FERMENTASI 5 4 Fermentasi Alkohol

FERMENTASI TEMPE
PAPER
Disusun untuk memenuhi tugas Teknologi Fermentasi

oleh:
Teguh Hersusanto 135080301111033
Mochamad Fendy K 135080301111007
Yefta Kristiyan 135080301111022
Putri Ardini 135080301111012
Nurisnaini Rizki W 135080301111009

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
September, 2015
1

Daftar isi

I.PENDAHULUAN................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................................1

II.PEMBAHASAN.................................................................................................................3
2.1 Pengertian Fermentasi...................................................................................................3
2.2Pengertian Tempe...........................................................................................................3
2.3. Prosedur dan Cara Pengolahan Pembuatan Tempe......................................................4
2.4 Teknologi Proses Pembuatan Tempe..........................................................................10
2.5 Manfaat Tempe............................................................................................................11
2.6 Reaksi – reaksi yang terjadi pada pembuatan tempe...................................................12
III.PENUTUP........................................................................................................................14
KESIMPULAN.................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………...15

2

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tempe adalah makanan hasil fermentasi yang dibuat dari kedelai diinokulasi dengan
jamur Rhizopus oligosporus dalam fermentasi padat (DeReu dkk., 1994). Fermentasi tempe
merupakan fermentasi dua tahap yaitu fermentasi oleh aktivitas bakteri yang berlangsung
selama proses perendaman kedelai, dan fermentasi oleh kapang yang berlangsung setelah

diinokulasi dengan kapang. Komposisi dan pertumbuhan mikroflora tempe selama
fermentasi sangat menarik untuk dicermati karena ternyata tidak hanya R. oligosporus yang
berperan. Mulyowidarso dkk., (1989) yang telah mempelajari secara mendalam tentang
ekologi mikrobia selama perendaman kedelai untuk pembuatan tempe menemukan bahwa
bakteri merupakan mikroflora yang secara signifikan selalu tumbuh selama pembuatan
tempe dan mempunyai peran yang penting. Walaupun R. oligosporus berperan utama
dalam pembuatan tempe, yeast kemungkinan juga dapat tumbuh selama fermentasi tempe.
Sehingga analisis mikrobiologis sangat perlu diungkapkan lebih mendetil agar keterlibatan
setiap jenis mikroorganisme dalam pembuatan tempe dapat diketahui dengan jelas.
Sejarah Awal (sebelum tahun 1875). Tempe mungkin berasal di pulau Jawa
setidaknya beberapa abad yang lalu. Pada saat itu orang-orang Jawa, tanpa pelatihan formal
di bidang mikrobiologi atau kimia, berhasil mengembangkan sebuah makanan baru yang
luar biasa dari proses fermentasi yang disebut tempe. Makanan ini bisa disebut ini produk
pengganti daging, karena mereka memiliki banyak tekstur yang sama dengan daging, rasa,
dan kandungan protein yang tinggi seperti makanan daging. Orang-orang juga belajar
membuat tempe dari biji minyak Presscakes (kue kaya protein yang hilang setelah menekan
minyak dari minyak sayur seperti kacang atau kelapa), okara (Semacam sisa kedelai seperti
bubur yang tersisa setelah membuat susu kedelai atau tahu), dan limbah pertanian lain,
yang tinggi akan kandungan serat dan tingkat cerna yang cocok hanya untuk pakan ternak.
Catatan tertulis paling awal mengenai kedelai di Indonesia diketahui oleh ahli

botani Belanda Rumphius (1747), yang melaporkan bahwa kedelai tersebut sedang
digunakan di Jawa untuk makanan dan pupuk hijau. Namun kedelai mungkin telah
diperkenalkan ke Indonesia pada waktu itu lewat jalur perdagangan regular, dimulai dengan
1

