Strategi Pembelajaran Posted on 12 Janua

Strategi Pembelajaran
Posted on 12 Januari 2008 by AKHMAD SUDRAJAT — 67 Komentar
Oleh : Akhmad Sudrajat

D

alam mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2003)

mengetengahkan lima strategi pembelajaran yang dianggap sesuai dengan tuntutan
Kurikukum Berbasis Kompetensi; yaitu : (1) Pembelajaran Kontekstual (Contextual
Teaching Learning); (2) Bermain Peran (Role Playing); (3) Pembelajaran Partisipatif
(Participative Teaching and Learning); (4) Belajar Tuntas (Mastery Learning); dan (5)
Pembelajaran dengan Modul (Modular Instruction). Sementara itu, Gulo (2005)
memandang pentingnya strategi pembelajaran inkuiri (inquiry).
Di bawah ini akan diuraikan secara singkat dari masing-masing strategi pembelajaran
tersebut.
1. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning)
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning) atau biasa disingkat CTL
merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi
pembelajaran dengan dunia kehidupan nyata, sehingga peserta didik mampu
menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah memberikan kemudahan belajar kepada
peserta didik, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai. Guru
bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hapalan, tetapi mengatur
lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar.
Dengan mengutip pemikiran Zahorik, E. Mulyasa (2003) mengemukakan lima elemen yang
harus diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual, yaitu :
1. Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta
didik
2. Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju bagian-bagiannya secara
khusus (dari umum ke khusus)
3. Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara: (a) menyusun konsep
sementara; (b) melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari
orang lain; dan (c) merevisi dan mengembangkan konsep.
4. Pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktekan secara langsung apa-apa yang
dipelajari.

5. Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang
dipelajari.
2. Bermain Peran (Role Playing)
Bermain peran merupakan salah satu model pembelajaran yang diarahkan pada upaya

pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan antarmanusia (interpersonal
relationship), terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik.
Pengalaman belajar yang diperoleh dari metode ini meliputi, kemampuan kerjasama,
komunikatif, dan menginterprestasikan suatu kejadian
Melalui bermain peran, peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-hubungan
antarmanusia dengan cara memperagakan dan mendiskusikannya, sehingga secara bersamasama para peserta didik dapat mengeksplorasi parasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai, dan
berbagai strategi pemecahan masalah.
Dengan mengutip dari Shaftel dan Shaftel, E. Mulyasa (2003) mengemukakan tahapan
pembelajaran bermain peran meliputi : (1) menghangatkan suasana dan memotivasi peserta
didik; (2) memilih peran; (3) menyusun tahap-tahap peran; (4) menyiapkan pengamat; (5)
menyiapkan pengamat; (6) tahap pemeranan; (7) diskusi dan evaluasi tahap diskusi dan
evaluasi tahap I ; (8) pemeranan ulang; dan (9) diskusi dan evaluasi tahap II; dan (10)
membagi pengalaman dan pengambilan keputusan.
3. Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning)
Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning) merupakan model
pembelajaran dengan melibatkan peserta didik secara aktif dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Dengan meminjam pemikiran Knowles,
(E.Mulyasa,2003) menyebutkan indikator pembelajaran partsipatif, yaitu : (1) adanya
keterlibatan emosional dan mental peserta didik; (2) adanya kesediaan peserta didik untuk
memberikan kontribusi dalam pencapaian tujuan; (3) dalam kegiatan belajar terdapat hal

yang menguntungkan peserta didik.
Pengembangan pembelajaran partisipatif dilakukan dengan prosedur berikut:
1. Menciptakan suasana yang mendorong peserta didik siap belajar.
2. Membantu peserta didik menyusun kelompok, agar siap belajar dan membelajarkan
3. Membantu peserta didik untuk mendiagnosis dan menemukan kebutuhan belajarnya.
4. Membantu peserta didik menyusun tujuan belajar.
5. Membantu peserta didik merancang pola-pola pengalaman belajar.
6. Membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar.
7. Membantu peserta didik melakukan evaluasi diri terhadap proses dan hasil belajar.

4. Belajar Tuntas (Mastery Learning)
Belajar tuntas berasumsi bahwa di dalam kondisi yang tepat semua peserta didik mampu
belajar dengan baik, dan memperoleh hasil yang maksimal terhadap seluruh materi yang
dipelajari. Agar semua peserta didik memperoleh hasil belajar secara maksimal, pembelajaran
harus dilaksanakan dengan sistematis. Kesistematisan akan tercermin dari strategi
pembelajaran yang dilaksanakan, terutama dalam mengorganisir tujuan dan bahan belajar,
melaksanakan evaluasi dan memberikan bimbingan terhadap peserta didik yang gagal
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan pembelajaran harus diorganisir secara spesifik
untuk memudahkan pengecekan hasil belajar, bahan perlu dijabarkan menjadi satuan-satuan
belajar tertentu,dan penguasaan bahan yang lengkap untuk semua tujuan setiap satuan belajar

dituntut dari para peserta didik sebelum proses belajar melangkah pada tahap berikutnya.
Evaluasi yang dilaksanakan setelah para peserta didik menyelesaikan suatu kegiatan belajar
tertentu merupakan dasar untuk memperoleh balikan (feedback). Tujuan utama evaluasi
adalah memperoleh informasi tentang pencapaian tujuan dan penguasaan bahan oleh peserta
didik. Hasil evaluasi digunakan untuk menentukan dimana dan dalam hal apa para peserta
didik perlu memperoleh bimbingan dalam mencapai tujuan, sehinga seluruh peserta didik
dapat mencapai tujuan ,dan menguasai bahan belajar secara maksimal (belajar tuntas).
Strategi belajar tuntas dapat dibedakan dari pengajaran non belajar tuntas dalam hal berikut :
(1) pelaksanaan tes secara teratur untuk memperoleh balikan terhadap bahan yang diajarkan
sebagai alat untuk mendiagnosa kemajuan (diagnostic progress test); (2) peserta didik baru
dapat melangkah pada pelajaran berikutnya setelah ia benar-benar menguasai bahan pelajaran
sebelumnya sesuai dengan patokan yang ditentukan; dan (3) pelayanan bimbingan dan
konseling terhadap peserta didik yang gagal mencapai taraf penguasaan penuh, melalui
pengajaran remedial (pengajaran korektif).
Strategi belajar tuntas dikembangkan oleh Bloom, meliputi tiga bagian, yaitu: (1)
mengidentifikasi pra-kondisi; (2) mengembangkan prosedur operasional dan hasil belajar;
dan (3c) implementasi dalam pembelajaran klasikal dengan memberikan “bumbu” untuk
menyesuaikan dengan kemampuan individual, yang meliputi : (1) corrective technique yaitu
semacam pengajaran remedial, yang dilakukan memberikan pengajaran terhadap tujuan yang
gagal dicapai peserta didik, dengan prosedur dan metode yang berbeda dari sebelumnya; dan

