Hubungan Antara Gaya Hidup Hedonis denga

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP HEDONIS DENGAN KECENDERUNGAN
IMPULSE BUYING PRODUK PAKAIAN IMITASI PADA PRIA HOMOSEKSUAL
DI MALANG RAYA.
Eva Sri Lestari
evenaomi@yahoo.co.id
Ika Adita Silviandari
Selly Dian Widyasari
Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara gaya hidup hedonis
dengan kecenderungan impulse buying produk pakaian imitasi pada pria homoseksual yang
ada di Malang Raya. Subjek dalam penelitian ini adalah pria homoseksual yang bergabung
dalam komunitas gay dibawah naungan yayasan IGAMA (Ikatan GAYa Arema) Malang,
dengan jumlah subjek penelitian sebanyak 70 subjek. Teknik pengambilan sampel penelitian
ini menggunakan teknik snowball sampling. Skala yang digunakan dalam penelitian ini
adalah skala gaya hidup hedonis dan skala kecenderungan impulse buying yang dimodifikasi
dari penelitian Sari (2013) dan Ngainurrohmah (2013). Analisis data yang digunakan untuk
menguji korelasi kedua variabel x dan y adalah dengan menggunakan analisis uji spearmanrho. Hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan
antara gaya hidup hedonis dengan kecenderungan impulse buying pakaian imitasi, dimana
semakin tinggi gaya hidup hedonis maka kecenderungan impulse buying terhadap pakaian
imitasi akan semakin tinggi. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah gaya hidup hedonis

maka kecenderungan impulse buying terhadap pakaian imitasi akan semakin rendah pula.
Kata kunci : gaya hidup hedonis, impulse buying, pria homoseksual
ABSTRACT
This research aims to know the correlation between hedonistic lifestyle with impulse
buying tendency of imitation clothes for homosexual men (gay) in Malang Raya. Subjects in
this research were homosexual men who has joined in a gay community under IGAMA
foundation in Malang, the number of subject were 70 subjects. The sampling technique that
used in this research was snowball sampling. The scales that used in this research were
hedonistic lifestyle scale and impulse buying tendency scale that modificated from Sari‟s
research (2013) and Ngainurrohmah‟s (2013). Data analysis that used to examine the
correlation of x and y variables in this research was spearman-rho. Statistical calculation
result showed positive correlation between hedonistic lifestyle and impulse buying tendency
of imitation clothes, where the hedonistic lifestyle was higher, then impulse buying tendency
of imitation clothes would be higher. And vice versa, the lower the hedonistic lifestyle, then
impulse buying tendency of imitation clothes would be lower as well.
Keywords: hedonic lifestyle, impulse buying, homosexual men

1

2


LATAR BELAKANG
Kebutuhan akan fashion meningkat pada kelompok masyarakat tertentu. Kebutuhan
mengenai pakaian terpenuhi bukan hanya untuk menunjang kebutuhan sehari-hari saja,
melainkan telah menjadi gaya hidup. Hal tersebut tidak hanya terjadi kepada kelompok
masyarakat umum, melainkan juga terjadi pada kelompok masyarakat khusus seperti
kelompok homoseksual. Fashion bagi kelompok homoseksual merupakan hal terpenting
yang harus diperhatikan, kelompok homoseksual sangat memperhatikan dan menjaga
penampilannya dengan serapi dan semodis mungkin (Padang, 2012).
Kelompok gay dalam kehidupan modern memiliki kecenderungan berpenampilan
layaknya pria namun cenderung lebih rapi dan memperhatikan detail setiap bagian pakaian
yang dikenakan (teliti). Hal ini sengaja dilakukan mereka untuk menarik perhatian gay
(pria homoseksual) lainnya. Selain itu, kelompok gay ini juga ingin selalu berpakaian
beda dari yang lainnya, hal ini sengaja mereka lakukan untuk mendapatkan perhatian dari
orang lain (Anonim, 2012).
Menurut R (26 tahun) pada tanggal 20 Maret 2014 pada pukul 19.54 WIB kepada
peneliti menyatakan bahwa mengingat banyaknya pengeluaran untuk mencukupi
kebutuhan sehari-harinya, guna menunjang penampilan tak jarang sebagian besar dari
mereka memilih untuk membeli pakaian tiruan (imitasi) artis idola mereka. Selain itu,
kelompok gay ini juga gemar sekali mengunjungi mall, karena perkumpulan kelompok

