Kasus Nenek Minah dalam pandangan teori
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
berkah dan rahmat-Nya, sehingga Penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah
“ Kasus Nenek Minah dalam pandangan teori Kinberg & Stephen Hurwitz tentang Faktor
Penyebab Kriminalitas. ”
Makalah ini tidak akan pernah terwujud tanpa bantuan yang telah diberikan oleh
banyak pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan yang baik ini perkenankanlah Penulis
dengan rasa tulus dan ikhlas mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para
pihak yang berhubungan baik langsung maupun tidak langsung dengan penulis tidak dapat
sebutkan satu persatu atau dalam kelompok, semoga segala kebaikan dan keikhlasan hatinya
diberikan imbalan yang berlipat ganda oleh Allah SWT.
Dalam penulisan makalah ini, Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang
berguna bagi kesempurnaan penulisan makalah ini.
Mudah-mudahan tulisan ini bisa memberikan manfaat bagi kita semua, dan segala
upaya kita mendapatkan berkat serta anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Aamiin.
Jakarta,
Februari 2015
Hormat kami,
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.................................................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah.............................................................................................. 1
BAB II GAMBARAN UMUM
A.
Deskripsi Kasus................................................................................................ 2
B.
Teori Kriminologi menurut Kinberg & Stephen Hurwitz..............................................4
1. Biologik...................................................................................................... 4
2. Sosiologik................................................................................................... 5
BAB III PEMBAHASAN............................................................................................. 8
BAB IV PENUTUP
A.
Kesimpulan.................................................................................................... 11
B.
Saran............................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara yang besar serta memiliki sumber daya alam yang melimpah
ruah tetapi tidak bisa memakmurkan kehidupan rakyatnya. Kemiskinan, kebodohan dan
kelaparan menyebabkan tingginya angka kejahatan ditengah-tengah masyarakat, namun
negara tidak memikirkan mengapa kejahatan itu timbul tapi selalu melakukan upaya refpresif
untuk menertibkan segala tindakan masyarakat yang telah menyalahi aturan walaupun
perbuatan tersebut dilakukan untuk menyambung hidupnya.
Disatu sisi masyarakat hidup didalam kemiskinan dan kebodohan,dan disisi yang lain
ada sebuah kehidupan yang berbanding terbalik dengan kehidupan masyarakat yang
merupakan simbol-simbol dari kekayaan dan eksploitasi yakni perusahaan-perusahaan besar.
Perusahaan-perusahaan besar ini diberikan fasilitas oleh negara untuk mengeksploitasi
sumber daya alam yang ada, namun kehidupan masyarakat disekitar perusahaan tersebut
tidak tersentuh oleh hasil eksploitasi dan eksplorasi sumber daya alam tersebut.
Akibatnya, kejahatan ditengah masyarakat merebak dan negara dalam melakukan
penegakan hukum terhadap pelaku-pelaku pelanggaran tersebut terlalu berlebih-lebihan
dalam menyikapinya, salah satunya ialah pada kasus nenek Minah. Sudah selayaknya aparat
penegak hukum berlaku bijaksana. Sedangkan kasus-kasus korupsi besar lainnya yang
menyebabkan kerugian negara yang sangat besar, jauh dari penegakan hukum.
Pada dasarnya kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum. Sepanjang
sejarah peradaban manusia, peran sentral hukum dalam upaya menciptakan suasana yang
memungkinkan manusia merasa terlindungi, hidup berdampingan secara damai dan menjaga
1
eksistensinya didunia telah diakui .
Indonesia adalah negara yang berdasarkan kepada hukum (rechtaat), hukum harus
dijadikan panglima dalam menjalankan kehidupan bernegara dan bermasyarakat, sehingga
tujuan hakiki dari hukum bisa tercapai seperti keadilan, kepastian dan ketertiban. Secara
normatif hukum mempunyai cita-cita indah namun didalam implentasinya hukum selalu
menjadi mimpi buruk dan bahkan bencana bagi masyarakat. Ketidaksinkronan antara hukum
di dalam teori (law in a book) dan hukum dilapangan (law in action) menjadi sebuah
perdebatan yang tidak kunjung hentinya. Terkadang untuk menegakkan sebuah keadilan
menurut hukum harus melalui proses-proses hukum yang tidak adil.
Sebagain besar hukum yang berlaku di Indonesia adalah hukum bekas jajahan
Belanda, banyak kaedah-kaedah dalam hukum tersebut tidak sesuai dengan nilai-nilai yang
ada di tengah-tengah masyarakat dan tidak mencerminkan nilai-nilai keadilan. Hukum
kolonial yang masih berlaku di Indonesia menganut ajaran Positivisme. Hukum menurut
aliran ini adalah apa yang menurut undang-undang, bukan apa yang seharusnya. Atas dasar
itu, hukum harus pula dibersihkan dari anasir-anasir yang tidak yuridis seperti etis (penilaian
baik dan buruk), politis (subjektif dan tidak bebas nilai), sosiologis (terlepas dari kenyataan
sosial).
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja faktor penyebab kriminalitas menurut Kinber & Stephen Hurwitz ?
2. Bagaimana pandangan teori Kinberg & Stephen Hurwitz tentang faktor penyebab
kriminalitas dalam Kasus Nenek Minah pencuri buah kakao ?
1
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia, Surabaya, 2005, hlm.1
1
BAB II
GAMBARAN UMUM
A. Deskripsi Kasus
Ada sebuah kasus hukum yang sangat menarik untuk ditelaah, yakni seorang nenek
berumur 55 Tahun yang bernama Minah diganjar 1 bulan 15 hari penjara karena menyangka
perbuatan isengnya memetik 3 buah kakao di perkebunan milik PT. Rumpun Sari Antan
(RSA) adalah hal yang biasa saja.
Ironi hukum di Indonesia ini berawal saat Minah sedang memanen kedelai di lahan
garapannya di Dusun Sidoarjo, Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Banyumas,
Jawa Tengah, pada 2 Agustus lalu. Lahan garapan Minah ini juga dikelola oleh PT RSA
untuk menanam kakao.
Ketika sedang asik memanen kedelai, mata tua Minah tertuju pada 3 buah kakao yang
sudah ranum. Dari sekadar memandang, Minah kemudian memetiknya untuk disemai sebagai
bibit di tanah garapannya. Setelah dipetik, 3 buah kakao itu tidak disembunyikan melainkan
digeletakkan begitu saja di bawah pohon kakao.
Dan tak lama berselang, lewat seorang mandor perkebunan kakao PT RSA. Mandor
itu pun bertanya, siapa yang memetik buah kakao itu. Dengan polos, Minah mengaku hal itu
perbuatannya. Minah pun diceramahi bahwa tindakan itu tidak boleh dilakukan karena sama
saja mencuri.
Sadar perbuatannya salah, Minah meminta maaf pada sang mandor dan berjanji tidak
akan melakukannya lagi. 3 Buah kakao yang dipetiknya pun dia serahkan kepada mandor
tersebut. Minah berpikir semua beres dan dia kembali bekerja. Namun dugaanya meleset.
Peristiwa kecil itu ternyata berbuntut panjang. Sebab seminggu kemudian dia mendapat
panggilan pemeriksaan dari polisi. Proses hukum terus berlanjut sampai akhirnya dia harus
duduk sebagai seorang terdakwa kasus pencuri di Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto.
Majelis hakim yang dipimpin Muslih Bambang Luqmono SH memvonisnya 1 bulan 15 hari
dengan masa percobaan selama 3 bulan. Minah dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan
melanggar pasal 362 KUHP tentang pencurian.
Kasus Nenek Minah ini dapat menjadi contoh, yang banyak kalangan
menganalogikan fenomena penegakan hukum di Indonesia itu seperti pisau, yaitu tajam ke
bawah tetapi tumpul ke atas. Karena mereka membandingkan kasus pencurian 3 buah kakao
yang dilakukan Nenek Minah ini dengan kasus besar seperti Kasus Bank Century, dimana
hakim hanya memvonis 4 tahun penjara dan denda Rp 50 miliar/subsider (sebagai gantinya)
5 bulan penjara kepada mantan pemilik sebagian saham PT Bank Century Tbk, Robert
Tantular. Vonis itu jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa. Orang yang menilap uang hingga Rp
2.8 triliun dan menyebabkan lembaga negara harus mengucurkan dana Rp 6.7 triliun hanya
divonis 4 tahun penjara. Hal yang tentunya sangat tidak adil jika dibandingkan dengan Nenek
tua yang mencuri 3 buah kakao hanya untuk dijadikan bibit karena tidak mampu membelinya,
justru diseret ke pengadilan, lalu divonis 1,5 bulan. Tidak sedikit pengadilan menjatuhkan
hukuman hampir maksimum bagi para pelaku pencuri kelas “teri”, yakni dari 6 bulan hingga
7 tahun,tetapi mengapa seorang perampok 2.8 triliun hanya divonis 4 tahun. Namun,
sadarkah kita bahwa para hakim yang memutus perkara tersebut adalah hakim yang berbeda.
Jika kita melihat lebih dalam, mereka dituntun paradigmanya masing-masing. Sehingga tidak
bisa kita menghujat hakim yang memutus bersalah Nenek Minah tidak memiliki rasa
kemanusiaan dan tidak adil hanya karena kita membandingkannya dengan kasus lain yang
2
sekali lagi, hakim pemutus perkara tersebut bukanlah hakim yang sama dengan kasus Bank
Century ataupun kasus hukum lainnya.