China selatan di sekitar 1000 Masehi. Orang Sunda memberi nama untuk kedelai tersebut
dengan Jepun kachang (kacang Jepang), yang mungkin signifikan secara historis. Salah
satu sarjana Asia Timur (Anderson 1983, komunikasi pribadi) percaya bahwa tempe
dikembangkan melalui suatu aplikasi untuk kedelai dari fermentasi yang sebelumnya
digunakan pada kelapa, mungkin tempe kue gepeng kelapa yang sekarang terkenal dengan
sebutan Tempe Bongkrek. Penjelajah Indonesia, Dr Sastroamijoyo (1971) merasa bahwa
tempe mungkin berasal lebih dari 2.000 tahun yang lalu. Dia telah menunjukkan bahwa
pada waktu itu, orang Cina membuat produk serupa, koji kedelai untuk kecap mereka.
Dimana kecap tersebut diproduksi dari inokulasi kedelai (melalui AspergillusOryzae) yang
sudah dikelupas kulitnya. Metode ini bisa saja dibawa ke Jawa dari China oleh pedagang
awal dan dimodifikasi sesuai dengan selera Jawa; dengan penggunaan Rhizopus mungkin
karena adaptasi Rhizopus yang lebih baik untuk iklim Indonesia. Popularitas tempe di Jawa
Barat (di mana budaya Sunda), dan penyebarannya ke pulau-pulau lain di Indonesia dan
negara-negara lain di dunia, mungkin dimulai sejak abad ke-20.
Pada zaman Jawa kuno, terdapat makanan yang terbuat dari sagu, disebut tumpi.

Oleh sebab tempe juga berwarna putih dan memiliki penampilan yang mirip dengan tumpi
maka makanan olahan kedelai ini disebut tempe. Penemuan-penemuan tersebut sudah
merupakan bukti yang cukup untuk memastikan bahwa tempe berasal dari Jawa. Tempe
merupakan ciptaan dan menjadi budaya orang Jawa. Masyarakat Jawa yang bermigrasi ke
seluruh penjuru Tanah Penyebaran tempe saat ini sudah berkembang di seluruh tanah air
dan tidak terlepas dari ciri-ciri dan budaya Jawa itu sendiri Selain itu terdapat rujukan
mengenai tempe dari tahun 1875 dalam sebuah kamusbahasa Jawa-Belanda.
Tempe memiliki beberapa keunggulan dibandingkan kacang kedelai. Pada tempe,
terdapat enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe selama proses
fermentasi, sehingga protein, lemak dan karbohidrat menjadi lebih mudah dicerna. Kapang
yang tumbuh pada tempe mampu menghasilkan enzim protease untuk menguraikan protein
menjadi peptida dan asam amino bebas (Astawan, 2008).

2

BAB 11
II.PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Fermentasi
Fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan makanan yang disebabkan oleh

enzim dari kedelai yang mengandung enzim lipoksidase. Bahan pangan umumnya
merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan berbagai jenis mikroorganisme (Buckle,
2007). Selain meningkatkan mutu gizi, fermentasi kedelai menjadi tempe juga mengubah
aroma kedelai yang berbau langu menjadi aroma khas tempe. Jamur yang berperanan dalam
proses fermentasi tersebut adalah Rhizopus oligosporus. Beberapa sifat penting dari
Rhizopus oligosporus antara

lain meliputi:

aktivitas

enzimatiknya,

kemampuan

menghasilkan antibiotika, biosintesa vitamin vitamin B, kebutuhannya akan senyawa
sumber karbon dan nitrogen, perkecambahan spora, dan penertisi miselia jamur tempe ke
dalam jaringan biji kedelai (Kasmidjo, 1990).
2.2Pengertian Tempe
Tempe merupakan bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis

kacang-kacangan lainnya menggunakan jamur Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae.
Tempe umumnya dibuat secara tradisional dan merupakan sumber protein nabati. Tempe
mengandung berbagai nutrisi yang diperlukan oleh tubuh seperti protein, lemak,
karbohidrat, dan mineral. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih
mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh. Hal ini dikarenakan kapang yang tumbuh
pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang
mudah dicerna oleh manusia (Kasmidjo, 1990).
Tempe adalah produk fermentasi yang amat dikenal oleh masyarakat Indonesia
terutama di Jawa. Tempe terbuat dari kedelai rebus yang difermentasi oleh jamur Rhizopus.
Selama fermentasi, biji-biji kedelai terperangkap dalam rajutan miselia jamur membentuk
padatan yang kompak berwarna putih (Steinkraus, 1983).
Tempe merupakan makanan hasil fermentasi tradisional berbahan baku kedelai
dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai ciri-ciri berwarna putih, tekstur
kompak dan flavor spesifik. Warna putih disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh
pada permukaan biji kedelai. Tekstur yang kompak juga disebabkan oleh miselia-miselia
3

jamur yang menghubungkan antara biji-biji kedelai tersebut. Terjadinya degradasi
komponen-komponen dalam kedelai dapat menyebabkan terbentuknya flavor spesifik
setelah fermentasi (Kasmidjo, 1990).

2.3. Prosedur dan Cara Pengolahan Pembuatan Tempe
Menurut Sarwono (1982), alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan tempe adalah
sebagai berikut :
a. Bahan
Bahan yang digunakan dalam membuat tempe adalah sebagai berikut:
1) Kedelai 1 kg
2) Ragi tempe 1-2 sdm
3) Daun pisang
4) Air secukupnya
b. Alat yang digunakan dalam pembuatan tempe adalah sebagi berikut:
1) Tampah
2) Baskom
3) Bakul peniris
5) Cetakan
6) Pengaduk kayu
7) Dandang
8) Tungku atau kompor

Gambar : Bahan membuat kedelai 1. Biji Kedelai, 2. Ragi Tempe, 3.Daun pisang
Menurut Mutiah (2007), proses pembuatan tempe dapat dilakukan dengan cara berikut :

4

1. Penyortiran bahan baku pembuatan tempe (biji kedelai/nangka) dan dipilih yang
baik dan bersih untuk menghasilkan tempe dengan kualitas baik,
2. Cuci hingga bersih biji nangka/kedelai yang telah disiapkan,
3. Jika menggunakan biji nangka maka harus dicuci hingga bersih pada air mengalir
dengan tujuan supaya lender yang ada didalamnya dapat hilang,
4. Rendam selama 24 jam biji nagka/kedelai,
5. Setelah perendaman, cuci kembali biji nagka/kedelai untuk menghilangkan lender
yang masih menempel ataupun bau sisa air yang sudah melekat,
6. Timbang 20 gram kedelai atau biji nangka untuk setiap sampel, kemudian direbus
selama 30 menit,setelah direbus kemudian didinginkan,Tahap perebusan ini
berfungsi sebagai proses hidrasi, yaitu agar biji kedelai menyerap air sebanyak
mungkin. Perebusan juga dimaksudkan untuk melunakkan biji kedelai supaya
nantinya dapat menyerap asam pada tahap perendaman
7. Kupas kulit kedelai atau biji nangka
8. Cuci kembali biji nangka atau kedelai sampai bersih kemudian direndam, Tujuan
tahap perendaman ialah untuk hidrasi biji kedelai dan membiarkan terjadinya
fermentasi asam laktat secara alami agar diperoleh keasaman yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan fungi. Fermentasi asam laktat terjadi dicirikan oleh munculnya

bau asam dan buih pada air rendaman akibat pertumbuhan bakteri Lactobacillus.
Bila pertumbuhan bakteri asam laktat tidak optimum (misalnya di negara-negara
subtropis, asam perlu ditambahkan pada air rendaman. Fermentasi asam laktatdan
pengasaman

ini ternyata

juga bermanfaat

meningkatkan

nilai

gizi

dan

menghilangkan bakteri-bakteri beracun.
9. Biji nangka/kedelai disebar pada wadah secara merata dan disebarkan juga ragi
secara merata,