mereka pun biasanya diadakan di cafe-cafe mall Kota Malang. Hal tersebut biasanya
mereka manfaatkan untuk sekaligus mengamati fashion yang sedang trend dan apabila
sesuai untuk menunjang penampilan mereka tak jarang mereka langsung membelinya.
Kecenderungan pola belanja yang terjadi saat ini adalah kaitannya dengan motivasi
konsumen dalam melakukan kegiatan belanja. Kegiatan berbelanja konsumen pada
awalnya dimotivasi oleh motif yang bersifat rasional, yakni berkaitan dengan manfaat
yang diberikan oleh produk tersebut (nilai utilitarian). Terdapat nilai lain yang turut
mempengaruhi kegiatan belanja konsumen, yakni nilai yang bersifat emosional atau yang
dikenal dengan istilah hedonis. Menurut Ma‟aruf (Anjani, 2012) dikaitkan dengan
konsumen Indonesia, kebanyakan dari mereka saat ini dalam melakukan pembelian lebih
berorientasi pada rekreasi yaitu mementingkan aspek kesenangan, kenikmatan, dan
hiburan saat berbelanja (Anjani, 2012). Seperti halnya yang dilansir dalam situs
indonesiaindonesia.com, bahwa kehidupan kaum gay di ibukota sering kali mendatangi
cafe-cafe ternama, tempat fitness kelas atas dan club-club malam yang terkenal telah

3

menandai gaya hidup mereka yang tidak terlepas dari aspek kesenangan, kenikmatan dan
hiburan (hedonis).
Berdasarkan


hasil penelitian yang dilakukan oleh Oliveros dan Lopez (2005)

menunjukkan adanya perilaku pembelian impulsif pada pria homoseksual di Barranquilla
yang berpusat pada kemewahan (eksklusivitas), pencarian fashion dan hubungan gaya
hidup hedonis antara produk dan pembelian.
Menurut Semuel (Anjani, 2012) pembelian tidak terencana merupakan kegiatan
menghabiskan uang yang tidak terkontrol, kebanyakan pada barang-barang yang tidak
diperlukan. Barang-barang yang di beli secara tidak terencana (produk impulsif), lebih
banyak pada barang yang diinginkan untuk di beli tetapi tidak dibutuhkan dan biasanya
produk baru dengan harga murah. Beberapa barang yang termasuk dalam produk impulsif
adalah pakaian, perhiasan, atau produk yang dekat diri sendiri dan penampilan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara gaya hidup hedonis
dengan kecenderungan impulse buying, karena kecenderungan pria homoseksual yang
identik dengan kesenangan dan hura-hura (indonesiaindonesia.com) yang merupakan salah
satu faktor penentu untuk melakukan kegiatan pembelian impulsif. Hal ini menarik utuk
diteliti dikarenakan banyak penelitian terdahulu yang mengkaitkan konsumsi hedonik
dengan impulse buying terhadap remaja maupun masyarakat umum.

LANDASAN TEORI

A. Gaya Hidup Hedonis
Susianto (Rianton, 2013) menyatakan bahwa orang yang menganut gaya hidup
hedonis adalah individu yang mengarahkan aktivitasnya untuk mencapai kenikmatan
hidup. Sebagian besar aktivitas yang dilakukan banyak diluangkan di luar rumah,
lebih senang bermain, ingin menjadi pusat perhatian dan senang membeli barangbarang yang kurang diperlukan.
Karakteristik gaya hidup hedonis dapat dilihat dari berbagai atribut gaya hidup
hedonis yaitu senang mencari perhatian, cenderung impulsif, kurang berfikir rasional,
cenderung mengikuti (follower) dan mudah dipengaruhi, lebih banyak menghabiskan
waktu untuk bersenang-senang, memiliki pandangan gaya instan, gemar mengoleksi
barang mewah dan berteknologi tinggi, cenderung menginginkan suatu barang secara
spontan.
Menurut Kotler (Rianton, 2013) menyatakan bahwa faktor-faktor yang
memengaruhi gaya hidup seseorang ada dua faktor yaitu faktor yang berasal dari

4

dalam diri individu (internal) dan faktor yang berasal dari luar (eksternal). Faktor
internal yang memengaruhi yaitu sikap, pengalaman, dan pengamatan, kepribadian,
konsep diri, motif, sedangkan faktor eksternal yang memengaruhi yaitu kelompok
referensi, keluarga, kelas sosial dan kebudayaan.


B. Kecenderungan Impulse Buying
Rook dan Fisher (Haq, 2013) berpendapat bahwa impulse buying merupakan
kecenderungan konsumen untuk membeli secara spontan, reflek, tiba-tiba dan
otomatis. Sedangkan menurut Schiffman dan Kanuk (Haq, 2013) menyebutkan bahwa
impulse buying merupakan keputusan yang emosional atau menurut desakan hati.