Dalam kasus Nenek Minah ini realitasnya adalah hukum. Hukum tersebut berada di
luar diri hakim atau sebagai kenyataan yang ada di luar dirinya. Hukum yang dipaparkan
adalah Pasal 362 KUHP yang berbunyi “Barang siapa mengambil sesuatu barang, yang
seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimilikinya sendiri secara
melawan hukum, diancam karena pencurian dengan pidana penjara paling lama lima tahun
atau denda paling banyak enam puluh rupiah”. Ada atau tidaknya pencurian, terbukti atau
tidak pencurian tersebut, tanpa memperhatikan keadaan yang melingkupinya (ketidaktahuan
si nenek Minah dan kemiskinan yang menjeratnya). Terdakwa didakwa oleh Penuntut
Umum melakukan tindak pidana melanggar Pasal 362 KUHP yang mengandung unsur-unsur
sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
Barang siapa. Maksud dari barang siapa adalah orang yang melakukan perbuatan
melawan hukum, sebagai pendukung hak dan kewajiban yang identitasnya jelas,
diajukan kepersidangan karena telah didakwakan melakukan tindak pidana dan
perbuatanya dapat dipertanggungjawabkan kepadanya. Setelah mendengar
keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa dipersidangan, didapat fakta bahwa
tidak ada kekeliruan orang (error in persona) yang disangka telah melakukan tindak
pidana tersebut adalah benar Nenek Minah. Maka berdasarkan pertimbangan hukum
tersebut di atas, unsur kesatu ini terpenuhi.
Mengambil sesuatu barang. Maksud dari mengambil sesuatu barang adalah
memindahkan barang dari satu tempat ke tempat lain.
Yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain. Berdasarkan
keterangan saksi-saksi yang dihubungkan dengan petunjuk yang diperkuat oleh
keterangan terdakwa di muka persidangan maka diperoleh fakta yang bersesuaian
bahwa benar terdakwa telah mengambil 3 (tiga) buah kakao atau coklat seluruhnya
milik PT RSA IV darmakradenan bukanlah milik terdakwa.maka berdasarkan
pertimbangan hukum tersebut di atas, unsur ketiga ini telah terbukti.
Dengan maksud memiliki barang dengan melawan hukum. Berdasarkan keterangan
saksi-saksi yang dihubungkan dengan petunjuk yang diperkuat oleh keterangan
terdakwa dimuka persidangan maka diperoleh fakta yang bersesuaian bahwa benar
terdakwa telah mengambil 3 (tiga) buah kakao/cokelat seberat kurang lebih 3 kg
yang seluruhnya milik PT RSA IV Darmakradenan dan terdakwa mengambil barang
tersebut di atas tanpa izin dan sepengetahuan pemiliknya yaitu PT RSA IV
Darmakradenan dengan maksud akan dimiliki untuk bibit tanaman dan perbuatan
terdakwa tersebut mengakibatkan PT RSA IV Darmakradenan menderita kerugian
Rp 30.000,00 (tiga puluh ribu rupiah). Maka dari itu, berdasarkan pertimbangan
hukum tersebut di atas, unsur keempat ini terpenuhi.
Unsur-unsur di atas menunjukan kesalahan dari pelaku tindak pidana. Kesalahan
yang dilakukan oleh Nenek Minah adalah kesengajaan yang bersifat tujuan, yaitu si pelaku
dapat dipertanggungjawabkan dan benar-benar menghendaki mencapai akibat yang menjadi
pokok alasan diadakannya ancaman hukuman pidana (constitutief gevol).Karena semua
unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal 362 KUHP telah terpenuhi, maka terdakwa Nenek
Minah dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tidak pidana
pencurian sebagaimana dalam dakwaan, melanggar Pasal 362 KUHP karena itu terdakwa
harus dihukum sesuai dengan perbuatannya tersebut. Dengan realitas hukum yang sudah
diuraikan di atas, maka dapat ditarik hubungan sebab akibat sebagai berikut. Nenek Minah
terbukti bersalah karena perbuatan yang dilakukannya memenuhi unsur Pasal 362 KUHP,
3
maka akibatnya dia harus dihukum. Yang menentukan atau deterministik dalam kasus ini
bahwa Nenek Minah harus dihukum adalah adanya Undang-Undang (KUHP), merupakan
peraturan tertulis sifatnya menentukan, memastikan bahwa hukum itu mengandung kepastian.
B. Teori Kriminologi menurut Kinberg & Stephen Hurwitz
“Faktor Penyebab Kriminalitas”
1. Biologik
a. Genothype dan Phenotype
Stephen Hurwitz (1986:36) menyatakan perbedaan antara kedua tipe tersebut
bahwa Genotype ialah warisan sesungguhnya, Phenotype ialah pembawaan yang
berkembang. Perbedaan antara genotype dan phenotype bukanlah hanya disebabkan
karena hukum biologi mengenai keturunan saja.
Sekalipun sutu gen tunggal diwariskan dengan cara demikian hingga nampak
keluar, namun masih mungkin adanya gen tersebut tidak dirasakan.Perkembangan
suatu gen tunggal adakalanya tergantung dari lain-lain gen, teristimewanya bagi sifatsifat mental. Di samping itu, nampaknya keluar sesuatu gen, tergantung pula dari
pengaruh-pengaruh luar terhadap organism yang telah atau belum lahir.
Apa yang diteruskan seseorang sebagai pewarisan kepada generasi yang
berikutnya semata-mata tergantung dari genotype. Apa yang tampaknya keluar
olehnya, adalah phenotype yaitu hasil dari pembawaan yang diwaris dari orang tuanya
dengan pengaruh-pengaruh dari luar.
b. Pembawaan dan Kepribadian
Berdasarkan peristilahan teori keturunan, pembawaan berarti potensi yang
diwariskan saja, dan kepribadian berarti propensity/bakat-bakat yang dikembangkan.
Kinberg (dalam Stephen Hurwitz, 1986:36) menyatakan: Individuality – factor
I – bukan fenomena/gejala endogenuous yang datang dari dalam semata-mata, tapi
hasil dari pembawaan dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi dan
membentuk pembawaan sepanjang masa.
c.
Pembawaan dan Lingkungan
Menurut istilah, pembawaan dan lingkungan merujuk kepaa pembawaan yang
dikembangkan. Mahzab lingkungan pada mulanya hanya memperhatikan komponenkomponen di bidang ekonomi, akan tetapi konsepsi itu meliputi seluruh komponen
baik yang materiil maupun yang spiritual.
Lingkungan merupakan faktor yang potensial yaitu mengandung suatu
kemungkinan untuk memberi pengaruh dan terujudnya kemungkinan tindak criminal
tergantung dari susunan (kombinasi) pembawaan dan lingkungan baik lingkungan
stationnair (tetap) maupun lingkungan temporair (sementara).
Faktor-faktor pembawaan dan lingkungan selalu saling mempengaruhi timbal
balik, tak dapat dipisahkan satu sama lain. Lingkungan yang terdahulu, karena
pengaruhnya yang terus menerus terhadap pembawaan, mengakibatkanterwujudnya
sesuatu kepribadian dan sebaliknya factor lingkungan tergantung dari factor-faktor
pembawaan. Oleh karena:
1. Lingkungan seseorang ini dalam batas-batas tertentu ditentukan oleh
pikirannya sendiri.
2. Orangnya dapat banyak mempengaruhi dan mengubah factor-faktor
4
lingkungan ini.
Menurut Kinberg (dalam Stephen Hurwitz, 1986:38) menyatakan bahwa
pengaruh lingkungan yang dahulu sedikit banyak ada dalam kepribadian seseorang
sekarang.Dalam batas-batas tertentu kebalikannya juga benar, yaitu lingkungan yang
telah mengelilingi seseorang untuk sesuatu waktu tertentu mengandung pengaruh
pribadinya.Faktor-faktor dinamik yang bekerja dan saling mempengaruhi adalah baik
factor pembawaan maupun lingkungan.
Sedangkan Exner (dalam Stephen Hurwitz, 1986:39) menyebutkan 2 doktrin,
antara lain:
1. Bagaimana perkembangan pembawaan dalam batas-batas tertentu tergantung
dari lingkungan.
2. Lingkungan seseoprang dan pengaruh lingkungan ini terhadapnya dalam
sesuatu batas tertentu, tergantung dari pembawaannya.
d. Pembawaan criminal
Stephen Hurwitz (1986:39) menyatakan bahwa tidaklah masuk akal untuk
menghubungkan pembawaan yang ditentukan secara biologic dengan suatu konsepsi
yuridik yang berdeda menurut waktu dan tempat.
Setiap orang yang melakukan kejahatan mempunyai sifat jahat pembawaan,
karena selalu ada interaksi antara pembawaan dan lingkungan.Akan tetapi hendaknya
jangan memberi cap sifat jahat pembawaan itu, kecuali bila tampak sebagai
kemampuan untuk melakukan susuatu kejahatan tanpa adanya kondisi-kondisi luar
yang istimewa dan luar biasa. Dengan kata lain, harus ada keseimbangan antara
pembawaan dan kejahatan.
2.
Sosiologik
Ada hubungan timbal-balik antara factor-faktor umum social politik-ekonomi dan
bangunan kebudayaan dengan jumlah kejahatan dalam lingkungan itu baik dalam lingkungan
kecil maupun besar. Stephen Hurwitz (1986:86-102) menyatakan tinjauan yang lebih
mendalam tentang interaksi ini, antara lain yaitu:
A. Faktor-faktor ekonomi :
1. Sistem ekonomi
Sistem ekonomi baru dengan produksi besar-besaran, persaingan bebas,
menghidupkan konsumsi dengan jalan periklanan, cara penjualan modern dan lain-lain,
yaitu menimbulkan keinginan untuk memiliki barang dan sekaligus mempersiapkan
suatu dasar untuk kesempatan melakukan penipuan-penipuan.
2. Harga-harga, Perubahan Harga Pasar, Krisis (Prices, market fluctuations, crisis)
Ada anggapan umum, bahwa ada suatu hubungan langsung antara keadaankeadaan ekonomi dan kriminalitas, terutama mengenai kejahatan terhadap hak milik dan
pencurian (larceny). Dalam penelitian tentang harga-harga (prices) maka hasilnya
menunjukkan bahwa kenaikan harga rata-rata diikuti dengan kenaikan pencurian yang
seimbang.
Suatu interaksi yang khas antara harga-harga barang (contoh: gandum, dan
sebagainya) dari kriminalitas ternyata dan terbukti dari fakta-fakta, yaitu bahwa jumlah
kebakaran yang ditimbulkan yang bersifat menipu mengenai hak milik tanah menjadi
tinggi, bila harga tanah turun dan penjualannya sukar. Alasannya ialah karena keadaan5
keadaan ekonomi menimbulkan suatu kepentingan khusus untuk memperoleh jumlah
asuransi kebakaran untuk rumah dan pekarangan serta tanaman, (premises = rumah dan
pekarangan).
