Perda 5 tahun 2015 GUBERNUR KALIMANTAN T

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2015 – 2035 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Provinsi Kalimantan Tengah merupakan bagian dari ruang Negara Kesatuan Republik Indonesia sehingga dalam pengelolaannya perlu menjaga keberlanjutan

demi terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan sosial sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

kualitas

ruang

b. bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah sebagai bagian dari upaya penyelenggaraan penataan ruang yang kewenangan pengelolaannya berada pada Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah merupakan arahan pemanfaatan ruang yang dilaksanakan oleh pemerintahan daerah, masyarakat, dan/atau dunia usaha dengan berpedoman pada pembangunan daerah yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan;

c. bahwa untuk menyesuaikan arah kebijakan penataan ruang wilayah Nasional dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal

23 ayat (6) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah perlu diganti

pengaturan kembali perencanaan penataan ruang di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah selama kurun waktu 20 (dua puluh) tahun ke depan;

sehingga

dibutuhkan

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2015-2035;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-undang Darurat Nomor 10 Tahun 1957 Tentang Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan Tengah dan Perubahan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1956 Tentang Pembentukan Daerah-Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Tahun 1957 Nomor 53) Sebagai Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1622);

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);

4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046);

5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);

6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478);

7. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);

8. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor

86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);

9. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4156);

10. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169);

11. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

12. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073);

13. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);

14. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722);

15. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);

16. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);

17. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

18. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739);

19. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor

96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746);

20. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4864);

21. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor

64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849);

22. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4956);

23. Undang-Undang

2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);

Nomor

4 Tahun

24. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966);

25. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025);

26. Undang-Undang Nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5052);

27. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

28. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5066);

29. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068);

30. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5168);

31. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188);

32. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

33. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5432);

34. Undang-Undang

2014 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492);

Nomor

3 Tahun

35. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 304, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5613);

36. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

37. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah Dan Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 299, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5608);

38. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 308, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5613);

39. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang

Pembinaan

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

Dan

Pengawasan

40. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828);

41. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);

42. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang kawasan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4987);

43. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070);

44. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan Dan Fungsi Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor

15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5097), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan Dan Fungsi Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5324);

45. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);

46. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);

47. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pasca Tambang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5172);

48. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5217);

49. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 08, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5393);

50. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2014 tentang Penataan Wilayah Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 190, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5574);

51. Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Kalimantan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 10);

52. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 199);

53. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11 Tahun 2009 tentang Pedoman Persetujuan Substansi Dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, Beserta Rencana Rincinya;

54. Peraturan

Umum Nomor 15/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi;

Menteri

Pekerjaan

55. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah;

56. Peraturan

Umum Nomor 02/PRT/M/2012 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Umum Jaringan Jalan;

Umum Nomor 03/PRT/M/2012 tentang Pedoman Penetapan Fungsi Jalan dan Status Jalan;

Menteri

Pekerjaan

58. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Dan Kabupaten/Kota (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 647);

59. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56 Tahun 2014 tentang Tata Cara Peran Masyarakat dalam Perencanaan Tata Ruang Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1077);

60. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat Yang Berada Dalam Kawasan Tertentu;

61. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 16 Tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak Di Kalimantan Tengah (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 24 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 1 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 16 Tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak Di Kalimantan Tengah (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2010 Nomor 01, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 31);

62. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 04 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Kalimantan Tengah 2005-2025 (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2010 Nomor 04, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 34);

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

dan

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH MEMUTUSKAN : MENETAPKAN : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2015- 2035.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

1. Pemerintah Pusat adalah Pemerintah.

2. Provinsi adalah Provinsi Kalimantan Tengah.

3. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah.

4. Gubernur adalah Gubernur Kalimantan Tengah.

5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kalimantan Tengah.

6. Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya disingkat SKPD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi Kalimantan Tengah.

7. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat,ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.

8. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.

9. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

10. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.

11. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.

12. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.

13. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.

14. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya.

15. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.

16. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang.

17. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.

18. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.