Demikian pula Loudon dan Bitta (1993) menjelaskan bahwa impulse buying juga
dipengaruhi proses irasional yang mendesak kepuasan secara spontan. Impulse
membeli ini mungkin bermula merangsang konflik emosional dan cenderung terjadi
diluar pemikiran yang irasional.
Loudon dan Bitta (1993) menjelaskan bahwa terdapat lima elemen yang
penting untuk membedakan pembelian impulsif dan non impulsif antara lain,
konsumen dalam pembelian impulsif mempunyai keinginan secara tiba-tiba untuk
membeli, keinginan untuk membeli secara tiba-tiba tersebut menyebabkan konsumen
berada dalam kondisi ketidakseimbangan psikologis yaitu kondisi sementara dimana
konsumen kehilangan kontrol emosinya, konsumen yang mungkin mengalami konflik
psikologis tersebut akan berjuang mempertimbangkan kepuasan dirinya dengan
konsekuensi jangka panjang dari pembelian, konsumen sering kali mengurangi
evaluasi pengetahuan tentang produk dan terakhir konsumen seringkali membeli

secara spontan tanpa mempertimbangkan konsekuensinya di masa depan.
Menurut Herabadi (2003), terdapat beberapa aspek yang ada dalam sebuah
perilaku impulse buying. Aspek-aspek ini sekaligus menjadi pemicu terjadinya
perilkau pembelian secara impulsif. Oleh karena itu, aspek-aspek tersebut dijadikan
sebagai dimensi dalam pengukuran tingkat perilaku dalam pembelian impulsif.
Berikut adalah penjelasan terkait aspek dalam perilaku impulse buying:
1. Aspek kognitif: berkaitan dengan adanya kekurangan atau bahkan tidak danya
perencanaan dan pertimbangan dalam pembuatan keputusan dalam pembelian
2. Aspek afektif: berkaitan dengan kesenangan dan ketertarikan untuk membeli,
adanya dorongan untuk membeli, sulit untuk meninggalkan barang yang akan
dibeli, dan terkadang timbul penyesalan setelah membeli suatu barang.

5

C. Produk Pakaian Imitasi
Imitasi atau meniru menurut Hurley dan Charter (Sander, 2013) adalah suatu
proses kognisi untuk melakukan tindakan maupun aksi seperti yang dilakukan oleh
model dengan melibatkan indera sebagai penerima rangsangan dan pemasangan
kemampuan persepsi untuk mengolah informasi dari rangsangan dengan kemempuan
aksi untuk melakukan gerakan motorik. Proses ini melibatkan kemampuan kognisi

tahap tinggi karena tidak hanya melibatkan bahasa namun juga pemahaman terhadap
pemikiran orang lain. Menurut Tjiptono (2008), terdapat 4 tipe imitasi, antara lain
yaitu:
a. Counterfeits atau disebut product pirates, yaitu produk-produk tiruan yang
memalsukan atau membajak nama merek, simbol, logo, atau merek dagang
produk asli/orisinal (biasanya merek-merek ternama).
b. Knockoffs atau cloness, yaitu produk-produk tiruan yang sangat mirip atau
kompatibel dengan produk orisinal, tetapi menggunakan nama merek tersendiri.
c. Design copies atau trade dress, yaitu meniru gaya (style), desain, model, atau
corak produk pesaing yang populer. Dalam kasus ini, model atau desain
merupakan bagian terpenting dari produk.
d. Creative adaption. Dalam tipe ini perusahaan melakukan penyempurnaan
inkremental atas produk yang sudah ada atau mengadaptasikannya pada arena
kompetisi yang baru.
Batasan dari penelitian ini peneliti memfokuskan pada tipe imitasi counterfeits atau
disebut product pirates, yaitu produk-produk tiruan yang memalsukan atau membajak
nama merek, simbol, logo, atau merek dagang produk asli/orisinal (biasanya merekmerek ternama) dan design copies atau trade dress, yaitu meniru gaya (style), desain,
model, atau corak produk pesaing yang populer.
D. Pria Homoseksual
Istilah “homoseksual” paling sering digunakan untuk menggambarkan perilaku

seseorang, orientasi seksual, dan rasa identitas pribadi atau sosial. Homoseksual
merupakan masalah yang kompleks, menyangkut berbagai aspek kehidupan manusia
baik sosial maupun agama. Menurut Hawari (Padang, 2012) menyatakan bahwa istilah
homoseksual mengacu pada salah satu bentuk perilaku seks yang menyimpang, yang
ditandai adanya ketertarikan (kasih sayang, hubungan emosional, dan secara erotik)
dengan jenis kelamin yang sama. Sedangkan Carroll (Padang, 2012) berpendapat
bahwa

homoseksual

adalah

istilah

yang

digunakan

untuk


mendeskripsikan

6

kecenderungan umum hubungan seks dengan orang lain yang berjenis kelamin yang
sama. Adapun beberapa karakteristik kaum homoseksual yang dapat didefinisikan oleh
Pratikno (Padang, 2012), yaitu :
1. Naluri homoseksual tetap naluri seorang pria, meskipun mereka memiliki
kecenderungan bersikap feminim mereka tetap memiliki empati yang tinggi
kepada wanita.
2. Dalam berkomunikasi gaya bicaranya cenderung feminim, seadanya atau bahkan
talkactive.

