaitan dengan ruang lingkup filsafat hukum, beberapa hal essensial

persoalan pokok filsafat hukum adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Keadilan
Kedaulatan; Tuhan, Negara, Rakyat dan Hukum
Keteraturan
Hukum dan perlindungan HAM
Keberlakuan hukum dan efektifitas hukum
Kepastian hukum
Perlindungan hukum terhadap warga negara.

Keadilan merupakan persoalan fundamental dalam hukum. Kaum
naturalis mengatakan bahwa tujuan utama hukum adalah keadilan. Akan tetapi,
didalam keadilan ada sifat relativisime, karena sifatnya yang abstrak dan luas

maka tujuan hukum sering kali ngambang. Oleh sebab itu tujuan hukum haruslaj
lebih realistis. Tujuan hukum yang agak realistic itu adalah kepastian hukum dan

kemanfaatan hukum, kaum positivisme lebih menekankan pada kepastian hukum
sedangkan kaum fungsionalis mengutamakan kemanfaatan hukum, kita pun dapat
mengatakan bahwa summum ius, summa injuria, summa lex, summa crux (hukum
yang keras dapat melukai, kecuali keadilan yang dapat menolongnya). Walaupun
keadilan bukan tujuan hukum satu-satunya tetapi tujuan hukum yang paling
substantif adalah keadilan.
Aristoteles menagatakan bahwa unicuique suum tribuere (memberikan
kepada setiap orang sesuatu yang menjadi haknya) dan neminem laedere
(janganlah merugikan orang lain, menurut kant, honeste vivere, neminem laedere,
suum quique tribuere menitik beratkan para pejuang keadilan berusaha untuk
memperjuangkan agar negara memberikan keadilan kepada yang berhak untuk
memperolehnya. Jika seseorang mempunyai hak atas sesuatu, maka kita wajib
memberikan kepadanya. Hak tersebut yang dimaksudkan yaitu, hak dasar manusia
(hak azasi manusia, seperti; hak untuk hidup, hak untuk memperoleh pekerjaan
dan penghidupan yang layak, hak untuk diperlakukan secara adil), hak yang lahir
karena hukum, misalnya perikatan yang lahir dari undang-undang, atau hak-hak
yang timbul dari perjanjian. Dalam pengertian tersebut aristoteles membagi 2 jenis

keadilan, yaitu; keadilan korektif dan keadilan distiributif. Keadilan korektif atau
justitia correctiva mirip dengan justitia commutative yang dikemukan oleh thomas
aquinas yaitu keadilan yang didasarkan atas transaksi (sunallagamata) baik
dilakukan secara sukarela maupun dengan paksa. Keadilan ini pada umumnya
terjaadi dalam lapamgam hukum privat, seperti jual beli tukar menukar atau sewa
menyewa.
Keadilan distributif (justitia distributiva) adalah keadilan yang membagi
yang membutuhkan distribusi atas penghargaan. Keadilan ini berkenaan dengan
hukum publik. Aktualisasi keadilan ini tidak hanya berkenaan dengan kesediaan
seseorang untuk berperilaku adil atau tidak adil tetapi juga berkenaan dengan
kesediaan seseorang untuk berperilaku adil atau tidak adil, tetapi juga berkenaan
dengan kebijakan publik. Keadilan korektif adalah keadilan yang memberikan
kepada setiap orang sama banyaknya.
Keadaan yang adil menurut aristoteles adalah suatu keadaan dimana ada
keseimbangan atau titik tengah antara dua ekstrim dalam berbagai keadaan,
karena baginya dunia moral hanya berada di dua kemungkinan; kemaksiatan dan
kebajikan. Ajaran aristoteles ini ini sebagaimana dalam tulisannya tentang ethica
nicomacheia, sering dikenal dengan sebutan ajaran mosetes, jika diperhatikan
ajaran aristoteles maka seolah-olah menyamakan hukum dan moral. Jika hal ini
diterapkan pada praktek maka orang terperangkap dalam 2 pilihan, yaitu

kebohongan adalah kemaksiatan, maka kejujuran adalah kebajikan. Menurut

aristoteles keadilan adalah titik tengah diantara berbuat tidak adil dan menderita
ketidakadilan.
Hans kelsen mengkritik bahwa jika kita berangkat dari teori aristoteles
maka hal ini mengarah pada pengakuan akan kaidah hutang nyawa bayar dengan
nyawa dan juga asas proprsionalitas yang kemudian dikembangkan oleh karl
marx. Menurut soerjono soekanto bahwa antara kepastian hukum dan keadilan
merupakan 2 faktor yang saling menunjang dalam upaya menjaga keserasian atau
kesebandingan antara kepentingan-kepentingan alam masyarakat. Jika kepastian
hukum dan keadilan dapat terwujud maka tercapailah kesejahteraan. Artinya
melalui kepastian hukum maka keadilan ditegakkan maka secara dengan
sendirinya hukum itu fungsional. Hans kelsen dalam konsepnya mengenai hukum
dan ide keadilan bahwa upaya membebaskan konsep hukum dari ide keadilan
bukanlah persoalan mudah, sebab kedua konsep tersebut selalu di campur-adukan
di dalam pemikiran politik yang tidak ilmiah dan juga dalam pembicaraan umum,
dan karena pencampuradukan kedua konsep ini berkaitan dengan kecenderungan
ideologis untuk membuat hukum positif tampak adil. Dalam konsepnya tersebut
hans kelsen mengatakan bahwa jika hukum dan keadilan disamakan, jika hanya
tatanan yang adil saja yang disebut hukum, maka tatanan sosial yang disebut

hukum dalam waktu yang sama juga akan disebut adil dan itu berarti bahwa
tantanan sosial ini dibenarkan secara moral.