10. Proses peragian sangat menentukan kualitas tempe yang akan dihasilkan. Dosis ragi
yang dibutuhkan untuk 1 kg biji kedelai sekitar 2 gram (1- 2 sdm) inokulum tempe.
Inokulum tersebut diaduk merata pada seluruh keping biji yang akan dibuat tempe.
Keping biji kedelai yang telah dicampur dengan inokulum dihamparkan diatas rak
kayu yang telah disiapkan pada ketebalan sekitar 2-3 cm. Setelah itu keping biji
kedelai dibungkus dengan kantong plastik, daun jati atau daun pisang

5

11. Setelah diinokulasi, biji-biji kedelai dibungkus atau ditempatkan dalam wadah
untuk fermentasi. Berbagai bahan pembungkus atau wadah dapat digunakan
(misalnya daun pisang, daun waru, daun jati, plastik, gelas, kayu,dan baja), asalkan
memungkinkan masuknya udara karena kapang tempe membutuhkan oksigen untuk
tumbuh. Bahan pembungkus dari daun atau plastik biasanya diberi lubang-lubang
dengan cara ditusuk-tusuk.Biji-biji kedelai yang sudah dibungkus dibiarkan untuk
mengalami proses fermentasi. Pada proses ini kapang tumbuh pada permukaan dan
menembus

biji-biji


kedelai,

menyatukannya

menjadi

tempe.

Fermentasi

dapatdilakukan pada suhu 20°C–37°C selama 18–36 jam. Waktu fermentasi
yanglebih singkat biasanya untuk tempe yang menggunakan banyak inokulum dan
suhu yang lebih tinggi, sementara proses tradisional menggunakan laru dari daun
biasanya membutuhkan waktu fermentasi sampai 36 jam.
Tahapan pembuatan kedelai dapat digambarkan pada diagram alir dibawah ini
Kedelai
PEREBUSAN

PERENDAMAN

PENCUCIAN

PEMECAHAN

PEMISAHAN KULIT

PENCUCIAN

PERAGIAN

PENIRISAN

6

PEMBUNGKUSAN
Dengan Daun Pisang

Tempe
Gambar 1. Bagan Proses Pembuatan Tempe (Said dan Herlambang,2003)

Gambar 2 Proses Pembuatan Tempe (bppjambi, 2015)
Proses pembuatan tempe melibatkan tiga faktor pendukung, yaitu bahan baku yang
dipakai (kedelai), mikroorganisme (kapang tempe), dan keadaan lingkungan tumbuh (suhu,
pH, dan kelembaban). Dalam proses fermentasi tempe kedelai, substrat yang digunakan
adalah biji kedelai yang telah direbus dan mikroorganisme yang digunakan berupa kapang
antara lain Rhizopus olygosporus, Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer dan lingkungan
pendukung yang terdiri dari suhu 30˚C, pH awal 6.8, kelembaban nisbi 70-80%. Selain
menggunakan kapang murni, laru juga dapat digunakan sebagai starter dalam pembuatan
tempe (Ferlina, 2009).
Tiga tahapan penting dalam pembuatan tempe yaitu (1) hidrasi dan pengasaman biji
kedelai dengan direndam beberapa lama (satu malam); (2) pemanasan biji kedelai, yaitu
dengan perebusan atau pengukusan; dan (3) fermentasi oleh jamur tempe yang banyak
digunakan ialah Rhizopus oligosporus (Kasmidjo, 1990). Pada akhir fermentasi, kedelai
7