3. Perfeksionis: Ketanggapan mereka dalam melihat ketidaksempurnaan dan segera
memperbaikinya, membawanya pada anggapan bahwa mereka adalah kelompok
yang perfeksionis.
4. Cenderung sensitif : Kelompok homoseksual lebih memperhatikan dan memiliki
empati yang mendalam ketika memperlakukan wanita daripada pria normal yang
cenderung menunjukkan otoritasnya di hadapan wanita.
5. Berpenampilan rapi, bersih dan modis : hampir sebagian besar pria homoseksual,

sangat memperhatikan dan menjaga penampilannya dengan serapi dan semodis
mungkin.
6. Selalu memakai pengharum tubuh dengan aroma yang memikat, aroma
pengharum tubuh yang dipilih biasanya aroma yang biasa digunakan wanita.
7. Menyukai fitness : latihan fitness dilakukan dengan tujuan untuk membentuk
tubuh yang atletis. Hal ini dikarenakan mereka sangat memperhatikan
penampilan.
8. Sering menggunakan bahasa tubuh sebagai alat komunikasi antar sesama
homoseksual seperti, tatapan mata yang lebih teduh, menunjukkan posisi tangan
dimana mereka mengapitkan kedua telapak tangannya, dimana jari-jarinya saling
menyilang dan menggerak-gerakan kedua ibu jarinya menandakan suatu
pemberian tanda/kode kepada sesama kelompok homoseksual.

METODE PENELITIAN
Partisipan dan Desain Penelitian
Partisipan dalam penelitian ini adalah pria homoseksual dibawah naungan yayasan
IGAMA yang berdomisili di Malang Raya berjumlah 70 orang. Teknik pemilihan sampel
yaitu dengan menggunakan snowball sampling dengan kriteria yang telah ditentukan oleh
peneliti sebelumnya. Desain penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif.

7

Alat Ukur
Skala gaya hidup hedonis tersusun berdasarkan dimensi-dimensi gaya hidup yang
dikemukakan oleh Engel (Kotler dan Amstrong, 2008) dan digabungkan dengan
karakteristik-karakteristik hedonis menurut Cicerno (Russell, 2004). Peneliti menggunakan
skala gaya hidup hedonis dari penelitian Sari (2013). Dimensi-dimensi skala gaya hidup
hedonis meliputi activities, interest dan opini. Skala kedua yang digunakan dalam penelitian
ini adalah skala kecenderungan impulse buying atau biasa disebut impulse buying Tendency
Scale (IBTS) dikembangkan oleh Weun, Jones, dan Beatty (1998), dalam penelitian ini

peneliti menggunakan skala dari penelitian Ngainurrohmah (2013) dan melakukan modifikasi
beberapa pernyataan dari setiap aitem untuk menyesuaikan dengan tema kajian. Kedua skala
yang digunakan telah melewati uji coba dengan hasil cronbach’s alpha sebesar 0,882 (sangat
tinggi) untuk variabel gaya hidup hedonis dan cronbach’s alpha sebesar 0,799 (tinggi) untuk
variabel kecenderungan impulse buying.
Prosedur Penelitian
Subjek yang dipilih dalam penelitian ini adalah pria homoseksual yang memiliki
kriteria yang ditentukan sebelumnya oleh peneliti yaitu: pria, berusia 15-45 tahun, mengakui
dirinya sebagai pria homoseksual, berdomisili di Malang Raya (Kota Malang, Kabupaten
Malang, Kota Wisata Batu), memiliki kesenangan untuk melakukan aktivitas belanja
(shopping).
Peneliti pertama-tama mendatangi yayasan IGAMA (Ikatan GAYa Arema) untuk
bertemu manajer IGAMA sekaligus memohon ijin dan kesediaannya membantu peneliti
dalam proses penyebaran kuisioner. Penelitian ini menggunakan teknik snowball sampling
dimana awal mulanya peneliti mengenal hanya satu orang subjek pria homoseksual yang
mengenalkan peneliti dengan teman-teman di yayasan IGAMA. terdapat tiga subjek yang
peneliti kenal dan memang dipilih oleh manajer yayasan IGAMA untuk membantu peneliti
dalam penyebaran kuisioner. Pihak yayasan IGAMA menyanggupi sebanyak 100 subjek
dimana 30 subjek sebagai uji coba aitem dan 70 subjek sebagai penelitian.
Sebelum uji coba aitem dilakukan peneliti memastikan terlebih dahulu kuisioner yang
akan peneliti gunakan dengan berkonsultasi terlebih dahulu kepada expert judgement untuk
memastikan kesesuaian aitem yang digunakan dan tampilan kuisioner, expert judgement
dalam hal ini adalah dosen pembimbing I dan dosen pembimbing II.
Setelah melakukan proses konsultasi kuisioner, peneliti melakukan uji coba aitem
kepada 30 subjek. Peneliti ditemani dan dikenalkan oleh dua subjek dari yayasan IGAMA
Malang untuk membantu proses penyebaran kuisioner. Peneliti menyebarkan angket di Alun-

