Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Penge

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA

Oleh:
Yurisal Aesong
Manado, 2013

LATAR BELAKANG
Pelaksanaan undang-undang otonomi daerah yang berlaku sejak tahun
1999, sebenarnya mempunyai konsep dasar berdasarkan potensi, preferensi, dan
aspirasi daerah secara demokratis dengan mengikutsertakan peran serta
masyarakat setempat. Salah satu potensi tersebut ialah pengembangan dan
pelestarian sumber daya alam melalui ekowisata yang merupakan suatu bentuk
wisata yang sangat erat dengan prinsip konservasi, bahkan dalam strategi
pengembangan ekowisata juga menggunakan strategi konservasi, dengan
demikian ekowisata sangat tepat dan berdayaguna dalam mempertahankan
keutuhan dan keaslian ekosistem di areal yang masih alami, bahkan dengan
ekowisata pelestarian alam dapat ditingkatkan kualitasnya karena desakan dan
tuntutan dari para eco-traveler , dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33
Tahun 2009 tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah memberikan
pengertian


ekowisata

adalah

kegiatan

wisata

alam

di

daerah

yang

bertanggungjawab dengan memperhatikan unsur pendidikan, pemahaman, dan
dukungan terhadap usaha-usaha konservasi sumberdaya alam, serta peningkatan
pendapatan masyarakat lokal.


1

PENGERTIAN KEBIJAKAN dan EKOWISATA
Pengertian kebijakan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
yaitu, pertama, kepandaian, kemahiran, kebijaksanaan, kedua, rangkaian konsep
dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu
pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak, ketiga, pernyataan cita-cita, tujuan,
prinsip, atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha
mencapai sasaran, atau sebagai garis haluan.
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan
dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara
bertindak. Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintah, organisasi dan kelompok
sektor swasta, serta individu. Kebijakan berbeda dengan peraturan dan hukum.
Apabila hukum dapat memaksakan atau melarang suatu perilaku (misalnya suatu
hukum yang mengharuskan pembayaran pajak penghasilan), kebijakan hanya
menjadi pedoman tindakan yang paling mungkin memperoleh hasil yang
diinginkan. Kebijakan atau kajian kebijakan dapat pula merujuk pada proses
pembuatan keputusan-keputusan penting

organisasi,


termasuk

identifikasi

berbagai alternatif seperti prioritas program atau pengeluaran, dan pemilihannya
berdasarkan dampaknya. Kebijakan juga dapat diartikan sebagai mekanisme
politis, manajemen, finansial, atau administratif untuk mencapai suatu tujuan
eksplisit.
Menurut Charles O. Jones, istilah kebijakan (policy term) digunakan
dalam praktik sehari-hari namun digunakan untuk menggantikan kegiatan atau
keputusan yang sangat berbeda. Istilah ini sering dipertukarkan dengan tujuan
(goals), program, keputusan (decisions), standar, proposal, dan grand design.

2

Secara umum, istilah kebijakan atau “policy” dipergunakan untuk
menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok,
maupun suatu lembaga pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang
kegiatan tertentu. Pengertian kebijakan seperti ini dapat kita gunakan dan relatif

memadai untuk keperluan pembicaraan-pembicaraan biasa, namun menjadi
kurang memadai untuk pembicaraan-pembicaraan yang lebih bersifat ilmiah dan
sistematis menyangkut analisis kebijakan publik, oleh karena itu, kita memerlukan
batasan atau konsep kebijakan publik yang lebih tepat.
Kebijakan (policy) adalah sebuah instrumen pemerintahan, bukan saja
dalam arti government, dalam arti hanya menyangkut aparatur negara, melainkan
pula governance yang menyentuh berbagai bentuk kelembagaan, baik swasta,
dunia usaha maupun masyarakat madani (civil society). Kebijakan pada intinya
merupakan keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tindakan yang secara
langsung mengatur pengelolaan dan pendistribusian sumber daya alam,finansial
dan manusia demi kepentingan publik, yakni rakyat banyak, penduduk,
masyarakat atau warga negara. Kebijakan merupakan hasil dari adanya sinergi,
kompromi atau bahkan kompetisi antara berbagai gagasan, teori, ideologi, dan
kepentingan-kepentingan yang mewakili sistem politik suatu negara.
Banyak sekali definisi mengenai kebijakan publik. Sebagian besar ahli
memberi pengertian kebijakan publik dalam kaitannya dengan keputusan atau
ketetapan pemerintah untuk melakukan suatu tindakan yang dianggap akan
membawa dampak baik bagi kehidupan warganya, bahkan, dalam pengertian yang
lebih luas, kebijakan publik sering diartikan sebagai ‘apa saja yang dipilih oleh
pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan’. Seperti kata Bridgman dan

