060 UPAYA KLIEN DALAM MEMPENGARUHI HASIL AUDIT BPK. Aplikasi

Mixed Methods: Grounded-Theory Approach dan Persamaan Struktural ANIS RACHMA UTARY YANA ULFAH MUHAMMAD IKBAL

Universitas Mulawarman

Abstract

This study aims to construct a theory that departs from field social phenomena. This phenomenon is an effort on the government officials, both central and local governments to influence the result of audit reports. This theory is built using - Grounded Theory approach, because there is no well- established theory and previous research. This study combined with a qualitative approach with grounded-theory and quantitative approach with PLS SEM approach. Informants to build a theory derived from a variety of local government officials on the island of Sumatra, Kalimantan, Java and Sulawesi. While the population and sample for the quantitative approach is derived from the financial management of local government areas in East Kalimantan and North Kalimatan. The results stated that the higher the auditee or client experience in finance and auditing, the higher knowledge of finance and methods motede - audit process, the more likely the client to manipulate the financial statements and attempting to influence the outcome of the audit. Then the variable seniority had no significant effect. Pressure leaders significantly influence the client's desire to influence the result of the audit, the higher the pressure the greater the efforts of the leadership of the client or auditee to influence the result of the audit from BPK.

Keywords: Effort of client to influence the result of the audit, audit experience of client, audit seniority, leaders preasure.

I. Pendahuluan

Sektor publik tidak luput dari tudingan sebagai sarang korupsi, kolusi, nepotisme, inefisiensi dan sumber pemborosan negara. Pemerintah sebagai salah satu organisasi sektor publik pun tidak luput dari tudingan ini, padahal organisasi sektor publik pemerintah merupakan lembaga yang menjalankan roda pemerintahan yang sumber legitimasinya berasal dari masyarakat.

Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara merupakan salah satu unsur penting dalam terciptanya akuntabilitas publik. Pemeriksa (Auditor) dalam melaksanakan pemeriksaan laporan keuangan berpedoman pada Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) dan Panduan Manajemen Pemeriksaan (PMP) serta peraturan pelaksanaan lainnya yang mengacu pada SPKN seperti: Petunjuk Pelaksanaan (Juklak), Petunjuk Teknis (Juknis) dan Buku Merah (tercantum dalam Peraturan BPK RI Nomor 01 tahun 2007 pasal 5 dan 8). Selain itu, dalam pelaksanaan tugas-tugasnya, setiap pemeriksa dan pelaksana BPK lainnya wajib mematuhi kode etik sebagaimana tercantum dalam Peraturan BPK Nomor 02 Tahun 2011 tentang Kode Etik BPK.

Integritas, objektifitas dan independensi merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan profesional seorang auditor BPK. Integritas adalah unsur karakter yang menunjukkan kemampuan seseorang untuk mewujudkan apa yang telah disanggupinya dan diyakini kebenarannya. Objektifitas berarti kejujuran dalam mempertimbangkan fakta, terlepas dari kepentingan pribadi yang melekat pada fakta yang dihadapinya. Sedangkan independensi berarti bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan dan tidak tergantung pada orang lain. Auditor dituntut selalu meningkatkan dan mengendalikan dirinya dalam berhubungan dengan auditee. Selain itu auditor diharapkan mampu memahami perilaku auditee serta membangun komunikasi dan kerjasama dengan pihak auditee.

Banyak kasus yang terjadi di Indoesia, berbagai macam upaya auditee mempengaruhi auditor untuk memperbaiki hasil audit sesuai dengan keinginan auditee (klien). Berbagai macam cara dapat dilakukan salah satunya adalah suap atau sogok (bribe). Upaya-upaya yang dilakukan oleh para auditee dalam hal ini aparat pemerintah, dipengaruhi oleh berbagai motivasi, salah satunya adalah keinginan untuk terhindar dari tuduhan penyalahgunaan keuangan atau ingin memperoleh prestasi yang baik (opini WTP).

Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi harapan klien atas kebijakan audit antara lain pendidikan dan pengalaman auditor, pengalaman auditee, hubungan baik dengan auditor, adanya jasa non audit yang diberikan oleh auditor, beberapa variabel ini bisa berpengaruh positif maupun negatif (Budiyanto, dkk. 2005; Mulyaningsih dan Budyanto, 2006, serta Iyer dan Rama, 2004). Namun dalam penelitian ini, lebih mengarah pada proses audit oleh KAP dan menggunakan hanya satu ukuran, yaitu upaya klien untuk mempengaruhi akun tertentu.

Proses audit melibatkan minimal dua pihak, yaitu auditee dan auditor. Dalam pelaksanaan audit tentu terjalin sebuah hubungan komunikasi dan kemungkinan muncul sebuah hasil negosiasi. Dalam hubungan negosiasi ini kadang muncul keinginan auditee atau klien untuk mempengaruhi kebijakan audit yang dilakukan auditor. Penelitian mengenai kekuasaan relatif didalam hubungan auditor dengan klien merupakan topik yang penting, karena kekuasaan relatif dari kedua pihak ini merupakan faktor utama yang menentukan hasil negosiasi (Iyer dan Rama, 2004). Beberapa penelitian terdahulu telah meneliti proses negosiasi antara auditor dengan klien dari sudut pandang auditor (Gibbins et. al., 2001; Salterio dan Koonce, 1997).

Di Indonesia, penelitian tentang proses negosiasi antara auditor BPK dengan aparatur pemerintah sebagai auditee dalam menentukan audit judgment dari sudut pandang auditee, belum pernah ada yang meneliti. Oleh karena itu, penelitian tentang proses negosiasi antara auditor BPK dengan aparatur pemerintah sebagai auditee dalam menentukan audit judgment dari sudut pandang auditee perlu dilakukan di Indonesia. Penelitian ini akan menggali variabel dependen dalam hal ini adalah keinginan aparatur pemerintah sebagai auditee dalam mempengaruhi kebijakan audit oleh auditor BPK dengan menggunakan Grounded-Theory.

Variabel Independen dalam hal ini keinginan aparatur pemerintah sebagai auditee dalam mempengaruhi kebijakan audit oleh auditor BPK belum ada penelitian terdahulu, sehingga dibutuhkan sebuah kerangka teori yang kuat melalui penggalian informasi dari fenomena yang ada. Secara kuantitatif, penelitian ini akan menguji hipotesis, pengaruh berbagai variabel yang dapat mempengaruhi keinginan klien dalam mempengaruhi hasil audit dengan berpijak dari beberpa penelitian sebelumnya yaitu penelitian Iyer dan Rama (2004), Budiyanto dkk. (2005) dan Mulyaningsih dan Budyanto (2006).

II. Kerangka Teori dan Pengembangan Hipotesis

2.1. Grounded-Theory

Penelitian grounded yang ditokohi Glaser dan Strauss pada tahun 1967 di Amerika Serikat dan berikutnya diperkenalkan di Indonesia oleh Schiegel, merupakan jenis penelitian yang tidak bertolak dari teori, tetapi berangkat dari data-data faktual lapangan. Data-data tersebut diproses menjadi teori berdasarkan metode berpikir deduktif. Penelitian grounded dari dunia empiris, bukan dari hal yang konseptual dan abstrak, karena penelitian grounded menekankan pada lahirnya teori berdasarkan data empiris dan realitas sosial.