3. Gaji atau Upah.
Dalam keadaan krisis dengan banyak pengangguran dan lain-lain gangguan
ekonomi nasional, upah para pekerja bukan lagi merupakan indeks keadaan ekonomi
pada umumnya. Maka dari itu perubahan-perubahan harga pasar (market fluctuations)
harus diperhatikan.
Banyak buku telah menulis tentang artinya goncangan harga-harga dan
upah.Juga banyak penelitian telah diadakan berdasarkan indeks-indeks kombinasi,
termasuk pengangguran dan lain-lain, sehingga masalah beralih dari pengaruh turun
naiknya harga, kepada goncangan harga pasar yang sangat kuat, sehubungan dengan
kejahatan. Dari penelitian yang belakangan dan paling menarik perhatian ialah mengenai
pengaruh dari waktu-waktu makmur (prosperity) diselingi dengan waktu-waktu
kekurangan (depression) dengan kegoncangan harga-harga pasar, krisis dan lain-lain
terhadap kejahatan.
4. Pengangguran
Di antara factor-faktor baik secara langsung atau tidak, mempengaruhi
terjadinya kriminalitas, terutama dalam waktu-waktu krisis, pengangguran dianggap
paling penting. 18 macam factor ekonomi yang berbeda dapat dilihat dari statisticstatistik tersebut, bekerja terlalu muda, tak ada pengharapan maju, pengangguran berkala
yang tetap, pengangguran biasa dan kekhawatiran dalam hal itu, berpindahnya pekerjaan
dari satu tempat ke tempat yang lain, perubahan gaji sehingga tidak mungkin membuat
anggaran belanja, kurangnya libur, sehingga dapat disimpulkan bahwa pengangguran
adalah factor yang paling penting.
B. Faktor-faktor mental
1. Agama
Kepercayaan hanya dapat berlaku sebagai suatu anti krimogemis bila
dihubungkan dengan pengertian dan perasaan moral yang telah meresap secara
menyeluruh.Dan kepercayaan tidak boleh berubah dari sikap hidup moral keagamaan,
merosot menjadi hanya suatu tata cara dan bentuk-bentuk lahiriah oleh orang dengan
tasbeh di satu tangan, sedang tangan lainnya menusuk dengan pisau.Meskipun adanya
factor-faktor negative demikian, memang merupakan fakta bahwa norma-norma etis
yang secara teratur diajarkan oleh bimbingan agama dan khususnya bersambung pada
keyakinan keagamaan yang sungguh, membangunkan secara khusus dorongan-dorongan
yang kuat untuk melawan kecenderungan-kecenderungan kriminil.
2. Bacaan, Harian-harian, Film
Sering orang beranggapan bahwa bacaan jelek merupakan factor krimogenik
yang kuat, mulai dengan roman-roman dari abad ke-18, lalu dengan cerita-cerita dan
gambar-gambar erotis dan pornografik, buku-buku picisan lain dan akhirnya cerita-cerita
detektif dengan penjahat sebagai pahlawannya, penuh dengan kejadian berdarah.
Pengaruh crimogenis yang lebih langsung rari bacaan demikian ialah
gambaran sesuatu kejahatan tertentu dapat berpengaruh langsung dan suatu cara teknis
tertentu kemudian dapat dipraktekkan oleh si pembaca.
6
Harian-harian yang mengenai bacaan dan kejahatan pada umumnya juga dapat
dikatakan tentang koran-koran. Di samping bacaan-bacaan tersebut di atas, film
(termasuk TV) dianggap menyebabkan pertumbuhan kriminalitas tertutama kenakalan
remaja akhir-akhir ini.Dan film ini oleh kebanyakan orang dianggap yang paling
berbahaya. Memang disebabkan kesan-kesan yang mendalam dari apa yang dilhat dan
didengar dan cara penyajiannya yang negative.
Kita harus hati-hati dalam memberikan penilaian yang mungkin berat sebelah
mengenai hubungan antara bacaan, harian, film dengan kejahatan.Tentu saja ada
keuntungan dan kerugian yang dapat dilihat disamping kegunaan pokok bacaan, harian,
dan film tersebut.
C. Faktor-faktor Pisik: Keadaan Iklim dan lain-lain
Pada permulaan peneliti mengadakan statistic tentang keadaan iklim, hawa
panas/dingin, keadaan terang atau gelap, sinar bumi dan perubahan-perubahan berkala dari
organism manusia yang dianggap sebagai penyebab langsung dari kelakuan manusia yang
menyimpang dan khususnya dari kriminalitas. Para peneliti belakangan pada umumnya
mengakui kekeliruan dari anggapan tersebut, karena hanya semacam korelasi jauh dapat
diketemukan antara kriminalitas sebagai suatu fenomena umum dan factor-faktor pisik.
D. Faktor-faktor Pribadi
1. Umur
Meskipun umur penting sebagai factor penyebab kejahatan, baik secara juridik
maupun criminal dan sampai sesuatu batas tertentu berhubungan dengan factor-faktor
seks/kelamin dan bangsa, tapi seperti factor-faktor tersebut akhir merupakan
pengertian-pengertian netral bagi kriminologi. Artinya: hanya dalam kerjasamanya
dengan factor-faktor lingkungan mereka baru memperoleh arti bagi kriminologi.
Kecenderungan untuk berbuat antisocial bertambah selama masih sekolah dan
memuncak antara umur 20 dan 25, menurun perlahan-lahan sampai umur 40, lalu
meluncur dengan cepat untuk berhenti sama sekali pada hari tua. Kurve/garisnya tidak
berbeda pada garis aktivitas lain yang tergantung dari irama kehidupan manusia.
2. Ras dan Nasionalitas
Konsepsi ras adalah samar-samar dan kesamaran pengertian itu, merupakan
rintangan untuk mengadakan penelitian yang jitu.Pembatasan ras berdasarkan sifatsifat keturunan yang umum dari bangsa-bangsa atau golongan-golongan orang yang
memiliki kebudayaan tertentu dan bukan berdasarkan sifat-sifat biologis, membuka
kesempatan untuk berbagai keraguan.
3. Alkohol
Dianggap factor penting dalam mengakibatkan kriminalitas, seperti pelanggaran
lalu lintas, kejahatan dilakukan dengan kekerasan, pengemisan, kejahatan seks, dan
penimbulan pembakaran, walaupun alcohol merupakan factor yang kuat, masih juga
merupakan tanda tanya, sampai berapa jauh pengaruhnya.
4. Perang
Memang sebagai akibat perang dan karena keadaan lingkungan, seringkali
terjadi bahwa orang yang tadinya patuh terhadap hukum, melakukan kriminalitas.
Kesimpulannya yaitu sesudah perang, ada krisis-krisis, perpindahan rakyat ke lain
lingkungan, terjadi inflasi dan lain-lain rvolusi ekonomi. Di samping kemungkinan
orang jadi kasar karena perang, kepemilikan senjata api menambahbahaya akan
terjadinya perbuatan-perbuatan criminal.
7
BAB III
PEMBAHASAN
Hukum yang positif hanya akan efektif apabila senyatanya selaras dengan hukum
yang hidup di masyarakat. Pusat perkembangan dari hukum bukanlah terletak pada badanbadan legislated, keputusan-keputusan badan yudikatif atau ilmu hukum, tetapi senyatanya
2
adalah justru terletak didalam masyarakat itu sendiri.
Hukum bukanlah norma-norma atau peraturan-peraturan yang memaksa orang
berkelakuan menurut tata tertib yang ada dalam masyarakat, tetapi kebiasaan-kebiasaan orang
dalam pergaulannya dengan orang lain, yang menjelma dalam perbuatan atau perilakunya
dimasyarakat. Hukum itu bukan suatu himpunan norma-norma, bukan himpunan peraturanperaturan yang memaksa orang berkelakuan menurut tata tertib masyarakat, tetapi suatu
himpunan peraturan-peraturan yang menunjuk ‘kebiasaan’ orang dalam pergaulannya dengan
orang lain di masyarakat.
Kasus nenek Minah merupakan secuil kecil masalah ketidakadilan ditengah-tengah
masyarakat. Banyak substansi hukum yang ada tidak berihak kepada kepentingan
masyarakat, hukum tidak lagi mencerminkan perkembangan masyarakat sehingga banyak
masalah-masalah hukum terkini ditengah-tengah masyarakat tidak bisa dijawab oleh hukum,
karena hukum yang berlaku sudah banyak yang usang seperti hukum warisan kolonial yang
masih bersifat positivis.
Secara idialnya perkembangan masyarakat harus diikuti oleh perkembangan hukum.
Dari kasus nenek Minah, penggunaan pranata hukum yang tidak sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan tidak mencerminan nilai-nilai keadilan ditengah masyarakat
hanya membawa ketidakadilan ditengah-tengah masyarakat. Ditambah lagi dengan aparat
penegak hukum yang masih berpola pikir konservatif dalam menegakkan hukum. Hukum
adalah hasil ciptaan masyarakat, tapi sekaligus ia juga menciptakan masyarakat. Sehingga
3
konsep dalam berhukum seyogyanya adalah sejalan dengan perkembangan masyarakatnya.
Kasus nenek Minah sontak mencidrai rasa keadilan di tengah masyarakat, sebab
nenek Minah yang tak tau apa-apa tersebut harus berurusan dengan hukum dan dijatuhi
hukuman oleh hakim. Padahal apa yang diperbuat oleh nenek Minah sangat tidak berbanding
dengan sanksi yang diterimanya. Seharusnya perkara-perkara kecil seperti ini tidak sampai ke
pengadilan dan cukup diselesaikan bawah, tetapi hukum berkata lain. Substansi hukum tidak
lagi mencerminkan keadilan ditengah masyarakat, hukum sudah jauh dari nilai-nilai yang
hidup ditengah masyarakat.
Jika ditinjau dari teori Stephen Hurwitz dan Kinberg tentang “Faktor Penyebab
Kriminalitas”. maka kasus ini tidak memenuhi unsur-unsur dari teori yang diciptakan oleh
Stephen Hurwitz dan Kinberg tentang Faktor Penyebab Kriminalitas, namun kasus ini lebih
dikategorikan kejahatan dalam teori “Lower Class Culture” .
