Rancang Bangun Informasi Sistem Pangan L

Rancang Bangun Informasi Sistem Pangan Lokal
Beberapa langkah dalam mendukung konsep ketahanan pangan diantaranya
meningkatkan diversifikasi pangan, meningkatkan nilai tambah, daya saing dan
ekspor, serta meningkatkan kesejahteraan petani. Pengembangan pangan lokal
terkait dengan upaya untuk meningkatkan kecukupan pangan dan diversifikasi
pangan, terutama di tingkat masyarakat. Ketahanan pangan adalah kesetaraan
akses setiap masyarakat terhadap makanan untuk dapat hidup sehat dengan
gizi yang baik. Sehingga, kerawan pangan dapat diartikan dengan minimnya
akses informasi masyarakat terhadap ketersediaan pangan dan kurangnya
kemampuan untuk menjangkau makanan yang sehat dan bergizi.
Pangan lokal dapat membantu meningkatkan ketersediaan makanan sehat,
terutama daerah dengan akses yang terbatas. Untuk itu, keberlanjutan
(sustainability) penting bagi sistem pangan lokal (Feenstra 1997). Keberlanjutan
adalah kapasitas dari setiap sistem atau proses untuk mempertahankan
jalannya sistem itu sendiri. Konsep berkelanjutan memiliki tiga dimensi yakni
Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan (Hak et al 2007.).
Ada sejumlah hambatan untuk mengembangkan sistem pangan lokal. Salah
satunya adalah informasi geografis (Fenstra 1999; Watts et al. 2005). Mengingat
Indonesia memiliki komposisi geografis yang bereneka ragam dengan 17.000
pulau yang berbeda. Hal ini menimbulkan tantangan untuk distribusi pangan
nasional dalam memenuhi permintaan kebutuhan pangan dengan harga yang

dapat diakses oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Informasi geografis berkaitan dengan keberlanjutan sistem pangan lokal yang
meliputi dimensi ekologi, ekonomi dan sosial dari sistem pangan (Gatrell et al.
2011).

Proses

pemasaran

yang

melibatkan

rantai

pasok

lebih

pendek


memungkinkan petani untuk meraih keuntungan yang lebih besar sehingga
mencapai kelayakan ekonomi yang memadai untuk pertanian dan masyarakat
pedesaan (Tregear 2007). Selain itu, hubungan yang lebih dekat antara petani
dan

masyarakat

dapat

meningkatkan

kesadaran

masyarakat

tentang

pentingnya memilih pangan lokal. Adapun, keberlanjutan sistem pangan lokal
tergantung pada kualitas produksi makanan lokal, aksesibilitas pangan lokal

dan keterjangkauan pasar oleh masyarakat (Eckert, 2011; Moore, 2008).

Pengumpulan informasi mengenai data yang mencakup data geografis, akses
jalan, kondisi lahan, populasi, serta kondisi petani, pengusaha, pasar dan
masyarakat menjadi informasi berbasis potensi kearifan lokal dari suatu daerah
yang dianalisi menggunakan analisis spasial. Analisis spasial dapat digunakan
untuk menjawab pertanyaan, mendukung keputusan, dan mengungkapkan pola
sistem pangan yang terintergrasi. Analisis spasial melalui GIS dapat melakukan
transformasi, manipulasi, dan metode yang dapat diterapkan pada data
geografis untuk diubah menjadi informasi yang berguna. Integrasi beberapa
informasi melalui proses pengambilan keputusan dapat menentukan titik
terbaik untuk memproduksi dan mendistribusi makanan lokal. Integrasi
informasi spasial tersebut disesuaikan dengan indikator-indikator keberlanjutan
seperti ketersediaan (availability), aksesibilitas (accessibility), keterjangkauan
(affordability), dan profitabilitas (profitability).

Gambar 1. Pengembangan Model Sistem Pangan Lokal Terintegrasi
Pengambilan keputusan menggunakan metode multikriteria analisis (Multi
Criteria Decision Analysis) mampu memilih pemilihan yang paling efisien dari
sistem pangan lokal melalui multifaktor seperti ketersediaan, aksesibilitas,

keterjangkauan, dan profitabilitas. Metode tersebut mampu menganalisis secara
holistik sistem pangan lokal menggunakan analisis proses jaringan (Analytical
Network Process).
Multi kriteria analisis keputusan (MCDA) adalah serangkaian prosedur sistemik
untuk menganalisis masalah keputusan yang kompleks (Malczewski 1999),

MCDA terdiri dari serangkaian teknik yang memfasilitasi penilaian, peringkat,
atau pembobotan kriteria pengambilan keputusan berdasarkan preferensi
stakeholder. Teknik ini berasal lebih dari tiga dekade lalu di bidang matematika
dan

penelitian

operasi.