Grounded theory merupakan prosedur peneltian kualitatif yang sistematik, dimana peneliti membangun suatu teori yang menerangkan konsep, proses, tindakan, atau interaksi mengenai suatu topik pada level konseptual yang luas. Sesuai dengan nama yang disandangnya, tujuan dari Grounded Theory adalah teoritisasi data dan fenomena sosial. Teoritisasi adalah sebuah metode penyusunan teori yang berorientasi tindakan/interaksi, karena itu cocok digunakan untuk penelitian terhadap perilaku.

Glaser dan Strauss (1967) menyatakan bahwa metode grounded theory dibawah payung paradigma post-positivistik-naturalistik merupakan metode penelitian kualitatif yang menggunakan sejumlah prosedur sistimatis guna membangun teori substantif tentang suatu fenomena yang disusun secara induktif. Temuan penelitiannya merupakan rumusan teori tentang realitas yang di teliti, bukan sekedar sejumlah tema yang kurang berkaitan.

Penelitian ini tidak bertolak dari suatu teori atau untuk menguji teori (seperti paradigma penelitian kuantitatif), melainkan bertolak dari data menuju suatu teori. Untuk maksud itu, yang diperlukan dalam proses menuju teori itu adalah prosedur yang terencana dan teratur (sistematis). Pendekatan grounded theory menyusun teori berdasarkan data (empiris) lapangan, dengan alasan, sebagai berikut: (a) Tidak ada teori apriori yang mampu mencakup kenyataan yang berbeda-beda dalam

kehidupan manusia; (b) Peneliti sebagai instrumen penelitian tahu persis apa yang terjadi di lapangan dan ia mempercayai apa yang dilihatnya, oleh karena itu peneliti seoptimalnya bersikap netral;

(c) Teori dasar lebih dapat responsif atau lebih sesuai dengan nilai-nilai kontekstual. Data yang diperoleh secara induktif bukan dimaksud untuk menguji hipotesis, tetapi untuk melakukan abstraksi berdasarkan data yang telah dikumpulkan yang saling (c) Teori dasar lebih dapat responsif atau lebih sesuai dengan nilai-nilai kontekstual. Data yang diperoleh secara induktif bukan dimaksud untuk menguji hipotesis, tetapi untuk melakukan abstraksi berdasarkan data yang telah dikumpulkan yang saling

2.2. Pengembangan Teori Upaya Klien untuk mempengaruhi Hasil Audit BPK

dengan menggunakan pendekatan Grounded-Theory

2.2.1. Metode Grounded-Theory

Dalam grounded theory yang biasa disebut dengan istilah “coding” berarti membuat deskripsi dan interpretasi. Dalam koding terdapat empat kegiatan, yaitu: pe- label -an, pemilihan, pencatatan dan secara garis besar proses koding diawali dengan pe- label -an fenomena diskrit sesuai dengan “isi dan makna”nya atau memberi “notasi” sesuai dengan “konotasi”nya (Sudaryono, 2009). Tahap awal ini kemudian dilanjutkan dengan kegiatan pemilahan mengacu pada perbandingan ciri label dengan label yang lain untuk menentukan pengelompokan berdasar pada ciri kombinasi dan urutannya.

Kegiatan pencatatan merupakan produk penulisan coding yang masih bersifat terbuka sebagai bahan refleksi dan abstraksi. Kegiatan pematraan mengacu pada abstraksi ciri hubungan dalam satuan label guna memahami dimensi sistemiknya. Tahap ini dinamakan open coding (pengkodean berbuka) yang berarti proses menguraikan, memeriksa, membandingkan, mengkonsepkan, dan mengkategorikan data.

Pada tahap berikutnya dilakukan axial coding (pengkodean berporos) yang mengacu pada kegiatan mendudukkan dan memetakan data berdasarkan hasil pengkodean berbuka, dengan membuat kaitan antar kategori. Dalam melakukan pengkodean berporos dilakukan dengan cara memanfaatkan “paradigma koding” (coding-paradigm). Berdasar pada hasil pengkodean berporos, tahap selanjutnya adalah selective coding (pengkodean berpilih), yang berarti melakukan proses pemilihan kategori inti, mengkaitkannya terhadap kategori lainnya secara sistimik. (Basrowi dan Suwandi, 2008).

2.2.2. Proses Pengembangan Teori

Pada proses Induksi ada empat tahapan utama dalam membangun pengetahuan lokal dari lapangan, yaitu [1] koding, [2] konsep, [3] kategori, [4] teori.

Teori Substantif

Kate-

Kate- gori

Kon- Kon-

Kon- Kon- sep

Mekanisme Pengembangan Teori dengan Grounded-Theory (Dikembangkan dari Strauss & Corbin,1990 & Sudaryono, 2009)

1) Koding (codding)

Koding adalah proses menemukan, menamai dan menyusun sampel teoritik berupa situasi sosial di lokus penelitian, berdasar pada sifat dan ukuran dalam rentang dimensionalnya. Tahapan koding merupakan tahapan yang paling membosankan, karena menyangkut sedemikian banyak fenomena diskrit yang ditemui di lapangan, dikaitkan dan dibandingkan satu dengan yang lain secara terus menerus untuk kemudian diabstraksikan dalam bentuk konsep yang padat makna. Prosedur ini sangat membantu memberikan ketepatan dan kekhasan sebuah konsep dalam teoritisasi data (Setioko, 2011).

Berbagai situasi sosial yang ditemui dilapangan akan dipaparkan dalam pembahasan yang berkaitan dengan pengembangan teori upaya dan keingnan klien atau auditee dalam hal ini adalah aparatur pemerintah untuk mempengaruhi hasil audit BPK.

Sebagai informasi awal dalam rangka mengumpulkan berbagai situasi sosial kami melakukan wawancara dengan beberapa informan dari Aparat Pemerintah daerah:

“.....secara formal kami komunikatif dengan auditor dan kooperatif lah, ya artinya di depan mendukung proses audit, namun secara teknis, jujur sih paling banyak kami memberikan sesuatu berupa uang kes, itupun secara sembunyi-sembunyi, itu paling banyak sebenarnya.....namun teman-teman di beberapa dinas bahkan ada yang ngajak karaoke atau ke zona atau muse (nama club malam di salah satu kota)....ada juga yang kasih tiket pulang lebaran, ada juga yang berani cegat di bandara dengan menunjukan parang lho mas, pilih uang atau parang, ini semacam teror aja sih.... kamaren kan di sana (menunjukkan salah satu kabupaten) gedung PU dibakar, itukan gudang arsip, semua arsip proyek, ludes.....”

Apa sebenrnya tujuan dari klien atau aparat pemerintah melakukan hal-hal demikian, peneliti melakukan wawancara untuk menggali informasi apa sebenarnya tujuan dari aparat melakukan semua itu:

“.....intinya sih pengen hasil audit yang bagus, trus kitakan tau kesalahan kita apa aja, nah sebaiknya kesalahan kita jangan diungkap, trus tujuan utamakan dapet WTP, karena pak Walikota kan ngejar-ngejar WTP nih......”