(2) memberikan tambahan waktu kepada peserta didik yang membutuhkan (sebelum
menguasai bahan secara tuntas).
Di samping implementasi dalam pembelajaran secara klasikal, belajar tuntas banyak
diimplementasikan dalam pembelajaran individual. Sistem belajar tuntas mencapai hasil yang
optimal ketika ditunjang oleh sejumlah media, baik hardware maupun software, termasuk
penggunaan komputer (internet) untuk mengefektifkan proses belajar.
5. Pembelajaran dengan Modul (Modular Instruction)
Modul adalah suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan bahasan tertentu yang
disusun secara sistematis, operasional dan terarah untuk digunakan oleh peserta didik,
disertai dengan pedoman penggunaannya untuk para guru.
Pembelajaran dengan sistem modul memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Setiap modul harus memberikan informasi dan petunjuk pelaksanaan yang jelas
tentang apa yang harus dilakukan oleh peserta didik, bagaimana melakukan, dan
sumber belajar apa yang harus digunakan.
2. Modul meripakan pembelajaran individual, sehingga mengupayakan untuk
melibatkan sebanyak mungkin karakteristik peserta didik. Dalam setiap modul harus :
(1) memungkinkan peserta didik mengalami kemajuan belajar sesuai dengan
kemampuannya; (2) memungkinkan peserta didik mengukur kemajuan belajar yang
telah diperoleh; dan (3) memfokuskan peserta didik pada tujuan pembelajaran yang

spesifik dan dapat diukur.
3. Pengalaman belajar dalam modul disediakan untuk membantu peserta didik mencapai
tujuan pembelajaran seefektif dan seefisien mungkin, serta memungkinkan peserta
didik untuk melakukan pembelajaran secara aktif, tidak sekedar membaca dan
mendengar tapi lebih dari itu, modul memberikan kesempatan untuk bermain peran
(role playing), simulasi dan berdiskusi.
4. Materi pembelajaran disajikan secara logis dan sistematis, sehingga peserta didik
dapat menngetahui kapan dia memulai dan mengakhiri suatu modul, serta tidak
menimbulkan pertanyaaan mengenai apa yang harus dilakukan atau dipelajari.
5. Setiap modul memiliki mekanisme untuk mengukur pencapaian tujuan belajar peserta
didik, terutama untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik dalam mencapai
ketuntasan belajar.
Pada umumnya pembelajaran dengan sistem modul akan melibatkan beberapa komponen,
diantaranya : (1) lembar kegiatan peserta didik; (2) lembar kerja; (3) kunci lembar kerja; (4)
lembar soal; (5) lembar jawaban dan (6) kunci jawaban.
Komponen-komponen tersebut dikemas dalam format modul, sebagai beriku:
1. Pendahuluan; yang berisi deskripsi umum, seperti materi yang disajikan,
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang akan dicapai setelah belajar, termasuk
kemampuan awal yang harus dimiliki untuk mempelajari modul tersebut.
2. Tujuan Pembelajaran; berisi tujuan pembelajaran khusus yang harus dicapai peserta

didik, setelah mempelajari modul. Dalam bagian ini dimuat pula tujuan terminal dan
tujuan akhir, serta kondisi untuk mencapai tujuan.
3. Tes Awal; yang digunakan untuk menetapkan posisi peserta didik dan mengetahui
kemampuan awalnya, untuk menentukan darimana ia harus memulai belajar, dan
apakah perlu untuk mempelajari atau tidak modul tersebut.
4. Pengalaman Belajar; yang berisi rincian materi untuk setiap tujuan pembelajaran
khusus, diikuti dengan penilaian formatif sebagai balikan bagi peserta didik tentang
tujuan belajar yang dicapainya.
5. Sumber Belajar; berisi tentang sumber-sumber belajar yang dapat ditelusuri dan
digunakan oleh peserta didik.

6. Tes Akhir; instrumen yang digunakan dalam tes akhir sama dengan yang digunakan
pada tes awal, hanya lebih difokuskan pada tujuan terminal setiap modul
Tugas utama guru dalam pembelajaran sistem modul adalah mengorganisasikan dan
mengatur proses belajar, antara lain : (1) menyiapkan situasi pembelajaran yang kondusif; (2)
membantu peserta didik yang mengalami kesulitan dalam memahami isi modul atau
pelaksanaan tugas; (3) melaksanakan penelitian terhadap setiap peserta didik.
6. Pembelajaran Inkuiri
Pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal
seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau

peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan
sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
Joyce (Gulo, 2005) mengemukakan kondisi- kondisi umum yang merupakan syarat bagi
timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa, yaitu: (1) aspek sosial di dalam kelas dan suasana
bebas-terbuka dan permisif yang mengundang siswa berdiskusi; (2) berfokus pada hipotesis
yang perlu diuji kebenarannya; dan (3) penggunaan fakta sebagai evidensi dan di dalam
proses pembelajaran dibicarakan validitas dan reliabilitas tentang fakta, sebagaimana
lazimnya dalam pengujian hipotesis,
Proses inkuiri dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Merumuskan masalah; kemampuan yang dituntut adalah : (a) kesadaran terhadap
masalah; (b) melihat pentingnya masalah dan (c) merumuskan masalah.
2. Mengembangkan hipotesis; kemampuan yang dituntut dalam mengembangkan
hipotesis ini adalah : (a) menguji dan menggolongkan data yang dapat diperoleh; (b)
melihat dan merumuskan hubungan yang ada secara logis; dan merumuskan hipotesis.
3. Menguji jawaban tentatif; kemampuan yang dituntut adalah : (a) merakit peristiwa,
terdiri dari : mengidentifikasi peristiwa yang dibutuhkan, mengumpulkan data, dan
mengevaluasi data; (b) menyusun data, terdiri dari : mentranslasikan data,
menginterpretasikan data dan mengkasifikasikan data.; (c) analisis data, terdiri dari :
melihat hubungan, mencatat persamaan dan perbedaan, dan mengidentifikasikan
trend, sekuensi, dan keteraturan.

4. Menarik kesimpulan; kemampuan yang dituntut adalah: (a) mencari pola dan makna
hubungan; dan (b) merumuskan kesimpulan
5. Menerapkan kesimpulan dan generalisasi
Guru dalam mengembangkan sikap inkuiri di kelas mempunyai peranan sebagai konselor,
konsultan, teman yang kritis dan fasilitator. Ia harus dapat membimbing dan merefleksikan
pengalaman kelompok, serta memberi kemudahan bagi kerja kelompok.
Sumber :
Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya. Strategi Belajar Mengajar. Bandung : Pustaka Setia

E. Mulyasa.2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep; Karakteristik dan Implementasi.
Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
_________. 2004. Implementasi Kurikulum 2004; Panduan Pembelajaran KBK. Bandung :
P.T. Remaja Rosdakarya.
Udin S. Winataputra, dkk. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Pusat Penerbitan
Universitas Terbuka
W. Gulo. 2005. Strategi Belajar Mengajar Jakarta :. Grasindo.
Materi Terkait:
Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik dan Model Pembelajaran

