Epistemologi Spiritualitas Islam dalam G

EPISTEMOLOGI SPIRITUALITAS ISLAM DALAM GAMBAR *
Oleh: Sokhi Huda **
A. Peoses Spiritualitas
Gambar 1. Proses Spiritualitas
Corak Perilaku Spiritualitas
Resep
Spiritualitas
Hati (H)
Ajaran
dan
Tradisi

Eksistensi
Diri (ED)

Pikiran (P)
Nafsu (N)

Resep Magic
dan
Kedigdayaan


Pintu
Masuk

Hasil
Sementara

Proses
Lanjutan

Tobat

Beberapa
kelebihan/
kemampuan

Bimbingan
cahaya Ilahi

Keinginankeinginan

selain tobat

Beberapa
kelebihan/
kemampuan

Kendali
Nafsu

Pintu
Masuk

Hasil
Sementara

Proses
Lanjutan

Corak
Penguasaan


Corak
Penguasaan

Corak Perilaku Magic dan Kedigdayaan

Pengandaian Rumus Matematik Spiritulitas
ED = (P+H)
(P+N)
Jika P+H lebih besar, maka bimbingan cahaya ilahiah dalam proses spiritualitas
menguasai P+N. Sebaliknya, jika P+N lebih besar, maka power nafsu menguasai
P+H. Penguasaan tampil dalam bentuk-bentuk perilaku, self concept, cara pandang
terhadap orang lain, lingkungan, dunia, bahkan terhadap Tuhan. Bentuk-bentuk
penguasaan ini dilaksanakan oleh pikiran (P) sebagai aktornya dan sekaligus sebagai
corak eksistensi diri pelaku yang bersangkutan.
B. Variasi Kondisi Spiritualitas
1. Corak 1: Spiral (Gambar 2)
Pintu Masuk

Hasil Sementara


HATI
Pikiran

Tobat

Beberapa kelebihan/
kemampuan

Corak
Penguasaan
Bimbingan
cahaya Ilahi

NAFSU

Keinginan-keinginan
selain tobat

Beberapa kelebihan/

kemampuan

Kendali
Nafsu

Pintu Masuk

Hasil Sementara

*

Proses
Lanjutan

Proses
Lanjutan

Corak
Penguasaan


Materi kajian dalam diskusi KOBAR (Komunitas Baca Rakyat) UIN Sunan Ampel Surabaya, pada 20
September 2016, di Pesantren Al-Jawi, di Jalan Jemur Wonosari Gang Masjid, Jemur Wonosari, Wonocolo,
Jemur Wonosari, Surabaya.
**
Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UINSA Surabaya, diperbantukan di Universitas Hasyim Asy’ari
(UNHASY) Tebuireng Jombang.

1

2
2. Corak 2: Penguasaan Hati (Gambar 3)