19. Kawasan andalan adalah bagian dari kawasan budidaya, baik di ruang darat maupun ruang laut yang pengembangannya diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan di sekitarnya.

20. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

21. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

22. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

23. Kawasan metropolitan adalah kawasan perkotaan yang terdiri atas sebuah kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan perkotaan disekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi dengan jumlah penduduk secara keseluruhan sekurang- kurangnya 1.000.000 (satu juta) jiwa.

24. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia.

25. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam skala provinsi terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia.

26. Kawasan pertahanan negara adalah wilayah yang ditetapkan secara nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan.

27. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

28. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.

29. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.

30. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.

31. Hutan Produksi Tetap adalah kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai di bawah 125, di luar kawasan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan pelestarian alam, dan taman buru.

32. Hutan Produksi Terbatas adalah kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai antara 125-174, di luar kawasan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan pelestarian alam, dan taman buru.

33. Hutan Produksi yang dapat dikonversi adalah kawasan hutan yang secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi pembangunan di luar kegiatan kehutanan.

34. Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus adalah kawasan hutan yang ditetapkan oleh pemerintah tanpa mengubah fungsi pokoknya untuk kepentingan umum seperti penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, religi dan budaya, serta pertahanan dan keamanan.

35. Kawasan Suaka Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.

36. Kawasan Cagar Alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami.

37. Kawasan Suaka Margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.

38. Kawasan Pelestarian Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

39. Kawasan Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.

40. Kawasan Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli dan atau bukan jenis asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan rekreasi.

41. Kawasan Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam dengan tujuan utama untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata dan rekreasi alam.

42. Taman buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat wisata berburu.

43. Kawasan peruntukan pertambangan adalah wilayah yang ditetapkan sebagai wilayah pertambangan mineral dan batubara yang terdiri dari, wilayah usaha pertambangan mineral logam, pertambangan batubara dan wilayah pertambangan rakyat serta wilayah pertambangan Negara.

44. Lumbung energi adalah suatu wilayah yang ditetapkan sebagai lokasi pembangunan sumber energi guna disuplai ke daerah lain baik secara Regional maupun Nasional dengan memanfaatkan potensi energi setempat.

45. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan/atau perairan dengan batas – batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi.

46. Kawasan lingkungan kerja bandar udara adalah wilayah daratan dan/atau perairan yang digunakan secara langsung untuk kegiatan bandar udara.

47. Kawasan keselamatan operasi penerbangan, adalah wilayah daratan dan/atau perairan serta ruang udara disekitar Bandar udara yang dipergunakan untuk kegiatan operasi penerbangan dalam rangka menjamin keselamatan penerbangan.

48. Kawasan kebisingan, merupakan kawasan tertentu di sekitar bandar udara yang terpengaruh gelombang suara mesin pesawat udara dan yang dapat menggangu lingkungan.

49. Kawasan Resapan Air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akifer) yang berguna sebagai sumber air.

50. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disebut PKN adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi.

51. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota.

52. Pusat Kegiatan Wilayah yang dipromosikan oleh Provinsi Kalimantan Tengah yang selanjutnya disebut PKWp adalah suatu kawasan yang potensil dikembangkan menjadi PKW.

53. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan.

54. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil

yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.

55. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

56. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

57. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang.

58. Zonasi adalah blok tertentu yang ditetapkan penataan ruangnya untuk fungsi tertentu.

59. Masyarakat adalah orang seorang, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, lembaga dan/atau badan hukum non pemerintahan yang mewakili kepentingan individu, sektor, profesi, kawasan atau wilayah tertentu dalam penyelenggaraan penataaan ruang.

60. Peran masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat, untuk berminat dan bergerak dalam penataan ruang.

61. Sumber-sumber air adalah tempat-tempat dan wadah-wadah air, baik yang terdapat di atas, maupun di bawah permukaan tanah.

62. Daerah Irigasi selanjutnya disebut DI. adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari satu jaringan irigasi.

