Penegakan HAM di Indonesia Melalui Mahka
Penegakan HAM di Indonesia Melalui Mahkamah
Konstitusi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Undang-Undang Dasar
1945 yang menjamin hak-hak warga negaranya dan kesamaan kedudukan
dihadapan hukum. Menurut Mardjono Reksodiputro 1, karena Indonesia
adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat), maka pertama-tama
HAM harus merupakan bagian dari hukum Indonesia dan selanjutnya harus
ada prosedur hukum untuk mempertahankan dan melindungi HAM itu. Dalam
kaitan ini, maka fungsi Pengadilan untuk menentukan ada atau tidak adanya
pelanggaran atas ketentuan HAM sangat mempunyai kedudukan utama.
Karena itu suatu pemantauan nasional atas pelaksanaan HAM harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a) Menjadikan HAM bagian dari hukum Indonesia.
1 Mardjono Reksodiputro, 2007, Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana (Buku
Ketiga), Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
Jakarta, hlm. 12-13.
1
b) Terdapat prosedur hukum untuk melindungi dan mempertahankan HAM
tersebut
c) Terdapat pengadilan yang bebas (an independent judiciary); dan
d) Adanya pula profesi hukum yang bebas (an independent legal profession).
Keberadaan konstitusi yang menjadi dokumen hukum tertinggi negaranegara modern merupakan wujud kesepakatan bersama (general agreement)
berdasarkan prinsip kedaulatan rakyat, yang lahir sebagai bentuk perjanjian
sosial sebagai dasar pendirian negara untuk dapat mencapai tujuan bersama.
Di dalam konstitusi juga berisi kesepakatan tentang prinsip-prinsip dasar
penyelenggaraan negara, hak-hak warga negara yang harus dilindungi, serta
organisasi yang dibangun untuk menyelenggarakan kehidupan bernegara.
Berlandaskan pada teori perjanjian sosial, alasan pembentukan negara
adalah untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan seluruh rakyat, yaitu
melindungi dan memenuhi hak dan kepentingan rakyat yang tidak dapat
dilakukan oleh rakyat secara perseorangan. 2
Perkembangan HAM dan paham konstitusionalisme melahirkan
dokumen
konstitusi
modern
yang
pada
umumnya
memuat jaminan
perlindungan dan pemajuan HAM. Jaminan di dalam konstitusi sebagai
hukum tertinggi bermakna bahwa HAM tidak dapat dilanggar atau
dikesampingkan oleh aturan hukum yang lebih rendah maupun oleh tindakan
negara yang harus tunduk pada konstitusi. Di sinilah dapat dilihat fungsi
2 Jurnal Konstitusi Jenedjri M. Gaffar, “Peran Putusan Mahkamah Konstitusi dalam
Perlindungan Hak Asasi Manusia terkait Penyelenggaraan Pemilu”, Volume 10 Nomor 1, Maret
2013, hlm. 3.
2
jaminan perlindungan dan pemajuan HAM sebagai pembatas bagi kekuasaan
negara.3
Berbicara mengenai HAM dan konstitusi maka kita akan berbicara pula
mengenai lembaga konstintusi indonesia yang dikenal dengan Mahkamah
Konstitusi. Mengingat kembali bahwa Paradigma susunan kelembagaan
negara Indonesia mengalami perubahan drastis sejak reformasi konstitusi
mulai
1999
sampai
dengan
2002.
Oleh
karena
negara
indonesia
mendambakan kultur hukum yang tidak memihak dan menghargai HAM,
maka keputusan MPR dalam pembentukan Mahkamah Konstitusi untuk
menjaga agar pemerintahan tidak berjalan sewenang-wenang, membawa
angin pembaharuan dalam kehidupan konstitusi masyarakat indonesia.
Adapun dasar dari Mahkamah Konstitusi melakukan amandemen UUD 1945
adalah pasal 24 c ayat (1) UUD 1945. Sehubungan dengan pemberian
kewenangan pada Mahkamah Konstitusi tersebut, DPR dan Pemerintah
membuat Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi,
sehingga berdasar pada Undang-Undang tersebut beberapa kewenangan
Mahkamah Agung dialihkan ke Mahkamah Konstitusi. Upaya tersebut
diharapkan dapat menjawab permasalahan HAM dan menyelesikan konflik
antar lembaga, sehingga dalam makalah ini akan diuraikan mengenai
penegakan HAM oleh Mahkamah Konstitusi di negara Indonesia saat ini.
B. Pokok Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas, yang
ingin penulis bahas dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Konsep Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi
Indonesia?
3 Sri Soemantri, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, 1984, Alumni, Bandung, hlm.
45. Lihat pula Bagir Manan dan Kuntana Megnar, 1997, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara
Indonesia, Alumni, Bandung, hlm. 45.
3
2. Bagaimana
Implementasi Penegakan HAM di Indonesia Melalui
Mahkamah Konstitusi ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah diatas, penulisan makalah ini
bertujuan untuk:
1. Untuk Mengetahui Konsep Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam
Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia.
2. Untuk Mengetahui Upaya Penegakan HAM di Indonesia Melalui
Mahkamah Konstitusi
D. Metode Penulisan
Untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan didalam
makalah ini Penulis menggunakan metode penulisan secara normatif, yaitu
metode yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder 4.
Dalam kaitannya dengan penelitian secara normatif, akan dilakukan
beberapa pendekatan dalam penulisan makalah ini, yaitu 5:
1. Pendekatan Perundang-undangan (statute Approach)
Didalam makalah ini yang menjadi acuan pendekatan adalah
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, UndangUndang Nomor 24 Tahun 2003 mengenai Mahkamah Konstitusi.
2. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach)
Pendekatan ini digunakan untuk memahami konsep mengenai
penegakan Hak Asasi Manusia dalam konstitusi Indonesia melalui lembaga
4 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, 2001, “Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan
Singkat)”, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 13-14.
5 Johnny Ibrahim, 2007, Teori, Metode dan Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publising,
Malang, hlm. 300.
4
Mahkamah Konstitusi. Pendekatan ini digunakan untuk menyimpulkan
beberapa masalah serta menganalisis pokok permasalahan didalam makalah
ini.
3. Pendekatan Historis (Historical Approach)
Pendekatan historis dilakukan dengan menelaah latar belakang apa
yang dipelajari dan perkembangan mengenai isu yang dihadapi. Telaah ini
digunakan untuk mengungkap sisi filosofis permasalahan serta pola pikir yang
melahirkan sesuatu yang relevan dengan perkembangan dimasa kini. Dalam
penulisan ini yang menjadi dasar sejarah adalah mengenai sejarah
terbentuknya mahkamah konstitusi di Amerika Serikat yang kemudian
mempengaruhi lembaga peradilan di dunia, serta kewenangan Mahkamah
Konstitusi dalam menguji UUD 1945 guna penegakan Hak Asasi Manusia
agar sesuai dengan Konstitusi.
E. Kerangka Teori dan Konseptual
Dalam penulisan ini, teori dan konsep yang dipakai merupakan butir
analisa kesebelas yang terdapat di dalam buku kumpulan materi Politik
Hukum 2, sebagai dasar teori dalam menganalisa dan melakukan perspektif
terhadap suatu teori. Berikut uraian dari teori yang dijadikan sebagai bahan
analisa penulisan :
The Supreme Court-How it Was, How It is (Marburry vs Madison)6
Teori ini menjelaskan mengenai sejarah dari doktrin judicial review oleh John
Marshall dan juga menjelaskan sejarah terbentuknya Mahkamah Konstitusi di
6 William H. Rehnquiest, The Supreme Court : How It Was, How Is It, New York : William
Morrow, 1989, at 99-114 dalam Satya Arinanto, 2001, Politik Hukum 3, Program Pascasrjana Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, Hal. 2-17.
5
Amerika Serikat yang kemudian mempengaruhi sistem hukum diseluruh
dunia.
Kasus Marbury Versus Madison merupakan kasus yang terjadi di
Amerika Serikat yang menjadi kasus bersejarah dalam sepanjang perjalanan
hukum Amerika Serikat. Pada tahun 1803 John Marshall merupakan sosok
yang berperan penting dalam penanganan kasus tersebut.
Dalam kasus ini dijelaskan bahwa pemilihan umum pada tahun 1800,
John Adams dikalahkan oleh Thomas Jefferson untuk periode keduanya.
Pada masa peralihan tersebut, dinilai John Adams melakukan upaya-upaya
politik sebagai langkah prevensi dengan menempatkan beberapa koleganya
didalam jabatan-jabatan penting, seperti misalnya, John Marshall yang waktu
itu sebagai secretary of state diangkat menjadi ketua Mahkamah agung. Pada
saat itu, John Marshall yang masih menjabat sebagai Secretary Of State,
merangkap menjadi ketua Mahkamah agung menandatangani surat-surat
peralihan pemerintahan. Akan tetapi terjadi konflik dalam proses tersebut
dimana surat-surat itu ditahan oleh James Madison yang diangkat oleh
President thomas Jefferson sebagai Secretary Of State menggantikan John
Marshall.
Atas dasar penahanan surat-surat penting tersebut, Willian Marbury
DKK melayangkan gugatan ke Mahkamah Agung dimana hakim pada saat itu
adalah John Marshall, agar memerintahkan pemerintah Pemerintah melalui
kewenangnannya berdasarkan dengan Judiciary Act Tahun 1789 untuk
mengeluarkan
Writ
of
Mandamus
dalam
menyerahkan
surat-surat
pengangkatan.7
7 Ibid.
6
Dalam putusan John Marshall8, secara jelas membenarkan bahwa
Mahkamah agung membenakan Willian Marbury dan berhak atas surat-surat
tersbut, namun, Mahkamah agung dalam putusannya menyatakan tidak
berhak untuk memerintahkan pemerintah untuk menyerahkan surat-surat
pengengkatan tersebut karena ditentukan dalam Judiciary act ternyata
bertentangan dengan article 3 Section 2 Konstitusi Amerika Serikat. Akan
tetapi, yang menjadikan keputusan John Marshall kemudian begitu sangatlah
kontroversial adalah dikarenakan alasannya terhadap penolakan terhadap
permintaan
penggugat
yang
memerintahkan
Mahkamah Agung
atas
kewenangannya yang dicantumkan dalam Section 13 Judiciary Act Tahun
1789 untuk memerintahkan aparat pemerintahan mengeluarkan Writ of
Mandamus. Menurut keputusannya, hal tersebut inkonstitusional, yaitu
bertentangan dengan Konstitusi Amerika Serikat, yang mengaturmengenai
Original Juridiction Mahkamah Agung yang terdapat dalam Article III, yang
berbunyi : “The Supreme Court shall have original Jurisdiction in all cases
affecting ambassadors, other public ministers and consuls, and those in
which a state shall be a party, In all other cases, the Supreme Court shall
have appellate jurisdiction.”
Putusan Mahkamah agung tersebut yang kemudian dikenal sebagai
Doktrin John Marshall yang memperkenalkan dicatat dalam sejarah hukum
dunia sebagai cikal bakal Judicial Review dan konsep dimana hakim
seharusnya dapat menfsirkan Undang-Undang jika bertentangan dengan
amanat dasar konstitusi., sehingga kewenangan dasar yang dilakukan John
Marshall pada waktu itu adalah mengesampingkan referensi dari Undang8 Ibid.
7
Undang dan merujuk pada konstitusi Amerika Serikat dalam perkarayang
sedang diperiksa
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi
Indonesia.
1. Konsep Hak Asasi Manusia di Indonesia
9
9 Latar belakang ketiga generasi hak asasi manusia dibedakan pada tiap-tiap
perkembangannya misalnya: generasi hak asasi manusia pertama dipengaruhi oleh filsafat politik
8
Sebenarnya hingga saat ini belum ada suatu definisi HAM yang baku dan
bersifat otoritatif (mengikat). Berkaitan dengan hal itu, H. Victor Condé
mengatakan bahwa belum ada definisi HAM yang diterima secara universal
dan otoritatif. Banyak yang mendefinisikannya sebagai suatu klaim yang
dapat dipaksakan secara hukum atau hak yang dimiliki oleh manusia vis-á-vis
pemerintahan negara sebagai perlindungan terhadap martabat manusia yang
bersifat melekat dari manusia. Definisi HAM lainnya yang telah dikenal yaitu
HAM secara umum dapat didefinisikan sebagai hak-hak yang melekat pada
diri manusia dan tanpa hak tersebut kita tidak dapat hidup sebagai manusia.
10
Gagasan mengenai hak asasi manusia ditandai dengan munculnya
konsep hak kodrati (natural rights theory) dimana pada zaman kuno yaitu
filsafat stoika hingga ke zaman modern dengan tulisan-tulisan hukum kodrati
Thomas Aquinas, Hugo de Groot dan selanjutnya pada zaman pasca
Reinaisans, John Locke mengajukan pemikiran tentang hukum kodrati
sehingga melandasi munculnya revolusi yang terjadi di Inggris , Amerika
Serikat dan Perancis pada abad 17 dan 18.
Berkembangnya ide tentang perlindungan terhadap HAM relatif baru
yaitu sejak awal dan pertengahan abad ke-20 bersamaan dengan meluasnya
aspirasi dekolonisasi negara-negara yang dijajah dunia barat. Sebelumnya,
ide tentang perlindungan terhadap HAM itu tumbuh dilingkungan negaraindividualisme liberal dan doktrin sosial ekonomi laizerfaire yang lebih menghargai ketiadaan
intervensi dari pemerintah dalam pencarian martabat manusia; generasi kedua yang mendasarkan pada
tradisi sosialis melalui gerakan-gerakan kesejahteraan yang menuntut peran lebih dari pemerintah
untuk menjamin hak-hak dari rakyat; generasi ketiga, lebih kepada hak- merupakan rekonseptualisasi
dari kedua generasi sebelumnya berdasarkan keinginan.
