MOBILISASI ISU BENCANA DENGAN PENGGUNAAN

MOBILISASI ISU BENCANA DENGAN PENGGUNAAN MEDIA
MASSA DAN MEDIA SOSIAL (SOSMED) SEBAGAI SARANA UNTUK
MENINGKATKAN KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM
MENGHADAPI BENCANA

OLEH :
RESTI KINANTHI
14/372420/PMU/8310
MATA KULIAH
DOSEN

: KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN DALAM
PENANGGULANGAN BENCANA
: Prof. Drs. Purwo Santoso , M.A., Ph.D

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN BENCANA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014


MOBILISASI ISU BENCANA DENGAN PENGGUNAAN MEDIA MASSA DAN MEDIA
SOSIAL (SOSMED) SEBAGAI SARANA UNTUK MENINGKATKAN
KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA

A. Media dan Bencana
Teori agenda setting pertama kali diperkenalkan oleh Maxwell McComb dan
Donald Shaw, mereka berpendapat bahwa media massa memiliki kemampuan untuk
memindahkan wacana dalam agenda pemberitaan kepada agenda publik. Isu-isi yang
dianggap penting oleh media akan dapat menarik perhatian masyarakat, bahkan dapat
mempengaruhi pola pikir suatu masyarakat. Dalam hal ini, pemberitaan yang diangkat
secara intensif oleh media dapat menjadi perhatian baru bagi masyarakat bahkan
pemerintah. Seperti pada saat terjadinya gempa dan tsunami Aceh (2004) dan gempa
Yogyakarta (2006).
Agenda setting merupakan tahap awal dari keseluruhan tahapan kebijakan, dan
merupakan tahap yang sangat penting dalam analisis kebijakan. Suatu isu yang yang
memenuhi satu kriteria kondisi tertentu sudah dianggap cukup menjadi agenda
pemerintah untuk dirumuskan pemecahannya melalui kebijakan. Menurut Lester dan
stewart dalam Kusumanegara

(2010) beberapa kriteria kondisi isu yang dapat


digunakan untuk menilai pentingnya suatu isu untuk dijadikan agenda pemerintah,
yaitu :
1. Masalah sudah dalam kondisi krisis sehingga tidak bisa diabaikan lagi.
2. Satu masalah berkaitan dengan masalah yang lebih besar.
3. Mempunyai aspek emotif dan menarik perhatian media sehingga menjadi titik
kepentingan manusia untuk memecahkannya.
4. Mempunyai dampak yang luas.
5. Menimbulkan pertanyaan dalam masyarakat menganai kekuasaan dan legitimasi
pemerintah.
6. Sebuah isu yang fashionable; yaitu isu yang dilontarkan untuk menjadi agenda
disebabkan efek demonstratif saja.
Dengan melihat kriteria yang ada, isu bencana tentu sudah memenuhi
beberapa kriteria diantaranya mempunyai dampak yang luas dan sudah dalam kondisi

krisis sehingga isu tentang kebencanaan dirasa sangat penting untuk dijadikan agenda
pemerintah untuk merumuskan suatu kebijakan.
Pada era sekarang ini media massa dan media sosial menjadi hal yang sangat
mudah diakses oleh masyarakat dari berbagai kalangan, kapanpun dan dimanapun.
Bencana Tsunami yang terjadi di Aceh pada 26 Desember 2004 menjadi peristiwa

yang tidak terduga sebelumnya, gempa bumi ini merupakan gempa bumi terbesar di
Aceh selama 40 tahun terakhir yang menewaskan lebih dari 227.000 jiwa dari
Indonesia dan puluhan ribu jiwa dari negara lainnya. Selanjutnya ada peristiwa gempa
Jogja, Padang, serta tsunami di Mentawai. Pada saat terjadinya bencana, media massa
sering menempatkan berita kebencanaan sebagai headline pada pemberitaan mereka
dan sesaat menarik perhatian masyarakat. Isu kebencanaan menjadi hal yang dianggap
penting bagi masyarakat, hanya saat terjadi bencana dan sesaat setelahnya.
Menurut Rahayu (2013), hasil penelitian yang dilakukan pada pemberitaan
banjir pada surat kabar lokal di kota Makassar menunjukkan bahwa ketika bencana
banjir telah berlalu media cetak lokal terbilang kurang memberikan perhatian pada
bencana banjir baik itu Fajar maupun Tribun Timur. Hal tersebut dibuktikan dengan
kurangnya pemberitan pasca bencana banjir. Hal ini menunjukkan bahwa pemberitaan
bencana hanya menjadi agenda media sesaat, seolah-olah sekedar untuk
mengumpulkan bantuan sebagai wujud rasa kemanusiaan saja. Belum mengarah
kepada keinginan mereka untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat jika
sewaktu-waktu bencana menimpa.
Di era modern ini, informasi yang disampaikan melalui media sosial menjadi
daya tarik tersendiri. Hal ini dikarenakan media sosial yang keberadaannya sangat
dekat dengan masyarakat, setiap hari masyarakat yang berasal dari berbagai kalangan
dan berbagai usia melibatkan media sosial di berbagai aktivitas yang dilakukannya.