akan terikat kompak. Proses penempean akan menghilangkan flavour asli kedelai,
mensintesis vitamin B12, meningkatkan kualitas protein dan ketersediaan zat besi dari
bahan (Agosin, 1989).
Menurut Ali (2008), proses penting dalam pembuatan tempe ada 3, diantaranya
adalah :
1. Proses penyortiran bertujuan untuk memperoleh produk tempe yang berkualitas,
yaitu memilih biji kedelai yang bagus dan padat berisi. Biasanya di dalam biji
kedelai tercampur kotoran seperti pasir atau biji yang keriput dan keropos.
Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang melekat maupun tercampur
di antara biji kedelai.
2. Perebusan bertujuan untuk melunakkan biji kedelai dan memudahkan dalam
pengupasan kulit serta bertujuan untuk menonaktifkan tripsin inhibitor yang ada
dalam biji kedelai. Selain itu perebusan I ini bertujuan untuk mengurangi bau langu
dari kedelai dan dengan perebusan akan membunuh bakteri yang yang kemungkinan
tumbuh selama perendaman. Perebusan dilakukan selama 30 menit atau ditandai
dengan mudah terkelupasnya kulit kedelai jika ditekan dengan jari tangan.
3. Perendaman bertujuan untuk melunakkan biji dan mencegah pertumbuhan bakteri
pembusuk selama fermentasi. Ketika perendaman, pada kulit biji kedelai telah
berlangsung proses fermentasi oleh bakteri yang terdapat di air terutama oleh
bakteri asam laktat. Perendaman juga bertujuan untuk memberikan kesempatan
kepada keping-keping kedelai menyerap air sehingga menjamin pertumbuhan
kapang menjadi optimum. Keadaan ini tidak mempengaruhi pertumbuhan kapang
tetapi mencegah berkembangnya bakteri yang tidak diinginkan. Perendaman ini
dapat menggunakan air biasa yang dilakukan selama 12-16 jam pada suhu kamar
(25-30˚C).
Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak banyak
berubah dibandingkan dengan kedelai. Namun, karena adanya enzim pencernaan yang
dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi
lebih mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Proses
fermentasi yang terjadi pada tempe berfungsi untuk mengubah senyawa makromolekul
komplek yang terdapat pada kedelai (seperti protein, lemak, dan karbohidrat) menjadi
8

senyawa yang lebih sederhana seperti peptida, asam amino, asam lemak dan monosakarida
(Sutomo, 2008).
Spesies-spesies kapang yang terlibat dalam fermentasi tempe tidak memproduksi
racun, bahkan kapang itu mampu melindungi tempe terhadap kapang penghasil aflatoksin,
jamur yang dipakai untuk membuat tempe dapat menurunkan kadar aflatoksin hingga 70%.
Selain itu tempe juga mengandung senyawa anti bakteri yang diproduksi kapang selama
fermentasi berlangsung (Ali, 2008).
Kapang tempe bersifat aerob obligat membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya
sehingga apabila dalam proses fermentasi itu kurang oksigen, maka pertumbuhan kapang
akan terhambat dan proses fermentasinya pun tidak berjalan lancar. Oleh karena itu, pada
pembungkus tempe biasanya dilakukan penusukan dengan lidi yang bertujuan agar oksigen
dapat masuk dalam bahan tempe. Sebaliknya, jika dalam proses fermentasinya kelebihan
oksigen, dapat menyebabkan proses metabolismenya terlalu cepat, sehingga suhu naik dan
pertumbuhan kapang terhambat (Kusharyanto dan Budiyanto, 1995).
PROSEDUR
Kemungkinan yang terjadi
KEDELAI dicuci dari kotoran seperti tanah, ranting, seringkali
dilakukan
kerikil, dsb.

pengupasan pada tahap ini, yang
dilakukan

dengan

Direndam air semalam sampai berbisa dan berbau kaki/mesin,
spesifik masam

kemudian

dibersihkan
-

Dikupas dan dicuci bersih

tangan

variasi

terjadi

dalam

hal

perbandingan air dengan biji dan
lamanya

perendaman.