PENDAHULUAN


Masa anak-anak merupakan salah satu masa di dalam sebuah siklus kehidupan manusia
dimana masa itu merupakan masa yang pasti akan dilalui oleh semua manusia.Di masa inilah
seseorang akan mengalami banyak sekali proses pengembagan diri dan penanaman nilai-nilai
kehidupan yang pertama kali. Pada masa inilah para orang tua berimpian agar kelak anakanak nya tumbuh dengan baik dan mampu menjadi sesorang yang berguna dan sukses. Maka
tidak heran banyak para orang tua yang berlomba lomba untuk memasuk kan putra dan puteri
nya masuk ke sekolah favorit yang berkualitas dengan tujuan supaya putra dan puteri nya
mendapatkan pembelajaran yang optimal. Hal tersebut banyak sekali dilakukan para orang
tua untuk memilah-milah jenis sekolah yang tepat untuk anak nya, karena pemikiran mereka
biasanya agar kelak anak-anak mereka meneruskan jalur kehidupan keluarga.
Sekolah selain tempat menimba ilmu juga sebagai tempat dimana anak-anak menyalurkan
bakat dan ketrampilan mereka di dalam berbagai hal. Anak-anak belajar berbagai hal juga
dimulai di sekolah, selain pendidikan wajib yang mereka terima anak juga membutuhkan
pendidikan bersosial dengan lingkungan sekitarnya. Sedangkan disisi lain anak-anak di
sekolah sekarang ini lebih banyak mendapatkan suatu system pembelajaran yang monoton
atau menjenuhkan , dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku didalam nya sehingga
anak-anak terkadang bermalas-malasan untuk pergi ke sekolah.
Banyak nya jenis pembelajaran anak-anak yang ditawarkan sekarang-sekarang ini
menimbulkan kekhawatiran para orang tua untuk memasukkan anak-anak nya ke dalam suatu
pilihan. Pembelajaran yang ditawarkan sebagai contoh : Sekolah Reguler dari Pemerintah,

Home Scholling, Sekolah Islam (Pesantren) , Sekolah Internasional, Sekolah Full Day,
Sekolah Dasar Terpadu, dll.
PENJELASAN SDIT (Sekolah Dasar Islam Terpadu)
Sekolah : bangunan atau lembaga untuk belajar dan memberi pelajaran.
Dasar

: yang terbawah

Terpadu : menyatukan berbagai kegiatan. (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

SDIT (Sekolah Dasar Islam Terpadu) Sebuah lembaga pendidikan swasta yang bercirikan
Islam setaraf sekolah dasar umum biasa ,yang memadukan kurikulum standart sekolah negeri
dengan pendidikan agama Islam. Adapun cirri spesifik SDIT adalah waktu belajar yang di
mulai dari pukul 07.00-15.00 (Fullday). (Yanto 2005)
Pada umum nya sekolah dasar islam terpadu ini menggunakan metoda penggabungan dua
pendidikan, yakni pendidikan reguler dan pendidikan aqidah (agama Islam). Sehingga jam
belajar yang di perlukan di sekolah ini akan lebih banyak di bandingkan dengan jam belajar
di sekolah reguler. Kegiatan siswa di dalam menuntut ilmu akan lebih banyak di sekolah
dibandingkan porsi siswa belajar dirumah. Sekolah merupakan rumah kedua untuk siswa
menuntut ilmu dan mengembangkan pengetahuan. Waktu yang lama untuk belajar di sekolah
akan membuat para siswa menjadi bosan dan merasa lelah, sehingga sekolah terpadu harus
memiliki fasilitas yang baik agar siswa merasa nyaman dan rekreatif di dalam belajar.
Siswa yang belajar si sekolah dasar islam terpadu ini akan berbeda dengan siswa yang belajar
di sekolah reguler atau formal pada umumnya, yakni mereka akan lebih banyak berinteraksi
antar sesama maupun berinteraksi dengan alam sekitar sewaktu di sekolah. Jam belajar yang
ada di sekolah membuat siswa tidak perlu lagi mengikuti kursus atau les di luar sekolah,
karena biasanya sedolah dasar terpadu sudah memiliki mata pelajaran yang lebih banyak di
bandingkan dengan sekolah formal biasa, missal nya Bahasa Inggris, komputer, baca tulis AlQuran, musik, dsb. Dengan adanya sekolah dasar islam terpadu semoga akan membuat
system pendidikan untuk anak-anak akan lebih maksimal di badingkan pendidikan reguler
lainnya dan menciptakan generasi penerus bangsa yang memiliki keahlian di dalam berbagai
bidang.

LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM TERPADU
MAKALAH
Diajukan sebagai Salah Satu Tugas Terstruktur
Pada Program Studi Pendidikan Islam
Konsentrasi Manajemen Pendidikan Islam
Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam
Dosen : Prof. Dr. H. Jamali Syahrodi, M.Ag

Oleh:
DEDING SUDARSO
Nim : 505910045

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI
CIREBON
2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Menurut Abuddin Nata (2004:50), salah satu kekeliruan kebijakan pendidikan
Nasional yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap kinerja
pendidikan (educational performance) Indonesia adalah kurang diperhitungkannya lembaga
pendidikan Islam dalam sistem pendidikan Nasional. Sekilas ketika kita berbicara masalah
peningkatan mutu pendidikan seolah-olah semuanya ditentukan oleh sekolah. Lembaga

pendidikan Islam, misalnya madrasah, pondok pesantren maupun sekolah Islam masih
dipandang sebelah mata dan kurang diperhitungkan.
Tidaklah mengherankan bila muncul di masyarakat stereotyping, bahwa pendidikan
Islam selalu diasosiasikan dengan lembaga pendidikan terbelakang, kurang bermutu serta
tidak menghasilkan lulusan (educational output) yang memadai dan tidak memiliki
kemampuan komprehensif-kompetitif terutama dalam bidang ilmu pengetahuan. (Fahrurrozi,
From: http://www.msi-uii.net .,akses, Sabtu, 7/6/2008, jam 11.27).
Secara sederhana bisa kita lihat dari rendahnya minat para orang tua untuk
menyerahkan masa depan pendidikan anak-anaknya ke madrasah atau pesantren
(notabane Islam). Biasanya mereka tidak menjadikan lembaga-lembaga tersebut sebagai
alternatif utama untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Kalaupun akhirnya mereka
masuk bersekolah di madrasah, pesantren ataupun sekolah Islam biasanya itu dilakukan
karena terpaksa (karena tidak lulus di sekolah umum, misalnya) (Abuddin Nata, 2001).
Lembaga pendidikan Islam (pesantren, madrasah) saat ini, mulai nampak
melakukan perubahan dan memformulasikan pendidikan yang lebih baik lagi. Dengan
banyaknya menggunakan sistem pendidikan yang mengadopsi sistem modern dan
menempatkan pendidikan Islam sebagai filosofis ilmu yang utama menjadikan lembaga
pendidikan Islam akan lebih maju dan berkembang atau dikenal dengan istilah “terpadu”.
(Depag RI, 2004:163).
Gambaran di atas, menunjukkan bahwa dunia pendidikan Islam di Indonesia
memang begitu dilematis. Artinya di satu sisi, tuntutan untuk meningkatkan mutu dan
kualitas agar dapat bersaing dengan lembaga pendidikan umum, di sisi lain perhatian dari
pemerintah terhadap lembaga pendidikan Islam masih rendah bahkan masih ditempatkan
bukan sebagai kelas utama (the first class) melainkan sebagai kelas kedua (the second
class).