63. Daerah Rawa selanjutnya disebut DR. adalah kesatuan lahan genangan air secara alamiah yang terjadi terus menerus atau musiman akibat drainase alamiah yang terhambat serta mempunyai ciri-ciri khusus secara fisik, kimiawi, dan biologis.

64. Reservaat adalah suatu kawasan peraiaran umum daratan dengan luas tertentu yang dilindungi sebagai habitat ikan untuk melangsungkan daur hidupnya.

65. Technopark adalah pengembangan suatu kawasan yang dilaksanakan secara terencana, bertahap, sinergis, terpadu dan berkelanjutan melalui kajian- kajian teknokratik dengan input teknologi inovatif secara kolaboratif antara pemerintah, swasta dan lembaga riset dengan memanfaatkan sumber daya alam, buatan dan manusia secara efektif dan efisien yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dan sekitarnya.

66. GAP adalah suatu kondisi perbedaan luas antara yang terdapat dalam dokumen legal dengan kondisi riil yang terjadi di lapangan.

67. Delineasi adalah garis yang menggambarkan batas suatu unsur yang berbentuk area.

68. Outline adalah delineasi rencana penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan diluar kegiatan kehutanan yang digambarkan pada peta rencana pola ruang rencana tata ruang wilayah Provinsi.

BAB II RUANG LINGKUP, TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

Bagian Kesatu Ruang Lingkup Penataan Ruang

Pasal 2

(1) Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah berada di Palangka Raya. (2) Posisi geografis Provinsi Kalimantan Tengah terletak diantara 0°45’ Lintang

Utara - 3°30’ Lintang Selatan dan 110°45 Bujur Timur - 115°51 Bujur Timur.

(3) Luas wilayah administrasi Provinsi Kalimantan Tengah adalah 15.514.811,71 Ha atau 155.148,11 km².

(4) Dalam luas wilayah administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdapat luas wilayah perencanaan fungsi pemanfaatan ruang.

(5) Batas-batas wilayah administrasi Provinsi Kalimantan Tengah terdiri dari:

a. sebelah utara

: Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Kalimantan

Barat.

b. sebelah selatan : Laut Jawa.

c. sebelah barat

: Provinsi Kalimantan Barat.

d. sebelah timur

: Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Kalimantan

Selatan.

Bagian Kedua Tujuan Penataan Ruang

Pasal 3

Tujuan penataan ruang wilayah provinsi adalah mewujudkan tatanan ruang wilayah Kalimantan Tengah berbasis pertanian yang berorientasi agribisnis dan agroindustri, serta sebagai lumbung energi dan lumbung pangan dengan tetap mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

Bagian Ketiga Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang

Pasal 4

Kebijakan penataan ruang wilayah provinsi meliputi:

a. peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi wilayah dalam rangka mendukung pengembangan potensi provinsi;

b. peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana yang terpadu dalam rangka mendukung pengembangan potensi provinsi;

c. perwujudan kawasan agribisnis dan agroindustri dalam rangka mendukung pengembangan pertanian;

d. perwujudan Kalimantan Tengah sebagai lumbung pangan;

e. perwujudan Kalimantan Tengah sebagai lumbung energi;

f. pencegahan dampak negatif kegiatan ekonomi yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup terutama akibat kegiatan pertanian dan energi;

g. pengembangan potensi berkembang melalui penetapan kawasan strategis provinsi; dan

h. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan Negara.

Pasal 5

Strategi peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi wilayah dalam rangka mendukung pengembangan potensi provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a terdiri atas:

a. meningkatkan keterkaitan antar kawasan perkotaan, antara PKN, PKW, dan PKL;

b. mengembangkan pusat pertumbuhan baru di kawasan yang potensial dan belum terlayani oleh pusat pertumbuhan yang ada; dan

c. mendorong kawasan perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan agar lebih produktif, kompetitif serta berdaya dukung terhadap pengembangan potensi provinsi.