Kasus nenek Minah merupakan sebuah gambaran umum mengenai kejahatankejahatan yang dilakukan oleh masyarakat kelas bawah yang harus mendapatkan perhatian
yang serius dari pemerintah. Dalam menganalisa kejahatan budaya kelas bawah, menurut
Walter B Miller ada enam premis yang dapat diajukan menjadi acuan dalam menganalisa
kejahatan budaya kelas bawah, dimana ke 6 premis tersebut bersifat alternatif serta tidak
2
Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta, 1999, hlm.36
3
Sabian Usman, Dasar-Dasar Sosiologi Hukum Makna Dialog Antara Hukum dan Masyarakat,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009, hlm. 242
8
berkesinambungan. Adapun untuk kasus ini, Penulis hanya memaparkan beberapa premis
yang hanya berkaitan secara lansung. Adapun premis pertama ialah :
1. Kesulitan (Trouble)
Kesulitan merupakan cirri utama kebudayaan kelas bawah. Konsep ini punya
aneka makna. Kesulitan merupakan situasi atau sejenis perilaku yang disukai untuk
membingungkan petugas atau agen dari kelas menengah. Mendapatkan kesulitan dan keluar
dari kesulitan mewakili isu utama bagi pria dan wanita, dewasa dan anak.
Bagi nenek Minah mengambil buah kakau tersebut merupakan sebuah kesulitan
kehidupan yang dialaminya berupa kemiskinan. Untuk keluar dari kemiskinan tesebut nenek
Minah rela mengambil sesuatu yang bukan haknya, karena apapun kesempatan yang ada
didepan mata diambilnya tanpa harus memikir panjang apa yang akan terjadi dikemudian
hari.
2. Ketegaran
Konsep ketegaran pada kebudayaan kelas bawah digambarkan dengan memiliki
ketangguhan dan keberanian yang diukur dengan berani melawan aturan-aturan yang ada.
Pranata-pranata kehidupan yang ada tidak lagi berfungsi secara maksimal sehingga untuk
mendapatlkan tujuannya masyarakat kelas bawah sering melanggar aturan-aturan tersebut.
Pada kasus nenek Minah, nenek Minah setelah mendapatkan teguran mengaku bersalah
kepada Mandor perkebunan tersebut dan segera meminta maaf. Dari sini kita bisa melihat
bahwa nenek Minah sadar bahwa yang dilakukannya adalah salah.
3. Nasib/Takdir (Faith)
Kelompok yang merasa kehidupannya dikuasai oleh suatu kekuatan besar merasa
bahwa kehidupannya dikuasai oleh suatu kekuatan besar merasa bahwa kehidupan ini sudah
ditakdirkan sudah diatur kita tinggal menjalankannya saja. Nasib sial dan mujur bagi individu
kelas bawah tidak lansung disamakan dengan kekuatan supernatural atau agama yang
diorganisasikan secara formal. Pemikirannya lebih banyak bertalian dengan kekuatan megis,
sedang bernasib mujur maka memang demikianlah adanya. Sikap pasrah dan menerima yang
dilakukan oleh nenek Minah yang ditampakkan oleh ekspresi wajahnya, karena dia meyakini
inilah takdir yang harus dijalaninya ketika mendapatkan kasus hukum tersebut.
4. Otonomi (Authonomy)
Kontrol terhadap perilaku individu merupakan suatu yang penting dalam
kebudayaan. Bagi suatu kebuadayaan kelas bawah memiliki cirri khas tersendiri dengan pola
yang berbeda-beda. Kesenjangan antara apa yang dinilai secara terbuka dengan apa yang
diusahakan secara tertutup sering menonjol dibidang ini. Pada tingkat terbuka ada cara
penyelesaian yang digunakan melalui control eksternal, sebagai pembatasan perilaku
terhadap otoritas yang tidak adil. Pada tingkat yang tertutup keinginan akan kebebasan
pribadi dikendalikan melalui kelembagaan. Hal ini menunjukkan disatu pihak mereka
menghendaki kebebasan pribadi, dilain pihak mencari lingkungan sosial restriktif di mana
ada control eksternal yang tetap terhadap perilaku mereka. Suatu kesenjangan yang sama
antara apa yang diinginkan secara terbuka dan tertutup ditemukan dalam bidang dependensi
dan independensi.
Pada kasus nenek Minah terdapat kurangnya otonomi, yakni disatu sisi apa yang
dilakukan oleh nenek Minah merupakan suatu yang hal yang wajar dan tidak menjadi
masalah sedangkan disatu sisi yang lain perbuatan nenek Minah merupakan sebuah
pelanggaran hukum, karena mengambil sesuatu yang bukan milikinya. Hal ini harus
dilakukan penekanan yang tegas bahwa mengambil buah kakau yang terjatuh merupakan
sebuah kejahatan karena mengambil bukan haknya. Namun, dalam penyelesaian kasus nenek
Minah harus dilakukan dengan bijaksana.
9
Kerisauan otonomi dependensi terurai dengan kesulitan yang dikontrol oleh
kekuatan yang sering memaksa, sementara mereka itu berhadapan dengan kekuatan penentu
untuk menghambat, sehingga mereka berusaha untuk menyelamatkan diri dengan bersikap
acuh terhadap segala sesuatu yang ingin membatasi perilakunya. Solusinya adalah menata
perilaku sedemikian rupa oleh seperangkat kontrol yang kuat untuk menghindari perlawanan.
Salah satu penyebab banyaknya terjadi kejahatan dikelas bawah ialah kurang tegasnya
aturan yang mengatur tentang kehidupan yang bermasyarakat, hal ini disebabkan oleh
kekurangtahuan yang disebabkan oleh kebodohan dan kurangnya sosialisasi dan penegakan
hukum dari aparat penegak hukum. Sehingga masyarakat pada kelas bawah yang sedang
terhimpit oleh kesulitan hidup sering melakukan kejahatan-kejahatan dan merasa bahwa
kejahatan yang dilakukannya bukan merupakan sebuah perbuatan kejahatan.
10
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kasus nenek Minah merupakan secuil kecil masalah ketidakadilan ditengah-tengah
masyarakat. Banyak substansi hukum yang ada tidak berihak kepada kepentingan
masyarakat, hukum tidak lagi mencerminkan perkembangan masyarakat sehingga banyak
masalah-masalah hukum terkini ditengah-tengah masyarakat tidak bisa dijawab oleh hukum,
karena hukum yang berlaku sudah banyak yang usang seperti hukum warisan kolonial yang
masih bersifat positivis.
Kasus nenek Minah sontak mencidrai rasa keadilan di tengah masyarakat, sebab
nenek Minah yang tak tau apa-apa tersebut harus berurusan dengan hukum dan dijatuhi
hukuman oleh hakim. Padahal apa yang diperbuat oleh nenek Minah sangat tidak berbanding
dengan sanksi yang diterimanya. Seharusnya perkara-perkara kecil seperti ini tidak sampai ke
pengadilan dan cukup diselesaikan bawah, tetapi hukum berkata lain. Substansi hukum tidak
lagi mencerminkan keadilan ditengah masyarakat, hukum sudah jauh dari nilai-nilai yang
hidup ditengah masyarakat.
Jika ditinjau dari teori Stephen Hurwitz dan Kinberg tentang “Faktor Penyebab
Kriminalitas”. maka kasus ini tidak memenuhi unsur-unsur dari teori yang diciptakan oleh
Stephen Hurwitz dan Kinberg tentang Faktor Penyebab Kriminalitas, namun kasus ini lebih
dikategorikan kejahatan dalam teori “Lower Class Culture” .
Kasus nenek Minah yang mengambil beberapa buah kakau yang telah jatuh dari
pohonnya dari perkebunan milik sebuah perusahaan besar merupakan sebuah perbuatan yang
dilarang. Hal ini bisa dinamakan dengan kejahatan karena mengambil sesuatu yang bukan
haknya. Tindakan nenek Minah bisa dikategorikan sebagai kejahatan budaya kelas bawah,
hal ini didasarkan dengan kesamaan premis-premis pendukung dari teori tersebut dengan
analisa mengenai tindakan kajahatan yang dilakukan oleh nenek Minah.
Adapun premis-premis yang berkaitan lansung dengan kasus nenek Minah ini ialah
Kesulitan berupa kemiskinan dan desakan hidup, ketegaran berupa berani melawan aturanaturan yang ada, Nasib/ takdir berupa bersifat pasrah dengan yang diterima serta otonomi
berupa kurangya control eksternal maupun internal dalam kehidupan nenek minah sehingga
menganggap perbuatan yang dilakukannya bukan merupakan sebuah pelanggaran terhadap
nilai-nilai yang ada.
B.
Saran
Dalam penulisan makalah ini, Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun bagi kesempurnaan penulisan makalah ini.
11
DAFTAR PUSTAKA
Arief Shidharta, et.al. 1994. Filsafat Hukum Mazhab dan Refleksinya. Bandung: Remaja
Rosda Karya.
Bagir Manan. 1985. “Peranan Hukum Administrasi Negara dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.”. Makalah pada Penataran Nasional Hukum Administrasi
Negara. Fakultas Hukum Universitas Hasanudin. Ujung Pandang.
Hans Kelsen.2008.Toeri Hukum Murni. Bandung : Nusamedia.
Johnny Ibrahim. 2005.Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Surabaya :
Bayumedia
Muhammad Sidiq.2009.Perkembangan Pemikiran Teori Ilmu Hukum. Jakarta : Prandya
Paramita
Sabian Usman.2009.Dasar-Dasar Sosiologi Hukum Makna Dialog Antara Hukum dan
Masyarakat. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Soekanto. 1999.Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta.
Soetandyo Wignjosobroto. 2002.Hukum, Paradigma, metode dan Dinamika Masalahnya.
Jakarta : Elsam & Huma.
Satjipto Raharjo II.1985.Buku Materi Pokok Pengantar Ilmu Hukum Bagian IV. Jakarta :
Karunika.