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, sudah bisa diidentifikasi secara tersirat beberapa upaya yang dilakukan aparat untuk mempengaruhi hasil audit. Berikut secara rinci, akan dibahas berbagai fenomena sosial tersebut dengan menggunakan wawancara dengan beberapa informan lainnya.

a) Upaya memberikan uang atau barang kepada Auditor

Kosakata yang menunjukkan praktik penyuapan sangat banyak. Dalam bahasa Inggris dikenal istilah bribe (suap), graft (pelicin), embezzlement (sogok), atau fraud (penggelapan). Dengan demikian dapat dipastikan bahwa masalah suap bukan hanya di Indonesia atau di negara-negara berkembang, tetapi juga terdapat di negara-negara maju. Yang menjadi masalah ialah bahwa suap di Indonesia sudah memiliki akar budaya yang demikian dalam.

Di dalam bahasa Indonesia, kosakata selain suap sangat banyak. Tetapi yang tampaknya paling memiliki akar budaya adalah istilah upeti, berasal dari kata utpatti Di dalam bahasa Indonesia, kosakata selain suap sangat banyak. Tetapi yang tampaknya paling memiliki akar budaya adalah istilah upeti, berasal dari kata utpatti

Banyak kasus di dunia bahkan di Indonesia upaya penyuapan untuk berbagai tujuan, kasus penyuapan SKK Migas misalnya, ada tujuan yang diharapkan penyuap, agar target produksi kementrian ESDM disetujui oleh DPR. Penyuapan oleh Artalita Suryani misalnya menyuap Jaksa Urip Gunawan dalam rangka untuk membebaskan tersangka kasus BLBI. Penyuapan Hambit Bintih terhadap Hakim Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dalam upaya mempengaruhi hasil putusan pengadilan sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas.

Belum lagi kasus suap impor daging sapi. Kasus ini cukup memprihatinkan di tengah usaha pemerintah menggalakkan swasembada pangan. Kasus dugaan korupsi dalam pemberian kuota impor daging sapi mencuat setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Ahmad Fathanah dengan barang bukti satu miliar rupiah.

Dari sekian banyak bentuk penyuapan atau penyogokan, salah satunya adalah menyuap Auditor BPK dalam upaya mempengaruhi hasil audit sesuai dengan keinginan klien dalam hal ini adalah aparat pemerintah daerah. Berikut wawancara peneliti dengan pegawai bagian keuangan Kabupaten X dengan menggunakan bahasa Daerah.

“....biasa leh, ada jua tuh sida yang ndak pitis, biasanya kami mberi dalam oto, andak bawah jok sida, kendia sopir yang mberi tahu bahwa ada titipan dibawah jog oto....pernah jua tegak tu, ....jarang kami mberi langsung, ndik nyaman kan dengan sida, atau kami belikan oleh-oleh khas kaltim, tegak amplang atau lempk durian, nah dalam kotak tuh ada kami andaq pitis disitu, kan ndik ketahuan....tegak itu maha leh....”

Fenomena seperti hal di atas kerap terjadi, khususnya dibeberapa daerah yang memiliki banyak kesalahan dalam penggunaan APBD, sehingga aparat melakukan berbagai upaya dalam mempengaruhi hasil audit agar sesuai dengan harapan auditee.

Informan di atas menjelaskan bahwa hal itu sudah biasa terjadi, bahwa ada juga para auditor yang mau uang, biasanya aparat memberi dalam mobil, ditempatkan di bawah tempat duduk, setelah itu sopir yang meberi tahu bahwa ada titipan, jarang mereka memberi secara langsung. Bahwa ada pula kasusnya mereka memasukan uang dalam kotak oleh-oleh khas Daerah, sehingga para penerima akan dengan mudah menerima uang tanpa adanya upaya penolakkan.

Namun demikian tidak semua auditor BPK yang bisa diintervensi, sebagian besar menolak diberikan uang atau di suap.

“...wah sulit mas, gak bisa...kita pernah coba gak mau dia, jangankan untuk diberikan uang, diajak makan aja gak mau, bahkan berkomunikasi aja agak sulit dengan mereka...”

Dapat disimpulkan bahwa, ada beberapa klien yang mencoba untuk mempengaruhi hasil audit dengan cara menyuap auditor. Ada beberapa yang berhasil namun banyak pula yang tidak berhasil, ini tergantung dari integritas auditornya.

b) Upaya mengintervensi Auditor dengan cara memberikan pendapat terhadap akun tertentu

Biasanya klien sudah mengetahui dengan benar dmana saja letak kesalahan atau kekeliruan yang dilakukan. Dengan demikian klien mancoba untuk melakukan intervensi terhadap hasil audit. Berbagai macam akun dalam laporan keuangan pemerintah daerah yang tentunya banyak penyelewengan atau salah saji oleh para penatausahaan keuangan pemerintah daerah.

Berikut ringkasan hasil wawancara dengan informan dari salah satu pejabat bagian keuangan di pemerintah Kabupaten di provinsi Jawa Timur.

“....yang menjadi masalah saat ini adalah pencatatan aset pemerentah mas,... kita kadang kala mengalami kendala dalam hal mengakui hak atas tanah milik pemkab, tapi ternyata itu tanah milik provinsi, sementara ada bangunan pemkab yang beridiri di atasnya, sehingga kita mencoba memberitahu kepada temen-temen BPK bahwa sulit untuk mencatat kepemilikian aset, karena blom ada hibah resmi dari Suroboyo (pemrov Jatim), jadi kita ajarin temen-temen BPK bahwa nyatat-ne gini..gitu..., supaya mereka bisa bantu lah....”

Dalam hal ini aparat mencoba menjelaskan bagaimana mengecoh catatan atas aset yang kepemilikannya belum jelas, kadang kala metode pencatatannya tidak menggunakan prosedur akuntansi yang benar. Pemda kadangkala sudah mengakui tanah tersebut sebagai aset pemda, namun tidak ada hak kepemilikan atas tanah tersebut.

Demikian pula dengan adanya temuan yang berkaitan dengan besaran honor belanja langsung maupun tidak langsung. Kadangkala aparat mencoba membujuk auditor untuk melewatkan pemeriksaan atas laporan realisasi belanja langsung dan tidak Demikian pula dengan adanya temuan yang berkaitan dengan besaran honor belanja langsung maupun tidak langsung. Kadangkala aparat mencoba membujuk auditor untuk melewatkan pemeriksaan atas laporan realisasi belanja langsung dan tidak

“....yang sulit iku masalah besaran honor mas, moso kita kasih kepala Badan honor kecil, sementara standar biayakan gak segitu, makanya kita akalin dengan membuatkan SK Kepala Daerah atau SK kepala Dinas supaya ada dasar hukum pemberian honor yang agak tinggi...”

Hal lain yang bisa dilakukan adalah adanya pengeluaran yang tidak ada akun-nya. Ini juga biasa dilakukan dengan cara membuat akun baru, yang tidak sesuai dengan standar akuntansi pemerintahanan.

c) Upaya memberikan fasilitas perjalanan untuk keperluan pribadi auditor

Faktor reward atau imbalan berupa hadiah maupun sanksi ataupun punishment yang diterima auditor dalam melakukan pemeriksaan bisa saja mempengaruhi independensi auditor dalam memberikan opini atas hasil audit. Reward yang diterima oleh auditor BPK kadang kala tidak mencukupi untuk kebutuhan hidupnya, sehingga dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya kadangkala auditor melakukan hal-hal yang melanggar etika.