Suhu

berkisar 25-30o C.
Dikukus atau direbus sampai agak lunak

jika

dilakukan

pengupasan

sudah

maka

tinggal

pembersihan. Banyak pengrajin
Didinginkan dan ditiriskan

mencampurkan
sebagian

Diinokulasi dengan jamur tempe

kembali
kulit

untuk

memperbesar volume
- ½ jam sampai 1 jam mendidih

Dibungkus atau dimasukkan ke dalam plastik
9

TEMPE
- bervariasi dalam hal sumber
jamur (usar, tempe yang baru
jadi, serbuk spora dari tempe
atau inokulum serbuk buatan
LIPI), juga bervariasi dalam
perbandingan

sumber

kapang

dengan kedelainya

2.4 Teknologi Proses Pembuatan Tempe
Menurut D dan L Foods dalam artikelnya Tempe 2009:1, dikatakan bahwa
ragi yang digunakan dalam pembuatan tempe adalah Rhizoporous Oligosporus. Ini adalah
jamur berjenis filamentous, dan bukan dari jenis bakteri. Jamur jenis ini adalah jamur baik,
mirip dengan jamur yang digunakan pada pembuatan keju. Jamur ini memainkan peranan
penting pada “mencerna dini” sebagian besar protein kedelai, merubah protein menjadi
asam amino yang menjadikan tempe mudah dicerna oleh manusia. Jamur ini juga
menghasilkan ensim phytase yang mengurai phytase pada kedelai. Dengan demikian,
membantu penyerapan lebih optimal untuk mineral seperti zinc, zat besi dan kalsium pada
pencernaan manusia.
Rhizopus oligosporus menghasilkan enzim-enzim protease. Perombakan senyawa
kompleks protein menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana adalah penting dalam
fermentasi tempe, dan merupakan salah satu faktor utama penentu kualitas tempe, yaitu
sebagai sumber protein nabati yang memiliki nilai cerna amat tinggi (Sitoresmi,1996).
Rhizopus yang terdapat pada ragi tempe mempunyai daya untuk memecah putih
telur dan lemak. Oleh karena itu, ia berperan dalam pembuatan tempe dan oncom putih.
Jamur tempe mempunyai hifa yang berguna untuk menyerap makanan dari kacang kedelai.
Dalam waktu dua sampai tiga hari, kumpulan hifa tersebut akan membungkus kedelai yang
kemudian disebut tempe. Selain pada tempe, jamur ini juga dapat tumbuh di tempat-tempat
yang lembab (Cillperqueen, 2010).

10

Menurut Dinda (2008), dikatakan bahwa mekanisme pembentukan tempe melalui
dua tahapan sebagai berikut:
1. Perkecambahan spora
Perkecambahan Rhizopus oligosporus berlangsung melalui dua tahapan yang amat
jelas, yaitu pembengkakan dan penonjolan keluar tabung kecambah. Kondisi optimal
perkecambahan adalah suhu 420 C dan pH 4,0. Beberapa senyawa karbohidrat tertentu
diperlukan agar awal pembengkakan spora ini dapat terjadi. Pembengkakan tersebut diikuti
dengan penonjolan keluar tabung kecambahnya, bila tersedia sumber-sumber karbon dan
nitrogen dari luar. Senyawa-senyawa yang dapat menjadi pendorong terbaik agar terjadi
proses perkecambahan adalah asam amino prolin dan alanin, dan senyawa gula glukosa
annosa dan xilosa.
2. Proses miselia menembus jaringan biji kedelai
Proses fermentasi hifa jamur tempe dengan menembus biji kedelai yang keras itu
dan tumbuh dengan mengambil makanan dari biji kedelai. Karena penetrasi dinding sel biji
tidak rusak meskipun sisi selnya dirombak dan diambil. Rentang kedalaman penetrasi
miselia kedalam biji melalui sisi luar kepiting biji yang cembung, dan hanya pada
permukaan saja dengan sedikit penetrasi miselia, menerobos kedalam lapisan sel melalui
sela-sela dibawahnya. Konsep tersebut didukung adanya gambar foto mikrograf dari
beberapa tahapan terganggunya sel biji kedelai oleh miselia tidak lebih dari 2 lapisan sel.
Sedangkan perubahan kimiawi seterusnya dalam biji terjadi oleh aktifitas enzim
ekstraseluler yang diproduksi / dilepas ujung miselia.
2.5 Manfaat Tempe
Tempe memiliki banyak manfaat. Selain memiliki kandungan serat tidak larut yang
tinggi dan protein, tempe juga mengandung zat antioksidan berupa karoten, vitamin E, dan
isoflavon. Itulah sebabnya tempe sering disebut-sebut sebagai bahan makanan yang dapat
mencegah kanker (Wardlaw, 1999).
Adanya kandungan vitamin B12 pada tempe, dipandang sebagai sesuatu yang unik
oleh para ahli. Sampai saat ini penyebab atau asal vitamin itu belum diketahui dengan pasti.
Ada yang menduga vitamin B12 itu berasal dari kapang yang tumbuh pada tempe, tetapi
ada pula yang mengatakan berasal dari unsur lain. Bakteri ini sebenarnya merupakan
mikroba kontaminasi. Vitamin B12 sangat berguna untuk membentuk sel-sel darah merah
11