10 H. Victor Condé, 1999, A Handbook of International Human Rights Terminology, Lincoln
N.E.: University of Nebraska Press, hlm. 15. Hal itu dinyatakan sebagai berikut: “There is no
universally accepted and authoritative definition of human rights. Many define it as a legally
enforceable claim or entitlement that is held by an individual human being vis-á-vis the state
government for the protection of the inherent human dignity of the human being”.
9
negara Barat sendiri yang oleh para ilmuwan dikemudian hari dikaitkan
dengan gerakan-gerakan pembebasan yang timbul di Eropa, mulai abad ke13 sampai akhir abad ke-18.11 Sebenarnya, beberapa prinsip hak asasi
manusia juga sudah tumbuh dalam tradisi politik indonesia itu sendiri jauh
sebelum bangsa barat datang ke indonesia. Malah, oleh Muhammad Yamin
dikatakan bahwa dalam lingkaran peradaban bangsa indonesia sejak beratusratus tahun lamanya, setiap manusia memang mempunyai hak dan kewajiban
terhadap diri sendiri, kepada keluarga, kepada masyarakat, dan kepada
negara. Hak dan kewajibannya itu menurut muhammad yamin diakui dan
diatur melalui hukum adat. Bahkan ada juga sebagian yang sudah dituliskan.
Sebelum membahas mengenai sejarah HAM di Indonesia, perlu dikaji
mengenai pemikiran tentang hukum kodrati 12 berakar dari kekuatan
konservatif yang ingin melindungi properti-properti tertentu dengan selimut
suci yang merupakan cikal bakal munculnya keprcayaan untuk melindungi
HAM.
Motif tersebut diakui sebagai hak fundamental dari setiap individu
dalam hidupnya. Namun uniknya dibalik sifat konservatif gagasan hukum
kodrati tadi, ternyata tersimpan juga motif yang revolusioner, hal ini terbukti
ketika pemikiran hukum kodrati tentang kesetaraan manusia terkandung
dalam dokumen hukum di Amerika dan Perancis yang bertujuan untuk
melindungi hakhak asasi manusia. 13
11 Ibid.
12 Scott Davidson, Hak Asasi Manusia, Sejarah, Teori dan Praktek dalam Pergaulan
Internasional,
Grafiti, jakarta, 1994, hlm. 2.
13 Antonius Cahyadi dan E Fernando M Manulang,2008, Pengantar filsafat Hukum, cet. 2,
Kencana, Jakarta, hlm. 42.
10
Namun, dari filosofi tersebut muncullah perlawanan bertolak dari
keyakinan baru bahwa kekuasaan pemerintahan mestilah dirujukkan ke
kedaulatan rakyat, dan tidak langsung ke kekuasaan Tuhan. Inilah kedaulatan
manusia-manusia yang semula diperintah sebagai hamba-hamba oleh para
raja yang pandai berkilah bahwa titah-titah adalah merupakan representasi
kehendak Tuhan.
Hukum HAM internasional memperluas alasan diskriminasi. UDHR
menyebutkan beberapa alasan diskriminasi, antara lain: ras, warna kulit, jenis
kelamin, bahasa, agama, pendapat politik atau opini lainnya, nasionalitas atau
kebangsaan, kepemilikan akan suatu benda (property), kelahiran atau status
lainnya. Semua itu merupakan alasan yang tidak terbatas dan semakin
banyak pula instrumen yang memperluas alasan diskriminasi termasuk di
dalamnya orientasi seksual, umur dan cacat tubuh. 14
Inilah kedaulatan rakyat awam yang kini telah mampu berartikulasi
untuk menuntut pengakuan atas statusnya yang baru warga bebas
pengemban hak yang kodrati, atas dasar keyakinan bahwa suara kolektif
mereka adalah sesungguhnya suara Tuhan. Vox populi, “vox Dei” Di sinilah
bermulanya pemikiran ulang tentang batas-batas kewenangan raja di satu
pihak dan luasnya hak dan kebebasan rakyat yang asasi di lain pihak. Dalam
pemikiran baru ini, kuasa raja atau kepala negara beserta aparatnya itu kini
tidak lagi boleh dikonsepkan sebagai refleksi kekuasaan Tuhan yang oleh
sebab itu juga tak terbatas. Kekuasaan negara itu mestilah terbatas dan
punya batas, dibatasi oleh dan berdasarkan perjanjiannya dengan rakyat.
15
14 Wiliam R. Slomanson, 2000, Fundamental Perspectives on International Law, 3rd
Edition, Belmont:
Wadsworth, hlm. 172.
15 Mohammad Ryan Bakry, 2010, Implementasi Hak Asasi Manusia, FH UI, hlm. 28.
11
Kekuasaan negara di tangan penguasa-penguasa pemerintahan tidak
lagi dikonsepkan sebagai kekuasaan yang berasal dari kuasa Tuhan, atas
dasar perjanjian dengan-Nya, entah itu Perjanjian Lama entah itu Perjanjian
Baru. Demikian antara lain oleh Jean J. Rousseau yang menulis Du Contract
Social pada tahun 1776. Rousseau inilah yang menteorikan suatu dasar
pembenar moral falsafati bahwa rakyat yang bukan lagi kawula, melainkan
warga itu, lewat proses-proses politik yang volunter dan sekaligus
konstitusional, bersetuju untuk membatasi kebebasannya pada suatu waktu
tertentu berkenaan dengan kasus-kasus tertentu demi dimungkinkannya
terwujudnya kekuasaan pemerintahan pada waktu tertentu untuk urusan
tertentu.16
Konsep dasar HAM di Indonesia dapat ditemukan peraturannya dalam
UUD 1945. Indonesia sendiri menyusun UUD 1945 sebelum adanya The
Universal Declaration of Human Rights, namun ide-ide hak asasi manusia
yang tercermin dalam deklarasi tersebut sudah diketahui oleh para the
founding father indonesia dalam sidang BPUPKI pada tahun 1945.100 Rapat
besar BPUPKI yang diselenggarakan pada tanggal 15 juli 1945 menyimpan
memori tentang perlu tidaknya pengaturan tentang HAM dicantumkan dalam
UUD 1945. Oleh karena itu, ketentuan yang berkenaan dengan hak asasi
manusia dapat dikatakan dimuat secara terbatas dalam UUD 1945, yaitu
16 Menurut Satya Arinanto, generasi-generasi HAM dibagi atas tiga: (1). Generasi pertama,
pemikiran mengenai konsepsi HAM yang sejak lama berkembang dalam wacana para ilmuwan sejak
era enlightment di eropa, meningkat menjadi dokumen-dokumen hukum internasional yang resmi.
Puncaknya adalah penandatanganan Universal Declaration of Human Right. Elemen dasar konsepsi
HAM adalah soal prinsip Integritas manusia, kebutuhan dasar manusia, dan prinsip kebebasan sipil;
(2). Generasi kedua konsepsi HAM mencakup pula upaya menjamin pemenuhan kebutuhan untuk
mengejar ekonomi, sosial dan kebudayaan; (3).konsepsi ini mencakup pengertian mengenai hak atas
pembangunan. (dalam Mohammad Ryan Bakry, 2010, Implementasi Hak Asasi Manusia, FH UI, hlm.
29)
12
sebanyak tujuh pasal saja.17 Sedikitnya pasal-pasal yang berbicara langsung
tentang hak asasi manusia dalam UUD 1945 bukan karena naskah UUD ini
disusun sebelum adanya Universal Declaration of Human Rights.18
Oleh karena itu ide untuk mengadopsi perlindungan hak asasi manusia
itu, terus diperjuangkan oleh berbagai kalangan, lahirnya pemerintahan Orde
Baru, adalah untuk melindungi HAM. Berpedoman kepada pengalam orde
lama yang kurang mengindahkan hak asasi warga negara, sidang umum
Majelis Permusyawaratan Rakyat sementara ke IV menetapkan ketetapan
MPRS snomor XIV/MPRS/1966 yang memerintahkan antara lain penyusunan
piagam hak asasi manusia. Artinya, Majelis Permusyawaratan Rakyat
menyadari ketidaklengkapan Undang-Undang Dasar 1945 dalam mengatur
hak asasi manusia. Berdasarkan TAP MPRS tersebut dibentuklah panitiapanitia ad hoc, yang dalam penyusunannya mengundang para sarjana,
cendikiawan dan tokoh masyarakat untuk memberikan ceramah tentang
HAM. Berdasarkan bahan-bahan yang berhasil dihimpun panitia menyusun
suatu piagam tentang Hak-hak Asasi dan Hak-hak serta kewajiban Warga
Negara.
Setelah masa reformasi, perubahan UUD 1945 adalah dianggap
sebagai sesuatu yang niscaya. Bahkan, perubahan UUD 1945 itu sendiri
merupakan puncak dari aspirasi dari gerakan reformasi itu sendiri. Materi
yang semula hanya tujuh butir sekarang telah bertambah dengan signifikan,
perumusannya menjadi lebih lengkap dan menjadikan UUD NRI 1945
17 Harun Al Rasyid, 2007, Naskah Undang-Undang 1945 Sesudah Empat Kali di Ubah
Oleh MPR, cet. 1, UI Press, hlm. 178.
18 Pada tahun 1945 telah ada Declaration of Independent Amerika Serikat dan Declaration
des Droit de l’homme et du Citoyen Perancis, yang dijadikan bahan untuk penyusunan pasal-pasal
tentang hak asasi manusia yang lebih lengkap dari apa yang kemudian disepakati dalam UUD 1945.
13
merupakan salah satu UUD yang paling lengkap memuat perlindungan
terhadap hak asasi manusia. Dengan disahkannya perubahan satu sampai ke
empat UUD NRI 194519 pada tahun 2002, yang dimuat dalam BAB XA
tentang Hak Asasi Manusia, pasal 28A sampai dengan 28 J, yaitu: 20
1) Pasal
28A.
Setiap
orang
berhak
untuk
hidup
serta
berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya .21
2) Pasal 28 B. Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan
keturunan melalui perkawinan yang sah (1), setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (2).
22
3) Pasal 28C. Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia
(1),
Setiap
orang
berhak
untuk
memajukan
dirinya
dalam
memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat,
bangsa, dan negaranya (2). 23
4) Pasal 28D. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan
dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan
hukum (1), Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan
dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (2), Setiap
19 Perubahan pertama tahun 1999 dalam sidang umum MPR, kedua kali dalam sidang
tahunan 2000 MPR, ketiga kali dalam sidang tahunan 2001 MPR dan yang keempat sidang tahunan
MPR 2002.
20 Harun Al Rasyid, 2007, Naskah Undang-Undang 1945 Sesudah Empat Kali di Ubah Oleh
MPR, cet. 1, UI Press, Jakarta, hlm. 105-109.
21 Lihat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 A.
22 Lihat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 B.
23 Lihat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 C.
14
warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan (3) dan, setiap orang berhak atas status kewarganegaraan
(4). 24
5) Pasal 28E. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut
agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan,
memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya serta berhak kembali (1), Setiap orang berhak atas
kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai
dengan hati nuraninya (2), Setiap orang berhak atas kebebasan
berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat (3). 25
6) Pasal 28F. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta
berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang
tersedia.
7) Pasal 28G. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya,
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dariancaman ketakutan
untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi (1),
Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang
merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka
politik dari negara lain (2).26
8) Pasal 28H Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, clan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
24 Lihat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 D.
25 Lihat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 F.
26 Lihat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 G.
15
berhak memperoleh pelayanan kesehatan (1), Setiap orang berhak
mendapat
kemudahan
dan
perlakuan
khusus
untuk
memperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan
keadilan (2), Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat
(3), Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik
tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenangwenang oleh siapa pun
(4) .27
9) Pasal 28I . Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan
pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak
untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak
dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia
yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun (1), Setiap orang
berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun
dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat
diskriminatif itu (2), Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional
dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban (3),
Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia
adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah (4), Untuk
menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip
negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaar, hak asasi - manusia
dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan (5) .
10) Pasal 28J. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain
dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (1),
Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk
27 Lihat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 I.
16
kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan
maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan
atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang
adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilainilai agama, keamanan, dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis (2). 28
2. Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia
Sejak memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945,
Indonesia telahbeberapa kali merubah konstitusi. Perjalanan perubahan
konstitusi indonesia setidaknya dibagi menjadi 4 periode, diantaranya UUD
1945, Konstitusi RIS 1949, UUDS 1950, amandemen UUD 1945. Dan seiring
dengan perubahan konstitusi tersebut, jaminan tentangadanya perlindungan
HAM juga mengalami perubahan.
a. UUD 1945
UUD 1945Konstitusi yang pertama kali di pakai oleh Indonesia adalah UUD
1945 yang sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya diatur dalam pasal 28A
sampai dengan pasal 28J. Di dalamUUD 1945 ini setidaknya ada tiga
pandangan.29
Bambang
Pandangan pertama dikemukakan oleh Mahfudz MD dan
Sutiyoso.
Kelompok
ini
berpendapat
bahwa
UUD
1945
tidakmemberikan jaminan atas HAM secara komperhensif. Istilah HAM yang
tidak ditemukansecara eksplisit di dalam pembukaan, batang tubuh maupun
penjelasannya kemudiandijadikan alasan bahwa sebenarnya UUD 1945 tidak
memberikan perhatian pada HAM.