3

Davis, seringkali, kebijakan publik tidak lebih dari pengertian mengenai
‘whatever government choose to do or not to do’. Kadang-kadang, kebijakan
publik menunjuk pada istilah atau konsep untuk menjelaskan pilihan-pilihan
tindakan tertentu yang sangat khas atau spesifik, seperti kepada bidang-bidang
tertentu dalam sektor-sektor fasilitas umum, transportasi, pendidikan, kesehatan,
perumahan atau kesejahteraan.
Urusan-urusan yang menyangkut kelistrikan, air, jalan raya, sekolah,
rumah-sakit, perumahan rakyat, lembaga-lembaga rehabilitasi sosial ialah
beberapa contoh yang termasuk dalam bidang kebijakan publik. Sebagai contoh,
kebijakan sosial secara ringkas dapat diartikan sebagai salah satu bentuk
kebijakan publik yang mengatur urusan kesejahteraan. Kebijakan sosial secara
khusus sejatinya merupakan kebijakan kesejahteraan.
Konsep kesejahteraan menunjuk pada proses mensejahterakan manusia
atau aktivitas untuk mencapai kondisi sejahtera. Di sini, istilah ‘kesejahteraan’
tidak perlu pakai kata ‘sosial’ lagi, karena sudah jelas menunjuk pada sektor atau
bidang pembangunan sosial. Sektor ‘pendidikan’ dan ‘kesehatan’ juga tidak pakai
embel-embel ‘sosial’ atau ‘manusia’. Selain di Indonesia kata sosial memiliki
terlalu banyak arti dan karenanya sering disalahpahami, di negara lain istilah yang

banyak digunakan untuk menjelaskan ‘bidang sosial’ secara spesifik ini adalah
‘welfare’ (kesejahteraan) yang umumnya menerangkan berbagai sistem pelayanan
sosial dan skema jaminan sosial bagi kelompok yang tidak beruntung, karena itu,
istilah ‘pembangunan kesejahteraan sosial’ sesungguhnya cukup disebut
‘pembangunan kesejahteraan’.

4

Beragam pengertian mengenai kebijakan publik ini tidak bisa dihindarkan,
karena kata ‘kebijakan’ (policy) merupakan penjelasan ringkas yang berupaya
untuk menerangkan berbagai kegiatan mulai dari pembuatan keputusankeputusan,

penerapan,

dan

evaluasinya.

Telah


banyak

upaya

untuk

mendefinisikan kebijakan publik secara tegas dan jelas, namun pengertiannya
tetap saja menyentuh wilayah-wilayah yang seringkali tumpang-tindih, ambigu,
dan luas. Beberapa kalangan mendifinisikan kebijakan publik hanya sebatas
dokumen-dokumen resmi, seperti perundang-undangan dan peraturan pemerintah.
Sebagian lagi, mengartikan kebijakan publik sebagai pedoman, acuan, strategi dan
kerangka tindakan yang dipilih atau ditetapkan sebagai garis besar atau roadmap
pemerintah dalam melakukan kegiatan pembangunan.
Berdasarkan berbagai definisi para ahli kebijakan publik, kebijakan publik
adalah kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sebagai pembuat
kebijakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di masyarakat di mana dalam
penyusunannya melalui berbagai tahapan. Tahap-tahap kebijakan publik, yaitu
sebagai berikut:
a. Penyusunan Agenda.
Agenda setting merupakan sebuah fase dan proses yang sangat strategis

dalam realitas kebijakan publik, dalam proses inilah memiliki ruang untuk
memaknai apa yang disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda
publik dipertarungkan. Apabila sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai
masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu
tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu

5

lain, dalam agenda setting juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik
yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah.
Isu kebijakan (policy issues) sering disebut juga sebagai masalah
kebijakan (policy problem). Policy issues biasanya muncul karena telah terjadi
silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan
ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut.
Isu kebijakan merupakan produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik tentang
rumusan, rincian, penjelasan maupun penilaian atas suatu masalah tertentu, namun
tidak semua isu bisa masuk menjadi suatu agenda kebijakan.
Ada beberapa kriteria isu yang bisa dijadikan agenda kebijakan publik,
diantaranya:
1) Telah mencapai titik kritis tertentu à jika diabaikan, akan menjadi

ancaman yang serius.
2) Telah mencapai tingkat partikularitas tertentu yang berdampak dramatis.
3) Menyangkut emosi tertentu dari sudut kepent. orang banyak (umat
manusia) dan mendapat dukungan media massa.
4) Menjangkau dampak yang amat luas .
5) Mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan dalam masyarakat.
6) Menyangkut suatu persoalan yang fasionable (sulit dijelaskan, tetapi
mudah dirasakan kehadirannya).
Karakteristik para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan
masalah pada agenda publik. Banyak masalah tidak disentuh sama sekali,
sementara lainnya ditunda untuk waktu lama. Misalnya legislator negara dan
kosponsornya menyiapkan rancangan undang-undang mengirimkan ke komisi
6

kesehatan dan kesejahteraan untuk dipelajari dan disetujui. Rancangan berhenti di
komite dan tidak terpilih. Penyusunan agenda kebijakan seyogianya dilakukan
berdasarkan tingkat urgensi dan esensi kebijakan, juga keterlibatan stakeholder .
Sebuah kebijakan tidak boleh mengaburkan tingkat urgensi, esensi, dan
keterlibatan stakeholder .
b. Formulasi kebijakan.

Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas
oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian
dicari pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari
berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan
perjuangan suatu masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap
perumusan kebijakan masing-masing slternatif bersaing untuk dapat dipilih
sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.
c. Adopsi/legitimasi kebijakan
Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar
pemerintahan. Apabila tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh
kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah, namun warga
negara harus percaya bahwa tindakan pemerintah yang sah. Dukungan untuk
rezim cenderung berdifusi cadangan dari sikap baik dan niat baik terhadap
tindakan

pemerintah

yang

membantu


anggota

mentolerir

pemerintahan

disonansi.Legitimasi dapat dikelola melalui manipulasi simbol-simbol tertentu.
Dimana melalui proses ini orang belajar untuk mendukung pemerintah.
d. Penilaian/evaluasi kebijakan.

7

Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang
menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi,
implementasi dan dampak, dalam hal ini, evaluasi dipandang sebagai suatu
kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap
akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan, dengan
demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalah-masalah
kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah
kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.
Ekowisata atau ekoturisme merupakan salah satu kegiatan pariwisata yang
berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam, aspek
pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal serta aspek pembelajaran
dan pendidikan.
Ekowisata dimulai ketika dirasakan adanya dampak negatif pada kegiatan
pariwisata konvensional. Dampak negatif ini bukan hanya dikemukakan dan
dibuktikan oleh para ahli lingkungan tapi juga para budayawan, tokoh masyarakat
dan pelaku bisnis pariwisata itu sendiri. Dampak berupa kerusakan lingkungan,
terpengaruhnya budaya lokal secara tidak terkontrol, berkurangnya peran
masyarakat setempat dan persaingan bisnis yang mulai mengancam lingkungan,
budaya dan ekonomi masyarakat setempat, pada mulanya ekowisata dijalankan
dengan cara membawa wisatawan ke objek wisata alam yang eksotis dengan cara
ramah lingkungan. Proses kunjungan yang sebelumnya memanjakan wisatawan
namun memberikan dampak negatif kepada lingkungan mulai dikurangi.
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA

8

Kebijakan pengembangan ekowisata merupakan implementasi sistem
manajemen nasional yang melekat kepada sistem kelembangaan yang sedang
berlaku. Kebijakan ekowisata dapat mengacu kepada hubungan antar industri
maupun terlaksananya fungsi-fungsi organisasi. Hubungan antar industri
ditunjukkan dengan keterkaitan sektor jasa ekowisata dengan sektor lain, misalnya
kehutanan, perkotaan, pendidikan, dan infra struktur. Sementara hubungan
fungsional organisasi mengacu kepada fungsi-fungsi perencanaan, pelaksanaan,
dan pengendalian. Lebih jauh, dalam banyak hal kebijakan eokowisata juga
mengacu kepada perkembangan lingkungan global.
Pengelolaan industri jasa pariwisata secara langsung berada dalam
wewenang Kementerian Kehutanan (Kemenhut), Kementerian Kebudayaan dan
Pariwisata (Kemenbudpar) dan Kementerian dalam Negeri (Kemendagri).
Ketiganya merupakan unsur pelaksana yang mengoperasionalkan ke dalam
rambu-rambu pengelolaan ekowisata secara berkelanjutan. Pemerintah daerah
(Kemendagri) berperan dalam upaya mengkoordinasikan dan mengendalikan
peran dan aliran manfaat kepada masyarakat, penduduk lokal dan swasta, melalui
kebijakan penataan ruang, prosedur investasi dan perihal teknis lainnya.
Peran pemerintah daerah sangat penting untuk mengoperasionalkan
pengembangan ekowisata dilandasi prinsip-prinsip sesuai dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Pedoman
Pengembangan Ekowisata di Daerah, dalam Pasal 2 yaitu :
1. Kesesuaian antara jenis dan karakteristik ekowisata.
2. Konservasi, yaitu melindungi, mengawetkan, dan memanfaatkan
secara lestari sumber daya alam yang digunakan untuk ekowisata.
9

3. Ekonomis, yaitu memberikan manfaat untuk masyarakat setempat dan
menjadi penggerak pembangunan ekonomi di wilayahnya serta
memastikan usaha ekowisata dapat berkelanjutan.
4. Edukasi, yaitu mengandung unsur pendidikan untuk mengubah
persepsi seseorang agar memiliki kepedulian, tanggung jawab, dan
komitmen terhadap pelestarian lingkungan dan budaya.
5. Memberikan kepuasan dan pengalaman kepada pengunjung.
6.

Partisipasi masyarakat, yaitu peran serta masyarakat dalam kegiatan
perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ekowisata dengan
menghormati nilai-nilai sosial-budaya dan keagamaan masyarakat di
sekitar kawasan, dan

7. Menampung kearifan lokal.
Melalui Permendagri Nomor 33 Tahun 2009 dapat menjamin tercapainya
sasaran

yaitu

pertumbuhan

ekonomi

wilayah,

pengunjung

memperoleh

pengalaman dan ketrampilan, masyarakat dan penduduk lokal memperoleh
kesempatan kerja dan penghasilan, swasta memperoleh nilai tambah dan
pemerintah daerah memperoleh pajak/retribusi untuk dikembalikan ke upayaupaya konservasi.
Ekowisata memerlukan dukungan fungsi perencanaan makro berasal dari
kebijakan ekonomi nasional. Perencanaan makro bersentuhan dengan antisipasi
perubahan di tingkat internasional, mencakup perdagangan luar negeri, isu
lingkungan global dan pengelolaan wilayah. Perencanaan makro ini pula yang
mengkoordinasi implementasi perubahan dan pengembangan kelembagaan di
tingkat nasional, seperti ratifikasi Convention on Biological Diversity (CBD).
10

Aspek perencanaan di tingkat teknis mendukung ekowisata melalui kelembagaan
dan penyediaan pertanahan, infrastruktur dan kapasitas daerah.
Ekowisata memerlukan fungsi pengendalian dan monitoring agar
senantiasa terpelihara kualitas aliran manfaat. Manfaat ekowisata dalam wujud
konservasi air dan habitat berguna untuk irigasi sektor pertanian, pemijahan sektor
perikanan dan usaha-usaha jasa lain. Perencanaan teknis menjadi daya taris dan
motivasi pengelolaan dan pengembangan ekowisata. Atas dasar hubungan
kelembagaan tersebut, fungsi koordinasi menjadi penting. Landasan koordinasi
yaitu Instruksi Presiden Nomor 16 Tahun 2005 tentang Kebijakan Pembangunan
Kebudayaan dan Pariwisata, yang menginstruksikan meteri dan badan-badan
pemerintah terkait serta semua gubernur dan bupati/walikota untuk mendukung
dan berkoordinasi erat bagi percepatan pembangunan pariwisata Indonesia.
Kelembagaan