dalam tubuh sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit anemia (kurang darah). Selain
itu, tempe juga banyak mengandung mineral, kalsium dan fosfor (Supriyono, 2003).
Tempe juga mengandung superoksida desmutase yang dapat menghambat
kerusakan sel dan proses penuaan. Dalam sepotong tempe, terkandung berbagai unsur yang
bermanfaat, seperti protein, lemak, hidrat arang, serat, vitamin, enzim, daidzein, genestein
serta komponen antibakteri dan zat antioksidan yang berkhasiat sebagai obat, diantaranya
genestein, daidzein, fitosterol, asam fitat, asam fenolat, lesitin dan inhibitor protease
(Cahyadi, 2006).
2.6 Reaksi – reaksi yang terjadi pada pembuatan tempe
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa
oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan
tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi
dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal.
Selama proses fermentasi, kedelai akan mengalami perubahan baik fisik maupun
kimianya. Protein kedelai dengan adanya aktivitas proteolitik kapang akan diuraikan
menjadi asan-asam amino, sehingga nitrogen terlarutnya akan mengalami peningkatan.
Dengan adanya peningkatan dari nitrogen terlarut maka pH juga akan mengalami
peningkatan. Nilai pH untuktempeyang baik berkisar antara 6,3 sampai 6,5. Kedelai yang
telah difermentasi menjaditempeakan lebih mudah dicerna. Selama proses fermentasi
karbohidrat dan protein akan dipecah oleh kapang menjadi bagian-bagian yang lebih mudah
larut, mudah dicerna dan ternyata bau langu dari kedelai juga akan hilang.
Kadar air kedelai pada saat sebelum fermentasi mempengaruhi pertumbuhan
kapang. Selama proses fermentasi akan terjadi perubahan pada kadar air dimana setelah 24
jam fermentasi, kadar air kedelai akan mengalami penurunan menjadi sekitar 61% dan
setelah 40 jam fermentasi akan meningkat lagi menjadi 64% (Sudarmaji dan Kuswanto
1987).
Perubahan-perubahan

lain

yang

terjadi

selama

fermentasi

tempeadalah

berkurangnya kandungan oligosakarida penyebab flatulence. Penurunan tersebut akan terus
berlangsung sampai fermentasi 72 jam. Fermentasi, asam amino bebas juga akan
mengalami peningkatan dan peningkatannya akan mencapai jumlah terbesar pada waktu
12