Perumusan Hak Asasi Manusia dalam Undang-Undang Dasar 1945
sebenarnya sudah mulai diperjuangkan sejak zaman kemerdekaan terutama
28 Lihat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 J.
29 Majda El-Muhtaj, 2007, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia, Kencana, Jakarta, hlm.
94-95.
17
sejak berdirinya Serikat Dagang Islam Sampai dengan perdebatan dalam
sidang Badan Pekerja Untuk Usaha Persiapan Kemerdekaan Republik
Indonesia (BPUPKI) 30
UUD 1945 menurut Mahfudz tidak berbicara apapun tentang HAM
universal kecualidalam dua hal, yaitu sila keempat pancasila yang
meletakkan asas kemanusiaan yang adildan beradab dan pasal 29 yang
menderivasikan jaminan kemerdekaan tiap pendudukuntuk memeluk agama
dan beribadah. Hal ini menurut Mahfudz memberi kesan bahwapembukaan
dan
batang
tubuh
tidak
memiliki
semangat
yang
kuat
dalam
memberikanperlindungan HAM. Kondisi ini menurut Mahfud merupakan
salah satu penyumbangpenyebab terjadinya pelanggaran HAM di negara
indonesia.Soedjono Sumobroto, Marwota, Azhari, dan Dahlan Thaib memiliki
pandanganyang berseberangan dengan kelompok pertama. Dalam hal ini
kelompok ini melihatbahwa UUD 1945 memberikan jaminan atas HAM
secara komperhensif. 31
Pandangan inididasarkan
bahwa
UUD
1945
mengangkat
fenomena HAM yang hidup dikalangan masyarakat. Atas dasar itu, HAM
yang tersirat di dalam UUD 1945 bersumber pada falsafah
pandangan
hidup
bangsa,
yaitu
Pancasila.
dasar
Penegakan
dan
HAM
diindonesia sejalan dengan implementasi dari nilai-nilai Pancasila dalam
kehidupan ber-negara dan berbangsa. Dengan kata lain, Pancasila
merupakan nilai-nilai HAM yanghidup dalam kepribadian bangsa.Senada
dengan hal tersebut, bila dikaji baik dalampembukaan, batang tubuh maupun
30Jimly Asshiddiqie, 2007, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Pasca Reformasi, Bhuana Ilmu
Populer, Jakarta, hlm. 627.
31 Hani Barizatul Baroroh, Jurnal Hukum “Jaminan Hak Asasi Manusia Dalam Kosntitusi, hlm. 4.
18
penjelasan akan ditemukan setidaknya ada lima belasprinsip hak asasi
manusia. Prinsip tersebut antara lain; 32
(1) hak untuk menentukan nasibsendiri
(2) hak akan warga negara
(3) hak akan kesamaan dan persamaan dihadapanhukum
(4) hak untuk bekerja
(5) hak untuk hidup layak
(6) hak untuk berserikat
(7) hak untuk menyatakan pendapat
(8) hak untuk beragama
(9) hak untuk membela negara
(10) hak untuk mendapatkan pengajaran
(11) hak akan kesejahteraan sosial
(12) hakakan jaminan sosial
(13) hak akan jaminan sosial
(14) hak akan kebebasan dan kemandirian peradilan
(15) hak mempertahankan tradisi budaya
(16) hakmempertahankan bahasa daerah.
Kelompok
ketiga
didukung oleh
Kuntjoro
G.J.Wolhoffdan
Purbopranoto,
M.Solly Lubis. Mereka berpandangan bahwa UUD 1945
hanya memberikan pokok-pokokjaminan atas HAM. Menurut Kuntjoro
jaminan UUD 1945 terhadap HAM bukannyatidak ada, melainkan dalam
ketentuan-ketentuannya
UUD
1945
mencantumkannyasecara tidak
sistematis. M. Solly Lubis juga menegaskan bahwa ketika demokrasi
diakuisebagai pilihan terbaik bagi sistem dan arah kehidupan sebuah
bangsa, pada umumnyaorang tiba pada suatu prinsip umum bahwa pada
hakikatnya hak-hak asasi itu haruslahmendapat jaminan sesuai dengan asas
demokrasi yang berlaku dan mendasari sistempolitik dan kekuasaan yang
sedang berjalan. UUD 1945 menurutnya tetap mengandungpengakuan dan
jaminan yang luas mengenai hak-hak asasi walaupun harus diakui
secararedaksional formulasi mengenai hak-hak itu sangat sederhana dan
singkat.
32 Lihat Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Jimly Asshiddqie, 2008, Pokok-Pokok Hukum
Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, hlm. 318..
19
Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) 33
tidak hanya didasari oleh keinginan untuk hidup berbangsa dan bernegara
secara
demokratis. Terdapat alasan lain yang mendukung untuk dilakukannya
perubahan itu misalnya saja menghindarkan dari pemerintahan diktator.
b. Konstitusi RIS
Dalam konstitusi RIS 1949 berbeda dengan Undang-Undang Dasar 1945,
Konstitusi RIS 1949 ini memberika pembedaan dalam perlindungan Hak
Asasi Manusia (HAM) dengan Hak Asasi Warga Negara (HAW). 34
Konstitusi RIS 1949 mengatur tentang hak asasi manusia dalam
Bagian V yang berjudul “Hak-Hak dan Kebebasan-Kebebasan Dasar
Manusia”. Pada bagian tersebut terdapat 27 pasal, dari Pasal 7 sampai
dengan Pasal 33.370 Pasal-pasal tentang hak asasi manusia yang isinya
hampir seluruhnya serupa dengan Konstitusi RIS 1949 juga terdapat dalam
UUDS 1950.35 Di dalam UUDS 1950, pasal-pasal tersebut juga terdapat
dalam Bagian V yang berjudul “Hak -Hak dan Kebebasan-Kebebasan Dasar
Manusia”. Bagian ini terdiri dari 28 pasal, dari Pasal 7 sampai dengan Pasal
34.36
Konstitusi RIS atau sering disebut dengan konstitusi republik indonesia
serikat tahun 194937 berawal dari berakhirnya perang dunia II yang membuat
33 Mochtar Parbottinggi dan Abdul Mukthie Fadjar, 2002, Konstitusi Baru melalui
KomisiKonstitusi Independen, Sinar Harapan, Jakarta, hlm. 37-38.
34 Rike Yolanda Sari, 2009, Pemeriksaan Constitutional Complaint di Mahkamah Konstitusi
sebagai Upaya Perlindungan Pemenuhan Hak-Hak Warga Negara, FHUI, Jakarta, hlm. 28.
35 Suradji, Pularjono, dan Tim Redaksi Tatanusa, eds., hlm. 88 – 94; Mengenai tiga UUD
tersebut, sebagai bahan pembanding, lihat pula Ghalia Indonesia, 1981, Tiga Undang-Undang Dasar:
UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, dan UUDS 1950, Jakarta.
36 Lihat Suradji, Pularjono, dan Tim Redaksi Tatanusa, eds., Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia, PT Tatanusa, Jakarta, 2000 hlm. 139 – 144. Tentang uraian mengenai beberapa
macam HAM dalam perspektif 3 (tiga) UUD yang pernah berlaku di Indonesia – UUD 1945 (sebelum
mengalami perubahan), Konstitusi RIS 1949, dan UUDS 1950 – lihat Miriam Budiardjo, 1985,
Dasar-dasar Ilmu Politik, PT Gramedia, Jakarta, hlm. 129 – 137; Lihat pula Adnan Buyung Nasution
(a), op. cit. hlm. 131 – 254.
37 Ni`Matul Huda, 2010, Ilmu Negara, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 165.
20
jepang kalah dan pergi dari Indonesia, hal ini di manfaatkan oleh pemerintah
Belanda untuk masuk kembali menjajah Indonesia dengan melakukan Agresi,
dalam keadaan terdesak tersebut Indonesia atas pengaruh Perserikatan
Bangsa-Bangsa pada Tanggal 23 Agustus 1949 mengadakan Konferensi
Meja Bundar dengan hasil kesepakatan mengenai tiga hal, yaitu:
1. Mendirikan Negara Republik Indonesia Serikat;
2. Penyerahan kedaulatan kepada RIS yang berisi 3 hal, yaitu:
(a) Piagam penyerahan kedaulatan dari Kerajaan Belanda kepada
Pemerintah RIS;
(b) Status uni; dan
(c) Persetujuan perpindahan
3. Mendirikan uni antara Republik Indonesia Serikat dengan Kerajaan
Belanda.38
Maka untuk membentuk Negara Republik Indonesia Serikat diubahlah
Konstitusi UUD 1945 menjadi Konstitusi RIS.
Dalam konstitusi RIS 1949 berbeda dengan Undang-Undang Dasar
1945, Konstitusi RIS 1949 ini memberika pembedaan dalam perlindungan
Hak Asasi Manusia (HAM) dengan Hak Asasi Warga Negara (HAW).
39
Babakan sejarah selanjutnya ternyata berpaling kembali ke UndangUndang Dasar 1945, ketika melalui Keppres Nomor 150 Tahun 1959
tertanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno antara lain menyatakan bahwa
Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan berlaku kembali.373 Kembalinya
Republik Indonesia ke Undang-Undang Dasar 1945 berarti juga berlakunya
kembali ketentuan-ketentuan tentang hak asasi manusia yang tercantum di
dalamnya. Pada masa awal Orde Baru, Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara (MPRS) telah berhasil merancang suatu dokumen yang diberi
nama “Piagam Hak-Hak Asasi Manusia dan Hak-Hak Serta Kewajiban Warga
38 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi Dan Konstitusionalisme Indonesia, 2006, Konstitusi Press,
Jakarta,hlml. 45.
39 Rike Yolanda Sari, 2009, Pemeriksaan Constitutional Complaint di Mahkamah Konstitusi
sebagai Upaya Perlindungan Pemenuhan Hak-Hak Warga Negara, FHUI, Jakata, hlm. 28.
21
Negara.”374 Di samping itu, sambil menunggu berlakunya Piagam tersebut,
Pimpinan MPRS ketika itu juga menyampaikan “Nota MPRS kepada Presiden
dan DPR tentang Pelaksanaan Hak-Hak Asasi Manusia”. 40
c.
UUDS 195041
Dalam Konstitusi RIS Tahun 1949, ide negara hukum itu bahkan tegas
dicantumkan. Demikian pula dalam UUDS Tahun 1950, kembali rumusan
bahwa Indonesia adalah negara hukum dicantumkan dengan tegas. Oleh
karena itu, dalam Perubahan Ketiga tahun 2001 terhadap UUD Negara
Republik
Indonesia
Tahun
1945,
ketentuan
mengenai
ini
kembali
dicantumkan tegas dalam Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi: “Negara Indonesia
adalah Negara Hukum”. Kiranya, cita negara hukum yang mengandung 13
ciri seperti uraian di atas itulah ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 itu sebaiknya kita pahami.
Meskipun begitu Bila dibandingkan antara Konstitusi RIS dan UUDS
1950, hak-hak asasi manusia yang diatur dalam Konstitusi RIS diatur secara
lebih lengkap dan dibagi dalam bagian tersendiri misalnya kewajiban dan
hak negara dan warga negara Oleh UUDS 1950 ini, yaitu dalam bagian V
meliputi 27 Pasal. Koentjoro menyatakan bahwa kedua konstitusi yaitu
konstitusi RIS dan UUDS 1950 adalah satu-satunya dari segala konsitusi
yang telah berhasil memasukkan hak asasi manusai seperi putusan UNO
kedalam Piagam Konstitusi.42
40 A.H. Nasution (b), 1989, Memenuhi Panggilan Tugas, Jilid 7: Masa Konsolidasi Orde
Baru, CV Haji Masagung, Jakarta, hlm. 289 – 295.
41 Dalam Supomo, Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, PT Pradnya
Paramita, Jakarta, 1974.
42 Koetjoro Poerbopranoto, 1953, Hak-Hak Manusia dan Pancasila Dasar Negara Republik
Indonesia, Groningen, J.B. Wolters, Jakarta, hlm. 92.
22
d. Amandemen UUD 194543
Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak
hanya didasari oleh keinginan untuk hidup berbangsa dan bernegara secara
demokratis. Terdapat alasan lain yang mendukung untuk dilakukannya
perubahan itu, yaitu :44
1)
UUD 1945 pada hakekatnya belum pernah ditetapkan sebagai
konstitusi RI yang resmi oleh badan perwakilan pilihan rakyat, kecuali
kesepakatan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dan melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Pada masa pemerintahan Orde Baru Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR) yang anggotanya sebagian besar adalah Golonga Karya pernah
43 Perangkat hukum berkaitan dengan hak asasi manusia yang telah dimiliki Indonesia di
antaranya:
A. Undang-Undang Dasar 1945
1. Undang Undang Dasar 1945
2. Amandemen Pertama UUD 1945
3. Amandemen Kedua UUD 1945
4. Amandemen Ketiga UUD 1945
5. Amandemen Keempat UUD 1945
B. Tap MPR-RI Nomor : XVIII/MPR/1998 Tahun 1998 tentang Hak Asasi Manusia.
C. UU 20/1999: Konvensi ILO Mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja
UU 1/2000 : Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak
UU 12/1995: Pemasyarakatan
UU 19/1999: Konvensi ILO Mengenai Penghapusan Kerja Paksa
UU 21/1999: Konvensi ILO Mengenai Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan
UU 26/2000: Pengadilan Hak asasi manusia
UU 29/1999: Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial 1965
UU 3/1997 : Pengadilan Anak
UU 39/1999: Hak Asasi Manusia
UU 4/1979 : Kesejahteraan Anak
UU 5/1998 : Menentang Penyiksaan
UU 7/1984 : Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan
UU 9/1999 : Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum
UU 11/2005: Ratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak Sosial, Ekonomi dan Budaya
UU 12/2005: Ratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik
Selengkapnya dapat dilihat di www.ham.go.id/sjdi_first di Akses pada 9 Mei 2016, Pukul 21.00 WIB.
