PERSPEKTIF HIDROLOGI KARST GUNUNG KIDUL

PERSPEKTIF HIDROLOGI KARST GUNUNG KIDUL
Analisis Spasial dan Ekologikal Wilayah Gunung Kidul, Yogyakarta
1,2

Devi Ega Agista'
Departemen Geografi Lingkungan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada
Email: 1deviegaagista30@gmail.com ; 2devi.ega.agista@mail.ugm.ac.id
INTISARI

Karst Gunung Kidul merupakan kawasan fungsi lindung yang
mempunyai
keunikan
karakteristik
sistem
hidrologinya
apabila
dibandingkan dengan sistem hidrologi kawasan lainnya. Syarat
terbentuknya karst adalah adanya batuan yang mudah lapuk, iklim (curah
hujan), dan kondisi lereng yang miring. Hidrologi di daerah karst
mempunyai ciri khas utama yaitu tidak adanya (jarang) ditemukan aliran
air permukaan (sungai) namun didapatkan adanya sungai bawah tanah.

Keberadaan sungai bawah tanah ini
disebabkan karena proses
geomorfolologi yaitu proses pelarutan yang terjadi pada batuan. Porositas
yang ada di kawasan karst bersifat anisotropik dimana aliran air tidak
menyebar kesegala arah dengan jarak yang tidak sama pula. Sistem
aliran yang bersifat anisotropik ini menyebabkan penduduk di daerah
fungsi lindung karst mengalami kesulitan dalam menemukan sumber air
yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Sehingga kajian hidrologi
karst sangat penting dilakukan mengingat potensi airnya yang cukup
besar namun sulit ditemukan. Penemuan sumber air yang besar
umumnya didapatkan pada titik yang mempunyai retakan atau patahan.
Apabila dlihat dari perspektif kebencanaannya, kawasan kasrt
mempunyai potensi yang besar terhadap kejadian bencana amblesan.
Amblesan ini dapat disebabkan karena beban berat dipermukaan dan
didukung adanya rongga di bawah tanah. Oleh karena itu, tidak
disarankan untuk membangun bangunan secara intensif di sekitar luweng
untuk mengurangi potensi bencana.
Kata Kunci : Hidrologi Karst, sungai bawah tanah, Amblesan

PENDAHULUAN

Kabupaten Gunungkidul merupakan kabupaten yang termasuk wilayah kering dan
susah air. Hal ini dipengaruhi oleh geomorfologi di Kabupaten Gunungkidul. Matan air
(spring) adalah pemusatan pengeluaran airtanah yang muncul di permukaan air tanah
sebagai arus dari aliran air. Mataair berbeda dengan rembesan (seepage). Rembesan
adalah mataair yang keluar secara perlahan-lahan dan menyebar pada permukaan tanah
(Todd, 1980). Kondisi geomorfologi yang kompleks di Yogyakarta menyebabkan setiap
bentanglahan mempunyai karakteristik dan keunikan tersendiri. Hidrologi kawasan karst
Gunung Kidul merupakan salah satu fungsi lindung yang jika dipandang dari berbagai

[1]

perspektif mempunyai perbedaan yang sangat mencolok apabila dibandingkan dengan
sistem hidrologi bentanglahan lainnya. Hidrologi di daerah karst mempunyai ciri khas utama
yaitu tidak adanya (jarang) ditemukan aliran air permukaan (sungai) namun didapatkan
adanya sungai bawah tanah. Keberadaan sungai bawah tanah ini disebabkan karena
proses geomorfolologi yaitu proses pelarutan yang terjadi pada batuan gamping.
Aksesibilitas masyarakat terhadap air bersih di Kabupaten Gunungkidul sulit mengambil air
yang berada jauh di bawah tanah. Secara alamiah kawasan karst merupakan akuifer
terbesar ketiga setelah kawasan volkan dan pesisir. Menurut Adji (2010) saat ini 25%
kebutuhan air penduduk dunia tergantung pada kawasan karst. Namun pemunculan mata air