Theo Huijbers.1982. Filsafat Hukum. Yogyakarta : Kanisius
Hans Kelsen, Toeri Hukum Murni, Nusamedia, Bandung, 2008
12
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
berkah dan rahmat-Nya, sehingga Penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah
“ Kasus Nenek Minah dalam pandangan teori Kinberg & Stephen Hurwitz tentang Faktor
Penyebab Kriminalitas. ”
Makalah ini tidak akan pernah terwujud tanpa bantuan yang telah diberikan oleh
banyak pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan yang baik ini perkenankanlah Penulis
dengan rasa tulus dan ikhlas mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para
pihak yang berhubungan baik langsung maupun tidak langsung dengan penulis tidak dapat
sebutkan satu persatu atau dalam kelompok, semoga segala kebaikan dan keikhlasan hatinya
diberikan imbalan yang berlipat ganda oleh Allah SWT.
Dalam penulisan makalah ini, Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang
berguna bagi kesempurnaan penulisan makalah ini.
Mudah-mudahan tulisan ini bisa memberikan manfaat bagi kita semua, dan segala
upaya kita mendapatkan berkat serta anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Aamiin.
Jakarta,
Februari 2015
Hormat kami,
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.................................................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah.............................................................................................. 1
BAB II GAMBARAN UMUM
A.
Deskripsi Kasus................................................................................................ 2
B.
Teori Kriminologi menurut Kinberg & Stephen Hurwitz..............................................4
1. Biologik...................................................................................................... 4
2. Sosiologik................................................................................................... 5
BAB III PEMBAHASAN............................................................................................. 8
BAB IV PENUTUP
A.
Kesimpulan.................................................................................................... 11
B.
Saran............................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara yang besar serta memiliki sumber daya alam yang melimpah
ruah tetapi tidak bisa memakmurkan kehidupan rakyatnya. Kemiskinan, kebodohan dan
kelaparan menyebabkan tingginya angka kejahatan ditengah-tengah masyarakat, namun
negara tidak memikirkan mengapa kejahatan itu timbul tapi selalu melakukan upaya refpresif
untuk menertibkan segala tindakan masyarakat yang telah menyalahi aturan walaupun
perbuatan tersebut dilakukan untuk menyambung hidupnya.
Disatu sisi masyarakat hidup didalam kemiskinan dan kebodohan,dan disisi yang lain
ada sebuah kehidupan yang berbanding terbalik dengan kehidupan masyarakat yang
merupakan simbol-simbol dari kekayaan dan eksploitasi yakni perusahaan-perusahaan besar.
Perusahaan-perusahaan besar ini diberikan fasilitas oleh negara untuk mengeksploitasi
sumber daya alam yang ada, namun kehidupan masyarakat disekitar perusahaan tersebut
tidak tersentuh oleh hasil eksploitasi dan eksplorasi sumber daya alam tersebut.
Akibatnya, kejahatan ditengah masyarakat merebak dan negara dalam melakukan
penegakan hukum terhadap pelaku-pelaku pelanggaran tersebut terlalu berlebih-lebihan
dalam menyikapinya, salah satunya ialah pada kasus nenek Minah. Sudah selayaknya aparat
penegak hukum berlaku bijaksana. Sedangkan kasus-kasus korupsi besar lainnya yang
menyebabkan kerugian negara yang sangat besar, jauh dari penegakan hukum.
Pada dasarnya kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum. Sepanjang
sejarah peradaban manusia, peran sentral hukum dalam upaya menciptakan suasana yang
memungkinkan manusia merasa terlindungi, hidup berdampingan secara damai dan menjaga
1
eksistensinya didunia telah diakui .
Indonesia adalah negara yang berdasarkan kepada hukum (rechtaat), hukum harus
dijadikan panglima dalam menjalankan kehidupan bernegara dan bermasyarakat, sehingga
tujuan hakiki dari hukum bisa tercapai seperti keadilan, kepastian dan ketertiban. Secara
normatif hukum mempunyai cita-cita indah namun didalam implentasinya hukum selalu
menjadi mimpi buruk dan bahkan bencana bagi masyarakat. Ketidaksinkronan antara hukum
di dalam teori (law in a book) dan hukum dilapangan (law in action) menjadi sebuah
perdebatan yang tidak kunjung hentinya. Terkadang untuk menegakkan sebuah keadilan
menurut hukum harus melalui proses-proses hukum yang tidak adil.
Sebagain besar hukum yang berlaku di Indonesia adalah hukum bekas jajahan
Belanda, banyak kaedah-kaedah dalam hukum tersebut tidak sesuai dengan nilai-nilai yang
ada di tengah-tengah masyarakat dan tidak mencerminkan nilai-nilai keadilan. Hukum
kolonial yang masih berlaku di Indonesia menganut ajaran Positivisme. Hukum menurut
aliran ini adalah apa yang menurut undang-undang, bukan apa yang seharusnya. Atas dasar
itu, hukum harus pula dibersihkan dari anasir-anasir yang tidak yuridis seperti etis (penilaian
baik dan buruk), politis (subjektif dan tidak bebas nilai), sosiologis (terlepas dari kenyataan
sosial).
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja faktor penyebab kriminalitas menurut Kinber & Stephen Hurwitz ?
2. Bagaimana pandangan teori Kinberg & Stephen Hurwitz tentang faktor penyebab
kriminalitas dalam Kasus Nenek Minah pencuri buah kakao ?
1
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia, Surabaya, 2005, hlm.1
1
BAB II
GAMBARAN UMUM
A. Deskripsi Kasus
Ada sebuah kasus hukum yang sangat menarik untuk ditelaah, yakni seorang nenek
berumur 55 Tahun yang bernama Minah diganjar 1 bulan 15 hari penjara karena menyangka
perbuatan isengnya memetik 3 buah kakao di perkebunan milik PT. Rumpun Sari Antan
(RSA) adalah hal yang biasa saja.
Ironi hukum di Indonesia ini berawal saat Minah sedang memanen kedelai di lahan
garapannya di Dusun Sidoarjo, Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Banyumas,
Jawa Tengah, pada 2 Agustus lalu. Lahan garapan Minah ini juga dikelola oleh PT RSA
untuk menanam kakao.
Ketika sedang asik memanen kedelai, mata tua Minah tertuju pada 3 buah kakao yang
sudah ranum. Dari sekadar memandang, Minah kemudian memetiknya untuk disemai sebagai
bibit di tanah garapannya. Setelah dipetik, 3 buah kakao itu tidak disembunyikan melainkan
digeletakkan begitu saja di bawah pohon kakao.
Dan tak lama berselang, lewat seorang mandor perkebunan kakao PT RSA. Mandor
itu pun bertanya, siapa yang memetik buah kakao itu. Dengan polos, Minah mengaku hal itu
perbuatannya. Minah pun diceramahi bahwa tindakan itu tidak boleh dilakukan karena sama
saja mencuri.
Sadar perbuatannya salah, Minah meminta maaf pada sang mandor dan berjanji tidak
akan melakukannya lagi. 3 Buah kakao yang dipetiknya pun dia serahkan kepada mandor
tersebut. Minah berpikir semua beres dan dia kembali bekerja. Namun dugaanya meleset.
Peristiwa kecil itu ternyata berbuntut panjang. Sebab seminggu kemudian dia mendapat
panggilan pemeriksaan dari polisi. Proses hukum terus berlanjut sampai akhirnya dia harus
duduk sebagai seorang terdakwa kasus pencuri di Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto.
Majelis hakim yang dipimpin Muslih Bambang Luqmono SH memvonisnya 1 bulan 15 hari
dengan masa percobaan selama 3 bulan. Minah dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan
melanggar pasal 362 KUHP tentang pencurian.
Kasus Nenek Minah ini dapat menjadi contoh, yang banyak kalangan
menganalogikan fenomena penegakan hukum di Indonesia itu seperti pisau, yaitu tajam ke
bawah tetapi tumpul ke atas. Karena mereka membandingkan kasus pencurian 3 buah kakao
yang dilakukan Nenek Minah ini dengan kasus besar seperti Kasus Bank Century, dimana
hakim hanya memvonis 4 tahun penjara dan denda Rp 50 miliar/subsider (sebagai gantinya)
5 bulan penjara kepada mantan pemilik sebagian saham PT Bank Century Tbk, Robert
Tantular. Vonis itu jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa. Orang yang menilap uang hingga Rp
2.8 triliun dan menyebabkan lembaga negara harus mengucurkan dana Rp 6.7 triliun hanya
divonis 4 tahun penjara. Hal yang tentunya sangat tidak adil jika dibandingkan dengan Nenek
tua yang mencuri 3 buah kakao hanya untuk dijadikan bibit karena tidak mampu membelinya,
justru diseret ke pengadilan, lalu divonis 1,5 bulan. Tidak sedikit pengadilan menjatuhkan
hukuman hampir maksimum bagi para pelaku pencuri kelas “teri”, yakni dari 6 bulan hingga
7 tahun,tetapi mengapa seorang perampok 2.8 triliun hanya divonis 4 tahun. Namun,
sadarkah kita bahwa para hakim yang memutus perkara tersebut adalah hakim yang berbeda.
Jika kita melihat lebih dalam, mereka dituntun paradigmanya masing-masing. Sehingga tidak
bisa kita menghujat hakim yang memutus bersalah Nenek Minah tidak memiliki rasa
kemanusiaan dan tidak adil hanya karena kita membandingkannya dengan kasus lain yang
2
sekali lagi, hakim pemutus perkara tersebut bukanlah hakim yang sama dengan kasus Bank
Century ataupun kasus hukum lainnya.