Berikut hasil wawancara dengan salah satu informan dari Pemerintah Kota di Kaltim. “.....secara tersurat sih mereka gak bilang, tapi secara tersirat ngomong gini - ...... saya ini mau pulang kampung, minggu depan kebetulan mulai puasa, sekeluarga, pusing begini tanggal tua, tiket pesawat mahal lagi-....nah dengan bgitu kami sebenarnya paham apa maksud mereka, ya terpaksa kami siapkan tiket pesawat PP 4 orang, yang penting hasil audit beres.....”

Ini adalah salah satu bentuk dari permintaan fasilitas yang terselubung dari auditor, ini nyata dan benar-benar terjadi. Bentuk pemberian fasilitas perjalanan kepada auditor merupakan salah satu bentuk upaya klien mempengaruhi hasil audit.

Kadangkala juga permintaan seperti itu datang dari Klien, biasanya klien meminta semua tiket auditor untuk diganti uang tiketnya, ada beberapa auditor yang mau memberikan, namun ada pula auditor yang tidak mau memberikan, karena ini wujud dari pelanggaran independensi auditor khususnya auditor BPK. Independensi Kadangkala juga permintaan seperti itu datang dari Klien, biasanya klien meminta semua tiket auditor untuk diganti uang tiketnya, ada beberapa auditor yang mau memberikan, namun ada pula auditor yang tidak mau memberikan, karena ini wujud dari pelanggaran independensi auditor khususnya auditor BPK. Independensi

d) Menyediakan staf khusus yang membantu Auditor

Pemberian staf khusus biasanya dilakukan dalam upaya mendampingi auditor dalam melakukan proses audit. Berbagai macam tujuan yang dicapai dengan menggunakan modus operandi ini, dalam hal ini adalah mencoba mempengaruhi hasil audit melalui tangan staf yang diperbantukan, atau malah memberikan gratifikasi personal melalui staf yang berlainan jenis kelamin. Sebagai contoh auditor laki-laki diberikan staf wanita cantik dalam upaya menganggu konsentrasi auditor. Berikut hasil wawancara dengan salah satu informan dari salah satu pengelola keuangan dari Kabupaten di Sulawesi Utara.

“....jadi begini, auditor itukan manusia juga, kadang kala mereka akan luluh klo dengan cewek cantik, nah itulah yang kita pergunakan, bahkan kadang mereka mengajak si cewek untuk makan bersama, paling tidak ini usaha kita supaya diberikan opini yang baik atas hasil audit....” Penyediaan bantuan staf ini sedikit banyak akan berdampak terhadap

independensi auditor, bisa berdampak positif karena akan membantu kerjanya proses audit, namun disisi lain akan menganggu auditor, namun secara manusiawi dinikmati oleh auditor.

e) Menyediakan fasilitas Hiburan bagi Auditor

Fasilitas hiburan bahkan hiburan malam adalah salah satu kebutuhan hedonis masyarakat, khususnya masyarakat perkotaan. Begitu pula auditor, tidak menutup kemungkinan bisa menerima, atau bahkan meminta untuk disediakan fasilitas hiburan malam untuk memenuhi keputusan pribadinya. Berikut hasil wawancara dengan salah satu staf keuangan di pemerintah Kota di Jawa Barat.

“....wah pernah, kami buka meja, ya ikut lah....ternyata mereka suka juga, mungkin karena kebetulan ke luar daerah dan mereka auditor dari pusat... ” Walau sebagain kecil menggunakan pemberian fasilitas ini, namun tidak banyak

auditor yang mengikutinya, karena akan sulit mempengaruhi diri auditor tidak sebanding dengan penambahan fee audit. Hiburan sebatas hiburan tidak banyak mempengaruhi hasil audit. Berikut wawancara dengan salah satu informan dari pulau Sulawesi.

“....memang walau mereka ikut hiburan, tapi sulit mereka mau ikut aturan kita, mereka tetap menggunakan instrumen audit sebenarnya dan tidak terganggu independensinya....”

f) Menyediakan sampel audit yang terbaik dan pilihan

Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan. Cukup atau tidaknya bukti audit berkaitan dengan, antara lain desain dan ukuran sampel audit. Ukuran sampel yang diperlukan untuk menghasilkan bukti audit yang cukup tergantung pada tujuan dan egisiensi sampel.

Untuk tujuan tertentu, efisiensi sampel berhubungan dengan desainnya. Suatu sampel akan lebih efisien daripada yang lain jika sampel tersebut dapat mencapai tujuan yang sama dengan ukuran sampel yang lebih kecil. Secara umum, desain yang hati-hati akan menghasilkan sampel yang lebih efisien.

Auditor dalam melakukan audit menggunakan sampel yang efisien, namun kadangkala klien menyediakan sampel yang terbaik, sehingga tidak menggambarkan bukti sebenarnya. Berikut hasil wawancara dengan salah seorang klien dari staf pengelola keuangan pemkot di salah satu provinsi di Sumatera.

“.....kami biasanya menyediakan bahan-bahan bukti yang diminta yang terbaik saja, sementara yang buruk kami simpan, namun kadang kala auditor minta secara acak, nah ini yang bikin kami bingung......” Salah satu upaya tersebut tidak sepenuhnya berhasil, karena auditor

menggunakan sampel acak. Sampling audit dapat diterapkan baik untuk melakukan pengujian pengendalian, maupun pengujian substantif. Meskipun demikian, auditor biasanya tidak menerapkan sampling audit dalam prosedur pengujian yang berupa pengajuan pertanyaan atau tanya jawab, observasi, dan prosedur analitis. Sampling audit banyak diterapkan auditor dalam prosedur pengujian yang berupa vouching, tracing, dan konfirmasi. Sampling audit jika diterapkan dengan semestinya akan dapat menghasilkan bukti audit yang cukup, sesuai dengan yang diinginkan standar pekerjaan lapangan yang ketiga.

g) Menghilangkan bukti audit

Sebagian besar pekerjaan auditor independen dalam rangka memberikan pendapat atas laporan keuangan terdiri dari usaha untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti audit. Ukuran keabsahan (validity) bukti tersebut untuk tujuan audit tergantung Sebagian besar pekerjaan auditor independen dalam rangka memberikan pendapat atas laporan keuangan terdiri dari usaha untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti audit. Ukuran keabsahan (validity) bukti tersebut untuk tujuan audit tergantung

Kadang kala untuk mempengaruhi hasil audit, klien mencoba menghilangkan bukti audit atau mencoba mengalihkan bukti audit. Berikut ini hasil wawancara dengan informan dari salah satu staf keuangan bagian Keuangan di pemerintah Kabupaten di Jawa Tengah.

“...memang jarang sih, tapi pernah....entah disengaja atau tidak, dulu kan gudang arsip PU ludes terbakar, padahal disitu semua bukti audit tersimpan, ya bebas dari pemeriksaan....tapi ini riskan, jarang dilakukan, paling-paling kami buat seolah-olah terjadi pencurian, sehingga sebagian berkas atau laptop hilang...” Menghilangkan bukti audit juga pernah dilakukan oleh lembaga tinggi negara

Mahkamah Agung, atas laporan kasus biaya perkara di MA. Audit BPK atas biaya perkara di MA, baru akan digelar awal 2008 lalu. Penundaan ini dinilai bisa menjadi upaya menghilangkan barang bukti dan manipulasi laporan keuangan. Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch, Fahmi Badoh sempat menyatakan: sumber (detik.com).