BAB II
LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM TERPADU
A. Pengertian Lembaga Pendidikan Islam Terpadu
1. Pengertian Lembaga Pendidikan Islam
Lembaga Pendidikan Islam merupakan sebagai wadah untuk menggembleng
mental, moral dan spiritual generasi muda dan anak-anak untuk dipersiapkan menjadi
manusia yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Lembaga pendidikan Islam yang
dalam hal ini dapat diwakili oleh pesantren, madrasah dan sekolah Islam. Ketiga institusi
pendidikan di atas memiliki nama yang berbeda, akan tetapi memiliki pemahaman yang
sama baik secara fungsional dan substansional. Secara fungsional ketiga lembaga
pendidikan tersebut. Sedangkan secara substansial dapat dikatakan bahwa ketiga institusi
tersebut merupakan panggilan jiwa spiritual seorang kyai, ustadz, guru yang tidak sematamata didasari oleh motif materiil, tetapi sebagai pengabdian kepada Allah (Husni Rahimi,
2004).
Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan Islam yang diungkapkan oleh Al-Ghozali
yaitu mendekatkan diri kepada Allah, bukan semata-mata untuk pangkat maupun bermegahmegahan (Ihsan: 2008).
2. Pengertian Terpadu dalam Lembaga Pendidikan Islam
Terpadu merupakan keterkaitan beberapa sistem dalam pendidikan yang dapat
diterapkan, mulai dari visi-misi, kurikulum, manajemen dan jaringan pendidikan yang dapat
mengembangkan dan memajukan lembaga pendidikan Islam secara baik.
Konsep terpadu menurut Rachmat Syarifudin (2007). Pertama, keterpaduan antara
orang tua dan guru dalam membimbing anaknya. Kedua, keterpaduan dalam kurikulum

Ketiga, keterpaduan dalam konsep pendidikan. Ada sinergi antara stakeholder yang terkait
dengan pendidikan tersebut (Dikutip Rachmat Syarifudin, “JSIT Memberdayakan SekolahSekolah Islam” copyright©2007 www.republika.com).
Terpadu sebenarnya memiliki arti yang sangat luas mulai dari kurikulumnya,
pembelajaranya, lingkungan sekolah yang memadukan dengan masyarakat, orang tuadan
sebagainya. Banyak sekali orang yang melihat sekolah Islam terpadu begitu diminati
sehingga beberapa orang berminat untuk mendirikan sekolah Islam terpadu tersebut.
Keterkaitan kata “terpadu” dengan lembaga pendidikan Islam adalah bagaimana
institutsi

mampu

memberikan

pendidikan

sesuai

dengan

fitrah

manusia,

prinsip

keseimbangan misi kepemimpinan dan mengajak manusia kepada cahaya Illahi, sehingga
mampu menciptakan sumber daya manusia yang beriman dan bertaqwa, berakhlakul
karimah, berkualitas di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dan mampu bersaing dalam
menghadapi tantangan masa depan. Dengan konsep lembaga pendidikan Islam Terpadu,
berusaha menjadikan pendidikan sebagai proses untuk menginternalisasikan nilai-nilai
(konsep) dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari (Depag RI, 2004).
Untuk memperjelas ketiga lembaga pendidikan Islam yaitu pesantren, madrasah
dan sekolah Islam. Karena ketiga lembaga pendidikan tersebut setidaknya masih eksis di
Indonesia.
1. Pesantren.
Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan tertua di Indonesia dan
sejarahnya telah mengakar secara berabad-abad. Sebagai lembaga pendidikan khas
Indonesia, khususnya Jawa, pesantren memiliki keunikan tersendiri yang tidak dapat ditemui
dalam sejarah peradaban Timur Tengah sekalipun. Menurut Nurcholis Madjid dalam buku
beliau yang berjudul Bilik-Bilik Pesantren (Paramadina-Jakarta, 1997) menyebutkan, bahwa
pesantren mengandung makna keislaman sekaligus keaslian (indigenous) Indonesia. Kata

“pesantren” mengandung pengertian sebagai tempat para santri atau murid pesantren,
sedangkan kata “santri” diduga berasal dari istilah sansekerta “sastri” yang berarti “melek
huruf”, atau dari bahasa Jawa “cantrik” yang berarti orang yang mengikuti gurunya
kemanapun pergi. Dari sini dapat dipahami bahwa pesantren setidaknya memiliki tiga unsur,
yakni; Santri, Kyai dan Asrama (pondok).(Hamidah, From: http://hildaku.blog.com/614889
diakses Jum’at 6/6/2008 jam 11.23).
Menurut Azra (2005) sejak digulirkannya kebijakan tersebut pesantren berkembang
menjadi lembaga yang tidak saja mencakup dengan pendalaman masalah agama (tafaqquh
fid-din) dan madrasah tetapi juga pendidikan umum. Bahkan, pesantren juga menjadi pusat
pengembangan masyarakat dalam berbagai bidang sejak dari ekonomi rakyat. Pesantren
tidak lagi hanya terdapat di pedesaan; sejak 1980-an, banyak pesantren bermunculan di
kawasan perkotaan. Semua itu juga, yang membuat anak-anak lulusan pesantren, sejak
1980-an mampu berkompetisi dan sukses melanjutkan pendidikan di mancanegara; tidak
hanya di negara-negara Timur Tengah, namun juga di negara-negara Barat. Mereka ini pada
gilirannya memperkaya dan memperkuat generasi baru kaum terpelajar dan intelektual
Muslim di Indonesia (Republika, Kamis, 22 Desember 2005 dalam http://ubedcentre.blogspot.com akses Senin 16/6/2008).
Pada awal era reformasi pesantren mengalami peningkatan dan mendapatkan
perhatian yang baik dari pemeritah sehingga beberapa pesantren mendapatkan ekuivalensi
dengan sekolah umum diakui seperti ditegaskan UU Sisdiknas 1989 sebagaimana juga
kemudian masih termuat dalam UU Sisdiknas 2003. Pengakuan pendidikan pesantren
dengan pendidikan pada umumnya. Namun semenjak tragedi 11 September 2001, image
pesantren mulai “tercoreng”. Amerika yang secara gencarnya memerangi terorisme, dengan
slogan ‘are you with us or with them-terrorist’ terlebih-lebih lembaga-lembaga pendidikan
tradisional Islam, seperti madrasah dan belakangan juga pesantren dianggap kalangan