44 Mochtar Parbottinggi dan Abdul Mukthie Fadjar, Op.Cit, hlm. 37-38.
23
menetapkan TAP MPR yang di dalamnya mengatur tentang referendum
terhadap UUD 1945. Di dalam kepemimpinan Era Orde Baru itu
dikatakan merupakan rekayasa oleh Rezim Soeharto yang telah
melakukan amandemen konstitusi dengan cara yang bertentangan
dengan UUD 1945 sendiri.
Satu hal yang menarik bahwa meskipun UUD 1945 adalah hukum
dasar tertulis yang didalamnya memuat hak-hak dasar manusia serta
kewajiban yang bersifat dasar, namun istilah HAM itu sendiri sebenarnya
tidak dijumpai dalam UUD 1945, baik dalam pembukaan, batang tubuh,
maupun penjelasannya, yang ditemukan bukanlah HAM, tetapi hanyalah
hak dan kewajiban warga negara.45
2) UUD 1945 tidak sesuai dengan perkembangan praktek kenegaraan
sekarang, UUD 1945 dianggap terlalu sederhana, banyak kelemahan
dan
kekurangannya
sehingga
cenderung
multi
tafsir.
Berbicara
kelemahan UUD 1945 yang dimaksud maka sifat executive heavy
adalah salah satu contohnya dalam pelaksanaan UUD 1945.Karena
sistemnya yang eksecutive heavy sehingga penafsiran konstitusi yang
dianggab benar adalah penafsiran yang dibuat atau dianut oleh
presiden.
Praktek pelaksanaan UUD tahun 1945 selama beberapa masa
pemerintahan yang pernah ada di Indonesia setelah Proklamasi
kemerdekaan memiliki ciri sistem pemerintahan berdasarkan konstitusi
yang pernah diberlakukan di Indonesia. Menurut para sarjana dalam
beberapa masa pemerintahan yang pernah memerintah di Indonesia
45 Mahfud Md, Demokrasi dan Konstitusi,(Jakarta: Rineka Cipta, 2000), Hal. 156. HAM
jenis ini oleh Mahfud MD disebut sebagai HAM yang partikularistik. Antara HAM dan HAW adalah
dua konsep yang berbeda, HAM mendasarkan diri pada paham bahwa secara kodrat manusia,
dimanapun mempunyai hak-hak bawaan yang tidak bisa dipindah, diambil dan dialihkan,sementara
yang terakhir hanya mungkin diperoleh karena seseorang memiliki status sebagai warga negara. Hal
ini dapat dijumpai pada Pasal 26,27,28, dan 29.
24
sistem pemerintahan yang dianut oleh Indonesia adalah sistem
pemerintahan presidensil dilihat dari ciri-ciri yang termuat dalam UUD
194546 Salah satunya adalah menurut Jimly Asshiddqie bahwa Indonesia
berdasarkan Undang-Undang Dasar yang disahkan oleh PPKI tanggal
18
Agustus
1945
sistem
pemerintahannya
menganut
sistem
presidensil.47
Undang-undang Dasar tahun 1945 dalam pembentukannya
tidak
menyatakan
secara
tegas
Indonesia
menganut
sistem
pemerintahan presidensil atau sistem pemerintahan parlementer.
Menurut M. Yamin48, para penyusun UUD 1945 dengan tegas
menyatakan bahwa sistem pemerintahan kita berlainan dengan sistem
presidensil di Ameria Serikat dan berbeda dengan sistem parlementer
yang diterapkan oleh Inggris.
Indonesia memiliki sistem
pemerintahan
sendiri
yang
berlandaskan pada konstitusi yaitu UUD 1945. Di dalam penjelasan
UUD 1945 dikenal tujuh kunci pokok sistem pemerintahan Indonesia.
Tujuh kunci pokok itu antara lain :
1) Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (Rechtsstaat).
2)
Sistem konstitusional.
3) Kekuatan negara yang tertinggi berada di tangan Majelis
4)
Permusyawaratan Rakyat.
Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi
5)
di bawah majelis.
Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan
6)
7)
Rakyat (DPR).
Menteri negara ialah pembantu presiden.
Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas.
46 Moh. Mahfud MD, 2009, Politik hukum di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 377.
47 Ibid.
48 Jimly Asshiddqie, 2008, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi,
Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, hlm. 320.
25
B. Implementasi
Penegakan
Hak
Asasi
Manusia
Melalui
Mahkamah Konstitusi di Indonesia
1. SejarahTercetusnya Mahkamah Konstitusi 49
Membicarakan Mahkamah Konstitusi di Indonesia berarti tidak dapat lepas
jelajah historis dari konsep dan fakta mengenai judicial review, yang sejatinya
merupakan kewenangan paling utama lembaga MK. Empat momen dari
jelajah histories yang patut dicermati antara lain kasus Madison vs Marbury di
AS, ide Hans Kelsen di Austria, gagasan Mohammad Yamin dalam sidang
BPUPKI, dan perdebatan PAH I MPR pada sidang-sidang dalam rangka
amandemen UUD 1945.
Sejarah judicial review muncul pertama kali di Amerika Serikat
melalui putusan Supreme Court Amerika Serikat dalam perkara “Marbury vs
Madison” pada 1803. Meskipun Undang-Undang Dasar Amerika Serikat tidak
mencantumkan judicial review, Supreme Court Amerika Serikat membuat
putusan yang mengejutkan. Chief Justice John Marshall didukung empat
hakim
agung
membatalkan
lainnya
menyatakan
undang-undang
yang
bahwa
pengadilan
bertentangan
dengan
berwenang
konstitusi.
Keberanian John Marshall dalam kasus itu menjadi preseden dalam sejarah
Amerika yang kemudian berpengaruh luas terhadap pemikiran dan praktik
hukum di banyak negara. Semenjak itulah, banyak undang-undang federal
maupun undang-undang negara bagian yang dinyatakan bertentangan
dengan konstitusi oleh Supreme Court.50
49 Jenedjri M. Gaffar, 2001, Jurnal “Mahkamah Konstitusi, Kedudukan Fungsi, dan Peran
Mahkamah Konstitusi dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia”, Surakarta, hlm. 2-3.
50 Dalam perkara tersebut, ketentuan yang memberikan kewenangan Supreme Court untuk
mengeluarkan Writ of Mandamus pada Pasal 13 Judiciary Act dianggap melebihi kewenangan yang
diberikan konstitusi, sehingga Supreme Court menyatakan hal itu bertentangan dengan konstitusi
sebagai the supreme of the land. Namun, di sisi lain juga dinyatakan bahwa William Marbury sesuai
hukum berhak atas surat-surat pengangkatannya.
26
Kasus Marbury Versus Madison merupakan kasus yang terjadi di
Amerika Serikat yang menjadi kasus bersejarah dalam sepanjang perjalanan
hukum Amerika Serikat. Pada tahun 1803 John Marshall merupakan sosok
yang berperan penting dalam penanganan kasus tersebut. 51
Dalam kasus ini dijelaskan bahwa pemilihan umum pada tahun 1800,
John Adams dikalahkan oleh Thomas Jefferson untuk periode keduanya.
Pada masa peralihan tersebut, dinilai John Adams melakukan upaya-upaya
politik sebagai langkah prevensi dengan menempatkan beberapa koleganya
didalam jabatan-jabatan penting, seperti misalnya, John Marshall yang waktu
itu sebagai secretary of state diangkat menjadi ketua Mahkamah agung. Pada
saat itu, John Marshall yang masih menjabat sebagai Secretary Of State,
merangkap menjadi ketua Mahkamah agung menandatangani surat-surat
peralihan pemerintahan. Akan tetapi terjadi konflik dalam proses tersebut
dimana surat-surat itu ditahan oleh James Madison yang diangkat oleh
President thomas Jefferson sebagai Secretary Of State menggantikan John
Marshall. 52
Atas dasar penahanan surat-surat penting tersebut, Willian Marbury
DKK melayangkan gugatan ke Mahkamah Agung dimana hakim pada saat itu
adalah John Marshall, agar memerintahkan pemerintah Pemerintah melalui
kewenangnannya berdasarkan dengan Judiciary Act Tahun 1789 untuk
mengeluarkan
Writ
of
Mandamus
dalam
menyerahkan
surat-surat
pengangkatan.53
51Jimly Asshiddiqie, http://jimlyschool.com/read/analisis/276/sejarah-constitutional-reviewgagasan-pembentukan-mk/, Diakses 9 Mei 2016, Pukul 15.00.
52 William H. Rehnquiest, 2001, The Supreme Court : How It Was, How Is It, New York :
William Morrow, 1989, at 99-114 dalam Satya Arinanto, Politik Hukum 3, Program Pascasrjana
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, hlm. 2-17.
53 Ibid.
27
Dalam putusan John Marshall, secara jelas membenarkan bahwa
Mahkamah agung membenakan Willian Marbury dan berhak atas surat-surat
tersbut, namun, Mahkamah agung dalam putusannya menyatakan tidak
berhak untuk memerintahkan pemerintah untuk menyerahkan surat-surat
pengengkatan tersebut karena ditentukan dalam Judiciary act ternyata
bertentangan dengan article 3 Section 2 Konstitusi Amerika Serikat. Akan
tetapi, yang menjadikan keputusan John Marshall kemudian begitu sangatlah
kontroversial adalah dikarenakan alasannya terhadap penolakan terhadap
permintaan
penggugat
yang
memerintahkan
Mahkamah Agung
atas
kewenangannya yang dicantumkan dalam Section 13 Judiciary Act Tahun
1789 untuk memerintahkan aparat pemerintahan mengeluarkan Writ of
Mandamus. Menurut keputusannya, hal tersebut inkonstitusional, yaitu
bertentangan dengan Konstitusi Amerika Serikat, yang mengaturmengenai
Original Juridiction Mahkamah Agung yang terdapat dalam Article III, yang
berbunyi : “The Supreme Court shall have original Jurisdiction in all cases
affecting ambassadors, other public ministers and consuls, and those in
which a state shall be a party, In all other cases, the Supreme Court shall
have appellate jurisdiction.”54
Putusan Mahkamah agung tersebut yang kemudian dikenal sebagai
Doktrin John Marshall yang memperkenalkan dicatat dalam sejarah hukum
dunia sebagai cikal bakal Judicial Review dan konsep dimana hakim
seharusnya dapat menfsirkan Undang-Undang jika bertentangan dengan
amanat dasar konstitusi., sehingga kewenangan dasar yang dilakukan John
Marshall pada waktu itu adalah mengesampingkan referensi dari Undang54 ibid.
28
Undang dan merujuk pada konstitusi Amerika Serikat dalam perkarayang
sedang diperiksa.
MK sebagai lembaga, pertama kali diperkenalkan oleh Hans Kelsen
(1881-1973)55, pakar konstitusi dan guru besar Hukum Publik dan
Administrasi University of Vienna. Kelsen menyatakan bahwa pelaksanaan
aturan konstitusional tentang legislasi dapat secara efektif dijamin hanya jika
suatu organ selain badan legislatif diberikan tugas untuk menguji apakah
suatu
produk
hukum
itu
konstitusional
atau
tidak,
dan
tidak
memberlakukannya jika menurut organ ini produk badan legislatif tersebut
tidak konstitusional. Untuk kepentingan itu, kata Kelsen, perlu dibentuk organ
pengadilan
khusus
konstitusionalitas
berupa
constitutional
undang-undang
yang
court,
dapat
juga
atau
pengawasan
diberikan
kepada
pengadilan biasa. Pemikiran Kelsen mendorong Verfassungsgerichtshoft di
Austria yang berdiri sendiri di luar Mahkamah Agung. Inilah Mahkamah
Konstitusi pertama di dunia.56
Momen yang patut dicatat berikutnya dijumpai dalam salah satu rapat
BPUPKI.
Mohammad
Yamin
menggagas
lembaga
yang
berwenang
menyelesaikan sengketa di bidang pelaksanaan konstitusi, lazim disebut
constitutioneele geschil atau constitutional disputes.
57
Gagasan Yamin
berawal dari pemikiran perlunya diberlakukan suatu materieele toetsingrecht
(uji materil) terhadap UU. Yamin mengusulkan perlunya Mahkamah Agung
55 Jenedjri M. Gaffar, 2001, Jurnal Mahkamah Konstitusi, Kedudukan Fungsi, dan Peran
Mahkamah Konstitusi dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, Surakarta., hlm. 3.
56 Model ini sering disebut sebagai The Kelsenian Model. Model ini menyangkut hubungan
antara prinsip supremasi konstitusi (the principle of the supremacy of the Constitution) dan prinsip
supremasi parlemen (the principle of the supremacy of the Parliament).
57 Bagir Manan, 2001, Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan Hak Asasi Manusia di
Indonesia, Alumni, Bandung, hlm. 32.
29
diberi wewenang “membanding” undang-undang. Namun usulan Yamin
disanggah Soepomo dengan empat alasan bahwa (i) konsep dasar yang
dianut dalam UUD yang tengah disusun bukan konsep pemisahan kekuasaan
(separation of power) melainkan konsep pembagian kekuasaan (distribution
of power), selain itu, (ii) tugas hakim adalah menerapkan undang-undang,
bukan menguji undang-undang, (iii) kewenangan hakim untuk melakukan
pengujian undang-undang bertentangan dengan konsep supremasi Majelis
Permusyawaratan Rakyat, dan (iv) sebagai negara yang baru merdeka belum
memiliki ahli-ahli mengenai hal tersebut serta pengalaman mengenai judicial
review. Akhirnya, ide itu urung diadopsi dalam UUD 1945. 58
Gagasan Y
Konstitusi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Undang-Undang Dasar
1945 yang menjamin hak-hak warga negaranya dan kesamaan kedudukan
dihadapan hukum. Menurut Mardjono Reksodiputro 1, karena Indonesia
adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat), maka pertama-tama
HAM harus merupakan bagian dari hukum Indonesia dan selanjutnya harus
ada prosedur hukum untuk mempertahankan dan melindungi HAM itu. Dalam
kaitan ini, maka fungsi Pengadilan untuk menentukan ada atau tidak adanya
pelanggaran atas ketentuan HAM sangat mempunyai kedudukan utama.