bersifat tidak merata di semua kawasan karst, tetapi hanya memusat di beberapa lokasi.
Kawasan Karst Gunung Kidul terbentuk karena adanya proses kartifikasi yang
menyebabkan pelarutan batu gamping yang banyak dipengaruhi oleh iklim (terutama curah
hujan) dan kondisi vegetasi diatasnya yang membentuk suatu bentuklahan dolin, uvala, polje
dan sebagainya. Gillieson (1996), menyebutkan bahwa lorong-lorong bawah permukaan dan
sungai bawah tanah ini disebut sebagai porositas lorong atau secara hidrogeologis dikenal
sebagai porositas sekunder. Porositas yang ada di kawasan karst bersifat anisotropik
dimana aliran air tidak menyebar kesegala arah dengan jarak yang tidak sama pula. Sistem
aliran yang bersifat anisotropik ini menyebabkan penduduk di daerah fungsi lindung karst
mengalami kesulitan dalam menemukan sumber air yang digunakan untuk kebutuhan
sehari-hari. Sehingga kajian hidrologi karst sangat penting dilakukan mengingat potensi
airnya yang cukup besar namun sulit ditemukan. Selain itu kajian hidrologi karst juga sangat
dibutuhkan untuk pengelolaan dan pengembangan Karst Gunung Kidul yang memiliki
potensi besar.
Pengelolaan dan pengembangan karst di Gunung Kidul telah banyak dilakukan
karena memiliki potensi yang sangat besar. Perkembangan kawasan karst dilihat dari sektor
pariwisata dan pendidikan mengenai karst telah semakin maju dan berkembang yang
diwujudkan dengan peresmian Geopark Gunung Sewu. Kawasan karst di Gunung Kidul juga
memiliki fungsi penting dalam mengurangi kandungan karbondioksida di udara yang
dipengaruhi oleh letak strategis Indonesia dan penggunaan kendaraan bermotor yang

semakin meningkat. Oleh karena itu, suhu udara di sekitar kawasan karst lebih bersifat sejuk
walaupun sinar matahari menyengat. Pengelolaan kawasan karst di Indonesia dilakukan
sejak dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1518
K/20/MPE/1999 tanggal 29 September 1999, yang kemudian direvisi dengan Keputusan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1456 K/20/MEM/2000 tanggal 3 November
2000 mengenai pedoman pengelolaan kawasan karst.

[2]

ISI
Geomorfologi Kast
Perbukitan karst merupakan satuan geomorfologi yang mempunyai karakteristik
relief dan drainase yang khas, terutama disebabkan oleh derajat pelarutan batuan yang
intensif (Ford dan Williams, 1989). Karstifikasi atau proses pembentukan bentuk lahan karst
di didominasi oleh proses pelarutan terhadap batuan yag mudah larut, misalnya adalah
batuan gamping. Bentuklahan karst ditandai dengan adanya 1). Terdapatnya cekungan
tertutup dan atau lembah kering dalam berbagai ukuran dan bentuk, 2). Langkanya atau
tidak terdapatnya drainase/ sungai permukaan dan, 3). Terdapatnya goa dari sistem drainase
bawah tanah. Pada daerah karst memiliki ciri khas berupa mata air rekahan yang terbentuk
akibat adanya bidang-bidang kekar yang terdapat pada akuifer. Pada daerah karst, mata air

freatik sangat dominan (Arhanta, dkk, 2015).
Beberapa faktor yang mempengaruhi karstifiksi adalah faktor pendorong dan faktor
pengontrol. Faktor pengontrol bersifat menentukan keberlangsungan proses karstifikasi,
sementara faktor pendorong mempengaruhi kecepatan berlangsungnya proses karstifikasi.
Faktor pengontrolnya antara lain 1). keterdapatan batuan yang mudah larut, kompak, tebal
dan mempunyai banyak rekahan. 2). Curah hujan yang cukup (iklim tropis basah), 3). Dan
keterdapatan batuan di topografi tinggi yang memungkinkan terbentuknya perkembangan
sirkulasi air/drainase vertikal. Sementara faktor pendorong proses karstifikasi adalah
temperatur dan penutup lahan. Curah hujan yang besar menyebabkan pelarutan semakin
intensif dan terbentuk drainase secara vertikal. Sehingga dengan adanya faktor pengontrol
dan pendorong yang lengkap menyebabkan proses karstifikasi berlangsung lebh cepat.
Hidrologi Karst
Air merupakan komponen penting di alam, tetapi keberadaannya yang tidak
terdistribusi merata secara ruang dan waktu sering kali menimbulkan permasalahan bagi
kehidupan manusia (Cahyadi dkk, 2011). Sistem aliran hidrologi karst mempunyai
karakteristik tersendiri yang berbeda dengan sistem aliran hidrologi bentanglahan lainnya.
Ciri khas dari hidrologi karst adalah terbentuknya sistem aliran sungai bawah tanah yang
dipengaruhi oleh pelarutan batuan. Sehingga di daeah karst Gunung Kidul susah ditemui
aliran air permukaan. Kondisi ini menyebabkan maysrakat kesulitan dalam mencari sumber
air. Namun apabila keberadaan sumber airnya telah ditemukan, maka kebutuhan