Barat tertentu sebagai the breeding ground, tempat perkecambahan radikalisme (Badrun.
http://ubed-centre.blogspot.com akses Senin 16/6/2008).
Pesantren dan umat Islam kembali termarjinalkan sebagai warga negara. Mereka
tercitrakan sebagai ‘tertuduh’ dalam berbagai kasus kekerasan di tanah air hanya
dikarenakan beberapa oknum pelaku teroris merupakan alumnus pesantren. (Hamidah
From: hildaku. blog. Senin 16/6/2008).
2. Madrasah Model dan Terpadu
Madrasah adalah salah satu lembaga pendidikan Islam yang penting selain
pesantren. Keberadaaanya begitu penting dalam upaya meningkat kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) dan menciptakan kader-kader bangsa yang memiliki wawasan keislaman
dan nasionalisme yang tinggi. Madrasah berupaya mengintegrasikan ilmu agama dan
umum. Menyeimbangkan keduanya untuk menggapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Q.S.
(Al-Qasas (28): 77.
Di Indonesia, permulaan munculnya madrasah baru terjadi sekitar abad ke-20.
Meski demikian, latar belakang berdirinya madrasah tidak lepas dari dua faktor, yaitu;
semangat pembaharuan Islam yang berasal dari Islam pusat (Timur Tengah) dan
merupakan respon pendidikan terhadap kebijakan pemerintah Hindia Belanda yang
mendirikan serta mengembangkan sekolah (Maksum, 1999).
Dalam perkembangannya, sistem pendidikan madrasah mengalami perubahan
tidak menggunakan sistem pendidikan yang sama dengan pendidikan Islam pesantren.
Karena madrasah mulai memasukkan pelajaran-pelajaran umum dan metode yang
digunakan tidak lagi dengan metode sorogan atau bandongan, melainkan mengikuti sistem
pendidikan modern dengan model klasikal.

Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia relatif lebih muda di
banding pesantren, ia lahir pada abad 20 dengan munculnya madrasah manba’ul ulum
kerajaan surakarta tahun 1905 dan sekolah adabiyah yang didirikan oleh Syekh Abdullah
Ahmad di Sumatera Barat tahun 1909 (Malik Fajar, 1998).
Madrasah memiliki metode pengajaran seperti hafalan, latihan dan praktek. Ini
kielanjutan dari masa Rasulullah SAW. Terutama ketika beliau memberikan pelajaran alQur’an, pada masa perkembangan berikutnya, pendidikan Islam yang dilakukan di
Madrasah menggunakan metode talqin, dimana guru mendikte dan murid mencatat lalu
menghafal. Setelah, hfalan guru lalu menjelaskan maksudnya.metode ini oleh maksidi
disebut sebagai metode tradisional; murid mencatat, menuliskan materi pelajaran,
membaca, mengahafal dan setelah itu berusaha memahami arti danmksud pelajaran yang
diberikan (Depag RI, 2004:67). Pada perkembangan selanjutnya pendidikan madrasah
dikembangkan menjadi beberapa jenjang pendidikan, yaitu Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah
Tsanawiyah dan madrasah Aliyah.
Madrasah Model adalah madrasah yang secara khusus diformulasikan untuk
meningkatkan kualitas bidang sains dan matematika (Depag RI, 2004:160). Menurut Husni
Rahim (2004), dengan merujuk pada hasil laporan yang berjudul “bekerja bersama
madrasah membangun model pendidikan di Indonesia” menyebutkan sekurang-kurangnya
ada bentuk keberhasilan program masrasah model tersebut, yaitu: (1). Terjadinya
peningkatan kualitas guru melalui berbagai program pendidikan (seperti S2 dan S3) dan
program pelatihan, (2). Meningkatkan mutu lulusan pendidikan madrasah yang tampak
dengan kecilnya kesenjangan prestasi siswa madrasah dengan sekolah umum., (3).
Meningkatnya animo para orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke madrasah seiring
dengan meningkatnya daya tampung madrasah, (4). Mulai terbentuknya networking antara
madrasah dengan berbagai perguruan tinggi, khususnya dengan STAIN, IAIN, dan UIN dan
perguruan tinggi agama lainya.

Madrasah Terpadu adalah sebuah konsep pengembangan madrasah yang
mencoba mensinergikan berbagai potensi kekuatan MI, MTs dan MA yan berada dalam satu
lokasi untuk membantu, saling mengisi kekuatan dan kelemahan masing-masing untuk
mendorong peningkatan kualitas pendidikan madrasah (Depag RI, 2004:162).
3. Sekolah Islam Terpadu
Sejak awal abad ke-20 gagasan modernisasi Islam menemukan momentum.
Pendidikan direalisasikan dengan pendirian lembaga-lembaga pendidikan modern. Gagasan
tersebut menuntut adanya modernisasi sistem pendidikan Islam. Perkembangan mencolok
terjadi pada tahun 90an adalah munculnya sekolah-sekolah Islam elite Muslim yang dikenal
sebagai ”sekolah Islam”. Sekolah-sekolah itu mulai menyatakan diri secara formal dan diakui
oleh kalangan Muslim sebagai “sekolah unggulan” atau sekolah Islam unggulan. Sekolah
Islam unggulan tersebut seakan menjawab tuntutan modernisasi pendidikan Islam
(http://digilib.itb.ac.id/gdl.php. akses Jum’at 6/6/2008).
Sekolah-sekolah

tersebut

dapat

dikatakan

sebagai

sekolah

“elite”

Islam

dikarenakan beberapa hal yang mendasarinya. Menurut Sanaky (2003), alasan yang
melatar belakangi sekolah-sekolah tersebut bersifat elite antara lain dari segi akademis.
Dalam beberapa kasus, hanya siswa-siswa yang terbaik saja yang dapat diterima.
Sedangkan tenaga pengajar (guru) yang mengajar pun hanyalah mereka yang memenuhi
kualifikasi yang dipersyaratkan melalui seleksi yang kompetitif. Sekolah-sekolah tersebut
dikelola oleh manajemen yang baik dengan berbagai fasilitas yang memadai dan lengkap
seperti perpustakaan, ruang komputer, masjid dan sarana olah raga.
Sedangkan menurut Alaydroes, sekolah Islam termasuk sekolah Islam terpadu,
memasukkan nilai-nilai Islam dari berbagai saluran. Baik saluran formal dalam arti
pembelajaran agama, dan semua mata pelajaran yang bernuansa islami, apakah itu PMP,
itu semua harus dikaitkan dengan nilai-nilai spritual, nilai-nilai Illahiah. Kemudian yang