Pasal 6

Strategi peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana yang terpadu dalam rangka mendukung pengembangan potensi provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b terdiri atas:

a. meningkatkan kualitas dan kuantitas jaringan prasarana transportasi dan mewujudkan keterpaduan pelayanan transportasi antarmoda baik darat, laut maupun udara;

b. mendorong pengembangan prasarana utama untuk menjangkau kawasan- kawasan terpencil;

c. meningkatkan pengembangan jaringan energi secara optimal serta mewujudkan sistem penyediaan tenaga listrik ke seluruh pusat kegiatan dan kawasan permukiman;

d. meningkatkan pengembangan akses telekomunikasi ke seluruh pusat kegiatan dan kawasan permukiman;

e. mengembangkan jaringan prasarana air bersih untuk kawasan permukiman; dan

f. mengembangkan sistem prasarana persampahan pada kawasan perkotaan.

Pasal 7

Strategi perwujudan kawasan agribisnis dan agroindustri serta minapolitan atau sentra produksi perikanan dalam rangka mendukung pengembangan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c terdiri atas:

a. menetapkan kawasan yang memiliki potensi agribisnis dan agroindustri;

b. mengembangkan jaringan prasarana jalan dan moda transportasi lainnya yang mendukung pengembangan kawasan agribisnis dan agroindustri serata minapolitan atau sentra produksi perikanan;

c. mengembangkan sarana pengolahan hasil pertanian;

d. meningkatkan jaringan prasarana air bersih pada kawasan agribisnis dan agroindustri serta minapolitan atau sentra produksi perikanan;

e. meningkatkan jaringan prasarana energi untuk mendukung kawasan agribisnis dan agroindustri serta minapolitan atau sentra produksi perikanan;

f. mengembangkan jaringan distribusi pemasaran hasil agribisnis dan agroindustri serta minapolitan atau sentra produksi perikanan;

g. mengembangkan pelabuhan laut yang menunjang distribusi hasil pertanian; dan

h. mengembangkan kawasan andalan laut serta kawasan pantai yang berpotensi untuk pengembangan perikanan tambak sebagai sentra produksi perikanan

Pasal 8

Strategi perwujudan Kalimantan Tengah sebagai lumbung pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d terdiri atas:

a. mengembangkan kawasan pertanian dalam rangka mendukung lumbung pangan;

b. menetapkan kawasan yang berpotensi sebagai lumbung pangan;

c. mengembangkan jaringan prasarana jalan dan moda transportasi lainnya yang mendukung pengembangan kawasan lumbung pangan;

d. mengembangkan sarana pengolahan hasil pertanian;

e. mengalokasikan ruang untuk pengembangan gudang/depo pangan;

f. meningkatkan jaringan prasarana pengairan pada kawasan pertanian; dan

g. mengembangkan jaringan distribusi pemasaran hasil pertanian.

Pasal 9

Strategi perwujudan Kalimantan Tengah sebagai lumbung energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e terdiri atas:

a. mengembangkan kawasan pembangkit listrik untuk mendukung provinsi sebagai lumbung energi;

b. meningkatkan jaringan transmisi dan distribusi untuk mendukung provinsi sebagai lumbung energi;

c. menetapkan lokasi pembangkit listrik pada kawasan yang sesuai dengan potensi energi yang ada dan tidak berada pada kawasan rawan bencana dan konservasi;

d. merencanakan dan menetapkan jalur transmisi dan distribusi dari pusat pembangkit listrik ke pengguna; dan

e. mengembangkan jaringan prasarana yang mendukung pengembangan kawasan pembangkit listrik.

Pasal 10

Strategi pencegahan dampak negatif kegiatan ekonomi yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup terutama akibat kegiatan pertanian dan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf f terdiri atas:

a. menyelenggarakan upaya terpadu pelestarian fungsi sistem ekologi wilayah;

b. melindungi kemampuan lingkungan hidup dari tekanan perubahan dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan pertanian dan energi;

c. melindungi kemampuan lingkungan hidup untuk menetralisir, menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang dibuang ke dalamnya;

d. mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara langsung atau tidak langsung menimbulkan perubahan sifat fisik lingkungan yang mengakibatkan

pembangunan yang berkelanjutan; dan

terhambatnya

perwujudan

e. mengembangkan kegiatan budidaya yang mempunyai daya antisipatif dan adaptasi bencana di kawasan rawan bencana alam.