fermentasi 72 jam (Murata et al., 1967). Kandungan serat kasar dan vitamin akan
meningkat pula selama fermentasi kecuali vitamin B1 atau yang lebih dikenal dengan
thiamin (Shurtleff dan Aoyagi, 1979).
Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang digunakan
dan produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C 6H12O6) yang merupakan gula paling
sederhana , melalui fermentasi akan menghasilkan etanol (2C 2H5OH). Reaksi fermentasi1ini
dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada produksi makanan.
Persamaan Reaksi Kimia: C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (Energi yang
dilepaskan:118 kJ per mol)
Dijabarkan sebagai:Gula (glukosa, fruktosa, atau sukrosa) → Alkohol (etanol) +
Karbon dioksida + Energi(ATP).
Jalur biokimia yang terjadi, sebenarnya bervariasi tergantung jenis gula yang
terlibat, tetapi umumnya melibatkan jalur glikolisis, yang merupakan bagian dari tahap
awal respirasi aerobik pada sebagian besar organisme. Jalur terakhir akan bervariasi
tergantung produk akhir yang dihasilkan (Murata, 1967).

13

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
 Tempe adalah makanan hasil fermentasi yang dibuat dari kedelai diinokulasi dengan
jamur Rhizopus oligosporus dalam fermentasi padat
 Fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan makanan yang disebabkan oleh
enzim dari kedelai yang mengandung enzim lipoksidase
 Tiga tahapan penting dalam pembuatan tempe yaitu (1) hidrasi dan pengasaman biji
kedelai dengan direndam beberapa lama (satu malam); (2) pemanasan biji kedelai,
yaitu dengan perebusan atau pengukusan; dan (3) fermentasi oleh jamur tempe yang
banyak digunakan ialah Rhizopus oligosporus
 Rhizopus oligosporus menghasilkan enzim-enzim protease. Perombakan senyawa
kompleks protein menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana adalah penting dalam
fermentasi tempe, dan merupakan salah satu faktor utama penentu kualitas tempe,
 Tempe memiliki banyak manfaat. Selain memiliki kandungan serat tidak larut yang
tinggi dan protein, tempe juga mengandung zat antioksidan berupa karoten, vitamin
E, dan isoflavon
 Selama proses fermentasi, kedelai akan mengalami perubahan baik fisik maupun
kimianya

14

DAFTAR PUSTAKA
Dinda. 2008. “Fermentasi Tempe”. http://medicafarma.blogspot.com. Diakses 6 oktober
2015.
Food, D dan L. 2009. “Tempe”. http://tempekoe.blogspot.com. Diakses 6 oktober 2015.
Kustyawati, Maria Erna.2009. KAJIAN PERAN YEAST DALAM PEMBUATAN TEMPE.
AGRITECH, Vol. 29, No. 2
Limando, Ido., Bambang Mardiono Soewito., Adiel Yuwono.2009. Perancangan Buku
Visual

Tentang

Tempe

Sebagai

Salah

Satu

Makanan

Masyarakat

Indonesia.Surbaya
Murata, et al. 1967. Studies on The Nutritional Value Of Tempeh. In J.Food Sci, 32:580.
Muslikha,Siti ,. Choirul Anam,.Martina Andriani.2013. PENYIMPANAN TEMPE
DENGAN METODE MODIFIKASI ATMOSFER (Modified Atmosphere)
UNTUK MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN DAYA SIMPAN.Univesitas
Sebelas Maret
Mutiah (2007). Mari Membuat Tempe. Jakarta: Penebar Swadaya.
Said, N I dan A. Herlambang. Teknologi Pengolahan Limbah Tahu Tempe dengan Proses
Biofilter Anaerob dan Aerob. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Jakarta.
Sarwono, B. Membuat Tempe dan Oncom. Jakarta : PT. Penebar Swadaya, 1982. Hal. 1015
Shurtleff, W., and Aoyagi, A. 1979. The Book Of Tempeh. ProfesionalEdition. Harper and
Row. Publishing New York Hagerstown. San Francisco, London.
Sudarmadji, S. dan Kuswanto, K.R. 1987. Proses-proses Mikrobiologi Pangan. PAU
Pangan dan Gizi. UGM. Yogyakarta.

15