8

Alun Kota Malang, di Taman Trunojoyo Kota Malang dan di tempat kos Jalan Sumbersari
Kota Malang. Setelah terkumpul 30 kuisioner yang memenuhi syarat yang ditentukan
sebelumnya, peneliti melakukan uji reliabilitas untuk mengetahui aitem yang gugur dan aitem
yang tidak gugur. Terdapat 12 aitem gugur dari 30 aitem variabel gaya hidup hedonis dan
tersisa sebanyak 18 aitem dengan koefisien cronbach’s alpha sebesar 0,882 (sangat tinggi).
Terdapat 4 aitem gugur dari 14 aitem variabel kecenderungan impulse buying dan tersisa
sebanyak 10 aitem dengan koefisien cronbach’s alpha sebesar 0,799 (tinggi).
18 aitem variabel gaya hidup hedonis dan 10 aitem variabel kecenderungan impulse
buying yang lolos tersebut peneliti susun kembali dan menjadi kuisioner penelitian yang

akan peneliti gunakan didalam penelitian yang sebenarnya. Peneliti melakukan penelitian
kepada 70 subjek. Peneliti kembali ditemani dan dikenalkan oleh 4 subjek dari yayasan
IGAMA Malang untuk membantu proses penyebaran kuisioner. Peneliti menyebarkan angket
di Alun-Alun Kota Malang, di Taman Trunojoyo Kota Malang, di Yayasan IGAMA Malang
saat ada mobile clinic dan di beberapa cafe yang ada di Kota Malang. Setelah terkumpul 70
kuisioner yang memenuhi syarat yang ditentukan sebelumnya, peneliti melakukan uji
reliabilitas. Hasil koefisien cronbach’s alpha variabel gaya hidup hedonis sebesar 0,772
(tinggi) sedangkan koefisien cronbach’s alpha variabel

kecenderungan impulse buying

sebesar 0,855 (sangat tinggi). Adapun analisis data yang digunakan peneliti adalah teknik
analisis korelasi spearman’s Rho (Sarjono & Julianita, 2011). Peneliti juga menggunakan uji
asumsi klasik yaitu uji normalitas dan uji linieritas untuk mengetahui data berdistribusi
normal atau tidak (Sarjono & Julianita, 2011).

HASIL
Uji Asumsi Klasik
A. Uji Normalitas
Peneliti menggunakan uji normalitas non-parametrik test (Sarjono & Julianita, 2011).
Hasil uji non-parametric test untuk uji normalitas kedua variabel didapatkan hasil sebesar
0,852 yang berarti data berdistribusi normal karena Asymp.Sig (2 tailed) sebesar 0,852
yang berarti lebih besar dari 0,05.
Kolmogorov-Smirnov Z
0,609
Sumber: diolah oleh peneliti

Tabel 2. Uji Normalitas
Asymp.Sig.(2-Tailed)
0,852

Keterangan
Data Berdistribusi
Normal

9

B. Uji Linieritas
Hasil dari pengujian linieritas pada kedua variabel dalam penelitian ini didapatkan
hasil pada kolom Sig. Deviation from linearity sebesar 0,004 yang berarti lebih kecil dari
0,05. Berikut tabel hasil uji linieritas.
Tabel 3. Uji linieritas
Devation from linearity

Keterangan
0,004 < 0,05 (linier)

0,004
sumber: diolah oleh peneliti

Dapat disimpulkan dari hasil yang telah didapatkan diatas bahwa hubungan antar
variabel gaya hidup hedonis dengan variabel impulse buying pakaian imitasi adalah linier.
C. Uji Hipotesis Spearman’s Rho
Berikut adalah hasil uji hipotesis berdasarkan data yang telah diperoleh di lapangan :
Tabel 4. Uji Hipotesis
Koefisien
Korelasi
(r)
0,256

Koefisien
determinan
(r2)
0,0655

Signifikansi

Keterangan

Sumbangan efektif

0,033

Sig < 0,05
(Signifikan)

6,55%

Sumber: diolah oleh peneliti
Hasil penelitian menunjukkan bahwa r = 0,256 dengan signifikansi (p) = 0,033. Hal
ini berarti ada hubungan positif yang signifikan antara gaya hidup hedonis dengan
kecenderungan impulse buying pakaian imitasi, dimana semakin tinggi gaya hidup hedonis
maka kecenderungan impulse buying terhadap pakaian imitasi

akan semakin tinggi.