Karena itu suatu pemantauan nasional atas pelaksanaan HAM harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a) Menjadikan HAM bagian dari hukum Indonesia.
1 Mardjono Reksodiputro, 2007, Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana (Buku
Ketiga), Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
Jakarta, hlm. 12-13.
1
b) Terdapat prosedur hukum untuk melindungi dan mempertahankan HAM
tersebut
c) Terdapat pengadilan yang bebas (an independent judiciary); dan
d) Adanya pula profesi hukum yang bebas (an independent legal profession).
Keberadaan konstitusi yang menjadi dokumen hukum tertinggi negaranegara modern merupakan wujud kesepakatan bersama (general agreement)
berdasarkan prinsip kedaulatan rakyat, yang lahir sebagai bentuk perjanjian
sosial sebagai dasar pendirian negara untuk dapat mencapai tujuan bersama.
Di dalam konstitusi juga berisi kesepakatan tentang prinsip-prinsip dasar
penyelenggaraan negara, hak-hak warga negara yang harus dilindungi, serta
organisasi yang dibangun untuk menyelenggarakan kehidupan bernegara.
Berlandaskan pada teori perjanjian sosial, alasan pembentukan negara
adalah untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan seluruh rakyat, yaitu
melindungi dan memenuhi hak dan kepentingan rakyat yang tidak dapat
dilakukan oleh rakyat secara perseorangan. 2
Perkembangan HAM dan paham konstitusionalisme melahirkan
dokumen
konstitusi
modern
yang
pada
umumnya
memuat jaminan
perlindungan dan pemajuan HAM. Jaminan di dalam konstitusi sebagai
hukum tertinggi bermakna bahwa HAM tidak dapat dilanggar atau
dikesampingkan oleh aturan hukum yang lebih rendah maupun oleh tindakan
negara yang harus tunduk pada konstitusi. Di sinilah dapat dilihat fungsi
2 Jurnal Konstitusi Jenedjri M. Gaffar, “Peran Putusan Mahkamah Konstitusi dalam
Perlindungan Hak Asasi Manusia terkait Penyelenggaraan Pemilu”, Volume 10 Nomor 1, Maret
2013, hlm. 3.
2
jaminan perlindungan dan pemajuan HAM sebagai pembatas bagi kekuasaan
negara.3
Berbicara mengenai HAM dan konstitusi maka kita akan berbicara pula
mengenai lembaga konstintusi indonesia yang dikenal dengan Mahkamah
Konstitusi. Mengingat kembali bahwa Paradigma susunan kelembagaan
negara Indonesia mengalami perubahan drastis sejak reformasi konstitusi
mulai
1999
sampai
dengan
2002.
Oleh
karena
negara
indonesia
mendambakan kultur hukum yang tidak memihak dan menghargai HAM,
maka keputusan MPR dalam pembentukan Mahkamah Konstitusi untuk
menjaga agar pemerintahan tidak berjalan sewenang-wenang, membawa
angin pembaharuan dalam kehidupan konstitusi masyarakat indonesia.
Adapun dasar dari Mahkamah Konstitusi melakukan amandemen UUD 1945
adalah pasal 24 c ayat (1) UUD 1945. Sehubungan dengan pemberian
kewenangan pada Mahkamah Konstitusi tersebut, DPR dan Pemerintah
membuat Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi,
sehingga berdasar pada Undang-Undang tersebut beberapa kewenangan
Mahkamah Agung dialihkan ke Mahkamah Konstitusi. Upaya tersebut
diharapkan dapat menjawab permasalahan HAM dan menyelesikan konflik
antar lembaga, sehingga dalam makalah ini akan diuraikan mengenai
penegakan HAM oleh Mahkamah Konstitusi di negara Indonesia saat ini.
B. Pokok Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas, yang
ingin penulis bahas dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Konsep Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi
Indonesia?
3 Sri Soemantri, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, 1984, Alumni, Bandung, hlm.
45. Lihat pula Bagir Manan dan Kuntana Megnar, 1997, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara
Indonesia, Alumni, Bandung, hlm. 45.
3
2. Bagaimana
Implementasi Penegakan HAM di Indonesia Melalui
Mahkamah Konstitusi ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah diatas, penulisan makalah ini
bertujuan untuk:
1. Untuk Mengetahui Konsep Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam
Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia.
2. Untuk Mengetahui Upaya Penegakan HAM di Indonesia Melalui
Mahkamah Konstitusi
D. Metode Penulisan
Untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan didalam
makalah ini Penulis menggunakan metode penulisan secara normatif, yaitu
metode yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder 4.
Dalam kaitannya dengan penelitian secara normatif, akan dilakukan
beberapa pendekatan dalam penulisan makalah ini, yaitu 5:
1. Pendekatan Perundang-undangan (statute Approach)
Didalam makalah ini yang menjadi acuan pendekatan adalah
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, UndangUndang Nomor 24 Tahun 2003 mengenai Mahkamah Konstitusi.
2. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach)
Pendekatan ini digunakan untuk memahami konsep mengenai
penegakan Hak Asasi Manusia dalam konstitusi Indonesia melalui lembaga
4 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, 2001, “Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan
Singkat)”, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 13-14.
5 Johnny Ibrahim, 2007, Teori, Metode dan Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publising,
Malang, hlm. 300.
4
Mahkamah Konstitusi. Pendekatan ini digunakan untuk menyimpulkan
beberapa masalah serta menganalisis pokok permasalahan didalam makalah
ini.
3. Pendekatan Historis (Historical Approach)
Pendekatan historis dilakukan dengan menelaah latar belakang apa
yang dipelajari dan perkembangan mengenai isu yang dihadapi. Telaah ini
digunakan untuk mengungkap sisi filosofis permasalahan serta pola pikir yang
melahirkan sesuatu yang relevan dengan perkembangan dimasa kini. Dalam
penulisan ini yang menjadi dasar sejarah adalah mengenai sejarah
terbentuknya mahkamah konstitusi di Amerika Serikat yang kemudian
mempengaruhi lembaga peradilan di dunia, serta kewenangan Mahkamah
Konstitusi dalam menguji UUD 1945 guna penegakan Hak Asasi Manusia
agar sesuai dengan Konstitusi.
E. Kerangka Teori dan Konseptual
Dalam penulisan ini, teori dan konsep yang dipakai merupakan butir
analisa kesebelas yang terdapat di dalam buku kumpulan materi Politik
Hukum 2, sebagai dasar teori dalam menganalisa dan melakukan perspektif
terhadap suatu teori. Berikut uraian dari teori yang dijadikan sebagai bahan
analisa penulisan :
The Supreme Court-How it Was, How It is (Marburry vs Madison)6
Teori ini menjelaskan mengenai sejarah dari doktrin judicial review oleh John
Marshall dan juga menjelaskan sejarah terbentuknya Mahkamah Konstitusi di
6 William H. Rehnquiest, The Supreme Court : How It Was, How Is It, New York : William
Morrow, 1989, at 99-114 dalam Satya Arinanto, 2001, Politik Hukum 3, Program Pascasrjana Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, Hal. 2-17.
5
Amerika Serikat yang kemudian mempengaruhi sistem hukum diseluruh
dunia.
Kasus Marbury Versus Madison merupakan kasus yang terjadi di
Amerika Serikat yang menjadi kasus bersejarah dalam sepanjang perjalanan
hukum Amerika Serikat. Pada tahun 1803 John Marshall merupakan sosok
yang berperan penting dalam penanganan kasus tersebut.
Dalam kasus ini dijelaskan bahwa pemilihan umum pada tahun 1800,
John Adams dikalahkan oleh Thomas Jefferson untuk periode keduanya.
Pada masa peralihan tersebut, dinilai John Adams melakukan upaya-upaya
politik sebagai langkah prevensi dengan menempatkan beberapa koleganya
didalam jabatan-jabatan penting, seperti misalnya, John Marshall yang waktu
itu sebagai secretary of state diangkat menjadi ketua Mahkamah agung. Pada
saat itu, John Marshall yang masih menjabat sebagai Secretary Of State,
merangkap menjadi ketua Mahkamah agung menandatangani surat-surat
peralihan pemerintahan. Akan tetapi terjadi konflik dalam proses tersebut
dimana surat-surat itu ditahan oleh James Madison yang diangkat oleh
President thomas Jefferson sebagai Secretary Of State menggantikan John
Marshall.
Atas dasar penahanan surat-surat penting tersebut, Willian Marbury
DKK melayangkan gugatan ke Mahkamah Agung dimana hakim pada saat itu
adalah John Marshall, agar memerintahkan pemerintah Pemerintah melalui
kewenangnannya berdasarkan dengan Judiciary Act Tahun 1789 untuk
mengeluarkan
Writ
of
Mandamus
dalam
menyerahkan
surat-surat
pengangkatan.7
7 Ibid.
6
Dalam putusan John Marshall8, secara jelas membenarkan bahwa
Mahkamah agung membenakan Willian Marbury dan berhak atas surat-surat
tersbut, namun, Mahkamah agung dalam putusannya menyatakan tidak
berhak untuk memerintahkan pemerintah untuk menyerahkan surat-surat
pengengkatan tersebut karena ditentukan dalam Judiciary act ternyata
bertentangan dengan article 3 Section 2 Konstitusi Amerika Serikat. Akan
tetapi, yang menjadikan keputusan John Marshall kemudian begitu sangatlah
kontroversial adalah dikarenakan alasannya terhadap penolakan terhadap
permintaan
penggugat
yang
memerintahkan
Mahkamah Agung
atas
kewenangannya yang dicantumkan dalam Section 13 Judiciary Act Tahun
1789 untuk memerintahkan aparat pemerintahan mengeluarkan Writ of
Mandamus. Menurut keputusannya, hal tersebut inkonstitusional, yaitu
bertentangan dengan Konstitusi Amerika Serikat, yang mengaturmengenai
Original Juridiction Mahkamah Agung yang terdapat dalam Article III, yang
berbunyi : “The Supreme Court shall have original Jurisdiction in all cases
affecting ambassadors, other public ministers and consuls, and those in
which a state shall be a party, In all other cases, the Supreme Court shall
have appellate jurisdiction.”
Putusan Mahkamah agung tersebut yang kemudian dikenal sebagai
Doktrin John Marshall yang memperkenalkan dicatat dalam sejarah hukum
dunia sebagai cikal bakal Judicial Review dan konsep dimana hakim
seharusnya dapat menfsirkan Undang-Undang jika bertentangan dengan
amanat dasar konstitusi., sehingga kewenangan dasar yang dilakukan John
Marshall pada waktu itu adalah mengesampingkan referensi dari Undang8 Ibid.
7
Undang dan merujuk pada konstitusi Amerika Serikat dalam perkarayang
sedang diperiksa
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi
Indonesia.
1. Konsep Hak Asasi Manusia di Indonesia
9
9 Latar belakang ketiga generasi hak asasi manusia dibedakan pada tiap-tiap
perkembangannya misalnya: generasi hak asasi manusia pertama dipengaruhi oleh filsafat politik
8
Sebenarnya hingga saat ini belum ada suatu definisi HAM yang baku dan
bersifat otoritatif (mengikat). Berkaitan dengan hal itu, H. Victor Condé
mengatakan bahwa belum ada definisi HAM yang diterima secara universal
dan otoritatif. Banyak yang mendefinisikannya sebagai suatu klaim yang
dapat dipaksakan secara hukum atau hak yang dimiliki oleh manusia vis-á-vis
pemerintahan negara sebagai perlindungan terhadap martabat manusia yang
bersifat melekat dari manusia. Definisi HAM lainnya yang telah dikenal yaitu
HAM secara umum dapat didefinisikan sebagai hak-hak yang melekat pada
diri manusia dan tanpa hak tersebut kita tidak dapat hidup sebagai manusia.
10
Gagasan mengenai hak asasi manusia ditandai dengan munculnya
konsep hak kodrati (natural rights theory) dimana pada zaman kuno yaitu
filsafat stoika hingga ke zaman modern dengan tulisan-tulisan hukum kodrati
Thomas Aquinas, Hugo de Groot dan selanjutnya pada zaman pasca
Reinaisans, John Locke mengajukan pemikiran tentang hukum kodrati
sehingga melandasi munculnya revolusi yang terjadi di Inggris , Amerika
Serikat dan Perancis pada abad 17 dan 18.
Berkembangnya ide tentang perlindungan terhadap HAM relatif baru
yaitu sejak awal dan pertengahan abad ke-20 bersamaan dengan meluasnya
aspirasi dekolonisasi negara-negara yang dijajah dunia barat. Sebelumnya,
ide tentang perlindungan terhadap HAM itu tumbuh dilingkungan negaraindividualisme liberal dan doktrin sosial ekonomi laizerfaire yang lebih menghargai ketiadaan
intervensi dari pemerintah dalam pencarian martabat manusia; generasi kedua yang mendasarkan pada
tradisi sosialis melalui gerakan-gerakan kesejahteraan yang menuntut peran lebih dari pemerintah
untuk menjamin hak-hak dari rakyat; generasi ketiga, lebih kepada hak- merupakan rekonseptualisasi
dari kedua generasi sebelumnya berdasarkan keinginan.