HATI

Pintu Masuk

Hasil Sementara

Tobat


Beberapa kelebihan/
kemampuan

Bimbingan
cahaya Ilahi

Keinginan-keinginan
selain tobat

Beberapa kelebihan/
kemampuan

Kendali
Nafsu

Pintu Masuk

Hasil Sementara

Pikiran

NAFSU

Proses
Lanjutan

Corak
Penguasaan

Proses
Lanjutan

Corak
Penguasaan

Proses
Lanjutan

Corak
Penguasaan


3. Corak 3: Penguasaan Nafsu (Gambar 4)

HATI
Pikiran

Pintu Masuk

Hasil Sementara

Tobat

Beberapa kelebihan/
kemampuan

Bimbingan
cahaya Ilahi

selain tobat

Beberapa kelebihan/

kemampuan

Kendali
Nafsu

Pintu Masuk

Hasil Sementara

NAFSU Keinginan-keinginan

Proses
Lanjutan

Corak
Penguasaan

4. Corak 4: Konsisten (Istiqamah) (Gambar 5)
Pintu Masuk


Hasil Sementara

Proses
Lanjutan

HATI
Pikiran

Tobat

Beberapa kelebihan/
kemampuan

Bimbingan
cahaya Ilahi

NAFSU

Keinginan-keinginan
selain tobat

Beberapa kelebihan/
kemampuan

Kendali
Nafsu

Pintu Masuk

Hasil Sementara

Proses
Lanjutan

Corak
Penguasaan

Corak
Penguasaan

5. Ruang Kedap Nafsu
Dalam perjalanan spiritual, pelaku akan mengalami berbagai kondisi batin
sebagaimana gambaran kondisi spiritualitas di atas. Laku spiritual menuju Sang
Ilahi dapat terkondisi dengan baik apabila ia masuk dalam ruang kedap nafsu.
Ruang ini dapat tercipta jika pelaku spiritual berusaha mencapai batas penguasaan
hati atas nafsu, bukan sebaliknya. Oleh karena demikian, maka pelaku hendaklah
berusaha melaksanakan corak 2 (penguasaan hati) atau corak 4 (konsisten) pada
jalan spiritualnya.
Corak 2 menggambarkan motivasi (dorongan) awal terhadap spiritualitas
(dengan penguasaan hati) dan magic/kedigdayaan (dengan penguasaan nafsu) samasama besar. Pada proses selanjutnya penguasaan hati mendominasi penguasaan
nafsu, sehingga proses spiritual terkondisi dengan baik. Sedangkan corak 4
menggambarkan motivasi awal terhadap spiritualitas atau magic/kedigdayaan
sama-sama besar. Pada corak 4 ini pelaku spiritual konsisten pada laku spiritualnya

3
dan tidak tertarik pada rayuan nafsu yang menawarkan aneka kemampuan magic
atau kedigdayaan.
6. Batas Rawan dan Alternatif Pengamanan
Batas rawan dapat terjadi secara lebih mudah pada corak 1 dan corak 3.
Corak 1 menggambarkan proses spiritual yang pontang panting sehingga proses
menuju Tuhan dapat dibilang menghabiskan banyak energi yang sia-sia. Energi
spiritualitas yang mestinya dapat lebih mungkin dihemat, tetapi justru terbuang
sia-sia. Corak 1 juga menggambarkan perjalanan zig zag atau oleng sehingga
dapat membahayakan pelaku spiritualitas yang bersangkutan, bahkan mungkin
dapat membahayakan juga terhadap orang lain. Sedang corak 3 menggambarkan
motivasi awal terhadap spiritualitas atau magic/kedigdayaan sama-sama besar.
Pada corak 3 ini pelaku spiritual tertarik pada rayuan nafsu yang menawarkan aneka
kemampuan magic atau kedigdayaan sehingga penguasaan nafsu mendominasi
dirinya. Dengan demikian, laku spiritualitas sengaja ditutupnya.
C. Jalur dan Pembimbingan Spiritualitas
Gambar 6. Skema Ideal Gerak Interaktif Laku Spiritualitas dalam Islam