"Terlihat betul ada penghindaran oleh MA. Bisa jadi ada upaya untuk menghilangkan barang bukti. Memanipulasi laporan keuangan bisa saja terjadi, perdamaian antara kedua lembaga negara itu belum bisa menyelesaikan masalah. Apalagi jika MA terus mengulur-ulur pelaksanaan audit, kan nggak cukup dengan berdamai jika audit tidak juga terlaksana. Harus dibedakan persoalan publik dengan persoalan elit..." ICW mengkhawatirkan substansi PP Tata Cara Pengelolaan Biaya Perkara di

Pengadilan yang digagas MA. PP yang disebut MA bakal jadi payung hukum penanganan biaya perkara itu dinilai hanya akan menguntungkan MA. Fahmi Badoh juga melanjutkan:

"Saya khawatir, PP itu nanti hanya jadi alat justifikasi praktek-praktek yang bertentang dengan tertib anggaran. PP ini bisa saja disiasati," "Saya khawatir, PP itu nanti hanya jadi alat justifikasi praktek-praktek yang bertentang dengan tertib anggaran. PP ini bisa saja disiasati,"

Tekanan manajemen klien seringkali terjadi pada situasi konflik antara auditor dengan klien. Situasi konflik terjadi ketika auditor dengan klien berada pada dua pihak yang saling berlawanan yaitu tidak sependapat hasil pelaksanaan pengujian laporan keuangan. Maka hal yang dilakukan klien dengan mempengaruhi dan memaksa auditor untuk melakukan tindakan yang melanggar standar audit sesuai dengan keinginannya, termasuk dalam pemberian opini yang tidak sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya. Jika dalam menghadapi hal seperti ini, biasanya terjadi sebuah adu argumen dan tidak jarang cara intimidasi kekerasan dilakukan.

“....ini cerita teman, pernah mereka lakukan pencegatan di bandara terhadap auditor tersebut, bahkan diancam parang, pilih uang atau pilih parang, akhirnya auditor mengalah dan merubah hasil audit...” Independensi auditor luntur pada situasi konflik. Situasi konflik semakin

meruncing ketika klien mulai melakukan intervensi pada proses audit sehingga akan mempengaruhi opini auditor atas laporan keuangan historis. Jika dilihat dari aspek sektor private M. Van Dijk (n.d.) menyatakan auditor KAP besar (big six) cenderung lebih jarang menyerahkan pada tekanan manajemen apabila terdapat publikasi laporan keuangan auditee, kondisi keuangan auditee bermasalah, dan risiko take over auditee yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan apabia auditor bersedia untuk menyerahkan pada intervensi klien dan mengikuti keinginan klien, maka resiko litigasi atas audit yang yang tidak benar akan sangat tinggi.

2) Konsep dan Kategori

Langkah berikutnya adalah merangkai sebuah konsep. Konsep merupakan komponen utama pembentuk sebuah teori. Konsep adalah abstrak, entitas mental yang universal yang menunjuk pada kategori atau kelas dari suatu entitas, kejadian atau hubungan. Istilah konsep berasal dari bahasa latin conceptum, artinya sesuatu yang dipahami. Aristoteles dalam "The classical theory of concepts" menyatakan bahwa konsep merupakan penyusun utama dalam pembentukan pengetahuan ilmiah dan filsafat pemikiran manusia. Konsep merupakan abstraksi suatu ide atau gambaran mental, yang dinyatakan dalam suatu kata atau simbol. Konsep dinyatakan juga sebagai bagian dari pengetahuan yang dibangun dari berbagai macam kharakteristik (Setioko, 2011).

Sebuah konsep muncul karena dibangun bukan muncul dengan sendirinya, namun muncul dari berbagai rangkaian dari berbagai fenomena yang dibangun dari tahapan coding. Berdasarkan berbagai coding yang menggambarkan berbagai realitas dan fenomena sosial di lapangan, maka dapat disusun sebuah konsep yang berkaitan dengan upaya mempengaruhi hasil audit:

a) Upaya memberikan uang atau barang kepada Auditor. Pemberian uang atau barang atau berupa material lain, akan mendorong auditor BPK berperilaku melanggar independensinya. Secara konsepsional, auditor yang memperoleh audit fee yang kecil atau murah dari BPK, maka untuk memenuhi kebutuhannya, kemungkinan auditor akan menerima pemberian dari auditee tersebut.

b) Upaya mengintervensi Auditor dengan cara memberikan pendapat terhadap akun tertentu. Meberikan pendapat terhadap akun tertentu sedikit banyak akan mempengaruhi pendapat auditor, apalagi beberapa auditor kurang memahami kasus atau transaksi tertentu yang berkaitan dengan belanja dan pendapatan di pemerintah daerah.

c) Upaya memberikan fasilitas perjalanan untuk keperluan pribadi auditor. Tidak jauh berbeda dengan pemberian uang atau barang, pemberian fasilitas perjalanan kepada auditor bisa mempengaruhi hasil audit, apalagi auditor benar-benar membutuhkan biaya perjalanan dinas, maka upaya tersebut akan berhasil mempengaruhi hasil audit.

d) Menyediakan fasilitas Hiburan bagi Auditor. Pemberian fasilitas hiburan salah satu upaya dalam mempengaruhi hasil audit. Memang berdasarkan hasil wawancara, metode ini tidak terlalu banyak memberikan efek dalam mempengaruhi hasil audit, namun demikian hal ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan auditee.

e) Menyediakan sampel audit yang terbaik dan pilihan. Sudah menjadi sifat manusia bahwa hanya akan memberikan sampel audit yang terbaik, karena akan memberikan pengaruh terhadap hasil audit. Namun hasil ini masih bisa diatasi oleh auditor dengan cara audit sampling sehingga dapat secara acak menggunakan bukti audit.

f) Menghilangkan bukti audit. Ini merupakan cara extrem dalam menghadapi auditor, namun demikian kalau sampai ketahuan akan memasuki ranah pidana. Penghilangan bukti audit akan berpengaruh terhadap hasil audit, apalagi yang dihilangkan adalah bukti-bukti transaksi yang bermasalah.

g) Memberikan efek teror kepada auditor. Pemberian efek teror juga merupakan cara extrem dalam mempengaruhi hasil audit. Namun upaya-upaya seperti ini jarang g) Memberikan efek teror kepada auditor. Pemberian efek teror juga merupakan cara extrem dalam mempengaruhi hasil audit. Namun upaya-upaya seperti ini jarang

3) Teori

Agar kredibel, sebuah teori harus memiliki “kekuatan penjelasan (explanatory power )”, dengan keterkaitan antar konsep dan kategori, serta kekhususan, kategori berhubungan satu sama lain dan berkaitan erat dengan data. Dalam penelitian Grounded Theory , yang dimaksud dengan teori adalah penjelasan atau pemahaman yang abstrak tentang suatu proses mengenai sebuah topik substantif yang didasarkan pada data. Ada dua jenis teori yang dihasilkan dalam grounded research, yaitu teori substantive dan teori formal (Daymondan Holloway, 2008:195). (a) Teori substantive muncul dari kajian terhadap kondidi sosial yang nyata seperti

menejemen hubungan konsumen, praktik professional, hubungan gender, kepemimpinan, atau komunikasi internet. Karena teori ini menyajikan hubungan yang mendekati realitas empirisnya, maka teori ini sangat berguna bagi para peneliti diarena bisnis atau professional.