masyarakat terhadap air akan tercukupi karenya terkadang aliran bawah tanah mempunyai
debit yang besar hingga ratusan m3/hari. Hal ini yang menyebabkan kawasan karst sering
dijuluki sebagai “tanki air tawar raksasa” yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan
hidup manusia (Haryono, 2001 ). MacDonalds and Partners (1984) mengemukakan terdapat
belasan sistem sungai bawah tanah dengan debit dibawah 100 lt/dt, serta ratusan mata air

[3]

dengan debit yang bervariasi. Hal ini menunjukkan bahwa sistem sungai bawah tanah dan
keluarannya berupa mata air mempunyai reservoir dalam jumlah simpanan yang besar.
Semakin besar debit aliran mata air yang terdapat dalam suatu karst, semakin
menunjukkan bahwa tingkat karstifikasi semakin tinggi. Hal tersebut membawa nilai positif
dan negatif. Hal negatif yang biasanya terjadi adalah adanya amblesan diakibatkan adanya
penggerusan lapisan batugamping oleh air. Untuk itu, mitigasi kebencaan struktural maupun
nonstruktural didaerah pemunculan air khususnya pada spring yang bertujuan masyarakat
sekitar daerah karst tidak dirugikan dan optimalisasi air dapat tercapai sangatlah diperlukan.
(Adji dan Haryono,2014)
Sebelumnya, White (1988), Ford and Williams (1992), Smart and Hobbes (1986)
serta Gillieson (1996) secara prinsip membagi sifat dan jenis komponen aliran di karst
menjadi sifat aliran saluran/lorong (conduit), celah (fissure), dan rembesan (diffuse).

Sementara, Domenico dan Schwartz (1990) sifat komponen aliran di karst dibagi menjadi
dua komponen aliran yang mempunyai perbedaan yang tegas yaitu (1) komponen aliran
diffuse dan (2) komponen aliran conduit. Komponen aliran diffuse merupakan aliran yang
masuk ke sungai bawah tanah melalui proses infiltrasi yang terjadi secara perlahan-lahan
yang mengimbuh sungai bawah tanah berupa tetesan ataupun rembesan-rembesan kecil.
Conduit adalah aliran yang mengimbuh sungai bawah permukaan melalui ponor yang ada
dipermukaan, dan melewati rongga-rongga yang besar dengan kecepatan aliran yang cepat
dan akan menghasilkan banjir pada sungai bawah tanah jika imbuhan hujan di permukaan
besar. Dominasi jenis aliran pada suatu daerah karst dipengaruhi oleh tingkat perkembangan
karst (stadium muda, dewasa, maupun tua). Apabila karst sudah memasuki stadium tua
dengan sistem pelorongan sudah berkembang baik, maka komponen aliran conduitlah yang
lebih dominan.

Gambar 1.1.
Sistem Aliran Air Bawah Tanah

Gambar 1.2
Sistem Diffuse

Potensi Air Tanah Dan Potensi Bencana


[4]

Kualitas air yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi, atau
komponen lain di dalam air. Karakteristik kualitas air permukaan dan airtanah terkadang
sangat berbeda. Saat infiltrasi ke dalam tanah, air permukaan mengalami kontak dengan
mineral-mineral yang terdapat di dalam tanah dan melarutkannya, sehingga kualitas airnya
mengalami perubahan karena terjadi reaksi kimia (Effendi, 2003).
Sistem hidrologi karst juga didapatkan di Luweng dan sekitarnya. Luweng berada
di peralihan antara Basin Wonosari dan kawasan karst Gunung Kidul. Sistem hidrologi di
Luweng mempunyai aliran bawah tanah yang mempunyai debit cukup besar karena
mempunyai porositas sekunder (proses pelarutan) lebih besar dari pada porositas primer.
Ketersediaan air dari mataair dapat dilihat dari besarnya kuantitas air yang dikeluarkan oleh
mataair (Karsidi,1999), dalam hal ini dapat dianalisis dengan mengukur debit mata airnya.
Debit air menurut Marbun (1982) adalah jumlah (volume) air yang mengalir dalam satu
kesatuan waktu, pada titik tertentu di sungai, terusan, saluran air dan mataair, dinyatakan
dalam satuan volume per detik (m3 /detik). Proses karstifikasi yang intensif menyebabkan
rongga bawah tanah semakin besar, sehingga lahan berpotensi mengalami amblesan.
Amblesan tanah ini terjadi karena adanya proses pelarutan batuan bawah permukaan oleh
air yang umum terjadi pada batuan karbonat (batugamping, dolomit) (Widyaningtyas, 2014).