teknis

ekowisata

Kemenhut

dioperasionalkan

oleh

Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA).
Perijinan investasi ekowisata berada dalam direktorat manfaat jasa lingkungan
dan wisata alam. Melalui analisis dan usulan Ditjen PHKA, menteri kehutanan
menetapkan peraturan-peraturan internal teknis, yang secara umum memuat
alasan, substansi, panduan, dan prosedur, dan job deskripsi pelaksanaan tugas,
sesuai Peraturan Menhut Nomor P.48/Menhut-II/2010 Tentang Pengusahaan
Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasiona, Taman Hutan Raya dan
Taman Wisata Alam, dalam peraturan tersebut, jasa usaha ekowisata dapat
dimasukkan ke dalam penyediaan jasa wisata alam, yang meliputi informasi
pariwisata, pramuwisata, transportasi, perjalanan wisata, cinderamata, dan

11

makanan minuman, dan penyediaan sarana wisata alam yang meliputi wisata tirta,
akomodasi, transportasi, dan wisata petualangan.
Seiring dengan berkembangnya tujuan-tujuan ekowisata di luar wilayah
taman nasional atau otoritas kementerian kehutanan, serta semangat pembangunan
otonomi daerah, sesua Permendagri Nomor 33 Tahun 2009 pelaku usaha
ekowisata dapat berbentuk perseorangan dan/atau badan hukum, atau pemerintah
daerah,

atau

kerja

sama

diantara

mereka.

Pemerintah

daerah

juga

bertanggungjawab dalam pengendalian melalui pemberian izin pengembangan
ekowisata,

pemantauan

pengembangan

ekowisata,

penertiban

atas

penyalahgunaan izin pengembangan ekowisata, dan penanganan dan penyelesaian
masalah

atau

konflik

yang

timbul

dalam

penyelenggaraan

ekowisata.

Pengendalian ekowisata dilakukan antara lain terhadap fungsi kawasan,
pemanfaatan ruang, pembangunan sarana dan prasarana, kesesuaian spesifikasi
konstruksi dengan desain teknis, dan kelestarian kawasan ekowisata.
Peran

Kemenbudpar

dalam

kebijakan

pengembangan

ekowisata

menitikberatkan dalam aspek layanan, substansi dan promosi/pengembangan
kebudayaan.

Standar

mutu

manajemen

menjadi

unsur

penting

untuk

dipromosikan. Tanpa mengurangi prinsip-prinsip kesederhanaan, hemat energi,
konservasi atau kemudahan pengendalian, aspek-aspek umum mutu manajemen
perlu dipenuhi, misalnya kebersihan, kecepatan layanan, teknologi informasi dan
keamanan.
PENUTUP
Sebagai suatu kesatu sistem manajemen nasional baik pemerintah pusat,
daerah dan setiap stakeholder , maka kebijakan pengembangan ekowisata
12

Indonesia terkait penyediaan pertanahan, penataan ruang, infrastruktur dan
kapasitas daerah, terutama pengelolaan sarana dan prasarana yang mendukung
jasa ekowisata.

DAFTAR PUSTAKA
Budi Winarno, Teori dan Proses Kebijakan Publik, Penerbit Media Pressindo,
Yogyakarta, 2002.
Chafid Fandeli, Pengertian dan Konsep Dasar Ekowisata , Fakultas Kehutanan
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2007.
Edi Suharto, Modal Sosial dan Kebijakan Publik, Artikel, 2006.
Iwan Nugroho, Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2011.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2009 tentang Pedoman
Pengembangan Ekowisatadi Daerah.
Wikipedia, Ekowisata, Diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Ekowisata, pada
tanggal 30 Maret 2013.
Wikipedia, Kebijakan, Diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Kebijakan, pada
tanggal 10 Mei 2013.
Wikipedia,
Kebijakan
Publik,
Diakses
dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Kebijakan_publik, pada tanggal 10 Mei 2013.
William Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Penerbit Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta, 1998.
Yulianto, 25 Kumpulan Pemikiran Tentang Hukum Bisnis dan Perbankan,
Penerbit Mitra Usaha Abadi, Surabaya, 2005.

13