MCDA

biasanya

melibatkan


lima

langkah:

(1)

menentukan tujuan dan sasaran; (2) mengidentifikasi pilihan-pilihan keputusan;
(3) memilih kriteria yang mengukur kinerja relatif terhadap tujuan; (4)
menentukan bobot untuk berbagai kriteria; dan (5) menerapkan prosedur dan
melakukan perhitungan matematika untuk opsi peringkat.
Sedangkan

Analytic

Network

Process

(ANP)


adalah

kerangka

paling

komprehensif untuk analisis keputusan masyarakat, pemerintah dan korporasi
yang tersedia saat ini untuk pembuat keputusan. Metode ANP memungkinkan
interaksi masing-masing indikator yang saling mempengaruhi contohnya
dengan

menggunakan

indikator

ketersediaan

(availability),


aksesibilitas

(accessibility), keterjangkauan (affordability), dan profitabilitas (profitability).
GIS (Geography Information System) telah digunakan dalam sejumlah penelitian
untuk meneliti ketersediaan pangan di suatu daerah. Ada sejumlah studi yang
mengasilkan hasil berupa pemetaan (mapping) (Bosona et al 2013; Eckert et al
2011). GIS menggunakan kombinasi kartografi dan citra data untuk membuat
representasi lengkap daerah yang sedang dipelajari. Data berbentuk titik dan
polygon digunakan untuk mewakili citra data.
Data informasi GIS digunakan untuk menghasilkan matriks hasil integtrasi
informasi menunjukkan lokasi yang cocok untuk pengembangan pangan lokal
berdasarkan
profitabilitas.

indikator
Data

ketersediaan,

indormasi


GIS

aksesibilitas,
memiliki

keterjangkauan,

manfaat

yang

dan

mampu

mengumpulkan data untuk semua data geografis berupa fitur, gambar, dan
permukaan. Dalam distribusi geografis, GIS mampu mengintegrasikan database
yang berkaitan dengan produksi dan distribusi pangan lokal. Perancangan
model sistem pangan lokal disesuaikan dengan titik atau daerah terbaik untuk

memproduksi dan mendistribusi pangan lokal dengan keuntungan optimum
dengan jarak terdekat. Dengan demikian, perancangan informasi dari data
spasial sangat penting untuk dikembangkan untuk berbagai keperluan salah
satunya untuk model sistem pangan lokal yang ideal untuk diterapkan di suatu
daerah.

Penggunaan kedua metode MCDA dan GIS dapat dilakukan untuk mendapat
hasil

lebih

optimal.

menyediakan
mengevaluasi

analisis
dan

GIS


melibatkan

untuk

masalah

memprioritaskan

integrasi

data

spasial

dan

MCDA

keputusan


penataan,

merancang,

keputusan

alternatif

(Malczewski

2006).Dengan demikian, sistem pangan lokal berkelanjutan mampu dicapai
dengan penentuan lokasi paling tepat untuk memproduksi dan mendistribusi
pangan lokal.
Referensi:
Eckert J, Sujata S. 2011. Food systems, planning and quantifying access: Using
GIS to plan for food retail. Applied Geography 31: 1216-1223.
Feenstra Gail. 1997. Local Food Systems and Sustainable Communities.
American Journal of Alternative Agriculture: 28-36.
Feenstra Gail. 1999. Growing a community food system. Partnerships in
education and research.
Gatrell JD, Neil R, Paula R. 2011. Local food systems, deserts, and maps: The
spatial dunamics and policy implications of food geography. Applied
Geography 31: 1195-1196.
Hák T, B Moldan, AL Dahl. 2007. Sustainability Indicators: A scientific
assessment. The Scientific Committee on Problems of Environmental, of
the International Council for Science: London.
Tregear A, Fillipo A, Giovanni B, Andrea M. 2007. Regional foods and rural
development: The role of product qualification. Journal of Rural Studies
23: 12-22.
Watts DCH, Ilber B, Maye D. 2005. Making reconnections in agro-food
geography: alternative systems of food provision. Progress in Human
Geography 29, 1 (2005): 22-44.