Pasal 11

Strategi pengembangan potensi berkembang melalui penetapan kawasan strategis provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf g terdiri atas:

a. menetapkan lokasi-lokasi kawasan strategis provinsi dari sudut kepentingan ekonomi, sosial-budaya, lingkungan, dan teknologi;

b. meningkatkan prasarana dan sarana pada kawasan strategis provinsi; b. meningkatkan prasarana dan sarana pada kawasan strategis provinsi;

d. menumbuhkembangkan nilai budaya lokal yang luhur dalam kehidupan masyarakat melalui pelestarian budaya lokal;

e. melestarikan seni dan budaya Dayak seperti musik, tarian, lagu, upacara adat, seni kerajinan dan olahraga tradisonal;

f. menetapkan kawasan strategis provinsi yang berfungsi lindung;

g. menegaskan dan merehabilitasi fungsi lindung kawasan yang mengalami penurunan kualitas lingkungan; dan

h. mencegah dan membatasi pemanfaatan ruang yang berpotensi mengurangi daya lindung kawasan.

Pasal 12

Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf h terdiri atas:

a. menetapkan kawasan strategis nasional dengan fungsi khusus pertahan dan keamanan;

b. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak terbangun di sekitar kawasan khusus pertahanan dan keamanan;

c. mengembangkan kegiatan budi daya secara selektif didalam dan sekitar kawasan; dan

d. memelihara aset-aset pertahanan dan keamanan.

BAB III RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH PROVINSI

Bagian Kesatu Umum

Pasal 13

(1) Rencana Struktur Ruang Wilayah Provinsi terdiri atas:

a. Rencana Pengembangan Sistem Perkotaan;

b. Sistem Jaringan Prasarana utama; dan

c. Sistem Jaringan Prasarana lainnya. (2) Rencana Struktur Ruang Wilayah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian skala 1 : 250.000 tercantum dalam Lampiran I.1. yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua Rencana Pengembangan Sistem Perkotaan Wilayah Provinsi

Pasal 14

(1) Rencana Pengembangan Sistem Perkotaan Wilayah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a meliputi:

a. PKN Palangka Raya di Kota Palangka Raya;

b. PKW meliputi Sampit di Kabupaten Kotawaringin Timur, Pangkalan Bun di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kuala Kapuas di Kabupaten Kapuas, Muara Teweh di Kabupaten Barito Utara, Buntok di Kabupaten Barito Selatan; dan

c. PKL meliputi Tamiyang Layang di Kabupaten Barito Timur, Pulang Pisau di Kabupaten Pulang Pisau, Kasongan di Kabupaten Katingan, Kuala Kurun di Kabupaten Gunung Mas, Puruk Cahu di Kabupaten Murung

Raya, Sukamara di Kabupaten Sukamara, Nanga Bulik di Kabupaten Lamandau, dan Kuala Pembuang di Kabupaten Seruyan.

(2) Tabel Rincian Rencana Pengembangan Sistem Perkotaan Wilayah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran III.1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Ketiga Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Utama

Pasal 15

Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b meliputi:

a. sistem jaringan transportasi darat;

b. sistem jaringan transportasi perkeretaapian;

c. sistem jaringan transportasi laut; dan

d. sistem jaringan transportasi udara.

Paragraf Pertama Sistem Jaringan Transportasi Darat

Pasal 16

Rencana pengembangan sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a terdiri atas:

a. rencana jaringan lalu lintas angkutan jalan; dan

b. rencana jaringan angkutan sungai, danau dan penyeberangan.