Aktivitas yang dilakukan antara lain mengunggah foto, berbagi informasi tentang
kegiatan yang dilakukan, maupun berbagi informasi mengenai suatu fenomena yang
sedang menjadi trend. Hal ini menciptakan peluang baru bagi pemerintah untuk
meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana menggunakan
media-media yang dekat dengan masyarakat seperti media massa dan media sosial.
B. Kesiapsiagaan dalam Menghadapi Bencana
Menurut Muta’ali (2014) Kesiapsiagaan merupakan serangkaian kegiatan
yang dilakukan untuk menghadapi kemungkinan datangnya bencana melalui kegiatankegiatan peningkatan kemampuan untuk menghadapi kemungkinan bencana.
Kesiapsiagaan dalam konsep kebencanaan menurut Muta’ali (2014) mengandung tiga
unsur dan tujuan yaitu :
1. Untuk meminimalisasi pengaruh-pengaruh yang merugikan dari satu bahaya
dengan menghilangkan atau meminimalisir kerentanan.
2. Tindakan-tindakan berjaga-jaga yang efektif. Kesiapan bencana harus dilihat
sebagai suatu proses yang aktif dan terus menerus baik rencana ataupun strategi
yang diperlukan. Usaha-usaha yang dilakukan bersifat dinamis yang harus ditinjau
lagi, dimodifikasi serta diperbaharui dan diujicobakan.
3. Organisasi yang efisien, menyarankan sistem, kriteria, prosedur dan sumberdaya
yang jelas dan tepat untuk kesiapan bencana yang efektif. Selanjutnya dapat
membantu mereka yang tertimpa bencana dan memungkinkan mereka untuk

menolong dirinya sendiri.
Kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana seharusnya menjadi salah satu hal
yang dimiliki oleh setiap masyarakat kapanpun dan dimanapun. Berbagai cara dapat
digunakan untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana, salah
satunya dengan menggunakan media massa dan media sosial.
Namun, pada kenyataannya momen ini kurang dimanfaatkan oleh media untuk
membangkitkan kesadaran masyarakat terhadap bencana. Hal ini dapat kita lihat dari

salah satu penelitian yang dilakukan oleh Dodon (2013) mengenai perilaku dan
kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana banjir. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa Kesiapsiagaan masyarakat jika dilihat berdasarkan
Perilaku kesiapsiagaan yang ada maka tingkat kesiapsiagaan masyarakat sebelum
bencana termasuk kedalam kategori rendah. Tingkat kesiapsiagaan masyarakat pada
saat bencana masuk kedalam kategori tinggi. Kategori bencana ini menunjukan
kesiapsiagaan masyarakat di pengaruhi oleh kondisi yang ada di lapangan. Dalam
situasi bencana akan membuat masyarakat melakukan berbagai tindakan
kesiapsiagaan untuk mengurangi risiko bencana. Kondisi bencana juga akan
membuat masyarakat terdorong untuk melakukan kesiapsiagaan kemudian hari, hal
ini di lihat dari kesiapsiagaan masyarakat setelah bencana.
Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesiapsiagaan masyarakat akan tinggi saat

mengalami bencana, sedangkan saat sebelum bencana ataupun saat bencana terjadi
di daerah lain maka kesiapsiagaan mereka cenderung rendah. Seperti kita ketahui,
pemberitaan tentang bencana di indonesia baik di media massa maupun media sosial
cenderung tinggi saat terjadinya peristiwa bencana, namun saat tidak terjadi bencana
perhatian media terhadap bencana kurang sehingga masyarakat cenderung lupa
terhadap potensi bencana yang mengancamnya.