10 H. Victor Condé, 1999, A Handbook of International Human Rights Terminology, Lincoln
N.E.: University of Nebraska Press, hlm. 15. Hal itu dinyatakan sebagai berikut: “There is no
universally accepted and authoritative definition of human rights. Many define it as a legally
enforceable claim or entitlement that is held by an individual human being vis-á-vis the state
government for the protection of the inherent human dignity of the human being”.
9
negara Barat sendiri yang oleh para ilmuwan dikemudian hari dikaitkan
dengan gerakan-gerakan pembebasan yang timbul di Eropa, mulai abad ke13 sampai akhir abad ke-18.11 Sebenarnya, beberapa prinsip hak asasi
manusia juga sudah tumbuh dalam tradisi politik indonesia itu sendiri jauh
sebelum bangsa barat datang ke indonesia. Malah, oleh Muhammad Yamin
dikatakan bahwa dalam lingkaran peradaban bangsa indonesia sejak beratusratus tahun lamanya, setiap manusia memang mempunyai hak dan kewajiban
terhadap diri sendiri, kepada keluarga, kepada masyarakat, dan kepada
negara. Hak dan kewajibannya itu menurut muhammad yamin diakui dan
diatur melalui hukum adat. Bahkan ada juga sebagian yang sudah dituliskan.
Sebelum membahas mengenai sejarah HAM di Indonesia, perlu dikaji
mengenai pemikiran tentang hukum kodrati 12 berakar dari kekuatan
konservatif yang ingin melindungi properti-properti tertentu dengan selimut
suci yang merupakan cikal bakal munculnya keprcayaan untuk melindungi
HAM.
Motif tersebut diakui sebagai hak fundamental dari setiap individu
dalam hidupnya. Namun uniknya dibalik sifat konservatif gagasan hukum
kodrati tadi, ternyata tersimpan juga motif yang revolusioner, hal ini terbukti
ketika pemikiran hukum kodrati tentang kesetaraan manusia terkandung
dalam dokumen hukum di Amerika dan Perancis yang bertujuan untuk
melindungi hakhak asasi manusia. 13
11 Ibid.
12 Scott Davidson, Hak Asasi Manusia, Sejarah, Teori dan Praktek dalam Pergaulan
Internasional,
Grafiti, jakarta, 1994, hlm. 2.
13 Antonius Cahyadi dan E Fernando M Manulang,2008, Pengantar filsafat Hukum, cet. 2,
Kencana, Jakarta, hlm. 42.
10
Namun, dari filosofi tersebut muncullah perlawanan bertolak dari
keyakinan baru bahwa kekuasaan pemerintahan mestilah dirujukkan ke
kedaulatan rakyat, dan tidak langsung ke kekuasaan Tuhan. Inilah kedaulatan
manusia-manusia yang semula diperintah sebagai hamba-hamba oleh para
raja yang pandai berkilah bahwa titah-titah adalah merupakan representasi
kehendak Tuhan.
Hukum HAM internasional memperluas alasan diskriminasi. UDHR
menyebutkan beberapa alasan diskriminasi, antara lain: ras, warna kulit, jenis
kelamin, bahasa, agama, pendapat politik atau opini lainnya, nasionalitas atau
kebangsaan, kepemilikan akan suatu benda (property), kelahiran atau status
lainnya. Semua itu merupakan alasan yang tidak terbatas dan semakin
banyak pula instrumen yang memperluas alasan diskriminasi termasuk di
dalamnya orientasi seksual, umur dan cacat tubuh. 14
Inilah kedaulatan rakyat awam yang kini telah mampu berartikulasi
untuk menuntut pengakuan atas statusnya yang baru warga bebas
pengemban hak yang kodrati, atas dasar keyakinan bahwa suara kolektif
mereka adalah sesungguhnya suara Tuhan. Vox populi, “vox Dei” Di sinilah
bermulanya pemikiran ulang tentang batas-batas kewenangan raja di satu
pihak dan luasnya hak dan kebebasan rakyat yang asasi di lain pihak. Dalam
pemikiran baru ini, kuasa raja atau kepala negara beserta aparatnya itu kini
tidak lagi boleh dikonsepkan sebagai refleksi kekuasaan Tuhan yang oleh
sebab itu juga tak terbatas. Kekuasaan negara itu mestilah terbatas dan
punya batas, dibatasi oleh dan berdasarkan perjanjiannya dengan rakyat.
15
14 Wiliam R. Slomanson, 2000, Fundamental Perspectives on International Law, 3rd
Edition, Belmont:
Wadsworth, hlm. 172.
15 Mohammad Ryan Bakry, 2010, Implementasi Hak Asasi Manusia, FH UI, hlm. 28.
11
Kekuasaan negara di tangan penguasa-penguasa pemerintahan tidak
lagi dikonsepkan sebagai kekuasaan yang berasal dari kuasa Tuhan, atas
dasar perjanjian dengan-Nya, entah itu Perjanjian Lama entah itu Perjanjian
Baru. Demikian antara lain oleh Jean J. Rousseau yang menulis Du Contract
Social pada tahun 1776. Rousseau inilah yang menteorikan suatu dasar
pembenar moral falsafati bahwa rakyat yang bukan lagi kawula, melainkan
warga itu, lewat proses-proses politik yang volunter dan sekaligus
konstitusional, bersetuju untuk membatasi kebebasannya pada suatu waktu
tertentu berkenaan dengan kasus-kasus tertentu demi dimungkinkannya
terwujudnya kekuasaan pemerintahan pada waktu tertentu untuk urusan
tertentu.16
Konsep dasar HAM di Indonesia dapat ditemukan peraturannya dalam
UUD 1945. Indonesia sendiri menyusun UUD 1945 sebelum adanya The
Universal Declaration of Human Rights, namun ide-ide hak asasi manusia
yang tercermin dalam deklarasi tersebut sudah diketahui oleh para the
founding father indonesia dalam sidang BPUPKI pada tahun 1945.100 Rapat
besar BPUPKI yang diselenggarakan pada tanggal 15 juli 1945 menyimpan
memori tentang perlu tidaknya pengaturan tentang HAM dicantumkan dalam
UUD 1945. Oleh karena itu, ketentuan yang berkenaan dengan hak asasi
manusia dapat dikatakan dimuat secara terbatas dalam UUD 1945, yaitu
16 Menurut Satya Arinanto, generasi-generasi HAM dibagi atas tiga: (1). Generasi pertama,
pemikiran mengenai konsepsi HAM yang sejak lama berkembang dalam wacana para ilmuwan sejak
era enlightment di eropa, meningkat menjadi dokumen-dokumen hukum internasional yang resmi.
Puncaknya adalah penandatanganan Universal Declaration of Human Right. Elemen dasar konsepsi
HAM adalah soal prinsip Integritas manusia, kebutuhan dasar manusia, dan prinsip kebebasan sipil;
(2). Generasi kedua konsepsi HAM mencakup pula upaya menjamin pemenuhan kebutuhan untuk
mengejar ekonomi, sosial dan kebudayaan; (3).konsepsi ini mencakup pengertian mengenai hak atas
pembangunan. (dalam Mohammad Ryan Bakry, 2010, Implementasi Hak Asasi Manusia, FH UI, hlm.
29)
12
sebanyak tujuh pasal saja.17 Sedikitnya pasal-pasal yang berbicara langsung
tentang hak asasi manusia dalam UUD 1945 bukan karena naskah UUD ini
disusun sebelum adanya Universal Declaration of Human Rights.18
Oleh karena itu ide untuk mengadopsi perlindungan hak asasi manusia
itu, terus diperjuangkan oleh berbagai kalangan, lahirnya pemerintahan Orde
Baru, adalah untuk melindungi HAM. Berpedoman kepada pengalam orde
lama yang kurang mengindahkan hak asasi warga negara, sidang umum
Majelis Permusyawaratan Rakyat sementara ke IV menetapkan ketetapan
MPRS snomor XIV/MPRS/1966 yang memerintahkan antara lain penyusunan
piagam hak asasi manusia. Artinya, Majelis Permusyawaratan Rakyat
menyadari ketidaklengkapan Undang-Undang Dasar 1945 dalam mengatur
hak asasi manusia. Berdasarkan TAP MPRS tersebut dibentuklah panitiapanitia ad hoc, yang dalam penyusunannya mengundang para sarjana,
cendikiawan dan tokoh masyarakat untuk memberikan ceramah tentang
HAM. Berdasarkan bahan-bahan yang berhasil dihimpun panitia menyusun
suatu piagam tentang Hak-hak Asasi dan Hak-hak serta kewajiban Warga
Negara.
Setelah masa reformasi, perubahan UUD 1945 adalah dianggap
sebagai sesuatu yang niscaya. Bahkan, perubahan UUD 1945 itu sendiri
merupakan puncak dari aspirasi dari gerakan reformasi itu sendiri. Materi
yang semula hanya tujuh butir sekarang telah bertambah dengan signifikan,
perumusannya menjadi lebih lengkap dan menjadikan UUD NRI 1945
17 Harun Al Rasyid, 2007, Naskah Undang-Undang 1945 Sesudah Empat Kali di Ubah
Oleh MPR, cet. 1, UI Press, hlm. 178.
18 Pada tahun 1945 telah ada Declaration of Independent Amerika Serikat dan Declaration
des Droit de l’homme et du Citoyen Perancis, yang dijadikan bahan untuk penyusunan pasal-pasal
tentang hak asasi manusia yang lebih lengkap dari apa yang kemudian disepakati dalam UUD 1945.
13
merupakan salah satu UUD yang paling lengkap memuat perlindungan
terhadap hak asasi manusia. Dengan disahkannya perubahan satu sampai ke
empat UUD NRI 194519 pada tahun 2002, yang dimuat dalam BAB XA
tentang Hak Asasi Manusia, pasal 28A sampai dengan 28 J, yaitu: 20
1) Pasal
28A.
Setiap
orang
berhak
untuk
hidup
serta
berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya .21
2) Pasal 28 B. Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan
keturunan melalui perkawinan yang sah (1), setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (2).
22
3) Pasal 28C. Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia
(1),
Setiap
orang
berhak
untuk
memajukan
dirinya
dalam
memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat,
bangsa, dan negaranya (2). 23
4) Pasal 28D. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan
dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan
hukum (1), Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan
dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (2), Setiap
19 Perubahan pertama tahun 1999 dalam sidang umum MPR, kedua kali dalam sidang
tahunan 2000 MPR, ketiga kali dalam sidang tahunan 2001 MPR dan yang keempat sidang tahunan
MPR 2002.
20 Harun Al Rasyid, 2007, Naskah Undang-Undang 1945 Sesudah Empat Kali di Ubah Oleh
MPR, cet. 1, UI Press, Jakarta, hlm. 105-109.
21 Lihat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 A.
22 Lihat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 B.
23 Lihat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 C.
14
warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan (3) dan, setiap orang berhak atas status kewarganegaraan
(4). 24
5) Pasal 28E. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut
agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan,
memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya serta berhak kembali (1), Setiap orang berhak atas
kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai
dengan hati nuraninya (2), Setiap orang berhak atas kebebasan
berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat (3). 25
6) Pasal 28F. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta
berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang
tersedia.
7) Pasal 28G. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya,
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dariancaman ketakutan
untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi (1),
Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang
merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka
politik dari negara lain (2).26
8) Pasal 28H Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, clan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
24 Lihat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 D.
25 Lihat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 F.
26 Lihat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 G.
15
berhak memperoleh pelayanan kesehatan (1), Setiap orang berhak
mendapat
kemudahan
dan
perlakuan
khusus
untuk
memperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan
keadilan (2), Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat
(3), Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik
tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenangwenang oleh siapa pun
(4) .27
9) Pasal 28I . Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan
pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak
untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak
dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia
yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun (1), Setiap orang
berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun
dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat
diskriminatif itu (2), Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional
dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban (3),
Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia
adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah (4), Untuk
menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip
negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaar, hak asasi - manusia
dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan (5) .
10) Pasal 28J. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain
dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (1),
Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk
27 Lihat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 I.
16
kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan
maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan
atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang
adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilainilai agama, keamanan, dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis (2). 28
2. Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia
Sejak memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945,
Indonesia telahbeberapa kali merubah konstitusi. Perjalanan perubahan
konstitusi indonesia setidaknya dibagi menjadi 4 periode, diantaranya UUD
1945, Konstitusi RIS 1949, UUDS 1950, amandemen UUD 1945. Dan seiring
dengan perubahan konstitusi tersebut, jaminan tentangadanya perlindungan
HAM juga mengalami perubahan.
a. UUD 1945
UUD 1945Konstitusi yang pertama kali di pakai oleh Indonesia adalah UUD
1945 yang sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya diatur dalam pasal 28A
sampai dengan pasal 28J. Di dalamUUD 1945 ini setidaknya ada tiga
pandangan.29
Bambang
Pandangan pertama dikemukakan oleh Mahfudz MD dan
Sutiyoso.
Kelompok
ini
berpendapat
bahwa
UUD
1945
tidakmemberikan jaminan atas HAM secara komperhensif. Istilah HAM yang
tidak ditemukansecara eksplisit di dalam pembukaan, batang tubuh maupun
penjelasannya kemudiandijadikan alasan bahwa sebenarnya UUD 1945 tidak
memberikan perhatian pada HAM.
Perumusan Hak Asasi Manusia dalam Undang-Undang Dasar 1945
sebenarnya sudah mulai diperjuangkan sejak zaman kemerdekaan terutama
28 Lihat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 J.
29 Majda El-Muhtaj, 2007, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia, Kencana, Jakarta, hlm.
94-95.