Pasal 17

(1) Rencana jaringan lalu lintas angkutan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a terdiri atas:

a. jaringan jalan;

b. jaringan prasarana; dan

c. jaringan pelayanan. (2) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:

a. Jaringan jalan arteri primer meliputi:

1. Batas Prov. Kalimantan Barat – Kudangan – Penopa – Kujan - Runtu – Simpang Runtu sepanjang 199,51 Km;

2. Jl. A. Yani (P. Bun), Jl. Pakunegara (P. Bun), Jl. Akses Pelabuhan Tanjung Kalap (Bumi Harjo) sepanjang 17,82 Km;

3. Batas Kota Pangkalan Bun– P. Lada – Asam Baru – Km. 65 SP. Bangkal – Batas Kota Sampit – Jl. Lingkar Utara Kota Sampit - Jl. Tjilik Riwut (Sampit) – Batas Kota Sampit - Palantaran - Kasongan – Tangkiling - Batas Kota P. Raya - Jl. Tjilik Riwut – Jl. Imam Bonjol - Jl. RTA. Milono - SP. Kereng Bangkirai – Bereng Bengkel – Pilang (Km.35) - Pulang Pisau – Batas Kota Kuala Kapuas – Batas Prov. Kalimantan Selatan sepanjang 604,75 Km;

4. Jl. Adonis Samad /Lap. Terbang (P.Raya) sepanjang 6,17 Km;

5. Jl. Sudirman dan Jl. A. Yani (Sampit) sepanjang 5,66 Km .

b. Rencana pengembangan jalan arteri primer meliputi: Basarang – Batanjung sepanjang 51,8 Km, Simpang Bangkal – Bangkal – Telaga Pulang – Kuala Pembuang – Teluk Sigintung sepanjang 110 Km, Pangkalan Bun – Sebuai sepanjang 45 Km, dan Jalan Lingkar Luar Kota Palangka Raya sepanjang 18,5 Km.

c. Jaringan jalan kolektor primer K1 (JKP-1) meliputi:

1. Tumbang Senamang – Tumbang Hiran - Tumbang Samba – Rabambang sepanjang 109,2 Km;

2. Tumbang Talaken – Tumbang Jutuh – Tewah – Kuala Kurun – Sei Hanyu – Tumbang Lahung – Sp. Muara Laung sepanjang 262,86 Km.

3. Puruk Cahu – Km.50 (Pasar Punjung) – Batas Kota Muara Teweh sepanjang 89,18 Km;

4. Jl. Pertiwi (Muara Teweh), Jl. Pendreh (Muara Teweh), Jl. Ring Road (Muara Teweh), Jl. Malawaken (Muara Teweh), Jl. Dermaga Seberang (Muara Teweh) sepanjang 24,85 Km;

5. Batas Kota Muara Teweh – Benangin – Lampeong – Batas Provinsi Kaltim sepanjang 131,8 Km;

6. Batas Kota Muara Teweh – Kandui – Patas – Ampah – Dayu – Tamiang Layang – Pasar Panas (Batas Provinsi Kalsel) sepanjang 186,12 Km.

7. Jl. Kapt.Piere Tendean (Palangka Raya), Palangka Raya – Bagugus – Bukit Batu – Lungkuh Layang – Kalahien – Buntok – Ampah sepanjang 250,94 Km;

8. Tumbang Talaken – Takaras – Simpang Sei Asam sepanjang 96,7 Km;

9. Batas Kota Pangkalan Bun – Kumai, Jl. Diponegoro (Pangkalan Bun), Jl. Iskandar (Pangkalan Bun) sepanjang 16,53 Km.

d. Rencana pengembangan jalan kolektor primer K1 (JKP-1) meliputi:

Tumbang Samba – Tumbang Hiran – Tumbang Sanamang – Tumbang Kaburai – Batas Provinsi Kalimantan Barat sepanjang 172 Km.

e. Jaringan jalan kolektor primer K2 (JKP-2) meliputi:

1. Bukit Liti – Bawan – Kuala Kurun sepanjang 123 Km;

2. Sampit – Samuda – Ujung Pandaran – Kuala Pembuang sepanjang 140,52 Km;

3. Pulang Pisau - Pangkoh – Bahaur sepanjang 80 Km;

4. Jl. Lingkar Selatan (Sampit) sepanjang 7,5 Km;

5. Jl. Sp. Kenawan - Riam Durian - Sukamara sepanjang 122,7 Km;

6. Jl. Seth Adji (Palangka Raya), Jl. Diponegoro (Palangka Raya) - Jl. Dr. Murjani (Palangka Raya) - Jl. A. Yani (Palangka Raya), Jl. Suprapto (Palangka Raya), Jl. S. Parman (Palangka Raya), Jl. Arut (Palangka Raya) sepanjang 11,69 Km, lingkar dalam Kota Palangka Raya sepanjang 4,5 Km, Jl. Manduhara sepanjang 5,3 Km;

7. Jl. Pulang Pisau Menuju ke Pelabuhan sepanjang 2,90 Km;

8. Kuala Kapuas - Palingkau - Dadahup – Mangkatip sepanjang 75,7 Km, Dadahup – Lamunti sepanjang 27 Km;

9. Pasar Panas - Bentot - Kambitin / Batas Kalsel sepanjang 27,82 Km

f. Jaringan jalan kolektor primer K3 (JKP-3) meliputi :

1. Jl. Pahlawan (Buntok) sepanjang 2,5 Km, Jl. Merdeka Raya (Buntok) sepanjang 1 Km, Jl. Tugu (Buntok) sepanjang 0,75 Km;

2. Jl. Pemuda (K. Kapuas) sepanjang 2,4 Km, Jl. Patih Rumbih (K. Kapuas) sepanjang 1,4 Km;

3. Lingkar Kota Muara Teweh sepanjang 10,58 Km;

4. Jbt. Bahitom - Kota Puruk Cahu sepanjang 2,85 Km;

5. Patung – Hayaping – Bentot sepanjang 30,7 Km;

6. Sp. Pundu - Tumbang Samba sepanjang 68 Km;

7. Pelantaran - Parenggean - Tumbang Sangai - Tumbang Kalang sepanjang 124,45 Km;

8. Riam Durian - Kotawaringin Lama – Pangkalan Bun sepanjang 60,5 Km;

9. Jl. A. Yani (Nanga Bulik) sepanjang 0,9 Km;

10. Sp. Kr. Bangkirai – Kereng Bangkirai, sepanjang 3,5 Km;

11. Jl. Yos Sudarso (Palangka Raya) sepanjang 6,74Km; dan

12. Jl. G. Obos (Palangka Raya) sepanjang 6,82 Km.

g. Rencana pengembangan jaringan jalan kolektor primer K3 (JKP-3) meliputi :

1. Jl. Tjilik Riwut Km 31 – Lingkar Luar – Petak Bahandang (Kab. Katingan) sepanjang 33 Km;

2. Bawan – Lahei – Batekong sepanjang 261,18 Km;

3. Lanjutan Jl. Yos Sudarso (Palangka Raya) – Sebangau sepanjang 15 Km;

4. Lanjutan Jl. G. Obos - Bukit Kaki – Pagatan sepanjang 125 Km;

5. Kereng Bangkirai – Sp. Jl. Cilik Riwut sepanjang 25 Km;

6. Pelabuhan Bukit Pinang – Kalampangan sepanjang 6,4 Km;

7. Simpang Sepaku (Nanga Bulik) – Parigi – Pangkut – Rantau Pulut – Kuala Kuayan – Simpang Sei Babi – Tangar – Parenggean – Kalanaman – Buntut Bali – Takaras – Bawan;