C. Peran Media dalam Mobilisasi Isu Kebencanaan untuk Meningkatkan Kesiapsiagaan
Masyarakat Terhadap Bencana.
Media mempunyai peran yang penting dalam membuat suatu agenda publik.
Jika isu bencana telah berhasil dijadikan agenda dalam masyarakat, secara otomatis
pemerintah akan memasukkan agenda tersebut kedalam agenda pemerintahan yang
selajutnya akan dibuatkan kebijakan untuk mengatasi masalah yang ada. Keacuhan

media kepada isu kebencanaan akan dapat memperparah kerugian yang dialami
masyarakat saat mereka tertimpa suatu bencana. Menurut Prajarto (2008) inti dari
keterlibatan media dan pekerja-pekerjanya terdapat pada masalah pemberian
informasi, yang bersifat mengingatkan, pemberian informasi yang berwujud laporan
dan perkembangan peristiwa dan tindakan atau aksi langsung maupun tidak langsung
dalam pemberian bantuan guna menyelamatkan manusia, mengurangi jumlah korban,

meringankan penderitaan korban serta mengurangi kerugian lain yang bisa
ditimbulkan. Bentuk bentuk keterlibatan tersebut dapat diwujudkan dalam aneka
format informasi dan berita, forum bersama masyarakat maupun dengan tindakantindakan pekerjanya saat terjadi bencana. Selain itu media juga berperan penting
dalam pemberian informasi pra-bencana, saat bencana dan pasca bencana.
Menurut Harry Tanoe Soedibyo dalam Kompas (2013) masyarakat Indonesia
yang jumlahnya hampir mencapai 250 juta, sebanyak 95% di antaranya mendapatkan
informasi dari televisi. Kedua, masyarakat mendapat informasi dari Internet (30 %),
kemudian berturut-turut radio (23 %) dan cetak (12%). Dari kenyataan tersebut dapat
kita ketahui bahwa akses masyarakat terhadap media massa ataupun media sosial
berbasis internet di Indonesia cukup tinggi. Peluang untuk memasukkan konten
kebencanaan dalam media massa maupun sosial berpeluang tinggi untuk langsung
menyentuh masyarakat.
Sekarang ini, pemberitaan mengenai bencana, biasanya dititik beratkan pada
peristiwanya saja. Selanjutnya mitigasi dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana
kurang menjadi konten yang menarik bagi jurnalis dan pengguna media sosial. Seperti
pada gempa bumi yang terjadi di Chille pada 1 April 2014, peristiwa ini sempat
menjadi trending topik di twitter dengan #prayforchille. Masyarakat termasuk di
indonesia menyampaikan empatinya di twitter terkait bencana di Chille. Dengan

melihat fenomena tersebut, kepedulian masyarakat terhadap suatu bencana masih

sebatas kepada kejadian bencananya saja. Masyarakat belum mengadopsi informasi
yang ia dapat untuk meningkatkan keesiapsiagannya dalam menghadapi bencana di
sekitarnya.
Selain itu, saat ini banyak instansi-instansi yang berkaitan dengan
kebencanaan mulai menyentuh media sosial (twitter dan facebook) seperti
@palangmerah @infobencana @TAGANA_KEMENSOS @mitigasibencana dan
@JrngInfoBencana namun berita yang diberikan sebatas informasi seputar peristiwa
bencana, dan belum banyak yang mengangkat isu-isu kesiapsiagaan.
Hal

ini

menjadi

perhatian

kita

mengingat


perubahan

paradigma

penanggulangan bencana yang terjadi di indonesia dan dunia. Perubahan paradigma
penanggulangan bencana dari upaya reaktif kedaruratan menuju pengurangan risiko
bencana sepertinya baru terjadi pada aspek akademisi dan praktisi, belum sampai
pada kalangan media dan masyarakat. Sebenarnya, usaha pemerintah melalui BNPB
dan BMKG untuk menyentuh masyarakat lewat media massa dan sosial sudah
dilakukan, seperti dengan meluncurkan aplikasi-aplikasi untuk meningkatkan
kesiapsiagaan seperti aplikasi berbasis android InfoBMKG dan Pantauan Bancana
BNPB. Namun, respon masyarakat dalam menyikapi kesiapsiagaan bencana masih
sangat kurang, terlihat dari jumlah unduhan yang masih sedikit. Selain itu pada
media sosial seperti twitter dan facebook juga kurang menarik perhatian masyarakat
dengan rendahnya jumlah followers dan posting tentang kebencanaan.
Dalam era televisi digital, BPPT dan Kominfo bekerkasama dengan BMKG
dan BNPB akan memasukkan peringatan dini ke dalam siaran televisi digital. Saat
terjadi gempa bumi atau tsunami secara serta merta siaran televisi akan berganti
menjadi siaran peringatan dini namun belum secara jelas diketahui kapan peringatan