17
sejak berdirinya Serikat Dagang Islam Sampai dengan perdebatan dalam
sidang Badan Pekerja Untuk Usaha Persiapan Kemerdekaan Republik
Indonesia (BPUPKI) 30
UUD 1945 menurut Mahfudz tidak berbicara apapun tentang HAM
universal kecualidalam dua hal, yaitu sila keempat pancasila yang
meletakkan asas kemanusiaan yang adildan beradab dan pasal 29 yang
menderivasikan jaminan kemerdekaan tiap pendudukuntuk memeluk agama
dan beribadah. Hal ini menurut Mahfudz memberi kesan bahwapembukaan
dan
batang
tubuh
tidak
memiliki
semangat
yang
kuat
dalam
memberikanperlindungan HAM. Kondisi ini menurut Mahfud merupakan
salah satu penyumbangpenyebab terjadinya pelanggaran HAM di negara
indonesia.Soedjono Sumobroto, Marwota, Azhari, dan Dahlan Thaib memiliki
pandanganyang berseberangan dengan kelompok pertama. Dalam hal ini
kelompok ini melihatbahwa UUD 1945 memberikan jaminan atas HAM
secara komperhensif. 31
Pandangan inididasarkan
bahwa
UUD
1945
mengangkat
fenomena HAM yang hidup dikalangan masyarakat. Atas dasar itu, HAM
yang tersirat di dalam UUD 1945 bersumber pada falsafah
pandangan
hidup
bangsa,
yaitu
Pancasila.
dasar
Penegakan
dan
HAM
diindonesia sejalan dengan implementasi dari nilai-nilai Pancasila dalam
kehidupan ber-negara dan berbangsa. Dengan kata lain, Pancasila
merupakan nilai-nilai HAM yanghidup dalam kepribadian bangsa.Senada
dengan hal tersebut, bila dikaji baik dalampembukaan, batang tubuh maupun
30Jimly Asshiddiqie, 2007, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Pasca Reformasi, Bhuana Ilmu
Populer, Jakarta, hlm. 627.
31 Hani Barizatul Baroroh, Jurnal Hukum “Jaminan Hak Asasi Manusia Dalam Kosntitusi, hlm. 4.
18
penjelasan akan ditemukan setidaknya ada lima belasprinsip hak asasi
manusia. Prinsip tersebut antara lain; 32
(1) hak untuk menentukan nasibsendiri
(2) hak akan warga negara
(3) hak akan kesamaan dan persamaan dihadapanhukum
(4) hak untuk bekerja
(5) hak untuk hidup layak
(6) hak untuk berserikat
(7) hak untuk menyatakan pendapat
(8) hak untuk beragama
(9) hak untuk membela negara
(10) hak untuk mendapatkan pengajaran
(11) hak akan kesejahteraan sosial
(12) hakakan jaminan sosial
(13) hak akan jaminan sosial
(14) hak akan kebebasan dan kemandirian peradilan
(15) hak mempertahankan tradisi budaya
(16) hakmempertahankan bahasa daerah.
Kelompok
ketiga
didukung oleh
Kuntjoro
G.J.Wolhoffdan
Purbopranoto,
M.Solly Lubis. Mereka berpandangan bahwa UUD 1945
hanya memberikan pokok-pokokjaminan atas HAM. Menurut Kuntjoro
jaminan UUD 1945 terhadap HAM bukannyatidak ada, melainkan dalam
ketentuan-ketentuannya
UUD
1945
mencantumkannyasecara tidak
sistematis. M. Solly Lubis juga menegaskan bahwa ketika demokrasi
diakuisebagai pilihan terbaik bagi sistem dan arah kehidupan sebuah
bangsa, pada umumnyaorang tiba pada suatu prinsip umum bahwa pada
hakikatnya hak-hak asasi itu haruslahmendapat jaminan sesuai dengan asas
demokrasi yang berlaku dan mendasari sistempolitik dan kekuasaan yang
sedang berjalan. UUD 1945 menurutnya tetap mengandungpengakuan dan
jaminan yang luas mengenai hak-hak asasi walaupun harus diakui
secararedaksional formulasi mengenai hak-hak itu sangat sederhana dan
singkat.
32 Lihat Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Jimly Asshiddqie, 2008, Pokok-Pokok Hukum
Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, hlm. 318..
19
Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) 33
tidak hanya didasari oleh keinginan untuk hidup berbangsa dan bernegara
secara
demokratis. Terdapat alasan lain yang mendukung untuk dilakukannya
perubahan itu misalnya saja menghindarkan dari pemerintahan diktator.
b. Konstitusi RIS
Dalam konstitusi RIS 1949 berbeda dengan Undang-Undang Dasar 1945,
Konstitusi RIS 1949 ini memberika pembedaan dalam perlindungan Hak
Asasi Manusia (HAM) dengan Hak Asasi Warga Negara (HAW). 34
Konstitusi RIS 1949 mengatur tentang hak asasi manusia dalam
Bagian V yang berjudul “Hak-Hak dan Kebebasan-Kebebasan Dasar
Manusia”. Pada bagian tersebut terdapat 27 pasal, dari Pasal 7 sampai
dengan Pasal 33.370 Pasal-pasal tentang hak asasi manusia yang isinya
hampir seluruhnya serupa dengan Konstitusi RIS 1949 juga terdapat dalam
UUDS 1950.35 Di dalam UUDS 1950, pasal-pasal tersebut juga terdapat
dalam Bagian V yang berjudul “Hak -Hak dan Kebebasan-Kebebasan Dasar
Manusia”. Bagian ini terdiri dari 28 pasal, dari Pasal 7 sampai dengan Pasal
34.36
Konstitusi RIS atau sering disebut dengan konstitusi republik indonesia
serikat tahun 194937 berawal dari berakhirnya perang dunia II yang membuat
33 Mochtar Parbottinggi dan Abdul Mukthie Fadjar, 2002, Konstitusi Baru melalui
KomisiKonstitusi Independen, Sinar Harapan, Jakarta, hlm. 37-38.
34 Rike Yolanda Sari, 2009, Pemeriksaan Constitutional Complaint di Mahkamah Konstitusi
sebagai Upaya Perlindungan Pemenuhan Hak-Hak Warga Negara, FHUI, Jakarta, hlm. 28.
35 Suradji, Pularjono, dan Tim Redaksi Tatanusa, eds., hlm. 88 – 94; Mengenai tiga UUD
tersebut, sebagai bahan pembanding, lihat pula Ghalia Indonesia, 1981, Tiga Undang-Undang Dasar:
UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, dan UUDS 1950, Jakarta.
36 Lihat Suradji, Pularjono, dan Tim Redaksi Tatanusa, eds., Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia, PT Tatanusa, Jakarta, 2000 hlm. 139 – 144. Tentang uraian mengenai beberapa
macam HAM dalam perspektif 3 (tiga) UUD yang pernah berlaku di Indonesia – UUD 1945 (sebelum
mengalami perubahan), Konstitusi RIS 1949, dan UUDS 1950 – lihat Miriam Budiardjo, 1985,
Dasar-dasar Ilmu Politik, PT Gramedia, Jakarta, hlm. 129 – 137; Lihat pula Adnan Buyung Nasution
(a), op. cit. hlm. 131 – 254.
37 Ni`Matul Huda, 2010, Ilmu Negara, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 165.
20
jepang kalah dan pergi dari Indonesia, hal ini di manfaatkan oleh pemerintah
Belanda untuk masuk kembali menjajah Indonesia dengan melakukan Agresi,
dalam keadaan terdesak tersebut Indonesia atas pengaruh Perserikatan
Bangsa-Bangsa pada Tanggal 23 Agustus 1949 mengadakan Konferensi
Meja Bundar dengan hasil kesepakatan mengenai tiga hal, yaitu:
1. Mendirikan Negara Republik Indonesia Serikat;
2. Penyerahan kedaulatan kepada RIS yang berisi 3 hal, yaitu:
(a) Piagam penyerahan kedaulatan dari Kerajaan Belanda kepada
Pemerintah RIS;
(b) Status uni; dan
(c) Persetujuan perpindahan
3. Mendirikan uni antara Republik Indonesia Serikat dengan Kerajaan
Belanda.38
Maka untuk membentuk Negara Republik Indonesia Serikat diubahlah
Konstitusi UUD 1945 menjadi Konstitusi RIS.
Dalam konstitusi RIS 1949 berbeda dengan Undang-Undang Dasar
1945, Konstitusi RIS 1949 ini memberika pembedaan dalam perlindungan
Hak Asasi Manusia (HAM) dengan Hak Asasi Warga Negara (HAW).
39
Babakan sejarah selanjutnya ternyata berpaling kembali ke UndangUndang Dasar 1945, ketika melalui Keppres Nomor 150 Tahun 1959
tertanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno antara lain menyatakan bahwa
Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan berlaku kembali.373 Kembalinya
Republik Indonesia ke Undang-Undang Dasar 1945 berarti juga berlakunya
kembali ketentuan-ketentuan tentang hak asasi manusia yang tercantum di
dalamnya. Pada masa awal Orde Baru, Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara (MPRS) telah berhasil merancang suatu dokumen yang diberi
nama “Piagam Hak-Hak Asasi Manusia dan Hak-Hak Serta Kewajiban Warga
38 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi Dan Konstitusionalisme Indonesia, 2006, Konstitusi Press,
Jakarta,hlml. 45.
39 Rike Yolanda Sari, 2009, Pemeriksaan Constitutional Complaint di Mahkamah Konstitusi
sebagai Upaya Perlindungan Pemenuhan Hak-Hak Warga Negara, FHUI, Jakata, hlm. 28.
21
Negara.”374 Di samping itu, sambil menunggu berlakunya Piagam tersebut,
Pimpinan MPRS ketika itu juga menyampaikan “Nota MPRS kepada Presiden
dan DPR tentang Pelaksanaan Hak-Hak Asasi Manusia”. 40
c.
UUDS 195041
Dalam Konstitusi RIS Tahun 1949, ide negara hukum itu bahkan tegas
dicantumkan. Demikian pula dalam UUDS Tahun 1950, kembali rumusan
bahwa Indonesia adalah negara hukum dicantumkan dengan tegas. Oleh
karena itu, dalam Perubahan Ketiga tahun 2001 terhadap UUD Negara
Republik
Indonesia
Tahun
1945,
ketentuan
mengenai
ini
kembali
dicantumkan tegas dalam Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi: “Negara Indonesia
adalah Negara Hukum”. Kiranya, cita negara hukum yang mengandung 13
ciri seperti uraian di atas itulah ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 itu sebaiknya kita pahami.
Meskipun begitu Bila dibandingkan antara Konstitusi RIS dan UUDS
1950, hak-hak asasi manusia yang diatur dalam Konstitusi RIS diatur secara
lebih lengkap dan dibagi dalam bagian tersendiri misalnya kewajiban dan
hak negara dan warga negara Oleh UUDS 1950 ini, yaitu dalam bagian V
meliputi 27 Pasal. Koentjoro menyatakan bahwa kedua konstitusi yaitu
konstitusi RIS dan UUDS 1950 adalah satu-satunya dari segala konsitusi
yang telah berhasil memasukkan hak asasi manusai seperi putusan UNO
kedalam Piagam Konstitusi.42
40 A.H. Nasution (b), 1989, Memenuhi Panggilan Tugas, Jilid 7: Masa Konsolidasi Orde
Baru, CV Haji Masagung, Jakarta, hlm. 289 – 295.
41 Dalam Supomo, Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, PT Pradnya
Paramita, Jakarta, 1974.
42 Koetjoro Poerbopranoto, 1953, Hak-Hak Manusia dan Pancasila Dasar Negara Republik
Indonesia, Groningen, J.B. Wolters, Jakarta, hlm. 92.
22
d. Amandemen UUD 194543
Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak
hanya didasari oleh keinginan untuk hidup berbangsa dan bernegara secara
demokratis. Terdapat alasan lain yang mendukung untuk dilakukannya
perubahan itu, yaitu :44
1)
UUD 1945 pada hakekatnya belum pernah ditetapkan sebagai
konstitusi RI yang resmi oleh badan perwakilan pilihan rakyat, kecuali
kesepakatan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dan melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Pada masa pemerintahan Orde Baru Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR) yang anggotanya sebagian besar adalah Golonga Karya pernah
43 Perangkat hukum berkaitan dengan hak asasi manusia yang telah dimiliki Indonesia di
antaranya:
A. Undang-Undang Dasar 1945
1. Undang Undang Dasar 1945
2. Amandemen Pertama UUD 1945
3. Amandemen Kedua UUD 1945
4. Amandemen Ketiga UUD 1945
5. Amandemen Keempat UUD 1945
B. Tap MPR-RI Nomor : XVIII/MPR/1998 Tahun 1998 tentang Hak Asasi Manusia.
C. UU 20/1999: Konvensi ILO Mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja
UU 1/2000 : Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak
UU 12/1995: Pemasyarakatan
UU 19/1999: Konvensi ILO Mengenai Penghapusan Kerja Paksa
UU 21/1999: Konvensi ILO Mengenai Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan
UU 26/2000: Pengadilan Hak asasi manusia
UU 29/1999: Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial 1965
UU 3/1997 : Pengadilan Anak
UU 39/1999: Hak Asasi Manusia
UU 4/1979 : Kesejahteraan Anak
UU 5/1998 : Menentang Penyiksaan
UU 7/1984 : Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan
UU 9/1999 : Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum
UU 11/2005: Ratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak Sosial, Ekonomi dan Budaya
UU 12/2005: Ratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik
Selengkapnya dapat dilihat di www.ham.go.id/sjdi_first di Akses pada 9 Mei 2016, Pukul 21.00 WIB.