(b) Teori formal dikembangkan dari teori substantive. Teori ini dihasilakn dari berbagai

situasi dan latar yang berbeda-beda, bersifat konseptual dan memiliki generalitas yang tinggi.

Berdasarkan koding-koding yang telah dikumpulkan berdasarkan berbagai fenomena sosial, kemudian disusunkan konsep lalu kemudian disusun sebuah kategori hingga akhirnya dibuat sebuah rumusan teori, yang berkaitan dengan upaya mempengaruhi hasil audit BPK, maka dapat disusun sebuah teori sebagai berikut:

“Sistem audit pada pemerintah yang mengharuskan adanya interaksi antara auditee dalam hal ini adalah aparat pengelola keuangan dengan auditor BPK memunculkan sebuah komunikasi. Ruang komunikasi ini digunakan oleh auditee untuk mempengaruhi hasil audit, dengan tujuan menghindari dari tindakan hukum dan memperoleh prestasi dalam pengelolaan keuangan negara dan daerah”.

Upaya mempengaruhi hasil audit ini memiliki berbagai dimensi pengukur dan berbagai macam upaya antara lain:

a) Upaya memberikan uang atau barang kepada Auditor

b) Upaya mengintervensi Auditor dengan cara memberikan pendapat terhadap akun tertentu

c) Upaya memberikan fasilitas perjalanan untuk keperluan pribadi auditor c) Upaya memberikan fasilitas perjalanan untuk keperluan pribadi auditor

e) Menyediakan sampel audit yang terbaik dan pilihan

f) Menghilangkan bukti audit

g) Memberikan efek teror kepada auditor

2.3. Pengembangan Hipotesis

a) Pengalaman Audit Klien - keinginan klien untuk mempengaruhi hasil audit

Kadangkala para pengelola keuangan di Pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah, sebelumnya pernah memiliki pengalaman audit, baik pada audit sektor private maupun audit sektor publik, baik di Internal Audit atau bahkan pernah sebagai Auditor BPK. Pengalaman ini sedikit banyak akan memberikan dampak terhadap pengatahuan akan metode-metode audit yang dilakukan oleh BPK.

Penelitian Gibson et. al., (2001) menyatakan bahawa CFO (Chief Financial Officer ) serta para pejabat lain yang telah bekerja sebagai auditor di KAP, lebih besar kemungkinannya untuk mengetahui metode-metode audit dan proses negosiasi antara klien dengan auditor. Keahlian didalam akuntansi dan negosiasi adalah suatu faktor yang penting bagi proses dan hasil negosiasi. Penelitian Pasewark dan Wilkerson (1989) menyatakan bahwa pegawai klien yang pernah bekerja di KAP lebih besar kemungkinannya untuk mengetahui standar auditing dan proses audit.

Pengetahuan klien mengenai pekerjaan dari proses audit yang demikian dapat membantu klien di dalam negosiasi dengan auditor. Penelitian Iyer dan Rama (2004) menunjukkan hasil yang berbeda. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengalaman audit klien tidak berpengaruh terhadap keinginan klien untuk mempengaruhi kebijakan audit.

Berdasarkan beberapa temuan dari penelitian tersebut dapat gambarkan dapat pula berlaku pada audit sektor publik bahwa pegawai negeri atau klien yang pernah bekerja di berbagai lembaga pemeriksa pemerintah lebih besar kemungkinannya untuk mengetahui standar auditing dan proses audit. Berdasarkan uraian di atas, dapat dibuatkan hipotesis sebagai berikut:

H 1 : Pengalaman audit klien berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap upaya klien untuk mempengaruhi hasil audit.

b) Tingkat Senioritas Auditor – Keinginan Klien untuk Mempengaruhi Hasil Audit

Usia, tingkat pendidikan dan penglaman Auditor dapat dijadikan sebagai tolok ukur senioritas auditor, khususnya auditor BPK dapat memberikan efek negatif terhadap intervensi klien dalam hal ini aparat pemerintah dalam mempengaruhi hasil audit, semakin senior seorang auditor BPK maka kemungkinan intervensi semakin rendah. Dalam hal ini ada sebuah persaan segan atau takut dari klien dalam mengintervensi atau memperngaruhi hasil temuan audit.

Penelitian Iyer dan Rama (2004) menyatakan bahwa tingkat senioritas auditor yang lebih tinggi daripada klien, mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap keinginan klien untuk mempengaruhi kebijakan audit. Ini berarti bahwa klien yang diaudit oleh auditor yang lebih senior dari pada mereka (klien), tidak merasa yakin bahwa mereka (klien) dapat mempengaruhi kebijakan audit. Penelitian Iyer dan Rama (2004) menyatakan bahwa jenjang pendidikan auditor yang lebih tinggi daripada klien, mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap keinginan klien untuk mempengaruhi kebijakan audit. Ini berarti bahwa klien yang diaudit oleh auditor yang pendidikannya lebih tinggi dari pada mereka (klien), tidak merasa yakin bahwa mereka (klien) dapat mempengaruhi kebijakan audit

Penelitian Iyer dan Rama (2004) menyatakan bahwa pengalaman audit yang dimiliki auditor yang lebih lama daripada klien, mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap keinginan klien untuk mempengaruhi kebijakan audit. Ini berarti bahwa klien yang diaudit oleh auditor yang pengalamannya lebih lama daripada mereka (klien), tidak merasa yakin bahwa mereka (klien) dapat mempengaruhi kebijakan audit. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu tersebut dapat dibuat hipotesis sebagai berikut:

H 2 : Tingkat Senioriotas Auditor berpengaruh secara negatif terhadap keinginan klien untuk mempengaruhi hasil audit BPK.

c) Tekanan Pimpinan – Keinginan Klien untuk Mempengaruhi Hasil Audit

Tekanan pimpinan klien seringkali terjadi pada situasi konflik antara auditor dengan klien. Situasi konflik terjadi ketika auditor dengan klien berada pada dua pihak yang saling berlawanan yaitu tidak sependapat hasil pelaksanaan pengujian laporan keuangan. Maka hal yang dilakukan klien dengan mempengaruhi dan memaksa auditor untuk melakukan tindakan yang melanggar standar audit sesuai dengan keinginannya, termasuk dalam pemberian opini yang tidak sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya.

Menurut Tsui dan Gul (1996) dalam Deni Samsudin (2009), independensi auditor luntur pada situasi konflik. Situasi konflik semakin meruncing ketika klien mulai melakukan intervensi pada proses audit sehingga akan mempengaruhi opini auditor atas laporan keuangan historis. M. Van Dijk (n.d), auditor KAP besar (big six) cinderung lebih jarang menyerahkan pada tekanan manajemen apabila terdapat publikasi laporan keuangan auditee, kondisi keuangan auditee bermasalah, dan risiko take over auditee yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan apabia auditor bersedia untuk menyerahkan pada intervensi klien dan mengikuti keinginan klien, maka resiko litigasi atas audit yang yang tidak benar akan sangat tinggi.

