MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU SOSIAL

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU, SOSIAL, DAN BUDAYA
Kata manusia berasal dari kata manu (Sansekerta) atau mens (Latin) yang berarti
berpikir, berakal budi, atau homo (Latin) yang berarti manusia.
Manusia sebagai Makhluk Individu
Istilah individu berasal dari bahasa Latin, yaitu individum, yang artinya sesuatu yang
tidak dapat dibagi-bagi lagi atau suatu kesatuan yang terkecil dan terbatas.
Manusia sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur fisik
dan psikis, unsur raga dan jiwa. Seseorang dikatakan sebagai manusia individu manakala
unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya.
Manusia juga diberi kemampuan (akal, pikiran, dan perasaan) sehingga sanggup
berdiri sendiri dan bertanggung jawab atas dirinya. Setiap manusia senantiasa akan berusaha
mengembangkan kemampuan pribadinya guna memenuhi hakikat individualitasnya (dalam
memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya).
Fungsi dan peranan manusia sebagai makhluk individu adalah berupaya
merealisasikan segenap potensi dirinya, baik potensi jasmani maupun potensi rohani serta
potensi lainnya.
Manusia sebagai Makhluk Sosial
Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat.
Tanpa bantuan manusia lainnya, manusia tidak mungkin bisa berjalan dengan tegak. Dengan
bantuan orang lain, manusia bisa menggunakan tangan, bisa berkomunikasi atau bicara, dan
bisa mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya.

Manusia sebagai makhluk sosial artinya manusia sebagai warga masyarakat. Dalam
kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat hidup sendiri atau mencukupi kebutuhan sendiri.
Meskipun dia mempunyai kedudukan dan kekayaan, dia selalu membutuhkan manusia lain.
Setiap manusia cenderung untuk berkomunikasi, berinteraksi, dan bersosialisasi dengan
manusia lainnya. Dapat dikatakan bahwa sejak lahir, dia sudah disebut sebagai makhluk
sosial.
Masyarakat merupakan wadah bagi para individu untuk mengadakan interaksi sosial
dan interelasi sosial. Interaksi merupakan aktivitas timbal balik antarindividu dalam suatu
pergaulan hidup bersama. Interaksi dimaksud, berproses sesuai dengan perkembangan jiwa

dan fisik manusia masing-masing serta sesuai dengan masanya. Pada masa bayi, mereka
berinteraksi dengan keluarganya melalui berbagai kasih sayang. Ketika sudah bisa berbicara
dan berjalan, interaksi mereka meningkat lebih luas lagi dengan teman-teman sebayanya
melalui berbagai permainan anak-anak atau aktivitas lainnya. Proses interaksi mereka terus
berlanjut sesuai dengan lingkungan dan tingkat usianya, dari mulai interaksi non formal
seperti berteman dan bermasyarakat sampai interaksi formal seperti berorganisasi, dan lainlain.
Plato mengatakan, mahluk hidup yang disebut manusia merupakan mahluk sosial dan
mahluk yang senang bergaul/berkawan (animal society = hewan yang bernaluri untuk hidup
bersama). Status mahluk sosial selalu melekat pada diri manusia. Manusia tidak bisa bertahan
hidup secara utuh hanya dengan mengandalkan dirinya sendiri saja. Sejak lahir sampai

meninggal dunia, manusia memerlukan bantuan atau kerjasama dengan orang lain.
Menurut Aristoteles (384 – 322 SM), manusia adalah mahluk yang pada dasarnya
selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainnya (zoon politicon yang
artinya mahluk yang selalu hidup bermasyarakat). Pada diri manusia sejak dilahirkan sudah
memiliki hasrat/bakat/naluri yang kuat untuk berhubungan atau hidup di tengah-tengah
manusia lainnya. Naluri manusia untuk hidup bersama dengan manusia lainnya disebut
gregoriousness.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi manusia hidup bermasyarakat, yaitu:
1.

Faktor alamiah atau kodrat Tuhan

2.

Faktor saling memenuhi kebutuhan

3.

Faktor saling ketergantungan


Manusia dikatakan makhluk sosial karena:
1. Manusia tunduk pada aturan, norma sosial.
2. Perilaku manusia mengharapkan suatu penilaian dari orang lain.
3. Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain.

4. Potensi manusia akan berkembang bila manusia hidup ditengah-tengah manusia.

Manusia sebagai makhluk sosial memiliki implikasi-implikasi:


Kesadarann akan ketidakberdayaan manusia bila seorang diri.



Kesadaran untuk senantiasa dan harus berinteraksi dengan orang lain.



Penghargaan akan hak-hak orang lain.




Ketaatan terhadap norma-norma yang berlaku.

Manusia sebagai Makhluk Budaya
Manusia sebagai makhluk berbudaya tidak lain adalah makhluk yang senantiasa
mendayagunakan akal budinya untuk menciptakan kebahagiaan, baik bagi dirinya maupun
bagi masyarakat demi kesempurnaan hidupnya, yang membahagiakan hidup manusia itu
hakekatnya adalah sesuatu yang baik, benar, dan adil, maka manusia harus menguasai segala
sesuatu yang berhubungan dengan kepemimpinannya di muka bumi disamping tanggung
jawab dan etika moral yang harus dimiliki, menciptakan nilai kebaikan, kebenaran, keadilan
dan tanggung jawab agar bermakna bagi kemanusiaan.
1. Kebudayaan itu hanya dimiliki oleh umat manusia.
2. Kebudayaan itu tidak diturunkan secara biologis melainkan diperoleh melalui proses
belajar.
3. kebudayaan itu didapat, didukung dan diteruskan oleh manusia sebagai anggota
masyarakat.

DAFTAR RUJUKAN
Widyantoro, Aan. 2012. Manusia Makhluk Individu, Sosial, dan Budaya,

(http://aan1794.wordpress.com/2012/10/08/individu-sosial-dan-budaya/), diakses pada
21 Oktober 2014.
Mubarak, Husni. 2013. Hakikat Manusia sebagai Makhluk Individu dan Sosial,
(http://kehidupansaatini.blogspot.com/2013/03/hakikat-manusia-sebagaimakhluk.html), diakses pada 21 Oktober 2014.
Dwi,

Sabar.
2012.
Manusia
sebagai
Makhluk
Sosial
dan
Budaya,
(http://novemberscr.blogspot.com/2012/11/manusia-sebagai-makhluk-sosial-dan.html),
diakses pada 21 Oktober 2014.