dini melalui media televisi digital mulai diterapkan. Selama ini informasi
kebencanaan di media televisi dan media massa yang lain masih terbatas pada
pemberitaan kejadian bencananya saja belum sampai pada kesiapsiagaan dalam
menghadapi bencana.

D. Kesimpulan
1. Pengagendaan berita kebencanaan dalam agenda publik maupun politik
mempunyai peran yang penting dalam peningkatan kesiapsiagaan mesyarakat
dalam menghadapi ancaman bencana di sekitarnya.
2. Perubahan paradigma penanggulangan bencana di indonesia masih terbatas pada
kalangan akademisi dan praktisi saja, belum sampai pada kalangan media dan
masyarakat umum.
3. Isu mengenai kebencanaan perlu diangkat oleh media baik media massa maupun
sosial tidak hanya pada peristiwanya saja namun juga pada tahap penanggulangan
bencana yang lain seperti mitigasi bencana dan kesiapsiagaan bagi masyarakat.
4. Masih diperlukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pusat informasi
kebencanaan di indonesia baik melalui media massa maupun sosial mengingat
randahnya perhatian masyarakat terhadap bidang kebencanaan.

E. Saran

1. Pemerintah melalui lembaga terkait sebaiknya memberikan wawasan kepada
kalangan media massa mengenai pentingnya mengangkat isu-isu kebencanaan
dan

memberikan

informasi

kesiapsiagaan

kepada

masyarakat

meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana.

untuk

2. Pemerintah

melalui

lembaga

terkait

sebaiknya

memberikan

informasi

kebencanaan kepada masyarakat memalui media yang dekat dengan masyarakat
seperti media massa dan sosial serta mensosialisasikan kepada masyarakat.
Informasi yang dimaksud yaitu informasi yang dimulai pada tahap pra-bencana,
tanggap darurat maupun pasca bencana.
3. Kementerian Komunikasi dan Informatika sebaiknya bekerjasama dengan
televisi, koran, media online dan media massa yang lainnya untuk membuat
program khusus kebencanaan yang dapat diakses masyarakat dengan mudah serta
memasukkan pendidikan kebencanaan melalui media-media tersebut.
4. Kementerian Komunikasi dan Informatika sebaiknya membuat peraturan yang
tegas yang mengatur tentang tata cara penyiaran kebencanaan serta melibatkan
ahli bencana dalam penyusunan pemberitaan kebencanaan baik di media massa
maupun media sosial.

DAFTAR PUSTAKA
Dodon. 2013. Indikator dan Perilaku Kesiapsiagaan Masyarakat Di Permukiman Padat
Penduduk dalam Antisipasi Berbagai Fase Bencana Banjir. Jurnal Perencanaan
Wilayah dan Kota Vol. 24 No. 2. Institut Teknologi Bandung.
Kusumanegara, Solahuddin. 2010. Model dan Aktor dalam kebijakan Publik. Penerbit Gava
Media. Yogyakarta.
Muta’ali, Lutfi. 2014. Perencanaan Pengembangan Wilayah Berbasis Pengurangan Risiko
Bencana. Badan Penerbit Fakultas Geografi (BPFG) UGM. Yogyakarta.
Prajarto, Nunung, 2008, Bencana, Informasi dan Keterlibatan Media, Jurnal Ilmu Sosial Ilmu
Politik Vol. 11 No. 287-306.
Rahayu, Pramudita Budi., Laode Asrul,Muhammad Akbar. 2013. Peran Media Cetak Lokal
Dalam Mitigasi Bencana Banjir Terhadap Kesadaran Masyarakat Di Kota Makassar.

Jurnal Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Hasanuddin. Makassar
Yudono,

Jodhi.
2013.
Matikan
Televisimu
Nak.
http://nasional.kompas.com/read/2013/08/27/1920381/Matikan.Televisimu.Nak.
Diakses pada 30 November 2014.