Amblesan ini dapat disebabkan karena beberapa hal misalnya pembangunan yang
intensif ataupun hasil dari kejadian tertentu. Kejadian badai cempaka yang melanda Daerah
Istimewa Yogyakarta beberapa waktu yang lalu juga menjadi salah satu penyebab terjadinya
amblesan lahan di sekitar Tumbul dan Blimbing. Amblesan ini terjadi akibat adanya crah
hujan yang tinggi sehingga menyebabkan tanah menjadi jenuh yang menyebabkan
genangan selama 7 hari di darah tersebut. Genangan ini disebabkan karena aliran air
permukaan yang tidak bisa bet=rgerak dan mengalir ke arah lain karena air terhalangi oleh
batuan yang sulit di lalui air. Beban berat diatas lahan dan didorong denga adanya ruang
dibawah tanah menyebabkan adanya amblesan. Kejadian amblesan semacam ini bersifat
membahayakan terutama apabila terjadi pada permukiman Berikut ini adalah amblesan
besar di sekitar Luweng.

Gambar 1.3

[5]

Amblesan luweng akibat badai cempaka
Harter dan Walker (2001) yang menyebutkan bahwa kerentanan airtanah adalah
ukuran tingkat kemudahan dan kesulitan suatu polutan untuk mencemari airtanah di suatu
wilayah. Permasalahan sanitasi dan pencemaran di kawasan karst yang paling mengancam

sumberdaya airtanah kawasan karst adalah kualitas air hasil limbah yang memiliki kualitas
yang buruk. Hal tersebut karena kondisi sistem airtanah kawasan karst yang hanya sedikit
atau bahkan tanpa penyaring (filter) berupa tanah akan menyebabkan air dari buangan
sanitasi ini masuk langsung dan tidak tersaring dengan baik sehingga potensi penyebaran
bakteri dan virus juga semakin besar.

PENUTUP/KESIMPULAN
Kawasan karst merupakan kawasan fungsi lindung yang mempunyai sistem aliran
bawah tanah. Keberadaan sungai bawah tanah ini
disebabkan karena proses
geomorfolologi yaitu proses pelarutan yang terjadi pada batuan. Porositas yang ada di
kawasan karst bersifat anisotropik dimana aliran air tidak menyebar kesegala arah dengan
jarak yang tidak sama pula. Sistem aliran yang bersifat anisotropik ini menyebabkan
penduduk kesulitan dalam mencari sumber air. Sumber air yang besar ini seringkali
didapatkan pada titik yang mempunyai retakan.

UCAPAN TERIMA KASIH
Terimakasih penulis ucapakan kepada Dosen Pembimbing Praktikum dan Asisten
Praktikum yang telah bersedia membagikan ilmunya dan memebrikan bahan dan bantuan
dalm penulisan ini. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada pantia dan teman-teman yang

telah menyiapkan kegiatan lapangan praktikum geohidrologi sebaik-baiknya.

[6]