Dalam kasus Nenek Minah ini realitasnya adalah hukum. Hukum tersebut berada di
luar diri hakim atau sebagai kenyataan yang ada di luar dirinya. Hukum yang dipaparkan
adalah Pasal 362 KUHP yang berbunyi “Barang siapa mengambil sesuatu barang, yang
seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimilikinya sendiri secara
melawan hukum, diancam karena pencurian dengan pidana penjara paling lama lima tahun
atau denda paling banyak enam puluh rupiah”. Ada atau tidaknya pencurian, terbukti atau
tidak pencurian tersebut, tanpa memperhatikan keadaan yang melingkupinya (ketidaktahuan
si nenek Minah dan kemiskinan yang menjeratnya). Terdakwa didakwa oleh Penuntut
Umum melakukan tindak pidana melanggar Pasal 362 KUHP yang mengandung unsur-unsur
sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
Barang siapa. Maksud dari barang siapa adalah orang yang melakukan perbuatan
melawan hukum, sebagai pendukung hak dan kewajiban yang identitasnya jelas,
diajukan kepersidangan karena telah didakwakan melakukan tindak pidana dan
perbuatanya dapat dipertanggungjawabkan kepadanya. Setelah mendengar
keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa dipersidangan, didapat fakta bahwa
tidak ada kekeliruan orang (error in persona) yang disangka telah melakukan tindak
pidana tersebut adalah benar Nenek Minah. Maka berdasarkan pertimbangan hukum
tersebut di atas, unsur kesatu ini terpenuhi.
Mengambil sesuatu barang. Maksud dari mengambil sesuatu barang adalah
memindahkan barang dari satu tempat ke tempat lain.
Yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain. Berdasarkan
keterangan saksi-saksi yang dihubungkan dengan petunjuk yang diperkuat oleh
keterangan terdakwa di muka persidangan maka diperoleh fakta yang bersesuaian
bahwa benar terdakwa telah mengambil 3 (tiga) buah kakao atau coklat seluruhnya
milik PT RSA IV darmakradenan bukanlah milik terdakwa.maka berdasarkan
pertimbangan hukum tersebut di atas, unsur ketiga ini telah terbukti.
Dengan maksud memiliki barang dengan melawan hukum. Berdasarkan keterangan
saksi-saksi yang dihubungkan dengan petunjuk yang diperkuat oleh keterangan
terdakwa dimuka persidangan maka diperoleh fakta yang bersesuaian bahwa benar
terdakwa telah mengambil 3 (tiga) buah kakao/cokelat seberat kurang lebih 3 kg
yang seluruhnya milik PT RSA IV Darmakradenan dan terdakwa mengambil barang
tersebut di atas tanpa izin dan sepengetahuan pemiliknya yaitu PT RSA IV
Darmakradenan dengan maksud akan dimiliki untuk bibit tanaman dan perbuatan
terdakwa tersebut mengakibatkan PT RSA IV Darmakradenan menderita kerugian
Rp 30.000,00 (tiga puluh ribu rupiah). Maka dari itu, berdasarkan pertimbangan
hukum tersebut di atas, unsur keempat ini terpenuhi.
Unsur-unsur di atas menunjukan kesalahan dari pelaku tindak pidana. Kesalahan
yang dilakukan oleh Nenek Minah adalah kesengajaan yang bersifat tujuan, yaitu si pelaku
dapat dipertanggungjawabkan dan benar-benar menghendaki mencapai akibat yang menjadi
pokok alasan diadakannya ancaman hukuman pidana (constitutief gevol).Karena semua
unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal 362 KUHP telah terpenuhi, maka terdakwa Nenek
Minah dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tidak pidana
pencurian sebagaimana dalam dakwaan, melanggar Pasal 362 KUHP karena itu terdakwa
harus dihukum sesuai dengan perbuatannya tersebut. Dengan realitas hukum yang sudah
diuraikan di atas, maka dapat ditarik hubungan sebab akibat sebagai berikut. Nenek Minah
terbukti bersalah karena perbuatan yang dilakukannya memenuhi unsur Pasal 362 KUHP,
3
maka akibatnya dia harus dihukum. Yang menentukan atau deterministik dalam kasus ini
bahwa Nenek Minah harus dihukum adalah adanya Undang-Undang (KUHP), merupakan
peraturan tertulis sifatnya menentukan, memastikan bahwa hukum itu mengandung kepastian.
B. Teori Kriminologi menurut Kinberg & Stephen Hurwitz
“Faktor Penyebab Kriminalitas”
1. Biologik
a. Genothype dan Phenotype
Stephen Hurwitz (1986:36) menyatakan perbedaan antara kedua tipe tersebut
bahwa Genotype ialah warisan sesungguhnya, Phenotype ialah pembawaan yang
berkembang. Perbedaan antara genotype dan phenotype bukanlah hanya disebabkan
karena hukum biologi mengenai keturunan saja.
Sekalipun sutu gen tunggal diwariskan dengan cara demikian hingga nampak
keluar, namun masih mungkin adanya gen tersebut tidak dirasakan.Perkembangan
suatu gen tunggal adakalanya tergantung dari lain-lain gen, teristimewanya bagi sifatsifat mental. Di samping itu, nampaknya keluar sesuatu gen, tergantung pula dari
pengaruh-pengaruh luar terhadap organism yang telah atau belum lahir.
Apa yang diteruskan seseorang sebagai pewarisan kepada generasi yang
berikutnya semata-mata tergantung dari genotype. Apa yang tampaknya keluar
olehnya, adalah phenotype yaitu hasil dari pembawaan yang diwaris dari orang tuanya
dengan pengaruh-pengaruh dari luar.
b. Pembawaan dan Kepribadian
Berdasarkan peristilahan teori keturunan, pembawaan berarti potensi yang
diwariskan saja, dan kepribadian berarti propensity/bakat-bakat yang dikembangkan.
Kinberg (dalam Stephen Hurwitz, 1986:36) menyatakan: Individuality – factor
I – bukan fenomena/gejala endogenuous yang datang dari dalam semata-mata, tapi
hasil dari pembawaan dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi dan
membentuk pembawaan sepanjang masa.
c.
Pembawaan dan Lingkungan
Menurut istilah, pembawaan dan lingkungan merujuk kepaa pembawaan yang
dikembangkan. Mahzab lingkungan pada mulanya hanya memperhatikan komponenkomponen di bidang ekonomi, akan tetapi konsepsi itu meliputi seluruh komponen
baik yang materiil maupun yang spiritual.
Lingkungan merupakan faktor yang potensial yaitu mengandung suatu
kemungkinan untuk memberi pengaruh dan terujudnya kemungkinan tindak criminal
tergantung dari susunan (kombinasi) pembawaan dan lingkungan baik lingkungan
stationnair (tetap) maupun lingkungan temporair (sementara).
Faktor-faktor pembawaan dan lingkungan selalu saling mempengaruhi timbal
balik, tak dapat dipisahkan satu sama lain. Lingkungan yang terdahulu, karena
pengaruhnya yang terus menerus terhadap pembawaan, mengakibatkanterwujudnya
sesuatu kepribadian dan sebaliknya factor lingkungan tergantung dari factor-faktor
pembawaan. Oleh karena:
1. Lingkungan seseorang ini dalam batas-batas tertentu ditentukan oleh
pikirannya sendiri.
2. Orangnya dapat banyak mempengaruhi dan mengubah factor-faktor
4
lingkungan ini.
Menurut Kinberg (dalam Stephen Hurwitz, 1986:38) menyatakan bahwa
pengaruh lingkungan yang dahulu sedikit banyak ada dalam kepribadian seseorang
sekarang.Dalam batas-batas tertentu kebalikannya juga benar, yaitu lingkungan yang
telah mengelilingi seseorang untuk sesuatu waktu tertentu mengandung pengaruh
pribadinya.Faktor-faktor dinamik yang bekerja dan saling mempengaruhi adalah baik
factor pembawaan maupun lingkungan.
Sedangkan Exner (dalam Stephen Hurwitz, 1986:39) menyebutkan 2 doktrin,
antara lain:
1. Bagaimana perkembangan pembawaan dalam batas-batas tertentu tergantung
dari lingkungan.
2. Lingkungan seseoprang dan pengaruh lingkungan ini terhadapnya dalam
sesuatu batas tertentu, tergantung dari pembawaannya.
d. Pembawaan criminal
Stephen Hurwitz (1986:39) menyatakan bahwa tidaklah masuk akal untuk
menghubungkan pembawaan yang ditentukan secara biologic dengan suatu konsepsi
yuridik yang berdeda menurut waktu dan tempat.
Setiap orang yang melakukan kejahatan mempunyai sifat jahat pembawaan,
karena selalu ada interaksi antara pembawaan dan lingkungan.Akan tetapi hendaknya
jangan memberi cap sifat jahat pembawaan itu, kecuali bila tampak sebagai
kemampuan untuk melakukan susuatu kejahatan tanpa adanya kondisi-kondisi luar
yang istimewa dan luar biasa. Dengan kata lain, harus ada keseimbangan antara
pembawaan dan kejahatan.
2.
Sosiologik
Ada hubungan timbal-balik antara factor-faktor umum social politik-ekonomi dan
bangunan kebudayaan dengan jumlah kejahatan dalam lingkungan itu baik dalam lingkungan
kecil maupun besar. Stephen Hurwitz (1986:86-102) menyatakan tinjauan yang lebih
mendalam tentang interaksi ini, antara lain yaitu:
A. Faktor-faktor ekonomi :
1. Sistem ekonomi
Sistem ekonomi baru dengan produksi besar-besaran, persaingan bebas,
menghidupkan konsumsi dengan jalan periklanan, cara penjualan modern dan lain-lain,
yaitu menimbulkan keinginan untuk memiliki barang dan sekaligus mempersiapkan
suatu dasar untuk kesempatan melakukan penipuan-penipuan.
2. Harga-harga, Perubahan Harga Pasar, Krisis (Prices, market fluctuations, crisis)
Ada anggapan umum, bahwa ada suatu hubungan langsung antara keadaankeadaan ekonomi dan kriminalitas, terutama mengenai kejahatan terhadap hak milik dan
pencurian (larceny). Dalam penelitian tentang harga-harga (prices) maka hasilnya
menunjukkan bahwa kenaikan harga rata-rata diikuti dengan kenaikan pencurian yang
seimbang.
Suatu interaksi yang khas antara harga-harga barang (contoh: gandum, dan
sebagainya) dari kriminalitas ternyata dan terbukti dari fakta-fakta, yaitu bahwa jumlah
kebakaran yang ditimbulkan yang bersifat menipu mengenai hak milik tanah menjadi
tinggi, bila harga tanah turun dan penjualannya sukar. Alasannya ialah karena keadaan5
keadaan ekonomi menimbulkan suatu kepentingan khusus untuk memperoleh jumlah
asuransi kebakaran untuk rumah dan pekarangan serta tanaman, (premises = rumah dan
pekarangan).