kedua, merekrut guru-guru yang punya visi dan ideologi yang sama, mereka tidak
diperkenankan merokok, berakhlak karimah, dan bisa menjadi teladan. Selain itu, perilaku
ibadah anak-anak juga dibentuk, lewat sholatnya atau doa-doanya dan diupayakan untuk
mengikuti sunnah. (Alaydroes, http://www.pks-anz.org/pkspedia/index.php, akses Jum’at
6/6/2008).
Dari perkembangan sekolah-sekolah ini, pemerintah dalam hal ini Departemen
Agama dan para ahli pendidikan mulai percaya akan kualitas yang ditawarkan oleh sekolah
“elite”, “unggulan”. Sehingga ke depan perbedaan (dikotomi) antara pendidikan Islam dan
pendidikan umum dalam konfigurasi pendidikan nasional harus dipersempit. Pendidikan
Islam harus diberikan kesempatan untuk meningkatkan kualitas dan yang seimbang untuk
mewujudkan pendidikan bermutu sejajar dengan pendidikan umum.
Sekolah Islam terpadu digagas karena melihat kejengahan sekolah-sekolah
nasional yang mendidik anak sekuleristik dengan memisahkan kehidupan keagamaan dan
kehidupan sosial bermasyarakat. Kemudian ada beberapa sekolah Islam yang juga bagin
dari sekuleristik yang sangat fokus terus di ibadah-ibadah mahdloh sehingga mengabaikan
sehi ilmu pengetahuan. Ini berdampak pada umat Islam yang semakin terpuruk dalam
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Guna menjaga mutu dankualitas sekolah Islam terpadu, sejumlah praktisi
danpemerhati pendidikan Islam, membentuk sebuah wadah yaitu Jaringan Sekolah Islam
Terpadu (JSIT), dengan misi utamanya; Islami, efektif dan bermutu (Rachmat Syarifudin,
“JSIT Memberdayakan Sekolah-Sekolah Islam” copyright©2007 www.republika.com).
B. Metode Lembaga Pendidikan Islam Terpadu
Berbicara tentang pendidikan Islam dan lembaga pendidikan Islam, agaknya sangat
idealis dan utopis bila hanya berkutat pada persoalan fundasional filosofis, karena kegiatan
pendidikan sangat concern terhadap persoalan-persoalan operasional. Di antara kelemahan

dari kajian pendidikan Islam yang selama ini mewacana dalam berbagai literatur
kependidikan Islam adalah mereka hanya kaya konsep fundasional atau kajian teoritis,
tetapi miskin dimensi operasional atau praktisnya, atau sebaliknya kaya praktik/operasional,
tetapi lepas dari konsep fundasional dan dimensi teoritiknya (Abuddin Nata, 2004:51).
Untuk mencegah timbulnya kesenjangan sekaligus mencari titik temu dari
persoalan tersebut, muncullah gagasan Pendidikan Islam Terpadu, sebuah model
pendidikan yang didesain dengan segala keterpaduan dari berbagai sisi dan aspek
pendidikan, yang meliputi visi, misi, kurikulum, pendidik, suasana pembelajaran, dan lain
sebagainya. Sekolah Islam Terpadu sebagai bentuk satuan pendidikan pra-dasar, dasar, dan
menegah memiliki peran yang sangat strategis dalam membangun, membentuk, membina,
dan mengarahkan anak didik menjadi manusia yang seutuhnya. Manusia yang memiliki
karakter dan kepribadian yang positif, manusia yang mampu memahami diri sendiri dan
orang lain, manusia yang trampil hidupnya, manusia yang mandiri dan bertanggung jawab,
dan manusia yang mau dan mampu berperan serta dan bekerja sama dengan orang lain.
Untuk itu Sekolah Islam Terpadu mencoba menerapkan sistem terpadu dengan
penerapan program full day school. Yang dimaksud program terpadu adalah program yang
memadukan

antara

program

pendidikan

umum

dan

pendidikan

agama,

antara

pengembangan potensi intelektual (fikriyah), emosional (ruhiyah) dan fisik (jasadiyah), dan
antara sekolah, orang tua dan masyarakat sebagai pihak yang memiliki tugas dan tanggung
jawab terhadap dunia pendidikan.
Pemaduan program pendidikan umum dan agama dilakukan secara kuantitatif dan
kualitatif. Secara kuantitatif artinya porsi program pendidikan umum dan program pendidikan
agama diberikan secara seimbang. Sedang secara kualitatif berarti pendidikan umum
diperkaya dengan nilai-nilai agama dan pendidikan agama diperkaya dengan muatanmuatan yang ada dalam pendidikan umum. Nilai-nilai agama memberikan makna dan
semangat (ruh) terhadap program pendidikan umum. Potensi dasar (fithrah) manusia seperti

; potensi intelektual (fikriyah), emosional (ruhiyah), dan fisik (jasadiyah) merupakan
anugerah dari Allah yang perlu ditumbuhkan, dikembangkan, dibina, dan diarahkan dengan
baik, benar dan seimbang. Program pendidikan terpadu diharapkan menjadi salah satu
sarana untuk menumbuhkan, mengembangkan, membina, dan mengarahkan potensipotensi

dasar

yangdimiliki

anak

didik.

(Ahmad

azies.

http://alfauzi.blogspot.com/2008/02/metode-pengembangan-pendidikan-afektif.html. Kamis,
07 Februari 2008.
Berangkat dari pemahaman bahwa pendidikan merupakan tugas dan tanggung
jawab orang tua, sekolah, dan masyarakat, sekolah sebagai sebuah institusi adalah
pelaksana langsung proses pendidikan, sedang orang tua dan masyarakat sebagai pihak
pengguna dan penikmat hasil pendidikan perlu diberdayakan. Pemberdayaan orang tua dan
masyarakat dalam proses pendidikan dititik beratkan pada peran serta mereka dalam
penyamaan perlakuan terhadap anak didik serta dalam jalannya proses pendidikan.
Mereka bisa menjadi fasilitator, evaluator, donatur bahkan menjadi sumber belajar.
Program pendidikan terpadu menjadi salah satu wahana untuk mengoptimalkan tugas dan
tanggung jawab orang tua, sekolah dan masyarakat terhadap dunia pendidikan. Dengan
demikian Sekolah Islam Terpadu bertolak dari visi yang dibangun atas dasar keyakinan,
bahwa proses pendidikan bertolak dari dan menuju fitrah manusia yang hakiki sebagai
hamba Allah. Dalam arti pendidikan merupakan proses pencarian jati diri manusia dan
proses memanusiakan manusia. Pendidikan membangun kesadaran kepada manusia
tentang; siapa yang menjadikan manusia itu ada, dari mana manusia itu berasal, dan apa
tugas manusia di bumi ini? Dalam proses pendidikan manusia diposisikan dan diperlakukan
sebagai manusia, yang memiliki potensi, ciri dan karakteristik yang unik. Maka dalam proses
memanusiakan manusia itu harus sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah, Rabb
yang menjadikan manusia itu ada dan sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah
Saw.

