Hukum Dasar tidak tertulis dalam
1. Hukum Dasar Tertulis (Undang-Undang Dasar)
Telah dijelaskan bahwa hukum dasar meliputi dua macam, yaitu hukum dasar tertulis
(Undang-Undang Dasar) dan hukum dasar tidak tertulis yang disebut convensi. Karena
rumusannya tertulis maka Undang-Undang Dasar tidak Mudah berubah. Berdasarkan sifat
dan fungsinya Undang-Undang Dasar adalah naskah yang memaparkan kerangka dan tugastugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu Negara dan menentukan pokok-pokok cara
kerja badan-badan pemerintahan suatu Negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja
badan-badan tersebut .
Pada prinsipnya, mekanisme dan dasar dari setiap system pemerintahan diatur dalam
UUD. Bagi yang memandang Negara dari sudut kekuasaan dan menggangapnya sebagai
suatu organisasi kekuasaan, maka UUD dapat dipandang sebagai lembaga atau kumpulan
asas yang menetapkan bagaimana kekuasaan tersebut dibagi antara badan legislative,
eksekutif, dan yudikatif. Menurut Budiarjo (1999) secara umum UUD menentukan
bagaimana kekuasaan bekerja sama. Selain itu UUD juga mengatur hubungan-hubungan
kekuasaan dalam suatu Negara.
Pada umumnya UUD mengatur pokok-pokok kehidupan bernegara. Dalam penjelasan
UUD 1945 disebutkan bahwa UUD 1945 hanya memiliki 37 pasal, adapun paasal-pasal lain
hanya memuat aturan peralihan dan aturan tambahan. Menurut Kaelan dan Zubaidi (2007:85)
hal ini mengandung makna:
1) Telah cukup jikalau UUD hanya memuat aturan-aturan pokok, hanya memuat
garis-garis besar instruksi kepada pemerintahan pusat dll, penyelenggaraan
Negara untuk menyelenggarakan kehidupan Negara dan kesejahteraan Negara.
2) Sifat yang supel ( elastic) dimaksudkan bahwa kita senantiasa harus ingat bahwa
masyarakat itu harus terus berkembang, dinamis. Negara Indonesia akan terus
tumbuh berkembang seiring dengan perkembangan jaman. Berhubungan dengan
itu janganlah terlalu tergesa-gesa memberi kristalisasi, memberikan bentuk kepada
pikiran-pikiran yang masih berubah. Memang sifat aturan yang tertulis itu bersifat
mengikat, oleh karena itu makin supel sifatnya aturan itu semakain baik. Jadi kita
harus menjaga agar system dalam UUD jangan ketinggalan zaman.
Berdasarkan makna tersebut diatas, maka sifat UUD 1945 adalah sebagai berikut :
1) Karena tertulis, maka rumusannya jelas, merupakan satu hukum positif yang
sifatnya mengikat pemerintah sebvagai penyelenggara Negara, maupun mengikat
setiap warga Negara.
2) Sebagaimana tersebut dalam penjelasan UUD 1945 bahwa UUD 1945 bersifat
singkat dan supel,
memuat aturan-aturan pokok bagi setiap kali harus
dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman , serta memuat hak-hak
azasi manusia.
3) Menurut norma-norma, aturan-aturan serta ketentuan-ketentuan yang dapat dan
harus dilaksanakan secara konstitusional.
4) UUD 1945 dalam tertib hukum Indonesia merupakan aturan hukum positif yang
tertinggi, disamping itu sebagai alat control terhadap norma-norma hukum positif
yang lebih rendah dalam hirarki tertib hukum Indonesia
2. Hukum Dasar Tidak Tertulis
Convensi merupakan hukum dasar yang tidak tertulis, yaitu aturan-aturan dasar yang
timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara meskipun sifatya tidak tertulis.