‫ﷲ‬

‫أﻷﻋﻤﺎل‬
‫اﻟﺼﺎﻟﺤﺔ‬

‫ﻣﺤ ّﻤﺪ‬
‫ﺣﺒﻞ ﻣﻦ ﷲ‬

‫ﻏﯿﺮ‬
‫ﻋﻠﻢ اﻟﻐﯿﺐ‬

‫ﺣﺒﻞ ﻣﻦ اﻟﻨﺎس‬
‫اﻟﻨﺎس‬

‫ﻋﻠﻢ اﻟﻐﯿﺐ‬

‫أوﻟﯿﺎء ﷲ‬
‫وأﺣﺒﺎﺑﮫ‬

4
ALLAH SWT

Alam
Gaib

Para wali
dan
kekasih
Allah

Hubungan
dengan Allah

Muhammad
SAW

Selain
Alam Gaib

Amal
perbuatan
baik

Hubungan dengan sesama manusia
Manusia

Keterangan:
1. Laku spiritual manusia bergerak menuju Allah SWT, dengan sarana (amalan dan
perbuatan) tertentu menurut versi yang diminati atau dianutnya.
2. Sebagai hamba Allah, manusia dalam laku spiritualnya tidak terlepas dari hubungan
dengan Allah dan hubungan dengan sesama manusia, termasuk lingkungannya.
3. Manusia dalam laku spiritualnya menggunakan fasilitas berupa amal perbuatan
baik serta peran para wali dan kekasih Allah yang bertugas membimbingnya.
4. Selanjutnya, dengan bekal laku spiritual manusia bergerak menuju Allah SWT
melalui garis masuk (on line) Nabi Muhammad SAW, karena hanya beliaulah yang
dapat bertemu langsung dengan Allah SWT.
5. Selama laku spiritual, seseorang dilingkungi oleh realitas alam gaib dan selain
alam gaib.
6. Semua sarana (nomor 1), jenis hubungan (nomor 2), fasilitas (nomor 3), garis masuk
(nomor 4), dan realitas yang melingkungi laku spiritual terajut dalam lingkaran
sistem spiritual dalam rangka gerak menuju Allah SWT.

5
Gambar 7. Skema Gerak Vertikal Pesan Kewahyuan, Spiritualitas,
dan Shari’ah dalam Islam
DIMENSI
SHAR‘I>YAH

DIMENSI SPIRITUALITAS

DIMENSI
KEWAHYUAN

‫ﷲ‬
‫ﻣﺤ ّﻤﺪ‬
‫اﻟﻨﻮر اﻟﺜﺎﻧﻲ‬
‫اﻟﻌﻠﻤﺎء‬

‫اﻷوﻟﯿﺎء‬

‫اﻷﻧﺒﯿﺎء‬

‫أھﻠﮭﻢ‬

‫أھﻠﮭﻢ‬

‫أھﻠﮭﻢ‬

‫اﻟﺘﻼﻣﯿﺬ‬

‫اﻻﻧﺴﺎن اﻟﻤﺨﺘﺎر‬

‫أﺻﺤﺎﺑﮭﻢ‬
‫اﻟﻤﺨﺖار‬
‫أﻣﺔ‬

‫اﻟﻤﺨﺘﺎرون‬

‫اﻟﺘﻼﻣﯿﺬ‬

‫أﻣﺔ‬

‫أﻣﺔ‬
‫اﻟﻤﻮ ّﻛﻞ‬

6

DIMENSI
KEWAHYUAN

DIMENSI SPIRITUALITAS

DIMENSI
SHAR'I>YAH

Allah SWT
Muhammad SAW
(Nur Pertama)
Nur Kedua
(Nabi Khidzr AS)

Para Nabi

Para Wali

Para ‘Alim

Keluarga

Keluarga

Keluarga

Sahabat

Manusia
Terpilih

Murid

Umat

Murid

Umat

Umat

Muwakkal
(Pembimbing
Lapangan)

‫‪7‬‬
‫‪Gambar 8. Skema Vertikal Target Keberhasilan Spiritualitas‬‬
‫‪dan Peran Pembimbingan Lapangan‬‬