Dalam mencapai visi tersebut, Pendidikan di Sekolah Islam Terpadu mengemban
misi menjadi wahana konservasi nilai-nilai ajaran Islam yang dibawa, diajarkan, dan
dicontohkan Nabi Muhammad Saw. Menjadi wahana dalam membangun, menumbuhkan,
mengembangkan, membentuk, membina, dan mengarahkan potensi dasar (fithrah) anak
didik. Menjadi mediator dalam menghantarkan anak didik memasuki zaman, sejarah, dan
tantangan yang akan dihadapinya. Dengan tujuan menumbuhkan, mengembangkan,
membentuk, dan mengarahkan anak didik menjadi hamba Allah yang shaleh secara
individual dan sosial, serta memberikan kemampuan dasar kepada anak didik berupa
pengetahuan, ketrampilan, dan sikap terpuji sesuai usia perkembangannya sebagai bekal
hidup dan kehidupannya.
C. Materi Lembaga Pendidikan Islam
Sejalan dengan visi, misi, dan tujuan yang dipaparkan di atas, Sekolah Islam
Terpadu dirancang dengan sistem terpadu yang memungkinkan siswa mengembangkan
potensi dasarnya secara terpadu, terus menerus dan berkesinambungan. Guru tidak hanya
berperan sebagi pengajar (mudarris), tetapi juga sebagai pendidik (murabbi) setia yang
memahami perkembangan siswa. Guru dituntut menjadi sumber keteladanan yang nyata
bagi siswa.
Lingkungan pendidikan dirancang sebagai masyarakat belajar (learning society)
sehingga siswa berinteraksi secara simbiosis mutualistik; saling mengingatkan (taushiah bil
haq wa shabr), siap menjadi pelajar dan sekaligus menjadi pengajar. Proses pendidikan
senantiasa diwarnai nuansa-nuansa religius sehingga membentuk karakter keberagamaan
yang baik. Hal ini tidak terlepas dari optimalisasi fungsi masjid/mushala sekolah sebagai
media dan sentra kegiatan siswa. Pengembangan pendidikan emosional anak dilakukan
secara konseptual melibatkan pengalaman langsung tentang apa yang sedang diajarkan .
Orang tua juga diikutsertakan secara aktif dalam membantu penyelenggaraan pendidikan.
Mereka berperan sebagai partner dalam penyelenggaraan pendidikan. Orang tua dapat

menciptakan dan menerapkan kebiasaan misalnya hal-hal yang bersifat spiritual- dalam
berbagai rutinitas kehidupan sehari-hari. Orang tua secara spontan bisa mengingatkan
untuk berdo’a sesuai dengan yang telah diajarkan di sekolah- dalam berbagai tindakan
anak.

(Ahmad

azies.

http://alfauzi.blogspot.com/2008/02/metode-pengembangan-

pendidikan-afektif.html. Kamis, 07 Februari 2008.)
Tentu saja dalam melaksanakan program besar ini peran serta orang tua siswa
didik menjadi sangat penting, berangkat dari asumsi bahwa pendidikan merupakan tugas
dan tanggung jawab orang tua, sekolah, dan masyarakat. Orang tua sebagai pihak
pengguna dan penikmat hasil pendidikan memiliki tugas yang sama dalam mendidik anak.
Sekolah dan orang tua melakukan penyelarasan visi, misi, strategi, tujuan dan sasaran
pendidikan. Hubungan antar keduanya bersifat mutualistik untuk mewujudkan kerjasama
yang produktif, saling pengertian dan atas dasar pembagian wilayah kerja. Media untuk
menjembatani terciptanya hubungan tersebut adalah Badan Pembantu Penyelenggara
Pendidikan/BP3(JulHasratman,http://julhasratman.blogspot.com/2009/05/peran-lembagapendidikan-islam.htm. Jumat, 15 Mei 2009.

Melalui BP3, orang tua murid dapat memainkan peran dalam membantu
kelancaran proses pendidikan, memberikan masukan, saran, tanggapan, gagasan
dan melakukan evaluasi terhadap jalannya proses pendidikan. BP3 merupakan
bagian integral dari struktur lembaga pendidikan(LutfiIndriyantohttp://www.smpitalbayyinah.com/?p=229#more-229).
Demikianlah dengan segenap keterpaduannya, Pendidikan Islam di Sekolah Islam
Terpadu menawarkan berbagai nilai lebih yang bisa diperoleh diantaranya adalah: siswa
mendapatkan

pendidikan

umum

yang

penuh

dengan

nuansa

keislaman,

siswa

mendapatkan pendidikan agama Islam secara aplikatif dan teoritis, siswa mendapatkan
pendidikan dan bimbingan ibadah praktis (doa, shalat dan dzikir, cara makan/minum, dan

lain-lain), siswa mendapat pelajaran dan bimbingan cara baca dan menghapal al-Qur’an
(tahfizh) secara tartil, siswa dapat menyalurkan potensi dirinya melalui kegiatan ekstra
kurikuler, perkembangan bakat, minat, dan kecerdasan siswa diantisipasi sejak dini,
pengaruh negatif dari luar sekolah dapat diminimalisir, bagi orang tua yang sibuk Sekolah
Islam Terpadu, dengan model full day school-merupakan solusi untuk pembinaan
kepribadian putra-putrinya, siswa mendapatkan pendidikan bagaimana cara hidup bersama
dengan teman, dan nilai-nilai positif lainnya . Selain itu siswa didik akan belajar tentang
kecakapan hidup (life skill) yang memberikannya tumbuh akan kesadaran diri (self
awareness),

trampil

berpikir

(thinking

skill)

dan

bersosialisasi

diri

(social

skill).

D. Kurikulum Lembaga Pendidikan Islam Terpadu
Menurut Muhaimin (2007), pelaksanaan pemaduan sistem pendidikan sekolah dan
pendidikan luar sekolah, dengan fokus pada pemaduan kurikulum madrasah dengan
kurikulum pendidikan keterampilan, dalam upaya pengembangan bakat dan minat yang
dilakukan kebanyakan lembaga pendidikan Islam Terpadu (pesantren, madrasah dan
sekolah Islam). Secara rinci permasalahan yang diajukan adalah bagaimana: (1) Gambaran
umum Pondok, (2) Faktor dominan yang melatarbelakangi pemaduan, (3) bentuk
keterpaduan program pendidikan, (4) Keterpaduan kurikulum pendidikan yang diterapkan,
(5) Peran program pemaduan dalam rangka pembinaan bakat dan minat santri, (6) Dampak
pemaduan terhadap dunia kewirausahaan, (7) Faktor-faktor penghambat dan pendukung
upaya pemaduan, dan (8) Upaya-upaya dalam mengatasi hambatan. Tujuan penelitian
untuk memperoleh data obyektif, mendalam, dan komprehensif tentang keterpaduan sistem
pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah, dalam hal ini keterpaduan kurikulum
pendidikan madrasah dan kurikulum pendidikan keterampilan, dalam upaya pengembangan
bakat dan minat santri (Prima Remolda. http://primaremolda.blogspot.com/2009/03/reposisikurikulum-islam terpadu_1726.html. Monday, March 9, 2009).