Convensi ini mempunyai sifat-sifat sebagai berkut:
Merupakan kebiasaan yang berulang kali dan terpelihara dalam prakte penyelenggara
negara
Tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar dan berjalan sejajar
Diterima oleh seluruh rakyat
Bersifat sebagai pelengkap, sehingga memungkinkan sebagai aturan-aturan dasar
yang tidak terdapat dalam Undang-Undang Dasar.
Contoh-contoh convensi antara lain, yaitu:
1. Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah mufakat, menurut pasal 37 ayat (1)
dan (4) UUD 1945, segala keputusan MPR diambil berdasarkan suara terbanyak.
Akan tetapi sistem ini dirasa kurang jiwa kekeluargaannya sebagai kepribadian
bangsa, karena itu dalam praktek-praktek penyelenggaraan negara selalu diusahakan
untuk mengambil keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat, dan ternyata
hampir selalu berhasil. Pungutan suara baru ditempuh, jikalau usaha musyawarah
untuk mufaat sudah tidak dapat dilaksanakan. Hal yang demikian ini merupakan
perwujudan dari cit-cita yang terkandung dalam Pokok Pikiran Kerakyatan dan
Permusyawaratan/Perwakilan.
2. Praktek-praktek penyelenggaraan negara yang sudah menjadi hukum dasar tidak
tertulis antara lain:
a. Pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia setiap tanggal 16 Agustus di
dalam sidang Dewan Perwakilan Rakyat.
b. Pidato Presiden yang diucapkan sebagai keterangan pemerintah tentang
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada minggu pertama dan
pada minggu bulan Januari setiap tahunnya.
Kedua hal tersebut di atas secara tidak langsung merupakan realisasi Undang-Undang
Dasar (merupakan pelengkap). Namun perlu digaris bawahi bilamana convensi ingin
dijadikan menjadi rumusan yang bersifat tertulis, maka yang berwenang adalah MPR, dan
rumusannyabukanlah merupakan suatu hukum dasar melainkan tertuang dalam ketetapan
MPR.
Jadi convensi bilamana dikehendaki untuk menjadi suatu aturan dasar yang tertulis,
tidak secara otomatis setingkat dengan UUD, melainkan sebagai suatu ketetapan MPR.
Telah dijelaskan bahwa hukum dasar meliputi dua macam, yaitu hukum dasar tertulis
(Undang-Undang Dasar) dan hukum dasar tidak tertulis yang disebut convensi. Karena
rumusannya tertulis maka Undang-Undang Dasar tidak Mudah berubah. Berdasarkan sifat
dan fungsinya Undang-Undang Dasar adalah naskah yang memaparkan kerangka dan tugastugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu Negara dan menentukan pokok-pokok cara
kerja badan-badan pemerintahan suatu Negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja
badan-badan tersebut .
Pada prinsipnya, mekanisme dan dasar dari setiap system pemerintahan diatur dalam
UUD. Bagi yang memandang Negara dari sudut kekuasaan dan menggangapnya sebagai
suatu organisasi kekuasaan, maka UUD dapat dipandang sebagai lembaga atau kumpulan
asas yang menetapkan bagaimana kekuasaan tersebut dibagi antara badan legislative,
eksekutif, dan yudikatif. Menurut Budiarjo (1999) secara umum UUD menentukan
bagaimana kekuasaan bekerja sama. Selain itu UUD juga mengatur hubungan-hubungan
kekuasaan dalam suatu Negara.
Pada umumnya UUD mengatur pokok-pokok kehidupan bernegara. Dalam penjelasan
UUD 1945 disebutkan bahwa UUD 1945 hanya memiliki 37 pasal, adapun paasal-pasal lain
hanya memuat aturan peralihan dan aturan tambahan. Menurut Kaelan dan Zubaidi (2007:85)
hal ini mengandung makna:
1) Telah cukup jikalau UUD hanya memuat aturan-aturan pokok, hanya memuat
garis-garis besar instruksi kepada pemerintahan pusat dll, penyelenggaraan
Negara untuk menyelenggarakan kehidupan Negara dan kesejahteraan Negara.