Begitu pula sebaliknya, semakin rendah gaya hidup hedonis maka kecenderungan impulse
buying terhadap pakaian imitasi akan semakin rendah pula.

Nilai r2 (koefisien determinan) = 0,0655 ini menunjukkan sumbangan efektif gaya
hidup hedonis terhadap kecenderungan impulse buying pakaian imitasi sebesar 6,55%,
sedangkan 93,45% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

DISKUSI
Hasil analisis data dengan subjek penelitian pria homoseksual di Malang Raya
menunjukan bahwa terdapat hubungan antara gaya hidup hedonis dengan kecenderungan
impulse buying produk pakaian imitasi. Hal ini ditunjukan oleh koefisien korelasi sebesar

10

0,256 dengan p < 0,05. Hubungan antara gaya hidup hedonis dan kecenderungan impulse
buying produk pakaian imitasi termasuk dalam kategori rendah (r = 0,256). Angka korelasi

menunjukkan nilai positif artinya hubungan antara gaya hidup hedonis dengan
kecenderungan impulse buying terjadi searah, maka jika gaya hidup hedonis tinggi maka
kecenderungan impulse buying-pun akan tinggi. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
diterima, yaitu adanya hubungan antara gaya hidup hedonis dengan kecenderungan impulse
buying produk pakaian imitasi pada pria homoseksual di Malang Raya. Semakin tinggi gaya

hidup hedonis maka akan semakin tinggi pula kecenderungan impulse buying dan sebaliknya
semakin rendah gaya hidup hedonis maka akan semakin rendah pula kecenderungan impulse
buying.

Kecenderungan impulse buying terhadap produk pakaian imitasi yang tinggi dapat
menciptakan situasi pada individu untuk cenderung melakukan kegiatan pembelian diluar
perencanaan. Kecenderungan impulse buying terhadap produk pakaian imitasi dapat
berkembang sesuai dengan faktor yang mempengaruhi impulse buying seperti faktor
karakteristik produk, karakteristik pemasaran, karakteristik konsumen yang meliputi
kepribadian konsumen dan faktor demografis (Loudon & Bitta, 1993) serta karakteristik
situsional (Hawkins, Mothersbaugh, David & Best, 2007).
Prabowo (Sholihah & Kuswardani, 2010) menjelaskan bahwa model faktor-faktor
yang mempengaruhi kegiatan belanja yang kaitannya langsung dengan kepribadian salah
satunya adalah gaya hidup. Gaya hidup diartikan sebagai cara seseorang menggunakan waktu
yang mengacu pada aktifitas, apa yang dipertimbangkan sebagai hal yang penting di
lingkungannya, dan apa yang mereka pikirkan tentang dunia disekitarnya (Assael, 2001).
Gaya hidup yang berkaitan langsung dengan aspek kesenangan dikenal sebagai gaya hidup
hedonis. Keinginan konsumen untuk mencari kesenangan hedoniknya dalam berbelanja
sering dikaitkan dengan pembelian impulsif (Anjani, 2012).
Kecenderungan impulse buying terhadap produk pakaian imitasi pada pria
homoseksual juga berdasar pada karakteristik pria homoseksual yang sangat memperhatikan
penampilannya, berpenampilan rapi, bersih dan modis (Padang, 2012). Hal tersebut
membawa mereka pada suatu pembelian diluar perencanaan salah satunya adalah pembelian
produk pakaian imitasi. Hal ini sesuai dengan hasil kategorisasi subjek pada variabel
kecenderungan impulse buying yang rata-rata subjek berada pada kategori sedang yaitu
sebanyak 38 orang atau sekitar 54,29%.
Susianto (1993) mengungkapkan bahwa orang yang menganut gaya hidup hedonis
adalah mereka yang mengerahkan aktivitasnya untuk mencapai kenikmatan hidup. Hal ini