Dalam sektor publik tekanan dari pimpinan seringkali terjadi. Tekanan ini berkaitan dengan besaran material yang diberikan pimpinan jika auditee mampu mempengaruhi auditor, kamudia bisa pula dalam bentuk tekanan waktu audit, pimpinan menghendakin proses audit berjalan secara cepat, karena mengejar agenda lain. Bahkan ada pula tekanan berupa hasil atau prestasi yang baik, seorang kepala daerah atau kepala institusi menghendakin hasil audit dengan prestasi tinggi (WTP) dengan harapan untuk kepentingan politik. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu tersebut dapat dibuat hipotesis sebagai berikut:

H 3 : Tekanan Pimpinan berpengaruh terhadap keinginan klien untuk mempengaruhi Hasil audit BPK.

Berdasarkan pembahasan dari hasil-hasil penelitian terdahulu dapat dibuatkan kerangka pemikiran teoritis sebagai berikut:

Pengalaman

Audit Klien

Upaya Klien Senioritas Mempengaruhi

Auditor

Hasil Audit

Tekanan Pimpinan

Gambar 2. Model Penelitian

III. Metode Penelitian Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan kombinasi antara penelitian kualitatif dan kuantitatif. Penelitian kualitatif menggunakan instrumen Grounded Theory. Penggunaan Grounded Theory untuk membangun teori dari variabel dependen, yaitu upaya klien untuk mempengaruhi hasil audit. Variabel ini belum pernah ada penelitian sebelumnya, sehingga perlu dibangun sebuah teori, melalui instrumen Grounded Theory. Variabel yang paling mendekati adalah independensi auditor, namun belum memberikan gambaran keseluruhan tentang upaya klien dalam mempengaruhi hasil audit, khususnya pada tataran audit sektor publik.

Kemudian, setelah terbangun teori, maka langkah berikutnya adalah mencoba menganalisis beberapa faktor yang dapat mempengaruhi upaya klien tersebut, baik secara positif maupun negatif, dengan menggunakan berbagai penelitian terdahulu khususnya penelitian yang menganalisis independsi auditor maupun disfungsional audit.

Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Variabe Dependen (Y). Upaya Klien dalam mempengaruhi hasil Audit BPK. Variabel ini dibangun dengan menggunakan Grounded-Theory, yaitu upaya-upaya yang dilakukan oleh klien atau auditee dalam hal ini adalah aparat pemerintah untuk mempengaruhi hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan. Variabel ini menggunakan beberapa indikator, antara lain:

a) Upaya memberikan uang atau barang kepada Auditor (Penyuapan)

b) Upaya mengintervensi Auditor dengan cara memberikan pendapat terhadap akun tertentu (Intervensi Akun)

c) Upaya memberikan fasilitas perjalanan untuk keperluan pribadi auditor (Fasilitas Perjalanan)

d) Menyediakan fasilitas Hiburan bagi Auditor (Fasilitas Hiburan)

e) Menyediakan sampel audit yang terbaik dan pilihan (Sampel Audit Pilihan)

f) Menghilangkan bukti audit (Penghilangan Barang Bukti)

g) Memberikan efek teror kepada auditor (Teror)

Variabel Independen

Pengalaman Audit Klien. Pengalaman audit klien yaitu pengalaman klien atau auditee di bidang keuangan dan audit pada KAP ataupun pada lembaga audit pemerintah lainnya baik BPKP, BPK maupun Inspektorat Daerah. Untuk mengukur variabel pengalaman audit klien digunakan instrumen yang dikembangkan oleh Iyer dan

Rama (2004) dan Mulyaningsih dan Budyanto (2006). Dalam penelitian penelitian ini indikator yang digunakan adalah:

- Pengalaman kerja bidang keuangan - Pengamalan audit - Banyaknya penugasan bidang keuangan - Banyaknya penugasan Audit

Tingkat Senioritas Auditor. Tingkat Senioritas Auditor perbandingan tingkat kedewasaan seorang auditor BPK dibandingkan aparatur atau beberapa aparat dalam hal ini klien atau auditee, yang diukur dari usia, pendidikan maupun pengalaman auditor yang dikembangkan oleh (Mulyaningsih dan Budyanto, 2006). Dalam penelitian ini indikator yang digunakan adalah:

- Usia - Pengalaman Audit oleh Auditor - Tingkat Pendidikan Auditor

Tekanan Pimpinan. Tekanan pimpinan adalah tekanan yang dilakukan oleh pimpinan institusi yang diaudit terhadap auditee dalam hal ini pengelola keuangan untuk mendapatkan hasil audit yang baik, variabel ini dikembangkan oleh (Rimawanti dan Dewayanto, n.d.). Dalam penelitian penelitian ini indikator yang digunakan adalah:

- Tekanan Materi - Tekanan Waktu - Tekanan Prestasi

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pengelola keuangan pada PPKD (Pejabat Pengelola Keuangan Daerah) di lingkungan Pemerintah Daerah Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Metode sampling yang digunakan adalah qouta sampling, Tiap Pemerintah Daerah diambil 5 Sampel, yaitu, Kepala PPKD (kepala Bagian/Biro Keuangan), Bendahara Umum, kepala Sub Bagian Anggaran, Kepala Sub Bagian Akuntansi dan satu orang Staf bagian akuntansi. Terdapat 16 PPKD, yaitu 14 Kabupaten/Kota dan Pemerintah 2 provinsi, sehingga jumlah sampel yang terkirakan adalah 80 orang. Sebanyak 80 kuesioner disebar melalui Pos dan bahkan sebagian dilakukan wawancara secara langsung, hanya terdapat 74 kuesioner yang bisa digunakan, karena ada yang tidak mengembalikan dan ada yang tidak lengkap.

Alat Analisis dan Pengujian Hipotesis

Alat analisis yang digunakan adalah Persaman Struktural (SEM) dengan menggunakan alat Statistik Partial Least Square. Persamaan yang dapat disusun adalah sebagai berikut:

U = λ 1 PAK + λ 2 SA+ λ 3 TP + z 1

U = Upaya untuk mempengaruhi hasil audit PAK = Pengalaman Audit Klien SA = Senioritas Auditor TP = Tekanan Pimpinan PLS adalah model persamaan struktural (SEM) yang berbasis komponen atau

varian (variance). Menurut Ghozali (2006) PLS merupakan pendekatan alternatif yang bergeser dari pendekatan SEM berbasis covariance menjadi berbasis varian. SEM yang berbasis kovarian umumnya menguji kausalitas/teori sedangkan PLS lebih bersifat predictive model. PLS merupakan metode analisis yang powerfull (Wold,1985 dalam Ghozali, 2006) karena tidak didasarkan pada banyak asumsi. Misalnya, data harus terdistribusi normal, sampel tidak harus besar.