2) Sifat yang supel ( elastic) dimaksudkan bahwa kita senantiasa harus ingat bahwa
masyarakat itu harus terus berkembang, dinamis. Negara Indonesia akan terus
tumbuh berkembang seiring dengan perkembangan jaman. Berhubungan dengan
itu janganlah terlalu tergesa-gesa memberi kristalisasi, memberikan bentuk kepada
pikiran-pikiran yang masih berubah. Memang sifat aturan yang tertulis itu bersifat
mengikat, oleh karena itu makin supel sifatnya aturan itu semakain baik. Jadi kita
harus menjaga agar system dalam UUD jangan ketinggalan zaman.
Berdasarkan makna tersebut diatas, maka sifat UUD 1945 adalah sebagai berikut :
1) Karena tertulis, maka rumusannya jelas, merupakan satu hukum positif yang
sifatnya mengikat pemerintah sebvagai penyelenggara Negara, maupun mengikat
setiap warga Negara.
2) Sebagaimana tersebut dalam penjelasan UUD 1945 bahwa UUD 1945 bersifat
singkat dan supel,
memuat aturan-aturan pokok bagi setiap kali harus
dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman , serta memuat hak-hak
azasi manusia.
3) Menurut norma-norma, aturan-aturan serta ketentuan-ketentuan yang dapat dan
harus dilaksanakan secara konstitusional.
4) UUD 1945 dalam tertib hukum Indonesia merupakan aturan hukum positif yang
tertinggi, disamping itu sebagai alat control terhadap norma-norma hukum positif
yang lebih rendah dalam hirarki tertib hukum Indonesia
2. Hukum Dasar Tidak Tertulis
Convensi merupakan hukum dasar yang tidak tertulis, yaitu aturan-aturan dasar yang
timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara meskipun sifatya tidak tertulis.
Convensi ini mempunyai sifat-sifat sebagai berkut:
Merupakan kebiasaan yang berulang kali dan terpelihara dalam prakte penyelenggara
negara
Tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar dan berjalan sejajar
Diterima oleh seluruh rakyat
Bersifat sebagai pelengkap, sehingga memungkinkan sebagai aturan-aturan dasar
yang tidak terdapat dalam Undang-Undang Dasar.
Contoh-contoh convensi antara lain, yaitu:
1. Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah mufakat, menurut pasal 37 ayat (1)
dan (4) UUD 1945, segala keputusan MPR diambil berdasarkan suara terbanyak.
Akan tetapi sistem ini dirasa kurang jiwa kekeluargaannya sebagai kepribadian
bangsa, karena itu dalam praktek-praktek penyelenggaraan negara selalu diusahakan
untuk mengambil keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat, dan ternyata
hampir selalu berhasil. Pungutan suara baru ditempuh, jikalau usaha musyawarah
untuk mufaat sudah tidak dapat dilaksanakan. Hal yang demikian ini merupakan
perwujudan dari cit-cita yang terkandung dalam Pokok Pikiran Kerakyatan dan
Permusyawaratan/Perwakilan.
2. Praktek-praktek penyelenggaraan negara yang sudah menjadi hukum dasar tidak
tertulis antara lain:
a. Pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia setiap tanggal 16 Agustus di
dalam sidang Dewan Perwakilan Rakyat.
b. Pidato Presiden yang diucapkan sebagai keterangan pemerintah tentang
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada minggu pertama dan
pada minggu bulan Januari setiap tahunnya.
Kedua hal tersebut di atas secara tidak langsung merupakan realisasi Undang-Undang
Dasar (merupakan pelengkap). Namun perlu digaris bawahi bilamana convensi ingin
dijadikan menjadi rumusan yang bersifat tertulis, maka yang berwenang adalah MPR, dan
rumusannyabukanlah merupakan suatu hukum dasar melainkan tertuang dalam ketetapan
MPR.
Jadi convensi bilamana dikehendaki untuk menjadi suatu aturan dasar yang tertulis,
tidak secara otomatis setingkat dengan UUD, melainkan sebagai suatu ketetapan MPR.