Misi utama lembaga pendidikan Islam Terpadu adalah membangkitkan kesadaran
umat islam akan pentingnya generasi muda yang berkualitas tinggi dan berjiwa islami,
menggelorakan syiar islam, dan turut mensukseskan wajib belajar. Sejalan dengan itu, visi
utamanya adalah mencetak Generasi Muda Muslim Rabbani untuk menyiapkan dan menata
kehidupan islami yang harmonis. Untuk itu, dikembangkan tiga program utama, yaitu
program transformasi ilmu pengetahuan dan bahasa, penanaman nilai-nilai Islam dan
akhlaqul karimah, serta program dakwah dan pengarah masyarakat menuju kehidupan yang
diridhloi Allah SWT., yang selanjutnya dijabarkan dalam lima jalur program pembinaan
pendidikan, yaitu program pembinaan pendidikan persekolahan (madrasah), pendidikan
keagamaan, pendidikan bahasa, pendidikan umum, dan pendidikan keterampilan, sebagai
satu kesatuan.
Pemaduan antara pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah telah banyak
ditawarkan para ahli, salah satunya adalah model terpadu (integrated), dimana kedua jalur
pendidikan tersebut digabungkan ke dalam satu sistem pendidikan terpadu, meliputi
pengintegrasian kurikulum, proses pendidikan dan pengelolaan, serta komponen-komponen
lainnya dari kedua jalur pendidikan tersebut. Sistem pendidikan terpadu umumnya dapat
menjangkau sasaran populasi pendidikan yang lebih luas, lebih fleksibel, berorientasi pada
kebutuhan masyarakat, dan erat relevansinya dengan perkembangan pembangunan. (D.
Sudjana, 1996:101). Pondok pesantren dikatakan terpadu apa bila dalam keseluruhan
pembinaan terhadap para santri telah memadukan tradisi pesantren dengan sistem
pendidikan lainnya, sedang bila ditinjau dari fasilitasnya minimal terdiri dari Mesjid, rumah
kyai, pondok, dan madrasah (Sudjoko Prasodjo, 1994:24).
Pada akhirnya disimpulkan bahwa pemaduan sistem pendidikan sekolah (kurikulum
madrasah) dan pendidikan luar sekolah (kurikulum pendidikan keterampilan) dalam upaya
pembinaan bakat dan minat santri telah direncanakan secara sistematis dan terprogram,
serta dilakukan secara terintegrasi melalui berbagai program yang dikembangkan. Namun,

karena berbagai faktor, baik yang sifatnya internal maupun eksternal, hasilnya masih belum
maksimal sesuai yang diharapkan. Untuk itu drekomendasikan perlunya penerapan
manajemen pondok yang profesional, pemberdayaan potensi pondok melalui kerja sama
sinergik dengan isntansi atau lembaga lain, penyediaan program pendidikan keterampilan
yang bervariasi sesuai bakat dan minat santri sesuai hasil identifikasi dan dilaksanakan
secara intensif, sehingga pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan ke-Islaman
mampu terus mempertahankan eksistensinya dalam menyahuti tuntutan kebutuhan
masyarakat sesuai perubahan zaman.
E. Lingkungan Pendukung Lembaga Pendidikan Islam Terpadu
Menurut Abuddin Nata (2004), mengatakan meraih prestasi tidaklah semudah
mempertahankan dan meningkatkannya. Untuk itu, lembaga pendidikan Islam diharapkan
agar tetap stabil dalam menjalankan fungsi dan tujuannya, baik dalam hal manajemen
maupun muatan yang diajarkan di dalamnya. Agar tetap berperan strategis dalam
pendidikan nasional, ada beberapa hal yang perlu dipertahankan dan ditingkatkan oleh
lembaga pendidikan Islam sebagai berikut :
Pertama, Lembaga Pendidikan Islam harus mampu mempertahankan dan
meningkatkan ciri atau karakter keislaman di dalamnya. Nuansa dan nilai-nilai islami yang
terpraktekkan dalam kehidupan sehari-hari para siswanya adalah hal yang diutamakan
daripada hanya sekadar pengetahuan keislaman sebatas teoritis belaka.
Kedua,

Lembaga

Pendidikan

Islam

harus

mampu

mempertahankan

dan

meningkatkan ciri unggulan yang melekat pada dirinya atau ‘imej tampil beda’, apabila
dibandingkan dengan lembaga pendidikan umum misalnya dalam hal keilmuan (bimbingan
plus IPTEK, laboratorium alam, bimbingan intensif bekerjasama dengan bimbel terkemuka),
dalam hal keterampilan (komputer, beladiri, seni islami, teknologi tepat guna, usaha kecil,
kepanduan, dan lain-lain), atau dalam hal interaksi sosial.

Ketiga, Lembaga pendidikan Islam harus mampu meningkatkan kemampuan dalam
pola manajeman dan muatan kurikulum, siswa baru yang diseleksi ketat, staf pengajar dan
karyawan yang berkualitas, kendali kualitas (quality control) terhadap lulusan, serta sarana
dan prasarana yang lengkap.
Keempat, Lembaga pendidikan Islam harus gencar untuk ‘unjuk gigi’ pada setiap
kesempatan yang ada agar semakin dikenal dan dipercaya oleh orangtua dalam menitipkan
masa depan anak-anaknya. Peluang-peluang besar bagi lembaga pendidikan Islam untuk
menjadi lembaga pendidikan teratas di Indonesia adalah keniscayaan, setidaknya peluang
itu dapat dilihat dari jumlah penduduk negeri ini yang menganut agama Islam.
Sebagai penutup dari tulisan ini, penulis menarik suatu kesimpulan bahwa lembaga
pendidikan Islam bukanlah lembaga pendidikan nomor dua dalam sistem pendidikan
nasional. Lembaga pendidikan Islam adalah sejajar dengan lembaga pendidikan umum
bahkan telah selangkah lebih baik dari lembaga pendidikan umum. Hal itu dapat tetap
terjamin apabila kenyataan hari ini dijadikan sebagai faktor pemicu untuk terus berbuat lebih
baik dalam meningkatkan kualitas pendidikan di lembaga pendidikan Islam, sehingga
peranannya dalam kemajuan pendidikan nasional akan semakin nyata dan dirasakan lebih
dekat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

1. Keterpaduan Pendidikan Sekolah, Keluarga dan Masyarakat
Secara faktual, pendidikan melibatkan tiga unsur pelaksana, yakni keluarga,
sekolah dan masyarakat. Kondisi faktual obyektif pendidikan saat ini, ketiga unsur pelaksana
tersebut belum berjalan secara sinergis di samping masing-masing unsur tersebut juga
belumlah berfungsi secara benar. Sinergi negatif antar ketiganya, memberikan pengaruh
kualitas proses pendidikan secara keseluruhan. Dengan melakukan optimasi proses belajar
mengajar serta melakukan upaya minimasi pengaruh negatif yang ada dan pada saat yang
sama meningkatkan pengaruh positif pada anak didik, diharapkan pengaruh yang diberikan

pada pribadi anak didik adalah positif sejalan dengan arahan Islam. Selanjutnya, dibuka
lebar ruang interaksi dengan keluarga dan masyarakat agar dapat berperan optimal dalam
menunjang proses pendidikan. Sinergi pengaruh positif dari faktor pendidikan sekolahkeluarga-masyarakat inilah yang akan menjadikan pribadi anak didik yang utuh sesuai
dengan kehendak Islam.

2. Keterpaduan Sekolah, Asrama/Pesantren dan Masjid
Untuk meciptakan kultur sekolah yang bersih dari pengaruh negatif masyarakat,
program full-day school dan boarding school merupakan alternatif yang dapat dilakukan.
Karena itu, tiga poros sekolah, asrama/pesantren dan masjid yang berperan penting dalam
pengembangan SDM tapi selama ini terpisah-pisah, harus dapat diharmonisasikan. Sekolah
berfungsi untuk mengintroduksikan kurikulum pendidikan secara formal sesuai dengan
jenjang yang ada. Asrama merupakan sarana di lua