11

sangat berkaitan erat dengan pola hidup pria homoseksual. Kehidupan pria homoseksual
cenderung dekat dengan gaya hidup bersenang-senang dan hura-hura. Mereka lebih banyak
menghabiskan waktu diluar rumah dan berkumpul dengan teman-teman sebaya mereka. Hal
tersebutlah yang mendasari bahwa gaya hidup pria homoseksual merupakan ciri-ciri yang
terdapat dalam gaya hidup hedonis.
Kecenderungan pria homoseksual untuk merealisasikan kesenangan mereka adalah
dengan gemar mengoleksi pakaian, baik pakaian yang sedang menjadi trend, atau dari hasil
imitasi pakaian idola mereka. Hal ini bertujuan juga untuk menunjang eksistensi mereka
sebagai kelompok yang dekat dengan dunia hiburan (entertaint), tak jarang hal ini membuat
mereka terjerumus dalam pembelian di luar perencanaan (impulse buying).
Tinggi rendahnya gaya hidup hedonis dan kecenderungan impulse buying terhadap
produk pakaian imitasi pada pria homoseksual di Malang Raya dapat diketahui dari hasil
kategori subjek berdasarkan variabel gaya hidup hedonis yaitu berada pada kategori tinggi,
yaitu sebanyak 54 orang atau sekitar 77,14%. Hal ini didukung oleh faktor pendapatan subjek
yang sebagian besar mencapai Rp. 2.600.000,- sampai dengan Rp.5.000.000,- per bulan yaitu
sebanyak 43 orang atau sekitar 61,42%.
Tingginya gaya hidup hedonis yang terjadi pada pria homoseksual di Malang Raya
tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi. Kotler (Rianto, 2013) menyatakan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup hedonis seseorang terdiri atas dua faktor
yaitu faktor internal yang berasal dari dalam diri individu dan faktor eksternal yang berasal
dari luar diri individu. Adapun faktor internal yang mempengaruhi gaya hidup hedonis pria
homoseksual di Malang Raya yaitu sikap, pengalaman dan pengamatan, kepribadian, konsep
diri, motif, dan persepsi, sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi gaya hidup hedonis
pria homoseksual di Malang Raya yaitu kelompok referensi, keluarga, kelas sosial dan
kebudayaan yang dianut.
Hasil diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan Oliveros dan Lopez (2005)
yang meneliti tentang perilaku impulse buying yang dilakukan pria homoseksual di
Barranquilla city (Colombia). Hasil dari penelitiannya menunjukkan adanya perilaku
pembelian impulsif pada pria homoseksual di Barranquilla yang berpusat pada kemewahan
(ekskusivitas), pencarian fashion dan hubungan gaya hidup hedonis antara produk dan
pembelian. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan sebanyak 60% dari sampel pria
homoseksual memiliki kecenderungan impulse buying yang tinggi dengan kecenderungan
pembelian yaitu 19,4% terhadap pakaian, 12,8% terhadap parfum, 11,8% terhadap makanan
dan 10,7 % terhadap alas kaki.

12

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian ini konsisten dengan
teori-teori yang dijadikan acuan dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
adanya hubungan antara gaya hidup hedonis dengan kecenderungan impulse buying produk
pakaian imitasi pada pria homoseksual di Malang Raya.
Presentase

sumbangan

gaya

hidup

hedonis

yang

menyebabkan

terjadinya

kecenderungan impulse buying terhadap produk pakaian imitasi sebesar 6,55%, sisanya
sekitar 93,45% faktor penyebab terjadinya kecenderungan impulse buying terhadap produk
pakaian imitasi yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Adapun faktor-faktor lain yang
berpotensi mempengaruhi kecenderungan impulse buying terhadap produk pakaian imitasi
antara lain faktor karakteristik produk yang meliputi harga yang murah, ukuran kecil dan
ringan serta mudah disimpan, keterlibatan produk,karakteristik pemasaran yang meliputi
pemasangan iklan dengan tulisan diskon besar-besaran, posisi barang yang dipamerkan dan
lokasi toko yang strategis, karakteristik konsumen yang meliputi kepribadian konsumen,
keadaan emosi konsumen dan faktor demografis (Loudon & Bitta, 1993) serta karakteristik
situsional (Hawkins, Mothersbaugh, David & Best, 2007).
Hal ini selaras dengan penelitian Park, Kim, & Forney (2005), yang meneliti tentang
hubungan antara keterlibatan fashion, emosi positif, kecenderungan konsumsi hedonis, dan
mode berorientasi perilaku pembelian impuls dari mahasiswa AS. Hasil yang ditunjukan
dalam penelitian tersebut adalah keterlibatan fashion dan emosi positif secara langsung
mempengaruhi pembelian impulsif.
Hasil penelitian Anjani (2012) juga menunjukkan hal yang sama dengan penelitian
Park, Kim, & Forney (2005) bahwa fashion involvement dan hedonic consumption tendency
berpengaruh positif terhadap pembelian impulsif produk fashion di department store.

KETERBATASAN
Keterbatasan dari penelitian ini adalah peneliti tidak dapat ikut mendampingi
keseluruhan subjek penelitian saat pengisian kuisioner, dikarenakan ada beberapa subjek
penelitian yang kurang bisa membuka diri. Peneliti akhirnya mempercayakan beberapa
kuisioner penelitian pada salah satu subjek yang mengenali keseharian mereka untuk
membantu menyebarkan kuisioner. Implikasinya resiko terjadinya faking lebih besar,
sehingga dapat mempengaruhi validitas dan reliabilitas hasil penelitian.