3. Gaji atau Upah.
Dalam keadaan krisis dengan banyak pengangguran dan lain-lain gangguan
ekonomi nasional, upah para pekerja bukan lagi merupakan indeks keadaan ekonomi
pada umumnya. Maka dari itu perubahan-perubahan harga pasar (market fluctuations)
harus diperhatikan.
Banyak buku telah menulis tentang artinya goncangan harga-harga dan
upah.Juga banyak penelitian telah diadakan berdasarkan indeks-indeks kombinasi,
termasuk pengangguran dan lain-lain, sehingga masalah beralih dari pengaruh turun
naiknya harga, kepada goncangan harga pasar yang sangat kuat, sehubungan dengan
kejahatan. Dari penelitian yang belakangan dan paling menarik perhatian ialah mengenai
pengaruh dari waktu-waktu makmur (prosperity) diselingi dengan waktu-waktu
kekurangan (depression) dengan kegoncangan harga-harga pasar, krisis dan lain-lain
terhadap kejahatan.
4. Pengangguran
Di antara factor-faktor baik secara langsung atau tidak, mempengaruhi
terjadinya kriminalitas, terutama dalam waktu-waktu krisis, pengangguran dianggap
paling penting. 18 macam factor ekonomi yang berbeda dapat dilihat dari statisticstatistik tersebut, bekerja terlalu muda, tak ada pengharapan maju, pengangguran berkala
yang tetap, pengangguran biasa dan kekhawatiran dalam hal itu, berpindahnya pekerjaan
dari satu tempat ke tempat yang lain, perubahan gaji sehingga tidak mungkin membuat
anggaran belanja, kurangnya libur, sehingga dapat disimpulkan bahwa pengangguran
adalah factor yang paling penting.
B. Faktor-faktor mental
1. Agama
Kepercayaan hanya dapat berlaku sebagai suatu anti krimogemis bila
dihubungkan dengan pengertian dan perasaan moral yang telah meresap secara
menyeluruh.Dan kepercayaan tidak boleh berubah dari sikap hidup moral keagamaan,
merosot menjadi hanya suatu tata cara dan bentuk-bentuk lahiriah oleh orang dengan
tasbeh di satu tangan, sedang tangan lainnya menusuk dengan pisau.Meskipun adanya
factor-faktor negative demikian, memang merupakan fakta bahwa norma-norma etis
yang secara teratur diajarkan oleh bimbingan agama dan khususnya bersambung pada
keyakinan keagamaan yang sungguh, membangunkan secara khusus dorongan-dorongan
yang kuat untuk melawan kecenderungan-kecenderungan kriminil.
2. Bacaan, Harian-harian, Film
Sering orang beranggapan bahwa bacaan jelek merupakan factor krimogenik
yang kuat, mulai dengan roman-roman dari abad ke-18, lalu dengan cerita-cerita dan
gambar-gambar erotis dan pornografik, buku-buku picisan lain dan akhirnya cerita-cerita
detektif dengan penjahat sebagai pahlawannya, penuh dengan kejadian berdarah.
Pengaruh crimogenis yang lebih langsung rari bacaan demikian ialah
gambaran sesuatu kejahatan tertentu dapat berpengaruh langsung dan suatu cara teknis
tertentu kemudian dapat dipraktekkan oleh si pembaca.
6
Harian-harian yang mengenai bacaan dan kejahatan pada umumnya juga dapat
dikatakan tentang koran-koran. Di samping bacaan-bacaan tersebut di atas, film
(termasuk TV) dianggap menyebabkan pertumbuhan kriminalitas tertutama kenakalan
remaja akhir-akhir ini.Dan film ini oleh kebanyakan orang dianggap yang paling
berbahaya. Memang disebabkan kesan-kesan yang mendalam dari apa yang dilhat dan
didengar dan cara penyajiannya yang negative.
Kita harus hati-hati dalam memberikan penilaian yang mungkin berat sebelah
mengenai hubungan antara bacaan, harian, film dengan kejahatan.Tentu saja ada
keuntungan dan kerugian yang dapat dilihat disamping kegunaan pokok bacaan, harian,
dan film tersebut.
C. Faktor-faktor Pisik: Keadaan Iklim dan lain-lain
Pada permulaan peneliti mengadakan statistic tentang keadaan iklim, hawa
panas/dingin, keadaan terang atau gelap, sinar bumi dan perubahan-perubahan berkala dari
organism manusia yang dianggap sebagai penyebab langsung dari kelakuan manusia yang
menyimpang dan khususnya dari kriminalitas. Para peneliti belakangan pada umumnya
mengakui kekeliruan dari anggapan tersebut, karena hanya semacam korelasi jauh dapat
diketemukan antara kriminalitas sebagai suatu fenomena umum dan factor-faktor pisik.
D. Faktor-faktor Pribadi
1. Umur
Meskipun umur penting sebagai factor penyebab kejahatan, baik secara juridik
maupun criminal dan sampai sesuatu batas tertentu berhubungan dengan factor-faktor
seks/kelamin dan bangsa, tapi seperti factor-faktor tersebut akhir merupakan
pengertian-pengertian netral bagi kriminologi. Artinya: hanya dalam kerjasamanya
dengan factor-faktor lingkungan mereka baru memperoleh arti bagi kriminologi.
Kecenderungan untuk berbuat antisocial bertambah selama masih sekolah dan
memuncak antara umur 20 dan 25, menurun perlahan-lahan sampai umur 40, lalu
meluncur dengan cepat untuk berhenti sama sekali pada hari tua. Kurve/garisnya tidak
berbeda pada garis aktivitas lain yang tergantung dari irama kehidupan manusia.
2. Ras dan Nasionalitas
Konsepsi ras adalah samar-samar dan kesamaran pengertian itu, merupakan
rintangan untuk mengadakan penelitian yang jitu.Pembatasan ras berdasarkan sifatsifat keturunan yang umum dari bangsa-bangsa atau golongan-golongan orang yang
memiliki kebudayaan tertentu dan bukan berdasarkan sifat-sifat biologis, membuka
kesempatan untuk berbagai keraguan.
3. Alkohol
Dianggap factor penting dalam mengakibatkan kriminalitas, seperti pelanggaran
lalu lintas, kejahatan dilakukan dengan kekerasan, pengemisan, kejahatan seks, dan
penimbulan pembakaran, walaupun alcohol merupakan factor yang kuat, masih juga
merupakan tanda tanya, sampai berapa jauh pengaruhnya.
4. Perang
Memang sebagai akibat perang dan karena keadaan lingkungan, seringkali
terjadi bahwa orang yang tadinya patuh terhadap hukum, melakukan kriminalitas.
Kesimpulannya yaitu sesudah perang, ada krisis-krisis, perpindahan rakyat ke lain
lingkungan, terjadi inflasi dan lain-lain rvolusi ekonomi. Di samping kemungkinan
orang jadi kasar karena perang, kepemilikan senjata api menambahbahaya akan
terjadinya perbuatan-perbuatan criminal.
7
BAB III
PEMBAHASAN
Hukum yang positif hanya akan efektif apabila senyatanya selaras dengan hukum
yang hidup di masyarakat. Pusat perkembangan dari hukum bukanlah terletak pada badanbadan legislated, keputusan-keputusan badan yudikatif atau ilmu hukum, tetapi senyatanya
2
adalah justru terletak didalam masyarakat itu sendiri.
Hukum bukanlah norma-norma atau peraturan-peraturan yang memaksa orang
berkelakuan menurut tata tertib yang ada dalam masyarakat, tetapi kebiasaan-kebiasaan orang
dalam pergaulannya dengan orang lain, yang menjelma dalam perbuatan atau perilakunya
dimasyarakat. Hukum itu bukan suatu himpunan norma-norma, bukan himpunan peraturanperaturan yang memaksa orang berkelakuan menurut tata tertib masyarakat, tetapi suatu
himpunan peraturan-peraturan yang menunjuk ‘kebiasaan’ orang dalam pergaulannya dengan
orang lain di masyarakat.
Kasus nenek Minah merupakan secuil kecil masalah ketidakadilan ditengah-tengah
masyarakat. Banyak substansi hukum yang ada tidak berihak kepada kepentingan
masyarakat, hukum tidak lagi mencerminkan perkembangan masyarakat sehingga banyak
masalah-masalah hukum terkini ditengah-tengah masyarakat tidak bisa dijawab oleh hukum,
karena hukum yang berlaku sudah banyak yang usang seperti hukum warisan kolonial yang
masih bersifat positivis.
Secara idialnya perkembangan masyarakat harus diikuti oleh perkembangan hukum.
Dari kasus nenek Minah, penggunaan pranata hukum yang tidak sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan tidak mencerminan nilai-nilai keadilan ditengah masyarakat
hanya membawa ketidakadilan ditengah-tengah masyarakat. Ditambah lagi dengan aparat
penegak hukum yang masih berpola pikir konservatif dalam menegakkan hukum. Hukum
adalah hasil ciptaan masyarakat, tapi sekaligus ia juga menciptakan masyarakat. Sehingga
3
konsep dalam berhukum seyogyanya adalah sejalan dengan perkembangan masyarakatnya.
Kasus nenek Minah sontak mencidrai rasa keadilan di tengah masyarakat, sebab
nenek Minah yang tak tau apa-apa tersebut harus berurusan dengan hukum dan dijatuhi
hukuman oleh hakim. Padahal apa yang diperbuat oleh nenek Minah sangat tidak berbanding
dengan sanksi yang diterimanya. Seharusnya perkara-perkara kecil seperti ini tidak sampai ke
pengadilan dan cukup diselesaikan bawah, tetapi hukum berkata lain. Substansi hukum tidak
lagi mencerminkan keadilan ditengah masyarakat, hukum sudah jauh dari nilai-nilai yang
hidup ditengah masyarakat.
Jika ditinjau dari teori Stephen Hurwitz dan Kinberg tentang “Faktor Penyebab
Kriminalitas”. maka kasus ini tidak memenuhi unsur-unsur dari teori yang diciptakan oleh
Stephen Hurwitz dan Kinberg tentang Faktor Penyebab Kriminalitas, namun kasus ini lebih
dikategorikan kejahatan dalam teori “Lower Class Culture” .