Selain dapat digunakan untuk mengkonfirmasi teori, PLS juga dapat digunakan untuk menjelaskan ada tidaknya hubungan antar variabel laten. PLS dapat sekaligus menganalisis konstruk yang dibentuk dengan indikator refleksif dan formatif. Hal ini tidak dapat dilakukan oleh SEM yang berbasis kovarian karena akan menjadi unidentified model.

IV. Hasil dan Pembahasan

4.1. Validitas dan Reliabelitas

Setiap variable latent (contruct) diuji untuk konsistensi validitas internal menggunakan alfa Cronbach dan membangun reliabilitas. Sejalan dengan apa yang tercantum dalam tabel 1, koefisien alfa Cronbach adalah PAK (0,886), SA (0,945), TP (0,892) dan U (0,872), berturut-turut lebih besar dari batasan 0,70 diusulkan oleh Nunnally (1978). Semua reliabilitas konstruk adalah lebih besar dari 0,8, berada di atas batasan 0,60 yang diusulkan oleh Fornell dan Larcker (1981). Keseluruhan, hasilnya menyarankan validitas internal yang tinggi indikator pengukuran; karenanya, reliabilitas masing-masing construt valid.

Tabel 1. Validitas dan Reliabelitas

Konstruk

Cronbach’ Alpha

4.2. Analisis Persamaan Struktural

Dalam analisis dengan PLS ada 2 hal yang dilakukan, Pertama, menilai outer model atau measurement model adalah penilaian terhadap reliabilitas dan validitas variabel penelitian. Ada beberapa kriteria untuk menilai outer model yaitu: convergent validity, discriminant validity dan composite reliability, Kedua, menilai inner model atau structural model, Pengujian inner model atau model struktural dilakukan untuk melihat hubungan antara konstruk, nilai signifikansi dan R-square dari model penelitian.

Hasil pengujian pertama analisis persamaan struktural dengan PLS ini menghasilkan outer loading sebagai berikut:

Gambar 3. Model outer loading

Hasil outer loading pertama biasanya beberapa indikator akan dikeluarkan dari model karena memiliki loading kurang dari 0,50 (OL<0,5) dan tidak signifikan, berdasarkan hasil analisis di atas, ada 4 indikator indikator yang dihapus karena memiliki loading lebih besar dari 0,50 (OL>0,5), yaitu TP2 (-0,170), U4 (0,070), U5

(0,139) dan U7 (0,147), sehingga harus dimodifikasi dengan cara menghilangkan indikator tersebut dari model. Berikut ini hasil modifikasi model:

Gambar 4. Model outer loading setelah modifikasi

1. Pengujian Outer Model (Measurement Model)

Outer Model atau Measurement Model adalah penilaian terhadap reliabilitas dan validitas variabel penelitian, Ada tiga kriteria untuk menilai outer model yaitu: convergent validity, discriminant validity dan composite reliability. Tabel berikut menunjukkan hasil pengujian reliabilitas dan validitas untuk masing-masing variabel, Discriminant validity dari pengukuran model dengan indikator refleksif dapat dilihat dari korelasi antar skor indikator dengan skor konstruknya.

Tabel 2. Hasil Pengujian Reliabilitas dan Validitas

R Square

Sumber: Hasil Output Analisis SmartPLS

Variabel akan dianggap relaible apabila nilai korelasinya di atas 0,50 (Ghozali, 2006). Hasil pengujian outer loadings pada tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa semua loading factor di atas 0,50 dan dapat dinyatakan bahwa semua variabel penelitian Variabel akan dianggap relaible apabila nilai korelasinya di atas 0,50 (Ghozali, 2006). Hasil pengujian outer loadings pada tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa semua loading factor di atas 0,50 dan dapat dinyatakan bahwa semua variabel penelitian

2. Pengujian Inner Model (Model Struktural)

Pengujian inner model atau model struktural dilakukan untuk melihat hubungan antara konstruk, nilai signifikansi dan R-square dari model penelitian, Berikut ini digambarkan nilai regresion weight hubungan antara konstruk, nilai signifikansi dan R- square dari model penelitian.

Table 3.

Nilai regresion weight hubungan antara konstruk, nilai signifikansi statistik

(t_statsitic) dan R-square

Pengaruh

T_Statistic Variabel 2 (R )

R Square

Original Sample

Estimate

3,132*) SA U 0,803 0,018 0,114 TP U

Keterangan: *) Sig pada nilai t-tabel 1,960 U

= Upaya Klien untuk mempengaruhi hasil Audit BPK PAK

= Pengalaman Audit Klien SA

= Senioritas Auditor TP

= Tekanan Pimpinan

Dokumen yang terkait

ANGGARAN WAKTU AUDIT DAN KOMITMEN PROFESIONAL SEBAGAI VARIABEL MODERASI PENGARUH KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AUDITOR TERHADAP KUALITAS AUDIT ABDUL HALIM Universitas Gajayana Malang Abstract - 081 ANGGARAN WAKTU AUDIT DAN KOMITMEN PROFESIONAL, kualitas aud

0 0 26

082 ANALISIS NILAI KULTUR INDIVIDUALIS KOLEKTIVIS AUDIT

0 0 31

PENGARUH BIAS SELF FULFILLING PROPHECY DAN INISIATIF PERUBAHAN MANAJEMEN SEBAGAI UPAYA PENGURANGBIASAN GOING CONCERN JUDGMENT

0 0 27

PENGARUH KOMPETENSI, SKEPTISME, HUBUNGAN KLIEN DENGAN AUDITOR, UKURAN KAP TERHADAP KEPUASAN KLIEN DAN KEGUNAAN UNTUK STAKEHOLDER EKSTERNAL DALAM PERSPEKTIF KLIEN IBNU IRAWAN LILI SUGENG WIYANTORO HELMI YAZID EWING YUVISA IBRANI Universitas Sultan Ageng Ti

1 2 21

PERAN KEKHAWATIRAN MENDAPAT SANKSI PROFESIONAL DALAM PROFESIONALISMA DAN INDEPENDENSI AUDITOR: PENGUJIAN TEORI KOGNITIF SOSIAL FRANCISCA RENI RETNO ANGGRAINI Universitas Sanata Dharma ZAKI BARIDWAN SUWARDJONO HARDO BASUKI Universitas Gadjah Mada Abstract

0 0 20

PENGARUH PENERAPAN SISTEM INFORMASI AKUNTANSI DAN KUALITAS AUDIT TERHADAP PENENTUAN OPINI AUDIT

1 3 21

PENDAPAT GOING CONCERN: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PADA PERUSAHAAN YANG MENGALAMI FINANCIAL DISTRESS (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010 - 2013)

1 1 34

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP TERJADINYA PENGHENTIAN PREMATUR (PREMATUR SIGN OFF) ATAS PROSEDUR AUDIT (STUDI KASUS PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK DI JAWA TIMUR) KHOLIDIAH

0 1 45

PENGARUH PERUBAHAN OPINI AUDIT DAN LABA TAK TERDUGA TERHADAP WAKTU PENYAMPAIAN LAPORAN KEUANGAN: STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN DALAM INDUSTRI KEUANGAN

0 0 27

OPINI GOING CONCERN, TINGKAT KETERGANTUNGAN AUDITOR PADA KLIEN DAN PERGANTIAN AUDITOR Studi Empiris pada Perusahaan Kesulitan Keuangan di Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2012

0 0 35