13

DAFTAR PUSTAKA
Anjani, Ni Luh Gde Geeta. (2012). “Pengaruh Fashion Involvement, Emosi Positif dan
Hedonic Consumption Tendency Terhadap Pembelian Impulsif di Department Store”.
Jogjakrta. Tesis Program Studi Magister Manajemen Program Pascasarjana, Universitas
Atmajaya Jogjakarta.
Anonim.

(2012).

Bagaimanakah

Ciri-Ciri

Mengenali

Pria

http://www.igama.or.id/2012/11/bagaimanakah-ciri-ciri-mengenali-pria-gay/.

Gay.
Diakses

pada tanggal 1 Juni 2014 Pukul 05.11 WIB.
Assael, Henry. (2001). Consumer Behavior. 6 th. Edition. New York: Thomson-Learning.
Haq, A.A. (2013). “Pengaruh Sales Promotion Terhadap Perilaku Impulse Buying Wanita
Bekerja Pada Matahari Department Store Plaza Citra Pekanbaru”. Jurnal Jurusan Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau. Pekanbaru.

Hawkins, I. Del, Mothersbaugh, I., David, & Best, J. Roger. (2007). Consumer Behavior :
Building Marketing Strategy , 10/e. The Mc. Graw Hill Companies. Inc,. New York.

United Stated of America
Herabadi, A.G. (2003). “Buying Impulses: A Study on Impulsive Consumption”. Thesis of
University Nijmegen
Kotler, P. & Armstrong, G. (2008). Prinsip-Prinsip Pemasaran, Edisi 12. Jilid 1. Erlangga,
Jakarta.
Loudon, D. & Bitta, A. (1993). Consumer Behavior (Fourth Edition). NewYork: McGrawHil
Ngainurrohmah, A. (2013). “Peran Kecenderungan Neophilia dan Pendapatan Pribadi
terhadap Perilaku Impulse Buying Pembelian Smartphone pada Konsumen Usia
Produktif”. Jurnal Program Studi Psikologi Universitas Brawijaya. Malang.
Oliveros, M.E & Lopez V.G. (2005). “Impulsive Buying Behavior of Gay Men In
Barranquilla. An Exploratory Study In Barranquilla City (Colombia)”. International
Journal. Colombia.

Padang, J.T. (2012). “Persepsi Kaum Homoseksual Terhadap Aktivitas Seksual Yang
Beresiko Terjadi HIV-AIDS”. Tesis Fakultas Ilmu Keperawatan Program Studi Magister
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Depok
Park, Eun., Kim & Forney. (2005). “A Sructural Model of Fashion Oriented Impulse Buying
Behavior”. Journal of Fashion Marketing and Management.
Rahma, M.D. (2011). Fenomena Kaum Gay Metropolitan „Sekong‟ Tidak Selalu Sipil”
http://m.inilah.com/news/detail/1779766/sekong-tidak-selalu-sipil. Diakses pada tanggal
29 Oktober 2014 Pukul 06.32 WIB

14

Russell, B. (2004). Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Rianton, R. (2013). “Hubungan Antara Konformitas Teman Sebaya Dengan Gaya Hidup
Hedonis Pada Mahasiswa Kab.Dhamasraya di Yogyakarta”. Jurnal Fakultas Psikologi
Universitas Ahmad Dahlan. Yogyakarta.

Sander, Alex. (2013). “Case Study Of Conduct Imitates Life Style Korea In Adolescent”.
Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta . Yogyakarta

Sari, N.I.P. (2013). “Peran Gaya Hidup Hedonisme dan Locus of Control dalam Menjelaskan
Kecenderungan Shopping Addiction pada Remaja Putri di Program Studi Psikologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya. Jurnal Program Studi
Psikologi Universitas Brawijaya. Malang

Sarjono, Haryadi & Julianita, Winda. (2011). SPSS vs LISREL : Sebuah Pengantar, Aplikasi
untuk Riset. Salemba empat. Jakarta.

Sholihah, N.A & Kuswardani, I. (2011). “Hubungan Antara Gaya Hidup Hedonis Dan
Konformitas Teman Sebaya Dengan Perilaku Konsumtif Terhadap Ponsel Pada Remaja”.
Jurnal Universitas Setia Budi.Jakarta

Susianto, H. (1993). Studi Gaya Hidup Sebagai Upaya Mengenali Kebutuhan Anak Muda.
Jurnal Psikologi dan Masyarakat. Jakarta: Grasindo PT.Gramedia

Tjiptono, Fandy. (2008). Strategi Pemasaran, Edisi III, CV.Andi Offset, Yogyakarta.
Weun, S., Jones M.A., & Beatty S.E. (1998). “The Development and Validation of The
Impulse Buying Tendency Scale”. Psychological Report, 82, pp.