Kasus nenek Minah merupakan sebuah gambaran umum mengenai kejahatankejahatan yang dilakukan oleh masyarakat kelas bawah yang harus mendapatkan perhatian
yang serius dari pemerintah. Dalam menganalisa kejahatan budaya kelas bawah, menurut
Walter B Miller ada enam premis yang dapat diajukan menjadi acuan dalam menganalisa
kejahatan budaya kelas bawah, dimana ke 6 premis tersebut bersifat alternatif serta tidak
2
Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta, 1999, hlm.36
3
Sabian Usman, Dasar-Dasar Sosiologi Hukum Makna Dialog Antara Hukum dan Masyarakat,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009, hlm. 242
8
berkesinambungan. Adapun untuk kasus ini, Penulis hanya memaparkan beberapa premis
yang hanya berkaitan secara lansung. Adapun premis pertama ialah :
1. Kesulitan (Trouble)
Kesulitan merupakan cirri utama kebudayaan kelas bawah. Konsep ini punya
aneka makna. Kesulitan merupakan situasi atau sejenis perilaku yang disukai untuk
membingungkan petugas atau agen dari kelas menengah. Mendapatkan kesulitan dan keluar
dari kesulitan mewakili isu utama bagi pria dan wanita, dewasa dan anak.
Bagi nenek Minah mengambil buah kakau tersebut merupakan sebuah kesulitan
kehidupan yang dialaminya berupa kemiskinan. Untuk keluar dari kemiskinan tesebut nenek
Minah rela mengambil sesuatu yang bukan haknya, karena apapun kesempatan yang ada
didepan mata diambilnya tanpa harus memikir panjang apa yang akan terjadi dikemudian
hari.
2. Ketegaran
Konsep ketegaran pada kebudayaan kelas bawah digambarkan dengan memiliki
ketangguhan dan keberanian yang diukur dengan berani melawan aturan-aturan yang ada.
Pranata-pranata kehidupan yang ada tidak lagi berfungsi secara maksimal sehingga untuk
mendapatlkan tujuannya masyarakat kelas bawah sering melanggar aturan-aturan tersebut.
Pada kasus nenek Minah, nenek Minah setelah mendapatkan teguran mengaku bersalah
kepada Mandor perkebunan tersebut dan segera meminta maaf. Dari sini kita bisa melihat
bahwa nenek Minah sadar bahwa yang dilakukannya adalah salah.
3. Nasib/Takdir (Faith)
Kelompok yang merasa kehidupannya dikuasai oleh suatu kekuatan besar merasa
bahwa kehidupannya dikuasai oleh suatu kekuatan besar merasa bahwa kehidupan ini sudah
ditakdirkan sudah diatur kita tinggal menjalankannya saja. Nasib sial dan mujur bagi individu
kelas bawah tidak lansung disamakan dengan kekuatan supernatural atau agama yang
diorganisasikan secara formal. Pemikirannya lebih banyak bertalian dengan kekuatan megis,
sedang bernasib mujur maka memang demikianlah adanya. Sikap pasrah dan menerima yang
dilakukan oleh nenek Minah yang ditampakkan oleh ekspresi wajahnya, karena dia meyakini
inilah takdir yang harus dijalaninya ketika mendapatkan kasus hukum tersebut.
4. Otonomi (Authonomy)
Kontrol terhadap perilaku individu merupakan suatu yang penting dalam
kebudayaan. Bagi suatu kebuadayaan kelas bawah memiliki cirri khas tersendiri dengan pola
yang berbeda-beda. Kesenjangan antara apa yang dinilai secara terbuka dengan apa yang
diusahakan secara tertutup sering menonjol dibidang ini. Pada tingkat terbuka ada cara
penyelesaian yang digunakan melalui control eksternal, sebagai pembatasan perilaku
terhadap otoritas yang tidak adil. Pada tingkat yang tertutup keinginan akan kebebasan
pribadi dikendalikan melalui kelembagaan. Hal ini menunjukkan disatu pihak mereka
menghendaki kebebasan pribadi, dilain pihak mencari lingkungan sosial restriktif di mana
ada control eksternal yang tetap terhadap perilaku mereka. Suatu kesenjangan yang sama
antara apa yang diinginkan secara terbuka dan tertutup ditemukan dalam bidang dependensi
dan independensi.
Pada kasus nenek Minah terdapat kurangnya otonomi, yakni disatu sisi apa yang
dilakukan oleh nenek Minah merupakan suatu yang hal yang wajar dan tidak menjadi
masalah sedangkan disatu sisi yang lain perbuatan nenek Minah merupakan sebuah
pelanggaran hukum, karena mengambil sesuatu yang bukan milikinya. Hal ini harus
dilakukan penekanan yang tegas bahwa mengambil buah kakau yang terjatuh merupakan
sebuah kejahatan karena mengambil bukan haknya. Namun, dalam penyelesaian kasus nenek
Minah harus dilakukan dengan bijaksana.
9
Kerisauan otonomi dependensi terurai dengan kesulitan yang dikontrol oleh
kekuatan yang sering memaksa, sementara mereka itu berhadapan dengan kekuatan penentu
untuk menghambat, sehingga mereka berusaha untuk menyelamatkan diri dengan bersikap
acuh terhadap segala sesuatu yang ingin membatasi perilakunya. Solusinya adalah menata
perilaku sedemikian rupa oleh seperangkat kontrol yang kuat untuk menghindari perlawanan.
Salah satu penyebab banyaknya terjadi kejahatan dikelas bawah ialah kurang tegasnya
aturan yang mengatur tentang kehidupan yang bermasyarakat, hal ini disebabkan oleh
kekurangtahuan yang disebabkan oleh kebodohan dan kurangnya sosialisasi dan penegakan
hukum dari aparat penegak hukum. Sehingga masyarakat pada kelas bawah yang sedang
terhimpit oleh kesulitan hidup sering melakukan kejahatan-kejahatan dan merasa bahwa
kejahatan yang dilakukannya bukan merupakan sebuah perbuatan kejahatan.
10
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kasus nenek Minah merupakan secuil kecil masalah ketidakadilan ditengah-tengah
masyarakat. Banyak substansi hukum yang ada tidak berihak kepada kepentingan
masyarakat, hukum tidak lagi mencerminkan perkembangan masyarakat sehingga banyak
masalah-masalah hukum terkini ditengah-tengah masyarakat tidak bisa dijawab oleh hukum,
karena hukum yang berlaku sudah banyak yang usang seperti hukum warisan kolonial yang
masih bersifat positivis.
Kasus nenek Minah sontak mencidrai rasa keadilan di tengah masyarakat, sebab
nenek Minah yang tak tau apa-apa tersebut harus berurusan dengan hukum dan dijatuhi
hukuman oleh hakim. Padahal apa yang diperbuat oleh nenek Minah sangat tidak berbanding
dengan sanksi yang diterimanya. Seharusnya perkara-perkara kecil seperti ini tidak sampai ke
pengadilan dan cukup diselesaikan bawah, tetapi hukum berkata lain. Substansi hukum tidak
lagi mencerminkan keadilan ditengah masyarakat, hukum sudah jauh dari nilai-nilai yang
hidup ditengah masyarakat.
Jika ditinjau dari teori Stephen Hurwitz dan Kinberg tentang “Faktor Penyebab
Kriminalitas”. maka kasus ini tidak memenuhi unsur-unsur dari teori yang diciptakan oleh
Stephen Hurwitz dan Kinberg tentang Faktor Penyebab Kriminalitas, namun kasus ini lebih
dikategorikan kejahatan dalam teori “Lower Class Culture” .
Kasus nenek Minah yang mengambil beberapa buah kakau yang telah jatuh dari
pohonnya dari perkebunan milik sebuah perusahaan besar merupakan sebuah perbuatan yang
dilarang. Hal ini bisa dinamakan dengan kejahatan karena mengambil sesuatu yang bukan
haknya. Tindakan nenek Minah bisa dikategorikan sebagai kejahatan budaya kelas bawah,
hal ini didasarkan dengan kesamaan premis-premis pendukung dari teori tersebut dengan
analisa mengenai tindakan kajahatan yang dilakukan oleh nenek Minah.
Adapun premis-premis yang berkaitan lansung dengan kasus nenek Minah ini ialah
Kesulitan berupa kemiskinan dan desakan hidup, ketegaran berupa berani melawan aturanaturan yang ada, Nasib/ takdir berupa bersifat pasrah dengan yang diterima serta otonomi
berupa kurangya control eksternal maupun internal dalam kehidupan nenek minah sehingga
menganggap perbuatan yang dilakukannya bukan merupakan sebuah pelanggaran terhadap
nilai-nilai yang ada.
B.
Saran
Dalam penulisan makalah ini, Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun bagi kesempurnaan penulisan makalah ini.
11
DAFTAR PUSTAKA
Arief Shidharta, et.al. 1994. Filsafat Hukum Mazhab dan Refleksinya. Bandung: Remaja
Rosda Karya.
Bagir Manan. 1985. “Peranan Hukum Administrasi Negara dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.”. Makalah pada Penataran Nasional Hukum Administrasi
Negara. Fakultas Hukum Universitas Hasanudin. Ujung Pandang.
Hans Kelsen.2008.Toeri Hukum Murni. Bandung : Nusamedia.
Johnny Ibrahim. 2005.Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Surabaya :
Bayumedia
Muhammad Sidiq.2009.Perkembangan Pemikiran Teori Ilmu Hukum. Jakarta : Prandya
Paramita
Sabian Usman.2009.Dasar-Dasar Sosiologi Hukum Makna Dialog Antara Hukum dan
Masyarakat. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Soekanto. 1999.Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta.
Soetandyo Wignjosobroto. 2002.Hukum, Paradigma, metode dan Dinamika Masalahnya.
Jakarta : Elsam & Huma.
Satjipto Raharjo II.1985.Buku Materi Pokok Pengantar Ilmu Hukum Bagian IV. Jakarta :
Karunika.
Theo Huijbers.1982. Filsafat Hukum. Yogyakarta : Kanisius
Hans Kelsen, Toeri Hukum Murni, Nusamedia, Bandung, 2008
12