DAFTAR PUSTAKA
Adji, T.N., Haryono, E., 2014. Geomorfologi Ddan Hidrologi Karst. Kelompok Studi Karst
Fakultas Geografi UGM
Adji, T.N. 2010. Variasi SpasialTemporal Hidrogeokimia dan Sifat Aliran Untk Karakterisasi
Sisterm Karst Dinamis di Sungai Bawah Tanah Bribin, Kabupaten Gunungkidul,
DIY. Disertasi. Yogyakarta : UGM
Arhanta, Arkhanuddin, F., Faruqi, M.D. 2015. Perspektif Hidrologis Dan Struktur Bawah
Tanah Dalam Mitigasi Bencana Mata Air Rekahan. Upn Veteran Yogyakarta,
Cahyadi, Ahmad; Priadmodjo, Anggit dan Yananto, Ardila. 2011. Criticizing The Conventional
Paradigm of Urban Drain age. Jurnal Proceeding The 3rd International Graduated
Student Conference on Indonesia. Yogyakarta, 8-9 November 2011. Hal: 547-553
Domenico,P.A. and Schwartz, F.W., 1990,Physical and Chemical Hydrogeology . 2 nd Ed.
John Wiley & Sons
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta : Kanisius.
Ford, D. and Williams, P. 1992. Karst Geomorphology and Hydrology. Chapman and Hall.
London
Gillieson, D. 1996. Caves: Processes, development, and manajemen. Blackwell. Oxford.
Haryono, E., 2001. Nilai Hidrologis Bukit Karst. Makalah pada seminar Nasional, EkoHidrolik.
28-29 Maret 2001 .Jurusan Teknik Sipil , UGM
Harter, T. Dan Walker, L.G. 2001. Assesing Vulnerability of Groundwater. California:
California Department of Health Service.
Karsidi. 1999. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dan Pendapatan dengan Penggunaan
Air Sungai oleh Penduduk di Sekitar Sungai Kali Jajar Demak. Semarang. Skripsi.
Ssemarang : UNNES.
Marbun M.A. 1982. Kamus Geografi. Jakarta : Ghalia Indonesia

[7]

MacDonalds and Partners. 1984. Greater Yogyakarta – Groundwater Resources Study. Vol
3C: Cave Survey. Yogyakarta, Directorate General of Water Resources Development
Project (P2AT).
White, W.B., 1988.Geomorphology and Hydrology of Karst Terrain. Oxford University Press.
New York
Widyaningtyas C.P., Doni Perkasa Eka Putra. 2014. Pemetaan Bahaya Amblesan Daerah
Karst Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional Kebumian ke-7, Jurusan Teknik Geologi,
Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014.

[8]

Dokumen yang terkait

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DITINJAU DARI RATIO LIKWIDITAS, SOLVABILITAS, AKTIVITAS DAN PROFITABILITAS PADA PT. BANDAR KIDUL KEDIRI

3 47 79

PEMANFAATAN ABU VULKANIK GUNUNG BROMO SEBAGAI FILLER UNTUK CAMPURAN LASTON DITINJAU DARI KARAKTERISTIK MARSHALL

0 34 12

ANALISIS KAPASITAS SAMBUNGAN BALOK – KOLOM DENGAN SISTEM PLATCON PRECAST 07 TERHADAP GAYA GEMPA BERDASARKAN SNI 1726 : 2012 (STUDI KASUS : RUSUNAWA WONOSARI, GUNUNG KIDUL, DIY)

0 22 16

INVENTARISASI ORCHIDALES DI GUNUNG PESAWARAN TAMAN HUTAN RAYA WAN ABDURRAHMAN BANDAR LAMPUNG (Sebagai Bahan Pengayaan Materi Keanekaragaman Hayati SMA Kelas X Semester 1)

5 51 80

PERSPEKTIF KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI MELALUI PENERAPAN AZAS RESIPROSITAS ANTARA INDONESIA DAN SINGAPURA

1 16 76

PENGGUNAAN MEDIA PETA TERHADAP PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 1 GUNUNG REJO KECAMATAN WAY LIMA KABUPATEN PESAWARAN TAHUN PELAJARAN 2012-2013

0 15 52

EFFECT OF LAND AND APPLICATION SYSTEM TOWARD BAGASSE MULCH SOIL RESPIRATION OF THE LAND CROPPING CANE (Saccharum officinarum L.) PT GUNUNG MADU PLANTATIONS (GMP) PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI MULSA BAGAS TERHADAP RESPIRASI TANAH PADA LAHAN PERTA

0 18 42

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PREVALENSI DISFUNGSI SEKSUAL PADA IBU-IBU PENGGUNA KONTRASEPSI IMPLANT DI KELURAHAN SEPUTIH JAYA KECAMATAN GUNUNG SUGIH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN 2013

1 32 68

KEBERADAAN BURUNG RANGKONG (Bucerotidae) DI GUNUNG BETUNG TAMAN HUTAN RAYA WAN ABDUL RACHMAN

7 36 44

RAGAM IDENTITAS ISLAM DI INDONESIA DARI PERSPEKTIF KAWASAN

0 0 36