44 Mochtar Parbottinggi dan Abdul Mukthie Fadjar, Op.Cit, hlm. 37-38.
23
menetapkan TAP MPR yang di dalamnya mengatur tentang referendum
terhadap UUD 1945. Di dalam kepemimpinan Era Orde Baru itu
dikatakan merupakan rekayasa oleh Rezim Soeharto yang telah
melakukan amandemen konstitusi dengan cara yang bertentangan
dengan UUD 1945 sendiri.
Satu hal yang menarik bahwa meskipun UUD 1945 adalah hukum
dasar tertulis yang didalamnya memuat hak-hak dasar manusia serta
kewajiban yang bersifat dasar, namun istilah HAM itu sendiri sebenarnya
tidak dijumpai dalam UUD 1945, baik dalam pembukaan, batang tubuh,
maupun penjelasannya, yang ditemukan bukanlah HAM, tetapi hanyalah
hak dan kewajiban warga negara.45
2) UUD 1945 tidak sesuai dengan perkembangan praktek kenegaraan
sekarang, UUD 1945 dianggap terlalu sederhana, banyak kelemahan
dan
kekurangannya
sehingga
cenderung
multi
tafsir.
Berbicara
kelemahan UUD 1945 yang dimaksud maka sifat executive heavy
adalah salah satu contohnya dalam pelaksanaan UUD 1945.Karena
sistemnya yang eksecutive heavy sehingga penafsiran konstitusi yang
dianggab benar adalah penafsiran yang dibuat atau dianut oleh
presiden.
Praktek pelaksanaan UUD tahun 1945 selama beberapa masa
pemerintahan yang pernah ada di Indonesia setelah Proklamasi
kemerdekaan memiliki ciri sistem pemerintahan berdasarkan konstitusi
yang pernah diberlakukan di Indonesia. Menurut para sarjana dalam
beberapa masa pemerintahan yang pernah memerintah di Indonesia
45 Mahfud Md, Demokrasi dan Konstitusi,(Jakarta: Rineka Cipta, 2000), Hal. 156. HAM
jenis ini oleh Mahfud MD disebut sebagai HAM yang partikularistik. Antara HAM dan HAW adalah
dua konsep yang berbeda, HAM mendasarkan diri pada paham bahwa secara kodrat manusia,
dimanapun mempunyai hak-hak bawaan yang tidak bisa dipindah, diambil dan dialihkan,sementara
yang terakhir hanya mungkin diperoleh karena seseorang memiliki status sebagai warga negara. Hal
ini dapat dijumpai pada Pasal 26,27,28, dan 29.
24
sistem pemerintahan yang dianut oleh Indonesia adalah sistem
pemerintahan presidensil dilihat dari ciri-ciri yang termuat dalam UUD
194546 Salah satunya adalah menurut Jimly Asshiddqie bahwa Indonesia
berdasarkan Undang-Undang Dasar yang disahkan oleh PPKI tanggal
18
Agustus
1945
sistem
pemerintahannya
menganut
sistem
presidensil.47
Undang-undang Dasar tahun 1945 dalam pembentukannya
tidak
menyatakan
secara
tegas
Indonesia
menganut
sistem
pemerintahan presidensil atau sistem pemerintahan parlementer.
Menurut M. Yamin48, para penyusun UUD 1945 dengan tegas
menyatakan bahwa sistem pemerintahan kita berlainan dengan sistem
presidensil di Ameria Serikat dan berbeda dengan sistem parlementer
yang diterapkan oleh Inggris.
Indonesia memiliki sistem
pemerintahan
sendiri
yang
berlandaskan pada konstitusi yaitu UUD 1945. Di dalam penjelasan
UUD 1945 dikenal tujuh kunci pokok sistem pemerintahan Indonesia.
Tujuh kunci pokok itu antara lain :
1) Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (Rechtsstaat).
2)
Sistem konstitusional.
3) Kekuatan negara yang tertinggi berada di tangan Majelis
4)
Permusyawaratan Rakyat.
Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi
5)
di bawah majelis.
Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan
6)
7)
Rakyat (DPR).
Menteri negara ialah pembantu presiden.
Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas.
46 Moh. Mahfud MD, 2009, Politik hukum di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 377.
47 Ibid.
48 Jimly Asshiddqie, 2008, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi,
Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, hlm. 320.
25
B. Implementasi
Penegakan
Hak
Asasi
Manusia
Melalui
Mahkamah Konstitusi di Indonesia
1. SejarahTercetusnya Mahkamah Konstitusi 49
Membicarakan Mahkamah Konstitusi di Indonesia berarti tidak dapat lepas
jelajah historis dari konsep dan fakta mengenai judicial review, yang sejatinya
merupakan kewenangan paling utama lembaga MK. Empat momen dari
jelajah histories yang patut dicermati antara lain kasus Madison vs Marbury di
AS, ide Hans Kelsen di Austria, gagasan Mohammad Yamin dalam sidang
BPUPKI, dan perdebatan PAH I MPR pada sidang-sidang dalam rangka
amandemen UUD 1945.
Sejarah judicial review muncul pertama kali di Amerika Serikat
melalui putusan Supreme Court Amerika Serikat dalam perkara “Marbury vs
Madison” pada 1803. Meskipun Undang-Undang Dasar Amerika Serikat tidak
mencantumkan judicial review, Supreme Court Amerika Serikat membuat
putusan yang mengejutkan. Chief Justice John Marshall didukung empat
hakim
agung
membatalkan
lainnya
menyatakan
undang-undang
yang
bahwa
pengadilan
bertentangan
dengan
berwenang
konstitusi.
Keberanian John Marshall dalam kasus itu menjadi preseden dalam sejarah
Amerika yang kemudian berpengaruh luas terhadap pemikiran dan praktik
hukum di banyak negara. Semenjak itulah, banyak undang-undang federal
maupun undang-undang negara bagian yang dinyatakan bertentangan
dengan konstitusi oleh Supreme Court.50
49 Jenedjri M. Gaffar, 2001, Jurnal “Mahkamah Konstitusi, Kedudukan Fungsi, dan Peran
Mahkamah Konstitusi dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia”, Surakarta, hlm. 2-3.
50 Dalam perkara tersebut, ketentuan yang memberikan kewenangan Supreme Court untuk
mengeluarkan Writ of Mandamus pada Pasal 13 Judiciary Act dianggap melebihi kewenangan yang
diberikan konstitusi, sehingga Supreme Court menyatakan hal itu bertentangan dengan konstitusi
sebagai the supreme of the land. Namun, di sisi lain juga dinyatakan bahwa William Marbury sesuai
hukum berhak atas surat-surat pengangkatannya.
26
Kasus Marbury Versus Madison merupakan kasus yang terjadi di
Amerika Serikat yang menjadi kasus bersejarah dalam sepanjang perjalanan
hukum Amerika Serikat. Pada tahun 1803 John Marshall merupakan sosok
yang berperan penting dalam penanganan kasus tersebut. 51
Dalam kasus ini dijelaskan bahwa pemilihan umum pada tahun 1800,
John Adams dikalahkan oleh Thomas Jefferson untuk periode keduanya.
Pada masa peralihan tersebut, dinilai John Adams melakukan upaya-upaya
politik sebagai langkah prevensi dengan menempatkan beberapa koleganya
didalam jabatan-jabatan penting, seperti misalnya, John Marshall yang waktu
itu sebagai secretary of state diangkat menjadi ketua Mahkamah agung. Pada
saat itu, John Marshall yang masih menjabat sebagai Secretary Of State,
merangkap menjadi ketua Mahkamah agung menandatangani surat-surat
peralihan pemerintahan. Akan tetapi terjadi konflik dalam proses tersebut
dimana surat-surat itu ditahan oleh James Madison yang diangkat oleh
President thomas Jefferson sebagai Secretary Of State menggantikan John
Marshall. 52
Atas dasar penahanan surat-surat penting tersebut, Willian Marbury
DKK melayangkan gugatan ke Mahkamah Agung dimana hakim pada saat itu
adalah John Marshall, agar memerintahkan pemerintah Pemerintah melalui
kewenangnannya berdasarkan dengan Judiciary Act Tahun 1789 untuk
mengeluarkan
Writ
of
Mandamus
dalam
menyerahkan
surat-surat
pengangkatan.53
51Jimly Asshiddiqie, http://jimlyschool.com/read/analisis/276/sejarah-constitutional-reviewgagasan-pembentukan-mk/, Diakses 9 Mei 2016, Pukul 15.00.
52 William H. Rehnquiest, 2001, The Supreme Court : How It Was, How Is It, New York :
William Morrow, 1989, at 99-114 dalam Satya Arinanto, Politik Hukum 3, Program Pascasrjana
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, hlm. 2-17.
53 Ibid.
27
Dalam putusan John Marshall, secara jelas membenarkan bahwa
Mahkamah agung membenakan Willian Marbury dan berhak atas surat-surat
tersbut, namun, Mahkamah agung dalam putusannya menyatakan tidak
berhak untuk memerintahkan pemerintah untuk menyerahkan surat-surat
pengengkatan tersebut karena ditentukan dalam Judiciary act ternyata
bertentangan dengan article 3 Section 2 Konstitusi Amerika Serikat. Akan
tetapi, yang menjadikan keputusan John Marshall kemudian begitu sangatlah
kontroversial adalah dikarenakan alasannya terhadap penolakan terhadap
permintaan
penggugat
yang
memerintahkan
Mahkamah Agung
atas
kewenangannya yang dicantumkan dalam Section 13 Judiciary Act Tahun
1789 untuk memerintahkan aparat pemerintahan mengeluarkan Writ of
Mandamus. Menurut keputusannya, hal tersebut inkonstitusional, yaitu
bertentangan dengan Konstitusi Amerika Serikat, yang mengaturmengenai
Original Juridiction Mahkamah Agung yang terdapat dalam Article III, yang
berbunyi : “The Supreme Court shall have original Jurisdiction in all cases
affecting ambassadors, other public ministers and consuls, and those in
which a state shall be a party, In all other cases, the Supreme Court shall
have appellate jurisdiction.”54
Putusan Mahkamah agung tersebut yang kemudian dikenal sebagai
Doktrin John Marshall yang memperkenalkan dicatat dalam sejarah hukum
dunia sebagai cikal bakal Judicial Review dan konsep dimana hakim
seharusnya dapat menfsirkan Undang-Undang jika bertentangan dengan
amanat dasar konstitusi., sehingga kewenangan dasar yang dilakukan John
Marshall pada waktu itu adalah mengesampingkan referensi dari Undang54 ibid.
28
Undang dan merujuk pada konstitusi Amerika Serikat dalam perkarayang
sedang diperiksa.
MK sebagai lembaga, pertama kali diperkenalkan oleh Hans Kelsen
(1881-1973)55, pakar konstitusi dan guru besar Hukum Publik dan
Administrasi University of Vienna. Kelsen menyatakan bahwa pelaksanaan
aturan konstitusional tentang legislasi dapat secara efektif dijamin hanya jika
suatu organ selain badan legislatif diberikan tugas untuk menguji apakah
suatu
produk
hukum
itu
konstitusional
atau
tidak,
dan
tidak
memberlakukannya jika menurut organ ini produk badan legislatif tersebut
tidak konstitusional. Untuk kepentingan itu, kata Kelsen, perlu dibentuk organ
pengadilan
khusus
konstitusionalitas
berupa
constitutional
undang-undang
yang
court,
dapat
juga
atau
pengawasan
diberikan
kepada
pengadilan biasa. Pemikiran Kelsen mendorong Verfassungsgerichtshoft di
Austria yang berdiri sendiri di luar Mahkamah Agung. Inilah Mahkamah
Konstitusi pertama di dunia.56
Momen yang patut dicatat berikutnya dijumpai dalam salah satu rapat
BPUPKI.
Mohammad
Yamin
menggagas
lembaga
yang
berwenang
menyelesaikan sengketa di bidang pelaksanaan konstitusi, lazim disebut
constitutioneele geschil atau constitutional disputes.
57
Gagasan Yamin
berawal dari pemikiran perlunya diberlakukan suatu materieele toetsingrecht
(uji materil) terhadap UU. Yamin mengusulkan perlunya Mahkamah Agung
55 Jenedjri M. Gaffar, 2001, Jurnal Mahkamah Konstitusi, Kedudukan Fungsi, dan Peran
Mahkamah Konstitusi dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, Surakarta., hlm. 3.
56 Model ini sering disebut sebagai The Kelsenian Model. Model ini menyangkut hubungan
antara prinsip supremasi konstitusi (the principle of the supremacy of the Constitution) dan prinsip
supremasi parlemen (the principle of the supremacy of the Parliament).
57 Bagir Manan, 2001, Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan Hak Asasi Manusia di
Indonesia, Alumni, Bandung, hlm. 32.
29
diberi wewenang “membanding” undang-undang. Namun usulan Yamin
disanggah Soepomo dengan empat alasan bahwa (i) konsep dasar yang
dianut dalam UUD yang tengah disusun bukan konsep pemisahan kekuasaan
(separation of power) melainkan konsep pembagian kekuasaan (distribution
of power), selain itu, (ii) tugas hakim adalah menerapkan undang-undang,
bukan menguji undang-undang, (iii) kewenangan hakim untuk melakukan
pengujian undang-undang bertentangan dengan konsep supremasi Majelis
Permusyawaratan Rakyat, dan (iv) sebagai negara yang baru merdeka belum
memiliki ahli-ahli mengenai hal tersebut serta pengalaman mengenai judicial
review. Akhirnya, ide itu urung diadopsi dalam UUD 1945. 58
Gagasan Y