8. Tewah – Tumbang Miri – Tumbang Anoi sepanjang 83 Km;

9. Simpang Batapah – Tumpung Laung – Muara Teweh;

10. Kuala Kurun – Linau – Tumbang Jutuh sepanjang 45 Km;

11. Simpang Trinsing (Muara Teweh) –Trinsing sepanjang 16 Km;

12. Tampa – Pinang Tunggal – Jihi sepanjang 40 Km;

13. Rikut Jawu (Buntok) – Tabak Kanilan – Simpang Patas sepanjang 41,5 Km; dan

14. Simpang Penopa – Tapin Bini sepanjang 28 Km.

(3) Jaringan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:

a. Terminal penumpang Tipe A di Palangka Raya, Ampah, Muara Teweh, Nanga Bulik dan Pangkalan Bun dan terminal penumpang Tipe B di Kota Sukamara, Sampit, Kuala Pembuang, Kasongan, Pulang Pisau, Kuala Kurun, Buntok, Tamiyang Layang, Puruk Cahu dan Kuala Kapuas. Penentuan lokasi terminal penumpang dipertimbangkan yang dekat atau berakses tinggi terhadap moda transportasi lainnya;

b. Terminal barang berupa terminal truk angkutan barang yang lokasinya di dekat pergudangan, pelabuhan laut dan pelabuhan penyeberangan yaitu di Kumai, Sampit dan Kuala Kapuas; dan

c. Jembatan Timbang Anjir serapat Km 12 di Kapuas, Jembatan Timbang Pasar Panas di Barito Timur, Jembatan Timbang Simpang Runtu di Kotawaringin Barat, Jembatan Timbang Sampit di Kotawaringin Timur, Jembatan Timbang Simpang Kandui di Barito Utara, Jembatan Timbang Bukit Liti di Pulang Pisau, Jembatan Timbang Lamandau di Lamandau, Jembatan Timbang ruas jalan Bahaur - Pulang Pisau di Pulang Pisau, Jembatan Timbang ruas jalan Sampit - Kuala Pembuang.

(4) Jaringan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas: jaringan pelayanan angkutan antara seluruh ibukota kabupaten dalam provinsi meliputi:

a. Angkutan Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) terdiri atas :

1. Palangka Raya – Banjarmasin – Buntok;

2. Palangka Raya – Banjarmasin – Muara Teweh;

3. Palangka Raya – Banjarmasin – Puruk Cahu;

4. Kuala Kapuas – Banjarmasin;

5. Palangka Raya – Banjarmasin;

6. Puruk Cahu – Banjarmasin;

7. Muara Teweh – Banjarmasin;

8. Palangka Raya – Sampit – Pangkalan Bun – Nanga Bulik – Pontianak;

9. Pangkalan Bun – Sukamara – Ketapang – Pontianak;

10. Pangkalan Bun – Lamandau – Ketapang;

11. Palangka Raya – Muara Teweh – Lampeyong – Balikpapan; dan

12. Palangka Raya – Buntok – Ampah – Tamiyang Layang – Balikpapan.

b. Angkutan Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) terdiri atas:

1. Palangka Raya – Kasongan;

2. Palangka Raya – Sampit;

3. Palangka Raya – Kuala Pembuang;

4. Palangka Raya – Pangkalan Bun;

5. Palangka Raya – Sukamara;

6. Palangka Raya – Nanga Bulik;

7. Palangka Raya – Pulang Pisau;

8. Palangka Raya – Kuala Kapuas;

9. Palangka Raya – Tamiyang Layang;

10. Palangka Raya – Buntok;

11. Palangka Raya – Muara Teweh;

12. Palangka Raya – Puruk Cahu;

13. Palangka Raya – Kuala Kurun;

14. Palangka Raya – Parenggean;

15. Palangka Raya – Tumbang Samba;

16. Palangka Raya – Pangkoh – Bahaur;

17. Palangka Raya – Tumbang Jutuh;

18. Kasongan – Sampit;

19. Kasongan – Pangkalan Bun;

20. Sampit – Pangkalan Bun;

21. Sampit – Sukamara;

22. Sampit – Kuala Pembuang;

23. Kuala Pembuang – Nanga Bulik;

24. Kuala Pembuang – Pangkalan Bun;

25. Pangkalan Bun – Nanga Bulik;