‫ﷲ‬
‫ﻣﺤ ّﻤﺪ‬
‫اﻟﻨﻮر اﻟﺜﺎﻧﻲ‬
‫اﻟﻤﻮ ّﻛﻞ‬

‫اﻟﻤﻮ ّﻛﻞ‬

‫اﻟﻤﻮ ّﻛﻞ‬

‫اﻻﻧﺴﺎن اﻟﻤﺨﺘﺎر‬

‫اﻻﻧﺴﺎن اﻟﻤﺨﺘﺎر‬

‫اﻻﻧﺴﺎن اﻟﻤﺨﺘﺎر‬

‫ﺴﻠﻮك‬
‫ﺣﺼﻮل اﻟ ّ‬

‫ﺴﻠﻮك‬
‫ﺣﺼﻮل اﻟ ّ‬

‫ﺴﻠﻮك‬
‫ﺣﺼﻮل اﻟ ّ‬

‫ي ﻣﻦ‬
‫إﺧﺘﯿﺎر ﻗﻮ ّ‬
‫اﻻﻧﺴﺎن اﻟﻤﺨﺘﺎر‬

‫ﺴﻠﻮك‬
‫ﺣﺼﻮل اﻟ ّ‬

8

Allah SWT
Muhammad SAW
(Nur Pertama)
Nur Kedua
(Nabi Khidzr AS)

Muwakkal

Muwakkal

Muwakkal

Manusia Terpilih

Manusia Terpilih

Manusia Terpilih

Keberhasilan
Suluk

Keberhasilan
Suluk

Keberhasilan
Suluk

Usaha serius
manusia terpilih

Keberhasilan
Suluk
Keterangan:
1. Nilai utama spiritualitas adalah kesakralan, kesucian, dan keutamaan. Hal-hal
selain itu pada dasarnya bersifat ikhtiari, tetapi dapat menjadi kontraproduktif jika
dipaksakan masuk dan mencampuri nilai-nilai utama.
2. Proses pembimbingan lapangan memiliki peran strategis untuk mencapai hasil
spiritualitas. Semakin jernih proses pembimbingan, maka semakin jernih pula
hasil yang diperoleh laku spiritualitas seseorang. Demikian pula sebaliknya; jika
ada hal-hal di luar nilai-nilai utama spiritualitas yang dipaksakan masuk dan
mencampurinya, maka hasilnya justru kontra-produktif terhadap nilai-nilai utama
spiritualitas.
3. Target yang diharapkan dari laku spiritualitas adalah kesatriaan. Seorang pelaku
spiritualitas ditargetkan bertanggungjawab atas kesatriaan dirinya. Oleh karena itu,
dia hendaklah berusaha mewaspadai dan mengendalikan hal-hal yang kontraproduktif
terhadap nilai-nilai kesatriaan.

9
4. Kesatriaan tidak identik dengan keperkasaan atau keberanian yang tidak
terkendali, karena hal-hal itu justru merupakan kontraproduksi bagi nilai-nilai utama
spiritualitas. Kesatriaan merupakan paduan seimbang hubungan baik dengan Allah
dan hubungan baik dengan sesama manusia. Semakin satria seseorang mestinya
semakin baik dalam kedua hubungan (kabel) tersebut, tidak malah sebaliknya.
Oleh karena itu, jika ada kabel yang justru semakin tidak baik, maka pelaku
spiritual perlu melakukan koreksi dan penataan diri secara serius; dia perlu
melacak secara jeli faktor-faktor mana yang menyebabkan trouble, kemudian
melakukan terapi secara sungguh-sungguh.
5. Dari ketiga skema tersebut, pada kenyataan di lapangan dapat diketahui hal-hal mana
yang termasuk laku asli, laku buatan, beban tambahan, faktor-faktor kontraproduktif.
Di sinilah diperlukan berbagai verifikasi alamiah, kemanusiaan, dan spiritualitas
sendiri. Untuk verifiksi alamiah secara kualitatif, seluruh teknik varifikasi diperlukan,
bahkan crosscheck dan triangulasi tingkat lanjutan pun diperlukan, hingga
diperoleh puncak kejelasan informasi dengan data-data kredibel yang tidak
terbantahkan oleh berbagai kamuflase dan permainan kata-kata.
6. Secara subatansial, inti kesatriaan adalah keeratan paduan Syahadat Tauhid
(Gerak Vertikal) dan Syahadat Rasul (Gerak Horisontal). Dalam realitas nyata
(kabel kemanusiaan), inti Syahadat Rasul adalah pada hadis Nabi: “Aku diutus
untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.”
Wa Allah a’lam.